Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Proposal Penelitian Hairuddin

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

PROPOSAL PENELITIAN

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

ANALISIS KESTABILAN LERENG TAMBANG TERBUKA PADA


PT TANJUNG PUTIA KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN
MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PROPOSAL PENELITIAN
TUGAS AKHIR

Dibuat Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir (TA)


Pada Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik
Pertambangan Universitas Muslim Indonesia

HAIRUDDIN AZIS (09320160201)

JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR
2018

1
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu


dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi
atau karena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng
bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain galian dan timbunan
untuk jalan, bendungan, tanggul dan lereng pada tambang terbuka (Rai, Kramadbrata, dan
Notosiswoyo, 1997).

Aktivitas penambangan pada penggalian tambang terbuka (open pit) maupun


(opencut) akan diketemukan masalah kemantapan lereng baik itu di tempat-tempat
penimbunan bahan buangan (tailing disposal) dan di penimbunan bijih (stockyard).
Apabila lereng lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope)
maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan itu tidak stabil (tidak
mantap) maka kegiatan produksi akan terganggu. Oleh karena itu suatu analisis
kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya
gangguan gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal.

Masalah kestabilan lereng di dalam dunia pertambangan yang melibatkan kegiatan


pengalian maupun penimbunan merupakan masalah penting, karena ini menyangkut
masalah keselamatan manusia, peralatan dan bangunan di sekitar lereng tersebut. Dalam
pekerjaan penambangan dengan cara tamang terbuka, lereng yang tidak mantap akan
dapat mengganggu kelancaran produksi.

Untuk menganalisa kestabilan lereng dalam dunia pertambangan perluh


terlebih dahulu diketahui system tegangan yang bekerja pada tanah atau batuan serta sifat
fisik dan mekanik dari tanah atau batuan tersebut. Tegangan di dalam massa batuan dalam
keadaan alamiyahnya adalah tegangan vertikal, tegangan horizontal, dan tegangan air
pori. Sedangkan sifat mekanik yang mempengaruhi kestabilan suatu lereng adalah kohesi,
sudut geser dalam, dan bobot isi.

2
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

B. PERUMUSAN MASALAH

Kestabilan lereng sangatlah penting dalam operasional penambangan, terutama


pada kendaraan yang selalu lalu lalang di sekitar lereng tersebut. Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kestabilan lereng itu sendiri. Salah satu faktor yang paling mempengaruhi
yaitu jenis batuan atau jenis tanah pada daerah tersebut.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menghitung nilai faktor keamanan lereng tambang terbuka pada PT Tanjumg


Putia.
2. Mengetahui pengaruh geometri terhadap kestabilan lereng tambang terbuka pada
PT Tanjumg Putia.
3. Menganalisis pengaruh alat muat yang bekerja pada sekitar lereng tambang
terbuka pada PT Tanjumg Putia.

D. KEGUNAAN PENELITIAN

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai faktor
keamanan pada lereng tambang terbuka PT Tanjung Putia kecamatan Bahodopi
Kabupaten Morowali serta pengaruh alat-alat yang bekerja pada sekitar lereng tersebut.

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENGERTIAN LERENG

Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu


dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk secara alamiah karena proses geologi
atau karena dibuat oleh manusia. Lereng yang terbentuk secara alamiah misalnya lereng
bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng buatan manusia antara lain galian dan timbunan

3
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

untuk jalan, bendungan, tanggul dan lereng pada tambang terbuka (Rai, Kramadbrata, dan
Notosiswoyo, 1997).

Aktivitas penambangan pada penggalian tambang terbuka (open pit) maupun


(opencut) akan diketemukan masalah kemantapan lereng baik itu di tempat-tempat
penimbunan bahan buangan (tailing disposal) dan di penimbunan bijih (stockyard).
Apabila lereng lereng yang terbentuk sebagai akibat dari proses penambangan (pit slope)
maupun yang merupakan sarana penunjang operasi penambangan itu tidak stabil (tidak
mantap) maka kegiatan produksi akan terganggu. Oleh karena itu suatu analisis
kemantapan lereng merupakan suatu bagian yang penting untuk mencegah terjadinya
gangguan gangguan terhadap kelancaran produksi maupun terjadinya bencana yang fatal.

Dilihat dari jenis material, ada 2 macam lereng, yaitu lereng batuan dan lereng
tanah. Dalam analisis dan penentuan jenis tindakan pengamanannya, lereng batuan tidak
dapat disamakan dengan lereng tanah, karena parameter material dan jenis penyebab
longsor di kedua lereng tersebut sangat jauh berbeda.

Kemantapan lereng terutama disebabkan oleh faktor hidrologi dan faktor struktur
bidang lemah batuan. Masalah kemantapan lereng pada umumnya tergantung pada faktor
faktor penyebab ketidakmantapan lereng lainnya.

