Antibiotik
Antibiotik
Antibiotik
ANTIBIOTIK
FARMAKOLOGI
Disusun oleh :
III. Tujuan
1. Mengetahui pengertian antibiotik
2. Mengetahui golongan antibiotik
3. Mengetahui mekanisme kerja dari obat antibiotik?
BAB II
PEMBAHASAN
I. Antibiotik
I.1 Defisini
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat – zat ini yang dibuat
secara semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua senyawa
sintesis dengan khasiat antibakteri.
Kegiatan antibiotis untuk pertama kalinya ditemukan secara kebetulan oleh
dr.Alexander Fleming (Inggris. 1928, penisilin). Tetapi penemuan ini baru
dikembangkan dan digunakan pada permulaan perang dunia II ditahun 1941, ketika
obat-obat antibakteri sangat diperlukan untuk menanggulangi infeksi dari luka –
luka akibat pertempuran. Kemudian para peneliti diseluruh dunia menghasilkan
banyak zat lain dengan khasiat antibiotik. Tetapi berhubung dengan sifat toksisnya
bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan sebagai obat. Yang
terpenting diantaranya adalah streptonisin, kloramfenikol, tetrasiklin, neomisin,
eritromisin,vankomisin, rifampisin, gentamisin, belomisin, doksorubisin,
minosiklin, dan tobramisin .
I.2 Gejala
Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri bervariasi tergantung bagian
tubuh mana yang diinfeksi. Namun, gejala paling umum adalah demam. Jika
seseorang terkena infeksi bakteri di tenggorokan, maka ia akan merasakan nyeri
tenggorokan, batuk, dan sebagainya. Jika mengalami infeksi bakteri di pencernaan,
maka ia akan merasakan gangguan pencernaan seperti diare, konstipasi, mual, atau
muntah. Dan jika mengalami infeksi pada saluran kemih, maka ia akan merasakan
keinginan buang air kecil (BAK) yang terus menerus, BAK tidak puas, atau bahkan
nyeri saat BAK. Hidung berlendir, terkadang mimisan, terkadang demam, batuk –
batuk, sakit ternggorokan, dan susah tidur
I.3 Pertumbuhan Bakteri
a. Fase Lag (Lag Phase)
Pada fase ini, bakteri tidak mengalami pertumbuhan. Namun, mereka
melakukan adaptasi dengan lingkungan baru mereka dan bermetabolisme,
dengan cara, menghasilkan vitamin dan asam amino yang dibutuhkan untuk
untuk pembelahan. Selanjutnya, bakteri memulai proses penyalinan DNA
mereka, dan jika lingkungan baru mereka memiliki pasokan nutrisi yang sesuai
dan banyak, fase lag dapat terjadi dengan singkat. Kemudian bakteri akan
melanjutkan ke fase berikutnya dalam siklus hidup mereka.
b. Fase eksponensial atau log (Log or Exponential Phase)
Selama fase log atau eksponensial, bakteri berkembang biak dengan
sangat cepat, bahkan secara eksponensial.Waktu yang dibutuhkan Kultur untuk
menggandakan diri disebut "Generation Time," dan apabila berada pada kondisi
terbaik, bakteri dapat menggandakandirinya dalam waktu sekitar 15 menit. Ada
juga bakteri lain yang membutuhkan waktu berhari-hari. Dalam bakteri, salinan
DNA melayang ke sisi berlawanan dari membran. ujung dari bakteri kemudian
tertarik untuk berpisah, yang menciptakan dua "sel anak," yang identik dan siap
memulai kehidupan baru. Proses ini disebut pembelahan biner (binary fission).
c. Fase stasioner ( Stationary Phase)
Selama fase stasioner, pertumbuhan bakteri sedikit datar. Karena
banyaknya zat sisa dan semakin menyempitnya ruang hidup, bakteri tidak dapat
mempertahankan wilayah yang terbentuk pada fase sebelumnya. Jika bakteri
mampu bergerak menuju kultur yang lain, maka pertumbuhannya dapat
dilanjutkan.
d. Fase Kematian (Death Phase)
Selama fase kematian, bakteri kehilangan semua kemampuan untuk
mereproduksi, yang seolah-olah menjadi “lonceng kematian” mereka. Seperti
pada fase log atau fase eksponensial, kematian bakteri dapat terjadi secepat
pertumbuhan mereka.
a.1.2 Penggolongan
i. Penicillins (misalnya, penicillin G) : Ini memiliki aktivitas terbesar
terhadap organisme gram positif, cocci gram negatif, dan non-β-
laktamase menghasilkan anaerob. Namun, mereka memiliki sedikit
aktivitas terhadap batang gram negatif, dan mereka rentan terhadap
hidrolisis oleh β-laktamase.
ii. Penicillin antistaphylococcal (misalnya, nafcillin) : Penisilin ini
tahan terhadap staphylococcal β-lactamase. Mereka aktif terhadap
staphylococci dan streptococci tetapi tidak melawan enterococci,
bakteri anaerob, dan cocci dan batang gram negatif.
iii. Penisilin spektrum luas (ampisilin dan penisilin antipseudomonal) :
Obat-obatan ini mempertahankan spektrum anti-bakteri penicillin
dan telah meningkatkan aktivitas melawan organisme gram
negatif. Seperti penicillin, bagaimanapun, mereka relatif rentan
terhadap hidrolisis oleh β-laktamase.
a.1.3 Farmakokinetik
Penyerapan obat yang diberikan secara oral sangat berbeda
untuk penicillin yang berbeda, tergantung sebagian pada stabilitas
asam dan pengikatan proteinnya. Penyerapan gastrointestinal nafcillin
tidak menentu, sehingga tidak cocok untuk pemberian oral.
Dicloxacillin, ampicillin, dan amoxicillin adalah asam-stabil dan
diserap dengan baik, menghasilkan konsentrasi serum dalam kisaran
4-8 mcg / mL setelah dosis oral 500 mg. Penyerapan penisilin oral
paling (amoksisilin menjadi pengecualian) terganggu oleh makanan,
dan obat-obatan harus diberikan setidaknya 1-2 jam sebelum atau
sesudah makan.
Pemberian penisilin G secara intravena lebih disukai daripada
rute intramuskular karena iritasi dan nyeri lokal akibat injeksi
intramuskular dosis besar. Konsentrasi serum 30 menit setelah injeksi
intravena 1 g penicillin (setara dengan sekitar 1,6 juta unit penicillin
G) adalah 20-50 mcg / mL. Hanya sejumlah kecil dari total obat
dalam serum hadir sebagai obat bebas, konsentrasi yang ditentukan
oleh protein yang mengikat. Penisilin yang sangat terikat dengan
protein (misalnya, nafcillin) umumnya mencapai konsentrasi obat
bebas yang lebih rendah dalam serum daripada penicillin yang terikat
dengan protein (misalnya, penisilin G atau ampisilin). Pengikatan
protein menjadi relevan secara klinis ketika persentase terikat protein
sekitar 95% atau lebih.
