Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Cerpen Karangan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

Cerpen Karangan: HADIAH ULANG TAHUN KU

Aku tersenyum sumringah menatap kalender di dinding kamarku. Segera saja, aku berlari menuju
kamar Ibu dan Ayah. Mereka berdua, yang sedang sibuk dengan ponselnya masing-masing terkejut
melihatku mendobrak pintu kamar mereka.

Ada apa, Nayla? Ibu sampai kaget. Ibu menurunkan ponselnya dari tatapan matanya, dan
menatapku.
Nayla, jika ingin masuk, ketuk pintunya dahulu! Jangan ngeloyor masuk saja. peringatkan ayahku
sambil menaruh ponselnya di meja sebelah kasur. Aku nyengir.
Maaf, bu, yah. Habisnya, aku terlalu bahagia.
Bahagia? Ibu dan Ayah berpandangan bingung.
Hari ini, kan, ulang tahunku, bu, yah! sorakku gembira. Aku menyodorkan kalender kepada mereka.
Kalender bulan April dengan lingkaran merah di tanggal sepuluh.
Masa sih? Bukannya besok, ya? Ibu menggeleng tak percaya.
Aku cemberut, Huh, bagaimana sih. Kan, ibu yang melahirkanku. Masa tidak tahu? gerutuku sebal.
Hehehe, iya, iya. Oke, Nayla mau hadiah apa? tanya Ibu dan Ayah sembari tersenyum.
Aku tersenyum senang, Emmm gimana kalau hari ini kita ke toko buku? Aku mau membeli novel!
usulku riang. Kedua orangtuaku berpandangan.

Nayla, sebaiknya jangan toko buku. Toko buku kan, sangat jauh dari rumah kita. Adikmu, kan,
sedang sakit. ujar Ibu tidak setuju. Aku berpikir, mencari usul lain. Ke restoran? Ahh, tidak. Aku
tidak suka makan di restoran, bukankah sama rasanya seperti makan di warteg? Kursinya saja yang
beda.
Baiklah. Aku dan Ayah saja. Ibu di rumah menjaga Mila. Ya? Ya? Ya? pintaku sembari memelas.
Tidak bisa, Nayla. Hari ini, ayah ada rapat di Jakarta. tolak Ayah. Aku mendengus kesal.
Huh. Aku, kan, tidak minta macam-macam, bu, yah! Aku hanya minta 2 novel saja di toko buku. Aku
tidak minta handphone, laptop, PSP, atau Kamera. Aku kan, hanya minta dua buah novel. gerutuku.
Ibu tersenyum.
Soal novel, ibu punya banyak. sahutnya sembari turun dari ranjang dan mengajakku ke ruang
kerjanya.
Ah, masa? Palingan, hanya ada novel resep memasak, tutorial hijab-lah, atau novel harry potter.
aku berkata yakin. Karena, di ruang kerja ibu hanya ada 10 macam novel. Diantaranya, novel kisah
hidup Hellen Keller, novel harry potter, novel tutorial hijab, novel resep memasak, dan novel bahasa
Inggris. Mana suka aku seperti itu?

Ibu tersenyum saja. Ia pun berjalan masuk ke ruang kerjanya, dan mengambil kardus di bawah meja
kerjanya. Setelah itu, Ibu membuka kardus tersebut. Aku terbelalak melihat isinya.
Novel desisku. Ya, isi kardus itu novel. Novel anak dengan judul-judul yang mengagumkan. Aku
mengambil satu novel dari kardus itu. Dengan judul, Mawar dan Melati. Aku terpesona melihat
sampulnya. Gambar dua tangkai bunga Mawar dan Melati di vas bunga berwarna biru berukir batik. Di
paling bawah sampul depan, tertulis besar-besar nama, MELISA ANDRIANI. Aku terkejut. Aku
menatap ibu.
Bu ini karya ibu? tanyaku setengah tak percaya. Ibu tertawa.
Ya, Nayla. Ini karya ibu dahulu. Ketika masih SMA dan kuliah. Ibu sering menulis di waktu luang.
Lalu, setelah mengetiknya di komputer, ibu mengirim naskahnya ke penerbit melalui e-mail. Ibu juga
sering menulis di majalah. Ada 5 majalah yang menerbitkan cerita ibu. Di kardus itu juga ada. Ibu
mengambil majalah di kardus itu. Itu majalah Bobo lama. Masih tak berwarna. Ibu membuka majalah
Bobo itu. Dan menyodorkan padaku. Ada cerpen dengan judul, Fotografer Cilik, yang di bawah
judulnya tertera nama Ibu. Aku terbelalak lagi, hampir tak percaya.

