Proposal Penelitian Hairuddin
Proposal Penelitian Hairuddin
Proposal Penelitian Hairuddin
PROPOSAL PENELITIAN
TUGAS AKHIR
MAKASSAR
2018
1
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
B. PERUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai faktor
keamanan pada lereng tambang terbuka PT Tanjung Putia kecamatan Bahodopi
Kabupaten Morowali serta pengaruh alat-alat yang bekerja pada sekitar lereng tersebut.
E. TINJAUAN PUSTAKA
1. PENGERTIAN LERENG
3
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
untuk jalan, bendungan, tanggul dan lereng pada tambang terbuka (Rai, Kramadbrata, dan
Notosiswoyo, 1997).
Dilihat dari jenis material, ada 2 macam lereng, yaitu lereng batuan dan lereng
tanah. Dalam analisis dan penentuan jenis tindakan pengamanannya, lereng batuan tidak
dapat disamakan dengan lereng tanah, karena parameter material dan jenis penyebab
longsor di kedua lereng tersebut sangat jauh berbeda.
Kemantapan lereng terutama disebabkan oleh faktor hidrologi dan faktor struktur
bidang lemah batuan. Masalah kemantapan lereng pada umumnya tergantung pada faktor
faktor penyebab ketidakmantapan lereng lainnya.
Kemantapan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor
sebagai berikut (Rai, Kramadbrata, dan Notosiswoyo, 1997):
1) Penyebaran Batuan
Macam batuan atau tanah yang terdapat di daerah penyelidikan harus diketahui,
demikian juga penyebaran serta hubungan antar batuan. Ini perlu dilakukan karena sifat-
sifat fisis dan mekanis suatu batuan berbeda dengan batuan lain sehingga kekuatan
menahan bebannya juga berbeda
4
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Faktor ini memengaruhi laju erosi dan pengendapan serta menentukan arah aliran air
permukaan dan air tanah. Hal ini disebabkan karena untuk daerah yang curam, kecepatan
aliran air permukaan tinggi dan mengakibatkan pengikisan lebih intensif dibandingkan
pada daerah yang landai, karena erosi yang intensif banyak dijumpai singkapan batuan
menyebabkan pelapukan yang lebih cepat. Batuan yang lapuk mempunyai kekuatan yang
rendah sehingga kemantapan lereng menjadi berkurang.
3) Geometri Lereng
Geometri lereng mencakup tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng. Kemiringan
dan tinggi suatu lereng sangat memengaruhi kemantapannya. Semakin besar kemiringan
dan tinggi suatu lereng maka kemantapannya semakin kecil. Muka air tanah yang dangkal
menjadikan lereng sebagian besar basah dan batuannya memiliki kandungan air yang
tinggi, sehingga menyebabkan kekuatan batuan menjadi rendah dan lereng lebih mudah
longsor.
4) Struktur Batuan
5) Iklim
Iklim memengaruhi temperatur dan jumlah hujan, sehingga berpengaruh pula pada
proses pelapukan. Daerah tropis yang panas, lembab dengan curah hujan tinggi akan
menyebabkan proses pelapukan batuan jauh lebih cepat daripada daerah sub-tropis.
Karena itu ketebalan tanah didaerah tropis lebih tebal dan kekuatannya lebih rendah dari
batuan segarnya.
5
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
6) Tingkat Pelapukan
Tingkat pelapukan memengaruhi sifat-sifat asli dari batuan, misalnya angka kohesi,
besarnya sudut geser dalam, bobot isi, dll. Semakin tinggi tingkat pelapukan maka
kekuatan batuan akan menurun.
Selain faktor alamiah, manusia juga memberikan andil yang tidak kecil. Misalnya
suatu lereng yang awalnya mantap karena manusia menebangi pohon pelindung,
pengolahan tanah yang tidak baik, saluran air yang tidak baik, penggalian / tambang, dan
lainnya menyebabkan lereng tersebut menjadi tidak mantap, sehingga erosi dan longsoran
mudah terjadi.
Sifat fisik tanah yang memengaruhi kemantapan lereng adalah : bobot isi (density),
porositas dan kandungan air. Kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, kohesi dan sudut geser
dalam merupakan sifat mekanik tanah yang juga memengaruhi lereng.