Penisilin secara luas didistribusikan dalam cairan tubuh dan
jaringan dengan beberapa pengecualian. Mereka adalah molekul
polar, sehingga konsentrasi intraseluler jauh di bawah yang
ditemukan dalam cairan ekstraseluler. Benzathine dan prokain
penisilin diformulasikan untuk menunda penyerapan, menghasilkan
konsentrasi darah dan jaringan yang berkepanjangan. Injeksi
intramuskular tunggal sebesar 1,2 juta unit penicillin benzathine
mempertahankan level serum di atas 0,02 mcg / mL selama 10 hari,
cukup untuk mengobati infeksi streptokokus β-hemolytic. Setelah 3
minggu, kadarnya tetap melebihi 0,003 mcg / mL, yang cukup untuk
mencegah infeksi streptokokus β-hemolitik. Sebanyak 600.000 unit
prokain penisilin menghasilkan konsentrasi puncak 1-2 mcg / mL dan
konsentrasi yang berguna secara klinis selama 12-24 jam setelah
injeksi intramuskular tunggal.
Konsentrasi penicillin di sebagian besar jaringan sama dengan
yang ada di dalam serum. Penisilin juga diekskresikan ke dalam
sputum dan susu hingga kadar 3–15% dari mereka dalam serum.
Penetrasi ke mata, prostat, dan sistem saraf pusat buruk. Namun,
dengan peradangan aktif pada meninges, seperti pada meningitis
bakterial, konsentrasi penisilin dari 1–5 mcg / mL dapat dicapai
dengan dosis parenteral harian 18-24 juta unit. Konsentrasi ini cukup
untuk membunuh strain pneumokokus dan meningococci yang rentan.
Penisilin cepat diekskresikan oleh ginjal; jumlah kecil
diekskresikan oleh rute lain. Sekitar 10% ekskresi ginjal adalah
dengan filtrasi glomerulus dan 90% oleh sekresi tubular. Setengah
normal penisilin G adalah sekitar 30 menit; pada gagal ginjal,
mungkin selama 10 jam. Ampisilin dan penisilin spektrum luas
disekresikan lebih lambat daripada penisilin G dan memiliki waktu
paruh 1 jam. Untuk penisilin yang dibersihkan oleh ginjal, dosis harus
disesuaikan sesuai dengan fungsi ginjal, dengan kira-kira seperempat
hingga sepertiga dosis normal yang diberikan jika bersihan kreatinin
adalah 10 mL / menit atau kurang.
Nafcillin terutama dibersihkan oleh ekskresi bilier. Oxacillin,
dicloxacillin, dan cloxacillin dieliminasi oleh eksresi ginjal dan
empedu; tidak diperlukan penyesuaian dosis untuk obat-obat ini pada
gagal ginjal. Karena pembersihan penisilin kurang efisien pada bayi
baru lahir, dosis yang disesuaikan untuk berat badan saja
menghasilkan konsentrasi sistolik yang lebih tinggi untuk periode
yang lebih lama daripada pada orang dewasa.
b.1.5 Resistensi
Bakteri gram negatif dan gram positif resisten terhadap
tetrasiklin, doksisiklin dan minosiklin, tidak pada tigesiklin.
Stapilokokus resisten terhadap tetrasiklin, namun tidak pada
doksisiklin, minosiklindan tigesiklin. Mekanisme resistensi:
- Mengganggu pemasukan atau meningkatkan penembusan dengan
transpor pompa protein
- Memproteksi ribosom dengan memproduksi protein yang dapat
mengganggu tetrasiklin dalamberikatan dengan riboso
- Proses enzimatis inaktif
b.2 Makrolida
1) Eritromisin
a. Mekanisme
Makrolida bersifat bakterisida yang dapatmenghambat sintesis
protein dengan berikatan pada rRNA subunit 50s. Elongasi rantai
peptida dihambat dengan memblok keluarnya polipeptida,
sehingga peptidyl-tRNA terpisah dari ribosom. Eritromisin juga
menghambat pembentukan ribosom subunit 50s.
b. Farmakokinetik
Eritromisin rusak dengan asam lambung, sehingga perlu disalut
enterik. Adanya makanan dapat mengganggu proses absorbsi. Stearat,
ester dan garam lauril dari propionyl ester dari eritromisin sangat
mudah diabsorbsi dengan pemberian oral. Absorbsinya luas kecuali
pada otak dan cairan cerebrospinal serta dapat menembus
plasenta. Kadar dalam serum mencapai 2 mcg/ mL dengan pemberian
2 gram/ hari. Penggunaan 500 mg secara intravena mencapai kadar
pada serum 10 mcg/ mL 1 jam setelah pemberian. Waktu paruh pada
serum mencapai 1,5 jam (normal) dan 5 jam pada pasien anuria.
Ekskresi melalui empedu dan feses dan hanya 5% melalui urin.
c. Farmakodinamik
Eritromisin digunakan pada infeksi difteri, mata, infeksi genital
serta pneumonia karena M.pneumoniae dan L. Pneumophila.
Eritromisin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin pada
pasienyang alergi terhadap penisilin. Eritromisin direkomendasikan
untuk menangani endokarditis selama penanganan gigi pada pasien
dengan penyakit jantung.
d. PIO
i. Dosis oral
- Tablet salut enterik (250; 333; 500 mg)
- Kapsul lepas lambat (250 mg); tablet lepas lambat (500 mg)
- Suspensi (estolate) (125; 250 mg/ 5 mL)
- Suspensi (ethylsuccinate) (200; 400 mg/ 5 mL); tablet
(ethylsuccinate) (400mg)
- Tablet salut film (stearate): (250; 500 mg)
- 0,25-0,5 gram tiap 6 jam (anak-anak 40 mg/ kg/ hari)
ii. Dosis parenteral
- Serbuk untuk injeksi iv (0,5 dan 1 gram)
e. Resistensi
- Mengurangi permeabilitas membran sel atau penembusan secara
aktif.
- Produksi esterase yang dapat menghidrolisis makrolida.
- Modifikasi pada tempat pengikatan dengan mutasi kromosom atau
dengan menginduksi makrolidaatau metilase.
2) Klaritromisin
a. Mekanisme
Merupakan turunan eritromisin dengan penambahan gugus
metil dan peningkatan kestabilan dalam asam. Mekanisme sama
dengan eritromisin.
b. Farmakokinetik
Dosis 500 mg dari klaritromisin terdapat pada serum darah
sebesar 2-3 mcg/ mL. Dosis yang direkomendasikan adalah 250-500
mg 2 kali sehari atau 1000 mg sediaan lepas lambat 1 kali sehari.
Klaritromisin terpenetrasi pada jaringan dan dimetabolisme di hati.
Metabolitnya diekskresikan melalui urin dan penurunan dosis
dianjurkan untuk penderita dengan creatinin clearances < 30 mL/
menit, dimana 500 mg sebagai loading dosedilanjutkan 250 mg 2
kali sehari. Interaksi obat sama dengan eritromisin. Kombinasi
klaritromisin dengan eritromisin dapat menurunkan
ketidaknyamanan pada lambung serta mengurangi frekuensi dosis.
c. Farmakodinamik
Klaritromisisn lebih aktif dalam melawan Mycobacterium
avium. Ia juga dapat melawan Mycobacterium leprae, Toxoplasma
gondii dan H.influenzae. Streptokokus dan stapilokokus yang
resisten terhadap eritromisin juga resisten terhadap klaritromisin.
d. PIO
Dosis oral
- Tablet (250; 500 mg)
- Tablet lepas lambat (1000 mg)
- Granul untuk suspensi oral (125; 250 mg/ 5 mL)
e. Resistensi
Sama dengan eritromisin.
3) Azitromisin
a. Mekanisme
Merupakan turunan dari eritromisin yang memiliki 15 cincin
lakton dengan penambahan nitrogen termetilasi ke dalam cincin
lakton. Mekanisme aksi sama dengan klaritromisin.
b. Farmakokinetik
Bioavailabilitasnya rendah namun eliminasinya sangat
lambat dengan waktu paruh 2-4 hari. Hal ini memungkinkan
pemberian 1 kali sehari. Sebagai perbandingan, dosis tunggal 1
gram sehari dari azitromisin efektif untuk 7 hari pengobatan
daripada doksisiklin untuk mengatasi infeksi serviks dan uretritis.
Penggunaan dengan 500 mg sebagai loading dose dilanjutkan 250
mg 1 kali sehari selama 4 hari. Azitromisin dapat diserap secara
cepat dengan pemberian oral 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah
makan. Antasida dapat memperlambat absorbsi dan menurunkan
konsentrasi dalam serum. Strukturnya yang memiliki 15 cincin
lakton membuat azitromisin tidak dinon-aktifkan oleh enzim P450.
c. Farmakodinamik
Azitromisin sangat aktif melawan Chlamydia sp., aktif
melawan kompleks M. avium dan T.Gondii serta lebih aktif
melawan H. Influenzaedaripada stapilokokus dan streptokokus.
d. PIO
i. Dosis oral
- Kapsul (250; 500; 600 mg)
- Serbuk untuk suspensi oral (100; 200 mg/ 5 mL)
ii. Dosis parenteral
- Serbuk untuk injeksi (500 mg)
4) Ketolida (Telitromisin)
a. Mekanisme
Dapat digunakan untuk kasus resisten makrolida karena
memiliki afinitas untuk mengikat ribosom dari bakteri.
b. Farmakokinetik
Bioavailabilitas telitotromisin per oral sebesar 57% yang
terpenetrsi baik pada jaringan dan intraselular. Telitromisin
dimetabolisme di hati dan dieliminasi melalui empedu dan urin.
Dosis 800 mg menghasilkan konsentrasi dalam serum sebesar 2
mcg/ mL. Mampu menghambat secara reversibel enzim CYP3A4.
c. Farmakodinamik
Merupakan makrolida semisintetik yang secara in vitro aktif
dalam melawan Streptococcus pyogenes, S. pneumoniae, S. aureus,
H. influenzae, Moraxella
catarrhalis, Mycoplasma sp, L.pneumophila,
Chlamydia sp, H. pylori, Neisseriagonorrhoeae, B. fragilis, T
gondii dan mikobakteri non-tuberkulosis tertentu.
d. PIO
i. Dosis oral : Tablet (300; 400 mg)
e. Efek samping
Di Amerika, hanya digunakan pada kasus pneumonia dan
pada indikasi lainnya tidak lagi diberikan karena dapat
menyebabkan hepatitis dan gagal liver.
5) Klindamisin
a. Mekanisme
Menghambat sintesis protein dengan mengganggu
pembentukan kompleks dan reaksi translokasi aminoacyl. Tempat
pengikatan klindamisindan eritromisin identik pada ribosom subunit
50s.
b. Farmakokinetik
Pemberian oral 0,15-0,3 gram tiap 8 jam (10-20 mg/ kg/ hari
untuk anak-anak) dengan kadar dalam serum 2-3 mcg/ mL. Ketika
diberikan secara intravena 600 mg tiap 8 jam memberikan level
pada serum 5-15 mcg/ mL. Klindamisin 90% berikatan dengan
protein. Klindamisin terpenetrasi baik pada jaringan kecuali pada
otak dan cairan cerebrospinal. Metabolismenya di hati dan
diekskresikan melalui empedu dan urin.Waktu paruh 2,5 jam dan 6
jam pada pasien anuria.
c. Farmakodinamik
Klindamisin diindikasikan pada kasus infeksi kulit dan
jaringan lunak karena streptokokus dan stapilokokus. Dapat juga
digunakan pada infeksi karena Bacteroides sp dan bakteri anaerob
lain.Klindamisin dapat dikombinasikan dengan aminoglikosida dan
sefalosporin untuk mengatasi luka pada abdomen dan usus, infeksi
saluran kelamin wanita dan pembengkakan paru-paru. Saat ini
klindamisin lebih direkomendasikan daripada eritromisin untuk
profilaksis endokarditis pada pasien dengan penyakit jantung di
bawah prosedur dental dan pada kasus alergi penisilin. Klindamisin
ditambah dengan primaquin merupakan alternatif dari trimetoprim-
sulfametoksazol untuk pneumonia dan toxoplasmosis pada pasien
AIDS.
d. PIO
i. Dosis oral
- Kapsul (75, 150, 300 mg)
- Granul untuk larutan (75 mg/ 5 mL)
ii. Dosis parenteral : Injeksi (150 mg/ mL dalam 2, 4, 6, 60 mL vial)
e. Efek samping
f. Diare, pusing dan ruam kulit. Melemahkan fungsi hati (dengan atau
tanpa jaundice) dan terkadang terjadi neutropenia.
g. Resistensi
- Mutasi sisi reseptor ribosom
- Modifikasi reseptor dengan mengekspresikan metilase
- Proses enzimatik inaktif : Enterokokus dan bakteri aerob gram
negatif karena permeabilitas membrannya yang buruk.
6) Kloramfenikol
a. Mekanisme
Menghambat sistesis protein dengan berikatan secara
reversibel pada ribosom subunit 50s dan menghambat pembentukan
ikatan peptida.
b. Farmakokinetik
Dosis umum kloramfenikol adalah 50-100 mg/ kg/ hari.
