Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Teks Inspiratif

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

Aku Mendengar dan Merasakan Bebanmu Ayah

Suatu ketika, ada seorang anak wanita bertanya kepada Ayahnya, tatkala
tanpa sengaja dia melihat Ayahnya sedang mengusap wajahnya yang mulai
berkerut-kerut dengan badannya yang terbungkuk-bungkuk, disertai suara
batuk-batuk nya. Anak wanita itu bertanya pada ayahnya, "Ayah, mengapa
wajah Ayah kian berkerut-kerut dengan badan Ayah yang kian hari kian
terbungkuk?" Demikian pertanyaannya, ketika Ayahnya sedang santai di
beranda.

Ayahnya menjawab: "Sebab aku Laki-laki." Itulah jawaban Ayahnya. Anak


wanita itu berguman: "Aku tidak mengerti." Dengan kerut-kening karena
jawaban Ayahnya membuatnya tercenung rasa penasaran. Ayahnya hanya
tersenyum, lalu dibelainya rambut anak wanita itu, terus menepuk-nepuk
bahunya, kemudian Ayahnya mengatakan: "Anakku, kamu memang belum
mengerti tentang Laki-laki." Demikian bisik Ayahnya, membuat anak wanita
itu tambah kebingungan.

Karena penasaran, kemudian anak wanita itu menghampiri Ibunya lalu


bertanya: "Ibu mengapa wajah ayah menjadi berkerut-merut dan badannya
kian hari kian terbungkuk? Dan sepertinya Ayah menjadi demikian tanpa ada
keluhan dan rasa sakit?"

Ibunya menjawab: "Anakku, jika seorang Laki-laki yang benar-benar


bertanggung jawab terhadap keluarga itu memang akan demikian." Hanya itu
jawaban Sang Bunda.

Anak wanita itupun kemudian tumbuh menjadi dewasa, tetapi dia tetap saja
penasaran.

Hingga pada suatu malam, anak wanita itu bermimpi. Di dalam mimpi itu
seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali.
Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian
kalimat sebagai jawaban rasa penasarannya selama ini.

"Saat Kuciptakan Laki-laki, aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga


serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarga, dia senantiasa akan
menahan setiap ujungnya, agar keluarganya merasa aman teduh dan
terlindungi."
"Kuciptakan bahunya yang kekar dan berotot untuk membanting tulang
menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula
untuk melindungi seluruh keluarganya."

"Kuberikan kemauan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang
berasal dari tetesan keringatnya sendiri yang halal dan bersih, agar
keluarganya tidak terlantar, walaupun seringkali dia mendapatkan cercaan
dari anak-anaknya."

"Kuberikan Keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya


pantang menyerah, demi keluarganya dia merelakan kulitnya tersengat
panasnya matahari, demi keluarganya dia merelakan badannya basah kuyup
kedinginan karena tersiram hujan dan hembusan angin, dia relakan tenaga
perkasanya terkuras demi keluarganya dan yang selalu dia ingat, adalah
disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari
jerih payahnya."

"Kuberikan kesabaran, ketekunan serta keuletan yang akan membuat dirinya


selalu berusaha merawat & membimbing keluarganya tanpa adanya keluh
kesah, walaupun disetiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerap
kali menyerangnya."

"Kuberikan perasaan keras dan gigih untuk berusaha berjuang demi


mencintai dan mengasihi keluarganya, didalam kondisi dan situasi apapun
juga, walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya melukai
hatinya. Padahal perasaannya itu pula yang telah memberikan perlindungan
rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan
perasaannya itulah yang memberikan kenyamanan bila saat dia sedang
menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan
mengasihi sesama saudara."

"Kuberikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan


pengetahuan padanya untuk memberikan pengetahuan dan menyadarkan,
bahwa Istri yang baik adalah Istri yang setia terhadap Suaminya, Istri yang
baik adalah Istri yang senantiasa menemani. Dan bersama-sama menghadapi
perjalanan hidup baik suka maupun duka, walaupun seringkali
kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada
Istri, agar tetap berdiri, bertahan, sejajar dan saling melengkapi serta saling
menyayangi."

"Kuberikan kerutan diwajahnya agar menjadi bukti bahwa Laki-laki itu


senantiasa berusaha sekuat daya pikirnya untuk mencari dan menemukan
cara agar keluarganya bisa hidup di dalam keluarga bahagia dan badannya
yang terbungkuk agar dapat membuktikan, bahwa sebagai laki-laki yang
bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, senantiasa berusaha
mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya,
keuletannya demi kelangsungan hidup keluarganya."

