Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

HIPERTERMI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

HIPERTERMI

Disusun Oleh:

1. Linla Ma’muroh
2. Millatun Nafidah
3. M. Picky Z.B
4. M. Faiz Marzuki

Disusun Oleh:

Siti Awaliyah Ulfa

C1013072

STIKES BAKTI MANDALA HUSADA SLAWI

Jln.Cut Nyak Dhien No.16 Desa Kalisapu Kab TEGAL 52416

Telp. (0283) 6197570, 6197571

2015
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat di atas rentang
normalnya (nic noc.2007)
Keadaan dimana seorang individu mengalami peningkatan suhu
tubuh di atas 37,80C peroral atau 38,80C per rektal karena factor eksternal
(Carpenito, 1995)
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh inti akibat kehilangan
mekanisme termorgulasi (Ensiklopedia keperawatan)
Hipertermi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
atau berisiko untuk mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus
lebih tinggi dari 37C (peroral) atau 38.8C (per rektal) karena peningkatan
kerentanan terhadap faktor-faktor eksternal (Linda Juall Corpenito)

B. ETIOLOGI
Hipertermi dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan
toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. zat yang dapat
menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga
menyebabkan demam disebut pirogen. zat pirogen ini dapat berupa
protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin polisakarida yang
dilepas oleh bakteri toksik/pirogen yang dihasilkan dari degenerasi
jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Faktor penyebabnya :
1. Dehidrasi
2. Penyakit atau trauma
3. Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk berkeringat
4. Pakaian yang tidak layak
5. Kecepatan metabolisme meningkat
6. Pengobatan/anesthesia
7. Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
8. Aktivitas yang berlebihan.

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis atau tanda dan gejala :
1. Mual
2. Kulit memerah
3. Suhu tubuh meningkat
4. Kejang/konvulsi
5. Kulit hangat bila disentuh
6. Takikardia
Fase – fase terjadinya hipertermi
Fase I : Awal
 Peningkatan denyut jantung
 Peningkatan laju dan kedalaman pernapasan .
 Menggigil akibat tegangan dan kontraksi obat .
 Kulit pucat dan dingin karena vasokonstriksi .
 Merasakan sensasi dingin .
 Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokonstriksi .
 Rambut kulit berdiri .
 Pengeluaran keringat berlebih .
 Peningkatan suhu tubuh .
Fase II : Proses demam
 Proses menggigil lenyap.
 Kulit terasa hangat/panas.
 Merasa tidak panas/dingin.
 Peningkatan nadi & laju pernapasan.
 Peningkatan rasa haus.
 Dehidrasi ringan sampai berat.
 Mengantuk, delirium/kejang akibat iritasi sel saraf.
 Lesi mulut herpetik.
 Kehilangan nafsu makan.
 Kelemahan, keletihan dan nyeri ringan pada otot akibat
katabolisme protein .
Fase III : Pemulihan
 Kulit tampak merah dan hangat.
 Berkeringat.
 Menggigil ringan.
 Kemungkinan mengalami dehidrasi.

