Kelompok 3
Kelompok 3
Kelompok 3
Tutor :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2018
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, kiranya pantaslah kami
memanjatkan puji syukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepada kami,
baik kesempatan maupun kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan
laporan ini dengan baik.
Laporan diskusi kelompok 3. Laporan ini dapat hadir seperti sekarang ini
tak lepas dari bantuan banyak pihak. Untuk itu sudah sepantasnyalah kami
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besar buat mereka yang telah
berjasa membantu kami selama proses pembuatan laporan ini dari awal hingga
akhir.
Namun, kami menyadari bahwa laporan ini masih ada hal-hal yang belum
sempurna dan luput dari perhatian kami. Baik itu dari bahasa yang digunakan
maupun dari teknik penyajiannya. Oleh karena itu, dengan segala kekurangan
dan kerendahan hati, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca sekalian demi perbaikan laporan ini kedepannya.
Akhirnya, besar harapan kami agar kehadiran laporan diskusi kelompok ini
dapat memberikan manfaat yang berarti untuk para pembaca. Dan yang
terpenting adalah semoga dapat turut serta menambah ilmu pengetahuan
kepada pembaca.
Hormat Kami,
Kelompok III
2
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. 4
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ................................................................................... 5
1.2. TUJUAN ..................................................................................................... 6
1.3. MANFAAT .................................................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO ................................................................................................ 7
2.2 STEP 1 : IDENTIFIKASI ISTILAH ASING .................................................. 7
2.3 STEP 2 : IDENTIFIKASI MASALAH .......................................................... 8
2.4 STEP 3 : ANALISIS MASALAH ................................................................. 8
2.5 STEP 4 : KERANGKA KONSEP ............................................................... 12
2.6 STEP 5 : IDENTIFIKASI SASARAN BELAJAR.......................................... 13
2.7 STEP 6 : BELAJAR MANDIRI ................................................................... 13
2.8 STEP 7 : SINTESIS ................................................................................... 13
3
ABSTRACT
Growth and development of the face and neck consists of the formation of
stomodeum, frontonasalis, maxilla cavity rice, mandible, palatum, paranassalis
and midface sinuses. If in the process of growth and development of the face and
neck experienced disorders such as trauma and others, it will cause
abnormalities both in teeth, palate and on the lips.
4
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gambaran yang paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah
terbentuknya lengkung brankialis atau lengkung faring. Lengkung – lengkung ini
tampak dalam perkembangan minggu ke-4 dan ke-5. Lengkung faring tidak ikut
membentuk leher, tetapi memiliki peranan penting dalam pembentukan kepala.
Pada akhir minggu ke-4, bagian pusat wajah terbentuk oleh stomodeum, yang
dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung faring. Ketiga mudigah berusia 4½
minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim, yaitu: (Sadler, T.W., 2000)
Pada akhir minggu ke-4 , mulai tampak tonjolan – tonjolan wajah yang terutama
dibentuk oleh mesenkim yang berasal dari krista neuralis dan terutama dibentuk
oleh pasangan lengkung faring pertama. Tonjolan maksila dapat dikenali
disebelah lateral stomodeum dan tonjolan mandibula disebelah kaudal
stomodeum. Selama minggu ke-5 plakoda – plakoda hidung tersebut mengalami
invaginasi membentuk lobang hidung. Dalam hal ini, plakoda hidung ini
membentuk suatu rigi jaringan yang mengelilingi masing – masing lobang dan
memebentuk tonjolan hidung. Selama dua minggu selanjutnya, tonjolan maksila
terus bertambah besar ukurannya. Serantak dengan itu, tonjolan ini tumbuh
kearah medial, sehingga mendesak tonjol hidung ke medial ke arah garis tengah.
Selanjutnya, celah antara tonjol hidung medial dan tonjol maksial hilang, dan
keduanya bersatu. Oleh karena itu bibir atas dibentuk oleh tonjolan hidung
medial dan kedua tonjol maksila itu. Tonjol hidung lateral tidak ikut dalam
pembentukan bibir atas. Bibir bawah dan rahang bawah dibentuk dari tonjolan
mandibula yang menyatu digaris tengah.
