Identifikasi Vektor
Identifikasi Vektor
Identifikasi Vektor
DISUSUN OLEH:
DIANA ARUM SARI
P2.31.33.1.12.010
D4 TINGKAT 2
Spesies Anopheles
Ada beberapa spesies Anopheles yang penting sebagai vektor malaria
di Indonesia antara lain :
a. Anopheles sundauicus
Spesies ini terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan
Bali. Jentiknya ditemukan pada air payau yang biasanya terdapat
tumbuhtumbuhan enteromopha, chetomorpha dengan kadar
garam adalah 1,2 sampai 1,8 %. Di Sumatra jentik ditemukan pada
air tawar seperti di Mandailing dengan ketinggian 210 meter dari
permukaan air laut dan Danau Toba pada ketinggian 1000 meter.
b. Anopheles aconitus
Di Indonesia nyamuk ini terdapat hampir di seluruh kepulauan,
kecuali Maluku dan Irian. Biasanya terdapat dijumpai di dataran
rendah tetapi lebih banyak di daerah kaki gunung pada ketinggian
4001000 meter dengan persawahan bertingkat. Nyamuk ini
merupakan vektor pada daerahdaerah tertentu di Indonesia,
terutama di Tapanuli, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali.
c. Anopheles barbirostris
Spesies ini terdapat di seluruh Indonesia, baik di dataran tinggi
maupun di dataran rendah. Jentik biasanya terdapat dalam air yang
jernih, alirannya tidak begitu cepat, ada tumbuhtumbuhan air dan
pada tempat yang agak teduh seperti pada tempat yang agak teduh
seperti pada sawah dan parit.
d. Anopheles kochi
Spesies ini terdapat diseluruh Indonesia, kecuali Irian. Jentik
biasanya ditemukan pada tempat perindukan terbuka seperti
genangan air, bekas tapak kaki kerbau, kubangan, dan sawah yang
siap ditanami.
e. Anopheles maculatus
Penyebaran spesies ini di Indonesia sangat luas, kecuali di Maluku
dan Irian. Spesies ini terdapat didaerah pengunungan sampai
ketinggian 1600 meter diatas permukaan air laut. Jentik ditemukan
pada air yang jernih dan banyak kena sinar matahari.
f. Anopheles subpictus
Spesies ini terdapat di seluruh wilayah Indonesia. Nyamuk ini dapat
dibedakan menjadi dua spesies yaitu :
1) Anopheles subpictus subpictus
Jentik ditemukan di dataran rendah, kadangkadang ditemukan
dalam air payau dengan kadar garam tinggi.
2) Anopheles subpictus malayensis
Spesies ini ditemukan pada dataran rendah sampai dataran tinggi.
Jentik ditemukan pada air tawar, pada kolam yang penuh dengan
rumput pada selokan dan parit.
g. Anopheles balabacensis
Spesies ini terdapat di Purwakarta, Jawa Barat, Balikpapan,
Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan. Jentik ditemukan pada
genangan air bekas tapak binatang, pada kubangan bekas roda
dan pada parit yang aliran airnya terhenti.
2. Morphologi
Malaria merupakan penyakit yang dapat bersifat akut maupun
kronik, malaria disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium
ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali. Sampai
sekarang dikenal 4 jenis plasmodium, yaitu : .[10]
plasmodium falciparum sebagai penyebab Malaria Tropika.
plasmodium vivaks sebagai penyebab penyakit Malaria Tertiana.
plasmodium malariae sebagai penyebab penyakit Malaria
Quartana.
plasmodium ovale yang menyebabkan penyakit Malaria yang
hampir serupa dengan Malaria Tertiana.
Dalam daur hidupnya Plasmodium mempunyai 2 hospes, yaitu
vertebrata dan nyamuk. Siklus aseksual didalam hospes vertebrata
dikenal sebagai skizogoni dan siklus seksual yang terbentuk
sporozoit disebut sebagai sporogoni.
Skizogoni
Sporozoit infektif dari kelenjar ludah nyamuk Anopheles, dimasukkan
kedalam aliran darah hospes vertebrata (manusia) melalui tusukkan
nyamuk, dalam waktu 30 menit memasuki sel parenkim hati, mulai
stadium eksoeritrositik dari daur hidupnya. Di dalam sel hati parasit
tumbuh skizon.
