Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pemanfaatan Poli Obat Tradisional Indonesia Di Rumah Sakit Umum Daerah DR - Soetomo Surabaya
Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pemanfaatan Poli Obat Tradisional Indonesia Di Rumah Sakit Umum Daerah DR - Soetomo Surabaya
Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Pemanfaatan Poli Obat Tradisional Indonesia Di Rumah Sakit Umum Daerah DR - Soetomo Surabaya
TESIS
NPM : 1006746464
DEPOK
JULI 2012
TESIS
1006746464
Riwayat Pendidikan :
Riwayat Pekerjaan:
KATA PENGANTAR
Untaian puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, yang senantiasa
melimpahkan kasih sayang, karunia dan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini sebagai persyaratan menyelesaikan pendidikan di Program Pasca Sarjana, Program Studi
Kajian Administrasi Rumah Sakit, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia.
Ucapan terima kasih yang tulus penulis haturkan kepada Bapak Prof. Drh. Wiku Bakti
Bawono Adisasmito, MSc, PhD, selaku pembimbing yang ditengah kesibukan beliau yang
sangat padat selalu meluangkan waktu untuk memberikan arahan, bimbingan dan koreksi
dalam penyusunan tesis ini.
Dalam penyusunan tesis ini, peneliti telah banyak mendapatkan bantuan, arahan dan doa dari
berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih serta
penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
6. Ibunda tersayang Ibu Kartiningsih yang selalu menyertai dengan doa dan cinta serta
penuh keteladanan dalam kesabaran dan kesyukurannya, dan Ayahanda terkasih alm.
Wisnu Harso atas keteladanannya dalam pendidikan. Juga Bapak Salaman serta Ibu
Muryatmi yang selalu mengiringi perjuangan ini dengan doa dan dukungan.
7. Suami tercinta, Anang Yudi Riswanto ST atas kesabaran, pengertian dan kasih
sayangnya, ananda tercinta, M. Azka Failasuf dan Aisyah Aulia Rahmah, yang selalu
menjadi penyejuk hati, serta seluruh keluarga tercinta, Mba Hertin dan Mas Wid yang
selalu memberi dukungan moral.
8. Seluruh teman-teman KARS UI angkatan 2010 terutama kelas Jumat Sabtu, Emilda,
Mba Asri, Tania dan Fifi yang selalu menjadi sahabat setia, dan teman-teman
seperjuangan: Pak Alex, Pak Khaerudin, Mba Leni, Mba Refni dan De Ani terima
kasih atas kebersamaan dalam perjuangan hingga detik-detik terakhir.
9. Bapak Drs. H.M. Hafidz, MSc dan Dra Siti Fatmawati, selaku owner dan rekan-rekan
kerja di Limus Pratama Medika yang telah memberi keluasan waktu hingga penulis
bisa menyelesaikan studi ini. Juga sahabat-sahabat yang banyak membantu: De Erna,
Mba Kiki, Mba Nuni dan Bu Ida
10. Semua sahabat yang selalu membantu dan mengiringi penulis dalam keimanan dan
kebaikan.
Semoga segala kebaikan yang diberikan oleh semua pihak selama penyusunan tesis ini
mendapatkan balasan dari Allah SWT. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan demi penyempurnaan tesis ini. Akhir kata, dengan seluruh keterbatasan yang ada,
penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
ABSTRAK
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengetahuan, persepsi, sikap dan kebutuhan
yang positif dari masyarakat terhadap obat tradisional dan poli obat tradisional, tetapi tingkat
pengetahuan yang rendah tentang keberadaan poli OTI di RSUD Dr Soetomo Surabaya. Dari
aspek penyedia layanan kesehatan dukungan kebijakan pusat yang belum optimal,
penerimaan intern yang rendah, promosi ekstern yang kurang maksimal serta lokasi yang
kurang strategis terindikasi sebagai faktor yang menjadi kendala dalam pemanfaatan poli OTI
ini.
Kesuksesan suatu program memerlukan upaya evaluasi, maka diperlukan suatu forum dengan
pertemuan rutin bagi pihak yang terkait dalam proses manajemen poli OTI untuk
menganalisa dan mengevaluasi kendala sekaligus upaya untuk meningkatkan pemanfaatan
poli OTI dari berbagai aspek.
Title` : Analysis Factors Influencing the Utilization of The Poly Obat Tradisional
Indonesia in Dr Soetomo Surabaya Hospital
ABSTRACT
High public interest for herbal products has increased people’s demand for traditional
Indonesian medicine. The government accommodated the public’s aspirations by issuing the
regulation that allows the establishment of traditional medicine in the conventional health
care institution such as hospital and Puskesmas. The facts founded in The Poly OTI (Obat
Tradisional Indonesia) of RSUD Dr Soetomo Surabaya and some other hospitals who have
ones show a low utilization. Therefore, the thesis is focused to reveal the factors that
influence the utilization of The Poly OTI.
The design of the research is a qualitative approach. It is intended to reveals the constraints of
the utilization of The Poly OTI. To ensure data validity, the research was done by using
primary data obtained from in-depth interview and secondary data from document
assessment. Furthermore, data triangulation was also conducted.
This research concludes that there are positive level of knowledges, perceptions, attitudes and
needs of the community towards traditional medicine and its poly, but lack of knowledge
about the presents of Poly OTI in RSUD Dr Soetomo. Regarding the health care service
providers, some factors such as non-optimal policy support from the top management, low
internal acceptance, lack of external promotion and non-strategic location are determined to
be the constraints in the utilization of The Poly OTI.
The evaluation is the key to the success of a program, a regular forum or meeting of the
parties related to the marketing of Poly OTI is required to analyze and evaluate the
promotional activities and create innovative marketing plans. The internal socialization needs
to be improved regarding what and how Poly OTI also the working of traditional medicine
and clinical trials in various scientific forums as well as the proposed of relocation to a more
strategic position is recomended.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Kesehatan merupakan suatu kebutuhan pokok dan merupakan hak asasi manusia,
dimana investasi sumber daya manusia (SDM) berkontribusi besar terhadap
peningkatan Index Pembangunan Manusia (IPM). Oleh karena itu menjadi
kewajiban semua pihak untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi
kesehatan demi kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia. Kondisi tubuh yang
tidak prima berakibat fatal pada produktivitas masyarakat sehingga dapat
menghambat proses pembangunan. Untuk mempertahankan kesehatannya,
manusia melakukan berbagai upaya, dari melakukan gaya hidup sehat seperti
makan makanan yang sehat, istirahat yang cukup, olah raga secara teratur dan
menghindari stress, termasuk mengkonsumsi obat-obatan.
1 Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Wisnu Sri Nurwening, FKM UI, 2012.
2
lam (back to nature) yang mendorong masyarakat untuk mencari pengobatan lain,
selain pengobatan konvensional. Dengan adanya perkembangan ini, jumlah
fasilitas pelayanan kesehatan tradisional berkembang dengan demikian pesatnya.
Meskipun data yang asli belum ada, namun fenomena tumbuhnya fasilitas
kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer serta maraknya iklan dan
tayangan layanan pengobat tradisional di televisi menjadi indikator peningkatan
minat masyarakat pada pelayanan pengobatan tradisional.
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis dan
sifat kandungannya sangat beragam yang secara turun temurun telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Depkes, 2007). Untuk menjamin
mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih
memperhatikan proses produksi dan penanganan bahan baku. (BPOM RI,2005).
Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung
meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan
yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Obat tradisional dan tanaman
obat banyak digunakan masyarakat menengah kebawah terutama dalam upaya
preventif, promotif dan rehabilitatif. Trend “back to nature” ini telah mengubah
gaya hidup manusia modern untuk kembali memilih makanan, minuman termasuk
obat yang lebih alami, dan lebih sehat bagi tubuh. Kecenderungan ini sangat
terlihat dari menjamurnya produk-produk herbal yang makin marak di pasaran
(Winarto, 2007).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 1.2. Penggunaan Obat Tradisional di Negara Sedang Berkembang Dan Negara
Maju
Di beberapa negara Asia dan Afrika, sekitar 80% penduduk bergantung pada obat
tradisional untuk perawatan kesehatan primer. Karena itu, pemberian obat
tradisional yang aman dan efektif dapat menjadi alat penting untuk meningkatkan
akses ke perawatan kesehatan secara keseluruhan. Berdasarkan data hasil riset
kesehatan dasar 2010, hampir setengah (49,53%) penduduk Indonesia berusia 15
tahun ke atas, mengkonsumsi jamu. Sebanyak 4,36% mengkonsumsi jamu setiap
hari, sedangkan sisanya (45,17%) mengkonsumsi jamu sesekali. Proporsi jenis
jamu yang banyak dipilih untuk dikonsumsi adalah jamu cair (55,16%); bubuk
Universitas Indonesia
(43,99%); dan jamu seduh (20,43%). Sedangkan proporsi terkecil adalah jamu
yang dikemas secara modern dalam bentuk kapsul/pil/tablet (11,58%). Lebih
lanjut Menteri Kesehatan mengatakan, dalam hal pelayanan kesehatan, obat
tradisional dapat menjadi bagian penting dari sistem kesehatan di negara manapun
di dunia, termasuk di negara-negara ASEAN. Obat tradisional sering lebih
diterima secara budaya oleh masyarakat dibandingkan dengan obat konvensional.
Universitas Indonesia
Dari buku induk rekapitulasi pasien di poli, jumlah rata-rata kunjungan pasien
selama 2 tahun terakhir adalah berkisar 7 orang pasien perhari. Kondisi serupa
ternyata terjadi juga di poli Obat Tradisional Indonesia di rumah sakit-rumah sakit
lainnya. Masih rendahnya tingkat kunjungan ternyata menjadi fenomena umum.
Berikut skema lahirnya poli-poli Obat Tradisional yang ada di seluruh Indonesia.
4. RS dr Suraji
Klaten
5. RSUP Sanglah
Denpasar
6. RS Dr Sardjito Yogyakarta
Universitas Indonesia
Dari data yang diperoleh peneliti, keberadaan poli OTI di RS yang diberitakan
sudah beroperasi di 12 rumah sakit di Indonesia, ternyata baru ada 6 rumah sakit.
Sedang rumah sakit yang poli Obat Tradisional Indonesianya belum mulai
beroperasi adalah: RS Kanker Dharmais Jakarta, RS Persahabatan Jakarta, RS
TNI AL Mintoharjo Jakarta, RS Dr Soeharso Solo, RS Pirngadi Medan, dan RS
Dr Wahidin Makassar. Tingkat kunjungan rata-rata di poli tersebut masih dibawah
10 pasien dalam sehari. Jumlah tersebut menjadi sangat kontras dengan jumlah
pengguna herbal di masyarakat yang cukup tinggi.
Rumah Sakit Dr Soetomo merupakan sebuah rumah sakit yang telah mempunyai
poli Obat Tradisional Indonesia selama lebih kurang 12 tahun, dan menjadikannya
sebagai salah satu poli unggulan untuk rawat jalan. Ide untuk memanfaatkan obat
warisan nenek moyang ini awalnya berasal dari mantan Menteri Kesehatan Faried
Moeloek pada tahun 1998. Saat itu Menkes berharap agar obat-obatan tradisional
menjadi tuan rumah di negeri sendiri serta menjadi tamu terhormat di
mancanegara. Secara kebetulan tak lama setelah gagasan itu terjadilah krisis
ekonomi. Pada tahun 1998 yang menyebabkan turut melambungnya harga-harga
kebutuhan pokok, termasuk obat. Kondisi tersebut menyebabkan obat menjadi
sulit terjangkau masyarakat menengah ke bawah. Dengan latar belakang tersebut,
maka tahun 1999 resmi berdiri poli OTI di Rumah Sakit Dr. Soetomo, yang
merupakan poli OTI pertama di Indonesia.
Berdasarkan hasil survey dan data sekunder yang diperoleh dari manajemen
rumah sakit Dr. Soetomo pada tanggal 10-11 November 2011 terlihat fenomena
masih rendahnya tingkat pemanfaatan poli OTI ini. Jumlah kunjungan poli
tersebut jika diibandingkan dengan jumlah kunjungan Poli Umum RSUD Dr.
Soetomo masih terbilang sangat rendah padahal pada saat yang sama animo
masyarakat cukup tinggi terhadap pemanfaatan obat herbal. Berikut ini disajikan
data kunjungan pasien di poli OTI RSUD Dr. Soetomo dari tahun 1999-2011
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
mber daya, sarana dan pembiayaan) dan pemanfaatan pelayanan di poli OTI
(tingkat kunjungan).
Universitas Indonesia
13 Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Wisnu Sri Nurwening, FKM UI, 2012.
14
Universitas Indonesia
Social Structure
Community
Resources Evaluated
Health Beliefs
Sumber: Ronald Andesen, et .al, Equity in Health Sevices, Cambride, Mass, Ballinger
Publishing Company, 1975.