5
Tujuan
Manfaat
Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai
bahan masukan dan pemahaman lebih mengenai pertumbuhan dan
perkembangan wajah dan leher, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan wajah,
dan kelainan yang ditimbulkan dari pertumbuhan dan perkembangan wajah dan
leher.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario
Schisis : Celah
7
IDENTIFIKASI MASALAH
ANALISA MASALAH
Lengkung pertama terdiri atas satu bagian dorsal dan satu bagian ventral.
Prominensia maxillaris pada bagian dorsal, meluas di daerah bawah
mata.Prominensia mandibularis atau tulang rawan Meckel pada bagian ventral.
SelanjutnyaSelanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang, kecuali dua bagian
kecil di ujung yang masing-masing membentuk incus dan malleus. Mesenkim
8
prominensia maxillaris membentuk premaxilla, maxilla, os zygomaticus dan os
temporalis melalui penulangan membranosa. Penulangan membranosa jaringan
mesenkim yang mengelilingi tulang rawan Meckel membentuk mandibula.
Pada akhir minggu ke-4, tampak tonjolan-tonjolan wajah yang terutama dibentuk
oleh mesenkim crista neuralis dan pasangan lengkung faring pertama. Tonjolan
maxilla terdapat di sebelah lateral stomodeum, sedangkan di sebelah kaudalnya
terdapat tonjolan mandibula. Tepi atas stomodeum merupakan prominensia
frontonasalis yang terbentuk dari proliferasi mesenkim di sebelah ventral vesikel
otak. Selanjutnya, muncul penebalan- penebalan setempat dari ektoderm
permukaan, yaitu plakoda nasal (olfactorius) di sisi kanan dan kiri prominensia
frontonasalis yang dipengaruhi oleh induksi bagian ventral otak depan. Plakoda-
plakoda nasal (olfactorius) mengalami invaginasi membentuk lubang hidung
selama minggu ke-5. Plakoda hidung tersebut membentuk suatu rigi jaringan
yang mengelilingi masing-masing lubang dan tonjolan yang berada di tepi luar
lubang, sedangkan tonjolan hidung medial berada di tepi dalam lubang . Tonjolan
maxilla ukurannya terus bertambah selama dua minggu selanjutnya. Seiring
dengan itu, tonjolan tersebut tumbuh ke arah medial sehingga tonjolan hidung ke
arah medial. Celah antara tonjolan hidung dan tonjolan maxilla menyatu pada
perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, tonjolan hidung medial dan kedua
tonjolan maxilla tersebut membentuk bibir atas. Tonjolan hidung lateral tidak ikut
dalam pembentukan bibir atas. Tonjolan mandibula menyatu di garis tengah
membentukwah dan rahang bawah . Pada awal perkembangannya, tonjolan
maxilla dan tonjolan hidung lateral dipisahkan oleh alur nasolacrimal. Ektoderm
mengalami kanalisasi oleh alursebut yang membentuk tali epitel padat, lalu
melepaskan diri dari. Selanjutnya, tali tersebut membentuk ductus nasolacrimalis,
dimana ujung atasnya melebar dan membentuk saccus lacrimalis. Tonjolan
maxilla dan tonjolan hidung lateral saling menyatu setelah tali epitel padat
tersebuts dari ektoderm. Kemudian, ductus nasolacrimalis berjalan dari tepi
medial ke meatus inferior rongga hidung . Hidung dibentuk oleh lima prominensia
facialis prominensia frontalis membentuk jembatan hidung; prominensia nasalis
mediana yang menyatu membentuk lengkung dan ujung hidung serta
prominensia nasalis lateralis menghasilkan cuping hidung (alae). Perkembangan
sinus paranasales, conchae nasales dan gigi-geligi mempengaruhi bentuk wajah
orang dewasa
9
2. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wajah?
a. Gen
b. Ras / Etnik
c. Nutrisi
d. Hormon
e. Jenis kelamin
f. Usia ibu
g. Paparan radiasi
(1.) Faktor keturunan : Gen dapt mempengaruhi sifat – sifat pertumbuhan, ukuran
(kepala dan leher, mandibula), kecepatan, kapan mulai terjadinya perubahan
erupsi gigi dan sebagainya.
(2.) Nutrisi : Jika pada anak mengalami malnutrisi maka akan menghambat
pertumbuhan
(4.) Perbedaan ras dan etnik : pada beberapa suku terdapat perbedaan ukuran
rahang yang merupakan ciri khas suku tersebut
(5.) Hormon : Pada masa pubertas dimana hormon sex mulai aktif, maka hormon
ini juga mempengaruhi pertumbuhan wajah
10
5. Kelainan kongenital apa saja yang terdapat pada wajah ?
Syndrome Treachereholis
Sequens Robin
Salah satu contoh kelainan mandibular arch adalah pierre robin sequence, yaitu
kelainan kongenital gagal bertumbuhnya mandibular saat masa prenatal.