"Kuberikan kepada Laki-laki tanggung jawab penuh sebagai Pemimpin


keluarga, sebagai Tiang penyangga, agar dapat dipergunakan dengan sebaik-
baiknya dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh laki-laki, walaupun
sebenarnya tanggung jawab ini adalah amanah di Dunia dan Akhirat."

Terbangun anak wanita itu, dan segera dia berlari, berlutut dan berdoa hingga
menjelang subuh. Setelah itu dia hampiri bilik Ayahnya yang sedang berdoa,
ketika Ayahnya berdiri anak wanita itu merengkuh dan mencium telapak
tangan Ayahnya. "Aku mendengar dan merasakan bebanmu, Ayah".

Dunia ini memiliki banyak keajaiban, segala ciptaan Tuhan yang begitu agung,
tetapi tak satu pun yang dapat menandingi keindahan tangan Ayah...

Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa


Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah hm...
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini


Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia

Ayah, dalam hening sepi kurindu


untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban
Yang Sudah Berlalu Tak Perlu Disesali

Suatu ketika, ada seorang pemuda yang mendapat warisan dari orangtuanya.
Karena tergolong keluarga sederhana, ia hanya mendapat sedikit uang dan
beberapa buah buku. Sebelum meninggal, ayahnya berpesan, Anakku, buku-
buku ini adalah harta yang tak terhingga nilainya. Ayah berikan kepadamu,
baca dan pelajarilah. Mudah-mudahan kelak nasibmu bisa berubah lebih
baik. Dan ini sedikit uang, pakailah untuk menyambung hidup dan bekerjalah
dengan rajin untuk menghidupi dirimu sendiri.

Tak berapa lama, uang yang ditinggalkan pun habis terpakai. Sejenak ia
melongok buku-buku peninggalan ayahnya. Ia teringat pesan dari
orangtuanya agar belajar dari buku tersebut. Karena malas, ia mengambil
jalan pintas. Buku itu dijual kepada teman yang mau membeli karena
kasihan. Sebagai gantinya, ia mendapatkan beras untuk makan sehari-hari.

Beberapa saat kemudian, si pemuda harus mulai bekerja kasar demi


menyambung hidup. Yang membuatnya heran, teman yang dulu membeli
bukunya, kini hidupnya kelihatan nyaman dan semakin maju. Karena
penasaran ingin tahu, apa yang membuat teman tadi bisa berhasil hidupnya,
dia mendatangi dan bertanya.

Meski sempat tidak mau membuka rahasia, setelah didesak dan kasihan
melihat nasib si pemuda, akhirnya si teman terbuka. Sebenarnya, aku sangat
terbantu dengan buku yang kamu jual padaku. Dulu aku beli buku itu karena
kasihan kepadamu. Kubiarkan saja berdebu di sudut kamar. Suatu hari, iseng
karena ingin tahu, kubaca dan ternyata, wahhisinya bagus sekali! Sebuah
pelajaran hidup yang luar biasa.

Bukan itu saja, sambung temannya. Di dalam buku itu terselip pesan, agar
si pembaca setelah menguasai isi buku tersebut mau praktik dengan
sungguh-sungguh. Sungguh, aku beruntung aku mendapat buku itu darimu.
Lihat, hidupku jadi berubah. Sebenarnya, dari mana buku-bukumu itu
berasal?

Mendengar cerita temannya itu, si pemuda sangat menyesal. Harta


peninggalan ayahnya ternyata jauh lebih berharga dari yang ia kira. Karena
malas membaca, kini ia hanya jadi pekerja kasar yang hidup ala kadarnya.

Buku itu sebenarnya warisan dari orangtuaku, jawab si pemuda. Jujur, aku
malas membacanya dan tidak tahu kalau ayahku menyimpan pesan yang
sangat berharga. Sungguh, aku menyesal. Teman, boleh aku pinjam kembali
buku-buku itu untuk memulai hidupku yang baru? Aku ingin bisa mengubah
hidupku menjadi lebih baik.

