Tesis Dwi Esthi
Tesis Dwi Esthi
Tesis Dwi Esthi
Disusun Oleh :
Dwi Esthi Putri
21210018
i
TESIS
Disusun Oleh :
Dwi Esthi
Putri 21210018
ii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan dengan benar bahwa tesis ini saya buat sendiri dengan tidak
melakukan tindakan plagiatisme, dan saya bertanggung jawab sepenuhnya atas isi tesis
ini. Apabila ternyata saya mengingkari pernyataan ini maka saya bersedia menerima
sanksi apapun dari pendidikan.
Yang menyatakan
iii
HALAMAN PENETAPAN
SK.Rektor UKB No. 007 /B-SK.Tesis /UKB/II/2023, 15 Februari 2023
NIM 21210018
Masyarakat
iv
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM 21210018
Masyarakat
Pembimbing I Pembimbing II
Menyetujui,
Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
v
HALAMAN PENETAPAN
SK.Rektor UKB No. 008 /B-SK.Prop /UKB/III/2023, 20 Maret 2023
NIM 21210018
Masyarakat
vi
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM 21210018
Masyarakat
Pembimbing I Pembimbing II
Menyetujui
Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
vii
HALAMAN PENETAPAN
SK.Rektor UKB No. 011 /B-SK.TESIS /UKB/VI/2023, 14 Juni 2023
NIM 21210018
Masyarakat
viii
HALAMAN PERSETUJUAN
NIM 21210018
Masyarakat
Pembimbing I Pembimbing II
Menyetujui
Ketua Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
ix
HALAMAN PENGESAHAN
NIM 21210018
Masyarakat
Hari :
Tanggal :
Disahkan Oleh
Rektor Universitas Kader Bangsa,
x
DAFTAR ISI
halaman
xi
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian..............................................................................................20
5.2 Pembahasan..................................................................................................24
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan...................................................................................................29
6.2 Saran.............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan
karuniaNya sehingga penulisan proposal ini dapat di selesaikan tepat pada
waktunya.Penulisan Tesis ini berjudul “Analisis Determinan Kejadian Stunting
Pada Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim”.
Tesis ini diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Magister Kesehatan Pada Program Pascasarjana Program Studi Magister
Kesehatan Universitas Kader Bangsa Palembang. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang setulus tulusnya yang telah memberikan dukungan
sepenuhnya bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
Di samping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ferry Preska,ST,MSc,EE,PhD selaku ketua Yayasan Kader Bangsa
Palembang.
2. Ibu DR. Hj. Irzanita, SH, SE, SKM, MM, M.Kes Selaku Rektor Universitas
Kader Bangsa Palembang
3. Ibu Dr. Minarti SST, M.Kes Selaku Ketua Program Studi
Magister Hukum Universitas Kader Bangsa Palembang.
4. Ibu Dr. Elvi Sunarsih, S.K.M,. M.Kes Selaku Pembimbing Materi
5. Ibu Dr. Minarti SST, M.Kes Selaku Pembimbing Teknis
ANALISIS DETERMINAN KEJADIAN STUNTING
PADA ANAK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BERINGIN
KABUPATEN MUARA ENIM
ABSTRAK
Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang berdasarkan pada indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U). Stunting (pendek) merupakan
kekurangan gizi yang kronis dinyatakan dalam panjang badan atau tinggi badan menurut umur
(PB/U atau TB/U).Kebutuhan zat gizi yang tidak tercukupi dapat mengakibatkan beberapa
masalah kesehatan. dapat diperoleh dari makanan dengan kandungan yang tinggi, sedang dan
rendah.
Penelitian ini Mengetahui Hubungan Asupan Zat Gizi (Karbohidrat, Protein, Lemak)
dengan Kejadian Stunting pada Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin: jenis penelitian
Kualitatif dengan penelitian pendekatan Cross Sectional. Sampel penelitian 70 anak di Wilayah
Kerja Puskesmas Beringin secara Purposive Sampling. Instrumen penelitian ini adalah dengan
menggunakan kuesioner dan pengukuran PB ( Length board). Menggunakan uji statistik uji chis-
Square dengan α = 0,05. Analisis Data Univariat dan Bivariat.
Hasil penelitian diketehui bahwa Angka kejadian stunting pada anak di wilayah kerja
Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim sebanyak 65 orang (42,5%), Asupan konsumsi
karbohidrat cukup (53,6%), Asupan konsumsi protein kurang (52,3%), Asupan konsumsi lemak
kurang (51%), serta Terdapat hubungan asupan karbohidrat, protein dan lemak dengan kejadian
stunting padabalita di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim, nilai p value
< 0,05.
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas Beringin Kabupaten
Muara Enim mengenai faktor risiko kejadian stunting, serta menjadi bahan evaluasi dalam
menjalankan program penurunan stunting dan efektivitas pemanfaatan posyandu bagi balita
Kata Kunci : Asupan Zat Gizi (Karbohidrat, Protein, Lemak), Kejadian Stunting
ANALYSIS OF THE DETERMINANTS OF STUNTING IN CHILDREN
IN THE WORKING AREA OF THE BERINGIN HEALTH CENTER
MUARA ENIM REGENCY
ABSTRAK
Stunting is a nutritional status based on the index of body length according to age (PB/U)
or height according to age (TB/U). Stunting (short) is a chronic nutritional deficiency expressed
in body length or height according to age (PB/U or TB/U). The need for macronutrients that are
not fulfilled can lead to several health problems. Sources of zinc can be obtained from foods with
high, medium and low zinc content.