Universitas Indonesia
tersebut sesuai atau tidak dengan realitas atau pandangan orang lain tentang apa
yang baik untuk individu tersebut (Sarwono, 2004).
Model kepercayaan ini mencakup 5 unsur utama, yaitu: persepsi individu tentang
kemungkinan terkena suatu penyakit (perceive susceptibility), pandangan individu
tentang beratnya penyait (perceive seriousness) yaitu resiko dan kesulitan apa
yang akan dialami dari penyakit itu, persepsi terhadap ancaman terserangnya
penyakit (perceive threats), manfatdan rintangan yang dirasakan (perceive
benefits and barriers) dan yang terakhir adalah cues to action, yaitu memutuskan
menerima ata menolak alternatif tindakan.
c. Model Green
Sedikit berbeda dari Andersen, menurut konsep Green (1980) perilaku kesehatan
dipengaruhi oleh 3 faktor utama:
1) Faktor predisposisi (predisposing factor)
Merupakan faktor anteseden yang mendahului/menjadi dasar atau motivasi
perilaku. Termasuk dalam factor ini adalah pengetahuan, sikap keyakinan,
nilai-nilai dan presepsi yang berhubngan dengan motivasi individu atau
grup untuk melakukan suatu tindakan. Termasu disini adalah factor
demografi seperti sosio-ekonomi, umur, jenis kelamin dan ukuran
keluarga.
2) Faktor pemungkin (enabling factor)
Adalah faktor yang memungkinkan motivasi menjadi terlaksana. Apabila
dalam diri seseorang sudah ada motivasi untuk berobat, misalnya, maka
hal tersebut akan bisa terrealisasi bila factor ini tersedia. Termasuk disini
adalah ketersediaan layanan kesehatan, kemudahan mencapai pelayanan
kesehatan (baik dari segi biaya, jarak, ketersediaan transportasi, waktu
pelayanan, ketrampilan petugas kesehatan).
3) Faktor penguat (reinforcing factor)
Merupakan faktor yang memperkuat perubahan perilaku seseorang di
bidang kesehatan. Termasuk disini adalah manfaat sosial dan manfaat fisik
serta ganjaran nyata yang pernah diterima pihak lain. Faktor ini
Universitas Indonesia
Menurut Wirick dalam Agustina (2007) ada 5 faktor mendasar yang mempunyai
dampak pada permintaan akan pelayanan kesehatan yaitu:
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dari beberapa model pemanfaatan pelayanan kesehatan diatas, ada beberpa hal
yang dianggap berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan di poli OTI yaitu:
pengetahuan, pendidikan, sikap, persepsi, persepsi terhadap kualitas pelayanan,
persepsi terhadap sikap petugas kesehatan, pendapatan, harga pelayanan, jarak ke
tempat pelayanan, sarana transportasi dan asuransi kesehatan.
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil yang terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu sehingga dapat memahami dan
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui
(Notoatmodjo,1993)
Perilaku seseorang akan sangat dipengaruhi oleh pengetahuannya;
demikian juga dengan perilaku seseorang dalam hal pemanfaatan
pelayanan kesehatan. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang lebih
baik di bidang kesehatan akan cenderung lebih memanfaatkan pelayanan
kesehatan. Penelitian oleh Wibowo(1992) tentang pemanfaatan pelayanan
antenatal menunjukkan bahwa makin tinggi pengetahuan ibu tentang
tentang pelayanan antenatal berhubungan dengan makin dimanfaatkannya
pelayanan antenatal pada Bidan.
b. Pendidikan
Pendidikan kesehatan adalah tiap kombinasi pengalaman belajar yang
dirancang demi memudahkan penyesuaian sukarela dari perilaku yang
kondusif bagi kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah komponen yang
mengandung usaha-usaha terencana untuk mengubah perilaku perorangan,
kelompok, dan masyarakat (Notoatmodjo et al 1989 dalam Sumantri
1994).
Tingkat pendidikan masyarakat dikaitkan dengan kemampuan dalam
menyerap dan menerima informasi kesehatan. Umumnya mereka yang
memiliki pendidikan lebih tinggi juga memiliki pengetahuan yang lebih
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
yang dialami individu dan diukur dari berbagai kondisi dan gejala yang
dilaporkan dari hasil pemeriksaan dan diagnose (Sumantri 1994)
Universitas Indonesia
h. Barrier informasi
Minimnya pemanfaatan suatu layanan kesehatan ternyata sangat
dipengaruhi antara lain oleh kurangnya kesadaran dan pengetahuan
masyarakat, bervariasi mulai dari tidak mengetahui tempat pelayanan
kesehatan hingga kurangnya pemahaman tentang tanda tanda bahaya atau
kegawatan kondisi penyakit. Pada penelitian di Zimbabwe misalnya,
alasan utama dibalik keterlambatan mencari pelayanan pada pasien kanker
serviks adalah bahwa mereka tidak mengenali keparahan kondisinya. Di
banyak Negara kehamilan tidak dianggap sebagai kondisi yang
memerlukan perawatan, kecuali jika ada komplikasi. Ada juga wanita yang
menunda kunjungan pelayanan kehamilan sampai trimester kedua karena
mereka tidak menyadari atau mengabaikan pentingnya
pelayanan.(Koblinsky, 1993)
Universitas Indonesia
UTILIZATION OF HEALTH
CONSUMER SATISFACTION
SERVICES
Convenience, Cost, Coordination,
Type Site, Purpose, Time
Courtesy, Information, Quality
Interval
Ditinjau dari teori pendekatan sistem David Easton (1965), sistem terbentuk dari
elemen atau bagian yang saling berhubungan dan mempengaruhi, dengan
komponen yang terdiri dari:
Universitas Indonesia
The Intra-Social
Enviroment
Sistem Ekologi
Sistem Sosial
Sistem Budaya
Sistem Politik
Sistem Ekonomi
dll I
Demands
N
Formulasi
Output
P Kebijakan
Publik
U
The Extra-Social Support
Enviroment T
Sistem Ekologi
Internasional
Sistem Sosial
Internasional
Sistem Budaya
Internasional
Sistem Ekonomi
Internasional
dll
Umpan Balik
Universitas Indonesia
Komponen dari sistem pelayanan kesehatan menurut Andersen dkk (1974) pada
umumnya ditandai oleh dua unsur utama yakni sumber daya dan organisasi.
Sumber daya adalah tenaga kerja dan modal termasuk di dalamnya struktur di
mana pelayanan dan pendidikan kesehatan disediakan, peralatan dan bahan yang
digunakan dalam memberikan pelayanan. Organisasi mengacu kepada bagaimana
tenaga dan fasilitas dikoordinasikan dan dikendalikan dalam proses pelayanan.
Pemanfaatan suatu layanan sangat terkait dengan kemampuan suatu institusi untuk
memperkenalkan dan memasarkan produk tersebut. Dalam organisasi rumah sakit
modern, salah satu aspek yang paling menunjang keberhasilan tersebut adalah
pemasaaran. Pemasaran dalam industri berperan untuk menghasilkan laba yang
lebih tinggi. Perolehan laba yang tinggi dapat membuat produsen melakukan
produksi terus menerus sehingga eksistensi suatu industri dapat terjaga. Kotler
(2002: 9) mengemukakan bahwa :
“Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok
mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan,
menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan
pihak lain”
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Bukti lain eksistensi tanaman berkhasiat obat zaman dahulu adanya naskah lama
pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi
Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem
dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat
(jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sukandar, 2006).
Universitas Indonesia
menyebar luas dibawa oleh oleh warga bangsa itu yang merantau keseluruh
penjuru dunia (Chinese Oversease). Dengan meningkatnya globalisasi dan
ikemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, maka penyebaran TCM
makin meluas keseluruh dunia dan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Secara teori, pengertian dari tanaman obat adalah tanaman yang berkhasiat obat
dan digunakan sebagai obat, karena mengandung zat aktif yang dapat mengobati
penyakit tertentu atau tanpa zat aktif tertentu tetapi bersinergi dengan zat yang
berfungsi untuk mengobati. Pengertian digunakan sebagai obat yaitu semua
penggunaan yang berdampak fisiko-kimia, seperti diminum, ditempel, dihirup dan
lain-lain. Sehingga konsep ini dapat memenuhi konsep kerja reseptor sel dalam
menerima senyawa kimia atau rangsangan (Winarto, 2007). Sedangkan menurut
Undang-Undang RI Nomor 36 tahun 2009, obat tradisional adalah bahan atau
ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untukpengobatan, dan diterapkan sesuai dengan norma
yang talh berlaku di masyarakat.
Karena letak Indonesia yang dipersimpangan lalu lintas dunia, terjadi pertukaran
pengetahuan tentang obat dan pengobatan. Terutama adalah antara India-
Indonesia-China, sehingga terjadi keserupaan pemanfaatan tanaman obat dan
sistem pengobatan.
Universitas Indonesia
Perhatian mulai besar ketika abad 20 semangat back to nature dari Barat merasuki
pola pikir negara-negara dunia ketiga termasuk Indonesia. Motto Kembali ke
Alam atau Back to Nature kian melanda dunia. Banyak orang mulai kembali ke
pengobatan herbal ketimbang obat kimia Pada fase ini masyarakat mulai sadar
akan besarnya efek samping obat-obatan modern dan kelebihan dari obat
tradisional.
Obat kimia modern yang berbahan kimia sintetis, tak dipungkiri lagi mengandung
efek samping yang telah menimbulkan kekhawatiran di negara-negara maju. Ada
beberapa hipotesa akan kelemahan dari obat sintetis. Kelemahan pertama, secara
logis obat kimia yang merupakan zat tunggal atau gabungan dari beberapa zat
tunggal, sehingga pasti mengandung efek samping, zat kimia murni cenderung
tidak cocok dengan tubuh yang kompleks dengan reaksi-reaksi kimia tertentu.
Obat moden ini cenderung memanipulasi reaksi tubuh untuk mencapai tujuan
pengobatan, yang kadang terjadi secara berlebihan. Efek jangka panjang, yang
lebih menakutkan adalah seperti kerusakan hati atau ginjal, lemah syahwat dan
tumor yang semua bersifat irreversibel (Winarto, 2007)
Kelemahan kedua, yang sangat ironis adalah masalah keefektifan. Penelitian dan
pengembangan obat yg didukung dana dan oleh lembaga-lembaga pendidikan
paling terkemuka, ternyata banyak menemui keterbatasan, seperti belum adanya
obat yang efektif untuk hipertensi, kanker, diabetes dan sebagainya yang akhirnya
mengharuskan pengidapnya untuk terus minum obat. Kesemua hal tersebut
menggelitik untuk mencari alternatif pengabatan, dengan keyakinan ketika Tuhan
menciptakan penyakit maka Ia pun tentu telah menciptakan pula obatnya.
Kelemahan ketiga, mahalnya obat modern yaitu karena 82% bahan dan alat
pendukung adalah import. Sedangkan harga dolar yang tinggi, membuat obat
sangat mahal walaupun sudah disubsidi oleh pemerintah (Winarto, 2007).
Universitas Indonesia
untuk mencari alternatif solusi kesehatan yang lebih aman. Latar belakang inilah
yang memunculkan demand yang tinggi terhadap obat herbal.
Berdasarkan data hasil riset kesehatan tahun 2010, hampir setengah (49,53%)
penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas, mengonsumsi jamu. Sekitar lima
persen (4,36%) mengkonsumsi jamu setiap hari sedangkan sisanya (45,17%)
mengkonsumsi jamu sesekali. Menurut Menteri Kesehatan, sekitar lima persen
mengkonsumsi jamu setiap hari sedangkan sisanya mengkonsumsi jamu sesekali.
Obat tradisional lebih sering bisa diterima oleh masyarakat dibandingkan dengan
obat konvensional. Hal ini antara lain disebabkan karena adanya keyakinan dan
tradisi yang turun-temurun, disamping adanya beberapa fakta temuan ilmiah
tentang relative kecilnya efek samping dari obat tradisional. Dari hasil uji
toksisitas akut LD memberi hasil yang sangat baik. Hal ini karena efektifitas
herbal dihasilkan bukan oleh zat aktif, tetapi resultan dari zat aktif dan non aktif
atau bahkan dari berbagai zat yang non aktif. Kedua, minimnya efek samping ini
disebabkan karena herbal mengandung zat yang kompeks yang masing-masing zat
berkonsentrasi rendah. Karena keamanan tersebut pula maka pemakaian obat
herbal tidak memerlukan pengawasan yang ketat dari tenaga medis.
Universitas Indonesia
Dalam hal pelayanan kesehatan, obat tradisional dapat menjadi bagian penting
dari sistem kesehatan di negara manapun di dunia, termasuk di negara-negara
ASEAN. Obat tradisional sering lebih diterima secara budaya oleh masyarakat
dibandingkan dengan obat konvensional. Agar bisa menjadi tuan rumah di
negaranya sendiri itulah, jamu akan segera disahkan menjadi salah satu daftar obat
dalam praktik kedokteran. Artinya, jamu akan menjadi obat yang diresepkan
dokter untuk pasien yang berobat.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
- Aman
- Klaim khasiat : turun
temurun
- Mutu
- Aman
- Klaim khasiat : praklinik
- Mutu
- Standarisasi bahan
baku
- Aman
- Klaim khasiat : klinik
- Mutu
- Standarisasi bahan
baku
Obat herbal Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga kategori,
yaitu : (1) Jamu; (2) Obat Herbal Terstandar; dan (3) Fitofarmaka. Jamu
merupakan warisan budaya bangsa yang perlu terus dikembangkan dan
dilestarikan dengan fokus utama pada aspek mutu dan keamanannya (safety).
Khasiat jamu sebagai obat herbal selama ini didasarkan pengalaman empiris yang
telah berlangsung dalam kurun waktu yang lama. Berdasarkan berbagai hasil
penelitian ilmiah yang telah dilakukan selama ini ternyata sebagian besar jamu
yang digunakan oleh masyarakat luas mengandung dua komponen penting, yaitu
imunomodulator dan anti oksidan. Dengan demikian jamu bermanfaat untuk
menjaga dan memelihara kesehatan, sehingga tidak mudah sakit karena sistem
imunitas tubuh terpelihara dan berfungsi dengan baik. Obat herbal terstandar
adalah obat yang simpliasianya telah dilakukan standarisasi dan telah dilakukan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
tenaga kesehatan lainnya. Rumah sakit adalah organisasi yang melalui tenaga
medis profesional terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen
menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien.
Universitas Indonesia
sistem yang disusun dalam rangkaian terkendali dan dinilai dari luaran sistem
tersebut. Luaran rumah sakit adalah jumlah orang yang dipulangkan,jumlah orang
yang sehat,dan jumlah orang yang meninggal dunia.
Menurut Aniroen (1990) rumah sakit sebagai organisasi yang kompleks
merupakan sub sistem daripada upaya pelayanan kesehatan yang dikelola dengan
menggunakan konsep sistem. Konsep ini telah memberi pandangan kepada
pengelola bahwa organisasi bersifat dinamis, sehingga pencapaian tujuan yang
diperoleh sub sistem merupakan dukungan terhadap pencapaian tujuan secara
keseluruhan sebaliknya. Inilah kunci pandangan komsep sistem dalam organisasi
dan manajemen rumah sakit.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dalam menghadapi berbagai tantangan masa datang maka mau tidak mau
manajemen RS harus mempersiapkan dirinya secara baik, terutama dalam
hal manajemen sumberdaya manusianya. Sumberdaya manusia yang
unggul amat berperan dalam kehidupan dan keberhasilan suatu organisasi.
Sumberdaya manusia kesehatan di RS perlu ditingkatkan agar mempunyai
kompetensi yang memadai. Peningkatan mutu sumberdaya manusia
kesehatan, dan kegiatan manajemen SDM tersebut merupakan kunci utama
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
poli OTI sudah beroperasi selama 11 tahun, dengan didukung oleh tim dokter
yang sudah memiliki kompetensi sebagai pengobat herbal, dan perawat kesehatan
yang sudah mengikuti kursus atau pelatihan sesuai bidang keahlian yang ditekuni.
Poli ini melayani 3 jenis pengobatan alternatif, yaitu terapi herbal, akupunktur
dan pijat aromaterapi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo Surabaya merupakan salah
satu rumah sakit daerah yang berada di bawah pengawasan langsung gubernur
selaku Kepala pemerintahan daerah Tingkat I Jawa Timur. Hal ini berdasarkan
peraturan daerah (PERDA) Jawa Timur Nomor 9 Tahun 1985.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo merupakan rumah sakit rujukan untuk
kawasan Indonesia bagian timur bagi beberapa kasus tertentu yang tidak dapat
ditangani oleh rumah sakit lainnya di wilayah Jawa Timur dan Wilayah Indonesia
bagian Timur. Berdirinya rumah sakit ini berkaitan erat dengan kebutuhan sarana
kesehatan dimasa penjajahan Belanda. Bermula dengan nama Centrale Burgeilyke
Ziekenhuis (CBZ) yang berada di jalan pemuda. Oleh masyarakat Surabaya,rumah
sakit ini lebih dikenal dengan nama Rumah Sakit Simpang. Pada tahun 1952
untuk pertama kalinya pemerintah RI memberikan bantuan, sehingga rumah sakit
tersebut dapat berbenah diri sambil berupaya untuk membangun gedung baru di
jalan Darmahusada. Beberapa instalasi telah dipindahkan ke gedung baru tersebut,
yang lebih dikenal dengan sebutan Rumah Sakit Karangmenjangan.
Rumah sakit Umum daerah Dr. Soetomo berdasarkan klasifikasi yang berlaku,
termasuk rumah sakit tipe A. Sebagai rumah sakit tipe A, maka RSUD Dr
Soetomo mempunyai fungsi dan tanggung jawab menangani masalah:
1. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
2. Pendidikan Kesehatan
3. Penelitian Kesehatan
48 Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Wisnu Sri Nurwening, FKM UI, 2012.
49
Alamat Rumah Sakit : Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo 6 – 8 Surabaya telepon
(031) 5340061 – 5340068, fax 031 - 5028735
Status kepemilikan : Pemerintah Propinsi Jawa Timur
Landasan Operasional : - Perda Propinsi Tingkat I Jawa Timur No. 7 Th.1996
tentang Organisasi dan Tata Kerja RSU Dr. Soetomo Propinsi Tingkat I Jawa
Timur
- Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur No. 2 Th. 1999
4 Januari 1999 tentang Pengelolaan Keuangan RSU Dr. Soetomo sebagai Unit
Swadana Daerah
Tipe Rumah Sakit : Kelas A, Pendidikan (SK Menkes No.
51/Menkes/SK/II/1979)
Luas Tanah : 163. 875 m2
Luas Bangunan : 98. 121 m2
Lokasi RSU Dr. Soetomo dibatasi :
• Sebelah Utara : Jalan Darmahusada
• Sebelah Barat : Jalan Darmawangsa
• Sebelah Selatan : Jalan Airlangga
• Sebelah Timur : Jalan Karang menjangan
Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo sebagai Rumah Sakit Kelas A mempunyai
tugas dan fungsi sebagai :
1. Rumah Sakit Pelayanan, Pendidikan, dan Penelitian
2. Pusat Rujukan Tertinggi untuk Wilayah Indonesia Bagian Timur
Visi:
Menjadi rumah sakit yang terkemuka dalam pelayanan, pendidikan dan penelitian
di kawasan Asia Tenggara
Misi:
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang aman, informative, efektif,
efisien, mutu, manusiawi dan memuaskan.
2. Menyelenggarakan pelayanan rujukan tertinggi.
Universitas Indonesia
Motto:
“NOTO ROSO, AMONG ROSO, MIJIL TRESNO, AGAWE KARYO”
“SAYA SENANTIASA MENGUTAMAKAN KESEHATAN PENDERITA”
Adapun fungsi dari RSU Dr. Soetomo Surabaya adalah sebagai berikut :
1. RSU Dr. Soetomo Surabaya selain berfungsi sebagai alat pengajaran yang
merupakan bagian dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, juga termasuk
sarana penelitian bagi staff RSU. Fungsi ini sama halnya dengan fungsi yang telah
mengalami pengembangan sejalan dengan kebutuhan akan kemajuan di bidang
kedokteran dan pendidikan dokter pada umumnya. Ini berakibat pada kebutuhan
akan peningkatan fasilitas, baik yang berupa ruang maupun prasarana lainnya.
2. RSU Dr. Soetomo Surabaya sebagai Rumah Sakit Rujukan
Fungsi rujukan dari kompleks RSU Dr. Soetomo dapat berlangsung dengan baik
apabila ditunjang oleh jaringan Rumah Sakit Daerah yang mampu secara efisien
melayani kebutuhan akan kesehatan umum masyarakat setempat dan memberi
pelayanan umum untuk seluruh wilayah Indonesia khususnya Jawa Timur (Studi
Evaluasi Lingkungan / Seluruh RSU Dr. Soetomo).
Universitas Indonesia
Fasilitas RS:
• Perawatan Spesialis
� Diagnostik dan Terapi Intervensi Kardiovasculer
� Klinik Infertility dan Bayi Tabung
� Anak
� Bedah Pusat
� Kebidanan & Kandungan
� Penyakit Dalam
� Gigi & Mulut
� Syaraf
� THT
� Mata
� Paru
� Kulit & Kelamin
� Jantung
Universitas Indonesia
� Bedah Tulang
� Alergi
� Fisioterapi
� Akupuntur
� Menopause
� Obat Tradisional Indonesia
� Paliatif
� Onkologi Terpadu
� Pelayanan Terpadu
� Pelayanan Operasi Rawat Jalan (One Day Care)
• Perawatan Rawat Inap
� Kelas III
� Kelas II
� Kelas I
� Kelas Utama (Graha Amerta)
� VIP
� Rawat Intensif dan Reaminasi
• Pelayanan Penunjang
� Laboratorium Patologi Klinik
� Laboratorium Patologi Anatomi
� Mikrobiologi Klinik
� Farmakologi Klinik
� Rehabilitasi Medik
� Tranfusi Darah
� Forensik
� X-Ray
� CT-Scan
� MRi
� USG
� Endoskopi
� ESWL
� Angiografi
Universitas Indonesia
� ECG
� Echocardiografi
� Treadmill
� EEG
� EMG
� TUR
� Laparoskopi
� Bedah Syaraf
� Konsultasi Gizi
� Farmasi
� Gizi
� Hemodialisa
� Kamar Bedah
Fasilitas Umum RSU Dr. Soetomo Surabaya
• Lift Pasien : 16 unit
• Lift Barang : 10 unit
• Listrik PLN : 4330 KVA
� Genzet : 9 unit : 3960 KVA
� UPS : 5 unit : 118 KVA
• Pendingin : AC Sentral 4 unit
• Mesin-mesin :
� Mesin cuci : 5 unit
� Mesin Pengering : 6 unit
� Mesin Setrika : 3 unit
� Autoclave : 11 unit
� Boiler : 4 unit
� Incenerator : 2 unit
� Cold Storage : 7 unit
� Pompa Air Bersih : 4 unit
• Gas Medik : Sentral unit dengan suplay 3 tabung besar cair
• Telekomunikasi : 43 Direck line Telkom
3 ISDN ( Telemedicine )
Universitas Indonesia
800 DID
• Air Limbah : 1 unit IPAL
Salah satu produk yang belum lama diluncurkan pemerintah di beberapa RSUD
adalah poli Obat Tradisional Indonesia (POTI). Poli ini hadir untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan pengobatan dengan tanaman obat dan beberapa jenis
pengobatan komplementer alternatif lainnya. Di RSUD Dr Soetomo Surabaya,
poli OTI sudah beroperasi selama 11 tahun, dengan didukung oleh tim dokter
yang sudah memiliki kompetensi sebagai pengobat herbal, dan perawat kesehatan
yang sudah mengikuti kursus atau pelatihan sesuai bidang keahlian yang ditekuni.
Poli ini melayani 3 jenis pengobatan alternatif, yaitu terapi herbal, akupunktur
dan pijat aromaterapi.
Universitas Indonesia
pelangsingan, pijat untuk untuk relaksasi, pijat untuk perawatan wajah dan kulit
serta pijat untuk terapi penyakit.
Tidak berbeda dengan poli konvensional, tingkat pengobatan yag dilakukan di
poli ini meliputi:
1. Promotif untuk memelihara kesehatan
2. Preventif: untuk mencegah penyakit
3. Kuratif: mengobati penyakit
4. Rehabilitative : untuk mengembalikan kesehatan setelah sakit
5. Paliatif : untuk mengurangi keluhan pada penderita (nyeri) sehingga
penderita dapat menjalankan aktifitasnya walaupun sudah stadium
terminal.