Demikianlah, banyak hal yang kadang tak kita mengerti dari pilihan-pilihan
yang kita jalani. Sering mengundang penyesalan, seperti si pemuda tadi. Tapi
bagi yang mau belajar, setiap kegagalan, setiap kesalahan pasti punya nilai
pembelajaran. Maka, ada ungkapan hal yang sudah berlalu tak perlu
disesali. Sudah sepatutnya kata-kata bijak tadi kita jadikan pegangan hidup.
Jika hari ini kita gagal, kita siap bangkit lagi!
Mari, jangan sesali yang sudah berlalu, jangan pula takut pada masa depan.
Kita belajar dari banyak kesalahan dan segala ketidaknyamanan, untuk
mengambil pilihan yang ada pada hari ini sebagai dasar pijakan meraih
keberhasilan yang lebih membanggakan. Tetap berjuang!
Ketamakan
Alkisah, di sebuah negeri, ada seorang saudagar kaya raya. Ia adalah pemilik
restoran terkenal dan terbaik yang pernah ada pada masa tersebut. Selain
rasanya khas, makanannya sangat lezat, dan pelayanannya pun sangat
memuaskan siapa saja yang datang ke sana.

Berkat restoran itu pula, sang saudagar mendapat banyak rezeki. Meski
usahanya menjadi berkembang ke berbagai bidang, namun restoran itulah
yang menjadi urat nadi usaha yang sangat dijaganya. Karena itu, karena tak
memiliki keturunan, di usianya yang sudah makin tua, ia ingin mewariskan
usaha itu pada orang terpilih yang nanti akan dipercaya untuk menjalankan
usahanya itu. Ia nanti akan menyerahkan usaha itu kepada orang yang
terbaik, dengan syarat separuh hasil yang didapat, harus disumbangkan
kepada kaum yang tak berpunya.

Beberapa saat sang saudagar memikirkan cara untuk memilih orang tersebut.
Hingga, suatu kali, ia ngundang 80 orang yang dianggap terbaik di daerahnya.
Kepada 80 orang tersebut, ia menyajikan hidangan terbaik untuk makan
malam di restorannya.

Saat ke-80 orang tersebut berdatangan memenuhi undangannya, banyak


wajah-wajah berharap, mereka yang akan terpilih mewarisi kekayaan sang
saudagar. Begitu pun sang saudagar, ia berharap bisa memilih orang terbaik
yang bisa mewarisi usahanya. Setelah berbasa-basi sejenak, ke-80 orang itu
lantas dipersilakan duduk untuk menyantap hidangan makan malam.

Uniknya, ada 20 meja kotak yang disediakan, dengan sumpit yang sangat
panjang di masing-masing meja. Karena itu, saat mulai dipersilakan makan,
hampir semua orang yang sudah tak sabar merasakan kelezatan makanan
dari restoran sangat terkenal itu pun kerepotan.

Sang saudagar lantas berkeliling ke semua meja makan. Ia melihat hingga


meja ke-19 tak ada satu pun yang berhasil menyantap makanan yang
dihidangkan. Sebab, mereka berlomba-lomba makan dengan sumpit sangat
panjang tersebut. Hingga akhirnya, tepat di meja ke-20, saudagar pun
tersenyum. Di meja tersebut, empat orang tampak menikmati hidangan
dengan satu sama lain saling menyuapi. Memang, sumpit yang disediakan
sangat panjang, sehingga mereka bisa menyuapi orang di dekatnya, dan
sebaliknya. Maka, hingga acara hampir selesai, hanya mereka berempatlah
yang kenyang. Sementara, yang lain tak bisa menikmati hidangan karena
berusaha sendiri-sendiri untuk segera menyantap makanan lezat tersebut.

Kisah tersebut mengajarkan kepada kita, bahwa untuk bisa meraih sesuatu,
kita seharusnya memulai dengan melayani. Kita tak boleh serakah, tamak,
atau hanya mementingkan kepentingan diri sendiri. Seperti yang tergambar
dalam kisah tersebut, hanya mereka yang mau berkorban dengan memberi
makanan kepada yang lain, maka ia yang akan bisa ikut makan dengan
kenyang. Sementara, orang lain sibuk mencari cara bagaimana bisa segera
menyantap hidangan, justru kerepotan karena tak tahu cara yang tepat
untuk memakan hidangan tersebut.

Sudah kita dapati, begitu banyak orang yang menjadi sumber berita karena
kelakuannya. Mulai dari korupsi, hingga berbagai hal lain yang intinya,
menjadikan harta sebagai hal yang utama.