Biasanya ditandai dengan ukuran yang abnormal pada bayi mulai dari bayi itu
lahir.
Terjadi karena kegagalan dari processus facialis untuk tumbuh dan saling
bergabung satu sama lain selama perkembanga bibir saat dalam kandungan
Genetik
Usia ibu
Ras/etnik
Nutrisi
Keturunan
Hormon
Radiasi
9. Klasifikasi cleft lip
a. Unilateral Incomplete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan tidak memanjang
hingga ke hidung.
b. Unilateral complete
Apabila celah sumbing terjadi hanya di salah satu bibir dan memanjang hingga
ke hidung.
c. Bilateral complete
11
STRUKTURISASI KONSEP
12
Learning Objective
Belajar Mandiri
Sintesis
Lengkung pertama terdiri atas satu bagian dorsal, yang dikenal sebagai
prominensia maksilaris, yang meluas dibawah daerah mata, dan satu bagian
ventral, prominensia mandibularisatau tulang rawan Meckel. Pada
perkembangan selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang, kecuali dua
bagian kecil diujung dorsal dan masing–masing memebentuk inkusdam malleus.
Mesenkim prominensia maksilaris selanjutnya membentuk premaksila, maksila,
os zigomatikus, dan bagian os temporalis melalui penulangan membranosa.
Mandibula juga terbentuk melalui penulangan membranosa jaringan
mesenkimyang mengelilingi tulang rawan Meckel (Sedler,T.W, 2000).
14
Gambar 3. Permukaan frontal wajah. A. Mudigah lima minggu. B. Mudigah eman
minggu tonjol–tonjol hidung berangsur–angsur terpisah dari tonjol maksila oleh
alur yang dalam.
11 Gambar 4. Aspek frontal wajah A. Embrio yang berusia tujuh minggu. Tonjol
maksila telah bersatu dengan tonjol medial B. Embrio yang berusia sepuluh
minggu.
Mula–mula, tonjol maksiladan tonjol hidung lateral terpisah oleh sebuah alur
yang dalam, alur nasolacrimal. Ektoderm ditantai alur ini membentuk sebuah tali
epitel padat yang melepaskan diri dari ectoderm dibawahnya. Setelah terjadi
kanalisasi, tali ini membentuk duktus nasolacrimalis ujung atasnya melebar untuk
membentuk sacus lacrimalis. Seletah lepasnya tali tersebut, tonjolan maksila dan
15
tonjolan hidung lateral saling menyatu. Duktus lacrimalis kemudian berjalan dari
tepi medial ke meatus inferior rongga hidung ( Sedler, T.W, 2000).Tulang pipi
merupakan artikulasi dari tulang zigomatikus dan prosesus zigomatikus dari
tulang temporal. Pusat penulangan tersebut berasal dari membran lateraldan
mengikuti perkembangan dari mata pada akhir bulan kedua. Bentuk wajah orang
dewasa dipengaruhi oleh perkembangan sinus paranasale,conchae nasals dan
gigi–geligi( Sadler,T.W, 2000
16
1. Pertumbuhan dan Perkembangan Branchial Arches
Setiap lengkung brankial terdiri atas sebuah inti jaringan mesenkim yang
di sebelah luarnya dibungkus oleh ektoderm dan sebelah dalamnya
dibungkus oleh endoderm. Selain mesenkim yang berasal dari mesoderm
lempeng paraksial dan lateral, inti tiap-tiap lengkung brankial menerima
banyak sekali sel krista neuralis, kemudian bermigrasi ke dalam lengkung
brankial untuk ikut membentuk unsur-unsur rangka pada wajah. Mesoderm
lengkung yang asli membentuk susunan otot di wajah dan leher.
Mula-mula dibentuk branchial arch/ pharyngeal arch I, kemudian dibentuk
branchial arch II hingga VI, namun branchial arch V rudimenter/ hilang
sehingga branchial arch IV bergabung dengan branchial arch VI. Dari
branchial apparatus inilah akan dibentuk organ-organ, rahang atas, rahang
bawah, lidah, laring, faring, os. hyoid, otot-otat wajah, ligamentum, arteri,
vena, nervus, dll.
