Konsep Dasar Apendiksitis
Konsep Dasar Apendiksitis
Konsep Dasar Apendiksitis
A. Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm (94
inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan
dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak
efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan
terhadap infeksi. (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia
antara 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, Arief,dkk, 2007).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen oleh
fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus. Obstruksi lumen
merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi membran mukosa appendiks dapat
terjadi karena parasit seperti Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan
Enterobius vermikularis (Ovedolf, 2006).
Apendisitis merupakan inflamasi apendiks vermiformis, karena struktur yang
terpuntir, appendiks merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk berkumpul dan
multiplikasi (Chang, 2010).
Apendisitis merupakan inflamasi di apendiks yang dapt terjadi tanpa penyebab
yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau akibat terpuntirnya apendiks
atau pembuluh darahya (Corwin, 2009).
B. Etiologi/Penyebab
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada factor
prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi
karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks (Nuzulul, 2009)
C. Klasifikasi
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis akut pada
dasarnya adalah obstruksi lumen yang selanjutnya akan diikuti oleh proses infeksi
dari apendiks.
Penyebab obstruksi dapat berupa :
a. Hiperplasi limfonodi sub mukosa dinding apendiks.
b. Fekalit
c. Benda asing
d. Tumor.
Adanya obstruksi mengakibatkan mucin / cairan mukosa yang diproduksi
tidak dapat keluar dari apendiks, hal ini semakin meningkatkan tekanan intra
luminer sehingga menyebabkan tekanan intra mukosa juga semakin tinggi.
Tekanan yang tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks
sehingga terjadi peradangan supuratif yang menghasilkan pus / nanah pada
dinding apendiks. Selain obstruksi, apendisitis juga dapat disebabkan oleh
penyebaran infeksi dari organ lain yang kemudian menyebar secara hematogen ke
apendiks.
2. Apendisitis Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan
infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
makroskopikdan
apendektomi. Kriteria
mikroskopik,
dan
keluhan
menghilang
satelah
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Insidens apendisitis kronik antara 1-5 persen.
4. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
berulang di perut kanan bawah yang mendorong dilakukan apeomi dan hasil
patologi menunjukan peradangan akut. Kelainan ini terjadi bila serangn
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan. Namun, apendisitis tidak perna
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fribosis dan jaringan parut. Resiko untuk
terjadinya serangn lagi sekitar 50 persen. Insidens apendisitis rekurens biasanya
dilakukan apendektomi yang diperiksa secara patologik. Pada apendiktitis
rekurensi biasanya dilakukan apendektomi karena sering penderita datang dalam
serangan akut.
5. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
akibat adanya obstruksi kronik pangkal apendiks, yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa infeksi. Walaupun
jarang,mukokel dapat disebabkan oleh suatu kistadenoma yang dicurigai bisa
menjadi ganas. Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak
enak di perut kanan bawah. Kadang teraba massa memanjang di regio iliaka
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
Pengobatannya adalah apendiktomi.
6. Tumor Apendiks
sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan
apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih
kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007) .
Pathway
Apendiks
Hiperplasi
folikel
limfoid
Benda asing
fekalit
Erosi
mukosa
apendiks
Obstruksi
Mukosa
terbendung
Apendiks
terenggang
Tekanan intra
luminal
Aliran darah terganggu
Ulserasi dan invasi bakteri pada
diniding apendiks
apendicitis
Striktur
Nyeri akut
Tumor
Trombosis pada
vena
intramuraldan
Pembengkakan
Ke peritonium
Peritonitis
Hiperter
iskemia
Perforasi
Ansietas
Pembedahan operasi
Jalan masuk
E.kuman
Manifestasi Klinis
Luka insisi
Kerusakan
integritas kult
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
muntah
Infeksidan hilangnya nafsu makan.
Nyeri tekan local pada titik McBurney bila dilakukan tekanan.
Nyeri tekan lepas dijumpai.
Terdapat konstipasi atau diare.
Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar di belakang sekum.
Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal.
Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis.
Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara
dilakukan
sisi
kiri,
ekstensi
dari
jika
timbul
nyeri
pada
Dunphys sign
Aure-Rozanovas sign
Blumberg sign
triangle
kanan
(akan
positif
Shchetkin-Bloombergs sign)
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi
pada kuadran kanan bawah kemudian
dilepaskan tiba-tiba
F. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor
keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat
melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas
dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak
kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan
40-75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih
pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,
sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi
diantaranya:
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon
dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila
Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit,
tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada
70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit,
panas lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi
bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.
3. Peritononitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada
permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas
peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya
cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan
oligouria. Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-18.000/mm3
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP ditemukan jumlah
serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen protein fase akut yang
akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses inflamasi, dapat dilihat melalui
proses elektroforesis serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu
80% dan 90%.
2. Radiologi
dilakukan atau dapat juga dipakai naso-pharingeal airway pada pasien yang
masih sadar. Bila pasien tidak sadar dapat dipakai OPA. Kontrol jalan nafas
pasien dengan airway terganggu karena faktor mekanik, atau ada gangguan
ventilasi akibat gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai
dengan intubasi endotracheal, baik oral maupun nasal
b. Breathing (Pernafasan)
Kaji pernafasan, apakah ventilasi adekuat atau tidak. Berikan oksigen bila
pasien tampak kesulitan untuk bernafas atau terjadi pernafasan yang
dangkal dan cepat (takipnue). Pemberian oksigen nasal : pada fase nyeri
hebat skala nyeri 3 (0-4), pemberian oksigen nasal 3 L/menit dapat
meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri.
c. Circulation
Kaji sirkulasi dengan TTV, bila terjadi mual muntah yang berlebihan
sehingga intake cairan kurang, maka penuhi cairan dengan pemasangan
infus.
d. Disability
Kaji GCS pasien.
2. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terusmenerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan
yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
b. Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
c. Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
d. Kebiasaan eliminasi.
e. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan
fisik
keadaan
umum
2.
3.
4.
5.
klien
tampak
ringan/sedang/berat.
Sirkulasi : Takikardia.
Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
Aktivitas/istirahat : Malaise.
Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
sakit
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis (distensi jaringan
2.
3.
4.
5.
C. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
RENCANA KEPERAWATAN
KRITERIA HASIL
INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nyeri
Akut NOC
berhubungan
agen
cidera
(distensi
intestinal
inflamasi)
NIC
Analgetik
Pain Level
biologis Kriteria Hasil
Administration
1. Mampu
mengontrol
jaringan
1. Tentukan
lokasi,
nyeri (tahu penyebab
oleh
karakteristik,
nyeri,
mampu
kualitas dan derajat
menggunakan
tehnik
nyeri
sebelum
nonfarmakologi untuk
pemberian obat
mengurangi
nyeri, 2. Cek instruksi dokter
mencari bantuan)
tentang jenis obat,
2. Melaporkan
bahwa
dosis dan frekuensi
nyeri berkurang dengan
pemberian
menggunakan
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang
manajemen nyeri
3. Mampu
mengenali
di perlukan atau
dengan
nyeri
(skala,
itnsitas,
kombinasi
dari
frekuensi
nyeri)
4. Mengatakan
dan
tanda
ketika
analgesik
satu
5. Tentukan analgesik
piliham,
rute
pemberian,
dan
dosis optimal
6. Monitor vital sign
sebelum
dan
sesudah pemberian
analgesik
pertama
kali
7. Evaluasi evektivitas
pemberian
analgesik.
Hipertermi
NOC :
NIC
Thermoregulation
Pain Management
berhubungan
dengan
Setelah dilakukan tindakan
1. Lakukan pengkajian
penyakit
(inflamasi
keperawatan selama .
nyeri
secara
apendiks)
Pasien hipertermia teratasi,
komprehensif
dengan kriteria hasil:
termasuk
lokasi,
1. Tidak terjadi peningkatan
karakteristik, durasi,
suhu tubuh > 37,5 0 C
frekuensi, kualitas
2. Tidak terjadi perubahan
dan
faktor
warna kulit ( memerah ),
3. Nadi tidak teraba atau
presipitasi
2. Observasi
reaksi
lemah
nonverbal
dari
ketidaknyamanan
3. kontrol lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan
dan
kebisingan
4. Kurangi
faktor
presipitasi nyeri
5. Kaji
tipe
dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
6. Ajarkan
tentang
teknik
non
farmakologi: napas
dala,
relaksasi,
distraksi,
kompres
hangat/ dingin
7. Kolaborasi
pemberian analgetik
8. Tingkatkan istirahat
9. Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab
nyeri,
1. Klien
mampu
mengidentifikasi dan
jelas
mengungkapkan
gejala cemas.
2. Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan tehnik
untuk
mengontol
cemas.
3. Vital sign
dalam
batas normal.
4. Postur
tubuh,
ekspresi
bahasa
wajah,
tubuh
tingkat
berkurangnya
kecemasan
dan
aktivitas
menunjukkan
menenangkan.
2. Nyatakan dengan
harapan
terhadap
pelaku
pasien.
3. Jelaskan
semua
dirasakan
selama prosedur.
4. Temani
pasien
untuk
memberikan
keamanan
dan
mengurangi
takut.
5. Berikan
informasi faktual
mengenai
diagnosis,
tindakan
prognosis.
6. Libatkan
keluarga
untuk
mendampingi
klien.
7. Instruksikan pada
pasien
untuk
menggunakan
tehnik relaksasi.
8. Dengarkan
dengan
perhatian.
penuh
9. Identifikasi
tingkat
kecemasan .
10. Bantu
pasien
mengenal situasi
yang
menimbulkan
kecemasan.
11. Dorong
pasien
untuk
mengungkapkan
perasaan,
ketakutan,
persepsi.
12. Kelola pemberian
obat
anti
cemas:........
Kerusakan
kulit
integrtas NOC
berhubungan
NIC
and
bedah)
Membranes
Hemodyalis akses
Mucous
kulit
baik
bisa
agar
tetap
yang
(sensasi,
kulit
elastisitas, temperature,
hidrasi, pigmentasi)
2. Tidak ada luka/lesi pada
kulit
3. Perfusi dengan baik
4. Menunjukkan
pemahaman
kebersihan
Kriteria Hasil :
1. Integritas
1. Jaga
dalam
adanya kemerahan
4. Monitor
aktivitas
dan
mobilasasi
pasien
5. Monitor
nutrisi pasien
Insision site care
status
mencegah
terjadinya
berulang
5. Mampu
sedera
1. Membersihkan,
memantau
dan
meningkatkan
proses
melindungi
kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
penyembuhan pada
luka yang ditutup
dengan jahitan, klip
atau straples
2. Monitor
proses
kesembuhan
area
insisi
3. Bersihkan
area
lidi
kapas steril
4. Gunakan preparat
antiseptic,
sesuai
program
5. Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak
Risiko infeksi
NOC
dibalut)
sesuai program
NIC
Infection
Control
Immune Status
Knowledge : Infection (Kontrol infeksi)
control
1. Gunakan
sabun
Risk control
antimikrobia untuk
Kriteria Hasil
1. Klien bebas dari tanda
cuci tangan
2. Cuci tangan setiap
dan gejala infeksi
2. Mendeskripsikan proses
penularan
penyakit,
factor
yang
mempengaruhi
penularan
serta
penatalaksanaannya
3. Menunjukkan
kemampuan
mencegah
untuk
timbulnya
infeksi
4. Jumlah leukosit dalam
batas normal
5. Menunjukkan perilaku
hidup sehat
sebelum
dan
sesudah
tindakan
keperawatan
3. Gunakan
baju,
sarung
tangan
sebagai
alat
pelindung
4. Pertahankan
lingkungan
aseptik
selama pemasangan
alat
5. Ganti
letak
IV
dan
line
purifier
dengan
petunjuk umum
6. Tingkatkan intake
nutrisi
7. Monitor tanda dan
gejala
infeksi
pada
area
epidema
11. Inspeksi kulit dan
membrane
mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
12. Inspeksi
kondisi
luka/insisi bedah
13. Pertahankan
masukan cairan
14. Tingkatkan istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan
cara
menghindari infeksi
17. Laporkan
kecurigaan infeksi
DAFTAR PUSTAKA
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Fatma. (2010). Askep Appendicitis. Diakses
http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep-appendicitis.html pada tanggal
09 Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.