Setelah pemberian oral, kloramfenikol kristalin diabsorbsi penuh
secara cepat. Pada dosis 1 gram, level pada darah antara 10 dan 15
mcg/ mL. Kloramfenikol palmitat termasuk produg yang dapat
dihidrolisis di dalam usus menjadi kloramfenikol bebas. Pada
pemberian parenteral memberikan kadar obat di dalam darah lebih
rendah dari pemberian oral.Kloramfenikol terdistribusi pada
jaringan dan cairan tubuh, termasuk sistem saraf pusat dan
cairan cerebrospinal dengan konsentrasi kloramfenikol pada varian
otak mungkin sama dengan pada serum. Obat terinaktivasi pada
konjugasi asam glukoronik atau reduksi menjadi amina. Eliminasi
melalui urin dan sedikit melalui empedu dan feses.
c. Farmakodinamik
Bersifat bakteriostatik dengan spektrum luas yang efektif
dalam melawan infeksi karena bakteri gram positif dan negatif baik
aerob maupun anaerob. Aktif dalam melawan riketsia namun tidak
pada klamidia.Bakteri gram positif dapat dihambat dengan
konsentrasi 1-10 mcg/ mL, sedangkan bakteri gram negatif pada
konsentrasi 0,2-5 mcg/ mL. H.
influenzae dan Neisseria meningitidis sangat peka terhadap
kloramfenikol, sehingga pada keduanya dapat memiliki aktivitas
bakterisida. Dapat menjadi alternatif untuk menangani meningitis
pada pasien yang hipersensitivitas pada penisilin. Kloramfenikol
diberikan secara topikal pada infeksi mata namun tidak efektif pada
infeksi klamidial.
d. PIO
i. Dosis parenteral : Serbuk untuk injeksi (100 mg)
ii. Efek samping: Gangguan gastrointestinal, pusing, mual dan
diare. Dapat mengganggu flora normal pada kasus kandidiasis.
Pada penggunaan > 50 mg/ kg/ hari pada ibu hamil dapat
menyebabkan gray baby syndrome dengan mual, hipotermia, warna
abu-abu dan kolaps vaskuler.
e. Resisten
Resistensi kloramfenikol dapat disebabkan
luasnya kloramfenikol yang peka terhadap sel mutan yang selektif
sehingga kurang permeabel terhadap obat. Dapat pula
disebabkan produksi kloramfenikol asetiltransferase dan enzim
pengkode plasmid yang menginaktivasi obat.
7) Streptogramins
a. Mekanisme
Menghambat sintesis protein dengan mekanisme dan sisi
ikatan pada ribosom yang identik dengan makrolida dan
klindamisin. Daya bakterisidalnya tinggi kecuali pada Enterococcus
faecium. Quinupristin (streptogramin B) – dalfopristin
(streptogramin A) aktif melawan bakteri gram positif berbentuk
kokus termasuk resisten pada streptokokus, stapilokokus dan
penisilin untuk S. pneumoniae.
b. Farmakokinetik
Quinupristin-dalfopristin diberikan secara intravena dengan
dosis 7,5 mg/ kg tiap 8-12 jam. Konsentrasi serum berdasar infus
7,5 mg/ kg selama 60 menit adalah 3 mcg/ mL untuk quinupristin
dan 7 mcg/ mL untuk dalfopristin. Keduanya sangat cepat
dimetabolisme dengan waktu paruh 0,85 dan 0,7
jam.Eliminasi dengan rute fecal. Pasien dengan fungsi hati yang
terganggu dapat menaikkan kadar obat dalam darah dan
metabolismenya, sehingga perlu dilakukan penurunan dosis 7,5 mg/
kg tiap 12 jam atau 5 mg/ kg tiap 8 jam. Quinupristin dan
dalfopristin dapat menghambat CYP3A4 yang dapat
memetabolisme warfarin, diazepam, astemizole, terfenadin dan
siklosporin.
c. Farmakodinamik
Digunakan pada kasus infeksi yang disebabkan stapilokokus
atau resisten terhadap vankomisin seperti E. faecium tapi tidak
pada E. faecalis.
d. PIO
i. Dosis parenteral
- Quinupristin:dalfopristin (30:70) dalam 500 mg vial untuk
injeksi intravena.
ii. Efek samping : Rasa sakit pada daerah sekitar pemberian infus
dan sindrom artralgia-myalgia.
e. Resisten
Resistensi disebabkan modifikasi dari sisi ikatan quinupristin
(resisten tipe MLS-B), inaktivasi proses enzimatik pada dalfopristin
atau penembusan.
8) Oxazolidinon (Linezolid)
a. Mekanisme
Linezolid menghambat sintesis protein pada kompleks
ribosom. Sisi pengikatan berada pada 23s rRNA subunit 50s.
b. Farmakokinetik
Linezolid setelah diberikan secara oral dapat mencapai
bioavailabilitas sebesar 100% dengan waktu paruh 4-6 jam. Obat ini
sebagai penginduksi maupunpenghambat enzim P450 sitokrom dan
dimetabolisme dengan reaksi oksidatif. Konsentrasi pada serum 18
mcg/ mL pada dosis 600 mg secara oral. Rekomendasi penggunaan
600 mg 2 kali sehari baik oral maupun intravena.
c. Farmakodinamik
Aktif melawan bakteri gram positif termasuk stapilokokus,
streptokokus, enterokokus, gram positif anaerob berbentuk kokus
dan batang seperti Nocardia sp dan L. monocytogenes. Bersifat
bakteriostatik namun bakteriosida pada streptokokus. Dapat pula
melawan Mycobacterium tuberculosis. Linezolid dapat digunakan
pada infeksi E faecium, pneumonia dan infeksi kulit yang resisten
terhadap vankomisin.
d. PIO
i. Dosis oral
- Tablet (600 mg)
- Serbuk untuk suspensi (100 mg/ 5 mL)
ii. Dosis parenteral : Infus (2 mg/ mL) secara intravena
iii. Efek samping : Trombositopenia, anemia, neutropenia,
neuropatik periferal dan asidosis laktat.
e. Resisten
Dikarenakan mutasi dari sisi pengikatan pada 23s rRNA.
9) Streptomisin
a. Cara kerja streptomisin telah dipelajari jauh lebih banyak lebih
dekat daripada aminoglikosida lainnya, tetapi mungkin semuanya
bertindak sama. Aminoglikosida adalah inhibitor protein yang
tidak dapat diubah sintesis, tetapi mekanisme yang tepat untuk
aktivitas bakterisida tidak dikenal. Peristiwa awal adalah difusi
pasif melalui saluran porin melintasi membran luar.
b. Farmakokinetik
Aminoglikosida diserap sangat buruk dari gastrointestinal yang
utuh. saluran usus, dan hampir seluruh dosis oral diekskresikan
dalam tinja setelah pemberian oral. Namun, obat-obatan dapat
diserap jika ulserasi hadir. Setelah injeksi intramuskular,
aminoglikol sisi-sisinya terserap dengan baik, memberikan
konsentrasi puncak dalam darah dalam waktu 30–90 menit.
Aminoglikosida biasanya diberikan intravena sebagai infus 30-60
menit; setelah distribusi singkat fase tion, ini menghasilkan
konsentrasi serum yang identik dengan mereka setelah injeksi
intramuskular. Waktu paruh yang normal aminoglikosida dalam
serum adalah 2-3 jam, meningkat menjadi 24-48 jam pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal yang signifikan. Aminoglikosida
hanya sebagian dan tidak teratur dibuang oleh hemodialisis —
misalnya, 40–60% untuk gentamisin
c. Farmakodinamik
Aminoglikosida sebagian besar digunakan terhadap enterik gram
negatif bakteri, terutama ketika isolat mungkin resistan terhadap
obat dan ketika ada kecurigaan sepsis. Mereka hampir selalu
digunakan kombinasi dengan β-laktam antibiotik untuk memperluas
cakupan ke termasuk potensi patogen gram positif dan untuk
mengambil keuntungan sinergisme antara kedua kelas obat ini
d. PIO
dosis harian 5-7 mg / kg gentamisin atau tobramycin adalah
rekomendasi diperbaiki (15 mg / kg untuk amikacin).
e. Efek samping
Semua aminoglikosida bersifat ototoxic dan nephrotoxic.
Ototoxicity dan nefrotoksisitas lebih mungkin ditemukan ketika
terapi dilanjutkan selama lebih dari 5 hari, pada dosis yang lebih
tinggi, pada orangtua, dan dalam pengaturan insufisiensi ginjal.
Penggunaan bersamaan dengan loop diuretik (misalnya, furosemide,
asam ethacrynic) atau nephrotoxic lainnya agen antimikroba
(misalnya, vankomisin atau amfoterisin) dapat berpotensi tiate
nefrotoksisitas dan harus dihindari jika memungkinkan.
10) Gentamisin
a. Mekanisme kerja
adalah dengan mengikat secara ireversibel sub unit ribosom 30S dari
kuman, yaitu dengan menghambat sintesis protein dan menyebabkan
kesalahan translokasi kode genetik.
b. Farmakokinetik
Tidak terserap secara oral; harus diberikan secara parenteral.
Cepat diserap setelah penyuntikan IM; konsentrasi plasma puncak
dicapai dalam 30-90 menit.
c. Farmakodinamik
Gentamisin adalah aminoglikosida diisolasi dari Micromonospora
purpurea Ini efektif terhadap kedua gram positif dan organisme
gram negatif, dan banyak sifatnya menyerupai dari aminoglikosida
lainnya.
d. PIO
Gentamicin sulfate, 2–10 mcg / mL, menghambat banyak strain in
vitro staphylococci dan coliform dan bakteri gram negatif lainnya.
injeksi intratekal sulfat gentamisin, 1-10 mg / hari.
Krim, salep, dan larutan yang mengandung 0,1–0,3% gentamicin
sulfate telah digunakan untuk pengobatan luka bakar yang terinfeksi,
luka, atau lesi kulit.
e. Resistensi
Streptococci dan enterococci relatif resisten terhadap gentamisin
karena kegagalan obat untuk menembus ke dalam sel.
f. Efek samping
Nefrotoksisitas biasanya reversibel dan ringan.
11) Tobramycin
a. Mekanisme kerja
tobramycin bekerja dengan cara membunuh bakteri dan menekan
pertumbuhannya agar tidak muncul kembali.
b. Farmakokinetik
Sifat farmakokinetik tobramycin secara virtual identik dengan
gentamisin
c. Farmakodinamik
Tobramycin memiliki spektrum antibakteri yang hampir sama
gentamisin dengan beberapa pengecualian. Gentamisin sedikit lebih
aktif melawan S marcescens sedangkan tobramycin sedikit lebih
aktif melawan P aeruginosa Enterococcus faecalis rentan terhadap
baik gentamisin dan tobramycin
d. PIO
Dosis harian tobramycin adalah 5-6 mg / kg intramuskular atau
intravena.
e. Efek samping
tobramycin adalah ototoxic dan nephrotoxic. Nefrotoksisitas
tobramycin mungkin sedikit kurang dari bahwa dari gentamisin,
12) Amikacin
a. Mekanisme kerja
Mengikat subunit 30S ribosom dan menghambat sintesis protein di
bacteria rentan
b. Farmakokinetik
Amikasin diabsorpsi secara cepat sesudah injeksi IM. Pada fungsi
ginjal normal, sekitar 91,9% diekskresi dalam bentuk utuh melalui
urin dalam 8 jam pertama dan 98,2% dalam waktu 24 jam.
c. Farmakodinamik
dapat digunakan melawan beberapa mikroorganisme yang resisten
terhadap obat terakhir. Banyak bakteri gram negatif, termasuk
banyak strain dari Proteus, Pseudomonas, Enterobacter dan Serratia
d. PIO
1-20 mcg / mL amikacin in vitro. Setelah injeksi 500 mg amikacin
setiap 12 jam (15 mg / kg / hari) secara intramuskular, tingkat
puncak dalam serum adalah 10-30 mcg / Ml.
e. Resistensi
Resisten terhadap streptomisin
f. Efek samping
nefrotoksik dan ototoksik (Khusus untuk bagian pendengaran dari
saraf kedelapan).
13) Neomycin & Kanamycin
a. Mekanisme kerja
Neomycin bekerja dengan cara mengikat secara reversibel terhadap
sub unit 30s dari ribosom bakteri sehingga menghambat sintesa
protein yang pada akhirnya menghambat pertumbuhan bakteri itu.
Farmakokinetik
Obat golongan neomisin diserap dengan buruk dari gas saluran
cerna. Setelah pemberian oral, flora usus ditekan atau dimodifikasi,
dan obat diekskresikan dalam tinja. Ekskresi obat apa pun yang
diserap terutama melalui glomerulus penyaringan ke dalam urin.
b. Farmakodinamik
aktif melawan gram positif dan bakteri gram negatif dan beberapa
mikobakteria.
c. PIO
Neomisin dan kanamisin sekarang terbatas pada penggunaan topikal
dan oral. Neomisin terlalu beracun untuk penggunaan parenteral.
Larutan yang mengandung 1-5 mg / mL digunakan pada permukaan
yang terinfeksi atau disuntikkan ke sendi, rongga pleura, ruang
jaringan, atau abses rongga tempat infeksi hadir
d. Resistensi
Resistensi Antimikroba Obat golongan neomisin
e. Efek samping
nephrotoxic- signifikan dan ototoxicity
f. Obat Antifolat
c.1 Sulfonamida
c.1.1 Susunan Kimia
Susunan utama dari senyawa sulfonamides dan senyawa sejenis
dari asam P-aminobenzoic dapat dilihat dari gambar 1. Sulfonamides
pada varying physical, chemical, pharmacologic, dan antibacterial
properties dapat dibuat dengan mensubtitusi senyawa S02 ke grub
amido (-S02-NH-R) atau grup amino (-NH2) dalam senyawa
sulfanilamide.
Gambar 1. Struktur dari sulfonamides dan asam p-aminobenzoat
c.1.4 Farmakokinetis
Sulfonamide dapat dibagi menjadi tiga kelomopk besar, 1) oral,
absorbable; 2) oral, tidak terserap; 3) topical. Sulfonamide secara oral
(arsorbable) dapat diklasifikasikan menjadi pendek, menengah, atau
panjang sesua dari aktifitas dasar waktu paruhnya ( table 1 ).
Sulfonamide akan terserap dari perut dan usus kecil serta
didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan di tubuh( termasuk
sistem saraf pusat dan cairan serebrospinal), plasenta dan janin.
Pengikatan protein bervariasi dari 20 % sampai dengan lebih dari 90
%. Dengan konsentrasi therapeutic dalam darah sekitar 40-100
mcg/mL. hal ini biasa terjadi setelah 2-6 jam pemberian oral.
Sebagian dari obat yang diabsorpsi adalah asetilasi atau
glucuronidated dalam hati. Sulfonamide dan metabolit tidak aktif
kemudian diekskresikan ke dalam urin, terutama oleh filtrasi
glomerulus. Pada ginjal yang mengalami gangguan, dosis sulfonamide
harus dikurangi.
c.2.3 Farmakokinetik
Pada pengunaannya trimethoprim biasanya diberikan secara
oral, dengan susunan tungal atau dalam kombinasi dngan
sulfamethoxazole, yang memiliki waktu parung yng sama.
Rimethoprimsulfamethoxazole juga bisa diberikan secara intravena.
Trimethoprim diserap dengan baik oleh usus dan didistribusikan
secara luas dalam jaringan serta cairan tubuh, termasuk cairan
serebrospinal. Karena trimethoprim lebih larut dalam lemak dari pada
sulfamethoxazole, trimethoprim memiliki volume distribusi yag lebih
besar dari pada campurannya. Karena itu setiap pembuatannya 1
bagian trimethoprim dikombinasikan dengan 5 bagian
sulfamethoxazole. Dengan konsentrasi plasma pada rasio 1 :20, yang
optimal untuk menghasilkan efek gabungan dari obat – obatan secara
in vitro.
c.2.4 Pengunaan Secara Medis
Trimtroprim oral
Trimetrhoprim dapat dikonsumsi secara tungal (tanpa campuran dari
senyawa lain) dengan dosis 100 mg 2 kali sehari pada penderita infeksi
saluran kemih akut.
Oral Trimethoprim – sulfamethoxazole (TMP-SMZ)
Kombinasi ini merupakan pengobatan yang efektif untuk berbagai
macam infeksi termasuk Pjiroveci pneumonia, shigellosis, infeksi
salmonella sistemik, infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa
infeksi mikobakterial yang tidak dapat disembuhkan.
Infeksi dengan Pjiroveci dan beberapa pathogen lainnya dapat diobati
secara oral dengan dosis tinggi yaitu 15-20 mg /hari atau dapat dicegah
pada pasien imunosupresif dengan satu tablet doublestrength setiap
hari atau tiga kali seminggu.
Intravenous Trimethoprim – sulfamethoxazole
Larutan dari campuran yang mengandung 80 mg trimethoprim
ditambah 400mg sulfametaksazol per 5ml dilarutkan dalam 125 ml
dekstrosa 5% dapat diberikan melalui infus intravena selama 60-90
menit. Ini merupakan opsi pengobatan untuk penderita pneumonia
pneumocystis yang amat parah.
Oral Pyrimeth amine dengan sulfadiazine
Pyrimeth amine dan sulfadiazine digunakan untuk pengobatan leish
mamaniasis dan taksoplasmosis.
d.1.3 Resistensi
Selama masa terapi fluoroquinolone, organisme yang resisten
terhadapnya akan muncul sekitar 1 dari setiap 107 – 109 organisme.
Terutama diantara staphylococci, P aetuginosa, dan Serratia
mercescens. Baru baru ini terdapat 2 jenis resistansi baru yang
berhubungan dengan plasmid. Jenis pertama dengan mengunakan
protin Qnr, bakteri melindungi DNA giras dari fluoroquinolones.
Yang kedua adalah varian dari actyltrasferas aminoglikosida ayng
mampu memodifikasi ciprofloxacin.
d.1.4 Farmakokinetik
Setelah diberikan secara oral, flourquinolones yang terserap
dengan baik (presentase penyerapan 80-95%) akan didistribusikan
secara luas pada jaringan dan cairan tubuh. Waktu paruh serum
sekitar 3- 10 jam. Waktu paruh yang relative lebih panjang dari
flouroquinolones adalah jenis levofloxacin, gemifloxacin,
gatiflouxacin, dan moxilfoxacin memungkinkan penggunaan dosis
sehari 1 kali. Pada penyerapan obat ini kerap kali terganggu oleh
kation divalent dan trivalent, termasuk jenis senyawa yang antasida.
Oleh karena itu flourquinolones oral harus diminum 2 jam sebelum
atau 4 jam sebelum mengonsumsi obat dengankaton. Kebanyakan
flourquinolones dihilangkan oleh kerja ginjal, baik sekresi turbular
atau filtrasi glomerulus. Penyesuaian dosis diperlukan untuk pasien
creatin kurang dari 50 ml/ menit.( lihat table 2)
e.2 Mupirocin
Mupirocin (asam pseudomonic) adalah zat alami yang
diproduksi oleh Pseudomonas fluorescens. Ia dengan cepat tidak aktif
setelah absorpsi, dan tingkat sistemik tidak terdeteksi. Ini tersedia sebagai
salep untuk aplikasi topikal. Mupirocin aktif terhadap cocci gram positif,
termasuk strain yang rentan terhadap methicillin dan methicillin
Staphylococcus aureus. Mupirocin menghambat isoleus staphylococcal
tRNA synthetase.
Mupirocin diindikasikan untuk perawatan topikal kulit kecil
infeksi, seperti impetigo. Aplikasi topikal di atas area terinfeksi yang besar,
seperti ulkus dekubitus atau bedah terbuka luka, merupakan faktor penting
yang menyebabkan munculnya mupirocin-resistant strain dan tidak
dianjurkan. Mupirocin efektif menghilangkan S aureus nasal carriage oleh
pasien atau perawatan kesehatan pekerja, tetapi hasilnya beragam
sehubungan dengan kemampuannya untuk mencegah infeksi staphylococcal
berikutnya.
e.3 Polimiksin
Polymyxins adalah kelompok peptida dasar yang aktif melawan
gram negatif bakteri dan termasuk polymyxin B dan polymyxin E (colistin).