Bobot isi batuan akan memengaruhi besarnya beban pada permukaan bidang longsor
sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya penggerak yang menyebabkan lereng
longsor akan semakin besar. Dengan demikian kemantapan lereng tersebut semakin
berkurang.
b) Porositas
Batuan yang mempunyai porositas besar akan menyerap air. Dengan demikian bobot
isinya menjadi lebih besar sehingga akan memperkecil kemantapan lereng.
c) Kandungan Air
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi besar juga.
Dengan demikian kuat geser batuannya akan menjadi kecil. Sehingga kemantapannya
akan berkurang.
6
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Kekuaatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined & unfined
compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear strength). Batuan
yang mempunyai kekuatan besar akan lebih mantap.
f) Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka kekuatan geser batuan akan
semakin besar juga.
g) Pengaruh Gaya
Biasanya gaya-gaya dari luar yang dapat memengaruhi kemantapan lereng antara lain
: getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau sekitar lereng, peledakan, gempa bumi dll.
Semua gaya-gaya tersebut akan memperbesar tegangan geser sehingga dapat
mengakibatkan kelongsoran pada lereng.
3. JENIS-JENIS LONGSORAN
Ada beberapa jenis longsoran yang umum dijumpai pada massa batuan di tambang
terbuka (Hoek and Bray, 2003), yaitu :
a. Longsoran Bidang
(Hoek and Bray,2003) longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang
terjadi disepanjang bidang luncur yang dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa
rekahan, sesar maupun bidang perlapisan batuan. Longsoran jenis ini akan terjadi jika
kondisi di bawah ini terpenuhi (Adebimpe et al, 2011) :
7
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
1. Jurus (strike) bidang luncur mendekati paralel terhadap jurus bidang permukaan lereng
( perbedaan maksimum 200)
2. Kemiringan bidang luncur harus lebih kecil daripada kemiringan bidang permukaan
lereng
4. Terdapat bidang bebas yang merupakan batas lateral dari massa batuan atau tanah
yang longsor.
b. Longsoran Baji
Longsoran baji terjadi bila terdapat dua bidang lemah atau lebih berpotongan sedemikian
rupa sehingga membentuk baji terhadap lereng. Longsoran baji ini dapat dibedakan
menjadi dua tipe longsoran yaitu longsoran tunggal (single landslide) dan longsoran ganda
(double landslide). Untuk longsoran tunggal, luncuran terjadi pada salah satu bidang,
sedangkan untuk longsoran ganda luncuran terjadi pada perpotongan kedua bidang.
Longsoran baji tersebut akan terjadi bila memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Kemiringan lereng lebih besar daripada kemiringan garis potong kedua bidang lemah
8
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2. Sudut garis potong kedua bidang lemah lebih besar daripada sudut geser dalamnya
c. Longsoran Guling
Longsoran guling umumnya terjadi pada lereng yang terjal dan pada batuan yang keras
dimana struktur bidang lemahnya berbentuk kolom atau blok. Longsoran jenis ini terjadi
apabila bidang-bidang lemah yang ada berlawanan dengan kemiringan lereng. (Adebimpe
et al, 2011) dalam longsoran guling arah kemiringan bidang menuju ke arah batuan yang
masif. Longsoran guling dapat terjadi jika bidang diskontinuitas cenderung paralel atau
sejajar dengan muka lereng. Longsoran ini pada blok fleksibel, terjadi jika :
1. > 900 + - , dimana = kemiringan bidang lemah, = sudut geser dalam dan =
kemiringan lereng.
2. Perbedaan maksimal jurus (strike) dan kekar (joint) dengan jurus lereng (slope) adalah
300
9
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
d. Longsoran Busur
Longsoran busur umumnya terjadi pada material yang bersifat lepas (loose material)
seperti material tanah. Sesuai dengan namanya, bidang longsorannya berbentuk busur.
Batuan hancur yang terdapat pada suatu daerah penimbunan dengan dimensi besar akan
cenderung longsor dalam bentuk busur lingkaran (Hoek and Bray, 2003). Pada longsoran
busur yang terjadi pada daerah timbunan, biasanya faktor struktur geologi tidak terlalu
berpengaruh pada kestabilan lereng timbunan. Pada umumnya kestabilan lereng timbunan
bergantung pada karateristik material, dimensi lereng serta kondisi air tanah yang ada dan
faktor luar yang memengaruhi kestabilan lereng pada lereng timbunan
10
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
(Hoek and Bray, 2003) pemetaan garis (Scanline Mapping) merupakan pemetaan yang
terdiri dari pita yang membentang sepanjang dinding lereng dan memetakan setiap
diskontinuitas yang memotong garis (Line). Metode Scanline mapping melibatkan
pengukuran dan perekaman semua data struktur bidang diskontinuitas yang berpotongan
dengan garis sampling yang diberikan.