Sporogoni
Sporogoni terjadi didalam nyamuk. Gemetosit yang masuk bersama
darah, tidak dicernakan bersama selsel darah lain. Pada Mikrogametosit
jantan titik kromatin membagi diri menjadi 68 inti yang bergerak ke
pinggir parasit. Di pinggir beberapa filamen dibentuk seperti cambuk dan
mempunyai gerakan aktif, yaitu yang menjadi 68 mikrogametber inti
tunggal, didesak keluar akhirnya lepas dari sel induk. Proses ini disebut
sebagai aksflagelasi. Sementara makrogametosit betina menjadi matang
sebagai makrogamet terdiri atas sebuah badan dari sitoplasma yang
berbentuk bulat dengan sekelompok kromatin ditengah. Pembuahan
(fertilisasi) terjadi karena masuknya satu mikrogamet kedalam mikrogamet
untuk membentuk Zigot.
3. Distribusi Geografik
4. Bionomi
a. Perilaku saat menghisap darah dan mekanisme penularan
penyakit.
Hanya nyamuk betina yang sering menghisap darah nyamuk
Anopheles sering menghisap darah diluar rumah dan suka
menggigit diwaktu senja sampai dini hari (Eksofagik) serta
mempunyai jarak terbang sejauh 1,6 Km sampai dengan 2 Km.
Waktu antara nyamuk menghisap darah yang mengandung
Gametosit sampai mengandung sporozoit dalam kelenjar liurnya,
disebut masa tunas ekstrinsik. Sporozoit adalah bentuk infektif.
Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara yaitu :
Alamiah (Natural Infaction)
Bila orang sehat digigit nyamuk malaria yang telah terinfeksi oleh
plasmodium. Pada saat mengigit sporozoit yang ada dalam tubuh
nyamuk masuk ke dalam darah manusia. Kemudian orang sehat
menjadi sakit dan dalam tubuhnya terjadi siklus hidup parasit
malaria.
Induksi (Induced)
Bila stadium aseksual dalam eritrosit secara tidak sengaja masuk
dalam badan manusia melalui darah, misalnya transfusi, suntikan,
atau secara kongenital (bayi baru lahir mendapat infeksi dari ibu
yang menderita malaria melalui darah placenta), atau secara
sengaja untuk pengobatan berbagai penyakit (sebelum perang
dunia ke 2) demam yang timbul dapat menunjang pengobatan
berbagai penyakit seperti lues dan sindrum nefrotik.
Untuk terjadi penularan penyakit malaria harus ada empat faktor yaitu:
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/113/jtptunimus-gdl-anisajamil-5649-3-
babii.pdf
Karakteristik Nyamuk Aedes aegypti
Klasifikasi Nyamuk Aedes aegypti
Menurut Richard dan Davis (1977) yang dikutip oleh Seogijanto (2006),
kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Bangsa : Diptera
Suku : Culicidae
Marga : Aedes
Jenis : Aedes aegypti L. (Soegijanto, 2006)
Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), ada empat tingkat (instar) jentik
sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu:
1. Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm
2. Instar II : 2,5-3,8 mm
3. Stadium Pupa
Menurut Achmadi (2011), pupa nyamuk Aedes aegypti mempunyai bentuk
tubuh bengkok, dengan bagian kepala dada (cephalothorax) lebih besar
bila dibandingkan dengan bagian perutnya, sehingga tampak seperti
tanda baca koma. Tahap pupa pada nyamuk Aedes aegypti umumnya
berlangsung selama 2-4 hari. Saat nyamuk dewasa akan melengkapi
perkembangannya dalam cangkang pupa, pupa akan naik ke permukaan
dan berbaring sejajar dengan permukaan air untuk persiapan munculnya
nyamuk dewasa (Achmadi, 2011).
4. Nyamuk dewasa
Menurut Achmadi (2011), nyamuk dewasa yang baru muncul akan
beristirahat untuk periode singkat di atas permukaan air agar sayap-sayap
dan badan mereka kering dan menguat sebelum akhirnya dapat terbang.
Nyamuk jantan dan betina muncul dengan perbandingan jumlahnya 1:1.
Nyamuk jantan muncul satu hari sebelum nyamuk betina, menetap dekat
tempat perkembangbiakan, makan dari sari buah tumbuhan dan kawin
dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan
pertama nyamuk betina makan sari buah tumbuhan untuk mengisi tenaga,
kemudian kawin dan menghisap darah manusia. Umur nyamuk betinanya
dapat mencapai 2-3 bulan (Achmadi, 2011).
Perilaku Istirahat
Berdasarkan data dari Depkes RI (2004), setelah selesai menghisap
darah, nyamuk betina akan beristirahat sekitar 2-3 hari untuk
mematangkan telurnya. Nyamuk Aedes aegypti hidup domestik, artinya
lebih menyukai tinggal di dalam rumah daripada di luar rumah. Tempat
beristirahat yang disenangi nyamuk ini adalah tempat-tempat yang lembab
dan kurang terang seperti kamar mandi, dapur, dan WC. Di dalam rumah
nyamuk ini beristirahat di baju-baju yang digantung, kelambu, dan tirai.