Polymyxin bertindak sebagai detergen kationik. Mereka menempel dan
mengganggu membran sel bakteri. Mereka juga mengikat dan
menonaktifkan endotoksin. Organisme gram positif, Proteus sp, dan
pertahanan Neisseria sp.
Karena toksisitasnya yang signifikan dengan administrasi
sistemik, polymyxins sebagian besar terbatas pada penggunaan topikal.
Salep mengandung polimiksin B, 0,5 mg/g, dalam campuran dengan
bacitracin atau neomisin (atau keduanya) umumnya diterapkan pada dangkal
yang terinfeksi lesi kulit. Munculnya strain Acinetobacter baumannii,
Pseudomonas aeruginosa, dan Enterobacteriaceae yang resisten untuk semua
agen lain telah memperbarui minat pada polimiksin sebagai parenteral agen
untuk terapi penyelamatan infeksi yang disebabkan oleh ini organisme.
e.4 Fidaksomisin
Fidaxomicin adalah antibiotik makrosiklik spektrum sempit yang
aktif terhadap aerob gram positif dan anaerob tetapi kurang aktivitas
melawan bakteri gram negatif. Fidaxomicin menghambat bakteri sintesis
protein dengan mengikat subunit sigma RNA polimerase. Ketika diberikan
secara oral, penyerapan sistemik dapat diabaikan tetapi konsentrasi feses
tinggi. Fidaxomicin telah disetujui oleh FDA untuk pengobatan untuk colitis
C difficile di orang dewasa. Data awal telah menunjukkan itu sama
efektifnya dengan oral vankomisin dan mungkin berhubungan dengan
tingkat kekambuhan yang lebih rendah penyakit. FDA telah memberikan
penunjukan obat orphan ke semua formulasi fidaxomicin untuk pengobatan
infeksi C difficile pada pasien anak berusia 16 tahun ke bawah. Fidaxomicin
adalah diberikan sebagai 200 mg secara oral dua kali sehari.
i. Antiseptik Urinari
Antiseptik urinary adalah agen oral yang menggunakan aktivitas
antibakteri dalam urin tetapi memiliki sedikit atau tidak ada efek antibakteri
sistemik. Kegunaannya terbatas pada infeksi saluran kemih bawah. Penekanan
bakteriuria yang berkepanjangan dengan antiseptik kemih dapat terjadi menjadi
diinginkan pada infeksi saluran kencing kronis atau rekuren di yang
memberantas infeksi oleh terapi sistemik jangka pendek tidak mungkin.
f.1 Nitrofurantoin
Pada dosis terapeutik, nitrofurantoin bersifat bakterisida bagi
banyak orang bakteri gram positif dan gram negatif; Namun, P aeruginosa
dan banyak strain Proteus secara inheren resisten. Nitrofurantoin memiliki
mekanisme aksi yang kompleks yang tidak sepenuhnya dipahami. Aktivitas
antibakteri tampaknya berkorelasi dengan intraseluler cepat konversi
nitrofurantoin menjadi intermediet yang sangat reaktif oleh reduktase
bakteri. Intermediet ini bereaksi secara tidak spesifik dengan banyak protein
ribosom dan mengganggu sintesis protein, RNA, DNA, dan proses
metabolisme. Tidak diketahui yang mana dari beberapa tindakan
nitrofurantoin utamanya bertanggung jawab atas aktivitas bakterisida.
Obat ini diekskresikan ke dalam urin oleh filtrasi glomerular dan
sekresi tubular. Dengan dosis harian rata-rata, konsentrasi 200 mcg / mL
tercapai dalam urin. Pada gagal ginjal, kadar urin tidak mencukupi untuk
aksi antibakteri, tetapi darah tinggi tingkat dapat menyebabkan keracunan.
Nitrofurantoin dikontraindikasikan pada pasien dengan insufisiensi ginjal
yang signifikan (bersihan kreatinin <60 mL / mnt).
Dosis untuk infeksi saluran kemih pada orang dewasa adalah 100
mg diminum secara oral empat kali sehari. Obat tidak boleh digunakan
untuk mengobati infeksi saluran kemih bagian atas. Nitrofurantoin oral
dapat diberikan untuk bulan untuk penindasan infeksi saluran kemih kronis.
Ini diinginkan untuk menjaga pH urin di bawah 5,5, yang sangat
meningkatkan aktivitas obat. Satu dosis harian nitrofurantoin, 100 mg, bisa
mencegah infeksi saluran kemih berulang pada beberapa wanita. Anorexia,
mual, dan muntah adalah efek samping utama nitrofurantoin. Neuropati dan
anemia hemolitik terjadi di pasien dengan defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase. Nitrofurantoin antagonizes aksi asam nalidiksik. Ruam,
infiltrasi pulmonal dan fibrosis, dan hipersensitivitas lainnya reaksi telah
dilaporkan.
f.2 Methenamine Mandelate & Methenamine Hippurate
Methenamine mandelate adalah garam asam mandelic dan
methenamine dan memiliki sifat dari kedua antiseptik urinary ini.
Methenamine hippurate adalah garam dari asam hipurat dan methenamine.
Di bawah pH 5,5, methenamine melepaskan formaldehid, yang bersifat
antibakteri (lihat Aldehida, di bawah). Asam mandelic atau asam hipurat
yang diambil secara oral diekskresikan tidak berubah dalam urin, di mana
obat-obatan ini bakterisida untuk beberapa gram negatif. Bakteri saat pH
kurang dari 5,5.
Methenamine mandelate, 1 g empat kali sehari, atau
methenamine hippurate, 1 g dua kali sehari melalui mulut (anak-anak, 50
mg / kg / d atau 30 mg / kg / d, masing-masing), hanya digunakan sebagai
antiseptik kemih untuk menekan, tidak mengobati, infeksi saluran kemih.
Agen pengoksidasi (misalnya, asam askorbat, 4-12 g / d) dapat diberikan
untuk menurunkan pH urin di bawah 5,5. Sulfonamide tidak boleh diberikan
pada saat yang sama karena mereka dapat membentuk senyawa yang tidak
larut dengan formaldehid dilepaskan oleh methenamine. Orang yang
memakai methenamine mandelate dapat menunjukkan tes palsu yang
meningkat untuk metabolit katekolamin.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah
1. Penisilin diperoleh dari jamur Penicilium chrysogeneum dari bermacam-macam
jemis yang dihasilkan (hanya berbeda mengenai gugusan samping R )
benzilpenisilin ternyata paling aktif. Sefalosforin diperoleh dari jamur cephalorium
acremonium, berasl dari sicilia (1943).
2. Sefalosforin merupakan antibiotic betalaktam yang bekerja dengan cara
menghambat sintesis dinding mikroba. Farmakologi sefalosforin mirip dengan
penisilin, ekseresi terutama melalui ginjal dan dapat di hambat probenisid.