Ada juga, novel yang ibu tulis ketika ibu sudah menikah, dan kamu umur 2 tahun. Judulnya Putri
Kecilku. Semua kisah tentangmu ada di situ. Kamu bisa cari novelnya di kardus ini juga. Jadi, tak
perlu repot-repot ke toko buku. Dan, selain Putri Kecilku, ibu juga menulis 2 novel setahun lalu. Ini
sudah diterbitkan. Ibu tersenyum, mengambil novel lagi. Aku dengan mulut ternganga, menatap tak
percaya kumpulan novel itu.
Kapan ibu menulis ketika itu? Bukankah ibu sibuk bekerja? tanyaku bingung. Ibu adalah seorang
manager di perusahaan ternama. Kadangkala, pulangnya sampai jam 10 malam. Melebihi waktu jam
kerja ayah, yang bekerja sebagai pengusaha pakaian. Untunglah, sekarang ibu tidak lagi bekerja
sebagai manager. Ibu bekerja membantu ayah menjual pakaian di dunia online.
Ibu menulis ketika waktu luang, Nayla. Sekarang, ibu juga tengah menulis, lho. jawab Ibu ringan.
Aku terpana lagi.
Wah, ibu hebat! Kalau besar nanti, aku mau jadi seperti ibu. Penulis sekaligus dokter! sorakku. Ibu
tersenyum, mengacungkan jempol. Penulis adalah pekerjaan yang bisa dilakukan siapa saja. Penulis
bisa kita jadikan pekerjaan sampingan, di samping profesi kita lainnya. Seperti Ibuku. ini adalah
hadiah ulangtahun yang paling istimewa seumur hidupku!

Cerpen Karangan: Alma Chairani


Perginya Sahabat Pertama
Namaku Ayu, usiaku 14 tahun. Aku tinggal di kota Pontianak, sebenarnya asalku dari Kebumen, Jawa
Tengah. Saat itu liburan sekolah dan orangtuaku memutuskan untuk pulang kampung. Aku tinggal di
rumah Joglo milik pak de dan budeku, di sana aku merasa tenang dan udara di sana sejuk.
Pada saat itu aku tidak punya teman, aku sering duduk sendirian di sawah, hingga datang seorang
anak perempuan yang seukuran denganku Nama kamu siapa? tanya anak itu Namaku Ayu, kalau
kamu? Aku Sinta Jawab anak itu. Itulah percakapan kami pertama kali dan disitulah kami menjadi
teman.

Beberapa hari di sana pak de mengajakku pergi ke kebun tehnya, dan aku mengajak temanku Sinta,
tapi dia tidak bisa pergi karena akan melakukan ibadah. Aku pun pergi ke kebun teh pak deku, aku
diajarkan bagaimana memetik daun teh, kebun teh pak deku sangat luas. Setelah dari kebun teh, aku
pergi ke rumah Sinta untuk menceritakan apa yang aku lakukan tadi, tetapi sesampainya di sana
rumah Sinta kosong. Aku bertanya pada ibuku Bu kenapa rumah Sinta kosong? Sinta dan orang
tuanya pindah ke kota, mungkin gak akan kembali. Jawab ibuku Begitu ya dengan wajah yang
penuh kekesalan aku masuk ke kamar. Aku selalu menunggu Sinta di sawah, tapi dia tidak datang-
datang juga, hari-hari di desa terasa sepi dan tidak menyenangkan.

Hingga suatu hari orangtuaku memutuskan untuk pulang ke kota, pada saat usiaku 17 tahun aku
kembali ke desa. Aku tidak sengaja lewat di sawah dan aku melihat seorang gadis yang sedang duduk
di pondok kecil dan ternyata itu adalah temanku Sinta Sinta aku berteriak memanggilnya dan aku
berlari ke arahnya dengan wajah yang sangat bahagia Sinta kamu kembali ke desa? Tanyaku Iya,
apa kamu pikir ini adalah mimpi. jawabnya Aku pikir hanya khayalanku kamu berada di sini.
Ayu, aku ingin memberitahumu satu hal Tiba-tiba ia berkata dan aku menjadi diam Apa? Mungkin
besok aku akan pergi dan tidak akan kembali, kata Sinta Apa yang kamu katakan, kita baru saja
bertemu dan kamu bilang mau pergi lagi. Aku tidak akan membiarkannya. jawabku dengan bercanda
Aku benar-banar akan pergi Ayu, dan tidak ada 1 orang pun yang bisa menghentikanku. Maka dari
itu hari ini aku ingin menghabiskan waktu bersamamu. Aku hanya bisa mengangguk dan
menemaninya jalan-jalan di desa.

Keesokan harinya, berhubung orangtuaku tidak di rumah, aku memutuskan untuk pergi ke rumah
Sinta. Tetapi di sana aku melihat banyak orang yang ada di rumah Sinta, aku berpikir ada acara apa
di rumahnya. Aku pun segera masuk ke dalam rumahnya dan di sana aku melihat ada peti mati, aku
bertanya kepada semua orang tetapi tidak ada yang menjawab, jadi aku memutuskan untuk melihat
peti itu, dan ternyata isinya adalah mayat Sinta. Aku terduduk lemas di hadapan peti tersebut dan
tanpa terasa air mata tak dapat kubendung lagi.

Apa yang terjadi pada Sinta, tolong seseorang jawab aku tolong jelaskan apa yang sebenarnya
terjadi. Tanyaku histeris, tetapi tetap saja semua orang hanya diam tidak ada yang menjawab diriku.
Siapa yang telah menyakitinya, hingga ada luka sayatan di pergelangan tangannya, jawab aku tolong
beri aku jawabannya. tanyaku semakin histeris, tapi kali ini ada seorang wanita yang menjawab. Dia
sendirilah yang mengakhiri hidupnya sendiri. Apa apa maksudnya. kataku sambil melihat wanita
tersebut yang tak lain adalah ibunya Sinta Sebenarnya dia sudah menyerah pada penyakitnya
sendiri. Memang dia memiliki penyakit apa? Tapi badannya sehat-sehat saja Dia memiliki penyakit
kanker otak dan itu sudah stadium akhir, dia sudah menyerah pada penyakitnya Aku sudah
kehabisan kata-kata dan aku hanya terdiam melihat mayat Sinta yang berada di peti.

Kenapa, kenapa, kenapa Sinta, kenapa kau melakukan ini semua. Aku sama sekali tidak percaya
teman yang selalu menghibur dan menyemangatiku agar tidak menyerah terhadap apa pun. Mengapa
hari ini kau yang menyerah, hari itu kau berkata padaku Ayu, hapus air matamu dan berjuanglah
jangan menyerah karena setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Bukankah kau bilang begitu
kepadaku, tetapi mengapa kau melakukan ini, jawab aku Sinta, jawab aku
Pada hari itu, aku merasa sangat merasa sedih karena kehilangan orang yang aku sayangi. Tapi
sekarang aku sudah memiliki banyak teman kau tenang saja aku bisa menjaga diriku sendiri. Dan aku
memiliki teman-teman yang selalu ada di dekatku. Semoga kau tenang di sana aku akan selalu
meningatmu, semua yang telah kau beri kepadaku. Aku akan terus menjaganya.

Tamat

Cerpen Karangan: Sherly Silviani

Anda mungkin juga menyukai