Universitas Indonesia
BAB IV
KERANGKA KONSEP
CHARACTERISTICS OF
CHARACTERISTICS OF HEALTH POPULATION AT RISK
DELIVERY SISTEM
Perdisposing (Mutable,
Resources, Volume, Distribution Immutable), Enabling ( Mutbale,
Immutable), Need (Perceived,
Organization, Entry, Structure Evaluated)
UTILIZATION OF HEALTH
CONSUMER SATISFACTION
SERVICES
Convenience, Cost, Coordination,
Type Site, Purpose, Time
Courtesy, Information, Quality
Interval
Berdasarkan dari kerangka teori tersebut, maka dalam penelitian Analisis Faktor-
Faktor yang mempengaruhi Pemanfaatan Poli Obat Tradisional Indonesia ini akan
56 Universitas Indonesia
menggunakan kerangka konsep dari Model Andersen dan Aday karena dari
kerangka teori tersebut dianggap telah mewakili faktor-faktor baik dari segi
pengguna maupun penyedia layanan kesehatan. Dari penjelasan dan uraian yang
ditemukan pada bab pendahuluan dan bab tinjuauan pustaka, maka terlihat banyak
variabel yang mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan,
namun pada dalam penelitian ini peneliti tidak akan menggali semua variabel,
tetapi untuk poli OTI variabel yang dianggap paling berpengaruh adalah
pengetahuan, persepsi dan sikap yang merupakan komponen dari predispisisi,
harga dan asuransi yang merupakan komponen dari enabling factor dan
kebutuhan (need factor) serta Sistem Pelayanan Kesehatan, sehingga kerangka
konsep yang diambil adalah sebagai berikut :
input proses
Output
P
1. Pengguna e
a. Pengetahuan m
b. Persepsi a
n
c. Sikap
f
d. Kebutuhan a
e. Harga pelayanan a
f. Asuransi t
a
Sistem pelayanan
2. Sistem Pelayanan n
Kesehatan
P
a. SDM
o
b. Sarana l
c. Bahan baku i
d. Pembiayaan
e. Promosi O
f. Kebijakan T
I
Umpan balik
bbalikbalikbaba
lik
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
11. Kebijakan : adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman
dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan
cara bertindak yang dibuat oleh pihak manajemen RS
Cara ukur : wawancara mendalam
Alat ukur : pedoman wawancara, alat perekam
Informan : manajemen RS
Universitas Indonesia
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan dalam waktu kurang lebih 1,5 bulan di bulan April-Juni
2012, kepada manajemen RSUD Dr Soetmomo Surabaya dan kepada pengguna
herbal yang menjadi pasien poli Obat Tradisional Indonesia, pasien poli umum
non pasien poli OTI serta kepada masyarakat umum pengguna Herbal di Surabaya
yang berobat ke klinik TCM di Surabaya
5.3 Informan
Penentuan informan yang sesuai dengan fokus penelitian merupakan hal yang
paling penting dalam penelitian kualitatif. Jumlah informan pada penelitian
kualitatif tidak ditetapkan seberapa banyak hingga informasi yang diperoleh telah
sampai pada taraf “redundancy”(datanya telah jenuh, ditambah sampel lagi tidak
memberikan informasi yang baru) (Sugiyono, 2005). Jumlah informan pada
penelitian ini adalah 5 orang dari pihak manajemen rumah sakit, 9 orang dari
pengguna obat herbal yang terdiri dari 3 orang pasien di poli Obat tradisional, 3
61 Universitas Indonesia
a. Data primer
Yaitu sejumlah keterangan/fakta-fakta yang secara langsung diperoleh dari
sumber data yang terkait dengan komponen penentu pemanfaatan poli
OTI. Data primer diperoleh dari para informan, dengan instrumen berupa
pedoman wawancara terdiri dari 2 kelompok informan, yaitu kelompok
informan pengguna herbal untuk informasi mengenai pengetahuan,
persepsi, sikap, kebutuhan dan asuransi; serta informasi dari kelompok
manajemen RS mengenai aspek-aspek sumber daya manusia, sarana,
bahan baku, pembiayaan, promosi dan kebijakan.
Universitas Indonesia
Alat pengumpul data pada penelitian kualitatif ini adalah peneliti sendiri,
pedoman wawancara dibantu dengan catatan dan alat perekam.
Untuk menjamin keabsahan hasil penelitian, maka penelitian ini harus memenuhi
paling tidak standar kredibilitas dan transferabilitas, dengan kriteria berikut:
1. Standar Kredibilitas
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
HASIL PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan dalam rentang waktu sekitar 6 bulan yang dimulai dengan
studi pustaka dan literatur dan pengambilan data awal (pre eliminer studi) di
RSUD Dr Soetomo Surabaya. Pengambilan data primer dilakukan selama kurang
lebih 1,5 bulan dari akhir Mei hingga awal Juni 2012 dengan metode wawancara
mendalam dan observasi. Kepada masing-masing informan dilakukan wawancara
mendalam sebanyak 1-2 kali dengan durasi waktu antara 30 menit hingga 90
menit.
Universitas Indonesia
Informan dalam penelitian ini terdiri dari 14 orang dari 4 kelompok yang berbeda,
yaitu 5 orang dari manajemen RSUD Dr Soetomo Surabaya, yaitu Wakil Direktur
Pelayanan Medis, Kepala Instalasi Rawat Jalan, Kepala Poli OTI, Kepala
Ruangan Poli OTI dan Kepala Seksi Pemasaran RSUD Dr Soetomo Surabaya; 3
orang dari pasien poli Obat Tradisional Indonesia dan 3 orang dari pasien
pengguna herbal non pasien poli OTI yang dijaring dari pasien umum yang datang
ke poliklinik umum dan dari 3 pasien yang berobat ke Tradisional Chinese
Medicine di Surabaya, dengan menggunakan metode wawancara mendalam.
Lama wawancara bervariasi antara 30 – 90 menit dengan frekuensi wawancara
sebanyak 1-2 kali. Karakteristik informan yang dikumpulkan meliputi jenis
kelamin, usia, pendidikan, jabatan dan lama bekerja di instansi tersebut. Informan
terdiri dari 4 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Pendidikan terakhir
informan bervariasi yaitu SMP sebanyak 2 orang, SMA/sederajat sebanyak 3
orang, S1 sebanyak 8 orang dan S2 sebanyak 1 orang informan. Lama bekerja
masing-masing informan pada jabatan terakhir bervariasi dari antara 2,5 hingga 13
tahun.
Universitas Indonesia
8
7
6
5
4 Series1
3
2
1
0
SMP SMA S1 S2
Universitas Indonesia
6.3.1 Pengetahuan
Dari hasil wawancara mendalam dengan para informan, seluruh informan dari
kelompok pasien OTI dan non pasien OTI rata-rata dapat menjelaskan pengertian
obat tradisional dengan jawaban yang hampir sama, yaitu bahwa obat tradisional
Indonesia merupakan obat-obatan alami yang berbahan dasar dari alam.
“Setahu saya obat tradisional itu ya obat atau bahan yang berasal dari alam
seperti tumbuhan yang bisa difungsikan sebagai obat” (Informan B1)
“Obat tradisional itu adalah obat-obatan yang dibuat dari bahan-bahan yang
sifatnya alami yang ada di sekitar kita kaya daun-daunan, akar-akaran, gitu setau
saya.” (Informan B2)
Lebih lanjut, sebagaian besar informan berpandangan bahwa OT efektif
digunakan untuk penyakit-penyakit ringan, penyakit infeksi dan bahkan untuk
penyakit degeneratif. Berikut petikan jawaban informan:
“Tapi kami menggunakan ini hanya untuk kasus-kasus yang ringan dan sifatnya
tidak emergensi. Kalau yang berat ya pasti dibawanya ke dokter. Manfaatnya ya
lebih enak aja dan merasa lebih tenang karena efek samping minimal mungkin
ya:” (Informan C1)
“Macem-macem penyakit, Cuma kalau hernia tidak bisa. Kalau asma bisa, batuk
juga bisa itu kan ada ramuannnya, terus kalau penyakit kencing manis. Apalagi
ya lupa, banyak” (Informan A1)
“Bisa panas, atau demam, terus batuk, diare juga bisa pake daun jambu biji itu.
Kalau sering pake untuk penyakit-penyakit seperti itu pernah sih, cuma kalau
sering sih engga” (Informan B2)
“Kalau kelebihannya karena dia sifatnya alami ya gak ada bahan kimianya jadi
mungkin hampir gak ada efek sampingnya. Lebih aman” (Informan B2)
Universitas Indonesia
“Kalau kelebihan OT itu pertama mungkin kita bisa dapat bahannya dari alam
langsung, bisa buat sendiri racik sendiri, harganya lebih terjangkau mungkin
gitu. Tapi kelemahannya, barangkali obat yang alami2 itu mungkin karena
efeknya terlalu ringan sehingga tidak bisa memberi manfaat secara cepat, jadi
meragukan sedangkan kalau obat medis kan lebih terstandar”. (Informan B1)
Adapun dari kelompok pasien pengguna TCM memilih TCM ini karena percaya
akan kelebihan dari jenis pengobatan ini. Berikut petikan jawaban informan
“Alasan memilih TCM ini karena saya agak kurang puas dengan penjelasan
medis dan rencana terapi dokter yang saat menjelaskan kok sepertinya kurang
berkenan di hati saya yang orang awam bukan dari medis. Ya mereka memang
menjelaskannya betul, tapi bagi saya memang kaget. bagi mereka mungkin hal
biasa tapi bagi kami itu hal yang besar sekali. sehingga saya ko merasa dalam
mereka memberi penjelasan justru membuat saya kecil hati. Sehingga kemudian
saya baca-baca di internet, cari informasi dari semua sumber kemudian saya
menemukan ini menurut saya terapinya masuk akal, dan saya jadi percaya dan
terdorong untuk memilih yang ini” (Informan C1).
“Niat awalnya ingin berhenti cuci darah. Dijanjikan sembuh tapi harus dua kali
paket apa tiga kali gitu. Kira-kira harus minumnya 20 atau 30 hari”. (Informan
C3)
Tentang keberadaan poli OTI di RSUD Dr Soetomo, dan sumber informasi para
informan menyampaikan informasi sebagai berikut:
“Poli OTI gak pernah denger sebelumnya. Kalau di RSUD Dr Soetomo ada poli
itu juga baru tahu sekarang. Saya kan baru denger sekarang, ya dari Mba
barusan” (Informan B2)
“Saya belum tau tu kalau yang seperti itu…Waah kalau memang ada itu bagus
sekali kalau bisa ada, kan jadi lebih jelas siapa yang men-terapi..jadi lebih
percaya dan aman, jadi sangat positif saya berharap memang men-terapi itu
memang bukan hanya fisiknya aja yang diterapi tapi juga psikis juga, diberi
semangat juga” (Informan C1)
“Saya memang pernah mendengar tentang poli OTI di Soetomo, tapi belum
pernah datang ke sana. Saya pikir itu sangat positif dan mungkin akan mencoba
datang” (Informan C2)
Universitas Indonesia
“Saya awalnya tau dari plang atau papan nama yang ada di poli umum depan itu
trus saya nyoba trus dijelaskan oleh Dr Arijanto” (Informan A3)
Dari para informan pengguna herbal yang mendatangi klinik TCM, terkait sumber
informasi keberadaan layanan tersebut, para informan memberi keterangan
sebagai berikut:
“Saya awalnya tau dari media massa nasional yang bonafid, jadinya saya
percaya dan tertarik, kemudian saya pelajari dulu dan telusuri, setelah memang
meyakinkan baru saya berani membawa anak untuk terapi.” (Informan C1)
“Dari TV aja kan ada semacam iklan tu” (Informan C3)
Ternyata, hampir seluruh informan dari kelompok pemakai herbal non pasien poli
OTI dan kelompok pasien TCM belum mengetahui keberadaan poli OTI di RSUD
Dr Soetomo Surabaya. Dari 6 orang pungguna herbal hanya ada 1 orang informan
yang sudah mengetahui keberadaan poli OTI di RSUD Soetomo. Terkait sumber
informasi keberadaan poli OTI dari informan kelompok pasien poli OTI, terdapat
2 orang informan yang mengetahui dari informasi teman dan tetangga. Sedangkan
1 informan mengetahui keberadaannya dari papan petunjuk/sign board yang ada
di lorong RS. Sebaliknya, rata-rata pengguna herbal yang datang ke TCM
mengetahui informasi tentang TCM ini dari promosi di media baik media
elektronik maupun cetak yang memang cukup sering mengiklankan tentang jenis
pengobatan ini.
6.3.2 Persepsi
Dari hasil interview dengan informan, diketahui bahwa hampir seluruh informan
dari pengguna herbal pasien poli OTI, non pasien poli OTI serta pasien TCM
Universitas Indonesia
“Menurut saya sangat bagus, sehingga untuk masyarakat yang memang berminat
untuk memakai obat herbal ada pilihan yang lebih aman dan dilayani oleh tenaga
medis” (Informan A1)
“Kalau menurut saya malah lebih bagus yaa, karena mereka kan pakai obat
herbal, kedua sudah memenuhi standar, jadi bisa lebih bagus dan fokus
menyembuhkan apa yang dikeluhkan oleh pasien”. (Informan B1)
“Sekarang ini kan obat-obatan tradisional lagi booming lagi lah istilahnya.