17
Gambar 5 : A. Perkembangan celah dan kantong brankial. Lengkung kedua
tumbuh di atas lengkung ketiga dan keempat, menutupi celah brankial
kedua, ketiga dan keempat. B. Sisa celah brankial kedua, ketiga dan
keempat membentuk sinus servikalis yang normalnya akan mengalami
obliterasi.
b. Status Gizi
Asupan nutrisi yang kurang pada anak-anak yang sedang tumbuh akan
memperlambat pertumbuhan. Ukuran tubuh dan kualitas jaringan yang berbeda-
beda pada setiap individu dipengaruhi oleh asupan nutrisi, misalnya dapat dilihat
dari kualitas gigi dan tulang.
c. Penyakit
Penyakit sistemik yang kronis dan berat dapat mempengaruhi pertumbuhan
anak. Gangguan kelenjar endokrin seperti kelainan pada hipofisis, tiroid,
suprarenal dan gonad dapat menyebabkan kemunduran pertumbuhan.
e. Hormonal
Growth Hormon (GH) yang dihasilkan kelenjar hipofisis mempengaruhi
pertumbuhan manusia. Hormon seks dan GH mempengaruhi perkembangan
wajah, keduanya mulai aktif pada masa pubertas. Penderita gigantisme
mengalami perubahan bentuk wajah. Bagian frontal menonjol, tonjolan
supraorbital menjadi semakin nyata dan terjadi deformitas mandibula disertai
rahang yang menjorok ke depan (Behrman et al., 2000).
f. Jenis kelamin
Terdapat perbedaan dari segi ukuran dan paras wajah antara laki-laki dan
perempuan, terutama pada tulang mandibula. Tulang tengkorak lakil-aki lebih
menonjol dan lebih terlihat dibanding perempuan sehingga akan mempengaruhi
pengukuran (Hillson, 2005; Rai et al., 2007).
3. Kelainan yang terdapat pada wajah dan leher selama masa kandungan
dan factor penyebabnya
Treacher collins syndrome (Mandibulofacial dysostosis)
Pada penyakit ini sering terjadi anomali bilateral seperti berikut fissure palpebral
miring kearah bawah, cacat pada kelopak mata bawah, hipoplasi mid-face dan
mandibula, cacat pada daun telinga.
Etiologi dan patogenesis
Treacher collins syndrome merupakan kelainan genetik yang diwariskan dengan
cara autosomal dominan, tetapi kurang lebih sebagian kasus dapat timbul karena
mutasi spontan. Derajat penetrasi dari gen tinggi dengan sedikit variasi diantara
saudara kandung. Kelainan ini relatif jarang, insidensinya antara 0,5 — 10,6
kasus per 10.000 kelahiran. Kelainan ini telah dimulai antara minggu ke-6 dan
ke-7 masa embryonik. Abnormalitas yang terjadi kemungkinan disebabkan oleh
kegagalan suplai darah selama embryogenesis.
Gambaran klinis
Terjadi hipoplasi pada mandibula, maksila, zygoma serta telinga tengah dan
telinga
ekstema dengan derajat yang bervariasi. Pada syndrome dengan ekspresi
penuh,
penampilan muka sangat khas, sering digambarkan sebagai "bird-like" atau "fish
like". Tujuh puluh lima persen kasus menunjukkan kecacatan pada 1/3 bagian
luar kelopak mata bawah.
Lima puluh persen kasus menunjukkan bulu mata bawah di sebelah medial dari
bagian mata yang carat tidak ada. Fissure palpebral menunjukkan miring ke
bawah. Sering terjadi atresia kongenital lubang telinga eksterna dan microtia.
Terdapat
kecacatan pada daun telinga berupa daun telinga kusut atau tidak ada sama
sekali, sering pula terjadi ketulian. Pada 30% kasus menunjukkan adanya celah
palaturn, sedangkan 15% kasus menunjukkan terjadinya macrostomia, dapat
pula disertai dengan open bite dan hipoplasi mandibula.
