Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Astigmatism A

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini banyak sekali ditemukan berbagai macam kelainan yang


terjadi pada indra penglihatan kita yaitu mata. Hal ini disebabkan oleh tingkat
kehidupan saat ini telah jauh berbeda dengan zaman dahulu. Kebiasaan seperti
terlalu banyak menghabiskan waktu di depan TV atau komputer menyebabkan
efek yang kurang baik pada mata kita. Sehingga hal ini menyebabkan gangguan
kesehatan,seperti timbulnya kelainan refraksi pada mata. Salah satu jenis kelianan
tersebut adalah astigmatisma.

Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata dimana didapatkan


bermacam- macam derajat refraksi pada berbagai macam meridian sehingga sinar
sejajar yang datang pada mata akan difokuskan pada berbagai macam fokus pula.
Setiap meridian mata memiliki titik fokus tersendiri yang mungkin letaknya
teratur (pada astigmatisma regularis) ataupun tak teratur (pada astigmatisma
iregularis).1

Astigmatisma biasanya bersifat diturunkan dan biasanya berjalan bersama


dengan miopia dan hipermetropia dan tidak banyak terjadi perubahan selama
hidup. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis
yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan yang disebut astigmatism with
the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal
bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibandingkan jari-jari
kelengkungan kornea di bidang horizontal.2
2

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan astigmatisma?

1.3 Tujuan
Mengetahui etiologi, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan astigmatisma

1.4 Manfaat
1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit mata khususnya astigmatisma
I.4.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti
kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit mata
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Media Refraksi

Gambar 1. Anatomi bola mata.

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan
kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.3
4

2.2. Fisiologi Refraksi

Gambar 2. Fisiologi refraksi.

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam


untuk difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan
suatu bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas
cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium
dengankepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.4

Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media


transparan lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke
medium dengan densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya
juga berlaku). Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai
medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus. 4

Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media


(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut
jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin
besar pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif
mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui
cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam reftraktif
total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari pada
perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan
5

refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah
berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan
mengubah kelengkungannya sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.4

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya


terfokus diretina agara penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus
sebelum bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina
,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas cahaya yang berasal dari benda
dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-berkas dari sumber
jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)
dianggap sejajar saat mencapai mata. 4

Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan


jarak yang lebih besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada
sumber cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi
sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu
sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan dekat terfokus di retina (dalam
jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuks umber dekat.
Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.4

2.3 Emetropia

Bias mata normal adalah di mana sinar jauh difokuskan sempurna di


makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak difokuskan pada
makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai penglihatan
normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea, lensa, dan
badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea. Pada keadaan
media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau 6/6.6

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran


depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang
6

peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila
melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbede-beda.6

2.4 Akomodasi

Pada keadaan normal cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi
benda dapat difokuskan pada retina atau makula lutea. Dengan berakomodasi,
maka benda pada jarak yang berbeda-beda akan terfokus pada retina. Akomodasi
adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat kontraksi otot
siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat. Kekuatan
akomodasi akan meningkat sesuai dengan kebutuhan, makin dekat benda makin
kuat mata harus berakomodasi (mencembung). Kekuatan akomodasi diatur oleh
refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan bangkit bila mata melihat kabur dan
pada waktu konvergensi atau melihat dekat.6

Dikenal beberapa teori akomodasi, seperti:6

 teori akomodasi Hemholtz: di mana zonula Zinn kendor akibat kontraksi


otot siliar sirkuler, mengakibatkan lensa yang elastis menjadi cembung dan
diameter menjadi kecil
 teori akomodasi Thsernig: dasarnya adalah bahwa nukleus lensa tidak
dapat berubah bentuk sedang yang dapat berubah bentua adalah bagian
lensa yang superfisial atau korteks lensa. Pada waktu akomodasi terjadi
tegangan pada zonula Zinn sehingga nukleus lensa terjepit dan bagian
depan nukleus akan mencembung.

Mata akan berakomodasi bila bayangan difokuskan di belakang retina.


Bila sinar jauh tidak difokuskan pada retina seperti pada mata dengan kelainan
refraksi hipermetropia maka mata tersebut akan berakomodasi terus menerus
walaupun letak bendanya jauh, dan pada keadaan ini diperlukan akomodasi yang
baik.6
7

Anak-anak dapat berakomodasi dengan kuat sekali sehingga memberikan


kesukaran pada pemeriksaan kelainan refraksi. Daya akomodasi kuat pada anak-
anak dapat mencapai+12.00 sampai +18.00 D. Akibatnya pada anak-anak yang
sedang dilakukan pemeriksaan kelainan refraksinya untuk melihat jauh mungkin
terjadi koreksi miopia yang lebih tinggi akibat akomodasi sehingga mata tersebut
memerlukan lensa negatif yang berlebihan (koreksi lebih). Untuk pemeriksaan
kelainan refraksi anak sebaiknya diberikan sikloplegik untuk melumpuhkan otot
akomodasi sehingga pemeriksaan kelainannya murni, dilakukan pada mata yang
beristirahat. Biasanya untuk ini diberikan sikloplegik atau sulfat atropin bersifat
parasimpatolitik, yang selain bekerja untuk melumpuhkan otot siliar juga
melumpuhkan otot sfingter pupil.6

Dengan bertambahnya usia, maka akan berkurang pula daya akomodasi


akibat berkurangnya elastisitas lensa sehingga lensa sukar mencembung. Keadaan
berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut disebut presbiopia 6

2.5 Ametropia

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran


depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila
melihat benda dekat.6

Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan


pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan
terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang
dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma. Kelainan system refraksi
(pembiasan cahaya) pada mata, menyebabkan sinar-sinar sejajar yang masuk ke
dalam mata tidak difokuskan pada retina saat mata tersebut dalam keadaan
8

istirahat. Kelainan lain pada mata normal adalah gangguan perubahan


kencembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya elastisitas lensa
sehingga terjadi gangguan akomodasi. Gangguan akomodasi dapat terlihat pada
usia lanjut sehingga terlihat keadaan yang disebut presbiopia.6

2.6 Pengertian Astigmatisma

Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya jatuh


sebagai suatu fokus-titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai
meridian kornea atau lensa kristalina. Astigmatisma merupakan kelainan refraksi
dimana pembiasan pada meridian yang berbeda tidak sama. Dalam keadaan
istirahat (tanpa akomodasi) sinar sejajar yang masuk ke mata difokuskan pada
lebih dari satu titik sehingga menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau garis
fokus multipel.2

Pada astigmatisma berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan
tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang
terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea Pada mata dengan astigmatisma
lengkungan jari-jari pada satu meridian kornea lebih panjang daripada jari-jari
meridian yang tegak lurus padanya.2

2.7 Klasifikasi Astigmatisma

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisma dibagi sebagai berikut:7

1) Astigmatisma Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang
yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu
bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain.
Astigmatisma jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan
9

bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai


dengan adanya kelainan
penglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisma regular ini
dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisma With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang horizontal.

Gambar 4. Astigmatism with the rule

ii. Astigmatisma Against the Rule


Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari
pada bidang vertikal.

Gambar 5. Astigmatisma against the rule


10

2) Astigmatisma Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.

Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisma dibagi
sebagai berikut: 7
1. Astigmatisma Miopia Simpleks
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias
terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola
ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -
X Cyl +Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.

Gambar 6. Astigmatisma Miopia Simpleks

2. Astigmatisma Hiperopia Simpleks


Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B
berada di belakang retina.

Gambar 7. Astigmatisma Hiperopia Simpleks


11

3. Astigmatisma Miopia Kompositus


Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma
jenis ini adalah Sph -X Cyl -Y.

Gambar 8. Astigmatisma Miopia Kompositus

4. Astigmatisma Hiperopia Kompositus


Astigmatisma jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A
berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma
jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y.

Gambar 9. Astigmatisma Hiperopia Kompositus


12

5. Astigmatisma Mixtus
Astigmatisma jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B
berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini
adalah Sph +X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak
dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y
menjadi sama - sama + atau -.

Gambar 10. Astigmatisma Mixtus

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :7

1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus
rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul
keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.

2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri.
Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.

3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.
13

2.8 Patofisiologi Astigmatisma

Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan


memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar tidak
difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak sama pada
semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik fokus pembiasan.
Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina sedang sebagian sinar lain
difokuskan di belakang retina.6

Gambar 11. Pembentukan bayangan pada Astigmatisma

Mata dengan astigmatisma dapat dibandingkan dengan melihat melalui


gelas dengan air yang bening. Bayangan yang terlihat dapat menjadi terlalu besar,
kurus, atau terlalu lebar dan kabur.6
14

2.9 Penyebab Astigmatisma

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:2


1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur.
Media refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar
adalah kornea, yaitu mencapai 80% s/d 90% dari astigmatismus,
sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan
pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan
kongenital, kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta
akibat pembedahan kornea.

2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin
bertambah umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga
semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami
kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatismus.
3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty

4. Trauma pada kornea

5. Tumor

2.10 Tanda dan Gejala Astigmatisma

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi


menyebabkan gejala-gejala sebagai berikut :8
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya
keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang
tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
15

- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan


untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita
astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti
membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan
mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk
memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejalagejala


sebagai berikut :8
- Sakit kepala pada bagian frontal.
-
Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya
penderita akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau
mengucek-ucek mata.

2.11. Diagnosis
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya
tajam penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada
media penglihatan, atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman
penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole berarti pada pasien
tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan
media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.6

2) Uji refraksi
i. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda ‘trial and error’ Jarak
pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang
diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan
16

mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-


masing mata. Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila
dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5,
6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia, apabila
dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan
kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila
setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan
maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada
keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).6

ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. Penderita duduk di depan autorefractor,
cahaya dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur.
Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi
dan pengukurannya hanya memerlukan waktu beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan
sangat berharga namun mempunyai keterbatasan.6

3) Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam
penglihatannya dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam
penglihatan berkurang 2 baris pada kartu Snellen, misalnya dengan
menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta melihat kisi-kisi juring
astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis
juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu
lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°.
17

Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis


juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan
juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa
silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat
kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien
melihat jelas.8

Gambar 8. Kipas Astigmat.

4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisma.
Pemeriksa memerhatikan imej “ring” pada kornea pasien. Pada
astigmatisma regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisma
irregular, imej tersebut tidak terbentuk sempurna.8

5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea,
diaman akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.8
18

2.12. Penatalaksanaan Astigmatisma9

1) Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder.
Karena dengan koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat
membiaskan sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah
jelas.

2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih
dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan
standar. Pada astigmatismus irregular dimana terjadi pemantulan dan
pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran permukaan depan kornea maka
dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak
maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.

3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
· Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral.
Bagian yang lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah
hasil perubahan tergantung pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman
dari insisi.

· Photorefractive keratectomy (PRK)


Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada
pusat kornea. Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah
photorefractive keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih.
Pasien tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya
lebih baik pada waktu sebelum operasi.
19

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Astigmatisma adalah kelainan refraksi mata dimana didapatkan


bermacam- macam derajat refraksi pada berbagai macam meridian sehingga sinar
sejajar yang datang pada mata akan difokuskan pada berbagai macam fokus pula.
Terdapat berbagai macam astigmatisma, antara lain simple astigmatisma, mixed
astigmatisma dan compound astigmatisma.

Terdapat 2 etiologi, yaitu kelainan pada lensa dan kelainan pada kornea. Adapun
gejala klinis dari astigmatisma adalah penglihatan kabur atau terjadi distorsi.
Pasien juga sering mengeluhkan penglihatan mendua atau melihat objek
berbayang-bayang. Sebahagian juga mengeluhkan nyeri kepala dan nyeri pada
mata.

Koreksi dengan lensa silinder akan memperbaiki visus pasien. Selain lensa
terdapat juga pilihan bedah yaitu dengan Radial keratotomy (RK) dan
Photorefractive keratectomy (PRK).
20

DAFTAR PUSTAKA

1. James, Bruce., Chew, Chris., Brown, Anthony., 2003. Lecture


Notes Oftalmologi. Edisi kesembilan. Jakarta: Erlangga.hal 34-36.
2. Vaughan, D.G.,Asbury, T., Riordan-Eva, P., 2004 Kesalahan Refraksi
dalam Oftalmologi Umum, 14th ed. Penerbit Widya Medika, Jakarta.
3. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006.
4. Guyton,N Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.hal
786-790.
5. Peary, Robert E, 2005. The North Pole: Its Discovery in 1909, 1910. New
York: Frederick A. Stokes Co.U.S. Naval Observatory, Nautical Almanac
Office. Air Almanac,. Department of the Navy.
6. Ilyas, Sidarta., 2009. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta.
7. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related
Amblyopia. Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434
.pdf??tool=pmcentrez
8. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and
Refractive Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.
9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101

Anda mungkin juga menyukai