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEMANTAPAN LERENG

Kemantapan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagai berikut (Rai, Kramadbrata, dan Notosiswoyo, 1997):

1) Penyebaran Batuan

Macam batuan atau tanah yang terdapat di daerah penyelidikan harus diketahui,
demikian juga penyebaran serta hubungan antar batuan. Ini perlu dilakukan karena sifat-
sifat fisis dan mekanis suatu batuan berbeda dengan batuan lain sehingga kekuatan
menahan bebannya juga berbeda

2) Relief Permukaan Bumi

4
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Faktor ini memengaruhi laju erosi dan pengendapan serta menentukan arah aliran air
permukaan dan air tanah. Hal ini disebabkan karena untuk daerah yang curam, kecepatan
aliran air permukaan tinggi dan mengakibatkan pengikisan lebih intensif dibandingkan
pada daerah yang landai, karena erosi yang intensif banyak dijumpai singkapan batuan
menyebabkan pelapukan yang lebih cepat. Batuan yang lapuk mempunyai kekuatan yang
rendah sehingga kemantapan lereng menjadi berkurang.

3) Geometri Lereng

Geometri lereng mencakup tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng. Kemiringan
dan tinggi suatu lereng sangat memengaruhi kemantapannya. Semakin besar kemiringan
dan tinggi suatu lereng maka kemantapannya semakin kecil. Muka air tanah yang dangkal
menjadikan lereng sebagian besar basah dan batuannya memiliki kandungan air yang
tinggi, sehingga menyebabkan kekuatan batuan menjadi rendah dan lereng lebih mudah
longsor.

4) Struktur Batuan

Struktur batuan yang sangat memengaruhi kemantapan lereng adalah bidang-bidang


sesar, perlapisan dan rekahan. Oleh karena itu perlu diperhatikan dalam analisa adalah
struktur regional dan lokal. Struktur batuan tersebut merupakan bidang-bidang lemah dan
sekaligus sebagai tempat merembesnya air sehingga batuan menjadi lebih mudah longsor.

5) Iklim

Iklim memengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada
proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan
menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis.
Karena itu ketebalan tanah didaerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari
batuan segarnya.

5
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

6) Tingkat Pelapukan

Tingkat pelapukan memengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi,
besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan maka
kekuatan batuan akan menurun.

7) Hasil Kerja Manusia

Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya
suatu lereng yang awalnya mantap karena manusia menebangi pohon pelindung,
pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang tidak baik, penggalian / tambang, dan
lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran
mudah terjadi.

8) Sifat Fisik Dan Mekanik Tanah

Sifat fisik tanah yang memengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi (density),
porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, kohesi dan sudut geser
dalam merupakan sifat mekanik tanah yang juga memengaruhi lereng.

a) Bobot Isi (Unit Weight)

Bobot isi batuan akan memengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang longsor
sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya penggerak yang menyebabkan lereng
longsor akan semakin besar. Dengan demikian kemantapan lereng tersebut semakin
berkurang.

b) Porositas

Batuan yang mempunyai porositas besar akan menyerap air. Dengan demikian bobot
isinya menjadi lebih besar sehingga akan memperkecil kemantapan lereng.

c) Kandungan Air

Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi besar juga.
Dengan demikian kuat geser batuannya akan menjadi kecil. Sehingga kemantapannya
akan berkurang.

6
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

d) Kuat Tekan, Kuat Tarik Dan Kuat Geser

Kekuaatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined & unfined
compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear strength). Batuan
yang mempunyai kekuatan besar akan lebih mantap.

e) Kohesi Dan Sudut Geser Dalam

f) Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka kekuatan geser batuan akan
semakin besar juga.

g) Pengaruh Gaya

Biasanya gaya-gaya dari luar yang dapat memengaruhi kemantapan lereng antara lain
: getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau sekitar lereng, peledakan, gempa bumi dll.
Semua gaya-gaya tersebut akan memperbesar tegangan geser sehingga dapat
mengakibatkan kelongsoran pada lereng.

3. JENIS-JENIS LONGSORAN

Ada beberapa jenis longsoran yang umum dijumpai pada massa batuan di tambang
terbuka (Hoek and Bray, 2003), yaitu :

a. Longsoran Bidang

(Hoek and Bray,2003) longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang
terjadi disepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa
rekahan, sesar maupun bidang perlapisan batuan. Longsoran jenis ini akan terjadi jika
kondisi di bawah ini terpenuhi (Adebimpe et al, 2011) :

7
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Gambar Longsoran Bidang (Hoek and Bray, 2003)

1. Jurus (strike) bidang luncur mendekati paralel terhadap jurus bidang permukaan lereng
( perbedaan maksimum 200)

2. Kemiringan bidang luncur harus lebih kecil daripada kemiringan bidang permukaan
lereng

3. Kemiringan bidang luncur lebih besar daripada sudut geser dalam

4. Terdapat bidang bebas yang merupakan batas lateral dari massa batuan atau tanah
yang longsor.

b. Longsoran Baji

Longsoran baji terjadi bila terdapat dua bidang lemah atau lebih berpotongan sedemikian
rupa sehingga membentuk baji terhadap lereng. Longsoran baji ini dapat dibedakan
menjadi dua tipe longsoran yaitu longsoran tunggal (single landslide) dan longsoran ganda
(double landslide). Untuk longsoran tunggal, luncuran terjadi pada salah satu bidang,
sedangkan untuk longsoran ganda luncuran terjadi pada perpotongan kedua bidang.
Longsoran baji tersebut akan terjadi bila memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Kemiringan lereng lebih besar daripada kemiringan garis potong kedua bidang lemah

8
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2. Sudut garis potong kedua bidang lemah lebih besar daripada sudut geser dalamnya

Gambar Longsoran Baji (Hoek and Bray, 2003)

c. Longsoran Guling

Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan yang keras
dimana struktur bidang lemahnya berbentuk kolom atau blok. Longsoran jenis ini terjadi
apabila bidang-bidang lemah yang ada berlawanan dengan kemiringan lereng. (Adebimpe
et al, 2011) dalam longsoran guling arah kemiringan bidang menuju ke arah batuan yang
masif. Longsoran guling dapat terjadi jika bidang diskontinuitas cenderung paralel atau
sejajar dengan muka lereng. Longsoran ini pada blok fleksibel, terjadi jika :

1.  > 900 +  - , dimana  = kemiringan bidang lemah,  = sudut geser dalam dan  =
kemiringan lereng.

2. Perbedaan maksimal jurus (strike) dan kekar (joint) dengan jurus lereng (slope) adalah
300

9
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Gambar 2.3. Longsoran Guling (Hoek and Bray, 2003)

d. Longsoran Busur

Longsoran busur umumnya terjadi pada material yang bersifat lepas (loose material)
seperti material tanah. Sesuai dengan namanya, bidang longsorannya berbentuk busur.
Batuan hancur yang terdapat pada suatu daerah penimbunan dengan dimensi besar akan
cenderung longsor dalam bentuk busur lingkaran (Hoek and Bray, 2003). Pada longsoran
busur yang terjadi pada daerah timbunan, biasanya faktor struktur geologi tidak terlalu
berpengaruh pada kestabilan lereng timbunan. Pada umumnya kestabilan lereng timbunan
bergantung pada karateristik material, dimensi lereng serta kondisi air tanah yang ada dan
faktor luar yang memengaruhi kestabilan lereng pada lereng timbunan

10
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Gambar Longsoran Busur (Hoek and Bray, 2003)

4. PEMETAAN GARIS (SCANLINE MAPPING)

(Hoek and Bray, 2003) pemetaan garis (Scanline Mapping) merupakan pemetaan yang
terdiri dari pita yang membentang sepanjang dinding lereng dan memetakan setiap
diskontinuitas yang memotong garis (Line). Metode Scanline mapping melibatkan
pengukuran dan perekaman semua data struktur bidang diskontinuitas yang berpotongan
dengan garis sampling yang diberikan.

Metode pengukuran bidang diskontinuitas secara sistematik dan mengurangi


terjadinya pengukuran ulang dilakukan pengukuran dengan menerapkan metode garis
pengukuran (scanline method). Dalam hal ini yang penting adalah bahwa jarak antara
garis pengukuran diusahakan sama dengan persistensi bidang lemah (panjang garis
perpotongan permukaan dengan bidang lemah). Tinggi garis pengukuran dari lantai
pengukuran paling tidak sama dengan ketinggian mata pengamat, panjang bentangan
garis pengukuran tidak kurang dari 10 X jarak kekar rata-rata di daerah tersebut dan
diusahakan tidak kurang dari 30 meter.

Proses pengambilan data bidang diskontinuitas menggunakan scanline mapping maka hal-
hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan adalah:

11
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

1. Orientasi dari bidang diskontinu (jurus dan kemiringan).


2. Persistensi dari bidang-bidang diskontinuitas
3. Harga sudut geser dalam (internal friction angle)
4. Harga kohesi pada bidang diskontinu
5. Tekanan air pori pada bidang diskontinu
6. Posisi dari bidang diskontinu terhadap bidang yang lain dan terhadap permukaan
lereng
Dari data yang ditemukan dilapangan tentang keadaan-keadaan diatas maka
diambil langkah-langkah sebagai berikut :

1. Pertama kali ditinjau kemungkinan terjadinya longsoran ditinjau dari segi struktur
geologi dalam bentuk bidang, baji, gulingan dengan analisis secara "stereonet".

2. Langkah kedua selanjutnya menghitung apakah daerah yang mempunyai


kemungkinan longsor ditinjau dari struktur geologi, tidak mantap atau mantap dengan cara
menentukan harga faktor keamanan.