20
terjadinya celah bibir dikatakan sebagai gagalnya mesodermal berproliferasi
melintasi garis pertemuan, di mana bagian ini seharusnya
bersatu dan biasa juga karena atropi dari pada epithelium ataupun tidak adanya
perubahan otot pada epithelium ataupun tidak adanya perubahan otot pada
daerah tersebut. Sebagai tanda adanya hipoplasia mesodermal. Adanya gen
yang dominan dan resesif juga merupakan penyebab terjadinya hal ini. Teori lain
mengatakan bahwa celah bibir terjadi karena :
Dengan bertambahnya usia ibu hamil dapat menyebabkan ketidak
kebalan embrio
terhadap terjadinya celah.
Adanya abnormalitas dari kromosom menyebabkan terjadinya malformasi
kongenital yang ganda.
Adanya tripel autosom sindrom termasuk celah mulut yang diikuti dengan
anomali kongenital yang lain.
2. Faktor Non-Genetik
Faktor non-genetik memegang peranan penting dalam keadaan krisis dari
penyatuan bibir pada masa kehamilan. Beberapa hal yang berperan penyebab
terjadinya celah bibir :
a. Defisiensi nutrisi
Nutrisi yang kurang pada masa kehamilan merupakan satu hal penyabab
terjadinya
celah. Melalui percobaan yang dilakukan pada binatang dengan memberikan
vitamin A secara berlebihan atau kurang. Yang hasilnya menimbulkan celah
pada anak-anak tikus yang baru lahir. Begitu juga dengan defisiensi vitamin
riboflavin pada tikus yang sedang dan hasilnya juga adanya celah dengan
persentase yang tinggi, dan pemberiam kortison pada kelinci yang sedang hamil
akan menimbulkan efek yang sama.
a. Zat kimia
Pemberian aspirin, kortison dan insulin pada masa kehamilan trimester pertama
dapat meyebabkan terjadinya celah. Obat-obat yang bersifat teratogenik seperti
thalidomide dan phenitonin, serta alkohol, kaffein, aminoptherin dan injeksi
steroid.
b. Virus rubella
Frases mengatakan bahwa virus rubella dapat menyebabkan cacat berat, tetapi
hanya sedikit kemungkinan dapat menyebabkan celah.
c. Beberapa hal lain yang juga berpengaruh yaitu :
Kurang daya perkembangan
21
Radiasi merupakan bahan-bahan teratogenik yang potent
Infeksi penyakit menular sewaktu trimester pertama kehamilan yang
dapat menganggu foetus
Gangguan endokrin
Pemberian hormon seks, dan tyroid
Merokok, alkohol, dan modifikasi pekerjaan
Faktor-faktor ini mempertinggi insiden terjadinya celah mulut, tetapi intensitas
dan
waktu terjadinya lebih penting dibandingkan dengan jenis faktor lingkungan yang
spesifik.
d. Trauma
Strean dan Peer melaporkan bahwa trauma mental dan trauma fisik dapat
menyebabkan terjadinya celah. Stress yang timbul menyebabkan fungsi korteks
adrenal terangsang untuk mensekresi hidrokortison sehingga nantinya dapat
mempengaruhi keadaan ibu yang sedang mengandung dan dapat menimbulkan
celah, dengan terjadinya stress yang mengakibatkan celah yaitu : terangsangnya
hipothalamus adrenocorticotropic hormone (ACTH). Sehingga merangsang
kelenjar adrenal bagian glukokortikoid mengeluarkan hidrokortison, sehingga
akan meningkat di dalam darah yang dapat menganggu pertumbuhan.
PIERRE ROBIN SYNDROME
Pierre Robin Syndrome atau dikenal juga dengan nama pierre robin sequence,
pierre robin malformation, dan pierre robin complex. Penyakit ini pertama kali
dideskripsikan oleh Lannelounge dan Menard seorang ahli radiologi pada tahun
1891, pada pasien dengan gejala mikrognasia, glosoptosis dan celah langit-
langit. Definisi Pierre Robin Syndrome adalah suatu kelainan kongenital yang
terdiri dari sekelompok kelainan kraniofasial. Sindrom ini dideskripsikan dengan
gejala-gejala utama seperti: mikrognasia, glosoptosis, dan celah langit-langit. Hal
ini mengakibatkan terjadinya gangguan jalan nafas dan kesulitan menelan.
Kelainan pada beberapa sistem organ tubuh yang lain dapat ditemukan pada
sindrom ini, yakni kelainan pada telinga, mata disertai terjadinya serangan apnea
dan sianotik yang disebabkan adanya kelainan kongenital pada jantung.