This study was to determine the relationship between intake of macronutrients
(carbohydrates, protein, fat) and zinc with the incidence of stunting in children under five in the
work area of the Beringin Raya Public Health Center. Qualitative research type with cross
sectional approach research. The research sample was 51 children under five in the Work Area of
the Beringin Raya Public Health Center, which was taken by purposive sampling. The research
instrument is a questionnaire and measuring PB (Length board). using the chis-square test
statistical test with = 0.05. Univariate and Bivariate Data Analysis.
The results of the study found that the incidence of stunting in children in the working
area of the Beringin Public Health Center, Muara Enim Regency, was 65 people (42.5%), intake
of sufficient carbohydrate consumption (53.6%), intake of insufficient protein consumption
(52.3%), intake of consumption of less fat (51%), and there is a relationship between intake of
carbohydrates, protein and fat with the incidence of stunting in toddlers in the Working Area of
the Beringin Public Health Center, Muara Enim Regency, p value <0.05.
The results of the research are expected to provide input for the Beringin Health Center in
Muara Enim Regency regarding the risk factors for stunting, as well as evaluation material in
implementing stunting reduction programs and the effectiveness of posyandu utilization for
toddlers
1
Asupan zat gizi adalah salah satu penyebab langsung yang dapat mempengaruhi
status gizi balita.Asupan zat gizi juga dapat diperoleh dari beberapa zat gizi, diantaranya
seperti zat gizi makro seperti energy karbohidrat, protein dan lemak. Zat gizi makro ialah
zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah besar oleh tubuh dan sebagian besar berperan
dalam penyediaan energi. Tingkat asupan zat gizi makro dapat mempengaruhi terhadap
status gizi balita (Diniyyah et al., 2017). Asupan zat gizi secara kuantitas dapat dilihat
dari tingkat kecukupan asupan zat gizi, baik mikro ataupun makro. Kebutuhan zat gizi
makro yang tidak tercukupi dapat mengakibatkan beberapa masalah kesehatan.
Rendahnya asupan energi dan protein pada balita akan meningkatkan resiko terjadinya
kekurangan energy protein dan kekurangan energi kronis, serta gangguan pada
pertumbuhan dan perkembangan balita (Sari et al., 2021).
Perubahan status gizi menjadi baik atau normal dapat dipengaruhi oleh tingkat
asupan energi yang cukup.Selain itu, tingkat asupan dapat dipengaruhi oleh kondisi
ekonomi. Kondisi ekonomi yang rendah atau miskin dapat menyebabkan kebutuhan zat
gizi balita yang berasal dari asupan makanan tidak tercukupi. Tingginya pendapatan
memungkinkan keluarga untuk meningkatkan daya beli terhadap pangan (Afifah, 2019).
Hasil data Word Heath Organization(WHO) tahun 2020 menyatakan bahwa
secara global terdapat 22% atau 149,2 juta anak dibawah 5 tahun yang mengalami
stunting(UNICEF / WHO / World Bank Grub, 2021). Berdasarkan hasil Studi Status Gizi
Indonesia (SSGI) tahun 2021 prevalensi Stunting di indonesia mengalami penurunan
sebesar 1,6% pertahun dari 27,7% di tahun 2019 menjadi 24,4% tahun 2021(SSGI,
2021).
Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan oleh WHO pada tahun 2020
sebanyak 22% atau sekitar 149,2 juta balita di dunia mengalami stunting (World Health
Organization, 2021). Berdasarkan data prevalensi balita stunting dengan tinggi badan
menurut umur di Sumatera Selatan tahun 2021 sebesar 24,8% dan di tahun 2022 sebesar
18,6% (dinkes.sumselprov.go.id)
Stunting dinilai masih menjadi permasalahan serius di Indonesia karena angka
prevalensinya yang masih di atas 20%. Oleh karena itu, stunting masih menjadi
permasalahan yang serius dan harus segera ditanggulangi agar angka stunting bisa
mengalami penurunan dan sesuai dengan anjuran WHO (Kemen PPPA, 2020). Selain itu,
2
stunting berdampak pada perkembangan kognitif, motorik, dan verbal anak menjadi tidak
optimal. Di masa mendatang, anak-anak stunting memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami obesitas dan penyakit lainnya. Selain itu, kapasitas belajar dan performa anak
serta produktivitas dan kapasitas kerja juga menjadi tidak optimal. Dampak buruk
stunting juga berimbas pada kesehatan reproduksi (Pusdatin,2018).
Puskesmas beringin merupakan salah satu puskesmas yang ada di wilayah
kecamatan lubai, berdasarkan hasil data masih ditemukan masalah gizi kurang di
puskesmas beringin sebesar 70%, prevalensi ini di kategorikan tinggi dibandingkan
dengan tahun sebelumya. Sebagian besar kasus stunting yang terjadi di wilayah kerja
puskesmas dikarenakan jarang nya memberikan jenis makanan yang lengkap dan gizi
seimbang. Berdasarkan dari hasil penelitian sebelumnya, hasil penelitian menunjukkan
bahwa lebih dari setengah dari anak yang memiliki gizi kurang yang dipengaruhi oleh
kurangnya tingkat pengetahuan dan gizi seimbang yang diberikan oleh orang tua.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan Latar Belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian Analisis Determinan kejadian stunting pada anak diwilayah kerja puskesmas
beringin Kabupaten Muara Enim.
3
1.5.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui kejadian stunting pada anak di wilayah kerja puskesmas
beringin kabupaten muara enim.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi asupan zat gizi (karbohidrat, protein,
lemak) pada anak di wilayah kerja puskesmas kabupaten muara enim.
3. Untuk mengetahui hubungan asupan karbohidrat dengan kejadian stunting pada
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim.
4. Untuk mengetahui hubungan asupan Protein dengan kejadian stunting pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim.
