Analisis Kinerja Baznas Kota Bandung Dengan Pendekatan Indeks Zakat Nasional
Analisis Kinerja Baznas Kota Bandung Dengan Pendekatan Indeks Zakat Nasional
Analisis Kinerja Baznas Kota Bandung Dengan Pendekatan Indeks Zakat Nasional
HIDAYANEU FARCHATUNNISA
Hidayaneu Farchatunnisa
NIM H54130042
2
3
ABSTRAK
HIDAYANEU FARCHATUNNISA. Analisis Kinerja BAZNAS Kota Bandung
dengan Pendekatan Indeks Zakat Nasional. Dibimbing oleh DIDIN
HAFIDHUDDIN dan KHALIFAH MUHAMAD ALI.
Kata kunci: Indeks Zakat Nasional (IZN), kemiskinan, kinerja pengelolaan zakat
ABSTRACT
Inequality and poverty are problems which are faced by Indonesia and
occur due to the unbalace of income distribution. Zakat is one of wealth
distribution instrument in Islam which is implemented to solve the problems in
Indonesia. The management of zakat in Indonesia has not been optimal. It shows
from zakat potention Indonesia that collected just 4 billion from 208 billion in
2015. The aims of this research is to evaluation zakat performance such as
government and society contribution, zakat organitation, and the effect of zakat to
mustahik welfare in Bandung. The research uses survey methode by interview
with questionnaire. The technique sampling for effect of zakat uses purposive
sampling. The istrumen used in this analysis is National Zakat Indeks (IZN) with
Multi-Stage Weigh Index. This research shows that the performance of zakat in
Bandung is less good with the score of index is 0.355.
HIDAYANEU FARCHATUNNISA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah
Departemen Ilmu Ekonomi
PRAKATA
Hidayaneu Farchatunnisa
10
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 4
Ruang Lingkup Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Zakat 4
Penerima Zakat 4
Hukum Zakat 5
Jenis – Jenis Zakat 5
Prinsip Zakat 5
Hikmah dan Manfaat Zakat 6
Penerima Zakat 7
Regulasi Zakat 7
Amil Zakat 8
Pengertian Amil 8
Tugas dan Fungsi Amil 9
Pendayagunaan Dana Zakat oleh OPZ 10
Indeks Zakat Nasional 12
Penelitian Terdahulu 12
Kerangka Pemikiran 14
METODE 15
Lokasi dan Waktu Penelitian 15
Jenis dan Sumber Data 16
Metode Pengumpulan Data 16
Metode Pengolahan dan Analisis Data 16
Komponen Penyusun Indeks Zakat Nasional 16
Tahapan Perhitungan Indeks Zakat Nasional 17
Indeks CIBEST 19
Indeks Modifikasi IPM 20
HASIL DAN PEMBAHASAN 21
Profil dan Gambaran Umum BAZNAS Kota Bandung 21
Analisis Nilai Indeks Zakat Kota Bandung 22
Skoring Skala Likert Variabel 22
Perhitungan Nilai Indeks Variabel 23
Perhitungan Nilai Indeks Indikator 24
Perhitungan Nilai Indeks Zakat Kota Bandung 25
Analisis Kinerja dan Pelaksanaan Zakat di Kota Bandung
Berdasarkan Indeks Zakat Kota Bandung 25
Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Dimensi Makro 25
Pelaksanaan Pengelolaan Zakat Dimensi Mikro 27
Analisis Kuadran CIBEST Mustahik 30
11
DAFTAR TABEL
1 Bobot setiap variabel pada IZN 17
2 Skoring skala likert dimensi makro 22
3 Skoring skala likert dimensi mikro 22
4 Indeks setiap variabel pada dimensi makro 23
5 Indeks setiap variabel pada dimensi mikro 24
6 Indeks setiap indikator 24
7 Nilai Indeks Zakat Kota Bandung 25
8 Karakteristik responden 29
9 Perhitungan meterial value 30
10 Hasil sstimasi indeks kemiskinan islam 32
11 Nilai komponen modifikasi IPM 32
DAFTAR GAMBAR
1 PDRB kota dan kabupaten di Jawa Barat 3
2 Kerangka Pemikiran 15
3 Kuadran CIBEST sebelum sdanya bantuan dana zakat 31
4 Kuadran CIBEST setelah sdanya bantuan dana zakat 31
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner penelitian untuk mustahik 37
2 Kuisioner penelitian untuk lembaga 43
3 Skala likert dimensi makro 45
4 Skala likert dimensi mikro 46
5 Tabel perhitungan indeks harapan hidup 48
6 Tabel perhitungan indeks rata – rata lama sekolah 51
7 Tabel perhitungan indeks harapan lama sekolah 54
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kepemilikan harta dalam Islam ialah milik Allah SWT. Manusia hanya
pemilik sementara dari harta yang ada di dunia. Dalam Islam, harta tidak boleh
berkumpul pada suatu kaum. Pendistribusian harta mutlak untuk dilakukan agar
tidak terjadi kesenjangan. Kesenjangan atau perbedaan terjadi karena setiap
manusia dilahirkan dalam keadaan berbeda, berbeda dalam hal bakat, minat,
kemampuan dan lain–lain (Beik dan Arsyianti 2016). Perbedaan pendapatan dan
kekayaan merupakan ujian bagi umat manusia sehingga harus dikelola dengan
baik.
Berdasarkan data BPS 2016, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada
tahun 2013 adalah 28.553 juta jiwa. Jumlah tersebut mengalami penurunan pada
tahun 2014 menjadi 27.727 juta jiwa, namun pada tahun 2015 jumlah penduduk
miskin Indonesia mengalami kenaikan menjadi 28.513 juta jiwa dan mengalami
penurunan kembali pada tahun 2016 menjadi sebanyak 28.005 juta jiwa. Jumlah
penduduk miskin di Indonesia memang mengalami penurunan pada satu tahun
terakhir, namun jumlahnya masih terbilang tinggi. Begitu pula dengan nilai gini
rasio Indonesia, data Badan Pusat Statistik 2016 mencatat adanya penurunan
tingkat kesenjangan penduduk Indonesia, yang ditandai dengan gini rasio 0.40
pada tahun 2016 atau menurun 0.01 poin dibandingkan tahun 2015 sebesar 0.41.
Walaupun demikian, nilai gini rasio Indonesia masih terbilang tinggi. Hal ini
berarti bahwa permasalahan mengenai kesenjangan di Indonesia cukup serius.
Program pemerintah dalam pengentasan kemiskinan serta mengurangi
kesenjangan telah banyak dilaksanakan. Misalnya, Program Pengembangan
Kecamatan (PPK), Program Peningkatan Pendapatan Petani-nelayan kecil (P4K),
Inpres Desa Tertinggal (IDT), Beras Miskin (Raskin), Bantuan Langsung Tunai
(BLT), dan lain lain. Namun, dikarenakan ketidakjelasan kelompok sasaran,
program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan selama ini menjadi kurang
efektif dan rawan penyimpangan (Suyanto dalam Multifah 2011). Hal ini
didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Semaoen mengenai IDT di Jawa
Timur. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa 86 persen dana IDT telah diterima
oleh bukan keluarga miskin (Santoso dalam Multifah 2011).
Berdasarkan sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS pada tahun 2010
tercatat bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 641 326 jiwa dan 87.18
persen dari total penduduk adalah pemeluk agama Islam atau sebanyak
207 176 162 jiwa. Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah penduduk
muslim terbesar di dunia. Hal ini tentu sangat potensial untuk
mengimplementasikan instrumen Islam dalam mengurangi kesenjangan ekonomi.
Salah satu instrumen pendistribusian harta dalam Islam adalah zakat. Kesenjangan
itu perlu didekatkan dan sebagai salah satu caranya adalah dengan zakat (Hasan
2008). Zakat merupakan rukun Islam ketiga yang wajib dilaksanakan oleh seluruh
umat muslim. Sifatnya yang wajib menjadikan zakat dinilai sebagai solusi dari
kesenjangan dan kemiskinan yang terjadi di Indonesia.
Riset yang dilakukan oleh BAZNAS dan FEM IPB menghitung, bahwa
berdasarkan PDB tahun 2010 terdapat potensi zakat di Indonesia sebesar 217
2
Perumusan Masalah
2014 2015
7,71
7,63
7,28
6,63
6,38
6,32
6,13
6,09
6,01
6,01
5,61
5,57
4,93
2,16
Berdasarkan data BPS Provinsi Jawa Barat tahun 2016 (Grafik 1), Kota
Bandung merupakan daerah dengan pertumbuhan ekonomi paling pesat jika
dilihat berdasarkan nilai PDRBnya. Walaupun pertumbuhan ekonomi Kota
Bandung telah maju, hal ini tidak selaras dengan optimalisasi penyerapan dana
zakatnya. Berdasarkan publikasi yang dilakukan oleh Humas Pemkot Bandung,
disebutkan bahwa potensi zakat yang dapat diperoleh dari pegawai pemerintah
kota dan BUMD mencapai 17.69 milyar rupiah, sementara yang terkumpul baru
mencapai 5 milyar rupiah (Pemkot Kota Bandung 2017). Perlu adanya
peningkatan performa lembaga zakat sehingga dana yang telah terserap dapat
dikelola dengan baik, serta di publikasikan kepada masyarakat yang nantinya akan
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga amil zakat.
Indeks Zakat Nasional dinilai sebagai tolak ukur dalam menilai dan
mengevaluasi kinerja perzakatan. Pada IZN terdapat 2 dimensi, yaitu dimensi
makro yang terdiri dari indikator regulasi, dukungan anggaran pemerintah, dan
data base kelembagaan, serta dimensi mikro yang terdiri dari indikator
kelembagaan dan dampak zakat. Dengan dihitungnya nilai indeks zakat suatu
daerah, dapat diketahui kinerja perzakatan ada daerah tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut, pertanyaan pada penelitian ini adalah :
1. Berapa nilai Indeks Zakat di Kota Bandung?
2. Bagaimana kinerja pengelolaan zakat di Kota Bandung berdasarkan dimensi
makro dan dimensi mikro?
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Zakat
Pengertian Zakat
Zakat berdasarkan UU No. 23 Tahun 2011 adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam. Zakat adalah satu-satunya
rukun Islam yang secara spesifik berbicara tentang pemberdayaan ekonomi umat
(Asmani 2016). Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang merupakan kewajiban
umat Islam dalam rangka pelaksanaan dua kalimat syahadat serta digunakan
sebagai sumber dana dalam pembangunan agama Islam. Zakat itu adalah bagian
dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada
pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan
persyaratan tertentu pula (Hafidhuddin 2002). Zakat berarti suci, tumbuh,
bertambah, dan berkah. Dengan demikian, zakat itu membersihkan diri seseorang
dan hartanya, pahalanya bertambah, harta tumbuh berkembang, dan membawa
berkat (Hasan 2008).
5
Hukum Zakat
Zakat yang merupakan rukun Islam ketiga ini disebut 82 kali dalam Al-
Quran, di dalam kitab-kitab hadits, yang kemudian dikembangkan oleh ijtihad
manusia yang memenuhi syarat dalam berbagai aliran (mazhab) hukum Islam (Ali
2006). Perkara zakat dibahas dalam Al-Quran selaras dengan perintah shalat. Hal
ini berarti, hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan sesama
manusia), harus berjalan berbarengan dan jangan sampai mengabaikan salah
satunya (Hasan 2008).
Di antara ayat-ayat yang berhubungan dengan perintah shalat dan zakat,
serta perintah berinfaq ialah (Hasan 2008):
Firman Allah, yang artinya:
Jenis-Jenis Zakat
Secara garis besar, zakat terbagi menjadi dua, yaitu (Varida 2015);
1. Zakat harta (zakat maal) terdiri dari emas, perak, binatang, tumbuh-
tumbuhan (buah-buahan dan biji-bijian), barang perniagaan, zakat profesi,
perusahaan, surat-surat berharga, jual beli valuta asing, investasi proverti
dan zakat sektor rumah tangga modern.
2. Zakat fitrah (zakat nafs) atau disebut juga sebagai zakat jiwa. Yaitu zakat
yang wajib dikeluarkan oleh semua umat muslim di bulan ramadhan.
Prinsip Zakat
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat
merupakan salah satu implementasi azas keadilan dalam sistem ekonomi Islam.
Menurut M.A Mannan dalam Ali (2006), zakat mempunyai enam prinsip yaitu :
1. Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa orang yang membayar zakat
merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya;
2. Prinsip pemerataan dan keadilan, merupakan tujuan sosial zakat yaitu
membagi kekayaan yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada
manusia.
3. Prinsip produktifitas dan kematangan, menekankan bahwa zakat memang
harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu
setelah lewat jangka waktu tertentu.
6
4. Prinsip nalar, sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan itu
harus dikeluarkan.
5. Prinsip kebebasan, zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat
jasmani serta rohaninya, yang merasa mempunyai tanggung jawab untuk
membayar zakat demi kepentingan bersama.
6. Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat tidak dipungut secara semena-
mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya.
Penerima Zakat
Zakat, infak, dan sedekah merupakan tumpukan harta yang di kumpulkan
oleh para muzaki (wajib zakat) dan dermawan, lalu akan di bagikan atau di
salurkan kembali ( Hasan 2008). Berbeda dengan infak dan sedekah, penyaluran
zakat telah di atur kepada siapa dana tersebut di distribusikan. Berikut adalah
delapan golongan yang berhak menerima dana zakat (Qardawi 2011);
1. Fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta atau penghasilan layak
dalam memenuhi keperluannya yaitu sandang, pangan dan papan baik
untuk dirinya dan juga untuk keluarganya
2. Miskin, yaitu orang yang mempunyai harta atau penghasilan layak dalam
memenuhi keperluannya dan orang yang menjadi tanggungannya, tetapi
tidak sepenuhnya tercukupi
3. Amil, yaitu orang yang bekerja untuk kepentingan zakat yang berkaitan
dengan mengurus zakat, mencatat dan menadminitrasikan, menagih zakat,
melakukan sosialisasi, dan mendistribusikan zakat.
4. Mualaf, yaitu orang yang baru masuk Islam dan masih dianggap lemah
imannya, sehingga perlu diberikan zakat agar bertambah kesungguhannya
dalam Islam. Pada saat sekarang, dana zakat untuk mualaf dapat diberikan
untuk lembaga dakwah atau pun untuk training keIslaman.
5. Memerdekakan budak, yaitu untuk memerdekakan budak belian dan
menghilangkan segala bentuk perbudakan. Hal ini juga dapat diterapkan
untuk membantu suatu Neraga ketika ingin terbebas dari penjajah (Hasan
2008).
6. Gharimin, yaitu orang yang berutang dan sama sekali tidak melunasi
utangnya. Utang yang dimaksud adalah utang untuk kebaikan dan
kemaslahatan diri dan keluarganya, atau pun utang untuk kemaslahatan
umat.
7. Fi sabilillah. Pada zaman Rasulullah SAW. Golongan yang termasuk fi
sabilillah adalah para sukarelawan perang yang tidak mempunyai gaji
tetap. Untuk saat ini, sebagian ulama membolehkan memberi zakat
tersebut untuk membangun masjid, lembaga pendidikan, perpustakaan,
pelatihan da’i, penerbitkan buku, majalah, brosur, ataupun membangun
media masa.
8. Ibnu Sabil, yaitu orang yang dalam perjalanan dan terputus bekalnya
dalam perjalanan. Untuk saat ini, pemberian dana untuk ibnu sabil bisa
juga diserahkan kepada musafir yang mengadakan perjaalanan yang
dianjurkan agama, seperti silaturahmi, study tour pada objek yang
bermanfaat, atau untuk beasiswa kepada orang yang terputus
pendidikannya karena ketiadaan dana.
Regulasi Zakat
Dijelaskan pada penelitian Aziz dan Sholikah 2015, bahwa sejarah tentang
regulasi zakat di Indonesia dimulai dari zaman kolonial penjajah, dengan adanya
Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893 yang berisi tentang kebijakan
Pemerintah Kolonial mengenai zakat, sebuah aturan yang terkesan berupaya
mengatur tentang sistem administrasi zakat, akuntabilitas laporanya. Kemudian
8
dikeluarkan Bijblad Nomor 6200 yang berisi tentang pelarangan bagi seorang
pegawai dan priyayi pribumi untuk membantu pelaksanaan zakat.
Selanjutnya adalah era pasca penjajahan, dalam hal ini perhatian
pemerintah terhadap lembaga zakat semakin meningkat pada tahun 1968, yaitu
dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun
1968. Masing-masing tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan Baitul Mal
(Balai Harta Kekayaan) di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, namun
demikian keputusan ini diikuti oleh keputusan Menteri Agama baru yang berisi
tentang penundaan pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Nomor 5/1968. Masih
pada tahun yang sama, Presiden Suharto, pada malam peringatan Isra’ Mi’raj di
Istana Negara tanggal 22 Oktober 1968, mengelurkan anjuran untuk menghimpun
zakat secara sistematis dan terorganisasi. Anjuran ini kemudian ditindakklanjuti
oleh para pemimpin di daerah.
Regulasi zakat perlu diatur oleh negara dalam rangka untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, dan meningkatkan
manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan. Efektifitas dan efesiensi pengelolaan zakat di Indonesia yang
majemuk ini, membutuhkan kepastian hukum dan kejelasan regulasi yang
mengaturnya. Selain itu, regulasi zakat ini dimunculkan dalam upaya penertiban
pengelola zakat (amil) yang berasaskan pada prinsip-prinsip; syariah, amanah,
kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas. Jika hal
demikian itu tercipta, maka kesadaran masyarakat dalam berzakat akan tinggi dan
zakat dapat digunakan sebagai alternatif mewujudkan kesejahteraan masyarakat
dan penanggulangan kemiskinan (Aziz dan Sholikah 2015). Regulasi zakat yang
berlaku saat ini adalah UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Amil Zakat
Pengertian Amil
Amil zakat adalah petugas yang ditunjuk oleh pemerintah atau masyarakat
untuk mengumpulkan zakat, menyimpan, dan kemudian membagikannya kepada
yang berhak menerimanya (Hasan 2008). Keberadaan lembaga amil zakat menjadi
hal yang sangat penting dalam pengumpulan dan pengelolaan zakat terutama
untuk pendistribusian zakat dari muzaki ke mustahik. Zakat tidak dapat berdiri
tegak tanpa amil zakat yang amanah, gigih, dan profesional. Maka, melahirkan
amil zakat yang amanah, gigih, dan profesional adalah wajib agar zakat dapat
tegak berdiri kokoh seperti rukun Islam yang lain (Asmani 2016).
Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam pengelolaan zakat melalui
lembaga, yaitu (Hafidhuddin 2002):
1. Menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat
2. Menjaga perasaan mustahik bila berhadapan langsung untuk menerima
haknya dari muzaki
3. Mencapai efisiensi, efektivitas, dan sasaran yang tepat dalam
pendistribusian zakat
4. Memperlihatkan syiar Islam dan semangat penyelenggaraan negara dan
pemerintahan yang Islami. Sebaliknya, jika zakat diserahkan langsung dari
muzaki ke mustahik tanpa campur tangan lembaga, maka nasib dan hak
para mustahik terhadap muzaki tidak mendapatkan jaminan pasti.
9
kinerja zakat, dapat juga diukur sejauh mana kontribusi zakat terhadap
pembangunan ekonomi nasional. IZN diharapkan menjadi sebuah ukuran standar
yang dapat dipakai oleh regulator, lembaga zakat, dan masyarakat dalam
mengevaluasi perkembangan zakat secara nasional.
Penyusunan IZN dilakukan dengan menggunakan penelitian berbasis
Mixed Methods yaitu sebuah metodologi penelitian yang mengintegrasikan
metode kuantitatif, dan penelitian kualitatif. Dalam kajian ini metode kulitatif
digunakan dalam menyusun komponen IZN, sedangkan metode kualitatif
digunakan dalam membentuk model estimasi penghitungannya. Komponen indeks
tersebut memenuhi kriteria sebagai berikut;
a. spesific, yaitu komponen yang disajikan spesifik,
b. measurable, yaitu komponen yang disajikan dapat diukur,
c. applicable, yaitu dapat diaplikasikan,
d. reliable, yaitu komponen yang disajikan dapat dipercaya, dan
e. timely, yaitu perhitungan yang dilakukan bersifat berkala
Dari proses kajian yang telah dilakukan, didapatkan kom.ponen-komponen
pembentuk IZN yang dibagi menjadi dimensi makro dan dimensi mikro. Dimensi
makro merefleksikan bagaimana peran pemerintah dan masyarakat secara agregat
dalam berkontribusi membangun institusi zakat. Dimensi ini memiliki tiga
indikator yaitu regulasi, dukungan anggaran pemerintah, dan database lembaga
zakat kemudian diturunkan kembali menjadi tiga variabel yaitu; jumlah lembaga
zakat resmi, muzaki individu, dan muzaki badan usaha.
Dimensi yang selanjutnya, yaitu dimensi mikro, merupakan bagian yang
disusun dalam perspektif kelembagaan zakat dan penerima manfaat dari zakat
atau mustahik. Secara teknis penyusunan, dimensi mikro memiliki dua indikator
yaitu performa lembaga zakat dan dampak zakat terhadap mustahik. Indikator
performa lembaga zakat kemudian dibuat lebih terperinci ke dalam empat variabel
yang mengukur performa lembaga dari aspek penghimpunan, pengelolaan,
penyaluran, dan pelaporan. Sedangkan indikator dampak zakat dijelaskan ke
dalam lima aspek, yaitu ekonomi, spritual, pendidikan, kesehatan, dan
kemandirian. Setiap komponen memiliki bobot kontribusi yang telah ditentukan
melalui mekanisme FGD dan kriteria expert judgment.
Teknik estimasi penghitungan yang dilakukan dalam memperoleh nilai
IZN menggunakan metode Multi-Stage Weighted Index. Metode ini
menggabungkan beberapa proses tahapan pembobotan yang telah diberikan pada
setiap komponen penyusun indeks, sehingga pembobotan yang diberikan pada
setiap komponen tersebut harus dilakukan bertahap dan bersifat prosedural. Proses
pembobotan dilakukan setelah didapatkan indeks yang dihitung pada setiap
variabel.
Nilai indeks yang dihasilkan akan berada pada rentang 0.00 – 1.00. Hal ini
berarti bahwa semakin rendah nilai indeks yang didapatkan maka semakin tidak
baik kinerja perzakatan nasional, dan semakin besar nilai indeks yang diperoleh
berarti semakin baik kondisi perzakatan. Nilai 0.00 berarti indeks zakat nasional
yang diperoleh adalah paling rendah yaitu “nol”. Sedangkan nilai 1.00 berarti nilai
indeks paling tinggi, yaitu “sempurna”.
Formulasi IZN ini diharapkan dapat menjadi standard measuremet
periodic (misalnya setiap tahun) sehingga evaluasi dilakukan secara
berkelanjutan. Selain pada tingkat nasional, penghitungan IZN dapat dilakukan
12
pada tingkat regional provinsi sehingga menjadi perbandingan antar daerah, dan
sarana evaluasi distribusi kinerja. Hal ini bertujuan agar semua pihak dalam
perzakatan dapat mengukur diri sekaligus meningkatkan diri terkait kinerja zakat,
serta peningkatan pemahaman publik terhadap kontribusi zakat bagi Indonesia.
Penelitian Terdahulu
Alat ukur Indeks Zakat Nasional merupakan indeks baru dalam mengukur
kualitas perzakatan terutama lembaga pengelola zakat. Oleh karena itu, belum
terdapat penelitian serupa yang menggunakan alat ukur IZN. Karya tulis ini
didekatkan dengan penelitian terdahulu yang memiliki topik serupa yaitu
mengenai kinerja dan atau efisiensi lembaga pengelola zakat. Penelitian terkait
Analisis kinerja dan efisiensi OPZ dilakukan oleh Abd. Halim Mohd Noor et al
(2012), yang berjudul Assessing Performance of Nonprofit Organization: A
Freamwork for Zakat Institutions, menggunakan metode studi literatur dan studi
pemikiran. Berdasarkan hasil penelitian, penulis mengatakan bahwa lembaga
pengelolaan zakat, seperti organisasi lain, harus mampu menunjukkan
kemampuan untuk beroperasi pada tingkat optimal dan efisien dalam memastikan
alasan keberadaannya perlu adanya pengukuran performance dalam rangka untuk
memandu dan mengukur tujuan penyampaiannya. Tulisan ini mengusulkan
kerangka kerja yang komprehensif dalam mengukur kinerja institusi zakat Pada
penelitian ini belum di tentukan standar pengukuran yang sifatnya kuantitatif
dalam mengukur kinerja lembaga
Penelitian yang dilakukan oleh Norazlina Abd. Wahab dan Abdul Rahim
Abdul Rahman (2013) dengan judul Determinants of Efficiency of Zakat
Institutions in Malaysia: A Nonparametric Approach menggunakan metode
Malmquist Indeks Produktivitas untuk memperkirakan produktivitas dan efisiensi
lembaga zakat di Malaysia serta model Tobit untuk menentukan faktor-faktor
yang memengaruhi efisiensi lembaga zakat di Malaysia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa total faktor produksi lembaga zakat di Malaysia telah
meningkat pada tingkat rata-rata 2,4 persen selama periode penelitian.
Peningkatan ini disebabkan oleh kemajuan teknis (TECHCH) dari 3,5 persen
sementara perubahan efisiensi (EFFCH) memberikan kontribusi perubahan
negatif (-0,1 persen). Hasil efisiensi teknis mengungkapkan bahwa rata-rata
tingkat efisiensi teknis keseluruhan adalah 80,6 persen, menunjukkan bahwa
lembaga-lembaga zakat di Malaysia bisa meningkat output sebesar 19,4 persen.
Rahmatina A. Kasri (2012) meneliti dengan judul Effectiveness of Zakat
Targeting in Alleviating Poverty in Indonesia Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif dan indeks kemiskinan. Survey dan mengumpulkan data primer
mengenai kondisi sosial demografi dan ekonomi rumah tangga miskin yang
menerima bantuan zakat di Jabodetabek Indonesia di tahun 2011. Temuan ini
memberikan bukti mengenai dampak positif dan efektivitas zakat dalam
mengurangi kemiskinan di Jakarta Indonesia. Disebutkan pada penelitian ini
bahwa organisasi zakat harus meningkatkan efektivitas zakat penargetan dan
melaksanakan program kemiskinan yang berfokus lebih efektif terutama dalam
program ekonomi produktif, bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan
ketidaksamaan pendapatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nazirudin Abdullah, Alias Mat Derus,
Musam-Aldin Nizar Al-Malkawi (2014) dengan judul The Effectiveness of Zakat
13
produktif adalah dengan memberikan pinjaman modal usaha berdasarkan qard al-
hasan untuk memotivasi usaha dengan baik dan maksimal. Program ini memberi
dampak yang signifikan untuk penunjang kemakmuran masyarakat.
Kerangka Pemikiran
Kinerja Zakat
Kota Bandung
Evaluasi dan
Rekomendasi peningkatan
performa zakat
METODE PENELITIAN
penyaluran dana zakat yang dilakukan oleh BAZNAS Kota Bandung. Penelitian
ini dilakukan pada 13 Februari 2017 sampai 16 Maret 2017.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan mustahik penerima
zakat dari BAZNAS Kota Bandung. Data tersebut digunakan untuk mengetahui
dampak penyaluran zakat, yaitu ada atau tidaknya perubahan perilaku mustahik
sebelum dan sesudah menerima dana zakat. Selanjutnya, data sekunder
digunakan untuk menilai lembaga zakat berupa, database kelembagaan dan
administrasi lainnya. Sumber data lain yang digunakan dalam penelitian ini
didapatkan melalui BAZNAS Kota Bandung, buku, jurnal, skripsi, tesis, dan
internet.
Metode Pengumpulan Data
Data primer dalam penelitian ini diambil dengan metode studi kasus (case
study), melalui wawancara terstruktur satu per satu mustahik dengan
menggunakan kuisioner. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive
sampling yaitu memilih contoh berdasarkan pertimbangan tentang beberapa
karakteristik yang cocok dalam menjawab tujuan penelitian (Juanda 2009).
Karakteristik yang diambil dalam penelitian ini adalah mustahik yang pernah atau
rutin menerima dana zakat dari BAZNAS Kota Bandung. Jumlah penarikan
sampel menggunakan metode slovin dengan toleransi eror 10 persen, sehingga
dari populasi 8914 jiwa didapatkan 100 jiwa sebagai sample penelitian. Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari database BAZNAS Kota Bandung
dan BPS Kota Banndung.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Nilai indeks yang dihasilkan akan berada pada rentang 0.00 – 1.00.
Ini berarti semakin rendah nilai indeks yang didapatkan maka semakin
tidak baik kinerja perzakatan nasional, dan semakin besar nilai indeks
yang diperoleh berarti semakin baik kondisi perzakatan. Nilai 0.00 berarti
indeks zakat nasional yang diperoleh adalah paling rendah yaitu “nol”.
Nilai 1.00 berarti nilai indeks paling tinggi, yaitu “sempurna”.
X2 = 0.40X21 + 0.60X22
dimana,
X2 : Indeks Dimensi Mikro
X21 : Indeks Indikator Kelembagaan
X22 : Indeks Indikator Dampak Zakat
IndeksCIBEST
Dampak zakat sebagai salah satu peubah dalam IZN di ukur dengan
menggunakan Indeks kemiskinan Islami yaitu model CIBEST yang
dikembangkan oleh Irfan Syauqi Beik dan Laily Dwi Arsyianti. Pengembangan
indeks ini didasarkan pada 4 area kuadran CIBEST, yaitu area kesejahteraan,
kemiskinan spiritual, kemiskinan matertiil, dan kemiskinan absolut. Indeks
CIBEST digunakan untuk mengetahui jumlah rumah tangga yang berada
dimasing - masing kuadran (Beik dan Arsyianti 2016).
Dalam mengkategorikan status rumah tangga pada kuadran CIBEST perlu
adanya standar nilai yang menentukan suatu keluarga termasuk pada kelompok
kaya secara materiil dan spiritual atau pada kelompok miskin secara spiritual dan
meteriil. Rumah tangga dikatakan mampu secara materiil apabila pendapatan
keluarga tersebut berada diatas nilai MV (Material Value).
Cara untuk menghitung nilai MV dapat dilakukan dengan tiga cara.
Pertama, melakukan survey kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh keluarga
dalam satu bulan. Kedua dengan menggunakan garis kemiskinan berdasarkan data
BPS yang dikalikan dengan besaran ukuran rumah tangga, atau mengalikan GK
dengan besaran jumlah rata rata anggota keluarga secara agregat. Ketiga dengan
menggunakan standar nisab zakat penghasilan. Pada penelitian ini metode yang
digunakan ialah dengan menggunakan Garis kemiskinan Kota Bandung yang
20
dikalikan dengan jumlah anggota keluarga yang diteliti. Garis Kemiskinan yang
digunakan pada penelitian ini merupakan data tahun 2015 yaitu sebesar Rp376
311. Nilai MV dapat dirumuskan sebagai berikut:
Spiritual Value untuk mengukur suatu keluarga kaya atau miskin secara
spiritual adalah nilai 3 pada skala likert. Indeks CIBEST yang diperlukan dalam
IZN hanya besaran indeks kesejahteraan, Formula indeks kesejahteraan adalah
sebagai berikut:
𝑤
𝑊=
𝑁
Dimana:
W = Indeks kesejahteraan; 0 ≤ W ≤ 1
w = Jumlah keluarga sejahtera atau berada di kuadran 1
N = Jumlah keluarga yang di observasi
𝐴𝐻𝐻−𝐴𝐻𝐻𝑚𝑖𝑛
Dimensi Kesehatan : Ikesehatan =
𝐴𝐻𝐻𝑚𝑎𝑘𝑠 −AHH𝑚𝑖𝑛
Dimana;
AHH = Angka Harapan Hidup
AHH min = 20 (Standar UNDP)
AHH maks = 85 (Standar UNDP)
𝐻𝐿𝑆−𝐻𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛
Dimensi Pendidikan : IHLS =
𝐻𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠 −HLS𝑚𝑖𝑛
Dimana:
HLS = Harapan Lama Sekolah
HLSmin = 0 (Standar UNDP)
HLSmaks = 18 (standar UNDP)
𝑅𝐿𝑆−𝑅𝐿𝑆𝑚𝑖𝑛
IRLS =
𝑅𝐿𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠 −RLS𝑚𝑖𝑛
Dimana:
RLS = Rata- Rata Lama Sekolah
RLSmin = 0 (Standar UNDP)
21
𝐼ℎ𝑙𝑠+𝐼𝑟𝑙𝑠
Ipendidikan =
2
Dengan demikian, Modifikasi IPM dapat dirumuskan sebagai berikut:
baik. Nilai 0.6 untuk indikator dampak zakat berarti pengelolaan zakat yang
dilakukan BAZNAS Kota Bandung memiliki dampak zakat yang baik.
Perhitungan Nilai Indeks setiap Dimensi dan Indeks Zakat Kota Bandung
Tahap yang selanjutnya pada perhitungan Indeks Zakat Nasional adalah
mengalikan indeks yang diperoleh pada setiap indikator dengan bobot masing-
masing. Hasil perhitungan menunjukan indeks pada dimensi makro dan dimensi
mikro, yang selanjutnya dimensi-dimensi tersebut dikalikan dengan bobot
masing-masing dimensi sehingga menghasilkan nilai indeks zakat secara
keseluruhan.
Karakteristik Responden
Sampel penelitian diperoleh dengan wawancara 100 rumah mustahik
penerima manfaat penyaluran dana zakat BAZNAS Kota Bandung tahun 2016.
Wawancara responden dilakukan di tujuh kecamatan di Kota Bandung. Tujuh
kecamatan tersebut merupakan lokasi paling banyak terdapat mustahik yang
menerima zakat dari BAZNAS Kota Bandung. Karakteristik responden dapat
dilihat dalam Tabel 8 sebagai berikut:
Jenis Kelamin KK
Laki-laki 65 65
Perempuan 35 35
Usia
21-35 tahun 17 17
36-50 tahun 39 39
51-65 tahun 32 32
>65 tahun 12 12
Status Pernikahan
Menikah 59 59
Janda / duda 41 41
Pendidikan
Tidak Sekolah 1 1
SD 38 38
SMP 24 24
SMA 31 31
Diploma/Sarjana 6 6
Pekerjaan
Pegawai 15 15
Pedagang 34 34
Buruh 30 30
IRT 12 12
Tidak bekerja 9 9
Sumber: Data Primer 2017
Tabel 10 Hasil estimasi indeks kemiskinan Islam (sebelum dan sesudah menerima
dana zakat)
Indeks Kemiskinan Nilai Indeks Nilai Indeks Presentase
Sebelum Zakat Sesudah Zakat Perubahan (persen)
Indeks Kesejahteraan (W) 0.59 0.68 15.25
Indeks Kemiskinan Materiil (Pm) 0.23 0.18 -21.73
Indeks Kemiskinan Spiritual (Ps) 0.13 0.11 -15.38
Indeks Kemiskinan Absolut (Pa) 0.05 0.03 -40
Sumber: Data Primer 2017 (diolah)
baik. Hal ini berarti responden dapat mengakses hasil pembangunan dalam
memperoleh kesehatan dan pendidikan dengan cukup baik. Dalam hal ini, dampak
zakat terhadap IPM tidak signifikan karena tidak ada perubahan nilai IPM
sebelum dan setelah mendapatkan dana zakat. Hal ini karena dana zakat yang
disalurkan kepada mustahik sifatnya kondisional dan tidak bersifat kontinu.
Penyaluran dana zakat tidak dibarengi pendampingan dan kontrol terhadap
dana zakat yang disalurkan. Tingkat pendiikan yang rendah menyebabkan para
mustahik terbatas dalam mengembangkan dana zakat yang diterimanya, sehingga
dampak dari dana zakat hanya terasa singkat. Sedangkan, nilai IPM yang cukup
baik terjadi karena rata–rata mustahik memiliki fasilitas Kartu Indonesia Sehat
(KIS) untuk mengakses biaya kesehatan gratis, dan Bantuan Siswa Miskin (BSM)
untuk rumah tangga miskin yang memiliki tanggungan biaya sekolah anak. Kedua
fasilitas dari pemerintah tersebut sifatnya kontinu.
Variabel dampak zakat selanjutnya adalah kemandirian. Nilai variabel
kemandirian mustahik yang diteliti adalah 0.50 yang artinya dampak zakat
terhadap kemandirian mustahik cukup baik. Hal ini terjadi karena mayoritas
responden memiliki pekerjaan atau usaha namun tidak memiliki tabungan. Dari
100 rumah tangga mustahik hanya satu rumah tangga yang memiliki tabungan
diatas 5 000 000 000 rupiah, 9 rumah tangga memiliki tabungan 2 000 000 000 –
5 000 000 000 rupiah baik dalam bentuk tabungan atau arisan, 12 rumah tangga
memiliki tabungan kurang dari 1 000 000 000. Sementara itu, 78 rumah tangga
tidak memiliki tabungan. Tidak ada mustahik yang memiliki simpanan di bank
syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya.
Saran
Sehingga daerah yang telah memiliki regulasi walaupun tidak sampai pada
Perda mendapatkan nilai tertentu pada dimensi makro.
Daftar Pustaka
Abdullah et al. 2014. The Effectiveness of Zakat in Alleviating Poverty and
inequalities A Measurement Using a Newly Developed Technique.
Humanomics. 31(3): 314-329.
Akbar Nasher. 2009. Analisis Efisiensi Organisasi Pengelola Zakat Nasional
dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis. Islamic Finance &
Business Review. 4(2):760-785
Ali Daud Muhammad. 2006. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta
(ID): UI-Press.
Asmani Ma’mum Jamal. 2016. Zakat Solusi Mengatasi Kemiskinan Umat.
Yogyakarta (ID): Aswaja Pressindo.
Aziz M, Sholikah. 2015. Regulasi Zakat di Indonesia; Upaya Menuju Pengelolaan
Zakat Yang Profesional. Tafaqquh. 3(1): 36-66.
Beik IS, Arsyianti LD. 2016. Ekonomi Pembangunan Syariah. Bogor (ID): IPB
Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Gini Rasio Menurut Provinsi Tahun 1996,
1999, 2002, 2005, 2007-2016. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. Indeks Pembangunan Manusia Metode Baru. Badan
Pusat Statistik, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Jumlah Penduduk Miskin Menurut Provinsi
Tahun 2013-2016. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Kabupaten/Kota di
Jawa Barat, 2010-2015. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Indonesia menurut Provinsi 1971,
1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang
Dianut berdasarkan Sensus Penduduk 2010. Badan Pusat Statistik, Jakarta
BAZNAS. 2012. Laporan Rekapitulasi Jumlah Muzaki Berdasarkan
Badan/Lembaga per Tanggal 15 Oktober 2012. BAZNAS Pusat, Jakarta.
Hafidhuddin D. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta (ID): Gema
Insani.
Hasan Ali M. 2008. Zakat dan Infak Salah Satu Solusi Mengatasi Problem Sosial
di Indonesia. Jakarta (ID): Kencana Prenada Media Group.
Hartono. 2016. Mengungkap Tabir Zakat di Indonesia [Internet]. Jakarta (ID):
[diunduh 15 Desember 2016]. Tersedia pada :
http://www.pajak.go.id/content/article/mengungkap-tabir-zakat-di-indonesia
Juanda B. 2009. Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor (ID) : IPB Press.
Kasri AR. 2016. Effectiveness of Zakat Targeting in Alleviating Poverty in
Indonesia. Al-Iqtishad:Jurnal Ilmu Ekonomi Syariah (Journal of Islamic
Economics. 8(2):169-186.
Mufraini Arief. 2008. Akuntansi dan Manajemen Zakat. Jakarta (ID): Kencana
Prenada Media Group
36
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS KINERJA BAZNAS KOTA BANDUNG DENGAN
PENDEKATAN INDEKS ZAKAT NASIONAL
Peneliti : Hidayaneu Farchatunnisa
Catatan
* Pendidikan Terakhir (lengkap dengan tingkatnya; misal SMP kelas 2, Kuliah
tingkat 1, dsb)
* kegiatan informal termasuk : kursus , les, kejar paket, pelatihan,
diskusi/ceramah mingguan (harus rutin)
38
AK1
AK2
AK3
AK4
AK5
Dst
Catatan
* Pekerjaan yang dicatat adalah yang dilakukan selama satu bulan terakhir
* Jika Pendapatan tidak tetap, maka diperkirakan dalam satuan waktu termudah,
misalnya perminggu ; per 3 bulan ; per hari. Kemudian dibulatkan menjadi
pendapatan selama 1 bulan
3 Memiliki tabungan di
koperasi konvensional
4 Memiliki tabungan di
39
koperasi syariah/BMT
5 Memiliki tabungan di
lembaga zakat
7 Memiliki tabungan di
rumah dalam bentuk
celengan, brankas, dan
sejenisnya
TOTAL
TAMBAHAN
ZAKAT
Konsumsi makanan
sehari-hari
Biaya Sekolah :
- SPP
- Uang saku
Transportasi
(Angkutan umum,
bensin)
Komunikasi (pulsa)
Kesehatan :
- Obat-obatan
- Konsultasi medis
Belanja pakaian
Kosmetika
Rokok
Sumbangan hajatan
Hiburan (pasar
malam, bioskop, dll)
Pelunasan
cicilan/kredit barang
perbulan
Lainnya (sebutkan )
42
Shalat
Puasa
Zakat&infak
Lingkungan
keluarga
Kebijakan
Pemerintah
Skala Likert
Variabel 1 2 3 4 5 Keterangan
Shalat
Puasa
Zakat&infak
Lingkungan
keluarga
Kebijakan
Pemerintah
43
KUISIONER PENELITIAN
ANALISIS KINERJA BAZNAS KOTA BANDUNG DENGAN
PENDEKATAN INDEKS ZAKAT NASIONAL
Peneliti : Hidayaneu Farchatunnisa
BAZNAS Kota :
Nama Pengisi dan Jabatan :
No Komponen Ketersediaan/Variabel Deskripsi Variabel
Peraturan Daerah
1 (Perda) tentang Ada/Tidak ada * No Perda :
zakat
Tahun 2015
Rp.
Alokasi APBD Ada/Tidak ada *
2 untuk BAZIS
kab/kota Tahun 2016
Rp.
Ada/Tidak ada *
1.(nama lembaga):
2.(nama lembaga):
Lembaga zakat resmi yang
3.(nama lembaga):
terdaftar di BAZIS
(termasuk LAZ ditingkat
4.(nama lembaga):
kab/kota)
Database Tahun 5.(nama lembaga):
3
2016
6.(nama lembaga):
c. Jumlah muzakki
perorangan yang terdaftar dan (jiwa)
memiliki NPWZ
44
Tahun 2015 : Rp
Penghimpunan
4 Total Penghimpunan
Dana Zakat
Tahun 2016 : Rp
Realisasi
Penyaluran Zakat Rencana penyaluran
penyaluran pada
Sosial/Konsumtif pada bulan :
bulan :
Teraudit/tidak
Ada/tidak *
teraudit *
7
Laporan Keuangan Jika teraudit,
Pelaporan Zakat
Dipublikasikan/tidak mendapat opini
2016
dipublikasikan WTP/tidak WTP
*
Biaya Operasional
8 Pengelolaan Zakat
2016 Rp.
Catatan:
*Coret salah satu
Mohon lampirkan laporan keuangan 2016
45
1 2 3 4 5
Memiliki
Tidak Memiliki 2
Memiliki 1 Memiliki database
Memiliki dari
Jumlah dari database database jumlah
database dari database
Lembaga jumlah jumlah lembaga
jumah jumlah
Zakat lembaga lembaga zakat resmi,
lembaga lembaga
1 Resmi, zakat resmi, zakat resmi, jumlah
zakat resmi, zakat resmi,
Muzaki, jumlah jumlah muzaki dan
jumlah jumlah
dan muzaki dan muzaki dan mustahik
muzaki dan muzaki dan
Mustahik mustahik mustahik perlembaga
mustahik mustahik
perlembaga per lembaga serta peta
perlembaga per lembaga
sebarannya
Rasio Rasio
Rasio Jumlah
Rasio Rasio Jumlah Jumlah Jumlah
muzaki Rasio Jumlah
Jumlah muzaki muzaki muzaki
terdaftar muzaki
Muzaki terdaftar terdaftar terdaftar
(memiliki terdaftar
Individu (memiliki (memiliki (memiliki
NPWZ) (memiliki
2 terhadap NPWZ) NPWZ) NPWZ)
terhadap NPWZ)
Jumlah terhadap terhadap terhadap
rumah terhadap
Rumah rumah rumah rumah
tangga rumah tangga
Tangga tangga tangga tangga
daerah 1- daerah >10%
Daerah daerah <1% daerah 4- daerah 7-
3.9%
6.9% 10%
Rasio Rasio
Rasio Jumlah Rasio Jumlah Jumlah Jumlah
Rasio Rasio Jumlah
muzaki muzaki muzaki muzaki
Jumlah muzaki badan
badan badan badan badan
Badan terdaftar
terdaftar terdaftar terdaftar terdaftar
terhadap (memiliki
3 (memiliki (memiliki (memiliki (memiliki
Jumlah NPWZ)
NPWZ) NPWZ) NPWZ) NPWZ)
Badan terhadap
terhadap terhadap terhadap terhadap
Usaha jumlah badan
jumlah badan jumlah badan jumlah jumlah
Daerah usaha ≥4%
usaha <1% usaha 1-1.9% badan usaha badan usaha
2-2.9% 3-3.9%
Keterangan :
Pada tingkat kabupaten/kota, keberadaan perda pengelolaan zakat dan adanya
anggarakan daerah untuk pengelolaan zakat akan membuat nilai indeks regulasi
sama dengan 1(satu), dan ketiadaan perda pengelolaan zakat dan tidak adanya
anggaran daerah untuk pengelolaan zakat akan membuat nilai indeks regulasi
sama dengan 0(nol)
46
Pertumbuhan Pertumbuhan
Penghimpuna Pertumbuhan Pertumbuhan Pertumbuhan
1 (YoY) <10- (YoY) <15-
n (YoY) <5% (YoY) <5-9% (YoY)>20%
14% 19%
PS > 12 bulan PS 9-12 bulan PS 6-<9 bulan PS 3-<6 bulan PS < 3bulan
PE 12–15 PE 9-<12
PE>15 bulan PE 6-<9 bulan PE < 6bulan
3 Penyalur-an* bulan bulan
Memiliki
laporan
Memiliki
keuangan
Memiliki laporan
Tidak Memiliki teraudit WTP,
laporan keuangan
memiliki laporan memiliki
4 Pelaporan keuangan teraudit WTP
laporan kuangan yang laporan audit
teraudit tidak dan Publikasi
keuangan tidak teraudit syariah &
WTP pelaporan
publikasi
berkala
pelaporan
berkala
Indeks
Nilai Indeks Nilai Indeks Nilai Indeks Nilai Indeks
kesejah- Nilai Indeks
5
teraan
0 - 0.20 0.21 - 0.40 0.41- 0.60 0.61 - 0.80
CIBEST (W) >0.80
Modifikasi
IPM (Indeks Nilai Indeks 0- Nilai Indeks Nilai Indeks Nilai Indeks Nilai Indeks
6
Pembanguna 0.20 0.20-0.40 0.41-0.60 0.61-0.80 >0.80
n Manusia)
Keteragan*:
ACR = Allocation to Collection ratio
PS = Program Sosial (Konsumtif), ialah program penyaluran zakat yang didesain
untuk memenuhi kebutuhan mustahik yang bersifat mendesak dan jangka pendek.
Bersifat karikatif, termasuk layanan kesehatan dan pendidikan.
PE = Program Ekonomi (Produktif), ialah program penyaluran zakat yang bersifat
pemberdayaan dan bertujuan untuk membekali mustahik dengan kemampuan ntuk
memenuhi kebutuhan hidupnya pada jangka panjang.
PD = Program Dakwah, ialah program penyaluran zakat yang menitikberatkan
pada penguatan dakwah dan mental spiritual mustahik, termasuk program
advokasi dalam kerangka pembelaan terhadap kepentingan mustahik, serta upaya
penyadaran masyarakat secara keseluruhan yang disertai dukungan aktif dalam
pembangunan zakat nasional
48
RIWAYAT HIDUP