D. PATOFISIOLOGI
Sengatan panas didefinisikan sebagai kegagalan akut pemeliharaan
suhu tubuhnormal dalam mengatasi lingkungan yang panas. Orang tua
biasanya mengalami sengatanpanas yang tidak terkait aktifitas karena
gangguan kehilangan panas dan kegagalanmekanisme homeostatik.
Seperti pada hipotermia, kerentanan usia lanjut terhadap seranganpanas
berhubungan dengan penyakit dan perubahan fisiologis.
Castillo, et al (1998) melaporkan bahwa hipertermia, 58%
disebabkan oleh infeksi, 42% disebabkan oleh nekrosis jaringan atau oleh
perubahan mekanisme termoregulasi yang terjadi jika lesi mengenai
daerah anterior hipotalamus. Terjadinya demam disebabkan oleh
pelepasan zat pirogen dari dalam lekosit yang sebelumnya telah
terangsang baik oleh zat pirogen eksogen yang dapat berasal dari
mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak
berdasarkan suatu infeksi (Benneth, et al, 1996; Gelfand, et al, 1998).
Pirogen eksogen ini juga dapat karena obat-obatan dan hormonal,
misalnya progesterone. Pirogen eksogen bekerja pada fagosit untuk
menghasilkan IL-1, suatu polipetida yang juga dikenal sebagai pirogen
endogen. IL-1 mempunyai efek luas dalam tubuh.
Zat ini memasuki otak dan bekerja langsung pada area preoptika
hipotalamus. Di dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asam
arakhidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis PGE-2 yang
langsung dapat menyebabkan suatu pireksia/ demam (Lukmanto, 1990;
Gelfand, et al, 1998). Secara skematis mekanisme terjadinya demam dapat
digambarkan sebagai berikut : (Gelfand, et al, 1998)Penyebab demam
selain infeksi ialah keadaan toksemia, adanya keganasan atau akibat reaksi
pemakaian obat (Gelfand, et al, 1998). Sedangkan gangguan pada pusat
regulasi suhu sentral dapat menyebabkan peninggian temperature seperti
yang terjadi pada heat stroke, ensefalitis, perdarahan otak, koma atau
gangguan sentral lainnya. Pada perdarahan internal saat terjadinya
reabsorbsi darah dapat pula menyebabkan peninggian temperatur (
Andreoli, et al, 1993 ).
Reaksi tubuh terhadap stress pada keadaan injury akan
menimbulkan peningkatan metabolic, hemodinamik dan hormonal respons
(Lukmanto, 1990). Peningkatan pengeluaran hormon katabolik (stress
hormon) yang dimaksud adalah katekolamin, glukagon dan kortisol.
Ketiga hormone ini bekerja secara sinergistik dalam proses
glukoneogenesis dalam hati terutama berasal dari asam amino yang pada
akhirnya menaikkan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Faktor lain yang
menambah pengeluaran hormon katabolik utamanya katekolamin ialah
dilepaskannya pirogen dapat merubah respon hiperkatabolisme dan juga
merangsang timbulnya panas (Lukmanto, 1990; Ginsberg, 1998).
E. PATHWAY
Agen infeksius Dehidrasi
mediator inflamasi

Tubuh kehilangan
Monosit /makrofag
cairan elektrolit

Sitokin pirogen
Penurunan cairan intra
Mempengaruhi sel dan ekstra sel
hipotalamus anterior

aksi antipiretik Demam

Peningkatan Meningkatnya pH berkurang Gangguan rasa


evaporasi metabolik tubuh nyaman

anoreksia
Resiko defisit kelemahan Cemas
volume
Input makanan
cairan
Intoleransi berkurang Kurang
aktivitas pengetahuan

Resiko nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
F. PENATALAKSANAAN
Tindakan yang dapat diberikan adalah :
1. BHSP
2. Kenakan pakaian yang tipis
3. Beri banyak minum
4. Beri banyak istirahat
5. Beri kompres
6. Beri obat penurun panas