Uang dan harta memang penting. Namun, ada banyak hal penting lain yang
juga harus menjadi perhatian utama kita. Bagaimana kita bersikap,
bagaimana kita membantu orang lain, bagaimana kita menemukan
keseimbangan dalam hidup, sehingga kebahagiaan bisa kita peroleh. Harta
adalah sarana. Kita adalah manusia. Karena itu, mari jadikan sarana
tersebut sebagai bagian dari kehidupan kita, namun jangan sampai
menjadikannya sebagai hal yang membelenggu kita.

Mari, jadikan hidup lebih berarti. Dengan mau peduli dan berbagi, harta dan
uang kita akan jauh lebih memiliki arti.
Jadilah Pelita

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya.
Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.

Orang buta itu terbahak berkata: Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja
buat saya! Saya bisa pulang kok.

Dengan lembut sahabatnya menjawab, Ini agar orang lain bisa melihat kamu,
biar mereka tidak menabrakmu.

Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa
lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta.

Dalam kagetnya, ia mengomel, Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat
orang buta dong!

Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.


Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta.

Kali ini si buta bertambah marah, Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku
bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!

Pejalan itu menukas, Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah
padam!

Si buta tertegun..

Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, Oh, maaf, sayalah yang
buta, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.

Si buta tersipu menjawab, Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata
kasar saya.

Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa


si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta
kita.

Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, Maaf, apakah
pelita saya padam?

Penabraknya menjawab, Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.

Senyap sejenak.

secara berbarengan mereka bertanya, Apakah Anda orang buta?

Secara serempak pun mereka menjawab, Iya., sembari meledak dalam tawa.

Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka


yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja
ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun
berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.

Timbul pikiran dalam benak orang ini, Rasanya saya perlu membawa pelita
juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut
melihat jalan mereka.

Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti


menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan
kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan
(tabrakan!).

Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin,


keangkuhan, kebebalan, ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang
lain, tidak sadar bahwa lebih banyak jarinya yang menunjuk ke arah dirinya
sendiri. Dalam perjalanan pulang, ia belajar menjadi bijak melalui peristiwa
demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena
menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia
juga belajar menjadi pemaaf.

Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang


kesadaran, yang kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk membuta
walaupun mereka bisa melihat.

Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang
sebetulnya menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka
bisa menjadi guru-guru terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta,
sudah selayaknya kita saling memaklumi dan saling membantu.

Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita.
Betapa sulitnya menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat
pelitanya. Orang buta sulit menuntun orang buta lainnya. Itulah pentingnya
untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek, semakin bijaksana.

Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan
pentingnya memiliki pelita kebijaksanaan.

Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah,
apakah nyalanya masih terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA,
bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.

Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan


dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita
kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.

Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa
penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang
membuahkan penciuman. Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah
kebijaksanaan.
4 lilin
Ada 4 lilin yang menyala, Sedikit demi sedikit habis meleleh.

Suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka

Yang pertama berkata: Aku adalah Damai. Namun manusia tak mampu
menjagaku: maka lebih baik aku mematikan diriku saja! Demikianlah sedikit
demi sedikit sang lilin padam.

Yang kedua berkata: Aku adalah Iman. Sayang aku tak berguna lagi.
Manusia tak mau mengenalku, untuk itulah tak ada gunanya aku tetap
menyala. Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.

Dengan sedih giliran Lilin ketiga bicara: Aku adalah Cinta. Tak mampu lagi
aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan
mengganggapku berguna. Mereka saling membenci, bahkan membenci
mereka yang mencintainya, membenci keluarganya. Tanpa menunggu waktu
lama, maka matilah Lilin ketiga.

Tanpa terduga

Seorang anak saat itu masuk ke dalam kamar, dan melihat ketiga Lilin telah
padam. Karena takut akan kegelapan itu, ia berkata: Ekh apa yang terjadi??
Kalian harus tetap menyala, Aku takut akan kegelapan!

Lalu ia mengangis tersedu-sedu.

Lalu dengan terharu Lilin keempat berkata:

Jangan takut, Janganlah menangis, selama aku masih ada dan menyala, kita
tetap dapat selalu menyalakan ketiga Lilin lainnya:

Akulah HARAPAN.

Dengan mata bersinar, sang anak mengambil Lilin Harapan, lalu menyalakan
kembali ketiga Lilin lainnya.
Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN yang ada dalam hati
kita.dan masing-masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak
tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali Iman,
Damai, Cinta dengan HARAPAN-nya!