Proses pengambilan data bidang diskontinuitas menggunakan scanline mapping maka hal-
hal yang sangat penting yang perlu diperhatikan adalah:
11
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
1. Pertama kali ditinjau kemungkinan terjadinya longsoran ditinjau dari segi struktur
geologi dalam bentuk bidang, baji, gulingan dengan analisis secara "stereonet".
Metode ini hanya dipakai untuk batuan yang mempunyai bidang lemah atau diskontinuitas
seperti bidang perlapisan, sesar dan kekar. Untuk batuan yang mempunyai beberapa
12
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
susunan (set) kekar, maka untuk mencari arah utamanya dipakai analisis "stereo net"
(Allison, 2004). Stereonet juga dipakai untuk mengevaluasi kemantapan lereng dengan
cara memplot sudut lereng, sudut geser dalam dan orientasi bidang-bidang lemah. Net
yang dipakai bisa equal net, polar net atau Curudent's net
Suatu daerah/ blok/ permukaan tertentu, jumlah bidang lemah yang diukur orientasinya
bervariasi, tergantung pada kondisi dan sifat penyebarannya. Setelah pengukuran
dilakukan pada beberapa scanline pada suatu blok tertentu (± 100 hasil pengukuran), maka
perlu dilakukan plotting + pembuatan kontur kutub (pole) bidang lemah tersebut pada
stereonet (Schmidt net/ equal area net) di lapangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
apakah hasil pengukuran yang telah dilakukan sudah mencukupi atau belum.
Hasil plotting belum menunjukkan suatu pola tertentu (≥ 20 %) maka ditambah dengan
300 pengukuran berikutnya dan 400 hasil pengu-kuran tersebut diplot/ kontur lagi sampai
didapatkan pola orientasi yang jelas. Tetapi, kalau sampai dengan 600 pengukuran atau
lebih hasilnya tetap tidak menunjukkan pola tertentu (tersebar merata pada stereonet),
maka pengukuran untuk blok tersebut dapat dianggap cukup. (Cara pengecekan yang lebih
detil dalam Hoek dan Bray, 2003).
1) Massa Batuan
Massa batuan merupakan volume batuan yang terdiri atas tekstur dan komposisi
mineral-mineral serta terdiri dari bidang-bidang diskontinuitas yang saling berhubungan
membentuk material sebagai suatu kesatuan. Hoek and Bray (2003) massa batuan adalah
batuan insitu yang dijadikan diskontinu oleh sistem struktur seperti kekar, sesar, dan
bidang perlapisan lainnya. Kekuatan massa batuan sangat dipengaruhi oleh frekuensi
bidang-bidang diskontinuitas yang terbentuk. Palmstrom (2001) dalam tulisannya
berjudul Measurement and Characterization of Rock Mass jointing menuliskan konsep
pembentukan massa batuan berikut ini:
13
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Analisis bidang diskontinuitas terdapat beberapa istilah yang biasa dipakai secara umum
diantaranya sebagai berikut (Hudson and Harrison, 1997):
Hoek and bray (2003) Joint set adalah sejumlah joint yang memiliki orientasi yang relatif
sama, atau sekelompok joint yang paralel.
Spasi bidang diskontinu adalah jarak tegak lurus antara bidang kekar yang berdekatan
dalam satu set kekar.
14
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Orientasi bidang diskontinu yaitu kedudukan dari bidang diskontinu yang meliputi arah
dan kemiringan lereng. Arah dan kemiringan dari bidang diskontinu biasanya dinyatakan
dalam Strike/Dip atau Dip Direction/Dip).
1. Jurus (Strike)
Arah dari garis horizontal yang terletak pada bidang diskontinu yang miring. Arah ini
diukur dari utara searah jarum jam ke arah garis horizontal tersebut.
Sudut yang diukur dari bidang horizontal ke arah kemiringan bidang diskontinu.
Arah penunjaman dari bidang diskontinu. Dip Direction (DDR) diukur dari utara searah
jarum jam ke arah penunjaman tersebut atau sama dengan 90 derajat dari strike searah
jarum jam ke arah penunjaman.
DDR = Strike + 90
Maerz (2000) klasifikasi didefenisikan sebagai pengaturan atribut secara formal dalam
suatu hirarki. Dalam kasus rekayasa batuan klasifikasi massa batuan berarti
mengumpulkan beberapa data dan mengklasifikasikan dengan berbagai cara dan
parameter-parameter. Karakterisasi massa batuan adalah proses pengklasifikasian massa
batuan dengan cara melakukan observasi yang berhubungan dengan geometri kekar dan
kondisi kekar. Geometri kekar meliputi pengukuran orientasi kekar, spasi kekar dan
kemenurusan kekar. Sedangkan kondisi kekar meliputi kekasaran kekar, kekuatan dinding
kekar, lebar bukaan kekar, isian pada kekar, pelapukan, dan luahan air tanah pada kekar
(Saptono, Kramadibrata, Sulistianto, Irsyam, 2012). Klasifikasi massa batuan yang terdiri
dari beberapa parameter sangat cocok untuk mewakili karakteristik massa batuan,
khususnya sifat-sifat bidang lemah atau kekar dan derajat pelapukan massa batuan. Atas
dasar ini sudah banyak usulan atau modifikasi klasifikasi massa batuan yang dapat
15
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Beberapa klasifikasi massa batuan yang banyak dipakai atau modifikasi untuk
kepentingan kemantapan lereng antara lain;
Rock Mass Rating (RMR) disebut juga Geomechanics Classification dibuat oleh
Bieniawski (1989). Klasifikasi ini sudah dimodifikasi beberapa kali sesuai dengan adanya
data baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan sesuai dengan standar
16
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
1. Uniaxial Compressive Strength (UCS) atau Point Load Strength Index (Is).
2. Rock Quality Designation (RQD).
3. Joint Spasing atau spasi bidang diskontinu.
4. Kondisi bidang diskontinu.
5. Kondisi dari air tanah (Ground water).
6. Orientasi bidang diskontinu
Berikut ini penjelasan kelima parameter yang dipakai Bieniawski dalam sistem klasifikasi
RMR:
Kuat tekan batuan utuh dapat diperoleh dari Uji Kuat Tekan Uniaksial dan Uji
Point Load. UCS menggunakan mesin tekan untuk menkan sampel batuan dari satu arah
(Uniaxial). Sampel batuan yang diuji dalam bentuk silinder dengan perbandingan antara
tinggi dan diameter tertentu. Perbandingan ini sangat berpengaruh pada nilai UCS yang
dihasilkan. PLI menggunakan mesin tekan untuk menekan sampel batuan pada satu titik.
Bieniawski mengusulkan sampel yang digunakan berdiameter 50 mm. Pada perhitungan
RMR, parameter kekuatan batuan utuh diberi bobot berdasarkan nilai UCS atau nilai PLI
seperti tertera pada tabel 2.1 di bawah ini:
UCS
Deskripsi Kualitatif PLI (Mpa) Rating
(Mpa)
17
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Metode ini telah dikenal luas sebagai parameter standar pada pekerjaan drill core
logging. Keuntungan utama dari sistem RQD adalah pengerjaan yang sederhana, hasil
yang diinginkan dengan cepat diperoleh, dan juga tidak memakan banyak biaya (murah).
RQD dilihat sebagai sebuah petunjuk kualitas batuan dimana permasalahan pada batuan
seperti tingkat kelapukan yang tinggi, lunak, hancur, tergerus dan terkekarkan
diperhitungkan sebagai bagian dari massa batuan. Dengan kata lain, RQD adalah ukuran
sederhana dari persentasi perolehan batuan yang baik dari sebuah interval kedalaman
lubang bor. Hubungan antara nilai RQD dan kualitas dari suatu massa batuan
18
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
diperkenalkan oleh Deere dalam Edelbro (2003). Hubungan antara nilai RQD dan
kualitas dari suatu massa batuan diperkenalkan oleh Deere seperti tabel berikut.
25 - 50 Jelek (Poor) 8
50 - 75 Sedang (Fair) 13
75 - 90 Baik (Good) 17
1. Metode Langsung
Metode langsung dalam menghitung nilai RQD digunakan apabila core logs tersedia. Tata
cara untuk menghitung RQD menurut deree dalam edelbro 2003 diilustrasikan pada
Gambar 2.6. Selama pengukuran panjang core pieces, pengukuran harus dilakukan
sepanjang garis tengahnya. Inti bor (core) yang pecah/retak akibat aktivitas pengeboran
harus digabungkan kembali dan dihitung sebagai satu bagian yang utuh. Ketika ada
keraguan apakah pecahan/retakan diakibatkan oleh aktivitas pengeboran atau terjadi
secara alami, pecahan itu bisa dimasukkan kedalam bagian yang terjadi secara alami.
Semua pecahan/retakan yang bukan terjadi secara alami tidak diperhitungkan pada
perhitungan panjang inti bor (core) untuk RQD (Deere dalam Edelbro, 2003). Metode
pengukuran RQD menurut Deere dapat dilihat pada Gambar 2.6
19
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Novakova (2014) orientasi asli pertama pada inti bor harus diperiksa dan
diketahui. Kesalahan dalam menentukan orientasi pertama dapat menghasilkan kesalahan
dalam pengambilan data inti bor (Core). Metode core orientasi dapat digunakan dalam
inti bor yang pendek pada batuan yang keras bahkan tanpa menggunakan peralatan khusus
untuk core orientasi. Metode ini dapat digunakan dalam mengitung RQD batuan dan
menjadi indikator analisis kinematik.
Berdasarkan pengalaman Deere, semua ukuran inti bor (core) dan teknik pengeboran
dapat digunakan dalam perhitungan RQD selama tidak menyebabkan inti bor (core)
pecah). Panjang total pengeboran (core run) yang direkomendasikan adalah lebih kecil
dari 1,5 m (Deere dalam Edelbro, 2003).
Metode tidak langsung dalam menghitung nilai RQD, digunakan apabila core logs tidak
tersedia. Beberapa metode perhitungan RDQ dengan metode tidak langsung:
20
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
1. Pada tahun 1976 Priest dan Hudson (dalam Edelbro, 2003) mengemukakan untuk
mengestimasi RQD dari jumlah kekar permeter dengan rumus: λ
Hudson and Harrison (1997) Frekuensi bidang diskontinuitas pada massa batuan
menggambarkan garis sampel yang melalui massa batuan yang memotong sejumlah
bidang diskontinuitas Dimana λ = N/L
RQD = 115 – 3,3 Jv , Dimana Jv = Jumlah total kekar per meter kubik.
Spasi bidang diskontinu/kekar adalah jarak tegak lurus antar dua kekar yang saling
berurutan dan berdekatan dalam satu set kekar. Jarak antar (spasi) kekar adalah jarak
antara dua kekar yang berdekatan yang diukur sepanjang garis scanline (Hudson dan
Harrison, 1997). Berdasarkan uraian di atas, maka spasi kekar sebenarnya (Si) dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut :
21
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Spasi Kekar
Deskripsi Rating
(m)
Kondisi Diskontinuitas
Hoek and bray (2003) Kondisi diskontinuitas memiliki lima karakteristik kekar yang
masuk dalam kondisi kekar/bidang diskontinuitas meliputi kemenerusan (persistence),
jarak permukaan kekar (Separation/aperture), kekasaran kekar (Roughness), material
pengisi (Infilling), dan tingkat pelapukan (weathering). Berikut adalah penjelasan di atas:
1. Kemenerusan (Persistence)
Panjang dari suatu kekar dapat dikuantifikasi secara kasar dengan mengamati panjang
jejak kekar pada suatu bukaan. Pengukuran ini masih sangat kasar dan belum
mencerminkan kondisi kemenerusan kekar sesungguhnya. Seringkali panjang jejak kekar
pada suatu bukaan lebih kecil dari panjang kekar sesungguhnya, sehingga kemenerusan
yang sesungguhnya hanya dapat ditebak. Jika jejak sebuah kekar pada suatu bukaan
berhenti atau terpotong kekar lain atau terpotong oleh solid/massive rock, ini
menunjukkan adanya kemenerusan.
Merupakan jarak tegak lurus antar dinding batuan yang berdekatan pada bidang
diskontinu. Celah tersebut dapat berisi material pengisi (infilling) atau tidak.
22
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Tingkat kekasaran permukaan kekar dapat dilihat dari bentuk gelombang permukaannya.
Gelombang ini diukur relatif dari permukaan datar dari kekar. Semakin besar kekasaran
dapat menambah kuat geser kekar dan dapat juga mengubah kemiringan pada bagian
tertentu dari kekar tersebut.
Material pengisi berada pada celah antara dua dinding bidang kekar yang berdekatan. Sifat
material pengisi biasanya lebih lemah dari sifat batuan induknya. Beberapa material yang
dapat mengisi celah diantaranya breccia, clay, silt, mylonite, gouge, sand, quartz dan
calcite.
Penentuan tingkat kelapukan kekar didasarkan pada perubahan warna pada batuannya dan
terdekomposisinya batuan atau tidak. Semakin besar tingkat perubahan warna dan tingkat
terdekomposisi, batuan semakin lapuk.
parameter rating
0.1 - 1.0
jarak antar tidak ada < 0.1 mm 1 - 5 mm 5 mm
mm
permukaan
6 5 4 1 0
23
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
sedikit
kekasaran sangat kasar kasar halus slickensided
kasar
kekar
6 5 3 1 0
sedikit
tidak lapuk lapuk sangat lapuk hancur
kelapukan lapuk
6 5 3 1 0
Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan sebagai salah
satu kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp), basah (wet), terdapat
tetesan air (dipping), atau terdapat aliran air (flowing). Pada perhitungan nilai RMR,
parameter kondisi air tanah (groundwater conditions) diberi bobot berdasarkan Tabel
dibawah ini.
Aliran
Kondisi Umum Kering Lembab Basah Menetes
(Flow)
Tegangan air
0 < 0.1 0.1 – 0.2 0.2 - - 0.5 > 0.5
pada kekar
Rating 15 10 7 4 0
24
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Lima parameter pertama mewakili parameter dasar dari sistem klasifikasi RMR. Nilai
RMR yang dihitung dari lima parameter dasar tadi disebut RMRbasic. Hubungan antara
RMRbasic dengan RMR ditunjukkan pada persamaan dibawah ini:
Setelah nilai bobot masing-masing parameter diatas diperoleh, maka jumlah keseluruhan
bobot tersebut menjadi nilai total RMR. Nilai RMR ini dapat dipergunakan untuk
mengetahui kelas dari massa batuan, memperkirakan kohesi dan sudut geser dalam untuk
tiap kelas massa batuan seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel Kelas Massa Batuan, Kohesi Dan Sudut Geser Dalam Berdasarkan Nilai RMR
Profil Massa
Rating
batuan
Rating 100 - 81 80 - 61 60 - 41 40 - 21 20 - 0
Sudut Geser
> 45⁰ 35⁰ - 45⁰ 25⁰ - 35⁰ 15⁰ - 25⁰ < 15⁰
dalam
25
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
F. METODE PENELITIAN
Teknik pengolahan data dilakukan dengan cara melakukan suatu proses analisis data
yang didapatkan selama penelitian melalui hasil perhitungan berdasarkan teori-teori dan
persamaan yang telah ada.
Teknik analisis data dilakukan dengan cara mengecek kelengkapan data serta
pengisian data itu sendiri, kemudian mengolah rumus-rumus yang telah ada sehingga
dapat dilakukan suatu studi komperatif dengan kondisi sebenarnya sesuai data tersebut.
26
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
Peralatan dan fasilitas yang diperlukan dalam penelitian diharapkan dapat disediakan
oleh perusahaan PT Tanjung Putia, selama melakukan penelitian.
Study Pustaka
Study lapangan
Pengumpulan Data
Pengolahan data
Analisis Data
27
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
1 Study Pustaka
3 Pengumpulan Data
4 Pengolahan Data
5 Penyusunan Laporan
6 Konsultasi Laporan
H. BIAYA
28
PROPOSAL PENELITIAN
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
I. PENUTUP
Demikian Proposal Penelitian Tugas Akhir ini dibuat sebagai bahan pertimbangan
bagi Pimpinan PT. Tanjung Putia , Semoga tuntutan dunia industri terhadap tenaga-tenaga
profesional dalam bidang Industri Pertambangan diharapkan dapat dipenuhi melalui
proses-proses seperti ini.
Juga merupakan semangat baru dalam rangka membangun kemandirian menuju
tatanan masyarakat industri Pertambangan baru yang madani dan ramah lingkungan.
Semoga hubungan baik antara pihak industri pertambangan dengan pihak institusi
pendidikan pertambangan di Indonesia tetap berlangsung secara harmonis demi kemajuan
dunia pendidikan dan perkembangan industri pertambangan Indonesia. Atas perhatian dan
bantuannya kami ucapkan terima kasih.
29