5. Untuk mengetahui hubungan asupan Lemak dengan kejadian stunting pada balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim.
4
memberi asupan yang lengkap bagi anak terutama diwilayah kerja puskesmas
beringin kabupaten muara enim.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anak
2.1.1 Pengertian Anak
Menurut WHO defenisi anak adalah dihitung sejak seseorang di dalam kandungan
sampai dengan usia 19 tahun. Menurut undang-undang republic Indonesia no 23 tahun
2002 pasal 1 ayat 1 tentang perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk juga yang masih dalam kandungan. Anak juga merupakan aet
bangsa yang akan meneruskan perjuangan suatu bangsa, sehingga harus di perhatikan
pertumbuhan dan perkembangan nya (Depkes RI, 2014).
2.2 Stunting
2.2.1 Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi dimana balita dinyatakan memiliki panjang atau tinggi
yang pendek dibanding dengan umurnya.Panjang atau tinggi badannya lebih kecil dari
standar pertumbuhan anak WHO. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak
balita akibat kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
kehidupan setelah lahir, tetapi baru tampak setelah anak berusia 2 tahun (Choliq et al.,
2020).
Penyebab terjadinnya stunting yaitu pola asuh ibu yang kurang terhadap balita
dalam pemberian makan. Masalah kejadian stunting secara garis besar adalah pola asuh
ibu yang memberikan asupan pada balita tersebut tidak baik atau kekeliruan orang tua
yang memberikan asupan makanan pada balitanya sehingga menyebabkan penyakit
kronis atau meningkatkan resiko penyakit infeksi pada balita yang mengalami stunting
(Putra et al., 2020).
Stunting terjadi karena kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kemiskinan
dan pola asuh yang tidak tepat, yang mengakibatkan kemampuan kognitif tidak
berkembang maksimal, mudah sakit dan berdaya saing rendah, sehingga bias terjebak
dalam kemiskinan. Untuk mengatasi stunting masyarakat perlu dididik untuk memahami
pentingnya gizi bagi ibu hamil dan anak balita (Akuntabilitas, 2019).
6
Anak balita (bayi di bawah lima tahun) yang gagal tumbuh akibat dari kekurangan
gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak
bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting
baru Nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek
(severely stunted) adalah balita dengan panjang badannya (PB/U) atau tinggi badan
(TB/U) (Choliqet al., 2020).
7
pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih detail, beberapa
faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut: (TNP2K,
2017).
8
kematian, perkembangan kognifikan, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal, dan
peningkatan biaya kesehatan. Dampak jangka panjang yaitu postur tubuh yang tidak
optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya), meningkatnya risiko
obesitas dan penyakit, menurunnya kesehatan reproduksi, kapasitas belajar dan performa
yang kurang optimal saat masa sekolah dan produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak
optimal (Kemenkes RI, 2018).
9
desa untuk mengarahkan pengeluaran tingkat daerah ke intervensi prioritas intervensi
stunting.
d. Pilar 4 : mendorong kebijakan “ food nutritional security” pilar ini berfokus untuk :
a) Mendorong kebijakan yang memastikan akses pangan bergizi, khususnya di daerah
dengan kasus stunting tinggi
b) Melaksanakan rencana fortifikasi bio-energi, makanan dan pupuk
yang komprehensif
c) Pengurangan kontaminasi pangan.
d) Melaksanakan program pemberian makanan tambahan
e. Pilar 5 : Pemantauan dan evaluasi
Pilar yang terakhir ini mencakup pemantauan exposure terhadap kampanye
nasional, pemahaman serta perubahan perilaku sebagai hasil kampanye nasional stunting,
pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan pembertian dan kualitas dari
layanan program intervensi stnting, pengukuran dan publikasi secara berkala hasil
intervensi stunting perkembangan anak setiap tahun untuk akuntabilitas. Result-based
planning and budgeting (penganggaran dan perencanaan berbasis hasil) program pusat
dan daerah, dan pengendalian program-program intervensi stunting.
10
keluarga dapat menentukan tingkat asupan zat gizi berdasarkan daya beli terhadap
pangan. Tingginya pendapatan memungkinkan keluarga untuk meningkatkan daya beli
terhadap pangan (Afifah, 2019).
Zat gizi makro berfungsi sebagai penyediaan energi dan dibutuhkan tubuh dalam
jumalah besar. Kebutuhan zat gizi makro yang tidak tercukupi dapat mengakibatkan
beberapa masalah kesehatan. Rendahnya asupan energi dan protein pada balita akan
meningkatkan resiko terjadinya kekurangan energi kronis, serta ganggian pada
pertumbuhan dan perkembangan balita. Tingkat asupan lemak yang rendah dapat
mengakibatkan gangguan hormone, penyerapan vitamin larut lemak, gangguan
metabolisme zat gizi, dan penurunan massa tubuh. Zat gizi makro lainnya yang
berpenggaruh terhadap status gizi adalah karbohidrat (Sari et al., 2021). Asupan
karbohidrat yang rendah menyebabkan pemecahan lemak tubuh akan kehilangan asam
amino yang dibutuhkan untuk sintesis jaringan dan pertumbuhan balita. Selain itu,
susunan syaraf dan otak hanya mengunakan glukosa dan oksigen dapat menyebabkan
kehilangan berat badan karena berubahnya komposisi jaringan dan massa tubuh (Sari et
al., 2021).