Semuanya tuh back to nature, kembali ke alam. Jadi mungkin kalau sekarang ada
lagi dikembangkan kalau untuk obat-obatan tradisional poli yang istilahnya
mungkin pasien atau orang-orang itu jadi lebih percaya lah istilahnya kan jadi
media juga fgitu buat masyarakat tu jadi lebih mengenal gitu OT tuh seperti apa
sih, dan itu tuh gak kalah gitu sama pengobatan modern”. (Informan B2)
“oh, bagus itu…saya memang pernah mendengar tentang hal itu, jadi masyarakat
yang memang lebih memilih terapi dengan herbal akan lebih aman dan dibantu
oleh orang yang berkompeten” (Informan C2)
Dari kesembilan orang informan pengguna herbal, hanya 1 orang informan yang
berpandangan sebaliknya. Berikut petikan jawaban informan:
“Menurut saya agak aneh, walaupun tidak mustahil..karena setau saya kalau di
RS ya memang obatnya biasanya obat medis”. (Informan B3)
Tentang keberadaan poli OTI di RSUD Dr Soetomo Surabaya, informan C1, C2
dan C3 memandang sebagai hal yang bagus dikarenakan jelas siapa yang
menerapi dan lebih aman.
“Saya belum tau tu kalau yang seperti itu…Waah kalau memang ada itu bagus
sekali kalau bisa ada, kan jadi lebih jelas siapa yang men-terapi. Jadi lebih
percaya dan aman, jadi sangat positif saya berharap memang men-terapi itu
memang bukan hanya fisiknya aja yang diterapi tapi juga psikis juga, diberi
semangat juga” (Informan C1)
“Saya memang pernah mendengar tantang poli OTI di Soetomo, tapi belum
pernah datang ke sana. Saya pikir itu sangat positif dan mungkin akan mencoba
datang” (Informan C2)
Universitas Indonesia
“Ya mungkin tergantung ini pasiennya dan juga jenis penyakitnya” (Informan
A1)
“Kalau dari saya sendiri sih kalau obat-obatan tradisional dengan pengobatan
modern itu saling melengkapi jadinya karena ada obata-obatan yang memang
kita butuh untuk kalau setau saya kan obat kimia kadang dibutuhkan kalau
misalkan kita sakit nah untuk meredam nyeri kan lebih cepet kalau memang untuk
obat-obatan kimia” (Informan B2)
Keyakinan tersebut didasarkan pada keberadaan poli OTI di bawah institusi RS
yang terpercaya.
“Saya harapkan iya karena OTI dinaungi RS yang sudah dpercaya masyrakat
sehingga diharapkan nanti bisa mengatasi keluhan saya dan orang-orang yang
memilih OT”. (Informan B2)
“Pasti bisa diterima, asalkan dengan cara yang bagus dan baik yaa..apa sih,
informasi2 harus lengkap di masyarakat, kalau ada tempat untuk mendapatkan
obat herbal secara resmi di RS”. (Informan B1)
Universitas Indonesia
“Mungkin dari aspek pengolahan yang sudah lebih maju, terus iklan juga lebih
rame yaa..atau bisa dari faktor keturunan kaya keluarga besar suami saya kan
Chinese, kalau mereka sakit pasti mereka akan pakai herbal China dulu, kalau
tidak berhasil baru ke dokter.” (Informan C2)
“Ya mungkin karena faktor informasi, ini hal yang membuat orang bisa
termotivasi untuk memilih pengobatan tertentu” (Informan C3)
Diketahui bahwa hampir seluruh informan dari pengguna herbal pasien poli OTI,
non pasien poli OTI serta pasien TCM berpandangan positif tentang keberadaan
poli OTI di institusi pengobatan resmi/ konvensional. Tentang keberadaan poli
OTI di RSUD Dr Soetomo Surabaya, informan memandang sebagai hal yang
bagus dikarenakan jelas siapa yang menerapi dan lebih aman. Rata-rata informan
juga meyakini akan manfaat menggunakan obat tradisional. Sebaliknya, dari
pengguna herbal yang menjadi pasien di TCM menyampaikan bahwa alasan
adanya sebagian masyarakat Indonesia yang lebih memilih TCM dibanding
dengan obat tradisional Indonesia adalah karena pengolahan lebih maju, karena
faktor iklan yang cukup gencar sehingga memotivasi maupun karena kurangnya
info mengenai OT sendiri.
6.3.3 Sikap
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak terhadap obyek tertentu Seluruh informan dari kelompok pengguna
herbal memiliki kecenderungan perilaku yang hampir mirip apabila terkena suatu
Universitas Indonesia
“Biasanya pakai obat tradisional Jawa. Biasanya kalau saya gak langsung cari
obat, tetapi cari alternatif dulu dengan istirahat, nyoba herbal dulu baru kalau
gak bisa nanti cari obat di apotik atau ke dokter untuk bantuan medis”. (Informan
B2)
“Sebisa mungkin saya menjaga kesehatan tapi ya sakit-sakit yang sampai
sekarang saya derita sih sakit yang kaya masuk angin saja. Selama ini kalau sakit
ringan saya upayakan istirahat dulu, tidak langsung minum obat medik tapi saya
coba tidur atau minta dikerok in sama temen. Baru kalau memang sudah parah
saya coba untuk minum obat dari apotik, kalau misalnya gak mampu
menyembuhkan ya saya periksa ke dokter”. (Informan B1)
“Biasanya ngga langsung minum obat tapi dengan istirahat dulu, baru kemudain
nyoba obat-obat herbal dulu. Kalau sakit tak tertahan baru datang ke dokter atau
pakai obat medis”. (Informan A2)
Setelah mengetahui tentang keberadaan poli OTI di RSUD Dr Soetomo, hampir
seluruh informan menyatakan berminat untuk mengunjungi/ berobat ke poli OT
Dr Soetomo. Hampir seluruh informan menilai keberadaan poli OTI di Soetomo
sangat positif. Berikut petikan jawaban informan
“Tertarik tentunya, yaitu karena tadi itu Mba, pertama bahan-bahannya dari
herbal, kedua kalau di RS obatnya pasti sudah distrandarkan, jadi saya pingin
tau bagaimana dampak yang diberikan dan prosesnya seperti apa”. (Informan
B1)
“Ingin tau juga, tertarik karena mungkin bukan domisili Surabaya jadi saya ingin
tau. oh ternyata ada yang sudah resmi dan itu dibawahi oleh Dr. Soetomo gitu
yang ngga saya tau sebelumnya”. (Informan B2)
“Ya tentunya pingin mencoba, kan nanti bisa kita coba bandingkan bagaimana
kualitas pelayanan dan efektifitas terapinya”. (Informan C1)
“Tertarik tentu saja, walau kalau untuk berobat saya memang lebih cenderung ke
dokter atau medis, tapi kalau di OTI ada acupuncture saya berminat juga untuk
mencoba acupuncture nya”. (Informan C2)
Tentang keinginan untuk berobat ke poli OTI bila sudah terpapar informasi para
informan menjawab dengan variasi jawaban dari ingin tau, mungkin akan
mencoba bila sakit, ingin mencoba dan sangat tertarik.
Berikut petikan jawaban informan:
Universitas Indonesia
“Iya, mungkin suatu saat akan mencoba kalau sakit. Alasannya ya itu tadi, karena
aman” (Informan B3)
“Tertarik tentunya, yaitu karena tadi itu Mba, pertama bahan-bahannya dari
herbal, kedua kalau di RS obatnya pasti sudah distandarkan, jadi saya pingin tau
bagaimana dampak yang diberikan dan prosesnya seperti apa.” (Informan B1)
“Tertarik tentu saja, dan saya percaya banyak orang akan tertarik juga”
(Informan C3)
6.3.4 Kebutuhan/Needs
Kebutuhan akan pelayanan poli OTI dirasakan oleh sebagian besar informan
untuk membantu mengatasi penyakit mereka dan ini merupakan stimulus
langsung dalam penggunaan pelayanan kesehatan. Terkait dengan hal tersebut,
informan menjawab sebagai berikut:
“Ya gimana ya, untuk sementara ini belum terlalu memerlukan”. (Informan B3)
Universitas Indonesia
“sebenarnya kalau untuk herbalnya sendiri saya liat memang masyarakat agak
condong ke sana yaa” (Informan C1)
“Menurut saya sih kalau kaya sakit-sakit kanker gitu mungkin bisa bantu ya..“
(Informan C3)
“Saya pikir tidak terlalu tinggi ya, mungkin belum sampai 40 atau 50 persen
karena masyarakat lebih percaya pada obat-obat medis kecuali kalau menegah ke
bawah mungkin ya Mbaa. Kalau saya sendiri juga lebih percaya kepada obat
medis. Tapi kalau belakangan ini sepertinya memang mulai rame tu tentang obat
tradisional mulai marak dipakai masyarakat”. (Informan C2)
Perasaan membutuhkan atau tidak suatu layanan kesehatan memang erat terkait
dengan pengetahuan, persepsi dan sikap terhadap suatu layanan kesehatan. Dari
adanya aspek kebutuhan ini, seseorang hanya akan bisa merealisasikan menjadi
tindakan apabila didukung oleh faktor predisiposisi dan faktor pemungkin
6.3.5 Asuransi
Sistem pembayaran di RSUD pada umumnya bisa dikelompokkan kedalam 3
kelompok besar yaitu pasien umum yang membayar dengan sistem out of pocket,
pasien askes dan asuransi, serta maskin. Di poli OTI ini, sistem pembayaran masih
dengan sistem out of pocket bagi ketiga kelompok tersebut. Untuk pasien dengan
ASKES sekarang sudah bisa ditanggung untuk karcis dan konsultasi dokternya,
sedangkan untuk maskin semuanya belum bisa ditanggung (karcis,konsultasi serta
obat/tindakan medisnya). Hal ini disampaikan oleh Informan dan D2 dan D4
“Kalau Askes sekarang sudah bisa ditanggung untuk karcis dan biaya konsultasi
dokternya, jadi yang harus bayar tinggal obatnya saja.tetapi yang pasien tidak
mampu ini, semuanya belum bisa ditanggung.
Universitas Indonesia
Namun demikian harga pelayanan di poli OTI dapat dibilang masih murah. Hal ini
disampaikan oleh Informan D1, D2, dan D3. Berikut petikan jawaban informan
“Jadi mayoritas yang berobat adalah pasien umum, tapi harga relative masih
murah. Sistem pembayaran sebagai pasien umum, karena askes dan maskin kan
belum bisa ditanggung” (Informan D1)
“Pembayaran akhirnya semua harus bayar sendiri, karena untuk obat herbalnya
kan belum bisa ditanggung oleh Askes maupun jamkesmas. Tetapi secara umum
harga terjangkau dan lebih murah” (Informan D2)
“Sistem pembayaran masih bisa dibilang seluruh pasien adalah pasien mandiri
yang masih harus membayar dengan sistem out of pocket”. (Informan D3)
Seluruh informan sepakat bahwa sistem asuransi/ jaminan yang selama ini belum
bisa dilayani di poli OTI berpengaruh terhadap tingkat kunjungan pasien.
“Ini memang menjadi kendala, dan tentu saja akan berpengaruh”. (Informan D1)
“Ya pastinya, karena selama ini kalau yang namanya RSUD kan pemetaan pasien
itu kira-kira sepertiga dari umum, sepertiga askes dan sisanya lagi maskin, jadi
kalau askes dan maskin belum bisa dilayani dalam arti masih harus bayar sendiri
ya akan menjadi kendala bagi minat kunjungan mereka.” (Informan D2).
“Berpengaruh sekali, karena pasien disini kan banyak juga yang tertanggung oleh
askes atau jamkesmas. Mereka kan pasti ingin memanfaatkan untuk pelayanan
kesehatan mereka, walaupun harga obat disini lebih murah. Sedangkan sekarang
ini disini mereka belum bisa dilayani utamanya obat herbalnya, kalau yang untuk
pijat aromaterapi dan akupunctur kan sekarang sudah bisa discover tapi dengan
batasan” (Informan D3).
“Ya untuk askes yang sudah terbiasa tidak membayar kemudian mereka harus
membayar ini sering mereka tanyakan. Sehingga menurut saya ya tentu saja
berpengaruh karena otomatis mereka masih harus membayar, sedang kalau di
poli lain kan mereka bisa tidak harus membayar apapun”. (Informan D4).
Seluruh informan sepakat apabila askes dan maskin dapat dilayani secara gratis
maka akan terjadi peningkatan jumlah pengunjung (pasien).
Universitas Indonesia
“Secara umum sih sudah cukup bagus.namun tenaga akupunktur dokter masih
kurang pelatihan; apoteker masih pakai apoteker umum, yang harus ditingkatkan
kemampuan teknis khusus untuk tradisional, selama ini sudah melakukan 1 tahun
1 kali, bahwa jamu harus juga harus terstandart” (Informan D3)
“Kita ingin memberikan yang terbaik untuk pasien bukan hanya secara mutu
tetapi juga pendekatan yang empati pada pasien, sehingga kalau pasien
didengarkan mereka akan merasa nyaman dan muncul sugesti positif terhadap
penyembuhan” (Informan D4)
Sebaliknya Informan D2 dan D3 menyatakan bahwa SDM yang ada di poli OTI
masih harus ditingkatkan baik dari skill maupun kemampuan komunikasinya.