Sedangkan di luar rumah nyamuk ini beristirahat pada tanaman-tanaman
yang ada di luar rumah (Depkes RI, 2004).
Penyebaran
Menurut Depkes RI (2005), nyamuk Aedes aegypti tersebar luas di daerah
tropis dan sub tropis. Di Indonesia, nyamuk ini tersebar luas baik di
rumah-rumah maupun tempat-tempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan
berkembang biak sampai ketinggian daerah 1.000 m dari permukaan air
laut. Di atas ketinggian 1.000 m nyamuk ini tidak dapat berkembang biak,
karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak
memunginkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).
Variasi Musim
Menurut Depkes RI (2005), pada saat musim hujan tiba, tempat
perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti yang pada musim kemarau
tidak terisi air, akan mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat
menetas akan menetas. Selain itu, pada musim hujan semakin banyak
tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat
digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk ini. Oleh karena
itu, pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegypti akan meningkat.
Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue (Depkes RI, 2005).
- purpura
- perdarahan konjungtiva
- perdarahan gusi
- hematenesis (muntah darah)
- perasaan gelisah
5. Komplikasi
Menurut Sembel (2009), penyakit DBD dapat mengakibatkan komplikasi
pada kesehatan, komplikasi tersebut dapat berupa kerusakan atau
perubahan struktur otak (encephalopathy), kerusakan hati bahkan
kematian (Sembel, 2009).
Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar atau rusak
b. Kimia
Menurut Widyastuti (2007), pengendalian jentik Aedes aegypti secara
kimia adalah dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik.
Insektisida pembasmi jentik ini dikenal dengan istilah larvasida. Larvasida
yang biasa digunakan adalah temephos. Formulasi temephos yang
digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan adalah
1 ppm atau 10 gram (1 sendok makan rata) temephos untuk setiap 100
liter air. Larvasida dengan temephos ini mempunyai efek residu 3 bulan
(Widyastuti, 2007).
c. Biologi
Menurut Gandahusada (2008), pengendalian jentik secara biologi adalah
dengan menggunakan ikan pemangsa sebagai musuh alami bagi jentik.
Beberapa jenis ikan sebagai pemangsa untuk pengendalian jentik Aedes
aegypti adalah Gambusia affinis (ikan gabus), Poecilia reticulata (ikan
guppy), Aplocheilus panchax (ikan kepala timah), Oreochromis
mossambicus (ikan mujair), dan Oreochromis niloticus (ikan nila).
Penggunaan ikan pemakan larva ini umumnya digunakan untuk
mengendalikan larva nyamuk Aedes aegypti pada kumpulan air yang
banyak seperti kolam atau di kontainer air yang besar. Sedangkan untuk
kontainer air yang lebih kecil dapat menggunakan Bacillus thuringlensis
var. Israeliensis sebagai pemakan jentik (Gandahusada, 2008).
Ukuran Kepadatan Populasi Nyamuk Penular
Berdasarkan data dari Depkes RI (2005), untuk mengetahui kepadatan
populasi nyamuk Aedes aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa
survei di beberapa rumah, seperti:
Survei Nyamuk
Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk dengan
umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit
per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam
rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan
menggunakan aspirator.
Indeks nyamuk yang digunakan:
1. Biting/Landing Rate:
d. untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap atau airnya keruh
biasanya digunakan senter.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35240/4/Chapter%20ll.pdf
Nyamuk Culex sp
Culex sp adalah genus dari nyamuk yang berperan sebagai vektor
penyakit yang penting seperti West Nile Virus, Filariasis, Japanese
enchepalitis, St Louis encephalitis.[8]
Nyamuk dewasa dapat berukuran 4 10 mm (0,16 0,4 inci). Dan dalam
morfologinya nyamuk memiliki tiga bagian tubuh umum: kepala, dada, dan
perut. Nyamuk Culex yang banyak di temukan di Indonesia yaitu jenis
Culex quinquefasciatus.
Klasifikasi
Klasifikasi Culex adalah sebagai berikut :[9] Kingdom : Animalia, Phylum :
Arthropoda, Class : Insecta, Ordo : Diptera, Family : Culicidae, Genus :
Culex
Siklus Hidup
1. Telur
Seekor nyamuk betina mampu meletakan 100-400 butir telur. Setiap
spesies nyamuk mempunyai kebiasaan yang berbeda-beda. Nyamuk
Culex sp meletakan telurnya diatas permukaan air secara bergelombolan
dan bersatu membentuk rakit sehingga mampu untuk mengapung.
2. Larva
Setelah kontak dengan air, telur akan menetas dalam waktu 2-3 hari.
Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi oleh faktor
temperature, tempat perindukan dan ada tidaknya hewan predator. Pada
kondisi optimum waktu yang dibutuhkan mulai dari penetasan sampai
dewasa kurang lebih 5 hari.
3. Pupa
Pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air,
pada stadium ini tidak memerlukan makanan dan terjadi pembentukan
sayap hingga dapat terbang, stadium kepompong memakan waktu lebih
kurang satu sampai dua hari. Pada fase ini nyamuk membutuhkan 2-5 hari
untuk menjadi nyamuk, dan selama fase ini pupa tidak akan makan
apapun dan akan keluar dari larva menjadi nyamuk yang dapat terbang
dan keluar dari air.
4. Dewasa
Setelah muncul dari pupa nyamuk jantan dan betina akan kawin dan
nyamuk betina yang sudah dibuahi akan menghisap darah waktu 24-36
jam. Darah merupakan sumber protein yang esensial untuk mematangkan
telur.[8] Perkembangan telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10
sampai 12 hari.
2. Perilaku makan
Nyamuk Culex sp suka menggigit manusia dan hewan terutama pada
malam hari. Nyamuk Culex sp suka menggigit binatang peliharaan,
unggas, kambing, kerbau dan sapi. Menurut penelitian yang lalu
kepadatan menggigit manusia di dalam dan di luar rumah nyamuk Culex
sp hampir sama yaitu di luar rumah (52,8%) dan kepadatan menggigit di
dalam rumah (47,14%), namun ternyata angka dominasi menggigit umpan
nyamuk manusia di dalam rumah lebih tinggi (0,64643) dari nyamuk
menggigit umpan orang di luar rumah (0,60135).
3. Kesukaan beristirahat
Setelah nyamuk menggigit orang atau hewan nyamuk tersebut akan
beristirahat selama 2 sampai 3 hari. Setiap spesies nyamuk mempunyai
kesukaan beristirahat yang berbeda-beda.
Nyamuk Culex sp suka beristirahat dalam rumah. Nyamuk ini sering
berada dalam rumah sehingga di kenal dengan nyamuk rumahan.
Habitat
Nyamuk dewasa merupakan ukuran paling tepat untuk memprediksi
potensi penularan arbovirus. Larva dapat di temukan dalam air yang
mengandung tinggi pencemaran organik dan dekat dengan tempat tinggal
manusia. Betina siap memasuki rumah-rumah di malam hari dan
menggigit manusia dalam preferensi untuk mamalia lain.
1. Suhu
Faktor suhu sangat mempengaruhi nyamuk Culex sp dimana suhu yang
tinggi akan meningkatkan aktivitas nyamuk dan perkembangannya bisa
menjadi lebih cepat tetapi apabila suhu di atas 350C akan membatasi
populasi nyamuk. Suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk berkisar
antara 20 0C 30 0C. Suhu udara mempengaruhi perkembangan virus
dalam tubuh nyamuk.
2. Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam
udara yang dinyatakan dalam (%). Jika udara kekurangan uap air yang
besar maka daya penguapannya juga besar. Sistem pernafasan nyamuk
menggunakan pipa udara (trachea) dengan lubang-lubang pada dinding
tubuh nyamuk (spiracle). Adanya spiracle yang terbuka lebar tanpa ada
mekanisme pengaturannya. Pada saat kelembaban rendah menyebabkan
penguapan air dalam tubuh sehingga menyebabkan keringnya cairan
tubuh. Salah satu musuh nyamuk adalah penguapan, kelembaban
mempengaruhi umur nyamuk, jarak terbang, kecepatan berkembang biak,
kebiasaan menggigit, istirahat dan lain-lain.[8]
3. Pencahayaan
Pencahayaan ialah jumlah intensitas cahaya menuju ke permukaan per
unit luas. Merupakan pengukuran keamatan cahaya tuju yang diserap.
Begitu juga dengan kepancaran berkilau yaitu intensitas cahaya per unit
luas yang dipancarkan dari pada suatu permukaan. Dalam unit terbitan SI,
kedua-duanya diukur dengan menggunakan unit lux (lx) atau lumen per
meter persegi (cd.sr.m-2). Bila dikaitkan antara intensitas cahaya terhadap
suhu dan kelembaban, hal ini sangat berpengaruh. Semakin tinggi atau
besar intensitas cahaya yang dipancarkan ke permukaan maka keadaan
suhu lingkungan juga akan semakin tinggi. Begitu juga dengan
kelembaban, semakin tinggi atau besar intensitas cahaya yang
dipancarkan ke suatu permukaan maka kelembaban di suatu lingkungan
tersebut akan menjadi lebih rendah[17].
Pengendalian
Pengendalian nyamuk dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Pengendalian secara mekanik
Cara ini dapat di lakukan dengan mengubur kaleng-kaleng atau tempat-
tempat sejenis yang dapat menampung air hujan dan membersihkan
lingkungan yang berpotensial di jadikan sebagai sarang nyamuk Culex sp
misalnya got dan potongan bambu. Pengendalian mekanis lain yang
dapat dilakukan adalah pemasangan kelambu dan pemasangan
perangkap nyamuk baik menggunakan cahaya lampu dan raket pemukul.
I. Permetrhine
Merupakan senyawa insektisida piretroid generasi ketiga pertama
yang bersifat fotostabil, dan pada awalnya digunakan dalam
pertanian. Daya kontaknya cepat, dan daya residunya sedang
hingga baik. Toksisitas iritasi pada mamalia rendah, sehingga
banyak diminati pada program pengendalian hama pemukiman.
Senyawa ini tidak menyebabkan iritasi pada manusia sehingga
tepat digunakan untuk pengendalian vektor penyakit. Insektisida ini
disebarluaskan dalam berbagai formulasi, baik aerosol, oil spray,
konsentrat space spray, dan pencelupan. Pencelupan kelambu dan
korden, serta seragam tentara biasanya menggunakan produk-
produk berbahan aktif permethrine.
II. Payung Perangkap Nyamuk (Impregnated Umbrella)
Payung perangkap adalah alat yang menyerupai payung, dengan
atap berupa kain berwarna hitam. Atap payung bagian dalam diberi
sirip atau kain yang digantungkan atau dijahit di sela-sela jeruji,
dengan ukuran 40x40 cm. Kain ini sebagai tempat untuk hinggap
dan bersembunyi bagi nyamuk Culex sp. Atap payung dan sirip-
siripnya merupakan satu kesatuan bangunan payung yang dapat
dilepas dari rangkanya untuk dicelup dengan insektisida. Payung
perangkap ini dilengkapi dengan tiang penyangga setinggi 80 cm.
Kain penutup dan sirip-sirip payung dicelup dengan menggunakan
insektisida.
Cara membuat impregnated umbrella
Cara membuat impregnated umbrella dapat dilakukan dengan
Menggunting kain sesuai dengan pola payung. Melakukan uji daya serap
kain 4040 cm terhadap air dengan cara air 300 ml dimasukkan ke dalam
gelas ukur ukuran 1000 ml. Setelah itu kain berukuran 4040 cm di
masukkan ke dalam gelas ukur yang terisi air, seluruh kain harus
terendam air, kemudian kain yang terendam dikeluarkan dari gelas ukur
sampai air tidak menetes. Sisa air yang ada dalam gelas diukur. Selisih air
awal (300 ml) dengan sisa air merupakan adanya daya serap kain (DS)
terhadap air. Dengan rumus :
DS (ml)= vol air awal (ml) - vol air akhir (ml)
Menghitung kebutuhan insektisida yang digunakan adalah permethrine
dengan dosis 2 ml. Rumus : luas payung/10000 4 ml.
Mencampurkan insektisida permethrine 2 ml dengan air 88 ml untuk kain
jenis katun hitam, dan 2 ml dengan air 218 ml untuk kain hitam kaos ke
dalam kantong plastik. Memasukkan kain hitam berbahan kaos, dan kain
hitam berbahan katun, berdasarkan larutan insektisida yang telah dibuat
ditekan dan diremas sampai semua permukaan terlumuri oleh suspensi
insektisida. Setelah itu di rentangkan pada permukaan datar dengan alas
plastik di tempat teduh di bolak-balik sampai kering. Kontrol I (negatif),
kain kaos hitam, katun hitam hanya dicelup dengan air tanpa insektisida.
Kontrol II (positif), kain kaos hitam, katun hitam dicelup dengan
insektisida. Kemudian dibiarkan kering pada suhu kamar (tidak terkena
matahari) dengan cara di rentangkan pada permukaan datar dengan alas
plastik, kemudian memasang kain pada kerangka payung dan sirip-
siripnya.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/115/jtptunimus-gdl-sutyoagusw-5709-
3-babiis-i.pdf