Energi yang berasal dari makanan dapat di peroleh dari beberapa zat gizi makro
yaitu karbohidrat, protein, dan lemak, energi memiliki fungsi sebagai penunjang proses
pertumbuhan, metabolisme tubuh dan berperan dalam proses aktifitas fisik. Protein
merupakan salah satu zat gizi makro yang berfungsi sebagai zat pembangun, pemelihara
sel dan jaringan tubuh serta membantu dalam metabolisme sistem kekebalan tubuh
seseorang.Balita dengan tingkat asupan lemak yang rendah beresiko mengalami stunting
dibandingkan dengan tingkat asupan lemak cukup. Balita dengan tingkat asupan
karbohidrat yang rendah lebih beresiko mengalami stunting dibandingkan dengan balita
yang tingkat asupan karbohidrat cukup (Ayuningtyas et al., 2018).
a. Karbohidrat
Karbohidrat adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi.
Apabila kebutuhan asupan karbohidrat (215 gr per kg BB) pada balita mencukupi maka
akan mempengaruhi perkembangan balita sebaliknya jika kebutuhan asupan karbohidrat
tidak mencukupi maka dapat menyebabkan balita mengalami status gizi kurang. Asupan
Karbohidrat harus lebih banyak karena sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa
11
karbohidrat adalah merupakan penyediaan energi utama dan sumber makanan relatif
lebih murah di banding dengan zat gizi lain (Baculu, 2017). Karbohidrat berguna sebagai
penghasil utama glukosa yang selanjutnya digunakan sebagai sumber utama bagi tubuh.
Kelebihan asupan karbohidrat akan dirubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh
dalam jumlah yang tidak terbatas. Sebaliknya, ketika tubuh kekurangan asupan energi,
tubuh akan merombak cadangan lemak tersebut. Hal tersebut akan mempengaruhi status
gizi seseorang, ketika asupan karbohidrat cukup, maka tubuh tidak akan merombak
cadangan lemak yang ada (Baculu, 2017). Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan
keperluan energi tubuh, juga mempunyai fungsi bagi kelangsungan proses metabolisme
lemak. Karbohidrat mengadakan suatu aksi penghematan terhadap protein.Orang yang
membatasi asupan kalori, akan terlalu banyak membakar asam amino bersama dengan
lemak untuk menghasilkan energy (Baculu, 2017).
b. Protein
Protein adalah zat gizi makro sumber energi (20 gr per kg BB), manusia
memperoleh protein dari dua sumber yaitu dari makanan hewani (telur, ikan, daging
unggas, serta susu dan hasil olahannya) dan dari makanan nabati (kacang – kacangan dan
hasil olahannya seperti tempe, tahu, oncom, dan susu kedelai). Protein tersusun dari asam
– asam amino (Yosephin, 2018). Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang
dibutuhkan oleh tubuh dan memiliki peran penting dalam membangun serta memelihara
sel-sel dan jaringan tubuh, peran penting ini tidak dapat digantikan oleh zat gizi lainnya.
Protein diperlukan oleh tubuh untuk membantu proses pertumbuhan dan perkembangan,
mengatur keseimbangan air, serta untuk membentuk antibodi. Balita yang asupan
proteinnya rendah kemungkinan besar memiliki keterbatasan asam amino esensial dalam
asupan mereka (Nugraheni et al., 2020).
Kurangnya asupan sumber protein dapat mengganggu pembentukan antibodi
sehingga menyebabkan balita mudah terkena penyakit infeksi. Balita yang terkena
penyakit infeksi akan terganggu status gizinya, dikarenakan anak kehilangan nafsu
makan dan proses metabolik menjadi terhambat sehingga menyebabkan pertumbuhan
pada anak tidak maksimal. Asupan protein yang rendah dapat mempengaruhi
pertumbuhan tulang untuk memodifikasi sekresi dan aksi hormon osteotropik IGF-1,
sehingga asupan protein dapat memodulasi potensi genetik dari pencapaian peak bone
12
mass. Asupan protein yang rendah juga dapat menghambat hormon pertumbuhan IGF-1
yang dapat menyebabkan ketersediaan mineral massa tulang terganggu (Nugraheni et al.,
2020).
c. Lemak
Lemak merupakan zat gizi makro sumber energi pula, bahkan tertinggi (45 gr per
kg BB). Dalam makanan, lemak berfungsi sebagai pelezat makanan (menjadi makanan
lebih gurih), sehingga orang cenderung menyukai makanan berlemak (Yosephin,
2018).Lemak termasuk salah satu sumber energi yang sangat penting dibutuhkan
khususnya manusia guna melakukan aktivitas sehari-hari. Manusia mempunyai tubuh
yang menbutuhkan kadar lemak yang seimbang. Hal ini untuk membuat agar cadangan
energi tetap ada (Gusti et al., 2016) Lemak merupakan suatu molekul yang terdiri atas
oksigen, hidrogen, karbon, dan terkadang terdapat nitrogen serta fosforus. Pengertian
lemak tidak mudah untuk dapat larut dalam air. Untuk dapat melarutkan lemak,
dibutuhkan pelarut khusus lemak seperti Choloroform (Gusti et al, 2016).
Balita dengan tingkat asupan lemak yang rendah mengalami stunting lebih banyak
dibandingkan balita dengan asupan lemak yang cukup, balita dengan tingkatasupan
lemak yang rendah lebih berisiko mengalami stunting di bandingkan dengan balita
tingkat asupan lemak yang cukup (Ayuningtyaset al., 2018).