Universitas Indonesia
“Kalau sejauh ini kami selalu mengikutkan dokter dalam pelatihan seminar rutin
minimal 1x per tahun dan bahkan kami ikutkan dalam pendidikan pengobatan
alternatif non gelar, kemudian dilibatkan dalam penelitian-penelitian yang
dilakukan oleh poli OTI” (Informan D2)
“Intern tentunya pelatihan untuk dokter-dokternya juga. Jadi kita lagi nyiapkan
bahwa dokter-dokter yang ada di poli kita ini juga disekolahkan. Jadi kita FK
juga kan sekarang ada pendidikan non gelar untuk akupuntukur dan herbal. Kita
sekolahkan dokter kita disitu, kemudian kita ikutkan pada seminar dan pelatihan,
seperti sertifikasi jamu, dan pelatihan lainnya secara rutin” (Informan D3)
Dari informasi yang diperoleh dengan metode wawancara kepada beberapa
informan didapatkan perbedaan pendapat mengenai kecukupan SDM dalam
proses pelayanan. Untuk itu diperlukan metode lain untuk menilai informasi yang
lebih valid, yang tertuang dalam tabel berikut:
Table 6.4. Matriks wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi aspek
Sumber Daya Manusia
Universitas Indonesia
“Kalau peralatan untuk pelayanan setau saya semuanya tersedia, tetapi yaitu
sarana prasarana memang tidak sebagus dulu…bisa dibilang kalau yang
sekarang ini agak kurang memadai lah untuk menunjang kenyamanan pasien.
Seperti tempat duduk untuk pasien menunggu, terus meja kursi dan tempat tidur
masih pakai yang lama. Tapi kalau alat-alat untuk pelayanan sih sebenarnya
semua selalu tersedia” (Informan D2)
“Peralatan sudah sangat memadai ya, RS sangat memfasilitasi hal ini. Jadi
sudah tersedia secara memadai. Karena toh pasien kita masih sedikit, kalau
sudah banyak memang memerlukan tambahan bed untuk pijat dan acupuncture
karena kan sifatnya tindakan dan harus personal” (Informan D3)
Adapun tentang jenis pelayanannya, informan D2 dan D3 dari pihak manajemen
menyatakan sudah sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“jenis produk sudah memenuhi kebutuhan pasien untuk saat ini dan selalu
tersedia” (Informan D2)
“Sejauh ini yang kami rasakan sudah cukup memenuhi kebutuhan mereka,
walaupun tidak menutup kemungkinan kedepan bisa lebih dikembangkan sesuai
tuntutan kondisi. Tapi untuk saat ini sudah memenuhi” (Informan D3)
Untuk alur layanan informan D1, D2, dan D3 menyatakan sudah cukup simple
hanya informan D4 yang menyatakan agak ruwet bagi pasien baru.
Universitas Indonesia
Table 6.5. Matriks wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi aspek
Sarana dan Alur Layanan
Universitas Indonesia
“Awalnya bahan untuk obat herbalnya disediakan sendiri oleh poli, sekarang kan
sudah ngga boleh karena sudah dipegang oleh depo farmasi.kita disni
menyiapkan dua macam yaitu jamu tradisional dan obat herbal terstandar, yang
jamu tradisional terbagi dua lagi yaitu simplisia dan kapsul ekstrak. Untuk kapsul
ekstrak disini tidak ada masalah karena dibuatkan oleh perusahaan jamu yang
sudah biasa bikin, tetapi yang buat simplisia ini yang jadi masalah. Bahan
bakunya itu kita belum bisa mendapat supplai dari tempat yang tepat.” (Informan
D3)
Kemudian dalam pengadaannya sebagian dari bahan baku tersebut masih
membutuhkan bantuan petugas poli OTI.
“Kalau yang dari pasar, kita selalu memperhatikan kualitas bahannya, yang bisa
kita lihat dari bentuk daunnya, penampilanya begitu. Kalau yang dari pasar
sekitar hampir 50% bila dari institusi tidak ada; yang mencari adalah petugas
dari poli OTI.
Jadi dari farmasi, minta tolong pada POTI untuk penyediaan simplisianya, tapi
kalau untuk pengelolaan semua dipegang oleh farmasi” (Informan D4)
Kendala yang dihadapi dalam ketersediaan bahan baku adalah terletak pada jenis
sediaan simplisia yang tidak bertahan lama, pencarian bahan baku yang sesuai
dengan standar, dan terkadang kelangkaan jenis bahan baku di pasar.
“Kendalanya adalah bila bahan/obat yang dibutuhkan tidak ada di pasar. Karena
sebagian tanaman akan tergantung musim. Misalnya daun dewa akan subur di
musim penghujan; jadi saat musim kering agak susah dicari dan harganya bisa
menjadi sangat mahal.Bahan baku yang harus disediakan sekitar 50 macam
simplisia” (Informan D4)
6.3.9 Pembiayaan
Sumber operasional awal dari poli OTI ini adalah dari swadana rumah sakit yang
dibantu oleh berbagai pihak sponsor. Dari seluruh informan menyatakan informasi
yang sama bahwa awal operasional untuk sarana lebih ditopang oleh sponsor
sedangkan dana rumah sakit peruntukannya adalah untuk modal awal pembelian
obat herbal.
Universitas Indonesia
“Yaitu tadi awal sekali sebesar 1,5 juta untuk membeli atau sebagai modal untuk
membeli bahan herbalnya. Kalau untuk dana tambahannya ada juga tapi tidak
hapal, mungkin bu Rahma lebih tau” (Informan D2)
Besarnya pendapatan yang dihasilkan oleh poli OTI tidak pernah diketahui oleh
pihak manajemen. Informan D1 menyatakan sebagai berikut
“Itu temen-temen yang ada di sana di poli OTI yang lebih tau” (Informan D1)
sedangkan informan D2 pun tidak pernah tahu karena sudah ada pihak lain yang
mengurusi. Berikut petikan jawaban informan
“Saya tidak pernah tau, karena urusan keuangan sudah ada tersendiri yang
mengurusi” (Informan D2)
Informan D3 memperkuat jawaban informan D1 dengan kutipan sebagai berikut
“Poli ini tidak pernah pegang uang, karena kalau pasien datang dan kami layani,
uang sudah langsung disetorkan ke bagian keuangan. Jadi saya sendiri tidak
tahuk, jumlah pemasukan sehari atau sebulan jumlah berapa, karena sudah ada
unit sendiri yang mengurusi.” (Informan D1)
Di sisi lain Informan D4 menyatakan sebaliknya bahwa sebenarnya poli OTI
mengetahui besarnya pendapatan yang dnya. Berikut hasilkan dari pelayanan
namun tidak bersedia menyatakan nominalnya.
“Seberapa besar pendapatannya…yaa selama ini terus terang belum bisa untuk
memenuhi pengeluaran” (Informan D4)
Hingga saat ini untuk operasional poli OTI memang masih mendapatkan subsidi
anggaran dari rumah sakit. Hal ini diakui oleh Informan D1 dan Informan D4.
“Besar subsidi ya cukup besar, tapi tidak sebesar yang lain-lain. Kalau jumlah
pasti saya tidak bisa menyebutkan.” (Informan D1)
Tentang besarnya anggaran yang dialokasikan oleh rumah sakit untuk operasional
poli OTI , tidak satu pun informan yang menyebutkan jumlahnya. Hanya
Informan D4 yang memberikan gambaran estimasi dalam rupiah.
Universitas Indonesia
“Kita kan punya 4 ruang, 5 ruang dengan ruang kepala yang semuanya pakai AC,
kemudian listrik, air, gjaji dokter dan karyawan…itu kan semua biaya. Kalau
besarannya…ya kan kita punya 3 dokter, 3 terapis 2 adm kan sudah 8 orang.
Sedang gaji minimal disni paling rendah 1,5 juta kan sudah bisa dibayangkan”
(Informan D4)
Informan D2 menyatakan bahwa subsidi dari RS bukanlah dalam bentuk dana cair
tetapi dalam bentuk penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang operasional
poli OTI sebagaimana yang diusulkan per 3 bulan. Berikut kutipan jawaban
informan
“Waah kalau itu saya tidak tau karena memang kita tidak menghitung unit cost
nya. Jadi dari RS kan bukan mengalokasikan dana sejumlah sekian, tapi sesuai
dari pengajuan kebutuhan alat atau bahan untuk pelayanan poli. Kalau nilai
rupaihnya berapa per bulannya saya tidak pernah tau” (Informan D2)
Sebagai bentuk peranggungjawaban dari poli OTI , selama ini hanyalah bersifat
tanggung jawab adminisratif, hal ini diungkapkan oleh Informan D1 dan D3.
Berikut kutipan jawaban informan
Universitas Indonesia
“Saya kurang bisa memprediksi…tapi bisa jadi malah tergugah dan termotivasi
sehingga lebih berusaha untuk tetap bertahan dan eksis. Barangkali…” (Informan
D3)
Adapun informan D1 menyatakan sebaliknya.
“Ini sangat tergantung pada personal disana, jadi peran subsidi masih akan
mensupport. kalau subsidi distop yaa..mungkin akan sulit?” (Informan D1)
Table 6.6. Matriks wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi aspek
Pembiayaan
6.3.10 Promosi
Promosi merupakan ujung tombak penyampaian informasi suatu produk layanan
kepada user nya (masyarakat). Dari pihak informan manjemen RS menyatakan
sudah melakukan berbagai upaya untuk mempromosikan keberadaan poli OTI
walaupun diakui belum optimal. Berikut petikan jawaban informan :
Universitas Indonesia
“Kalau melalui media apa saja, sepertinya kok sudah memanfaatkan semua
media. Tapi dari Direktur medis menjanjikan akan membuat acara dengan
mengundang wartawan untuk lebih mensosialisasikan poli OTI ini kepada
masyarakat. Ini merupakan salah satu bentuk usaha untuk memperkenalkan
keberadaaan poli ini”. (Informan D3)
Universitas Indonesia
“Evaluasi untuk promosi sepertinya yang ini belum dilakukan yaa..tapi kedepan
akan saya usulkan untuk dilakukan biar tau efektif tidaknya upaya kita” (informan
D2)
“Kalau evaluasi saya akui memang belum, kedepan akan dilakukan upaya itu
Kalau promosi selama ini memang sudah dilakukan termasuk melalui
pameran..tapi kan pameran ini pengunjungnya terbatas, terus juga paling 1
tahun 1 kali, ini kan jarang. Beda dengan promosi pengobatan tradisional swasta
yang berpromosi melalui media-media massa atau TV-TV yang dilakukan setiap
hari. Jadi memang pasti kalah efektif” (Informan D3)
“Untuk feedback yaa paling dengan index kepuasan masyarakat itu ya, bagi yang
sudah datang ke poli; kalau buat masyarakat umum setau saya belum dilakukan”
(Informan D4)
Universitas Indonesia
“Saya melihatnya karena OTI ini bukan elemen pokok dalam pengobatan, tapi
bersifat penunjang. RS Soetomo sebagai RS rujukan, jadi orang-orang yang
datang ya sudah dalam keadaan parah sehingga yang diutamakan masyarakat
adalah yang pokok yaitu yang bersifat medis. Sedangkan poli OTI ini saya bukan
menyepelekan, tapi ini kan sifatnya terapi herbal, tusuk jarum dan sebagainya
inikan untuk penyakit-penyakit yang levelnya belum parah” (Informan D5)
Mengenai sedikitnya pengetahuan masyarakat tentang keberadaan poli OTI,
informan D5 menyatakan sebagai berikut:
“yaitu sangat wajar, karena mereka rujukan-rujukan dari daerah, misal dari
Trenggalek yang datang kesini karena kanker atau usus buntu dll tentunya ia
akan focus kesana ke penyakitnya itu. Sedangkan disini pelayanannya sangat
banyak, tidak mungkin pasien akan hapal di RS ini ada pelayanan apa saja. Itu
sangat musykil” (Informan D5)
Promosi yang dilakukan selama ini masih bersifat konvensional, tidak terlepas
dari keyakinan manajemen bahwa RSUD tidak boleh berpromosi secara vulgar
seperti TCM, sebagaimana instruksi pimpinan RS. Hal ini diungkapkan oleh
informan, seperti berikut:
“Tadi sudah sedikit saya sampaikan yaa, pameran, CRM, melalui leaflet kaya
gitu ya..kalau melalui koran atau media massa itu begini yaa ada semacam kode
etik untuk promosi di RS dan kita tidak boleh, apalagi kita disini kan RSUD.
