Uv Uv Uv Uhuk
Uv Uv Uv Uhuk
Uv Uv Uv Uhuk
Disusun oleh:
Kelompok 14
Offering G/ 2015
Alfi Kholishotuz Zuhroh T. 140341606477
Zefry Okta Wardana 150342600433
Di era modern ini, segala ilmu telah mudah dipelajari karena adanya perkembangan
teknologi yang sangat pesat. Hal ini juga terjadi dalam bidang ilmu pengetahuan alam. Salah
satu cabang ilmu pengetahuan alam adalah ilmu biologi. Lebih rinci lagi, salah satu ilmu
biologi yang paling mendasar dalam bidang pengetahuan alam ialah ilmu genetika. Genetics
is a core of the Biology Science.
Mutasi merupakan perubahan materi genetik (DNA dan RNA) dan proses yang
menyebabkan terjadinya perubahan tersebut. Sedangkan mutan merupakan organisme yang
menunjukkan fenotip baru sebagai hasil terjadinya mutasi. Mutasi dapat disebut sebagai
mutasi terinduksi jika terjadinya disebabkan perlakuan organisme dengan agen mutagenik
seperti radiasi pengionan, sinar ultraviolet (sinar UV) atau berbagai bahan kimia yang
bereaksi dengan DNA atau RNA (Corebima, 2000). Bahan-bahan yang menyebabkan mutasi
disebut dengan mutagen. Mutagen dibagi menjadi tiga yaitu: mutagen kimia, fisika dan
biologi.
Sinar ultraviolet (UV) merupakan satu dari beberapa agen penyebab mutasi pada
materi genetik. Bakteri atau organisme lain yang dapat terpengaruh oleh sinar ultraviolet pada
panjang gelombang tertentu yang akan menyebabkan terkena mutasi. Hal tersebut
membuktikan bahwa sinar UV merupakan penyebab terjadinya mutasi. Spektrum aksi
(kekuatan pemancaran) yang dihasilkan oleh sinar UV sebanding dengan spektrum
penyerapan pada banyak molekul lain salah satunya pada materi genetik. Satu molekul yang
diserap oleh materi genetik menyebabkan mutasi pada panjang gelombang tertentu (Snustad,
2012). Lama dari penyinaran juga dapat menyebabkan mutasi tersebut memungkinkan terjadi
pada suatu organisme, namun hal tersebut juga tergantung dari tingkat sensitivitas dan
perbaikan DNA dari setiap organisme.
Crowder (1990) menyatakan bahwa pengaruh radiasi penyinaran ultraviolet akan
berbeda pada tiap bagian tertentu dari tubuh orgnisme. Pada sel yang sedang aktif tumbuh
dan membelah lebih sensitif terhadap radiasi sinar ultraviolet daripada individu yang dewasa.
Telur Drosophila melanogaster merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk
mengetahui pengaruh sinar UV karena menurut Crowder (1990) embrio lebih sensitif
terhadap kondisi lingkungannya. Sel-sel embrio yang aktif tumbuh dan membelah memiliki
tingkat sensitivitas yang lebih tinggi terhadap radiasi.
Drosophila melanogaster merupakan salah satu jenis lalat buah dari famili
Drosophilidae yang banyak ditemukan di antara rumput-rumput, semak atau buah-buah yang
masak sebagai tempat berkembang biak. Mereka meletakkan telur pada buah yang masih
muda dan larvanya akan menghabiskan buah yang masak sebagai makanannya, sehingga
33
bersifat sangat merugikan. Sedangkan menurut Kerrebrock (1995) populasi Drosophila yang
sangat besar, mempunyai daur hidup yang sangat cepat, lalat buah mempunyai tingkat
kesuburan yang tinggi, individu betina dapat menghasilkan ratusan telur.
Saat ini banyak diketahui bahwa Drosophila melanogaster telah mengalami mutasi
yang menghasilkan variasi genotif intraspesifik yang disebut strain. Dalam penelitian yang
akan dilakukan menggunakan strain N (Normal) dan w (White). Drosophila melanogaster
strain N memiliki warna mata merah, sayap menutupi seluruh tubuh dan tubuh berwarna
kuning kecoklatan, sedangkan strain w memiliki warna putih, sayap menutupi tubuh dengan
sempurna dan tubuh berwarna kuning kecoklatan.