STUNTING
Berat Badan
Zat Gizi : Karbohidrat Protein Lemak Lahir Sanitasi dan air bersih, pelayanan kesehatan/imunisasi, akses terh
kesehatan
Status Gizi
Ibu Hamil
13
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
Karbohidrat
Protein Stunting
Lemak
Defenisi Operasional
Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
14
Asupan zat gizi adalah salah Kuesioner 0 = kurang, jika Ordinal
Asupan Zat satu penyebab langsung Asupan
15
susu kedelai). 100%
Lemak Lemak merupakan zat gizi Kuesioner 0 = kurang, jika Ordinal
makro sumber energi pula, Asupan
bahkan tertinggi (45 gr per kg karbohidrat,
BB). Dalam makanan, lemak protein, lemak
berfungsi sebagai pelezat < 80% .
makanan (menjadi makanan 1= cukup, jika
lebih gurih), sehingga orang asupan
cenderung menyukai makanan karbohidrat,
berlemak. protein, lemak
80%-100%, dan >
100%
16
BAB IV
METODELOGI PENELITIAN
4.3.2 Sampel
Sampel yang di butuhkan dari penelitian ini adalah 153 balita berusia 1 sampai 5 tahun
yang ada Diwilayah Kerja Puskesmas Beringin menggunakan purposive sampling. Jumlah
Sample yang di butuhkan ditentukan dengan rumus :
n=4pqd
Sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan yaitu :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu popolusi target
yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam, 2015).Peneliti telah menetapkan kriteria inklusi
dalam penenlitian ini adalah :
17
a) Balita yang berusia 1-5 tahun
b) Balita yang bersedia di ukur panjang badan untuk usia 1-2 tahun atau tinggi badan diatas 2
tahun dan berat badan
c) Asupan zat gizi (karbohidrat, protein, lemak) pada balita
d) Orang tua balita bersedia diwawancarai menggunakan Kuesioner
e) Seluruh balita yang berusia 1 sampai 5 tahun di Diwilayah Kerja Puskesmas Beringin.
b. Kriteria eksklusi
Karakteristik dari populasi yang dapat menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria
inklusi namun tidak dapat disertakan menjadi subjek penelitian (Nursalam, 2015). Peneliti sudah
menetapkan kriteria eksklusi dalam penenlitian ini adalah :
a) Balita yang mempunyai penyakit penyerta
b) Balita yang mempunyai kelainan seperti autisme
c) Balita yang memiliki alergi makanan tertentu
b. Coding ( perkodean)
18
Coding adalah tahapan memberikan kode atau tanda tanda setiap data yang telah
terkumpul. Data yang sudah diedit, maka harus diberikan kode atau mempermudah dimasukkan
kedalam master tabel untuk diolah.
c.Tabulating ( pentabulasian)
Membuat tabel-tabel data, sesuai dengan tujuan penelitian.Hasil ini untuk mempermudah
pengolahan data. Data yang diperoleh diedit dan diberi kode, kemudian dimasukkan kedalam
table agar dapat dihitung. Pemberian skor Memberikan skor pada setiap jawaban yang diberikan
selanjutnya menghitung seluruh skor jawaban dari semua pertanyaan yang diberikan length board
untuk anak usia 1-2 tahun disesuaikan dengan standar deviasi WHO.
Rumus Z-score TB/U : Z-score =
Maka dapat diperoleh katagori:
a. Sangat pendek : <-3 SD
b. Pendek) : -3 SD sd < -2 SD
c. Normal : -2 SD sd +3 SD
19
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kejadian Stunting di Wilayah
Kerja Puskesmas Beringin
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Karbohidrat Anak di
Wilayah Kerja Puskesmas Beringin
Berdasarkan Tabel 5.2 diatas, diketahui bahwa sebagian besar anak memiliki
asupan karbohidrat yang cukup sebanyak 82 orang (53,6%) dan anak yang
memiliki asupan karbohidrat yang kurang sebanyak 71 orang (46,4%).
20
3. Distribusi Frekuensi Asupan Protein
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Protein Anak di Wilayah Kerja
Puskesmas Beringin
Berdasarkan Tabel 5.3 diatas, diketahui bahwa sebagian besar anak memiliki
asupan protein yang kurang sebanyak 80 orang (52,3%) dan anak yang memiliki
asupan protein yang cukup sebanyak 73 orang (47,7%).
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Lemak Anak di Wilayah Kerja
Puskesmas Beringin
21
1. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Stunting Pada Anak di
Wilayah Kerja Puskesmas Beringin
Tabel 5.5
Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Stunting Pada Anak di
Wilayah Kerja Puskesmas Beringin
Stunting OR 95%
Total p-value
Karbohidra Ya Tidak CI
t
n % n % N % 1,048
Kurang 45 63,4 26 36,6 71 100 (1,277-
Cukup 20 35,4 62 64,6 82 100 0,028 4,830)
Total 65 88 153
Sumber : Data Primer 2023
Hasil uji statistik Chi-Square didapatkan p-value 0,14 < 0,05 yang
menunjukan ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan kejadian stunting
pada anak di wilayah kerja Puskesmas Beringin. Nilai Odds Ratio adalah
1,684(1,277-12,830). Hal ini memiliki makna bahwa anak yang memiliki asupan
karbohidrat yang kurang 1,684 kali lebih berisiko untuk mengalami stunting di
bandingkan dengan anak yang memiliki asupan karbohidrat yang cukup.
Tabel 5.6
Hubungan Asupan Protein dengan Kejadian Stunting Pada Anak di
Wilayah Kerja Puskesmas Beringin
Stunting Total OR 95%
p-value
Protein Ya Tidak CI
n % n % N %
Kurang 60 75 20 25 80 100 3,706
Cukup 5 6,8 68 93,2 73 100 0,008 (0,610-
Total 65 88 153 4,769)
Sumber : Data Primer 2023
22
Berdasarkan Tabel 5.6, hasil analisis bivariat diketahui bahwa proporsi
anak yang memiliki asupan protein kurang, mengalami stunting sebesar 75%,
sedangkan anak yang memiliki asupan protein cukup, mengalami stunting sebesar
6,8%. Hasil uji statistik Chi-Square didapat p-value 0,008 < 0,05 yang
menunjukan ada hubungan antara asupan protein dengan kejadian stunting pada
anak di wilayah kerja Puskesmas Beringin. Nilai Odds Ratio adalah 3,706 (0,610-
4,769). Hal ini memiliki makna bahwa anak yang memiliki asupan protein yang
kurang 3,706 kali lebih berisiko untuk mengalami stunting di bandingkan dengan
anak yang memiliki asupan protein yang cukup.