Untuk mempromosikan secara vulgar tentang keunggulan OTI seperti halnya
TCM, itu kita sangat risih ya kalau kita harus semacam itu. Kita sebagai RS
rujukan harus semacam itu, itu rasanya bukan kita. Karena RS rujukan
sebenarnya kita sudah mendapat rujukan dari RS-RS dibawah. Jadi memang
instruksi Dir sendiri kita tidak akan mempromosikan semacam itu” (Informan
D5)
“Untuk beriklan keluar kita kan ngga boleh karena ada kode etiknya.. jadi saya
melihat masalah yang ada disini ini adalah masalah promosi, karena kita tidak
bisa berpromosi seperti poli-lain lain, padahal sekarang RS swasta kan boleh
beriklan” (Informan D3)
Universitas Indonesia
6.3.11 Kebijakan
Kebijakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebijakan pemerintah
tentang masuknya pengobatan tradisional kedalam institusi pengobatan resmi.
Universitas Indonesia
“Poli OTI ini mulainya dulu tahun 1989 saat terjadi krisis moneter maka
pembiayaan untuk kesehatan menjadi berkurang. kemudian dicari berbagai
alternatif untuk memberikan pengobatan kepada masyarakat tapi tetap dengan
hal-hal yang tetap efektif. Artinya kita waktu itu sedang mencari efisiensi
pembiayaan dan mencari teknik yang juga efektif. Untuk berbagai kasus yang
masih bisa efektif bisa dilakukn dengan obat tradisional, tapi untuk yang
complicated kasusnya tidak memungkinkan. Kedepan kita memang harapkan dari
poli OTI ini bahwa dia juga bisa mengcover kasus-kasus yang selama ini belum
bisa ia cover.Dan sampai saat ini kami juga msih mengupayakan agar poli OTI
ini bisa berkembang tapi kan kendala-kendala kan banyak” (Informan D1)
“Ya yang pasti ada SK pendiriannya, dengan posisi struktur poli di bawah rawat
jalan. Jadi awalnya sifat pendirian ini dengan bottom up, yaitu dulu teman2 disini
membuat poli herbal dulu kemudian oleh RS diwadahi oleh RS baru kemudian
dipayungi hukum secara top down. Jadi dulu dibantu oleh Jamu Ibu dengan
tanaman obat keluarga. Kita dapat award dari Presiden dalam kebangkitan jamu
sekarang menyebarluaskan ke institusi lain.Target ke depan di RS ada 2 pintu
yaitu konvensional dan komplementer alternatif. Kalau sekarang kan dengan
pemeriksaan modern tapi diobati alternatif. Tapi kita tetep berdasarkan ilmiah,
supaya bisa jadi tuan rumah di Negara sendiri. Strateginya pada fase awal kita
dari SDM nya dulu, kita menaruh beberapa Dr dari berbagai disiplin ilmu, dan
Universitas Indonesia
“Memang saya akui kalau tingkat sosialisasi di RS belum optimal, seperti Mba
bilang tingkat rujukan rendah, maka sosialisasi intern masih harus ditingkatkan.
Dari dokter-dokter kita sendiri sepertinya masih ada yang berpandangan kurang
positif. Kita sebenarnya sudah mengupayakan, selama ini kalau ada rapat
paripurna sebulan sekali selalu kita sampaikan informasi tentang poli OTI. Tapi
memang tidak mudah mengubah paradgima orang. Di RS juga selalu kita
sediakan leaflet yang berisi informasi tentang OTI dan juga melalui majalah atau
bulletin RS” (Informan D2)
“jadi secara umum masyarakat kita pelan-pelan sudah bisa menerima sistem
pengobatan tradisionl karena secara tidak langsung sudah terpapar iklan-iklan
pengobatan tradisional .tapi kalau intern di RS masalahnya lebih pelik karena
belum semua dokter bisa menerima keberadaan obat tradisional” (Informan D3)
Hanya informan D1 yang menyatakan bahwa yang menjadi kendala bukanlah
sosialisasinya tetapi disebabkan karena RSUD Dr. Soetomo sebagai RS
pendidikan berisi orang-orang yang selalu berganti seperti dinyatakan dalam
petikan berikut
“Kalau di RS pas awal poli ini dibuka semua orang tau kalau disini ada poli OTI.
Cuman RS inikan RS pendidikan yang orang-orangnya terus berganti. Kalau
orang-orang lama semua pada tau itu…..kalau orang-orang baru mungkin belum
semuanya tau….. kalau menggaungkan poli OTI ya seperti poli-poli yang lain
dianggap kalau warga sini ya pasti tau, tapi kita tidak secara khusus
Universitas Indonesia
“Poli OTI gak beda dengan poli lain, fasilitasnya juga sama. Apa yang diberikan
ke poli lain juga diberikan ke poli OTI. Kelebihannya, poli OTI ini kedudukannya
sejajar dengan poli lain. Pasti beda dong ya kalau kita tidak bisa mengelola
manajemen poli karena kalau poli itu di bawah instalasi rawat jalan. Saya
melihat ada upaya penghalangan pemakaian OT dari pihak tertentu yang ini tentu
saja akan menghalangi pengembangan poli OTI” (Informan D3)
“Memang saya akui kalau tingkat sosialisasi di RS belum optimal, seperti Mba
bilang tingkat rujukan rendah, maka sosialisasi intern masih harus ditingkatkan.
Dari dokter-dokter kita sendiri sepertinya masih ada yang berpandangan kurang
positif. Kita sebenarnya sudah mengupayakan, selama ini kalau ada rapat
paripurna sebulan sekali selalu kita sampaikan informasi tentang poli OTI. Tapi
memang tidak mudah mengubah paradgima orang. Di RS juga selalu kita
sediakan leaflet yang berisi informasi tentang OTI dan juga melalui majalah atau
bulletin RS” (Informan D2)
“Kalau dari sejawat kita memang tidak pernah misalnya, mengkonsulkan pasien
ke poli OTI. Kenapa? Karena keyakinan akan kemanfaatan OTI yang barangkali
masih kurang” (Informan D1)
“Jadi memang betul, pemahaman dari para dokter tentang obat tradisional masih
rendah. Terkait dengan pelayanan di poli OTI maka kita berusahan soundingkan
misalnya melalui forum2 yang ada di RS karena memang masih ada keraguan
tadi. Ketika kemudian ditanya lebih jauh tentang kapasitas yang bisa dilakukan
oleh obat tradisionil untuk berbagai kasus emergency misalnya, apa jawaban dari
obat tradisional?kan ngga bisa, yaa mungkin karena itu tadi karena hanya bisa
bersifat komplementer untuk bisa menyelesaikan berbagai kasus” (Informan D1)
“…..Sudah ada dukungan dari pihak manajemen. Tetapi kan ada induk-induk yang tidak
berkenan…..” (Informan D3)
Disisi lain, rendahnya angka kunjungan pasien, antara lain disebabkan oleh
kurangnya sosialisai tentang keberadaan poli OTI ini di masyarakat. Hal ini
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
“Wah kalau memang nantinya akan dikembangan dengan adanya OTI di seluruh
RS, saya sangat mendukung sekali agar bisa jadi tuan rumah kalau tidak
diambilin orang lain..masyarakat nanti ga sadar-sadar terhadap potensi bangsa
sendiri” (Informan D2)
“Menurut saya itu hal yang positif karena kalau OTI bisa memberikan jawaban
kita selalu mencari yang lebih baik, lebih murah dan lebih mudah. Kalau
kemudian substansi di POTI sudah bisa memberikan hal semua itu maka
kemudian menjadi daya saing yang baik sekali maka kemudian kita bisa
menerapkan di layanan kesehatan yang lain. (Informan D1)
“Ya tentu saja sangat baik toh..jadi kalau lebih banyak RS dan Puskesmas yang
punya pelayanan poli OTI itu sangat positif. Jadi jangan hanya di Soetomo
saja..jadi masyarakat punya pilihan untuk pengobatan alternatif yang aman
untuk dipilih” (Informan D3)
Table 6.8. Matriks wawancara mendalam, telaah dokumen dan observasi aspek
Kebijakan
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
PEMBAHASAN
1. Sistem birokrasi dan perijinan di rumah sakit yang cukup memakan waktu
2. Kesulitan untuk memperoleh informan yang sesuai kriteria
3. Informan kurang fokus pada pertanyaan peneliti dan kadang menjawab
secara melebar sehingga terkadang lepas dari konteks permasalahan
96 Universitas Indonesia
Analisis faktor..., Wisnu Sri Nurwening, FKM UI, 2012.
97
dari sisi pengguna layanan kesehatan maupun dari sisi penyedia layanan
kesehatan (Dever 1984, Sorkin 1997).
Pada bab ini kan dikemukakan hasil pembahasan dari penelitian tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi pemanfaatan poli Obat Tradisional Indonesia yang ada
di RSUD Dr SoetomoSurabaya.
Universitas Indonesia
Pengetahuan yang baik tentang suatu produk dalam hal ini tentang obat
tradisional, manfaat, efektifitas terapi, kelebihan dan kekurangannya merupakan
suatu predisposisi bagi pemanfaatan poli OTI. Salah satu faktor yang mungkin
mempengaruhi sedikitnya jumlah masyarakat yang mengetahui tentang poli OTI
dan keberadaan di RSUD Dr Soetomo adalah disebabkan oleh pengetahuan
masyarakat yang masih rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Wibowo (1992) tentang pemanfaatan pelayanan antenatal, dimana makin
tinggi pengetahuan Ibu tentang layanan antenatal maka semakin tinggi pula
pemanfaatan pelayanan antenatal pada Bidan.
Universitas Indonesia
rendahnya pemanfaatan poli OTI , dalam hal ini bukan disebabkan oleh persepsi
yang negatif dari masyarakat melainkan adanya aspek lain dari faktor predisposisi
ataupun faktor pemungkin dan penguat yang belum adekuat, sehingga tingkat
kunjungan masih rendah.
Sikap adalah pola tingkah laku bertujuan yang diarahkan pada suatu sasaran;
proses-proses yang disadari, tercakup dalam kognisi (merasa dan menerima),
konasi (usaha, kemauan hasrat dan keinginan) dan perasaan (mencintai,
membenci) (Chaplin, 2001). Seperti halnya pengetahuan, sikap dan keyakinan
akan mempengaruhi seseorang dalam bertindak. Sikap dan keyakinan terhadap
pelayanan kesehatan merupakan faktor internal yang menjadi determinan dalam
perilaku pemanfaatan palayanan kesehatan. Sikap merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak dan merupakan predisposisi suatu perilaku
(Notoatmodjo, 2007).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Untuk merealisasikan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan suatu faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Green dan Andersen
berpendapat bahwa faktor pendapatan, harga, jarak, sarana, transportasi, dan
asuransi merupakan faktor yang memungkinkan dan mendukung pemanfaatan
layanan kesehatan.
Manajemen sumber daya manusia adalah suatu prosedur yang berkelanjutan yang
bertujuan untuk memasok suatu organisasi atau perusahaan dengan orang-orang
yang tepat untuk ditempatkan pada posisi dan jabatan yang tepat pada saat
organisasi memerlukannya. SDM rumah sakit adalah aset yang paling berharga
dimana mereka juga merupakan pelanggan intern rumah sakit (Inkrani 1996).
Manajemen ketenagaan di RS meliputi berbagai proses seperti penerimaan
pegawai, penempatan pegawai, kompensasi kerja, pengembangan mutu dan karir
pegawai serta penghentian kerja dari RS (Koontz dan Weirich dalam Aditama,
2002).
Universitas Indonesia
Informasi yang berhasil digali dari informan pasien poli OTI menilai, bahwa
dokter dan petugas poli sudah melayani dengan ramah, cekatan dan mau memberi
penjelasan terhadap kondisi pasien. Berbeda dengan pendapat diatas informan
dari manajemen RS menilai bahwa yang menjadi masalah utama adalah
kemampuan komunikasi dalam pelayanan; sedangkan ketersediaan SDM di poli
OTI sudah cukup memadai.
Penilaian tentang peran serta SDM di poli OTI untuk meningkatkan angka
kunjungan sejauh ini belum optimal dikarenakan adanya figuritas pasien terhadap
dokter senior di poli OTI. Sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan,
manajemen telah mendorong dokter dan petugas poli untuk mengikuti seminar
dan pelatihan tentang OT secara berkala. Namun seminar dan pelatihan untuk
meningkatkan komunikasi belum pernah diikuti.
Universitas Indonesia
Sarana adalah semua fasilitas yang secara langsung maupun tidak langsung
menunjang operasional kegiatan pelayanan. Kegiatan logistik secara umum
memiliki 3 tujuan, yaitu tujuan operasional, tujuan keuangan, serta tujuan
pengamanan (Aditama, 2002). Penyediaan sarana dan prasarana termasuk
menjamin ketersediaan bahan baku pelayanan merupakan tanggung jawab
manajemen guna menunjang kelancaran operasional pelayanan.
Di RSUD Dr Soetomo rencana penyediaan sarana dan prasarana diajukan tiap tiga
bulan dari masing-masing poli dalam bentuk rengram (rencana anggaran dan
program). Sarana dan prasarana yang dipakai untuk pelayanan herbal meliputi alat
medis seperti tensi, stetoskop, senter, tongue spatel,serta obat-obat herbal dalam
bentuk kapsul dan simplisia, untuk akupunktur meliputi needle, handscoon dan
bed khusus, sedangkan untuk pijat aromatherapy dibutuhkan minyak aromatik,
baju khusus dan handuk kecil. Informan dari pasien poli OTI menilai ketersediaan
sarana pelayanan dan obat tidak pernah menjadi kendala selama berobat.
Hasil wawancara dengan manajemen poli OTI dan observasi menunjukkan bahwa
kelengkapan sarana pelayanan di poli OTI sudah mencukupi, baik dari fasilitas
umumnya maupun alat kesehatannya. Adapun untuk penyediaan bahan baku yang
berupa bahan obat herbal bentuk simplisia dalam penyediaannya masih
membutuhkan bantuan dari petugas poli untuk beberapa item, yaitu buah malaka,
pasilan, daun swanggi dan serawung. Namun kondisi tersebut tidak sampai
mengakibatkan kendala dalam pelayanan obat herbal.
Universitas Indonesia
operasional. Selama ini, pihak menajemen memang tidak memberikan uang cash
untuk operasional poli OTI, melainkan mendukung dengan kebijakan penyediaan
sarana, prasarana dan bahan baku yang dibutuhkan untuk proses pelayanan. Alur
permintaan dan penyediaannya, menurut informan D2 dan D4 adalah melalui draft
yang diusulkan dalam musyawarah rencana dan program yang diadakan setiap 3
bulan.
Sebagai umpan balik atau pertanggungjawaban atas subsidi ke poli OTI selama ini
adalah berupa laporan rutin administratif yaitu grafik kunjungan, pola penyakit
dan tidak ada sama sekali tanggung jawab yang berupa laporan keuangan. Selama
ini manajemen RS belum pernah membahas secara khusus pertanggungjawaban
atau evaluasi terkait rendahnya pemanfaatan poli OTI. Padahal dari suatu kegiatan
evaluasi akan bisa mengidentifikasi permasalahan yang timbul, apa penyebabkan
berikut solusi-solusi yang bisa dilakukan.
7.11 Pemasaran RS
Universitas Indonesia
paparan informasi masyarakat akan datang atau bisa memberi referensi pada
keluarga atau kenalan saat membutuhkan pelayanan tersebut.
Dari hasil penelitian didapatkan keterangan dari para informan dengan berbagai
penilaian yang berbeda bahwa usaha promosi ke masyarakat belum dilakukan
secara optimal dikarenakan adanya perasaan kurang nyaman untuk beriklan secara
vulgar seperti TCM dengan anggapan RSUD Soetomo adalah tempat rujukan RS-
RS lain, adanya kode etik yang membatasi dan anggapan RS pemerintah tidak
boleh berpromosi. Persepsi inilah yang barangkali kemudian menyebabkan
minimnya promosi tentang keberadaan poli OTI, selain dengan cara-cara
konvensional yang sudah dilakukan selama ini seperti leaflet, banner dan media
cetak yang tidak kontinyu. Selain itu telah pula diadakan berbagai seminar dan
pelatihan bagi eksternal seperti pelatihan dokter RS dan Puskesmas tentang obat
tradisional, seminar atau workshop untuk tenaga medis daerah. Namun bentuk-
bentuk komunikasi massa seperti kegiatan penyuluhan, seminar bagi masyarakat
umum atau iklan layanan masyarakat masih cukup terbatas.
Universitas Indonesia
Berkaitan dengan paparan brand equity diatas, pihak manajemen RSUD perlu
membuat upaya untuk meningkatkan brand awareness tentang keberadaan produk
ini. Dari hasil penelitian terhadap 6 orang pengguna herbal non pasien poli OTI
hanya terdapat 1 orang yang sudah mengetahui keberadaannya. Hal ini
mengindikasikan bahwa usaha promosi yang sudah dilakukan selama ini, belum
cukup efektif bahkan untuk menciptakan suatu kesadaran merk sebagai tahap
paling rendah dari konsumen dalam menyadari keberadaan suatu produk.
Pencapaian tujuan program dalam sebuah organisasi harus selalu diupayakan oleh
pihak manajemen kemudian dievaluasi untuk mengetahui apa yang telah dicapai
dan apa yang masih harus diperbaiki. Selama ini RSUD Soetomo mempunyai
sebuah program yaitu CRM (Customer Relationship Manajemen) yang rutin
diadakan setiap tahun, dengan mempertemukan pihak pelanggan dan penyedia
layanan untuk mendapatkan feedback dari pasien atas kegiatan pelayanan yang
mereka lakukan; demikian juga dengan poli OTI yang secara structural ada
dibawah poli rawat jalan. Upaya ini cukup efektif untuk menjaring masukan bagi
perbaikan pelayanan; namun tidak bisa mencerminkan seberapa efektif upaya
promosi yang dilakukan RS unutk membuat masyarakat menjadi tahu tentang
keberadaan poli OTI di RS.
Dari beberapa aspek pembahasan diatas utamanya dari fakta rendahnya kunjungan
yang sudah beroperasi selama 11 tahun, minimnya kemampuan secara ekonomi
sehingga masih selalu memerlukan subsidi untuk operasional, adanya
ketimpangan antara jumlah tenaga/petugas yang melayani di poli dengan jumlah
pasien yang dilayani sehingga menjadi suatu cost centre di RS diperlukan suatu
pengkajian ulang tentang seberapa layakkah poli ini dipertahankan; seberapa
diperlukankah keberadaan poli ini berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan
Universitas Indonesia
Berdasarkan data kunjungan terhadap poli OTI yang berkisar antara 5 sampai 10
pasien per hari, RS harus dapat mengoptimalisasikan tingkat kunjungan dengan
berbagai upaya melalui sosialisasi dan promosi baik intern di RS maupun
sosialisasi eksternal ke masyarakat. Lebih lanjut RS sebagai unit pengembang OT
diharapkan dapat menarik minat bukan hanya masyarakat sebagai pengguna tetapi
juga pengobat tradisional lain untuk dapat bekerjasama baik untuk pelayanan,
pengembangan dan penelitian. Disamping itu dari pihak poli OTI sendiri harus
bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat dan tenaga medis lain melalui
penelitian-penelitian tentang efikasi obat tradisional yang digunakan di poli OTI
melalui prosedur ilmiah sehingga menumbuhkan kepercayaan bahwa memakai
obat tradisional juga efektif digunakan sebagai upaya penyembuhan suatu
penyakit.
Universitas Indonesia
Dari berbagai pembahasan diatas bisa kita simpulkan berbagai faktor yang
berpengaruh terhadap pemanfaatan poli OTI sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Persepsi
Kebijakan + Sikap
_ +
Pembiayaan Kebutuhan
_ +
Sarana
Asuransi Pemanfaatan Prasarana
_ Poli OTI +
Lokasi Pengetahuan
_ +
Bahan
SDM
Baku
+ Promosi
+
_
Dari bagan tersebut terlihat bahwa faktor ekternal dan internal pelayanan dan
manajerial poli OTI saling mempunyai pengaruh; aspek pengetahuan, persepsi,
sikap dan kebutuhan masyarakat yang positif terhadap OT dan keberadaan poli
OTI di RS menjadi suatu peluang potensial bagi pemanfaatan apabila disertai
pengetahuan tentang keberadaaan poli OTI di RSUD Dr Soetomo beserta produk
layanannya. Jumlah SDM yang melayani, kualitas pelayanan petugas poli, sarana
dan prasarana serta bahan baku tidak ditemukan menjadi kendala; sedang dari
aspek sosialisasi internal, promosi eksternal, lokasi poli, ketiadaan asuransi/sistem
jaminan serta kebijakan menjadi suatu kendala yang ditemukan dalam penelitian
ini.
Universitas Indonesia
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai faktor –faktor
yang mempengaruhi pemanfaatan poli obat tradisional Indonesia di RSUD Dr
Soetomo Surabaya, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari aspek pengguna layanan kesehatan: rendahnya pengetahuan
masyarakat akan keberadaan poli OTI yang disebabkan belum efektifnya
program promosi; belum bisanya penggunaan sistem jaminan seperti
ASKES dan maskin yang menjadi kendala. Adapun dari segi persepsi
tentang keberadaan poli OTI di RS, sikap dan kebutuhan akan layanan
OTI serta penilaian kemampuan SDM di poli tidak menjadi suatu kendala.
2. Dari aspek penyedia layanan kesehatan dalam yaitu manajemen di poli
OTI dan RSUD Dr Soetomo Surabaya: penerimaan yang kurang positif
dari poli lain, sosialisasi intern RS dan ekstern ke masyarakat yang belum
efektif, sistem pembayaran dengan jaminan yang belum bisa dilayani serta
posisi poli yang kurang strategis sehingga susah dijangkau. Adapun dari
dukungan manajemen untuk operasional berupa sarana, bahan baku,
ketersediaan dan pengembangan SDM poli sudah cukup optimal.
8.2 Saran:
1. Meningkatkan sosialisasi intern tentang apa dan bagaimana poli OTI serta
cara kerja dan uji klinis obat tradisional dalam berbagai forum ilmiah
sebagai salah satu upaya meningkatkan pengetahuan dan kepercayaan poli
lain tentang obat tradisional.
2. Membuat suatu forum dengan pertemuan rutin bagi pihak yang terkait
dalam proses promosi poli OTI yaitu antara pihak manjemen poli OTI,
kepala instalasi rawat jalan dan kepala seksi promosi RS untuk
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Aday, L. A., Andersen, Ronald (1974). A Framework for the Study of Access to
Medical Care (pp. 208-220). Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov
Almeida, R. A., Dubay, L. C., & Ko, G. (2001). Access to care and use of health
services by low-income women. Health Care Financing Review, 22(4), 27-
47.
Assegaf, M.A.T. (2007). Smart Healing, Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi.
Jakarta: Pustaka Al Kautsar
Barr, KW. Breindel, Cl. (1995). Ambulatory Care, Health Care Administration
Principles, Practices, Structure, and delivery, 2nd Ed, Aspen
Publisher.Inc, Gaithersburg, Maryland.
Bennet N.B. Silalahi. (1989). Prinsip Manajemen Rumah Sakit, LPMI Jakarta
Bovet P et all. (2008). Low utilization of health care services following screening
for hypertension in Dar es Salaam (Tanzania): a prospective population-
based study. BMC Public Healths available from:
http://www.biomedcentral.com/1471-2458/8/407
Universitas Indonesia
Elfemi, N. (2003). Aspek sosial kultural dalam perawatan kesehatan studi kasus:
penderita tuberkulosis di Cikoneng Kabupaten Ciamis. Universitas
Indonesia, Depok.
Green, W., Lawrence, Kreuter, W., Marshall, (2000). Health Promotion Planning
An Education And Enviromental Approech, Mayfield Publishing
Company, New Jersey, 2000
Universitas Indonesia
Karyati, S.B, (2006). Analisis Pengaruh persepsi Pasien tentang Mutu Pelayanan
Dokter Spesialis Obstetrin dan Ginekologi dengan Minat Kunjungan
Ulang pasien di Instalasi Rawat Jalan RSI Sultan Agung Semarang tahun
2006, Tesis FKM-UNDIP
Universitas Indonesia
Rahman, M. H., Mosley, W. H., Ahmed, S., & Akhter, H. H. (2008). DOES
SERVICE ACCESSIBILITY REDUCE SOCIOECONOMIC
DIFFERENTIALS IN MATERNITY CARE SEEKING? EVIDENCE
FROM RURAL BANGLADESH. Journal of Biosocial Science, 40(1), 19-
33.
Rath, B (2005) ,. Globalisation, Global Trend in Herbal Market, And The Impact
Thereof on Medicinal Plants in Orissa
Siregar, C. (2003). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta EGC.
Soeyadi. (1996). Pedoman Penelitian Kinerja Rumah Sakit Umum, Ketiga Bina,
Jakarta.
Universitas Indonesia
Winarto, W.P. (2007). Tanaman Obat Indonesia untuk Pengobat Herbal. Jakarta:
Karya Sari Herba Media
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
6. Bahan Baku
1. Bisakah dijelaskan dari mana bahan baku poli OTI
diperoleh?
2. Bagaimana proses dalam memperoleh bahan baku di
poli OTI?
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
6. Bahan Baku
6. Bisakah dijelaskan dari mana bahan baku poli OTI
diperoleh?
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
6. Bahan Baku
1. Bisakah dijelaskan dari mana bahan baku poli OTI diperoleh?
2. Bagaimana proses dalam memperoleh bahan baku di poli
OTI?
3. Selama ini bagaimana kendala dalam penyediaan bahan baku?
4. Jenis bahan baku apa saja yang biasa digunakan?
5. Bagaimana dengan ketersediaan bahan bakunya?
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
12. Jika ada POTI di Soetomo apakah anda tertarik untuk mencoba?
Universitas Indonesia