G. KOMPLIKASI
Pengaruh hipertermia terhadap sawar darah otak/ BBB adalah
meningkatkan permeabilitas BBB yang berakibat langsung baik secara
partial maupun komplit dalam terjadinya edema serebral (Ginsberg, et al,
1998). Selain itu hipertermia meningkatkan metabolisme sehingga terjadi
lactic acidosis yang mempercepat kematian neuron (neuronal injury) dan
menambah adanya edema serebral (Reith, et al, 1996). Edema serebral
(ADO Regional kurang dari 20 ml/ 100 gram/ menit) ini mempengaruhi
tekanan perfusi otak dan menghambat reperfusi adekuat dari otak, dimana
kita ketahui edema serebral memperbesar volume otak dan meningkatkan
resistensi serebral. Jika tekanan perfusi tidak cukup tinggi, aliran darah
otak akan menurun karena resistensi serebral meninggi. Apabila edema
serebral dapat diberantas dan tekanan perfusi bisa terpelihara pada tingkat
yang cukup tinggi, maka aliran darah otak dapat bertambah (Hucke, et al,
1991).
Dengan demikian daerah perbatasan lesi vaskuler itu bisa
mendapat sirkulasi kolateral yang cukup aktif, kemudian darah akan
mengalir secara pasif ke tempat iskemik oleh karena terdapatnya
pembuluh darah yang berada dalam keadaan vasoparalisis. Melalui
mekanisme ini daerah iskemik sekeliling pusat yang mungkin nekrotik
(daerah penumbra) masih dapat diselamatkan, sehingga lesi vaskuler dapat
diperkecil sampai daerah pusat yang kecil saja yang tidak dapat
diselamatkan lagi/nekrotik (Hucke, et al, 1991).
Apabila sirkulasi kolateral tidak dimanfaatkan untuk menolong
daerah perbatasan lesi iskemik, maka daerah pusatnya yang sudah nekrotik
akan meluas, sehingga lesi irreversible mencakup juga daerah yang
sebelumnya hanya iskemik saja yang tentunya berkorelasi dengan cacat
fungsional yang menetap, sehingga dengan mencegah atau mengobati
hipertermia pada fase akut stroke berarti kita dapat mengurangi ukuran
infark dan edema serebral yang berarti kita dapat memperbaiki
kesembuhan fungsional (Hucke, et al, 1991).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang digunakan seperti :
1. Ultrasonografi
2. Endoskopi atau scanning
3. Uji coba darah
4. Pembiakan kuman dari cairan tubuh/lesi permukaan atau sinar tembus
rutin.
.
I. ASUHAN KEPERAWATAN MENURUT TEORI
1. Pengkajian
a. Identitas : umur untuk menentukan jumlah cairan yang diperlukan
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan pasien saat
pengkajian) : panas.
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita
pasien saat masuk rumah sakit): sejak kapan timbul demam,
sifat demam, gejala lain yang menyertai demam (misalnya:
mual, muntah, nafsu makn, eliminasi, nyeri otot dan sendi dll),
apakah menggigil, gelisah.
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien).
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau
penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang
lain baik bersifat genetik atau tidak).
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi
2) Pemeriksaan persistem
- Sistem persepsi sensori
- Sistem persyarafan : kesadaran
- Sistem pernafasan
- Sistem kardiovaskuler
- Sistem gastrointestinal
- Sistem integumen
- Sistem perkemihan
d. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
2) Pola nutrisi dan metabolisme
3) Pola eliminasi
4) Pola aktivitas dan latihan
5) Pola tidur dan istirahat
6) Pola kognitif dan perseptual
7) Pola toleransi dan koping stress
8) Pola nilai dan keyakinan
9) Pola hubungan dan peran
e. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
2) foto rontgent
3) USG
2. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
a. Hipertemia berhubungan dengan proses penyakit
b. Resiko injury berhubungan dengan infeksi mikroorganisme
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake
yang kurang dan diaporesisi

3. Discharge Planning
a. Ajarkan keluarga mengenal tanda-tanda kekambuhan dan laporkan
dokter atau perawat
b. Instruksikan untuk memberikan pengobatan sesuai dengan dosis
dan waktu
c. Ajarkan bagaimana mengukur suhu tubuh dan intervensi
d. Intruksikan untuk kontrol ulang
e. Jelaskan factor penyebab demam dan menghindari factor pencetus.

4. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC)
Keperawatan (NOC)
1. Hipertemia Setelah dilakukan tindakan Temperature Regulation
berhubungan perawatan selama ….X 24  Monitor tanda- tanda hipertermi
dengan proses jam, pasien mengalami  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
penyakit. keseimbangan  Ajarkan pada pasien cara mencegah
termoregulasi dengan keletihan akibat panas
kriteria hasil :  Diskusikan tetang pentingnya
 Suhu tubuh dalam pengaturan suhu dan kemungkinan
rentang normal 35,9 C efek negative dari kedinginan
– 37,5 C  Berikan obat antipiretik sesuai dengan
 Nadi dan RR dalam kebutuhan
rentang normal  Gunakan matras dingin dan mandi air
 Tidak ada perubahan hangat untuk mengatasi gangguan
warna kulit suhu tubuh sesuai dengan kebutuhan
 Tidak ada pusing  Lepasakan pakaian yang berlebihan
dan tutupi pasien dengan hanya
selembar pakaian.
 Mengontrol panas
 Monitor suhu minimal tiap 2 jam
 Monitor suhu basal secara kontinyu
sesui dengan kebutuhan.
 Monitor TD, Nadi, dan RR
 Monitor warna dan suhu kulit
 Monitor penurunan tingkat kesadaran
 Monitor WBC,Hb, Hct
 Monitor intake dan output
 Berikan anti piretik
 Berikan pengobatan untuk mengatasi
penyebab demam
 Selimuti pasien
 Lakukan Tapid sponge
 Berikan cairan intra vena
 Kompres pasien pada lipat paha,
aksila dan leher
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Berikan pengobatan untuk mencegah
terjadinya menggigil