Menurut penelitian Zhepeng (2008) mengenai efek UVR pada strain normal, eboni
dan kuning ternyata memiliki pengaruh yang berbeda terhadap panjang hidup, kesuburan,
pacaran dan aspek biokimia. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan penelitian dengan
judul Pengaruh Macam Strain dan Lama Penyinaran Ultraviolet Terhadap Persentase
Penetasan Telur Drosophila Melanogaster Hasil Persilangan N >< N dan w ><w.
3. Mengetahui pengaruh interaksi antara lama radiasi ultraviolet dan macam strain D.
melanogaster terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster hasil persilangan N
>< N dan w ><w.
3. Peneliti:
a. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh pada pembelajaran
secara khusus di bidang ilmu genetika.
b. Mendorong minat untuk melakukan penelitian lebih lanjut di bidang genetika
c. Memberikan wawasan baru bagi peneliti dalam bidang genetika.
4. D. melanogaster strain N merupakan lalat buah yang normal, memiliki ciri warna
tubuh kecoklatan, mata berwarna merah, faset mata halus, dan sayap menutupi tubuh.
5. D. melanogaster strain w atau white merupakan mutan yang memiliki warna mata
putih.
6. Dalam penelitian ini penetasan terlur dinyatakan dalam persentase yang dihitung
dengan membandingkan jumlah telur awal dan telur setelah menetas.
7. Interaksi adalah hubungan atau kaitan antara sesuatu yang berbeda atau sama.
Interaksi dalam penelitian ini adalah interaksi antara strain dan lama penyinaran UV
(Corebima, 2003).
8. Peremajaan stok merupakan salah satu prosedur untuk memperbanyak lalat yang akan
digunakan sebagai obyek penelitian.
9. Mengampul stok merupakan kegiatan mengisolasi pupa dari D. Melanogaster yang
berwarna hitam kedalam selang ampul hingga menetas menjadi lalat.
10. Menyilangkan adalah salah prosedur penelitian dimana menyilangkan D.
Melanogaster jantan dan betina dalam satu strain yang sama.
11. Fenotip merupakan penampakan luar yang dapat diamati secara langsung.
12. Perbaikan DNA merupakan salah satu bentuk perbaikan pada DNA akibat adanya
mutasi.
37
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
seperti fluktuasi suhu atau perubahan baik secara kuantitas maupun kualitas jenis makanan
(Junitha, 1991).
Tubuh lalat jantan lebih kecil dibandingkan betina dengan tanda-tanda secara
makroskopis adanya warna gelap pada ujung abdomen, pada kaki depannya dilengkapi
dengan sisir kelamin yang terdiri dari gigi hitam mengkilap (Zhepeng, 2008). Banyak mutan-
mutan Drosophila melanogaster yang dapat diamati dengan mata biasa, dalam artian tidak
memerlukan alat khusus. Drosophila melanogaster tipe liar mempunyai mata merah, tipe
sepia mempunyai mata coklat tua dan tipe ebony mempunyai tubuh berwarna hitam
mengkilap (Iskandar, 1987).
Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat jantan dan betina,
yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan runcing, sedangkan pada jantan agak
membulat (Gambar 2.1). Ada beberapa tanda yang dapat digunakan untuk membedakan lalat
jantan dan betina, yaitu bentuk abdomen pada lalat betina kecil dan runcing, sedangkan pada
jantan agak membulat. Tanda hitam pada ujung abdomen juga bisa menjadi ciri dalam
menentukan jenis kelamin lalat ini tanpa bantuan mikroskop. Ujung abdomen lalat jantan
berwarna gelap, sedang pada betina tidak. Pada lalat betina adanya 5 garis hitam pada
permukaan atas abdomen, sedangkan pada lalat jantan hanya terdapat 3 garis hitam (Aini,
2008).
akan menjadi pupa, larva akan naik ke dinding botol medium. Pupa memiliki tekstur yang
lebih keras dan gelap. Tahap pupa berlangsung 4 hingga 6 hari. Fase dewasa diawali dengan
keluarnya lalat dari pupa (Tyler, 2003).