Etiologi
Pierre Robin Syndrome merupakan rangkaian dari beberapa malformasi
kongenital yang terdiri dari gabungan, beberapa penelitian menemukan
rangkaian penyebab terjadinya sindrom ini dikarenakan adanya tekanan yang
terjadi pada masa intrauterin yang menyebabkan suatu deformasi yang diikuti
22
dengan peran oligohidramnion. Sedangkan menurut Richard J. Redett penyebab
terjadinya Pierre Robin Sequence belum diketahui pasti. Adanya faktor-faktor
external yang mengganggu pertumbuhan rahang bawah dari janin juga dapat
menyebabkan terjadinya Pierre Robin Sequence. Kondisi neurologis tertentu
yang menyebabkan pergerakan rahang bawah didalam rahim, juga dapat
membatasi pertumbuhan rahang. Selain itu, beberapa studi juga menunjukkan
bahwa ada kemungkinan faktor-faktor genetik juga sebagai penyebab terjadinya
Pierre Robin Sequence. Rahang yang kecil dan posisi lidah yang jatuh
kebelakang menyebabkan kesulitan bernafas. Namun dari beberapa kasus dapat
disebabkan oleh faktor-faktor yang lain. Pierre Robin Syndrome memiliki variasi
sesuai dengan tingkat keparahannya. Masalah yang paling umum pada bayi
penderita sindrom ini adalah yang berkaitan dengan pernafasan dan nutrisi
makanan yang masuk kedalam tubuh bayi.
Patogenesis
Mekanisme utama yang berkaitan terhadap segala bentuk kelainan yang
terdapat pada Pierre Robin Syndrome adalah kegagalan pertumbuhan
mandibula pada masa intrauterin. Pierre Robin Syndrome merupakan malformasi
kongenital yang dapat dideteksi sejak lahir mengakibatkan terjadinya gangguan
saluran pernafasan akibat ukuran rahang yang abnormal pada bayi.
Oligohidramnion adalah suatu rangkaian kelainan anatomi uterin yang
menyebabkan terjadinya keterlambatan pertumbuhan dan kelainan pembentukan
janin pada masa intrauterin. Pengaruh oligohidramnion dapat mengurangi cairan
amniotik yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin, khususnya
pertumbuhan mandibula. Kekurangan cairan amniotik pada masa pembentukan
tulang janin menyebabkan dagu tertekan pada pertemuan klavikula dan sternum.
Pada usia 12-14 minggu, janin mengalami pergerakan dimana dagu yang
tertekan menyebabkan pertumbuhan mandibula terhambat. Pertumbuhan rahang
yang terganggu akibat adanya tekanan mekanis mengakibatkan ukuran rahang
menjadi lebih kecil dari ukuran normal (mikrognasia). Lidah yang tidak mendapat
tempat yang cukup, berada di antara palatum yang belum sempurna sehingga
menyebabkan celah palatum tidak dapat menutup secara sempurna. Pada kasus
Pierre Robin Syndrome dengan ukuran rahang yang lebih kecil, menimbulkan
manifestasi yang berupa letak lidah yang lebih ke posterior (glosoptosis) dan
celah langit-langit yang menyebabkan terhambatnya jalan nafas sebagai
permasalahan utama dan kesulitan dalam menelan pada bayi.
23
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
24
B. Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari
segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
menerima kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar, baik yang sebagai
tutor ataupun dosen yang memberi materi kuliah, dari rekan-rekan semua dan
dari berbagai pihak demi kesempurnaan laporan ini.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Isselhard, Brand. Anatomy of Orofacial Structures 7th Ed. USA: Mosby Inc.
2003. Hal 248-258.
2. Sadler. T.W. Embriologi Kedokteran Langman Edisi 10. Jakarta: EGC. 2009.
Hal 303-319.
3. Benson MT, Dalen K, Mancuso AA, Ker HH, Cacciarelli AA, Mafee MF.
Congenital anomalies of the branchial apparatus: embryology and pathologic
anatomy. Radiographics. 2001; 12: 943-960.
4. Acierno SP, John HT, Waldhausen. Congenital cervical cysts, sinuses and
fistulae. Otolaryngol Clin N Am. 2007; 40: 161–176.
5. Johnson JM, Moonis G, Green, GE, Carmody R, Burbank HN. Syndromes of
the first and second branchial arches, part 1: embryology and characteristic
defects. AJNR Am J Neuroradiol. 2011; 32: 14-19.
26