3. Tetrasiklin merupakan antibiotik dengan spectrum luas. Penggunaannya semakin
lama semakin berkurang karena masalah resistansi.
4. Aminoglokosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteri gram posistif dan
gram negative. Aminasin, gentamisin dan tobramisin d juga aktif terhadap
pseudomonas aeruginosa. Streptomisin aktif teradap mycobacterium tuberculosis
dan penggunaannya sekarang hamper terbatas untuk tuberkalosa.
5. Kloramfenikol merupakan antibiotic dengan spectrum luas, namun bersifat toksik.
Obat ini seyogyanya dicadangkan untuk infeksi berat akibat haemophilus influenzae,
deman tifoid, meningitis dan abses otak, bakteremia dan infeksi berat lainnya.
6. Eritromisin memiliki spectrum antibakteri yang hamper sama dengan penisilin,
sehingga obat ini digunakan sebagai alternative penisilin. Indikasi eritremisin
mencakup indikasi saluran napas, pertusis, penyakit gionnaire dan enteritis karena
kampilo bakter.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2015. Pusat Informasi Obat
Nasional. Diakses pada tanggal 25 April 2018 dari http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-
infeksi/51-antibakteri
DiPiro J. T., Talbert R. L., Yee G. C., Matzke G. R., Wells B. G., Posey L. M. 2017.
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 10th edition. Inggris: McGraw-Hill
Education Companies
Katzung, B.G. 2012. Basic & Clinical Pharmacology 12th edition. USA: McGraw Hill
Companies.
Tjay T.H., Rahardja K. 2015. Obat-obat Penting, edisi ketujuh. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
LAMPIRAN
Pertanyaan
1. Nama : Fajar Arip
Npm : 13171057
Zaman sekarang, sudah banyak antibiotik yang telah resisten, apa lini terapi pertama
antibiotik yang belum resisten yang digunakan untuk infeksi umum seperti radang
tenggorokan?
Jawab
Nama : Dinda Heldawati
Npm : 13171054
Dahulu digunakan golongan penisilin dengan obat amoxicillin sebagai lini terapi
pertama dan penggunaannya sangat meluas, tetapi karena sudah mengalami beberapa
kasus resistensi terhadap amoxicillin, sekarang pengobatan lini terapi pertama infeksi
bakteri umum menggunakan antibiotik golongan sefalosporin, penggunaan dimulai
dari generasi pertama yaitu cefadroxil, namun sudah mulai bermunculan kasus
resistensi. Maka, jika pasien mempunyai riwayat resisten terhadap obat golongan
sefalosporin generai pertama seperti cefadroxil, maka beralih ke golongan
sefalosporin generasi kedua. Jika pasien tidak ampuh diobat melalui generai kedua,
maka beralih ke generasi ketiga. Begitupun seterusnya.
2. Nama : Yopi Novela
Npm : 13171091
Jawab
Nama : Tiur Sinta dan Tri Hastuti
Npm : 13171088 dan 13171097
Mekanisme kerja sulfanilamid dengan menghambat sintesis dihidropteroat untuk
menghambat terjadinya dihidrofolic acid tetapi jika dihidrofolic acid telah terbentuk
maka trimethoprim akan menghambat dihidrofolate reductase sehingga tidak
terbentuk DNA dan tidak dapat bereplikasi. Sulfanilamid bersifat bakteriostatik tetapi
karena dosis yang tinggi maka sulfanilamid bersifat bakteriosid dan trimethroprim
bersifat bakteriosid. Seperti dalam kombinasi trimetoprim : sulfanilamid (1:5) dimana
sulfanilamid dalam dosis besar sifatnya menjadi bakteriosid. sehingga efek yang
dihasilkan pada kombinasi ini sinergis dan sifat kombinasi trimetoprim – sulfanilamid
adalah bakteriosid
Apakah ada kasus dari antibiotik F.G Troches yang mengalami resistensi?
Jawab
Nama : Firdayanti Maulida
Npm : 13171058
Sampai saat ini belum ada kasus mengenai resistensi, tetapi masih ada kemungkinan
jikalau akan mengalami resistensi karena penggunaan antibiotik yang tidak tepat.
4. Nama : Vita Rahmawati
Npm : 13171089
Jawab
Nama : M. Buyung Iqbal
Npm : 13171069
Amoksisilin adalah salah satu contoh antibiotik golongan betalaktam sedangkan asam
klavalanat adalah antibiotik golongan penghambat betalaktamase. Penghambat
betalaktamase saja belum bisa membunuh bakteri sehingga tidak bisa digunakan
sebagai obat tunggal untuk menanggulangi penyakit infeksi. Jika dikombinasikan
dengan antibiotik betalaktam maka penghambat ini bisa mengikat betalaktamase
sehingga antibiotika pasangannya bebas dari pengrusakan enzim tersebut dan dapat
mencapai tujuan dan menghancurkan dinding sel bakteri
Jawab
Nama : Jane ismy dan Yuliana Syafitri
Npm : 1171064 dan 13171092
Antibiotik yang bekerja dengan sifat bakteriostatik pada akhirnya bisa bersifat
bakterisid dengan adanya faktor penambahan konsentrasi yang menjadi lebih tinggi
dari konsentrasi awal. Selain itu tergantung pada lamanya pemakaian antibiotik.
Semakin lama penggunaan antibiotik yang bersifat bakteriostatik maka akan
mengakibatkan sifat kerja antibiotik tersebut menjadi bakterisid. Lama penggunaan
juga awalnya dapat diberikan dosis yang kecil yang bersifat bakteriostatik secara
bertahap diberikan dosis yang besar sehingga bersifat bakterisid.
6. Nama : Raisy Ikrimah
Npm : 13171080
Apa perbedaan spektrum luas dan spektrum sempit bakteri jika dilihat dari struktur
bakteri dan target kerjanya?
Jawab :
Nama : Gessyolina Mayasari dan Firdayanti Maulida
Npm : 13171059 / 13171058
Spektrum luas dapat bekerja pada bakteri gram negatif maupun gram positif tetapi
untuk spektrum sempit hanya bekerja hanya pada gram negafit atau gram positif saja.
Untuk antibiotik dengan spektrum yang luas dapat menemnus dinding sel bakteri
yang tebal. Spektrum luas dipakai jika jenis bakterinya belum diketahui pasti
sedangkan spektrum sempit dipakai untuk jenis bakteri yang telah diketahui sehingga
spektrum sempit ini kebih spesifik. Gram positif pada struktur nya langsung
peptidoglikon sedangkan bakteri gram negatif strukturnya ada dinding atau membran
sel dan susunannya lebih kompleks. Sehingga bakteri gram negatif lebih susah
ditembus sehingga diperlukan antibiotik yang lebih kuat.