Sebuah batu kecil

Di suatu daerah pegunungan, sesosok pemuda sedang mempersiapkan bekal


untuk perjalanan ke desa lain. Desa itu cukup jauh, harus melawati hutan-
hutan dan gua. Pemuda itu hanya mampu membawa bekal untuk sekali
perjalanan.

Saat pemuda itu memulai perjalanan, ia bertemu pengemis tua dengan


pakaian penuh robek dan kumuh. Karena pemuda itu hanya mempunyai
bekal secukupnya, dia pura-pura tidak melihat pegemis tua tersebut, dan
berjalan melewatinya.

Tiba-tiba sang pengemis tua itu berkata, Hai pemuda, ketika engkau
melawati sebuah gua, ambil batu disekitarmu sebanyak-banyaknya!

Pemuda itu cukup kaget, akan tetapi dia tetap tidak memperhatikannya,
alah, dasar pengemis, mau minta perhatian saja, paling dia mau minta
sedekah. Pikirnya.

Perjalanan pemuda itu dilanjutkan hingga hari sudah mulai malam. Ia pun
harus mempercepat perjalanannya, karena dia harus melewati sebuah gua
yang sangat gelap.

Ketika masuk ke dalam gua, ia teringat akan pesan pengemis tua. ah,
ngapain saya menuruti kata-kata pengemis tua itu!, lagipula ngapain saya
harus membawa batu-batu di gua ini, menambah beban saya aja, mungkin
pengemis itu sudah gila kali keluhnya. Pemuda itu berjalan sambil meraba-
raba karena gelapnya gua itu.

Sesaat kemudian di berfikir kembali, Mungkin ada benarnya kata pengemis


tua itu ia mulai penasaran dengan pesan pengemis tadi. Pemuda itupun
mengambil sebuah batu kecil dan dimasukan ke saku celana.

Perjalanan panjang telah ia lalui, setelah melewati gua, ia mengarungi lembah,


melewati gunung, hingga ta terasa bekal habis. Ia memaksa berjalan, walau
perut kelaparan.

Akhirnya ia sampai juga di desa tujuannya, dan langsung ambruk tertidur di


bawah sebuah pohon. Ia tertidur pulas. Tak lama kemudian, disaat berganti
posisi, ia bangun, terasa ada yang mengganjal di celananya. Ah, dasar
bodohnya aku ini, aku membawa kemana-mana batu kecil tak berguna ini,
menuruti kata-kata pengemis gila itu! Ku buang aja! katanya dengan kesal.

Ketika akan membuang batu itu, terlihat batu itu berkilauan, memantulkan
cahaya. Mata pemuda itu langsung terbelalak. hah.., batu ini emas!
matanya melototi batu yang dipegangnya. ah., andaikan saja

Urusan Dengan Tuhan


Badrun membawa piringnya, seperti biasa, mengantri setiap pagi untuk
sarapan pagi. Wajahnya selalu tersenyum pada setiap orang. Walaupun dia
masih muda, nampak kerut-kerut di wajahnya, yang membuat dia kelihatan
lebih tua dari umurnya. Karena kasus manipulasi, Badrun harus mendekam
di penjara ini.
Hukum memang tak kenal belas kasihan. Orang yang mengenal Badrun dari
dekat pasti tak tega, kenapa orang sebaik dia harus masuk penjara.

Sebelum masuk penjara ini, dia adalah akuntan sebuah perusahaan besar.
Dari gajinya bekerja, dia dapat menghidupi anak dan istrinya, mempunyai
rumah dan kendaraan. Dia juga punya sebidang tanah untuk sekedar
berkebun, warisan orangtuanya. Hidupnya betul-betul bahagia.

Sampai akhirnya, suatu tragedi telah berlaku padanya. Urusannya hanya


sepele, pada mulanya, sebagai seorang karyawan dengan posisi basah, di
sebuah perusahaan, sedikit banyak pasti menimbulkan kecemburuan antara
sesama rekan kerjanya.

Adalah Santi, seorang sekretaris bos, wanita pintar tapi liar, yang membikin
gara-gara. Sudah lama dia memendam rasa iri pada Badrun. Karena
posisinya, sebagai sekeretaris direktur, ternyata tak bisa sekedar
memanipulasi uang belanja perusahaan. Sebab setiap kali dia membujuk
Badrun, tak bisa juga dapat, walaupun satu sen. Badrun memang tak bisa
sembarangan mengeluarkan uang, sebelum disetujui atasan.

Sebagai wanita pintar, Santi tahu kelemahan lelaki, dan mengetahui pula
kelebihannya sebagai wanita. Disebarkannya gossip ke seluruh karyawan,
kalau dia menjalin hubungan dengan Badrun. Dan dengan aktingnya yang
meyakinkan, berhasil mengelabui seluruh karyawan, kalau dia sudah betul-
betul dekat dengan Badrun. dengan berbagai bujuk rayu dan kata yang manis
pada staff bawahan Badrun pula, dia berhasil mempunyai akses ke bagian
keuangan, bagian yang dikepalai Badrun.

Badrun tak suka dengan sifat Santi, tapi dia juga tak bisa bersikap kasar,
apalagi Santi adalah sekretaris bosnya. Dengan halus ditegurnya sikap Santi
tersebut, tapi Santi memang sudah nekat. Entah bagaimana, tiba-tiba saja
uang sebesar lebih dari 1 milyar tak diketahui keberadaannya. Tak ada
kwitansi, tak ada nota, tak ada barang hasil pembelian dan sebagainya.

Badrun yakin, ini ulah Santi, tapi dia tak bisa membuktikannya. Seluruh
transaksi keluar dan masuk uang, selalu memakai nama dia. Akhirnya vonis
menimpa dia, didakwa menggelapkan uang perusahaan. Bukan itu saja,
ternyata gossip yang disebarkan Santi sudah sampai ke rumah-tangga
Badrun. Istri Badrun dibakar cemburu, pergi dari rumah bersama anak
kesayangannya.

Ketika sidang pun, istrinya tak datang, apalagi selama dia dipenjara. Kawan-
kawan dan tetangganya juga menjaga jarak, mereka tak menyangka, ternyata
orang pendiam dan baik itu, bisa berbuat kriminal. Padahal tak terhitung
kebaikan-kebaikan selama ini pada tetangga dan teman-temannya.

Seluruh hartanya bendanya, termasuk kebun warisan orangtuanya, dirampas


untuk mengganti seluruh kerugian perusahaan.

Bahkan di dalam penjara, Badrun selalu menerima perlakuan-perlakuan yang


tidak adil dari sesama penghuni. Sering dia tidak kebagian jatah makanan,
uang kerajinan hasil membuat ukiran dipalak dan lain-lain. Tapi itu tak
menyurutkannya tersenyum dan menyapa setiap orang serta berbuat baik.
Suatu malam, di dalam mushalla penjara, aku mengobrol dengannya.
Bertanya penuh ingin tahu, akan sikapnya selama ini. Kenapa dia tak mau
melawan ketika dipukul seorang penghuni yang sok jagoan, kenapa dia diam
saja ketika jatah makanannya direbut, kenapa dia tak membalas dendam
segala sikap tidak adil yang diterimanya selama ini, baik sebelum atau
sesudah dia dipenjara.

Maka, kucatat segala perkataannya, yang tak kulupakan seumur hidupku:


Manusia sering kali bertindak tak masuk akal dan egois, bagaimanapun juga,
maafkanlah mereka.
Kalau kamu berbuat baik, orang-orang akan menyangka kamu punya motivasi
di balik perbuatan baikmu itu, bagaimanapun juga, teruskanlah bebuat baik.

Kalau kamu sedang mengalami suatu perkara, kamu akan menemui kawan
yang palsu, dan lawan yang sesungguhnya. Terus jalani urusan itu.
Kalau kamu jujur dan terus-terang, orang akan mengira kamu sedang
berbuat curang, bagaimanapun juga, tetaplah berlaku jujur.
Apa yang kamu bangun selama bertahun-tahun, bisa saja dihancurkan oleh
seseorang dalam waktu satu malam. Tapi, tetaplah membangun bangunan itu.

Kalau kamu berada dalam kedamaian dan kebahagiaan, orang-orang pasti iri
dan cemburu; tetaplah kamu bahagia dan tersenyum dalam kedamaianmu.
Perbuatan baik yang hari ini kamu lakukan, bisa jadi dilupakan oleh orang
esok hari; bagaimanapun juga, tetaplah berbuat baik.
Berilah dunia ini yang paling bagus yang kau miliki, dan itu belum tentu
cukup; tapi, bagaimanapun juga, tetaplah memberi.
Kamu lihat, pada akhirnya, ini adalah urusan antara kamu dan Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai