Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Pembahasan Sampo

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 8

Pembahasan

Umbi wortel digunakan dalam shampo karena wortel mempunyai efek pendingin yang cocok
untuk rambut ynag kering juga karena adanya karetonoid yang berwarna sindur merah yang
digunakan sebagai pewarna alami sehingga mempercantik penampilan sampo. Ekstrak wortel,
yang kaya akan unsur karoten, vitamin A dan phospholipid yang sangat efektif merawat rambut
agar tidak kering dan bercabang. Shampoo ini untuk jenis rambut kering agar rambut tidak
mengalami kekeringan, kemerahan dan pecah-pecah

Surfaktan yang digunakan adalah Na Lauril sulfat. Surfaktan ini termasuk surfaktan anionik.
Surfaktan ini dikenal sebagai detergent yang mempunyai gugus hidrofilik dan gugus lipofilik.
Gugus lipofilik (yaitu asam laurat) akan mengikat minyak dan kotoran yang ada di rambut,
sedangkan Na adalah gugus hidrofilik yang membuat kotoran-kotoran tersebut mudah larut
dalam air saat pembilasan setelah proses penyampoan. Jadi Fungsi utama dari Surfaktan ini
adalah untuk membersihkan kotoran yang ada di rambut. Namun kelemahan dari surfaktan ini
adalah dapat mengeraskan rambut

Di dalam formula ini digunakan lebih dari satu jenis surfaktan. Na Lauril sulfat merupakan
surfaktan primer,dan surfaktan lainnya disebut dengan surfaktan pelengkap. Surfaktan pelengkap
yang dipakai adalah coca amido propil betain. Surfaktan pelengkap ini bersifat amfoterik yang
tidak mengiritasi mata.

CAB-30 di dalam formula sampo berfungsi sebagai bahan pembusa. Asam sitrat berfungsi
sebagai pH balance, diperlukan agar menetralisasi reaksi basa yang terjadi dalam penyampoan
rambut. Karena bila sampo bersifat basa, akan merusak rambut. Penambahan asam sitrat jangan
terlalu berlebihan, karena jika terlalu asam akan mengiritasi kulit kepala.

Pewarna yang digunakan adalah pewarna alami yaitu dari infus rosella yang memberika warna
orange-merah. Infus rosella yang digunakan sebanyak 30 tetes sehingga warna yang dulunya
kuning jernih berubah menjadi hijau jernih akibat penambahan infus rosella yang terlalu banyak.
Parfum yang digunakan adalah parfum alami yaitu minyak atsiri green tea. Penambahan parfum
harus dalam keadaan dingin karena komponen-komponen dalam parfum dapat rusak pada suhu
yang tinggi.

Dalam proses pembuatan shampo, perlu diperhatikan pengadukan dan suhu pemanasan.
Pencampuran Na lauril sulfat dengan air dilakukan perlahan-lahan. Penambahan bahan-bahan
lain dilakukan dalam kondisi pemanasan. Suhu pemanasan dijaga agar tidak terlalu besar atau
tidak terlalu rendah. Selama proses, suhu diusahakan konstan, kira-kira 80oC. Pengadukan
selama pencampuran sebisa mungkin konstan, tidak dengan pengadukan keras, agar tidak
terbentuk busa yang berlebihan.

Hasil yang diperoleh adalah sampo berwarna hijau tua jernih, beraroma teh hijau, dan
konsistensinya kental semi cair. Dalam shampo tersebut tidak terdapat busa yang berlebihan.
Sediaan shampo yang dihasilkan perlu diuji kemampuan membusa dan pengukuran stabilitas
busa
Busa adalah dispersi gas dalam suatu cairan. Busa terbentuk selam pengguanaan bahn pembersih
dan merupakan efek samping yang tidak begitu penting tetapi sangat diinginkan konsumen.
Sebab konsumen mempunyai anggapan bahwa dengan busa yang melimpah akan menambah
aksi dalam membersihkan. Sebenarnya busa tidak dapat digunakan sebagai ukuran aksi atau daya
membersihkan, misalnya surfaktan non ionik memberikan reaksi pembersihan yang baik dengan
sedikit atau tanpa busa. Metode yang umum diguanakan untuk mengukur tinggi busa dan
stabilitas adalah dari Rose Miles. Dari hasil uji pengukuran stabilitas busa, sampo mampu
menghasilkan busa yang stabil karena perbedaan tinggi busa per waktu tidak jauh berbeda.

Kesimpulan

1. Bahan aktif yang digunakan dalam sediaan shampo adalah ekstrak wortel
2. Surfaktan yang dipakai adalah Na Lauril sulfat
3. Sediaan shampo yang dihasilkan berwarna hijau tua bening, beraroma teh hijau dan
viskositasnya kental semi cair
4. Dari hasil uji pengukuran stabilitas busa, sampo mampu menghasilkan busa yang stabil
5. Perlu penggunaan suhu terukur dan pengadukan yang diperhitungkan untuk
menghasilkan sediaan sampo yang diharapkan
6. Tidak perlu penambahan zat warna infuse rosella karena shampo ekstrak wortel sudah
memberi warna yang menarik yaitu kuning dari beta-karoten
7. Perlu digunakan zat warna alami yang sesuai, karena dengan penambahan sedikit infus
rosela tidak begitu mempengaruhhi warna sampo dan bila penambahan terlalu besar akan
mempersuram warna shampo

PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini kami mebuat sediaan sampo, sampo merupakan salah satu hair
care, yang banyak digunakan oleh masyarakat luas. Sampo adalah suatu sediaan yag terdiri dari
surfactan, pelembut, pembentuk busa, pengental dan bahan tambahan lainnya. Sampo
mempunyai fungsi untuk membersihkan kotora yang ada di kulit kepala.
Praktikum kali ini dicobakan 3 formula sampo dalam bentuk sediaan yang berbeda yaitu
cream sampo, liquid sampo dan conditioner. Formula yang pertama terdiri dari asam salisilat
sebagai zat aktif yang mempunyai khasiat sebagai keratolitik dan biasa digunakan dalam sampo
anti ketombe. Dalam formulasi ini digunakan asam salisilat sebesar 3%, asam salisilat. Formula
yang dikerjakan oleh kelompok 1 dan 2 dibedakan dalam hal konsentrasi natrium lauril sulfat
yang digunakan, untuk kelompok 1 konsentrasi natrium lauril sulfat sebesar 20%, sedangkan
kelompok 2 sebesar 30%. Natrium lauril sulfat merupakan surfactan anionic yang biasa
digunakan dalam body care maupun hair care, selain sebagai surfactan Na lauril sulfat pun dapat
digunakan sebagai pembentuk busa. Surfactan ini berfungsi untuk mengangkat kotoran yang ada
di kulit. Di beberapa negara eropa, Na lauril sulfat ini sudah dimodifikasi menjadi bentuk Na
laureth ester sulfat yang tingkat iritasi kulitnya lebih rendah. Asam oleat yang digunakan dalam
formulasi merupakan fase minyak yang berfungsi sebagai zat pengemulsi, begitu pula dengan
TEA (trietanolamin) yang merupakan zat pengemulsi yang larut air (fase air), kedua sediaan ini
yang berperan dalam pembentukan cream sampo ini. Pengawet yang digunakan dalam sediaan
ini adalah nipagin atau metil paraben, yang merupakan pengawet larut air. Pengawet ini biasa
digunakan dalam sediaan farmasi oral maupun topikal, namun untuk sediaan sampo yang
menggunakan surfactan base seperti pada sediaan ini nipagin kurang efectiv digunakan karena
dalam periode beberapa bulan saja sediaan akan berjamur. Sediaan ini pun merupakan cream
W/O, sehingga nipagin ini kurang efectiv.
Hasil dari formula ini menghasilkan sediaan cream sampo yang memiliki pH sekitar 7-8
dengan kehomogenitasan yang baik, dan busa yang terbentuk cukup banyak dan tahan lama,
viskositas sediaan juga sangat baik. Perbedaan sediaan antara hasil formula kelompok 1 dan 2
adalah masalah pH, untuk formula pertama dengan konsentrasi Na lauril sulfat sebanyak 25%
memilki pH sekitar 7 dan busa yang dihasilkan lebih sedikit, sedangkan formula 2 dengan
konsentrasi Na lauril sulfat 30%, pH nya sekitar 8 dan busa yang dihasilkan lebih banyak, karena
dengan kadar Na lauril sulfat yang tinggi akan meningkatkan kebasaan dari sediaan dan Na lauril
sulfat juga sebagai pembentuk busa, maka dengan tingginya kadar Na lauril sulfat busa yang
terbentuk juga lebih banyak. Hanya saja sediaan cream sampo ini jarang ditemui di pasaran dan
kurang praktis digunakan. Efek setelah penggunaan cream sampo ini adalah berminyak/lengket
pada rambut sehingga kurang menyenangkan untuk digunakan, selain itu sediaan ini kurang
praktis dalam penggunaannya.
Formula yang kedua adalah liquid sampo yang terdiri dari sulfur sebagai antidandruff.
Sulfur yang digunakan adalah sebesar 2% . Pada formula ini juga digunakan Na lauril sulfat
sebagai surfactan dan foam booster (pembentuk busa), dan asam stearat sebagai zat pengemulsi.
NaOH yang digunakan berfungsi sebagai viscosity modifier, jadi NaOH ini akan memperbaiki
struktur polimer sehingga viskositas dari sampo menjadi lebih baik. Hasil dari formula ini kurang
baik dengan pH basa yaitu sekitar 10 dan sulfur tidak bercampur dengan baik dalam sediaan
tersebut, sehingga kehomogenitasan dari sediaan ini sangat kurang. Bau dari sulfur sendiri
kurang menyenangkan sehingga sediaan mempunyai bau yang kurang baik meskipun telah
ditambahkan parfum. Nipagin pun kurang cocok dalam formula ini karena sediaan ini
merupakan sampo basis surfactan.
Formula yang ketiga adalah formula conditioner, perbedaan antara conditioner dan
sampo adalah, conditioner mempunyai viscositas yang lebih tinggi dan tidak menghasilkan busa
yang banyak seperti sampo, dan pH cenderung netral hingga sedikit asam. Untuk menambah
viskositas dari sediaan sampo sehingga menjadi conditioner biasanya ditambahkan wax, wax
yang ditambahkan pada formulasi ini adalah lilin putih dan adeps lanae. Surfactan yang
digunakan sama seperti formula lainnya yaitu Na lauril sulfat, pada formula ini digunakan cetil
alkohol sebagai zat pengemulsi dan cetyl alkohol ini larut dalam air. Pada formula ini juga
digunakan propilenglikol segai humectan dan peningkat penetrasi sediaan. Nipagin pun kurang
efectiv jika digunakan dalam sediaa ini kecuali jika dikombinasikan dengan pengawet lainnya.
Perbedaan antara formula 3 kelompok 6 (a) dan 7 (b) adalah dalam hal konsentrasi lilin
putih, adeps lanae, cetyl alkohol dan propilenglikol. Konsentasi lilin putih pada formulasi a lebih
banyak 5%, dan konsentrasi adeps lanae pada formula a lebih sedikit 5%, untuk cetyl alkohol
pada formula a lebih sedikit 2% dibandingkan formula b. Dengan formula ini seharusnya hasil
sediaan dari formula a mempunyai viskositas yang lebih tinggi dari formula b, namun ternyata
formula a hasilnya lebih encer dari formula b, sedangkan formula b mempunyai viskositas dan
homogenitas yang baik, dan mempunyai kesan lembut.
Hal-hal yang menyebabkan terhadinya sediaan yang encer ini antara lain, panas yang
digunakan kurang maksimal sehingga sediaan menjadi encer dan faktor pengadukan juga sangat
mempengaruhi.

BAB VI
KESIMPULAN
1. Sampo merupakan salah satu sediaan hair care yang umum digunakan. Bentuk fisik sampo ada
beberapa macam antara lain, cream, liquid dan pasta.
2. Formulasi sampo yang paling mendasar adalah penggunaan surfactan seperti Na lauril sulfat,
dan jika terdiri dari 2 fasa sangat diperlukan adanya zat pengemulsi.
3. Pembuatan sampo harus sangat diperhatikan penggunaan suhu saat pencampuran dan lamanya
pengadukan agar dihasilkan sampo dengan konsistensi dan homogenitas yang baik.
4. Evaluasi yang dapat dilakukan terhadap sediaan sampo antara lain: viskositas, pH,
homogenitas, bobot jenis, uji mikrobiologi, daya bersih, pembentukan busa dan karakteristik
produk.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.resep.web.id/tips/kenali-istilah-shampo-anda.htm

http://id.wikipedia.org/wiki/Shampoo

http://id.shvoong.com/exact-sciences/physics/1819623-tips-memilih-shampoo/

Anonim. 1985. Formularium Kosmetik Indonesia. Jakarta : Depkes RI

Anonym. 1979. Farmakope Edisi Ketiga. Jakarta: Depkes RI

Wade, Ainkey, Paul, J.Walker.1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients Second Edition.


London: Pharmaceutical Press

Pengamatan organoleptik
Hasil pengamatan organoleptik sediaan sampo ekstrak bunga chamomile formula I sampai
dengan formula VI menunjukkan bahwa semua formula praktis stabil selama 6 minggu
penyimpanan pada suhu kamar (2830oC), 40oC, dan dingin (67oC), kecuali formula VI yang
pada minggu ke-3 sampai minggu ke-6 terjadi kekeruhan pada penyimpanan suhu kamar (28
30oC) dan 40oC. Parameter sediaan cair yang stabil secara umum adalah tidak mengalami
pemisahan, tidak terbentuk endapan dan gumpalan, serta tidak mengalami perubahan warna dan
bau.

Pengukuran tinggi busa


Pengamatan tinggi busa dilakukan segera setelah pengocokan dan 5 menit kemudian. Hal ini
diperlukan karena sampo, karena tinggi busa tidak menunjukkan kemampuan dalam
membersihkan. Hal ini lebih terkait pada persepsi psikologis dan estetika yang disukai oleh
konsumen. Parameter tinggi busa sangat tergantung pada surfaktan yang digunakan, kesadahan
air, suhu ruang saat pengukuran, waktu pendiaman, dan konsentrasi hidroksi propil metil
selulosa (Methocel F4M) dalam formula sampo, yang juga berfungsi sebagai penstabil busa.

Pengukuran pH
Berdasarkan hasil pengamatan, terjadi perubahan pH pada sediaan sampo ekstrak bunga
chamomile setelah 6 minggu penyimpanan. Meskipun demikian, perubahan tersebut masih
berada di dalam batasan persyaratan pH sampo (5,09,0) dan pH stabilitas ekstrak bunga
chamomile (5,56,5). Keasaman (pH) sediaan yang diamati selama 6 minggu berkisar antara
6,156,47. Pada proses pembuatan sampo ekstrak bunga chamomile ditambahkan asam sitrat
untuk menurunkan pH sediaan yang terlalu basa sehingga pH-nya sesuai dengan persyaratan pH
sampo dan pH stabilitas ekstrak bunga chamomile.pengamatan tinggi busa 5 menit setelah
terbentuknya busa menunjukkan stabilitas busa yang terbentuk. Tinggi dan stabilitas busa
sediaan sampo dalam air suling adalah 0,853,80 cm. Sementara itu, tinggi dan stabilitas busa
dalam air sadah adalah 0,753,70 cm. Hasil pengukuran tinggi busa mencerminkan kemampuan
suatu deterjen untuk menghasilkan busa. Pengukuran tinggi busa merupakan salah satu cara
untuk pengendalian mutu suatu produk deterjen agar sediaan memiliki kemampuan yang sesuai
dalam menghasilkan busa. Tidak ada syarat tinggi busa minimum atau maksimum untuk suatu
sediaan.
Sebum juga mempengaruhi rambut. Di bawah ini gambar gambar rambut yang tanpa sebum dan
dengan sebum.

Anonim. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Jakarta : Depkes RI


Flick, Ernest W.1992.Cosmetic and Toiletry Formulations : second edition - volume 1. USA :
Noyes Publications
I.S Tranggono, Retno. 2007. Ilmu Pengetahuan kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Waide, Ainley, and Waller, Paul J. 1994. Handbook of Pharmaseutical Exipients. Second
edition. Washington : American Pharmaseutical Association.
.

Permono, Ajar. 2002. Membuat Sampo. Jakarta : Puspa Swara.


Tranggono, Retno I.S. 2011. Ilmu pengetahuan kosmetik. Gramedia
. Kendala yang kami temukan dalam peleburan natrium lauril sulfat adalah memerlukan waktu
yang relatif lama sehingga dan terbentuk busa sehingga tidak bisa teramati apakah telah melebur
sempurna atau tidak. Kemudian kami menambahkan asam sterat yang masih dalam bentuk
serbuk sedikit demi sedikit sambil terus diaduk hingga terbentu massa seperti krim. Hasilnya
ternyata krim tersebut masih terdapat sedikit gumpalan na lauril sulfat yang belum melebur
sempurna. Setelah dingin kami tambahkan ekstrak jeruk nipis ( 2,5 ml ), diaduk sampai
homogen. Dan terakhir ditambahkan parfum lemon oil 1 tetes.
Hasil evaluasi dari sediaan shampo yang kami buat diantaranya organoleptis yang
meliputi warna putih, beraroma lemon (jeruk nipis). Kemampuan membentuk busa baik dan
dapat dicuci dengan mudah. Mempunyai ph 6

XI. Kesimpulan
1. Shampo yang dihasilkan berbentuk krim
2. Na lauril sulfat dilarutkan pada suhu 60-700 C dan diaduk satu arah dengan cepat
3. Sediaan shampo berwarna putih beraroma lemon
4. Mempunyai ph 6
XII. Daftar Pustaka
C. Rowe, Raymond, Paul J. Sheskey and Sian C. Owen. 2006. Handbook of pharmaceutical
exsipients, 5th edition. USA : Pharmaceutical press and American Pharmacists Association
Kumar, Ashok., Mali, Rakesh Roshan., 2010, EVALUATION OF PREPARED SHAMPOO
FORMULATIONS AND TO COMPARE FORMULATED SHAMPOO WITH MARKETED
SHAMPOOS, International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research, Volume
3, Issue 1, July August 2010; Article 025.
Mottram, F.J., Lees, C.E., 2000, Hair Sampoos in Poucher's Perfumes, Cosmetics and
Soaps, 10th Edn, Butler, H. (ed), Kluwer Academic Publishers. Printed in Great Britain.

Anda mungkin juga menyukai