Gambar Metode Pengukuran Bidang Diskontinuitas Menggunakan Scanline Mapping

Metode ini hanya dipakai untuk batuan yang mempunyai bidang lemah atau diskontinuitas
seperti bidang perlapisan, sesar dan kekar. Untuk batuan yang mempunyai beberapa

12
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

susunan (set) kekar, maka untuk mencari arah utamanya dipakai analisis "stereo net"
(Allison, 2004). Stereonet juga dipakai untuk mengevaluasi kemantapan lereng dengan
cara memplot sudut lereng, sudut geser dalam dan orientasi bidang-bidang lemah. Net
yang dipakai bisa equal net, polar net atau Curudent's net

Suatu daerah/ blok/ permukaan tertentu, jumlah bidang lemah yang diukur orientasinya
bervariasi, tergantung pada kondisi dan sifat penyebarannya. Setelah pengukuran
dilakukan pada beberapa scanline pada suatu blok tertentu (± 100 hasil pengukuran), maka
perlu dilakukan plotting + pembuatan kontur kutub (pole) bidang lemah tersebut pada
stereonet (Schmidt net/ equal area net) di lapangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah hasil pengukuran yang telah dilakukan sudah mencukupi atau belum.

Hasil plotting belum menunjukkan suatu pola tertentu (≥ 20 %) maka ditambah dengan
300 pengukuran berikutnya dan 400 hasil pengu-kuran tersebut diplot/ kontur lagi sampai
didapatkan pola orientasi yang jelas. Tetapi, kalau sampai dengan 600 pengukuran atau
lebih hasilnya tetap tidak menunjukkan pola tertentu (tersebar merata pada stereonet),
maka pengukuran untuk blok tersebut dapat dianggap cukup. (Cara pengecekan yang lebih
detil dalam Hoek dan Bray, 2003).

5. KONSEP MASSA BATUAN, BIDANG DISKONTINUITAS, DAN


KLASIFIKASI MASSA BATUAN

1) Massa Batuan

Massa batuan merupakan volume batuan yang terdiri atas tekstur dan komposisi
mineral-mineral serta terdiri dari bidang-bidang diskontinuitas yang saling berhubungan
membentuk material sebagai suatu kesatuan. Hoek and Bray (2003) massa batuan adalah
batuan insitu yang dijadikan diskontinu oleh sistem struktur seperti kekar, sesar, dan
bidang perlapisan lainnya. Kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh frekuensi
bidang-bidang diskontinuitas yang terbentuk. Palmstrom (2001) dalam tulisannya
berjudul Measurement and Characterization of Rock Mass jointing menuliskan konsep
pembentukan massa batuan berikut ini:

13
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Gambar Konsep Pembentukan Massa Batuan (Palmstorm,2001)

2) Bidang Diskontinuitas (Struktur Geologi)

Bidang diskontinuitas merupakan bidang yang memisahkan massa batuan menjadi


bagian yang terpisah. Kemeny and Post (2002) Bidang diskontinuitas dalam massa batuan
meliputi perlapisan batuan, kekar (joint), sesar (fault) dan jenis patahan lainnya. Dari
semua jenis diskontinuitas yang ada, kekar (Joint) adalah bidang diskontinu yang paling
sering menjadi pertimbangan. Hal ini disebabkan joint merupakan bidang diskontinu yang
telah terbuka dan retak sehingga bidang kekar merupakan bidang lemah pada massa
batuan. Oleh sebab itu, dalam pertimbangan geoteknik seringkali kekar lebih menjadi
perhatian dibandingkan jenis bidang yang lainnya.

Analisis bidang diskontinuitas terdapat beberapa istilah yang biasa dipakai secara umum
diantaranya sebagai berikut (Hudson and Harrison, 1997):

1. Set Kekar (Joint Set)

Hoek and bray (2003) Joint set adalah sejumlah joint yang memiliki orientasi yang relatif
sama, atau sekelompok joint yang paralel.

2. Spasi Bidang Diskontinu (Joint spacing)

Spasi bidang diskontinu adalah jarak tegak lurus antara bidang kekar yang berdekatan
dalam satu set kekar.

3. Orientasi Bidang Diskontinu (Joint Orientation)

14
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Orientasi bidang diskontinu yaitu kedudukan dari bidang diskontinu yang meliputi arah
dan kemiringan lereng. Arah dan kemiringan dari bidang diskontinu biasanya dinyatakan
dalam Strike/Dip atau Dip Direction/Dip).

1. Jurus (Strike)

Arah dari garis horizontal yang terletak pada bidang diskontinu yang miring. Arah ini
diukur dari utara searah jarum jam ke arah garis horizontal tersebut.

2. Kemiringan Bidang (Dip)

Sudut yang diukur dari bidang horizontal ke arah kemiringan bidang diskontinu.

3. Arah Kemiringan (Dip Direction)

Arah penunjaman dari bidang diskontinu. Dip Direction (DDR) diukur dari utara searah
jarum jam ke arah penunjaman tersebut atau sama dengan 90 derajat dari strike searah
jarum jam ke arah penunjaman.