Vital Sign Monitoring


 Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor vital sign saat pasien berdiri,
duduk dan berbaring
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, Nadi, dan RR sebelum,
selama, dan sesudah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna dan kelembaban
kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan
sistolik (Chusing Triad)
 Identifikasi penyebab dari perubahan
vital Sign

2. Resiko injury Setelah dilakukan tindakan  Sediakan lingkungan yang aman


berhubungan keperawatan selama …x 24 untuk pasien
dengan infeksi jam, pasien tidak  Identifikasi kebutuhan keamanan
mikroorganisme mengalami injury. pasien sesuai dengan kondisi fisik dan
Risk Injury fungsi kognitif pasien dan riwayat
Kriteria Hasil : penyakit terdahulu pasien
 Klien terbebas dari  Menghindari lingkungan yang
cidera berbahaya misalnya memindahkan
 Klien mampu perabotan
menjelaskan  Memasang side rail tempat tidur
cara/metode untuk  Menyediakan tempat tidur yang
mencegah injury atau nyaman dan bersih
cedera  Meletakan saklar lampu ditempat
 Klien mampu yang mudah dijangkau pasien
menjelaskan factor  Membatasi pengunjung
resiko dari lingkunga  Memberikan penerangan yang cukup
atau perilaku personal  Menganjurkan keluarga untuk
 Mampu memodifikasi menemani pasien
gaya hidup untuk  Mengontrol lingkungan dari
mencegah injury kebisingan
 Menggunakan fasilitas  Memindahkan barang-barang yang
kesehatan yang ada dapat membahayakan
 Mampu mengenali  Berikan penjelasan pada pasien dan
perubahan status keluarga atau pengunjung adanya
kesehatan perubahan status kesehatan dan
penyebab penyakit.

3 Resiko Setelah dilakukan tindakan Fluid management:


kekurangan keperawatan selama …x 24  Pertahankan catatan intake dan output
volume cairan jam, fluid balance dengan yang akurat
dengan faktor kriteria hasil :  Monitor status dehidrasi( kelembaban
resiko faktor  Mempertahankan urine membrane mukosa, nadi adekuat,
yang output sesuai dengan tekanan darah ortostatik)
mempengaruhi usia dan BB, BJ urine  Monitor vital sign
kebutuhan normal, HT normal  Monitor asupan makanan/ cairan dan
cairan  Tekanan darah, nadi, hitung intake kalori harian
(hipermetabolik) suhu tubuh dalam batas  Lakukan terapi IV
normal  Monitor status nutrisi
 Tidak ada tanda- tanda  Berikan cairan
dehidrasi, elastisitas  Berikan cairan IV pada suhu ruangan
turgor kulit baik,  Dorong masukan oral
membrane mukosa  Berikan penggantian nasogastrik
lembab, tidak ada rasa sesuai output
haus yang berlebihan.  Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
 Anjurkan minum kurang lebih 7-8
gelas belimbing perhari
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk
 Atur kemungkinan transfusi

5. Implementasi
Iyer, et all (1996), menyatakan bahwa pelaksanaan tindakan
keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Pelaksanaan merupakan aplikasi dari
perencanaan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang
harus kita perhatikan ketika akan melakukan implementasi adalah
intervensi yang dilakukan sesuai dengan rencana.
Setelah dilakukan validasi, penguasaan keterampilan
interpersonal, intelektual dan teknik intervensi harus dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan
psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa pencatatan
dan pelaporan (Nursalam, 2000).

6. Evaluasi
Evaluasi adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan
yang sistematis pada status kesehatan klien.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses,
evaluasi jangka pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi
dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai
tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil,
evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada
akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu
metode dalm memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang
diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format
“SOAP”.
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan
balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan
keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan
sebelumnya. (Nursalam, 1996; 64)

J. DAFTAR PUSTAKA
Corpenito, Juall, Lynda. 1998. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada
Praktek Klinis. EGC. Jakarta.
Doengoes E, Marylin. (1999). Rencana Keperawatan Edisi 3. EGC.
Jakarta.
International, Nanda. 2009-2011. Diagnosa Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi. EGC. Jakarta.
Wahyudi, Gusti. Askep hipertermi. Di akses pada tanggal 29 Desember
2015 jam 13.00 WIB melalui
http://gusriwahyudi.blogspot.co.id/2013/02/askep-hipertermi.html

Anda mungkin juga menyukai