Lamanya siklus hidup Drosophila melanogaster bervariasi sesuai suhu. Rata-rata lama
periode telur-larva pada suhu 20oC adalah 8 hari; pada suhu 25oC lama siklus menurun yaitu
5 hari. Siklus hidup pupa pada suhu 20oC adalah sekitar 6,3 hari, sedangkan pada suhu 25oC
sekitar 4,2 hari. Sehingga pada suhu 25oC siklus hidup Drosophila melanogaster dapat
sempurna sekitar 10 hari, tetapi pada suhu 20oC dibutuhkan sekitar 15 hari. Pemeliharaan
Drosophila melanogaster sebaiknya berada dalam suhu ruang dimana temperatur tidak
dibawah 20oC atau diatas 25oC. Suhu tinggi atau diatas 30oC dapat mengakibatkan sterilisasi
atau kematian, dan pada temperatur rendah keberlangsungan hidup dari lalat ini terganggu
dan memanjangkan siklus. Hal yang perlu diingat adalah bahwa suhu di dalam biakan botol
dapat lebih tinggi dibandingkan suhu lingkungan sekitar di luar botol, karena adanya
peningkatan panas akibat fermentasi ragi (Demerec dan Kaufmann, 1961).
1. Telur
bagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai tipis. Korion mempunyai kulit bagian luar
yang keras dari telur tersebut (Borror, 1992).
Betina dewasa mulai bertelur pada hari kedua setelah menjadi lalat dewasa dan
meningkat hingga seminggu sampai betina meletakkan 50-75 telur perhari dan mungkin
maksimum 400-500 buah dalam 10 hari. Jumlah telur yang dihasilkan juga berbeda-beda.
Viabilitas dari telur-telur dipengaruhi oleh jenis strain dan jumlah makanan yang dimakan
oleh larva betina (Snustad, 2012). Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
penetasan telur. Transport, temperatur, kelembaban, kondisi telur serta faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dalam penetasan tersebut. Secara rinci faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan penetasan tersebut. Secara rinci faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan penetasan tersebut telah dilaporkan oleh Christensen (2001).
2. Larva
Setelah 2 hari telur menetas menjadi larva. Larva Drosophila melanogaster berwarna
putih, keruh bersegmen, berbentuk seperti cacing, dan menggali dengan mulut berwarna
hitam di dekat kepala. Untuk pernafasan pada trakea, terdapat sepasang spirakel yang
keduanya berada pada ujung anterior dan posterior. Larva berkembang selama 69 hari.
Larva instar 3 berkembang maksimum dengan ukuran 7mm (Silvia, 2003).
3. Pupa
Pupa (kepompong) berbentuk oval, warna kecoklatan, dan panjangnya 5 mm. Pupa
yang baru terbentuk awalnya bertekstur lembut dan putih seperti kulit larva tahap akhir, tetapi
secara perlahan akan mengeras dan warnanya gelap (Borror, 1992). Diatas dari empat hari,
tubuh pupa tersebut sudah siap dirubah bentuk dan diberi sayap dewasa, dan akan tumbuh
menjadi individu baru setelah 12 jam (waktu perubahan fase diatas berlaku untuk suhu 25
C). Tahap akhir fase ini ditunjukkan dengan perkembangan dalam pupa seperti mulai
terlihatnya bentuk tubuh dan organ dewasa (imago). Ketika perkembangan tubuh sudah
mencapai sempurna maka Drosophila melanogaster dewasa akan muncul melalui anterior
enddari pembungkus pupa. Lalat dewasa yang baru muncul ini berukuran sangat panjang
dengan sayap yang belum berkembang. Waktu yang singkat, sayap mulai berkembang dan
tubuhnya berangsur menjadi bulat. Hari kelima pupa terbentuk dan pada hari kesembilan
keluarlah imago dari selubung pupa (puparium) (Borror, 1992).
pada kondisi tertentu saja, misalnya hanya terjadi jika suhu atau temperature sensitive
mutation yang memproduksi berbagai macam gen mutasi (Corebima, 2003).
Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik adalah radiasi dan suhu.
Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi radiasi pengion dari radiasi bukan
pengion (Gardner et al, 1991). Radiasi pengion berenergi tinggi, sedang radiasi bukan
pengion berenergi rendah. Contoh radiasi pengion misalnya radiasi sinar X, radiasi sinar
gamma, dan radiasi kosmik. Pada saat ini radiasi pengion diinduksi oleh sinar X, radiasi sinar
gamma, dan radiasi kosmik. Contoh radiasi yang bukan pengion misalnya radiasi ultraviolet
(UV) (Corebima, 2003).
2. Kesalahan yang kadang-kadang terjadi selama proses sel yang bertujuan untuk
memperbaiki kerusakan DNA, misalnya DNA mengandung dimer timin. (Corebima,
2008).
Gambar 2.7 Pembentukan dimer timin yang disebabkan oleh adanya radiasi UV
(Corvianindya & Auerkari, 2001).
Efek dari suatu mutasi tidak selalu sesuai dengan target teori sebab hubungan antara
mutasi dengan dosis penyinaran Ultraviolet tidak selamanya selalu berbanding lurus. Lebih
lanjut Gardner, dkk (1991) menyebutkan bahwa hubungan antara rata-rata mutasi dan dosis
UV tergantung pada jenis mutasi, organisme dan kondisi UV. Menurut Crowder (1990)
embrio lebih sensitif terhadap kondisi lingkungan. Sel-sel embrio yang aktif tumbuh dan
membelah memiiiki tingkat sensitivitas yang lebih tinggi terhadap radiasi.
Gambar 2.8 Pembelahan Dimer Timin yang diaktivasi oleg enzim fotoliase
(Sumber: Snustad, 2012).
2. Perbaikan Melalui Pemotongan
Perbaikan ini disebut dark repair karena tidak membutuhkan cahaya. Perbaikan dark
repair ini pertama kali ditemukan pada Esherichia coli. Distorsi heliks DNA dapat ditemukan
oleh enzim endonuklease uvr ABC. Enzim tersebut dapat memotong unting DNA yang rusak
akibat pembentukan dimer pirimidin. Pemotongan nukleotida oleh enzim ini biasanya
sepanjang 12 nukleotida. Setelah pemotongan, celah DNA yang terbentuk selanjutnya
mengalami polimerasi DNA yang dikatalis oleh enzim polimerase DNA sehingga penggalan
DNA baru terbentuk dan akhirnya disambungkan ke celah tadi menggunakan enzim ligase
(Russel, 1992).
Proses ini juga memperbaiki dimer pirimidin yang terbentuk akibat induksi cahaya
UV yang ditemukan oleh R.P Boyce dan P.Howard-Flanders serta oleh R. Setlow dan W.
Carrier yang mengisolasi beberapa mutan E.Coli yang sensitif terhadap UV. Sesudah radiasi
UV, mutan-mutan (uvr A: UV repair) memperlihatkan laju mutasi dalam gelap lebih tinggi
daripada yang normal. Mutan uvr A memperbaiki dimer hanya dengan batuan cahaya. Dalam
hal ini wild-type dari mutan uvr A disebut uvr A+. Wild type dari mutan ini memperbaiki
dimer dalam gelap (Gardner, et al., 1991).
3 Kerangka Konseptual
47
Radiasi Sinar UV
Telur D. melanogaster
Sensitivitas dan viabilitas telur tiap strain berbeda-beda dan lama penyinaran
UV berbeda
2.8 Hipotesis
Penelitian ini memiliki hipotesis, yaitu:
a. Ada pengaruh lama radiasi ultraviolet terhadap persentase penetasan telur D.
melanogaster hasil persilangan N >< N dan w ><w.
b. Ada pengaruh macam strain terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster
hasil persilangan N >< N dan w ><w.
c. Ada pengaruh interaksi antaran lama penyinaran ultraviolet dan macam strain
terhadap persentase penetasan telur D. melanogaster
48
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika gedung O5 lantai III ruang 310
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Malang mulai tanggal 20 Februari 2017 sampai 12 April 2017.