23
5.2 Pembahasan
1. Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Kejadian Stunting Pada
Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin
Hasil penelitian diketahui bahwa proporsi anak yang memiliki
asupan karbohidrat kurang, mengalami stunting sebesar 63,4%, sedangkan
anak yang memiliki asupan karbohidrat cukup, mengalami stunting
sebesar 35,4%. Hasil uji statistik Chi-Square didapat p-value 0,028 < 0,05
yang menunjukan ada hubungan antara asupan karbohidrat dengan
kejadian stunting pada anak di wilayah kerja Puskesmas Beringin. Nilai
Odds Ratio adalah 1,048 (1,277-12,830). Hal ini memiliki makna bahwa
anak yang memiliki asupan karbohidrat yang kurang 1,048 kali lebih
berisiko untuk mengalami stunting di bandingkan dengan anak yang
memiliki asupan karbohidrat yang cukup
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yuliantini et al
(2022), yang mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan kecukupan
karbohidrat (p= 0,007) dengan kejadian balita stunting pada keluarga
nelayan Kota Bengkulu. Asupan karbohidrat rendah berisiko 6,5 kali
terhadap kejadian balita stunting dibandingkan dengan asupan karbohidrat
yang cukup. Hasil penelitian juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Azmy dan Luki (2018) yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi balita TB/U
(p=0,014) hasil penelitian menunjukkan semakin kurang konsumsi
karbohidrat maka berisiko 1,7 kali lebih besar mengalami stunting.
Karbohidrat adalah sumber makanan dan penyedia energi utama
yang relatif lebih murah dibanding dengan zat gizi lain oleh karena itu
karbohidrat lebih banyak dikonsumsi (Setiawan et al., 2018). Fungsi
karbohidrat memiliki peranan sebagai pengatur metabolisme serta
penyumbang energi ke otak dan syaraf. Selain itu karbohidrat adalah zat
gizi yang berfungsi sebagai suplai energi utama untuk tubuh agar dapat
beraktivitas. Karbohidrat menghasilkan energi untuk balita dalam
menunjang perkembangan otak dan aktivitas bermain (Nugroho, 2016).
24
Pada penelitian ini anak yang konsumsi karbohidrat cukup sebesar
53,6%. Konsumsi karbohidrat lebih banyak dikonsumsi karena sesuai
dengan teori yang mengatakan bahwa karbohidrat merupakan penyedian
energi utama dan sumber makanan yang relatif lebih murah dibanding
dengan zat gizi lain. Apabila kebutuhan asupan karbohidrat pada anak
mencukupi maka akan mempengaruhi perkembangan sebaliknya jika
kebutuhan asupan karbohidrat tidak mencukupi maka dapat menyebabkan
balita mengalami status gizi kurang.
25
(telur, ikan, daging unggas, serta susu dan hasil olahannya) dan dari
makanan nabati (kacang – kacangan dan hasil olahannya seperti tempe,
tahu, oncom, dan susu kedelai). Protein tersusun dari asam amino
(Yosephin, 2018). Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang
dibutuhkan oleh tubuh dan memiliki peran penting dalam membangun
serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh, peran penting ini tidak dapat
digantikan oleh zat gizi lainnya. Protein diperlukan oleh tubuh untuk
membantu proses pertumbuhan dan perkembangan, mengatur
keseimbangan air, serta untuk membentuk antibodi. Balita yang asupan
proteinnya rendah kemungkinan besar memiliki keterbatasan asam amino
esensial dalam asupan mereka. Asupan protein yang rendah dapat
mempengaruhi pertumbuhan tulang untuk memodifikasi sekresi dan aksi
hormon osteotropik IGF-1, sehingga asupan protein dapat memodulasi
potensi genetik dari pencapaian peak bone mass. Asupan protein yang
rendah juga dapat menghambat hormon pertumbuhan IGF-1 yang dapat
menyebabkan ketersediaan mineral massa tulang terganggu (Nugraheni et
al., 2018).
Pada penelitian ini diketahui bahwa konsumsi protein kurang sebesar
52,3%. Sumber protein bisa diperoleh dari bahan makanan hewani dan
bahan makanan nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein yang
bersumber dari hewani merupakan protein lengkap atau protein dengan
nilai biologi tinggi karena mengandung semua jenis asam amino esensial
dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan. Bahan makanan sumber
protein hewani lebih banyak menyumbangkan asupan protein
dibandingkan dengan bahan makanan nabati. Konsumsi daging jarang
pada anak balita karena harganya lebih mahal, begitu juga konsumsi ikan
dan juga makanan laut lainnya seperti udang, kepiting, dan cumi-cumi
jarang disebabkan oleh harganya yang mahal yang dapat menyebabkan
kurangnya konsumsi protein pada balita. Kurangnya asupan sumber
protein tersebut dapat mengganggu pembentukan antibodi sehingga
menyebabkan balita mudah terkena penyakit infeksi. Balita yang terkena
penyakit infeksi akan terganggu status
26
gizinya, dikarenakan anak kehilangan nafsu makan dan proses metabolik
menjadi terhambat sehingga menyebabkan pertumbuhan pada anak tidak
maksimal
27
sumber energi yang sangat penting dibutuhkan khususnya manusia guna
melakukan aktivitas sehari-hari. Manusia mempunyai tubuh yang
menbutuhkan kadar lemak yang seimbang. Hal ini untuk membuat agar
cadangan energi tetap ada. Lemak merupakan suatu molekul yang terdiri
atas oksigen, hidrogen, karbon, dan terkadang terdapat nitrogen serta
fosforus (Gusti et al, 2016). Lemak sebagai sumber energi menghasilkan 9
kkal setiap gramnya di dalam tubuh. Selain itu Lemak juga sebagai
cadangan energi yang paling besar disimpan didalam tubuh, yang
tersimpan pada jaringan bawah kulit (subkutan), di sekeliling organ dalam
intamuskuler (Yuliantini et al, 2022).
Pada penelitian ini konsumsi lemak kurang sebesar 51%. Lemak
berhubungan dengan status gizi TB/U dikarenakan dalam lemak
terkandung asam lemak esensial yang memiliki peran dalam mengatur
kesehatan (Susetyowati, 2017). Selain itu simpanan energi dapat berasal
dari konsumsi lemak dan lemak sebagai alat pengangkut dan pelarut
vitamin larut lemak dalam tubuh dimana fungsi-fungsi tersebut sangat
mempengaruhi pertumbuhan balita. Balita yang asupan lemaknya rendah
risiko terjadinya stunting lebih tinggi dibandingkan balita yang asupan
lemaknya cukup.
28
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Angka kejadian stunting pada anak di wilayah kerja Puskesmas Beringin
Kabupaten Muara Enim sebanyak 65 orang (42,5%).
2. Asupan konsumsi karbohidrat cukup pada anak di wilayah kerja
Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim sebesar 53,6%.
3. Asupan konsumsi protein kurang pada anak di wilayah kerja Puskesmas
Beringin Kabupaten Muara Enim sebesar 52,3%.
4. Asupan konsumsi lemak kurang pada anak di wilayah kerja Puskesmas
Beringin Kabupaten Muara Enim sebesar 51%.
5. Terdapat hubungan asupan karbohidrat, protein dan lemak dengan
kejadian stunting pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin
Kabupaten Muara Enim, nilai p value < 0,05.
6.2 Saran
1. Bagi Puskesmas Beringin Kabupaten Muara Enim
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi Puskesmas
Beringin Kabupaten Muara Enim mengenai faktor risiko kejadian stunting,
serta menjadi bahan evaluasi dalam menjalankan program penurunan
stunting dan efektivitas pemanfaatan posyandu bagi balita
2. Bagi Universitas Kader Bangsa
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah bahan bacaan atau
referensi dalam penelitian mengenai faktor risiko kejadian stunting pada
balita.
3. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan ibu tentang gizi dengan kejadian stunting pada balita serta
perlunya pemantauan pertumbuhan balita seperti melakukan pengukuran
tinggi badan secara teratur melalui posyandu.
29
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai masukkan dan referensi bagi penelitian stunting selanjutnya
serta perlu adanya penelitian lebih lanjut menggunakan variabel lain yang
beresiko terhadap kejadian stunting dan memakai metode penelitian yang
berbeda.
30
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, F. A., Widajanti, L., Nugraheni, S. A. 2018. Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu,
Tingkat Konsumsi Gizi, Status Ketahanan Pangan Keluarga dengan Balita
Stunting (Studi pada Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Duren Kabupaten Semarang). Jurnal Kesehatan Masyarakat. 6(5), pp. 361-369
Afifah, L. (2019). Hubungan Pendapatan, Tingkat Asupan Energi dan Karbohidrat
dengan Status Gizi Balita Usia 2-5 Tahun di Daerah Kantong Kemiskinan.
Amerta Nutrition, 3(3), 183. https://doi.org/10.20473/amnt.v3i3.2019.183- 188.
AKG. (2019). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019
Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Untuk Masyarakat
Indonesia. AKG, 8(5), 55.
Akuntabilitas, L. (2019). Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP)
Dana Dekonsentrasi (03-DK) Tahun 2019.
Ayun, Q. (2017). Pola Asuh Orang Tua dan Metode Pengasuhan dalam Membentuk
Kepribadian Anak. ThufuLA: Jurnal Inovasi Pendidikan Guru Raudhatul
Athfal, 5(1), 102. https://doi.org/10.21043/thufula.v5i1.2421
Ayuningtyas, A., Simbolon, D., & Rizal, A. (2018). Asupan Zat Gizi Makro dan Mikro
terhadap Kejadian Stunting pada Balita. Jurnal Kesehatan, 9(3), 445.
https://doi.org/10.26630/jk.v9i3.960
Azmy, U., & Mundiastuti, L. (2018). Konsumsi zat gizi pada balita stunting dan non-
stunting di kabupaten bangkalan. Amerta Nutrition, 2(3), 292–298.
https://doi.org/10.20473/amnt.v2.i3.201 8.292-298
Baculu, E. P. H. (2017). Hubungan Pengetahuan Ibu Dan Asupan Karbohidrat Dengan
Status Gizi Pada Anak Balita Di Desa Kalangkangan Kecamatan Galang
Kabupaten Toli Toli. Promotif, 7(1), 14–17.
Choliq, I., Nasrullah, D., & Mundakir, M. (2020). Pencegahan Stunting di Medokan
Semampir Surabaya Melalui Modifikasi Makanan Pada Anak. Humanism :
Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(1), 31–40.
https://doi.org/10.30651/hm.v1i1.4544
Dewi et.al. (2017). Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi Dan Seng Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita 6-23 Bulan. AmertaNutrition, 1(4), 361.
https://doi.org/10.20473/amnt.v1i4.7137
Diniyyah, S. R., & Nindya, T. S. (2017). Asupan Energi, Protein dan Lemak dengan
Kejadian Gizi Kurang pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Suci, Gresik.
Amerta Nutrition, 1(4),341. https://doi.org/10.20473/amnt.v1i4.7139
Nugroho, A. (2016). Determinan growth failure (stunting) pada anak umur 1 s/d 3 tahun
(Studi di Kecamatan Tanjungkarang Barat Kota Bandar Lampung). Jurnal
Kesehatan, 7(3), 470. https://doi.org/10.26630/jk.v7i3.231
Sari, H. P., Permatasari, L., Ayu, W., & Putri, K. (2021). Perbedaan Keragaman Pangan ,
Pola Asuh Makan , dan Asupan Zat Gizi Makro pada Balita dari Ibu Bekerja
dan Ibu Tidak Bekerja Differences of Food Diversity , Child Feeding Patterns ,
and Macro Nutrition Intake in Children from Business Women and
Housewife. 60,2–https://doi.org/10.20473/amnt.v5i3.2021.
Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul, M. (2018). Faktor-Faktor yang berhubungan
dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur Kota Padang tahun 2018. Jurnal
Kesehatan Andalas, 7(2), 275–284. https://doi.org/10.25077/jka.v7i2.813
Susetyowati. 2017. Ilmu Gizi Teori dan Aplikasi. Jakarta : EGC
Syabandini, I. P., Pradigdo, S. F., Suyatno, & Pangestuti, D. R. (2018). Faktor risiko
kejadian stunting pada anak usia 6-24 bulan di daerah nelayan. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 10(1), 1–9. https://doi.org/10.14710/jkm.v6i1.19953
UNICEF / WHO / World Bank Grub. (2021). Title levels and trends in child malnutrition
Yosephin, B. (2018). Tuntunan Praktis Kebutuhan Gizi. (M. Kika, Ed.) Yogyakarta:
Penerbit Andi, 113-117.
Yuliantini, E., Kamsiah., Maigoda, T.C., Ahmad, A. (2022). Asupan makanan dengan
kejadian stunting pada keluarga nelayan di Kota Bengkulu. Aceh Nutrition
Journal. 7(1), 79-88. DOI: http://dx.doi.org/10.30867/action.v7i1.579
LEMBAR KUISIONER PENELITIAN
Responden yang terhormat, dalam rangka penelitian yang saya lakukan mengenai
“Analisis Determinan Kejadian Stunting Pada Anak di Wilayah Kerja Puskesmas Beringin
Kecamatan Muara Enim. Saya mengharapkan ibu meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner
ini dengan sejujur- jujurnya karena saya menjamin kerahasiaan jawaban dari anda sesuai dengan
kode etik penelitian.
Petunjuk:
1. Isilah jawaban yang ada sesuai dengan pengetahuan ibu.
2. Setiap jawaban yang diberikan sangat bermanfaat bagi peneliti.
3. Peneliti berharap ibu dapat memberi jawaban atau informasi yang benar dan sejujurnya.
4. Kerahasiaan jawaban ibu dijamin tidak diketahui oleh orang lain karena identitas hanya
disimpan oleh peneliti.
5. Atas perhatian dan kerjasamanya peneliti mengucapkan terima kasih.
Petunjuk pengisisan berilah tanda centang pada kolom jawaban yang tersedia
Keterangan :
Catatan :
Setiap makan memberikan lengkap “ Sangat Sering”
Lengkap tapi tidak setiap hari “ Sering”
Pernah memberikan “Jarang”
No Pertanyaan SS S J TP Skor
Jenis Makanan
1 Saya memberikan anak makanan dengan
menu seimbang (nasi, lauk,sayur, buah
dan susu) pada anak saya setiap hari.
2 Saya memberikan anak makanan yang
mengandung lemak (alpukat, kacang,
daging, ikan,telur, susu) setiap hari
3 Saya memberikan anak makanan yang
mengandung protein ( daging, ikan,
kedelai,telur,kacang-kacangan,susu) setiap
hari.
4 Saya memberikan anak makanan yang
mengandung karbohidrat ( nasi, umbi-
umbian,jagung,tepung) setiap hari.
5 Saya memberikan anak makanan yang
mengandung vitamin ( buah dan
sayuran)
setiap hari.
Jumlah makanan
6 Saya memberikan makanan anak saya
makan nasi 1-3 piring/mangkok setiap hari
7 Saya memberikan makanan anak saya
makan dengan lauk hewani ( daging,
ikan, telur) 2-3 potong setiap hari).
8 Saya memberikan anak saya makan
dengan lauk nabati (tahu,tempe dsb) 2-3
potong setiap hari
9 Anak saya menghabiskan semua makanan
yang ada di piring/mangkok setiap kali
makna.
10 Saya memberikan anak saya makan buah
2-3 potong setiap hari
Jadwal makan
11 Saya memberikan anak saya makanan
secara teratur 3 kali sehari
(pagi,siang,sore/malam)
12 Saya memberikan makanan selingan 1-2
kali sehari diantara makanan utama.
13 Anak saya makan tepat waktu
14 Saya membuat jadwal makan anak saya
15 Saya memberikan makan anak saya tidak
lebih dari 30 menit.
Lampiran. Output SPSS
Frequencies
Statistics
Missing 0 0 0 0
Stunting
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Karbohidrat
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Protein
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Crosstabs
Case Processing Summary
Cases
Ya Tidak Total
Cukup Count 20 62 82
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.71.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Crosstabs
Ya Tidak Total
Cukup Count 5 68 73
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.06.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Ya Tidak Total
Cukup Count 5 70 75
Chi-Square Tests
Asymptotic
Significance Exact Sig. Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) (2-sided) sided)
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.38.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval