Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Kelompok 3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK KECIL

BLOK 6 TUMBUH KEMBANG

MODUL 3 TUMBUH KEMBANG WAJAH DAN LEHER

Disusun Oleh : Kelompok 3

AHMAD FADILLAH NIM. 1710025008

DEA PRATIWI SADANINGSIH NIM. 1710025009

EVA TITANIA MAULIDA NIM. 1710025010

SARAH PRINADIRA NIM. 1710025020

ICHA TRY PUTRI NIM. 1710025021

AULYA RAHMA FADILAH NIM. 1710025022

LUTHFI AZHARI SANI NIM. 1710025032

ANANDA PUTRI APRILIYANA NIM. 1710025033

PANGERAN MUHAMMAD HAIRUL ANWAR NIM. 1710025034

FIMELDA IZRO NOVIANDARI NIM. 1710025040

Tutor :

drg. Listiyawati, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA

2018

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kiranya pantaslah kami
memanjatkan puji syukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kami,
baik kesempatan maupun kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan ini dengan baik.

Laporan diskusi kelompok 3. Laporan ini dapat hadir seperti sekarang ini
tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu sudah sepantasnyalah kami
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besar buat mereka yang telah
berjasa membantu kami selama proses pembuatan laporan ini dari awal hingga
akhir.

Namun, kami menyadari bahwa laporan ini masih ada hal-hal yang belum
sempurna dan luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan
maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan
dan kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca sekalian demi perbaikan laporan ini kedepannya.

Akhirnya, besar harapan kami agar kehadiran laporan diskusi kelompok ini
dapat memberikan manfaat yang berarti untuk para pembaca. Dan yang
terpenting adalah semoga dapat turut serta menambah ilmu pengetahuan
kepada pembaca.

Samarinda, 11 Mei 2018

Hormat Kami,

Kelompok III

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3

ABSTRAK .............................................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................... 5
1.2. TUJUAN ..................................................................................................... 6
1.3. MANFAAT .................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO ................................................................................................ 7
2.2 STEP 1 : IDENTIFIKASI ISTILAH ASING .................................................. 7
2.3 STEP 2 : IDENTIFIKASI MASALAH .......................................................... 8
2.4 STEP 3 : ANALISIS MASALAH ................................................................. 8
2.5 STEP 4 : KERANGKA KONSEP ............................................................... 12
2.6 STEP 5 : IDENTIFIKASI SASARAN BELAJAR.......................................... 13
2.7 STEP 6 : BELAJAR MANDIRI ................................................................... 13
2.8 STEP 7 : SINTESIS ................................................................................... 13

BAB III PENUTUP


3.1. KESIMPULAN ........................................................................................... 24
3.2. SARAN ....................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 26

3
ABSTRACT

Growth and development of the face and neck consists of the formation of
stomodeum, frontonasalis, maxilla cavity rice, mandible, palatum, paranassalis
and midface sinuses. If in the process of growth and development of the face and
neck experienced disorders such as trauma and others, it will cause
abnormalities both in teeth, palate and on the lips.

Pertumbuhan dan perkembangan wajah dan leher terdiri dari pembentukan


stomodeum, frontonasalis, cavum nasi maksilla, mandibula, palatum, sinus
paranassalis dan midface. Apabila dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan wajah dan leher mengalami gangguan seperti trauma dan lain-
lain, maka akan menyebabkan kelainan baik pada gigi, palatum maupun pada
bibir.

4
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gambaran yang paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah
terbentuknya lengkung brankialis atau lengkung faring. Lengkung – lengkung ini
tampak dalam perkembangan minggu ke-4 dan ke-5. Lengkung faring tidak ikut
membentuk leher, tetapi memiliki peranan penting dalam pembentukan kepala.
Pada akhir minggu ke-4, bagian pusat wajah terbentuk oleh stomodeum, yang
dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung faring. Ketiga mudigah berusia 4½
minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim, yaitu: (Sadler, T.W., 2000)

 Lengkung faring pertama ( tonjolan – tonjolan mandibula ), disebelah


kaudal stomodeum.
 Lengkung faring kedua ( tonjolan – tonjolan maksila ), terletak disebelah
lateral stomodeum.
 Lengkung faring ketiga ( tonjolan – tonjolan frontonasal ), suatu tonjolan
yang agak memebulat disebelah kaudal stomodeum.

Pada akhir minggu ke-4 , mulai tampak tonjolan – tonjolan wajah yang terutama
dibentuk oleh mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan terutama dibentuk
oleh pasangan lengkung faring pertama. Tonjolan maksila dapat dikenali
disebelah lateral stomodeum dan tonjolan mandibula disebelah kaudal
stomodeum. Selama minggu ke-5 plakoda – plakoda hidung tersebut mengalami
invaginasi membentuk lobang hidung. Dalam hal ini, plakoda hidung ini
membentuk suatu rigi jaringan yang mengelilingi masing – masing lobang dan
memebentuk tonjolan hidung. Selama dua minggu selanjutnya, tonjolan maksila
terus bertambah besar ukurannya. Serantak dengan itu, tonjolan ini tumbuh
kearah medial, sehingga mendesak tonjol hidung ke medial ke arah garis tengah.
Selanjutnya, celah antara tonjol hidung medial dan tonjol maksial hilang, dan
keduanya bersatu. Oleh karena itu bibir atas dibentuk oleh tonjolan hidung
medial dan kedua tonjol maksila itu. Tonjol hidung lateral tidak ikut dalam
pembentukan bibir atas. Bibir bawah dan rahang bawah dibentuk dari tonjolan
mandibula yang menyatu digaris tengah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembentukan wajah diantaranya adalah


faktor keturunan, nutrisi, penyakit, perbedaan ras etnik, hormon. Contoh kelainan
yang terjadi adalah cleft lip dan cleft palate.

5
Tujuan

Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan:

1. Pertumbuhan dan perkembangan wajah dan leher

2. Faktor pertumbuhan dan perkembangan wajah

3. Kelainan pada pertumbuhan dan perkembangan wajah dan leher

Manfaat

Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai
bahan masukan dan pemahaman lebih mengenai pertumbuhan dan
perkembangan wajah dan leher, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan wajah,
dan kelainan yang ditimbulkan dari pertumbuhan dan perkembangan wajah dan
leher.

6
BAB II

PEMBAHASAN

Skenario

Bibir Bayi ku Kok Belah

Seorang ibu umur 43 tahun baru melahirkan bayi di Puskesmas setelah 7


tahun menikah dan melihat bibir atas anaknya kok terbelah tapi bayinya baik-baik
saja, tidak panas ataupun demam. Kemudian dianjurkan ke dokter spesialis
anak, dan ibu itu membawanya ke dokter anak, menanyakan bibir tersebut dan
dokter anak mengatakan bahwa bibir anak ibu terjadi celah yang disebut dengan
cleft lip atau schisis sebelah kiri yang disebut unilateral atau satu sisi, ini kelainan
bawaan lahir atau konginetal desease dan ini karena adanya gangguan
partumbuhan dan perkembangan pada masa kehamilan ibu umur 3 minggu
(embrionik period) atau lebih misalnya pada masa pertumbuhan dan
perkembangan stomadium, oral cavity, maxillary proses, nasal process, muka,
bibir atas dan bawah kadang kadang disertai kelainan mandibula arch. Bisa juga
oleh Karena faktor lingkungan atau teratogen. Dokter beda mulut atau beda
plastik.

Identifikasi istilah sulit

Teratogen : perkembangan tidak normal saat kehamilan, kerusakan embrio

Stomadium : depresi pada ektodern menjadi mulut primitif

Mandibula Arch: lengkungan pada mandibula

Cleft Lip : celah pada bibir sejak lahir

Schisis : Celah

Konginetal desease : penyakit/abnormalitas

Oral Cavity : Rongga Mulut

7
IDENTIFIKASI MASALAH

Suatu kasus yang disajikan pada skenario, kami dapat


mengidentifikasikan beberapa masalah yang timbul dalam kasus tersebut
sebagaimana berikut :

1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan wajah?


2. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan stomodeum?
3. Faktor pertumbuhan dan perkembangan wajah?
4. Apa yang mempengaruhi laju partumbuhan wajah?
5. Apa saja kelainan kongenital yang ada di wajah?
6. Apa saja kelainan mandibular arch?
7. Bagaimana proses pembentukan cleft lip?
8. Apa saja faktor yang mempengaruhi cleft lip?
9. Apa saja klasifikasi dari cleft lip ?
10. Kemungkinan lain setelah adanya cleft lip?

ANALISA MASALAH

1. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan wajah?

Embriologi wajah diawali dengan perkembangan kepala dan leher. Lengkung


branchialis atau lengkung faring merupakan gambaran yang paling khas dari
perkembangan kepala dan leher. Lengkung-lengkung tersebut mengalami
perkembangan pada minggu ke-4 dan ke-5. Lengkung faringiki peranan penting
dalam pembentukan kepala, Stomodeum yang dikelilingi oleh lengkung faring
pasangan pertama, membentuk bagian pusat wajah pada akhir minggu ke-4.
Ketika mudigah berusia 4½ minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim,
yaitu:

 Lengkung faring pertama (tonjolan-tonjolan mandibula), arah kaudal


stomodeum
 Lengkung faring kedua (tonjolan-tonjolan maxilla), arah lateral
stomodeum
 Lengkung faring ketiga (tonjolan-tonjolan frontonasal), suatu tonjolan
yang agak membulat di arah kaudal stomodeum
 Lengkung faring keempat dan kelima yang unsur rawannya bersatu
membentuk kartilago thyroidea, cricoidea, corniculata dan cuneiforme dari
laring

Lengkung pertama terdiri atas satu bagian dorsal dan satu bagian ventral.
Prominensia maxillaris pada bagian dorsal, meluas di daerah bawah
mata.Prominensia mandibularis atau tulang rawan Meckel pada bagian ventral.
SelanjutnyaSelanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang, kecuali dua bagian
kecil di ujung yang masing-masing membentuk incus dan malleus. Mesenkim

8
prominensia maxillaris membentuk premaxilla, maxilla, os zygomaticus dan os
temporalis melalui penulangan membranosa. Penulangan membranosa jaringan
mesenkim yang mengelilingi tulang rawan Meckel membentuk mandibula.

Pada akhir minggu ke-4, tampak tonjolan-tonjolan wajah yang terutama dibentuk
oleh mesenkim crista neuralis dan pasangan lengkung faring pertama. Tonjolan
maxilla terdapat di sebelah lateral stomodeum, sedangkan di sebelah kaudalnya
terdapat tonjolan mandibula. Tepi atas stomodeum merupakan prominensia
frontonasalis yang terbentuk dari proliferasi mesenkim di sebelah ventral vesikel
otak. Selanjutnya, muncul penebalan- penebalan setempat dari ektoderm
permukaan, yaitu plakoda nasal (olfactorius) di sisi kanan dan kiri prominensia
frontonasalis yang dipengaruhi oleh induksi bagian ventral otak depan. Plakoda-
plakoda nasal (olfactorius) mengalami invaginasi membentuk lubang hidung
selama minggu ke-5. Plakoda hidung tersebut membentuk suatu rigi jaringan
yang mengelilingi masing-masing lubang dan tonjolan yang berada di tepi luar
lubang, sedangkan tonjolan hidung medial berada di tepi dalam lubang . Tonjolan
maxilla ukurannya terus bertambah selama dua minggu selanjutnya. Seiring
dengan itu, tonjolan tersebut tumbuh ke arah medial sehingga tonjolan hidung ke
arah medial. Celah antara tonjolan hidung dan tonjolan maxilla menyatu pada
perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, tonjolan hidung medial dan kedua
tonjolan maxilla tersebut membentuk bibir atas. Tonjolan hidung lateral tidak ikut
dalam pembentukan bibir atas. Tonjolan mandibula menyatu di garis tengah
membentukwah dan rahang bawah . Pada awal perkembangannya, tonjolan
maxilla dan tonjolan hidung lateral dipisahkan oleh alur nasolacrimal. Ektoderm
mengalami kanalisasi oleh alursebut yang membentuk tali epitel padat, lalu
melepaskan diri dari. Selanjutnya, tali tersebut membentuk ductus nasolacrimalis,
dimana ujung atasnya melebar dan membentuk saccus lacrimalis. Tonjolan
maxilla dan tonjolan hidung lateral saling menyatu setelah tali epitel padat
tersebuts dari ektoderm. Kemudian, ductus nasolacrimalis berjalan dari tepi
medial ke meatus inferior rongga hidung . Hidung dibentuk oleh lima prominensia
facialis prominensia frontalis membentuk jembatan hidung; prominensia nasalis
mediana yang menyatu membentuk lengkung dan ujung hidung serta
prominensia nasalis lateralis menghasilkan cuping hidung (alae). Perkembangan
sinus paranasales, conchae nasales dan gigi-geligi mempengaruhi bentuk wajah
orang dewasa

9
2. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wajah?

a. Gen

b. Ras / Etnik

c. Nutrisi

d. Hormon

e. Jenis kelamin

f. Usia ibu

g. Paparan radiasi

3. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wajah ?

(1.) Faktor keturunan : Gen dapt mempengaruhi sifat – sifat pertumbuhan, ukuran
(kepala dan leher, mandibula), kecepatan, kapan mulai terjadinya perubahan
erupsi gigi dan sebagainya.

(2.) Nutrisi : Jika pada anak mengalami malnutrisi maka akan menghambat
pertumbuhan

(3.) Penyakit : contohnya terkena virus rubela

(4.) Perbedaan ras dan etnik : pada beberapa suku terdapat perbedaan ukuran
rahang yang merupakan ciri khas suku tersebut

(5.) Hormon : Pada masa pubertas dimana hormon sex mulai aktif, maka hormon
ini juga mempengaruhi pertumbuhan wajah

4. Laju Pertumbuhan Wajah dipengaeuhi oleh

Laju pertumbuhan wajah, yang mencapai puncaknya sewaktu lahir akan


mengalami penurunan dengan tajam dan mencapai laju minimalnya mencapai
masa pubertas. Laju pertumbuhannya dua tahun lebih cepat pada anak
perempuan di banding dengan anak laki-laki. Laju pertumbuhan kemudian
meningkat mencapai puncaknya pada masa pubertas dan menurun lagi dan
melambat sampai pertumbuhan berhenti pada akhir masa remaja. Laju
pertumbuhan wajah mengikuti pola kasar yang sama seperti laju pertumbuhan
tubuh. Hasil penelitian Lewis, dkk (1985) menunjukkan bahwa pertumbuhan
kedepan dan kebelakang baik dari maksila maupun mandibula mengikuti pola
tersebut, dan pada periode pertumbuhan rahang maksila pada masa pubertas
adalah beberapa bulan lebih lambat dari pada tubuh (Foster, T.D, 1999 ).

10
5. Kelainan kongenital apa saja yang terdapat pada wajah ?

 Cleft Lip dan palate

 Syndrome Treachereholis

 Sequens Robin

6. Seperti apa kelainan pada mandibular arch ?

Salah satu contoh kelainan mandibular arch adalah pierre robin sequence, yaitu
kelainan kongenital gagal bertumbuhnya mandibular saat masa prenatal.
Biasanya ditandai dengan ukuran yang abnormal pada bayi mulai dari bayi itu
lahir.

7. Bagaimana proses dari cleft lip ?

Terjadi karena kegagalan dari processus facialis untuk tumbuh dan saling
bergabung satu sama lain selama perkembanga bibir saat dalam kandungan

8 . Apa saja faktor yang mempengaruhi cleft lip?

 Genetik
 Usia ibu
 Ras/etnik
 Nutrisi
 Keturunan
 Hormon
 Radiasi
9. Klasifikasi cleft lip

a. Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang
hingga ke hidung.
b. Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga
ke hidung.
c. Bilateral complete

10. Kemungkinan lain setelah adanya celah bibir?

Anak bibir sumbing sering mengidap retardasi mental . sumbing median


berkaitan dengan hilangnya struktur-struktur garis tengah lainnya, termaksud yag
terdapat di otak. Dalam bentuk yang paling ex-tream seluruh garis tengah
cranium lenyap & kedua ventrikel lateral hemisferium serebri menyatu menjadi
sebuah ventrikel , holoprosensefalus. Sumbing garis tengah yang terjadi
sewaktu lipatan saraf cranial muai terbentuk, menyebabkan hilangnya jaringan
garis tengah di region lempeng prekorda.

11
STRUKTURISASI KONSEP

Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah


dan Leher

Pertumbuhan dan Factor Kelainan


Perkembangan

wajah Leher Laju Kelainan

12
Learning Objective

1. Mahasiswa mampu memahami pertumbuhan dan perkembangan wajah


dan leher
2. Mahasiswa mampu memahami factor pertumbuhan dan perkembangan
wajah dan leher
3. Mahasiswa mampu memahami kelainan pertumbuhan dan
perkembangan wajah dan leher

Belajar Mandiri

Masing-masing anggota diskusi melakukan proses belajar mandiri yang


dilaksanakan dari hari Selasa 15 Mei 2018 dan hari Jumat, 18 Mei 2018 dengan
tujuan belajar yang dirumuskan pada step 5 untuk mengetahui lebih dalam
terhadap materi yang akan dibahas pada DKK dengan mempergunakan
referensi yang telah tersedia dan mengenmbangkan apa yang anggota kelompok
pahami dari pembelajaran tersebut.

Sintesis

1. Pertumbuhan dan Perkembangan Wajah

Embriologi wajah diawali dengan perkembangan kepala dan leher, gambaran


yang paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah terbentuknya
lengkung brankialisatau lengkung faring. Lengkung – lengkung ini tampak dalam
perkembangan minggu ke-4 dan ke-5. Lengkung faring tidak ikut membentuk
leher, tetapi memiliki peranan penting dalam pembentukan kepala. Pada
akhirminggu ke- 4, bagian pusat wajah terbentuk oleh stomodeum, yang
dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung faring. Ketiga mudigah berusia 4½
minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim yaitu :
(Sadler,T.W, 2000)
 Lengkung faring pertama (tonjolan–tonjolan mandibula), disebelah kaudal
stomodeum.
 Lengkung faring kedua ( tonjolan–tonjolan maksila), terletak disebelah
lateral stomodeum.
 Lengkung faring ketiga ( tonjolan–tonjolan frontonasal), suatu tonjolan
yang agak memebulat d isebelah kaudal stomodeum.
13
 Lengkung faring keempat dan kelima yang unsur rawannya bersatu
membentuk tulang rawan thyroidea, cricoidea, corniculata, dan
cuneiforme dari laring.

Lengkung pertama terdiri atas satu bagian dorsal, yang dikenal sebagai
prominensia maksilaris, yang meluas dibawah daerah mata, dan satu bagian
ventral, prominensia mandibularisatau tulang rawan Meckel. Pada
perkembangan selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang, kecuali dua
bagian kecil diujung dorsal dan masing–masing memebentuk inkusdam malleus.
Mesenkim prominensia maksilaris selanjutnya membentuk premaksila, maksila,
os zigomatikus, dan bagian os temporalis melalui penulangan membranosa.
Mandibula juga terbentuk melalui penulangan membranosa jaringan
mesenkimyang mengelilingi tulang rawan Meckel (Sedler,T.W, 2000).

Pada akhir minggu ke-4, mulai tampak tonjolan–tonjolan wajah yang


terutama dibentuk oleh Mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan terutama
dibentuk oleh pasangan lengkung faring pertama. Tonjolan maksila dapat
dikenali disebelah lateral stomodeum dan tonjolan mandibula disebelah kaudal
stomodeum. Prominensia frontonasalis, yang dibentuk oleh proloferasi mesenkim
disebelah ventral vesikel otak, merupakan tepi atas stomodeum. Di sisi kanan
dan kiri prominensia frontonalis, muncul
penebalan–penebalan setempat dari ectoderm permukaan, yaitu plakoda nasal
(olfaktorius ), di bawah pengaruh induksi bagian ventral otak depan (Sadler, T.W,
2000).

Selama minggu ke-5 plakoda–plakoda hidung tersebut mengalami


invaginasi membentuk lobang hidung. Dalam hal ini, plakoda hidung ini
membentuk suatu rigi jaringan yang mengelilingi masing–masing lobang dan
memebentuk tonjolan hidung. Tonjolan yang berada ditepi luar lubang adalah
tonjolan hidung lateral dan yang berada ditepi dalam adalah tonjolan hidung
medial (Sadler, T.W, 2000).

14
Gambar 3. Permukaan frontal wajah. A. Mudigah lima minggu. B. Mudigah eman
minggu tonjol–tonjol hidung berangsur–angsur terpisah dari tonjol maksila oleh
alur yang dalam.

Selama dua minggu selanjutnya, tonjolan maksila terus bertambah besar


ukurannya. Serantak dengan itu, tonjolan ini tumbuh kearah medial, sehingga
mendesak tonjol hidung ke medial ke arah garis tengah. Selanjutnya, celah
antara tonjol hidung medial dan tonjol maksial hilang, dan keduanya bersatu.
Oleh karena itu bibir atas dibentuk oleh tonjolan hidung medial dan kedua tonjol
maksila itu. Tonjol hidung lateraltidak ikut dalam pembentukan bibir atas. Bibir
bawah dan rahang bawah dibentuk dari tonjolan mandibula yang menyatu digaris
tengah (Sadler, T.W, 2000)

11 Gambar 4. Aspek frontal wajah A. Embrio yang berusia tujuh minggu. Tonjol
maksila telah bersatu dengan tonjol medial B. Embrio yang berusia sepuluh
minggu.

Mula–mula, tonjol maksiladan tonjol hidung lateral terpisah oleh sebuah alur
yang dalam, alur nasolacrimal. Ektoderm ditantai alur ini membentuk sebuah tali
epitel padat yang melepaskan diri dari ectoderm dibawahnya. Setelah terjadi
kanalisasi, tali ini membentuk duktus nasolacrimalis ujung atasnya melebar untuk
membentuk sacus lacrimalis. Seletah lepasnya tali tersebut, tonjolan maksila dan
15
tonjolan hidung lateral saling menyatu. Duktus lacrimalis kemudian berjalan dari
tepi medial ke meatus inferior rongga hidung ( Sedler, T.W, 2000).Tulang pipi
merupakan artikulasi dari tulang zigomatikus dan prosesus zigomatikus dari
tulang temporal. Pusat penulangan tersebut berasal dari membran lateraldan
mengikuti perkembangan dari mata pada akhir bulan kedua. Bentuk wajah orang
dewasa dipengaruhi oleh perkembangan sinus paranasale,conchae nasals dan
gigi–geligi( Sadler,T.W, 2000

Perkembangan dan Pembentukan Leher

Pertumbuhan dan perkembangan oromaksilofasial (muka dan rongga


mulut) dimulai pada minggu ke-3 intra uterin. Mula-mula masih berbentuk tube
dan terdiri dari 3 unsur, yaitu ektoderm, mesoderm, dan endoderm.1

Pada pertumbuhan dan perkembangan oromaksilofasial sangat


dipengaruhi oleh tumbuh kembang dari branchial apparatus. Bagian ini
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap struktur kepala dan leher.
Bagian ini terdiri dari empat komponen, yaitu lengkung brankial atau
lengkung faring (branchial arches), kantong brankial (branchial pouches),
celah brankial atau celah faring (branchial groove) dan membran brankial.
Komponen utama dari kelompok ini adalah lengkungan brankial
(branchial arches) yang merupakan gambaran paling khas dalam
perkembangan kepala dan leher, struktur sementara yang berasal dari
otot mayor, saraf, pembuluh darah, dan elemen skeletal.

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN BRANCHIAL APPARATUS


Proses pertumbuhan dan perkembangan branchial apparatus, terdiri dari:
1. Branchial arches (lengkung)
2. Branchial pouches (kantong)
3. Branchial grooves (celah)
4. Branchial membrane (selaput)

Gambar 1 : Pembentukan branchial apparatus. A. 25 hari. B. 28 hari. C. 5


minggu

16
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Branchial Arches
Setiap lengkung brankial terdiri atas sebuah inti jaringan mesenkim yang
di sebelah luarnya dibungkus oleh ektoderm dan sebelah dalamnya
dibungkus oleh endoderm. Selain mesenkim yang berasal dari mesoderm
lempeng paraksial dan lateral, inti tiap-tiap lengkung brankial menerima
banyak sekali sel krista neuralis, kemudian bermigrasi ke dalam lengkung
brankial untuk ikut membentuk unsur-unsur rangka pada wajah. Mesoderm
lengkung yang asli membentuk susunan otot di wajah dan leher.
Mula-mula dibentuk branchial arch/ pharyngeal arch I, kemudian dibentuk
branchial arch II hingga VI, namun branchial arch V rudimenter/ hilang
sehingga branchial arch IV bergabung dengan branchial arch VI. Dari
branchial apparatus inilah akan dibentuk organ-organ, rahang atas, rahang
bawah, lidah, laring, faring, os. hyoid, otot-otat wajah, ligamentum, arteri,
vena, nervus, dll.

2. Pertumbuhan dan Perkembangan Branchial Pouches


Pada umumnya manusia mempunyai lima pasang branchial
pouch. Pasangan yang terakhir adalah kantong atipikal dan sering
dianggap sebagai bagian kantong keempat. Epitel endoderm yang
melapisi kantong-kantong ini menghasilkan sejumlah organ penting.
3. Pertumbuhan dan Perkembangan Branchial Groove
Pada dasarnya branchial groove terdapat empat celah. Bagian
dorsal celah pertama menembus mesenkim di bawahnya dan
menghasilkan meatus acusticus externus. Epitel yang melapisi bagian
dasar meatus ikut serta membentuk gendang telinga.1,2 Proliferasi aktif
jaringan mesenkim di dalam lengkungan kedua menyebabkan lengkung
kedua ini menutupi lengkung ketiga dan keempat. Akhirnya, lengkung
kedua ini bersatu dengan epicardial ridge di bagian bawah leher dan
celah kedua, ketiga dan keempat terputus hubungannya dengan bagian
luar. Celah-celah ini membentuk sebuah rongga yang dilapisi epitel
ektoderm yang disebut sinus cervicalis, tetapi pada perkembangan
selanjutnya sinus ini akan menghilang.

4. Pertumbuhan dan Perkembangan Branchial Membrane


Branchial membrane pertama akan membentuk membran
timpani sedangkan branchial membrane yang lain menghilang.

17
Gambar 5 : A. Perkembangan celah dan kantong brankial. Lengkung kedua
tumbuh di atas lengkung ketiga dan keempat, menutupi celah brankial
kedua, ketiga dan keempat. B. Sisa celah brankial kedua, ketiga dan
keempat membentuk sinus servikalis yang normalnya akan mengalami
obliterasi.

2.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan perkembangam


Wajah
Menurut Mokhtar (2002), pertumbuhan dan perkembangan wajah dapat
dipengaruhi oleh hal- hal berikut.
a. Genetik
Data-data anak kembar baik yang monozygot maupun dizygot dapat dipelajari
untuk mengetahui faktor keturunan yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan. Laju pertumbuhan, besar-kecilnya ukuran, kapan dimulainya
perubahan erupsi gigi dan sebagainya dapat dipengaruhi oleh gen. Ukuran gigi,
lebar kepala dan lebar mandibula pada anak kembar juga sangat dipengaruhi
oleh faktor keturunan. 12 Seseorang dengan Down Syndrome memiliki kelainan
tulang rangka yang khas, seperti tinggi badan yang relatif pendek, bentuk kepala
yang relatif kecil dengan bagian belakang yang tampak mendatar, hidung yang
kecil dan datar menyerupai orang mongolia (Juwariah, 2009).

b. Status Gizi
Asupan nutrisi yang kurang pada anak-anak yang sedang tumbuh akan
memperlambat pertumbuhan. Ukuran tubuh dan kualitas jaringan yang berbeda-
beda pada setiap individu dipengaruhi oleh asupan nutrisi, misalnya dapat dilihat
dari kualitas gigi dan tulang.

c. Penyakit
Penyakit sistemik yang kronis dan berat dapat mempengaruhi pertumbuhan
anak. Gangguan kelenjar endokrin seperti kelainan pada hipofisis, tiroid,
suprarenal dan gonad dapat menyebabkan kemunduran pertumbuhan.

d. Ras dan etnis


Perbedaan kongenital, laju pertumbuhan tinggi dan berat badan, waktu
maturasi, pembentukan tulang, kalsifikasi gigi dan waktu erupsi gigi pada
masing-masing ras dan etnis berbeda. Kelompok masyarakat Proto- Melayu
(misalnya Suku Batak) memiliki wajah yang lebih pendek (lebar) daripada
18
kelompok masyarakat Deutro-Melayu (misalnya Suku Jawa dan Lampung)
(Budiyanto et al., 1997).

e. Hormonal
Growth Hormon (GH) yang dihasilkan kelenjar hipofisis mempengaruhi
pertumbuhan manusia. Hormon seks dan GH mempengaruhi perkembangan
wajah, keduanya mulai aktif pada masa pubertas. Penderita gigantisme
mengalami perubahan bentuk wajah. Bagian frontal menonjol, tonjolan
supraorbital menjadi semakin nyata dan terjadi deformitas mandibula disertai
rahang yang menjorok ke depan (Behrman et al., 2000).

f. Jenis kelamin
Terdapat perbedaan dari segi ukuran dan paras wajah antara laki-laki dan
perempuan, terutama pada tulang mandibula. Tulang tengkorak lakil-aki lebih
menonjol dan lebih terlihat dibanding perempuan sehingga akan mempengaruhi
pengukuran (Hillson, 2005; Rai et al., 2007).

3. Kelainan yang terdapat pada wajah dan leher selama masa kandungan
dan factor penyebabnya
 Treacher collins syndrome (Mandibulofacial dysostosis)
Pada penyakit ini sering terjadi anomali bilateral seperti berikut fissure palpebral
miring kearah bawah, cacat pada kelopak mata bawah, hipoplasi mid-face dan
mandibula, cacat pada daun telinga.
Etiologi dan patogenesis
Treacher collins syndrome merupakan kelainan genetik yang diwariskan dengan
cara autosomal dominan, tetapi kurang lebih sebagian kasus dapat timbul karena
mutasi spontan. Derajat penetrasi dari gen tinggi dengan sedikit variasi diantara
saudara kandung. Kelainan ini relatif jarang, insidensinya antara 0,5 — 10,6
kasus per 10.000 kelahiran. Kelainan ini telah dimulai antara minggu ke-6 dan
ke-7 masa embryonik. Abnormalitas yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh
kegagalan suplai darah selama embryogenesis.

Gambaran klinis
Terjadi hipoplasi pada mandibula, maksila, zygoma serta telinga tengah dan
telinga
ekstema dengan derajat yang bervariasi. Pada syndrome dengan ekspresi
penuh,
penampilan muka sangat khas, sering digambarkan sebagai "bird-like" atau "fish
like". Tujuh puluh lima persen kasus menunjukkan kecacatan pada 1/3 bagian
luar kelopak mata bawah.
Lima puluh persen kasus menunjukkan bulu mata bawah di sebelah medial dari
bagian mata yang carat tidak ada. Fissure palpebral menunjukkan miring ke
bawah. Sering terjadi atresia kongenital lubang telinga eksterna dan microtia.
Terdapat
kecacatan pada daun telinga berupa daun telinga kusut atau tidak ada sama
sekali, sering pula terjadi ketulian. Pada 30% kasus menunjukkan adanya celah
palaturn, sedangkan 15% kasus menunjukkan terjadinya macrostomia, dapat
pula disertai dengan open bite dan hipoplasi mandibula.

 CELAH BIBIR (CLEFT LIP) dan CELAH PALATUM (CLEFT PALATE)


19
Pengertian umum celah bibir (cleft lip) dan celah palatum (cleft palate)
Celah bibir (cleft lip) merupakan kelainan kongenital yang disebabkan gangguan
perkembangan wajah pada masa embrio. Celah dapat terjadi pada bibir, langit-
langit mulut (palatum), ataupun pada keduanya. Celah pada bibir disebut
labiochisis sedangkan celah pada langit-langit mulut disebut palatoschisis.
Penanganan celah adalah dengan cara pembedahan.
Etiologi celah bibir
Etiologi celah bibir adalah multifaktorial dan etiologi celah bibir belum dapat
diketahui secara pasti. Pembentukan bibir terjadi pada masa embrio minggu
keenam sampai minggu kesepuluh kehamilan. Celah bibir merupakan bentuk
abnormalitas dari bibir yang tidak terbentuk sempurna akibat kegagalan proses
penyatuan processus selama perkembangan embrio di dalam kandungan.
Tingkat pembentukkan celah bibir dapat bervariasi, mulai dari yang ringan yaitu
berupa sedikit takikan (notching) pada bibir, sampai yang parah dimana celah
atau pembukaan yang muncul cukup besar yaitu dari bibir atas sampai ke
hidung.
Etiologi celah palatum
Dari maxillary processes akan tumbuh dua shelflike yang disebut palatine
shelves. Palatine shelves akan terbentuk pada minggu ke-6. Kemudian pada
minggu
ke-7, palatine shelves akan naik ke posisi horizontal di atas lidah dan berfusi satu
sama lain membentuk palatum sekunder dan dibagian anterior penyatuan dua
shelf ini dengan triangular palatum primer, terbentuklah foramen insisif.
Penggabungan kedua palatine shelf dan penggabungan dengan palatum primer
terjadi antara minggu ke-7 sampai minggu ke-10. Pada anak perempuan,
pembentukkan palatum sekunder ini terjadi 1 minggu kemudian, karena itu celah
langitan lebih sering terjadi pada anak perempuan. Celah pada palatum primer
dapat terjadi karena kegagalan mesoderm untuk berpenetrasi ke dalam grooves
diantara maxilary processes dan median nasal process sehingga proses
penggabungan antara keduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum
sekunder diakibatkan karena kegagalan palatine shelf untuk berfusi satu sama
lain
Penyebab kelainan ini dipengaruhi berbagai faktor, disamping faktor genetik
sebagai penyebab celah bibir, juga faktor non genetik yang justru lebih sering
muncul dalam populasi, kemungkinan terjadi satu individu dengan individu lain
berbeda.
1. Faktor genetik
Faktor herediter mempunyai dasar genetik untuk terjadinya celah bibir telah
diketahui tetapi belum dapat dipastikan sepenuhnya. Kruger (1957) mengatakan
sejumlah kasus yang telah dilaporkan dari seluruh dunia tendensi keturunan
sebagai penyebab kelainan ini diketahui lebih kurang 25-30%. Dasar genetik

20
terjadinya celah bibir dikatakan sebagai gagalnya mesodermal berproliferasi
melintasi garis pertemuan, di mana bagian ini seharusnya
bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada epithelium ataupun tidak adanya
perubahan otot pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada
daerah tersebut. Sebagai tanda adanya hipoplasia mesodermal. Adanya gen
yang dominan dan resesif juga merupakan penyebab terjadinya hal ini. Teori lain
mengatakan bahwa celah bibir terjadi karena :
 Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak
kebalan embrio
terhadap terjadinya celah.
Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi
kongenital yang ganda.
 Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti dengan
anomali kongenital yang lain.
2. Faktor Non-Genetik
Faktor non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari
penyatuan bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab
terjadinya celah bibir :
a. Defisiensi nutrisi
Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab
terjadinya
celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang dengan memberikan
vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya menimbulkan celah
pada anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan defisiensi vitamin
riboflavin pada tikus yang sedang dan hasilnya juga adanya celah dengan
persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada kelinci yang sedang hamil
akan menimbulkan efek yang sama.
a. Zat kimia
Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa kehamilan trimester pertama
dapat meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang bersifat teratogenik seperti
thalidomide dan phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan injeksi
steroid.
b. Virus rubella
Frases mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, tetapi
hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.
c. Beberapa hal lain yang juga berpengaruh yaitu :
 Kurang daya perkembangan

21
 Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent
 Infeksi penyakit menular sewaktu trimester pertama kehamilan yang
dapat menganggu foetus
 Gangguan endokrin
 Pemberian hormon seks, dan tyroid
 Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan
Faktor-faktor ini mempertinggi insiden terjadinya celah mulut, tetapi intensitas
dan
waktu terjadinya lebih penting dibandingkan dengan jenis faktor lingkungan yang
spesifik.
d. Trauma

Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat
menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks
adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat
mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan
celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya
hipothalamus adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sehingga merangsang
kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga
akan meningkat di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan.
 PIERRE ROBIN SYNDROME
Pierre Robin Syndrome atau dikenal juga dengan nama pierre robin sequence,
pierre robin malformation, dan pierre robin complex. Penyakit ini pertama kali
dideskripsikan oleh Lannelounge dan Menard seorang ahli radiologi pada tahun
1891, pada pasien dengan gejala mikrognasia, glosoptosis dan celah langit-
langit. Definisi Pierre Robin Syndrome adalah suatu kelainan kongenital yang
terdiri dari sekelompok kelainan kraniofasial. Sindrom ini dideskripsikan dengan
gejala-gejala utama seperti: mikrognasia, glosoptosis, dan celah langit-langit. Hal
ini mengakibatkan terjadinya gangguan jalan nafas dan kesulitan menelan.
Kelainan pada beberapa sistem organ tubuh yang lain dapat ditemukan pada
sindrom ini, yakni kelainan pada telinga, mata disertai terjadinya serangan apnea
dan sianotik yang disebabkan adanya kelainan kongenital pada jantung.
Etiologi
Pierre Robin Syndrome merupakan rangkaian dari beberapa malformasi
kongenital yang terdiri dari gabungan, beberapa penelitian menemukan
rangkaian penyebab terjadinya sindrom ini dikarenakan adanya tekanan yang
terjadi pada masa intrauterin yang menyebabkan suatu deformasi yang diikuti

22
dengan peran oligohidramnion. Sedangkan menurut Richard J. Redett penyebab
terjadinya Pierre Robin Sequence belum diketahui pasti. Adanya faktor-faktor
external yang mengganggu pertumbuhan rahang bawah dari janin juga dapat
menyebabkan terjadinya Pierre Robin Sequence. Kondisi neurologis tertentu
yang menyebabkan pergerakan rahang bawah didalam rahim, juga dapat
membatasi pertumbuhan rahang. Selain itu, beberapa studi juga menunjukkan
bahwa ada kemungkinan faktor-faktor genetik juga sebagai penyebab terjadinya
Pierre Robin Sequence. Rahang yang kecil dan posisi lidah yang jatuh
kebelakang menyebabkan kesulitan bernafas. Namun dari beberapa kasus dapat
disebabkan oleh faktor-faktor yang lain. Pierre Robin Syndrome memiliki variasi
sesuai dengan tingkat keparahannya. Masalah yang paling umum pada bayi
penderita sindrom ini adalah yang berkaitan dengan pernafasan dan nutrisi
makanan yang masuk kedalam tubuh bayi.
Patogenesis
Mekanisme utama yang berkaitan terhadap segala bentuk kelainan yang
terdapat pada Pierre Robin Syndrome adalah kegagalan pertumbuhan
mandibula pada masa intrauterin. Pierre Robin Syndrome merupakan malformasi
kongenital yang dapat dideteksi sejak lahir mengakibatkan terjadinya gangguan
saluran pernafasan akibat ukuran rahang yang abnormal pada bayi.
Oligohidramnion adalah suatu rangkaian kelainan anatomi uterin yang
menyebabkan terjadinya keterlambatan pertumbuhan dan kelainan pembentukan
janin pada masa intrauterin. Pengaruh oligohidramnion dapat mengurangi cairan
amniotik yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin, khususnya
pertumbuhan mandibula. Kekurangan cairan amniotik pada masa pembentukan
tulang janin menyebabkan dagu tertekan pada pertemuan klavikula dan sternum.
Pada usia 12-14 minggu, janin mengalami pergerakan dimana dagu yang
tertekan menyebabkan pertumbuhan mandibula terhambat. Pertumbuhan rahang
yang terganggu akibat adanya tekanan mekanis mengakibatkan ukuran rahang
menjadi lebih kecil dari ukuran normal (mikrognasia). Lidah yang tidak mendapat
tempat yang cukup, berada di antara palatum yang belum sempurna sehingga
menyebabkan celah palatum tidak dapat menutup secara sempurna. Pada kasus
Pierre Robin Syndrome dengan ukuran rahang yang lebih kecil, menimbulkan
manifestasi yang berupa letak lidah yang lebih ke posterior (glosoptosis) dan
celah langit-langit yang menyebabkan terhambatnya jalan nafas sebagai
permasalahan utama dan kesulitan dalam menelan pada bayi.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Melalui hasil belajar mandiri yang telah didiskusikan pada diskusi


kelompok kecil (DKK) kedua kelompok 3 dengan judul “Tumbuh Kembang
Wajah dan Leher”. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa proses
pertumbuhan dan perkembangan embriologi wajah diawali dengan
perkembangan kepala dan leher. Lengkung branchialis atau lengkung faring
merupakan gambaran yang paling khas dari perkembangan kepala dan
leher. Lengkung-lengkung tersebut mengalami perkembangan pada minggu
ke-4 dan ke-5. Lengkung faring memiliki peranan penting dalam
pembentukan kepala, tetapi tidak berperan dalam pembentukan leher.
Lengkung-lengkung faring,yang terdiri atas tonjolan-tonjolan jaringan
mesenkim dan masing-masing dipisahkan oleh kantung dan celah faring
yang akan memberi bentuk awal yang khas pada kepala dan leher. Setelah
lahir,munculnya gigi-geligi dan sinus paranasalis pembentuk wajah dengan
ciri-ciri yang khas bagi masing-masing individu. Jika terjadi gangguan pada
proses pembentukan tersebut, maka akan terjadi pula kelainan-kelainan atau
anomali pada kepala dan leher baik pada bagian wajah, rongga mulut, dan
gigi-geligi

24
B. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari
segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
menerima kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar, baik yang sebagai
tutor ataupun dosen yang memberi materi kuliah, dari rekan-rekan semua dan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Isselhard, Brand. Anatomy of Orofacial Structures 7th Ed. USA: Mosby Inc.
2003. Hal 248-258.
2. Sadler. T.W. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 10. Jakarta: EGC. 2009.
Hal 303-319.
3. Benson MT, Dalen K, Mancuso AA, Ker HH, Cacciarelli AA, Mafee MF.
Congenital anomalies of the branchial apparatus: embryology and pathologic
anatomy. Radiographics. 2001; 12: 943-960.
4. Acierno SP, John HT, Waldhausen. Congenital cervical cysts, sinuses and
fistulae. Otolaryngol Clin N Am. 2007; 40: 161–176.
5. Johnson JM, Moonis G, Green, GE, Carmody R, Burbank HN. Syndromes of
the first and second branchial arches, part 1: embryology and characteristic
defects. AJNR Am J Neuroradiol. 2011; 32: 14-19.

26

Anda mungkin juga menyukai