Bahan:
50
c) Memasukkan pada tiap botol menimal 3 pasang D. melanogaster sesuai strain yang
akan diremajakan.
d) Memberi label botol medium sesuai nama strain dan tanggal peremajaan.
4. Pengampulan
a) Menyiapkan selang ampul dengan panjang 8cm dan gabus penutup untuk menutupi
kedua sisi lubang.
b) Mengiris pisang Rajamala dengan diameter seukuran selang ampul dan tinggi 1cm.
Bisa langsung dicetak dengan menggunkan selang. Pisang diletakkan ditengah selang.
c) Memasukkan Pupa yang sudah hitam di kedua sisi selang kemudian selang ditutup
dengan gabus.
d) Memberikan identitas berupa macam strain dan tanggal pengampulan.
e) Menyilangkan lalat yang menetas bisa langsung (maksimal dalam selang ampul hanya
2 hari).
5. Persilangan
a) Mensterilkan botol selai menggunakan alkohol 70% dan gabus penutup distrerilakn
diatas uap air.
b) Mengiris pisang Rajamala dengan tinggi 1cm tanpa mengupas kulitnya. Setelah itu
dimasukkan ke dalam botol selai.
c) Memasukkan strain N >< N dan w ><w sebanyak 3 pasang dalam satu botol.
d) Setelah tiga hari penyilangan, lalat dikeluarkan dari dalam botol.
e) Telur yang terdapat pada pisang dihitung dengan menggunakan mikroskop stereo.
Jumlah awal telur dicatat pada buku jurnal.
6. Penyinaran UV
a) Mensterilkan alat penyinaran UV, pinset dan gelas arloji terlebih dahulu dengan
menggunakan alkohol 70%.
b) Memanasi alat UV 1 jam sebelum perlakuan.
c) Memasukkan irisan pisang diletakkan di gelas arloji kemudian ke kotak penyinaran.
d) Variasi lama penyinaran dilakuakan selama 0 menit, 3 menit, 6 menit, 9 menit, dan 12
menit.
e) Setelah selesai penyinaran, irisan pisang dikembalikan kedalam botol selai.
f) Larva dari telur yang menetas dihitung selama 7 hari.
7. Perhitungan telur yang menetas
a) Menghitung telur yang menetas 1 hari setelah dihitung telur awalnya dan diberi
perlakuan UV, hal ini dilakukan berturut-turut selama 7 hari.
52
b) Memasukkan data berupa jumlah larva yang menetas kedalam data pengamatan.
c) Melepas larva yang menetas dari medium tersebut.
9
N ><
N 12
9
w ><
I w 12
9
N ><
N 12
0
w ><
II w 3
53
12
9
N ><
N 12
9
w ><
III w 12
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
5.1 Data
Drosophila melanogaster yang digunakan dalam proyek ini adalah strain N dan w
dengan fenotip sebagai berikut:
Strain N Strain w
Warna mata merah Warna mata putih
Faset mata halus Faset mata halus
Warna tubuh kecoklatan Warna tubuh kecoklatan
Bentuk sayap menutupi tubuh Bentuk sayap menutupi tubuh
secara sempurna secara sempurna
55
0 96 98 80 274
3 59 64 49 172
N ><N 6 48 67 45 160
9 37 55 41 133
12 50 39 41 130
56
0 93 90 65 248
3 64 53 54 171
w >< w 6 38 49 49 136
9 25 52 65 142
12 57 37 39 133
Total Kelompok/ulangan 567 604 528 1699
Perhitungan Jumlah Kuadrat :
1. Faktor Koreksi (FK)
(1699)2
FK =
30
2886601
= 30
= 96220,033
2. JK Total
JK Total = (96)2+(98)2+(80)2+.............+(98)2 FK
= 106527 - 96220,033
= 10306, 967
3. JK Ulangan
(567)2 +(604)2 +(528)2
JK Ulangan = FK
10
965089
= 10
FK
= 96508,9 96220,033
= 288,867
4. JK Perlakuan Kombinasi
(274)2 +(172)2 + +(133)2
JK Per.Komb = FK
3
311943
= FK
3
= 103981 - 96220,033
= 7760,967
5. JK Galat
JK Galat = JK Total JK Ulangan JK Perlakuan Kombinasi
57
6. JK Jenis Strain
(869)2 +(830)2
JK S = FK
5x3
1444061
= FK
15
= 96270,733 - 96220,033
= 50,7
7. JK Lama Penyinaran UV
(522)2 +(343)2 +(296)2 ++(275)2 +(263)2
JK UV = FK
2x3
622543
= FK
6
= 103757,168 96220,033
= 7537,133
Rujukan :
1. F tabel 0,05
a. F Hitung S (0,40432) < F0,05 (4,41387), H0 diterima, hipotesis penelitian
ditolak berarti macam strain tidak berpengaruh terhadap persentase penetasan
telur D. melanogaster hasil persilangan strain N >< N dan w ><w
b. F Hitung UV (15,02663) > F0,05 (2,92774), H0 ditolak, hipotesis penelitian
diterima berarti lama radiasi sinar ultraviolet berpengaruh terhadap persentase
penetasan telur D. melanogaster hasil persilangan strain N >< N dan w
><w
c. F Hitung S UV (0,34517) < F0,05 (2,92774), H0 diterima, hipotesis
penelitian ditolak berarti Interaksi antara lama radiasi ultraviolet terhadap jenis
strain D. melanogaster tidak berpengaruh terhadap persentase penetasan telur
D. melanogaster hasil persilangan strain N >< N dan w ><w
2. F tabel 0,01
a. F Hitung S (0,40432) < F0,05 (8,28542), H0 diterima, hipotesis penelitian
ditolak berarti macam strain tidak berpengaruh terhadap persentase penetasan
telur D. melanogaster hasil persilangan strain N >< N dan w ><w
b. F Hitung UV (15,02663) > F0,05 (4,57904), H0 ditolak, hipotesis penelitian
diterima berarti lama radiasi sinar ultraviolet berpengaruh terhadap persentase
59
2x125,39630
= 2,101 x 3x2
= 2,101 x 6,465
= 13,583
2KTGalat
2. Nilai BNT 0,01 UV = t0,01(db galat=18) x rxs
2x125,39630
= 2,878 x 3x2
= 2,878 x 6,465
= 18,609
UV Total Rerata Notasi BNT 0,05 Notasi BNT 0,01
12 263 43,8333333 a a
9 275 45,83333333 a a
6 296 49,33333333 a a
3 343 57,16666667 a a
0 522 87 b b
1
61
BAB V
PEMBAHASAN
Pada dasarnya peristiwa mutasi dapat terjadi secara spontan dan terinduksi.
Mutasi spontan terjadi tanpa adanya penyebab yang jelas, sedangkan mutasi
terinduksi terjadi karena adanya agen mutagen seperti radiasi sinar X, sinar
ultraviolet dan bahan kimia yang beraksi dengan DNA (Gardner, dkk, 1991).
Dalam penelitian ini digunakan sinar ultraviolet yang berperan sebagai faktor
penyebab mutasi terinduksi dalam lingkungan yang bersifat fisik. Kemudian
menurut Corebima (2000) yang menyatakan bahwa penggunaan sinar ultraviolet
dimaksudkan karena radiasi sinar tersebut memiliki panjang gelombang 254-269
nm yang dapat diserap secara maksimal oleh DNA. Dari pernyataan tersebut
semakin jelas bahwa penggunaan sinar ultraviolet lebih efektif dibandingkan
dengan jenis sinar-sinar yang lain dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini digunakan telur Drosophila melanogaster dan bukan
tahapan lain dari proses metamorfosis lalat buah seperti fase larva, pupa dan
imago karena telur adalah salah satu tahapan dimana sel-selnya pada saat itu aktif
membelah dan tumbuh sehingga memiliki tingkat sensitivitas yang sangat tinggi
jika terpapar sinar ultraviolet. Pernyataan tersebut ditambah oleh Barror (1992)
yang menyatakan bahwa telur Drosophila melanogaster dilapisi oleh dua lapisan,
yaitu satu selaput vitellin tipis yang mengelilingi sitoplasma dan suatu selaput
tipis tapi kuat (khorion) dibagian luar dan di anteriornya terdapat dua tangkai tipis
sehingga memungkinkan sinar ultraviolet dapat menembus lapisan tersebut.
Kemudian didukung oleh pendapat Suryo (1998) bahwa dalam kurun waktu 2 hari
setelah persilangan, Drosophila melanogaster betina akan menghasilkan telur
sebanyak 50-75 telur perhari. Secara otomatis dengan jumlah telur yang banyak
akan semakin memudahkan penelitian yang ada.
35
62
yang meningkat dari atom-atom pada molekul DNA merupakan dasar dari efek
mutagenik radiasi sinar UV(Gardner, dkk, 1991).
Kemudian terdapat pendapat yang mendukung hasil penelitian yaitu
pernyataan dari Hamid (2009) yang mengatakan bahwa sinar ultraviolet dapat
menghasilkan pengaruh, baik letal maupun mutagenik, pada semua jenis virus dan
sel. Pengaruh ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kimia pada basa DNA
akibat absorpsi energi dari sinar tersebut. Pengaruh terbesar yang ditimbulkan
oleh radiasi sinar UV adalah terbentuknya pirimidin dimer, khususnya timin
dimer, yaitu saling terikatnya dua molekul timin yang berurutan pada sebuah untai
DNA. Dengan adanya timin dimer, replikasi DNA akan terhalang pada posisi
terjadinya timin dimer tersebut.
Timin dimer ini menimbulkan mutasi secara tidak langsung yaitu
dengan cara menggangu double helix DNA serta menghambat pembentukan
replikasi DNA. Dalam hubungannya dengan molekul DNA, senyawa yang
paling utama adalah purin dan pirimidin, karena kedua senyawa tersebut menyerap
cahaya pada panjang gelombang 254-269 nm yang merupakan panjang gelombang
dari sinar UV. Pirimidin terutama timin sangat kuat menyerap sinar pada panjang
gelombang 254 nm sehingga menjadi sangat reaktif. Unting dan perlengkapan
sintesis unting DNA maupun RNA menjadi terhalang dengan adanya tapak-tapak
yang ditempati dimer tadi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya keletalan apabila
tidak ada perbaikan(Saadah, 2000).
Mekanisme mutasi pada telur Drosophila melanogaster setelah terpapar
sinar ultraviolet menyabakan ketidaknormalan pada telur tersebut. Berikut ini
penjelasan M. Bownes dan K. Sander pada tahun 1976, tentang perkembangan
embrio Drosophila melanogaster setelah terpapar sinar ultraviolet :
1. Setelah terpapar sinar ultraviolet, nukleus sel telur tidak bisa bermigrasi ke
area yang terpapar radiasi UV, sehingga menyebabkan blastoderm hanya
terbentuk pada daerah posterior telur saja.
2. Karena balstoderm hanya terbentuk pada bagian posterior sacara otomatis
pembentukan blastoderm pada daerah anterior terhambat
3. Ketika efek dari paparan sianr ultraviolet berhenti, inti sel bermigrasi
menuju daerah yang mengalami radiasi ultraviolet namun blastoderm tetap
64
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Lama radiasi sinar ultraviolet berpengaruh terhadap persentase
penetasan telur D. melanogaster hasil persilangan strain N >< N
dan w ><w.
2. Macam strain tidak berpengaruh terhadap persentase penetasan telur
D. melanogaster hasil persilangan strain N >< N dan w ><w.
3. Tidak ada pengaruh interaksi antara lama radiasi ultraviolet dan jenis
strain D. melanogaster terhadap persentase penetasan telur D.
melanogaster hasil persilangan strain N >< N dan w ><w.
6.2 Saran
1. Sebaiknya pada saat penelitian dilakukan dengan sabar, tekun dan teliti
untuk mendapatkan data yang lengkap dan benar.
2. Sterilisasi tempat, medium dan perlakuan harus selalu dijaga agar
terhindar dari kontaminan seperti jamur dan kutu sehingga mendapat
hasil yang akurat.
3. Konsultasi dengan asisten harus sering dilakuakan agar penelitian
berjalan lancar.
4. Sebaiknya perlu diperhatikan ketelitian dalam menghitung jumlah telur
awal dan larva yang menetas selama tujuh hari
41