DDR = Strike + 90

3) Klasifikasi Massa Batuan

Maerz (2000) klasifikasi didefenisikan sebagai pengaturan atribut secara formal dalam
suatu hirarki. Dalam kasus rekayasa batuan klasifikasi massa batuan berarti
mengumpulkan beberapa data dan mengklasifikasikan dengan berbagai cara dan
parameter-parameter. Karakterisasi massa batuan adalah proses pengklasifikasian massa
batuan dengan cara melakukan observasi yang berhubungan dengan geometri kekar dan
kondisi kekar. Geometri kekar meliputi pengukuran orientasi kekar, spasi kekar dan
kemenurusan kekar. Sedangkan kondisi kekar meliputi kekasaran kekar, kekuatan dinding
kekar, lebar bukaan kekar, isian pada kekar, pelapukan, dan luahan air tanah pada kekar
(Saptono, Kramadibrata, Sulistianto, Irsyam, 2012). Klasifikasi massa batuan yang terdiri
dari beberapa parameter sangat cocok untuk mewakili karakteristik massa batuan,
khususnya sifat-sifat bidang lemah atau kekar dan derajat pelapukan massa batuan. Atas
dasar ini sudah banyak usulan atau modifikasi klasifikasi massa batuan yang dapat

15
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

digunakan untuk merancang kemantapan lereng. Pada umumnya klasifikasi tersebut


mencoba menghubungkan parameter sudut kemantapan lereng dengan bobot klasifikasi
massa batuan untuk berbagai tinggi lereng. Romana (1993) menekankan deskripsi detil
dari kekar untuk melihat potensi kelongsorannya dan pengaruh cara penggalian terhadap
kemantapan lereng.

Bieniawski (1989) Pembuatan klasifikasi massa batuan pada dasarnya bertujuan:

1. Mengidentifikasi parameter-parameter penting yang memengaruhi perilaku


massa batuan.

2. Mengelompokkan jenis massa batuan kedalam grup yang mempunyai perilaku


sama menjadi kelas massa batuan.

3. Memberikan dasar-dasar untuk pengertian karakteristik dari setiap kelas massa


batuan.

4. Menghubungkan pengalaman dari kondisi massa batuan di satu lokasi dengan


lokasi lainnya.

5. Mengambil data kuantitatif dan pedoman untuk rancangan rekayasa batuan.

6. Memberikan dasar umum untuk kemudahan komunikasi diantara para engineer


dan ahli rekayasa batuan.

Beberapa klasifikasi massa batuan yang banyak dipakai atau modifikasi untuk
kepentingan kemantapan lereng antara lain;

1. Rock Mass Rating (RMR), (Bieniawski, 1989)


2. Rock Mass Strength
3. Slope Mass Rating (SMR), (Romana, 1993)

d.) Analisis Kestabilan Lereng dengan Klasifikasi Massa Batuan

Rock Mass Rating (RMR) disebut juga Geomechanics Classification dibuat oleh
Bieniawski (1989). Klasifikasi ini sudah dimodifikasi beberapa kali sesuai dengan adanya
data baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan sesuai dengan standar

16
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

internasional. Namun walaupun telah mengalami perubahan dan termodifikasi, prinsip


dari klasifikasi RMR tetap sama. RMR telah diaplikasikan di lebih 351 kasus pada
terowongan, chamber, tambang, lereng, fondasi, dan caving. (Bieniawski, 1989)
Paramater yang digunakan sistem klasifikasi massa batuan RMR yaitu:

1. Uniaxial Compressive Strength (UCS) atau Point Load Strength Index (Is).
2. Rock Quality Designation (RQD).
3. Joint Spasing atau spasi bidang diskontinu.
4. Kondisi bidang diskontinu.
5. Kondisi dari air tanah (Ground water).
6. Orientasi bidang diskontinu
Berikut ini penjelasan kelima parameter yang dipakai Bieniawski dalam sistem klasifikasi
RMR:

 Uniaxial Compressive Strength (UCS) / Point Load Strength Index

Kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh dari Uji Kuat Tekan Uniaksial dan Uji
Point Load. UCS menggunakan mesin tekan untuk menkan sampel batuan dari satu arah
(Uniaxial). Sampel batuan yang diuji dalam bentuk silinder dengan perbandingan antara
tinggi dan diameter tertentu. Perbandingan ini sangat berpengaruh pada nilai UCS yang
dihasilkan. PLI menggunakan mesin tekan untuk menekan sampel batuan pada satu titik.
Bieniawski mengusulkan sampel yang digunakan berdiameter 50 mm. Pada perhitungan
RMR, parameter kekuatan batuan utuh diberi bobot berdasarkan nilai UCS atau nilai PLI
seperti tertera pada tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel Kekuatan Material Batuan Utuh (Bieniawski, 1989)

UCS
Deskripsi Kualitatif PLI (Mpa) Rating
(Mpa)

Sangat kuat Sekali (exceptionally strong) > 250 > 10 15

Sangat kuat (very strong) 100 - 250 4 -- 10 12

17
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Kuat (strong) 50 - 100 2 -- 4 7

Sedang (average) 25 - 50 1-- 2 4

Lemah (weak) 5 -- 25 Penggunaan 2

Sangat Lemah (very weak) 1 -- 5 UCS lebih 1

Sangat Lemah Sekali (extremely weak) <1 Dianjurkan 0

 Rock Quality Designation (RQD)

Deere dalam Edelbro (2003) memperkenalkan Rock Quality Designation (RQD)


sebagai sebuah petunjuk untuk memperkirakan kualitas dari massa batuan secara
kuantitatif. RQD didefinisikan sebagai persentasi dari perolehan inti bor (core) yang
secara tidak langsung didasarkan pada jumlah bidang lemah dan jumlah bagian yang lunak
dari massa batuan yang diamati dari inti bor (core). Hanya bagian yang utuh dengan
panjang lebih besar dari 100 mm (4 inchi) yang dijumlahkan kemudian dibagi panjang
total pengeboran (core run). Diameter inti bor (core) harus berukuran minimal NW (54.7
mm atau 2.15 inchi) dan harus berasal dari pemboran menggunakan double-tube core
barrel.

∑ Length of core pieces > 10 cm length


RQD= x 100%
total length of core run

Metode ini telah dikenal luas sebagai parameter standar pada pekerjaan drill core
logging. Keuntungan utama dari sistem RQD adalah pengerjaan yang sederhana, hasil
yang diinginkan dengan cepat diperoleh, dan juga tidak memakan banyak biaya (murah).
RQD dilihat sebagai sebuah petunjuk kualitas batuan dimana permasalahan pada batuan
seperti tingkat kelapukan yang tinggi, lunak, hancur, tergerus dan terkekarkan
diperhitungkan sebagai bagian dari massa batuan. Dengan kata lain, RQD adalah ukuran
sederhana dari persentasi perolehan batuan yang baik dari sebuah interval kedalaman
lubang bor. Hubungan antara nilai RQD dan kualitas dari suatu massa batuan

18
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

diperkenalkan oleh Deere dalam Edelbro (2003). Hubungan antara nilai RQD dan
kualitas dari suatu massa batuan diperkenalkan oleh Deere seperti tabel berikut.

Tabel Hubungan RQD dan kualitas massa (Edelbro,2003)

RQD Kualitas Batuan Rating

< 25 Sangat Jelek (Very Poor) 3

25 - 50 Jelek (Poor) 8

50 - 75 Sedang (Fair) 13

75 - 90 Baik (Good) 17

90 - 100 Sangat Baik (Excellent) 20

1. Metode Langsung

Metode langsung dalam menghitung nilai RQD digunakan apabila core logs tersedia. Tata
cara untuk menghitung RQD menurut deree dalam edelbro 2003 diilustrasikan pada
Gambar 2.6. Selama pengukuran panjang core pieces, pengukuran harus dilakukan
sepanjang garis tengahnya. Inti bor (core) yang pecah/retak akibat aktivitas pengeboran
harus digabungkan kembali dan dihitung sebagai satu bagian yang utuh. Ketika ada
keraguan apakah pecahan/retakan diakibatkan oleh aktivitas pengeboran atau terjadi
secara alami, pecahan itu bisa dimasukkan kedalam bagian yang terjadi secara alami.
Semua pecahan/retakan yang bukan terjadi secara alami tidak diperhitungkan pada
perhitungan panjang inti bor (core) untuk RQD (Deere dalam Edelbro, 2003). Metode
pengukuran RQD menurut Deere dapat dilihat pada Gambar 2.6

19
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Gambar Pengukuran RQD

Novakova (2014) orientasi asli pertama pada inti bor harus diperiksa dan
diketahui. Kesalahan dalam menentukan orientasi pertama dapat menghasilkan kesalahan
dalam pengambilan data inti bor (Core). Metode core orientasi dapat digunakan dalam
inti bor yang pendek pada batuan yang keras bahkan tanpa menggunakan peralatan khusus
untuk core orientasi. Metode ini dapat digunakan dalam mengitung RQD batuan dan
menjadi indikator analisis kinematik.

Berdasarkan pengalaman Deere, semua ukuran inti bor (core) dan teknik pengeboran
dapat digunakan dalam perhitungan RQD selama tidak menyebabkan inti bor (core)
pecah). Panjang total pengeboran (core run) yang direkomendasikan adalah lebih kecil
dari 1,5 m (Deere dalam Edelbro, 2003).

2. Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung dalam menghitung nilai RQD, digunakan apabila core logs tidak
tersedia. Beberapa metode perhitungan RDQ dengan metode tidak langsung:

20
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

1. Pada tahun 1976 Priest dan Hudson (dalam Edelbro, 2003) mengemukakan untuk
mengestimasi RQD dari jumlah kekar permeter dengan rumus: λ

RQD = 100e-0,1λ (0,1λ+1)

Dimana λ = jumlah total kekar per meter

Hudson and Harrison (1997) Frekuensi bidang diskontinuitas pada massa batuan
menggambarkan garis sampel yang melalui massa batuan yang memotong sejumlah
bidang diskontinuitas Dimana λ = N/L

λ = jumlah total kekar per meter


N = Jumlah kekar
L = Panjang pengukuran Scanline
2. Menurut Palmstrom (dalam Edelbro, 2003) RQD juga dapat dicari dari jumlah
kekar per meter kubik dengan rumus:

RQD = 115 – 3,3 Jv , Dimana Jv = Jumlah total kekar per meter kubik.

 Spasi Bidang Diskontinuitas (Joint Spacing)

Spasi bidang diskontinu/kekar adalah jarak tegak lurus antar dua kekar yang saling
berurutan dan berdekatan dalam satu set kekar. Jarak antar (spasi) kekar adalah jarak
antara dua kekar yang berdekatan yang diukur sepanjang garis scanline (Hudson dan
Harrison, 1997). Berdasarkan uraian di atas, maka spasi kekar sebenarnya (Si) dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :

Si = So x Cos β x cos α x sin θ dimana,

Cos β adalah sudut kemiringan garis pengukuran (scanline)


cos α adalah sudut antara lereng dengan arah kemiringan
Sin θ adalah dip kekar,
So adalah spasi semu yaitu jarak y ang diukur di lapangan
Pada perhitungan RMR, parameter spasi bidang diskontinu diberi bobot berdasarkan nilai
kekar seperti pada tabel di bawah ini:

21
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Tabel Spasi Bidang Diskontinu (Bieniaswki, 1989)

Spasi Kekar
Deskripsi Rating
(m)

Sangat Lebar (very wide) >2 15

lebar (wide) 0.6 - 2 12

Sedang (average) 0.2 - 0.6 7

Rapat (close) 0.006 - 0.2 4

Sangat rapat (very close) < 0.006 2

 Kondisi Diskontinuitas

Hoek and bray (2003) Kondisi diskontinuitas memiliki lima karakteristik kekar yang
masuk dalam kondisi kekar/bidang diskontinuitas meliputi kemenerusan (persistence),
jarak permukaan kekar (Separation/aperture), kekasaran kekar (Roughness), material
pengisi (Infilling), dan tingkat pelapukan (weathering). Berikut adalah penjelasan di atas:

1. Kemenerusan (Persistence)

Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar dengan mengamati panjang
jejak kekar pada suatu bukaan. Pengukuran ini masih sangat kasar dan belum
mencerminkan kondisi kemenerusan kekar sesungguhnya. Seringkali panjang jejak kekar
pada suatu bukaan lebih kecil dari panjang kekar sesungguhnya, sehingga kemenerusan
yang sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika jejak sebuah kekar pada suatu bukaan
berhenti atau terpotong kekar lain atau terpotong oleh solid/massive rock, ini
menunjukkan adanya kemenerusan.

2. Jarak permukaan kekar (Separation/Aperture)

Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada bidang
diskontinu. Celah tersebut dapat berisi material pengisi (infilling) atau tidak.

22
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

3. Kekasaran Kekar (Roughness)

Tingkat kekasaran permukaan kekar dapat dilihat dari bentuk gelombang permukaannya.
Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar dari kekar. Semakin besar kekasaran
dapat menambah kuat geser kekar dan dapat juga mengubah kemiringan pada bagian
tertentu dari kekar tersebut.

4. Material Pengisi (Infilling)

Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang kekar yang berdekatan. Sifat
material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan induknya. Beberapa material yang
dapat mengisi celah diantaranya breccia, clay, silt, mylonite, gouge, sand, quartz dan
calcite.

5. Tingkat Pelapukan (Weathering)

Penentuan tingkat kelapukan kekar didasarkan pada perubahan warna pada batuannya dan
terdekomposisinya batuan atau tidak. Semakin besar tingkat perubahan warna dan tingkat
terdekomposisi, batuan semakin lapuk.

Parameter-parameter diatas dalam perhitungan RMR diberikan bobot masing-


masing dan kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi kekar. Pemberian bobot
berdasarkan tabel berikut :

Tabel Parameter Kondisi Kekar

parameter rating

<1m 1-3m 3 - 10 m 10 - 20 m > 20 m


panjang kekar
6 4 2 1 0

0.1 - 1.0
jarak antar tidak ada < 0.1 mm 1 - 5 mm 5 mm
mm
permukaan
6 5 4 1 0

23
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

sedikit
kekasaran sangat kasar kasar halus slickensided
kasar
kekar
6 5 3 1 0

tidak ada Keras Lunak


material
< 5 mm > 5 mm < 5 mm > 5 mm
pengisi
6 4 2 1 0

sedikit
tidak lapuk lapuk sangat lapuk hancur
kelapukan lapuk

6 5 3 1 0

 Kondisi Air Tanah (Groundwater)

Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan sebagai salah
satu kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp), basah (wet), terdapat
tetesan air (dipping), atau terdapat aliran air (flowing). Pada perhitungan nilai RMR,
parameter kondisi air tanah (groundwater conditions) diberi bobot berdasarkan Tabel
dibawah ini.

Tabel Rating Kondisi Air Tanah (Edelbro, 2003)

Aliran
Kondisi Umum Kering Lembab Basah Menetes
(Flow)

Debit air tiap 10 Tidak


< 10 10 – 25 25 – 125 > 125
m (liter/menit) ada

Tegangan air
0 < 0.1 0.1 – 0.2 0.2 - - 0.5 > 0.5
pada kekar

Rating 15 10 7 4 0

24
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Lima parameter pertama mewakili parameter dasar dari sistem klasifikasi RMR. Nilai
RMR yang dihitung dari lima parameter dasar tadi disebut RMRbasic. Hubungan antara
RMRbasic dengan RMR ditunjukkan pada persamaan dibawah ini:

RMR = RMRbasic + Penyesuaian terhadap orientasi kekar

Dimana, RMRbasic = ∑ parameter (a+b+c+d+e)

Setelah nilai bobot masing-masing parameter diatas diperoleh, maka jumlah keseluruhan
bobot tersebut menjadi nilai total RMR. Nilai RMR ini dapat dipergunakan untuk
mengetahui kelas dari massa batuan, memperkirakan kohesi dan sudut geser dalam untuk
tiap kelas massa batuan seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel Kelas Massa Batuan, Kohesi Dan Sudut Geser Dalam Berdasarkan Nilai RMR

Profil Massa
Rating
batuan

Rating 100 - 81 80 - 61 60 - 41 40 - 21 20 - 0

Kelas Massa Sangat


Baik Sedang Jelek Sangat Jelek
batuan Baik

300 - 400 200 - 300 100 - 200


Kohesi > 400 kPa < 100 kPa
kPa kPa kPa

Sudut Geser
> 45⁰ 35⁰ - 45⁰ 25⁰ - 35⁰ 15⁰ - 25⁰ < 15⁰
dalam

25
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

F. METODE PENELITIAN

I. Teknik Pengambilan Data


1. Penelitian lapangan, meliputi :
 Observasi lapangan
 Penentuan lokasi
2. Pengambilan data meliputi:
a. Data daerah penyelidikan, meliputi :
 Iklim dan curah hujan
 Peta lokasi dan kesampaian daerah
 Informasi geologi daerah penelitian
 Kondisi umum perusahaan
 Data Rock Mass Rating (RMR)
b. Data lereng meliputi :
 Kohesi (C)
 Sudut Geser Dalam ( )
 Tinggi Bench
 Lebar Bench
c. Data-data sekunder lainnya, yang dianggap perlu untuk melakukan suatu
analisis data.

II. Teknik Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara melakukan suatu proses analisis data
yang didapatkan selama penelitian melalui hasil perhitungan berdasarkan teori-teori dan
persamaan yang telah ada.

III. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dilakukan dengan cara mengecek kelengkapan data serta
pengisian data itu sendiri, kemudian mengolah rumus-rumus yang telah ada sehingga
dapat dilakukan suatu studi komperatif dengan kondisi sebenarnya sesuai data tersebut.

26
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

IV. Peralatan dan Fasilitas

Peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penelitian diharapkan dapat disediakan
oleh perusahaan PT Tanjung Putia, selama melakukan penelitian.

BAGAN ALIR PENELITIAN

Study Pustaka

Study lapangan

Pengumpulan Data

Data Sekunder: Data Primer :


1. Peta lokasi dan 1. Tinggi bench
kesampaian daerah 2. Lebar bench
2. Informasi geologi daerah 3. Data RMR
penelitian
3. Kondisi umum perusahaan
4. Iklim dan Curah hujan

Pengolahan data

Analisis Data

27
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Kesimpulan dan saran

Gambar Bagan alir penelitian

G. JADWAL KEGIATAN PROGRAM

Tabel Rencana jadwal kegiatan penelitian

JUNI JULI AGUSTUS


NO KEGIATAN
IV I II III IV I II III

1 Study Pustaka

2 Persiapan paralatan dan bahan

3 Pengumpulan Data

4 Pengolahan Data

5 Penyusunan Laporan

6 Konsultasi Laporan

H. BIAYA

No Kegiatan Biaya Keterangan


1 Transportasi Rp1,000,000.00 Biaya transportasi dari makassar -Morowali
2 Konsumsi Rp1,500,000.00 Biaya konsumsi selama di lokasi penelitian
3 Penginapan Rp1,500,000.00 Biaya penginapan selama di lokasi penelitian
Total Rp4,000,000.00

28
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

I. PENUTUP

Demikian Proposal Penelitian Tugas Akhir ini dibuat sebagai bahan pertimbangan
bagi Pimpinan PT. Tanjung Putia , Semoga tuntutan dunia industri terhadap tenaga-tenaga
profesional dalam bidang Industri Pertambangan diharapkan dapat dipenuhi melalui
proses-proses seperti ini.
Juga merupakan semangat baru dalam rangka membangun kemandirian menuju
tatanan masyarakat industri Pertambangan baru yang madani dan ramah lingkungan.
Semoga hubungan baik antara pihak industri pertambangan dengan pihak institusi
pendidikan pertambangan di Indonesia tetap berlangsung secara harmonis demi kemajuan
dunia pendidikan dan perkembangan industri pertambangan Indonesia. Atas perhatian dan
bantuannya kami ucapkan terima kasih.

Makassar, 24 Juli 2018

Sekretaris Jurusan Teknik Pertambangan FTI – UMI

Ir. NURLIAH JAFAR, ST., MT


Nips :

29

Anda mungkin juga menyukai