Makalah Seminar Ileus Obstruksi
Makalah Seminar Ileus Obstruksi
Makalah Seminar Ileus Obstruksi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau
total. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus
(Davidson, 2006). Di Amerika diperkirakan sekitar 300.000-400.000 menderita
ileus setiap tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus
paralitik dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat
jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan waktu
kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif. Obstruksi total
usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Operasi dilakukan
secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan keadaan keseluruhan pasien
(Sabiston, 1995). Untuk itu penulis tertarik untuk mengakat penyakit ini untuk
bahan seminar kami.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan dari Ileus Obstruktif
2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami Konsep Dasar : Anatomi, Fisiologi sistem pencernaan
b. Mampu memahami Definisi, Etiologi, Manifestasi Klinis, Patofisiologi,
Komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik, dan Penatalaksanaan dari illeus
Obstruktif .
c. Mampu melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan illeus
Obstruktif mulai dari awal Pengkajian, Diagnosa, Perencanaan,
Implementasi dan Evaluasi
1
2
a. Anatomi
b. Fisiologi
c. Definisi
d. Etiologi
e. Manifestasi Klinis
f. Patofisiologi
g. Komplikasi
h. Pemeriksaan Diagnostik
i. Penatalaksanaan
2. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
b. Diagnosa
c. Perencanaan
d. Implementasu
e. Evaluasi
D. Metodelogi Penulisan
Penyusunan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif yaitu suatu
pengumpulan data berdasarka apa yang ada waktu observasi. Dalam
pelaksanaannya penulis mengumpulkan data dengan cara :
1. Wawancara dengan pasien dan keluarga
2. Observasi partisipasi
Observasi partisipasi adalah mengadakan pengawasan terhadap perkembangan
pasien dengan ikut serta melaksanakan asuhan keperawatan.
3. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi adalah mempelajari, buku, laporan, catatan medik dan hasil
pemeriksaan penunjang lainnya.
4. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik adalah ketrampilan dasar yang digunakan selama
pemeriksaan antara lain : inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yang
memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data fisik klien yang luas.
5. Berdiskusi dengan teman sekelompok, perawat senior di Instalasi Kamar
Oprasi dan dengan CI
E. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Berisi Latar Belakang, Tujuan Penulisan,
Ruang Lingkup Penulisan, Metodelogi
Penulisan dan Sistematika Penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DASAR
1. ANATOMI
a. Usus Halus
Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang 6 meter pada orang
dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan
pancreas. Duodenum dipisahkan dari dari gaster oleh adanya pylorus dari
Tak ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara jejunum dan
ileum; 40% panjang dari jejunoileal di yakini sebagai jejunum dan 60%
meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong atau disebut juga jejunum.
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 meter dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu
4
5
usus halus dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian
proksimal usus halus daripada distal. Hal lain yang juga dapat digunakan
mesentrial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang.
lebarnya 5-6cm. Usus besar terdiri atas segmen awal (sekum), dan kolon
makanan dan yang tidak tercerna dan tidak diabsorpsi di dalam usus
muskularis eksternus usus halus. Residu yang memasuki usus besar itu
berbentuk semi cair; saat mencapai bagian akhir usus besar, residu ini
terdapat usus halus, sel-sel goblet pada epitel usus besar jauh lebih
6
banyak dibandingkan dengan usus halus. Sel goblet ini juga bertambah
dari dari bagian sekum ke kolon sigmoid. Usus besar ini tidak memiliki
Suplai Vaskuler
merupakan cabang dari aorta tepat dibawah arteri soelika. Arteri ini
jejunum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk
serangkaian arcade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri
2004)
tranversum) : (1) Ileokolika, (2) kolika dekstra, (3) kolika media, dan arteri
(1) kolika sinistra, (2) sigmoidalis, (3) rektalis superior. (Whang. dkk, 2005)
Pembuluh limfe
dan dua pertiga dari kolon tranversum cairan limfenya akan masuk ke nodi
8
distal kolon tranversum dan kolon desenden akan masuk ke nodi limphatici
Persarafan
untuk jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis
serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf
2. FISIOLOGI
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan
absorbsi nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dari
dalam mulut dan lambung oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin
lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat
permukaan yang lebih luas untuk kerja lipase pancreas. (Evers, 2004)
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah
peristaltic mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainya dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinyu isi
lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk
10
digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga
atau gerak peristaltic yang mendorong makanan kea rah usus besar.
(Sjamsuhidajat, 2005)
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktivitas otot polos usus halus
yang terdiri dari 2 lapis, yaitu lapisan otot longitudinal dan otot sirkuler.
lambat yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran
usus halus mendorong makanan menuju kearah kolon dengan kecepatan 0,5
bagian distal. Gerakan peristaltic ini sangat lemah dan biasanya menghilang
yang disebabkan oleh adanya sel-sel pace maker yang terdapat pada dinding
usus halus, diamana aktivitas dari sel-sel ini dipengaruhi oleh sitem saraf
terhambat selama beberapa jam sampai seorang makan lagi. Pada saat
beberapa lama pada daerah ileum oleh sfingter ileocaecal berfungsi agar
makanan dapat diabsorbi pada daerah ini. Katup ileocaecal berfungsi untuk
2005)
Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila
3. DEFINISI
2011)
parsial atau total dari usus besar dan usus halus. (Nobie, 2011)
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran
4. ETIOLOGI
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil
sekresi tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang
lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3) kompresi lumen atau konstriksi akibat
utama. Satu pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif,
13
ternyata dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang ditemukan saat
penyebab utama dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak
dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan.
komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus
obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon,
(Thompson, 2005)
Obturasi Lesi Ekstrinsik Lesi Intrinsik
Intraluminal
Trauma
5. KLASIFIKASI
15
2005) :
dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat
masuk dan keluar suatu gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai
6. PATOFISIOLOGI
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster,
besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus
beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi lumen
proksimal lesi, yang akhirnya akan meningkatkan sekresi intestinal. Hal ini
dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini merangsang aktivitas sekretori sel,
obstruksi, dengan diare dan flatus awal perjalanan penyakit. Distensi lumen
(12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara
bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk
pada tingkat akhir terjadi ileus. Bagian distal obstruksi segera menjadi
terbebaskan.
Tekanan intralumen meningkat sekitar 20 cmH2O, sehingga
serupa juga terjadi pada absorbsi dan sekresi dari Natrium dan Khlorida.
atau endotoksin.
Peningkatan volume intralumen menyebabkan terjadinya distensi
Strangulasi
Obstruksi strangulasi adalah hilangnya aliran darah di segmen
obtruksi dari intestinal. Hal ini dapat terjadi karena adanya penekanan
19
langsung dari vasa mesenteric atau sebagai akibat perubahan lokal pada
yang disebabkan oleh hernia dan volvulus. Obstruksi strangulasi pada kolon
vena, kebocoran kapiler, edema dinding usus besar dan perdarahan serta
radikal bebas.
Mukosa pada intestinal lebih peka terhadap terjadinya iskemia
dibandingkan mukosa pada kolon. Saat terjadi nekrosis mukosa, bakteri dan
toksin dapat dengan segera berpindah tempat dari dinding intestinal menuju
ini dapat menyebabkan iskemia, sepsis, perforasi frank yang dapat disertai
dengan peritonitis dan kematian akibat syok sepsis. Gut iskemia dan
sebab yang paling sering dan dapat juga menyebabkan terjadinya perputaran
a. Syok hipovolemik
Nekrosis
b. Penurunan curah jantung Kehilangan ion H dan K dari Dehisrasi
c. Penurunan perfusi jaringan lambung, penurunan CL dan K
dalam darah Rupture
d. Hipotensi
Resiko kekurangan volume
e. Asidosis metabolik cairan Gg. Rasa nyaman : Nyeri
Alkalosis metabolik Perforasi
Asidosisis Metabolik
Peritonitis septikemia
22
7. Manifestasi Klinis
menunjukan lokasi perkiraan dan sifat obstruksi. Biasanya rasa sakit yang
terjadi dalam jangka waktu yang lebih singkat dan nyeri kolik disertai
pada nyeri yang lama (beberapa hari), bersifat progresif, dan disertai dengan
komplikasi yang lebih serius misalnya nyeri yang menetap pada abdomen
Gejala utama dari obstruksi ialah nyeri kolik, mual dan muntah dan
obstipasi. Adanya flatus atau feses selama 6-12 jam setelah gejala
merupakan ciri khas dari obstruksi parsial. Nyeri kram abdomen bisa
Saat peristaltik menjadi intermiten, nyeri kolik juga menyertai. Saat nyeri
menetap dan terus menerus kita harus mencurigai telah terjadi strangulasi
yang akan sangat terlihat pada obstruksi usus halus bagian distal ileum, atau
distensi bisa tak terjadi bila obstruksi terjadi di bagian proksimal usus halus,
lebih sering saat telah terjadi akumulasi cairan di lumen intestinal. Derajat
muntah linear dengan tingkat obstruksi, menjadi tanda yang lebih sering
ditemukan pada obstruksi letak tinggi. Obstruksi letak tinggi juga ditandai
dengan bilios vomiting dan letak rendah muntah lebih bersifat malodorus.
(Thompson, 2005)
masih terjadi pada obstruksi letak tinggi karena perjalan isi lumen di bawah
daerah obstruksi. Diare yang terus menerus dapat juga menjadi tanda adanya
namun distensi akan segera terjadi, terutama pada obstruksi letak rendah.
Tanda awal yang muncul ialah penderita segera mengalami dehidrasi. Massa
kategori : loud, high pitch dengan burst ataupun rushes yang merupakan
24
tanda awal terjadinya obstruksi mekanik. Saat bising usus tak terdengar
dapat diartikan bahwa obstruksi telah berlangsung lama, ileus paralitik atau
terjadinya infark. Seiring waktu, dehidrasi menjadi lebih berat dan tanda-
adanya hernia serta rectal toucher untuk mengetahui adanya darah atau
8. KOMPLIKASI
a. Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi
selalu lama pada organ intra abdomen.
b. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik
dan cepat.
c. Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
d. Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena
absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan
atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
e. Pneumonia aspirasi dari proses muntah.
f. Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan
elektrolit pada usus.
g. Kematian
( Brunner and Suddarth, 2002 ) dan ( Sabara, 2007 dikutip dari
(http://www.Files-of-DrsMed.tk ).
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
2 tampilan yaitu posisi terlentang atau datar dan tegak. Foto polos
dilaporkan.(Thompson, 2007)
Pada foto abdomen dapat membedakan temuan obstruksi
prediktif dari ileus obstruktif letak tinggi dan ileus obstruktif komplit
antara lain: (1) adanya deferensial air-fluid level di usus halus, (2)
dilatasi usus lebih dari 25 mm. Studi ini menemukan bahwa ketika 2
ileus obstruksi totalis. Ketika temuan kedua ini tidak ada maka ileus
a) distensi usus
b) step-ladder sign
27
berderet.
di proksimal usus halus dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan
Dilatasi usus.
c. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga
untuk membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada
pada liver.
31
kurang penting.
e. Pemeriksaan Imaging Tumor Colon
1) Barium Enema, Dengan adanya endoskopi, barium enema semakin
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga penting
Terapi Operatif
pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah yang
didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri tekan atau
leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini dilakulkan
pada serosa dan untuk menghindari enterotomi yang tidak perlu. Hernia
incarcerata dapat dilakukan secara manual dari segmen hernia dan dilakukan
penutupan defek.
keganasan akan lebih rumit. Pada keadaan terminal dimana metastase telah
memberikan hasil yang lebih baik baik daripada by pass yang panjang
dari segmen usus setelah strangulasi dilepaskan. Bila viabilitas usus masih
volvulus ringan.
distensi usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus,
gas dan cairan yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan
usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus telah berfungsi dengan
baik.
diare pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan
lanjut, apalagi bila telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang
teliti diperlukan sampai selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pre operasi
a) Pengkajian
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan
status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat
penyakit, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap.,
antara lain status hemodinamika, status kerdiovaskuler, status
pernapasan, fungsi ginjal dan hepatic, fungsi endokrin, fungsi
imonologi, dan lain-lain.
2) Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, kadar protein darah dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk
memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
36
6) Personal hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi
karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat
mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.
7) Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan
kateter juga diperlukan untuk observasi balnce cairan.
b) Diagnose Keperawatan
37
c) Intervensi Keperawatan
Diagnose Tujuan intervensi
Teaching: preoperative
1. Informasikan klien
waktu pelaksanaan
prosedur operasi.
2. Informasikan klien lama
waktu pelaksanaan
38
prosedur operasi.
3. Jelaskan tujuan prosedur
operasi
4. Jelaskan hal-hal yang
perlu dilakukan setelah
prosedur.
5. Pastikan persetujuan
operasi telah
ditandatangani.
6. Lengkapi ceklist operasi.
2. Intra Operasi
a) Pengkajian
Diruang penerimaan perawat sirkulasi :
1) Memvalidasi identitas klien
2) Memvalidasi inform concent.
Perawat menanyakan :
1) Riwayat alergi.
2) Check riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik
3) Check pengobatan sebelumnya : therapy antikoagulasi.
4) Check adanya gigi palsu, contact lensa, perhiasan, wigs dilepas.
5) Keterisasi.
b) Diagnose keperawatan
1) Resiko infeksi berhubungan dengan factor resiko prosedur invasiif,
pembedahan, infus
39
c) Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
3. Post Operatif
a) Pengkajian
1) System pernafasan , Ketika klien dimasukan ke PACU, perawat
segera mengkaji klien: Potensi jalan napas, Perubahan pernafasan
2) System kardiovaskuler, Sirkulasi darah, nadi dan suara jantung tiap
15 menit, Penurunan tekanan darah, nadi dan suara jantung, Kaji
sirkulasi perifer (temperature dan ukuran ekstremitas), Keseimbangan
cairan dan elektrolit
3) Inspeksi membrane mukosa : warna dan kelembaban, turgor kulit
4) Ukur cairan : NGT tube, drainase urin
5) Monitor cairan intravena
6) System persyarafan, Kaji fungsi serebral dan tingkat kesadaran :
semua klien dengan anestesi umum.
7) Klien dengan bedah kepala : respon pupil, kekuatan otot.
8) System perkemihan , Control volunteer fungsi perkemihan setelah 6-
8 jam post anestesi inhalasi, IV, spinal. Dower cateter kaji warna,
jumlah urine.
9) System gastrointestinal ( Mual muntah , Kaji fungsi gastrointestinal
dengan auskultasi suara usus, Kaji paralitic ileus : suara usus, distensi
abdomen, tidak flatus)
41
10) System integument (Luka bedah sembuh sekitar 2 minggu, jika tidak
ada infeksi, trauma, malnutrisi, obat-obat steroid, Penyembuhan
sempurna sekitar 6 bulan- satu tahun)
11) Drain dan balutan, Semua balutan dan drain dikaji setiap 15 menit .
(jumlah, warna, konsitensi, dan bau cairan
12) Pengkajian nyeri , Kaji tanda fisik dan emosi : peningkatan nadi dan
tekanan darah, gelisah, menangis, kualitas nyeri sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.
b) Diagnose keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek sisa anastesi.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka pembedahan
3) Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan
4) Resiko injury berhubungan dengan effect anastesi
5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
intra dan post operasi
6) Ketidakefektifan kebersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan sekresi.
c) Intervensi Keperawatan
Diagnose Tujuan Intervensi
TINJAUAN KASUS
1. PRE OPERASI
a. Pengkajian
Nama : Tn. L. Umur : 29 th
1. Keluhan utama :
Nyeri perut kiri bagian atas, sejak 3 bulan lalu dan memberat sejak 2 minggu ini,
nyeri menjalar ke perut bagian bawah, mual.
2. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada
3. Riwayat alergi
Tidak ada
4. Riwayat obat-obatan
Riwayat konsumsi narkoba jenis shabu.
5. Pemeriksaan radiologi
USG berkesan parenchymical liver disease dan suspek meteorismus dan suspek
tanda-tanda awal peritonitis.
6. Pemeriksaan laboratorium
Albumin : 2.7 g/dl
LED : 11 mm/jam
Na : 132 mmol/L
45
K : 4.1 mmol/L
Cl : 93mmol/L
Ureum : 20 mg/dl
Kreatinin : 0.8 mg/dl
7. Keadaan umum : compos mentis GCS : E : 4 V : 5 M : 6
8. Tanda-tanda vital
TD : 100/65 mmHg, N : 101X/menit, S : 360C, RR : 12X/memnit,
TB/BB : 160cm/60kg
9. Pernafasan : spontan
10. Integritas kulit : utuh
11. Sign in : ya
12. Marker area operasi : ya
b. Diagnosa Keperawatan
c. Intervensi Keperawatan
No tanggal Diagnose keperawatan intervensi Rasional
46
konstan) 2. Memudahkan drainase
2. Pertahankan posisi semi cairan/luka karena
fowler sesuai indikasi gravitasi dan membantu
3. Berikan tindakan meminimalkan nyeri
kennyamanan, contoh karena gerakan
pijatan punggung, napas 3. Meningkatkan relaksasi
dalam, latihan relaksasi/ dan mungkin
visualisasi meningkatkan relaksasi
4. Observasi reaksi non 4. Menurunkan laju
verbal dari metabolic dan iritasi usus
ketidaknyamanan karena toksin
5. Control lingkungan sirkulasi/local. Yang
nyeri seperti suhu , membantu
pencahayaan dan menghilangkan nyeri dan
kebisingan mempercepat
penyembuhan
5. Meringis, merengutkan
Kolaborasi: dahi dan perilaku
menjauh merupakan
1. Pemberian analgetik reaksi non verbal
sesuai indikasi ketidaknyamanan
6. Suhu ruangan terlalu
dingin atau terlalu panas
dan suasana ruangan
operasi mempengaruhi
keadaan nyeri
2 20-01- Ansietas berhubungan 1. Sediakan waktu 1. Dapat menjamin dan
2015 dengan krisis kunjungan oleh personel meredakan keresahan
situasional, kamar operasi sebelum pasien dan juga
pembedahan jika menyediakan informasi
ketidakakraban dengan
memungkinkan untuk perawatan
lingkungan 2. Identifikasi tingkat rasa intraoperasi formulatif
takut yang mengharuskan 2. Kembangkan hubungan
dilakukannya penundaan rasa saling percaya pada
prosedur pembedahan klien
3. Validasi sumber rasa 3. Strees berisiko
takut. Sediakan informasi pembalikan reaksi
yang akurat dan factual terhadap prosedur
4. Catat ekspresi yang anestesi
berbahaya/perasaan tidak 4. Mengidentifikasi pasien
tertolong untuk menghadapinya
5. Beritahu pasien secara realistis
kemungkinan di lakukan 5. Pasien mungkin telah
anestesi local atau spinal berduka terhadap
dimana rasa pusing/ kehilangan yang di
mengantuk akan terjadi . tunjukan dengan
6. Perkenalkan staff pada antisipasi prosedur
waktu pergantian ke pembedahan
47
ruang operasi 6. Suara gaduh dan
7. Kontrol stimulasi keributan akan
eksternal meningkatkan ansietas
8. Berikan reinforcement
untuk menggunakan
koping efektif
3 20-01- Resiko cidera 1. Cek daerah 1. Persiapan kulit pra
2015 berhubungan dengan kulit/persiapan kulit dan operasi sangat
gangguan persepsi persiapan perut menentukan kejadian
(pencukur) cidera pada pasien
sensori karena anastesi
2. Pasang bed streil, sabuk 2. Meja operasi sangat
pengaman pada paha, sempit sehingga
papan lengan memerlukan restrein
3. Lepas tusuk konde dan pada kaki atau papan
wig dan tutup kepala jika lengan
ada 3. Benda-benda yang
4. Lepas perhiasan terbuat dari logam akan
5. Bersihkan cat kuku berkonduksi dengan alat-
6. Lepas kontak lensa dan alat elektrik dan
amankan membahayakan tubuh
7. Lepas protesa (gigi palsu, terhadap pemakaian
mata palsu) elektrokauter
8. Cek site marking area 4. Cat kuku merupakan
operasi benda asing bagi tubuh
dan dapat
membahayakan bagi
pasien
5. Lensa kontak dapat
menyebabkan abrasi
kornea pada waktu
pasien dalam anastesi
6. Benda asing dalam tubuh
dapat teraspirasi selama
intubasi/ekstubasi selang
trachea.
7. Site marking area perlu
di perhatikan untuk
meminimalkan resiko
terjadinya cidera
d. Implementasi Keperawatan
No Tanggal/jam Dianosa keperawatan implementasi
48
2. Mengatur posisi klien dalam posisi
nyaman untuk klien
H/ posisi supinasi
3. Menganjurkan klien untuk menarik nafas
dalam dalam untuk merelaksasi nyeri
H/ klien mampu berpartisipasi dalam
intruksi dan mengatakan nyeri berkurang
49
H/ sudah di lakukan
e. Evaluasi Keperawatan
No Diagnose keperawatan Evaluasi keparawatan
2. INTRA OPERASI
a. Pengkajian
Nama : Tn. L Umur : 29 th
1. Anastesi mulai : 16.45 S/D 20.40 WIB Pembedahan : 17.05 S/D 20.35 WIB
2. Jenis pembiusan : umum
50
3. Tanda-tanda vital
TD : 105/65 mmHg, N : 62X/menit, S : 36,40C, RR : 15X/memnit, TB/BB :
160cm/60kg
4. Pernafasan : ventilator
5. Posisi canul infus : tangan
6. Posisi operasi : supinasi
7. Jenis operasi : steril
8. Catheter urine : ya, no.16
9. Antiseptic kulit : betadine 7,5%, betadine 10 %, alkohol 70%
10. Time out : ya
11. Insisi kulit : mediana
12. Pemeriksaan kulit sebelum operasi : bersih
13. Pemeriksaan kulit setelah operasi : utuh
14. Monitor anastesi : ya
15. Mesin anastesi : ya
16. Irigasi luka : ya
17. Cairan : NaCl
18. Perdarahan : 200 cc
b. Diagnosa Keperawatan
c. Intervensi Keperawatan
51
memuudahkan pemilihan
intervensi dan evaluasi
tindakan
6. Peningkatan frekuensi
nafas menandakan
adanya upaya
pemenuhan kebutuhan
oksigen pasien
d. Implementasi Keperawatan
52
sekresi air ludah 2. Memonitor tanda-tanda vital
H/ TD: 100/65mmHg N: 101x/menit,
S: 360C RR: 16x/menit
3. Mengobservasi ETT setiap 15 menit
H/ ETT terpasang dan aliran udara oksigen paru
kanan dan kiri baik
4. Memantau saturasi oksigen
H/ SpO2 99%
5. Memonitor status respirasi
H/ frekuensi pernafasan 16x/menit
e. Evaluasi Keperawatan
no Diagnose keperawatan Evaluasi keparawatan
53
(lancar)
A : Masalah teratasi setelah pemberian terapi asering 500
cc, tranfusi PRC 250 cc
P : Intervensi keperawatan intra operasi di hentikan
3. POST OPERASI
a. Pengkajian
Nama : Tn. L Umur : 29 th
4. Perdarahan : 600 cc
5. Cairan infus :assering
6. Ekstremitas : hangat
7. Mukosa mulut : lembab
8. Turgor kulit : elastis
9. Sirkulasi : merah muda
10. Urine : 400 cc
11. Catheter urine : ya
b. Diagnosa Keperawatan
Resiko ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
sekresi air ludah
c. Intervensi Keperawatan
54
No tanggal Diagnose keperawatan intervensi Rasional
a. Implementasi Keperawatan
55
d. Evaluasi Keperawatan
No Diagnose keperawatan Evaluasi keparawatan
1 Resiko ketidakefektifan S : -
jalan nafas berhubungan O : Pasien mendapat terapi suction, memiringkan kepala ke sisi
dengan peningkatan kanan , terapi O2 4 L
sekresi air ludah A: Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dihentikan dan dilanjutkan di ruang perawatan
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis secara khusus membahas tentang pencapaian yang telah
diperoleh setelah memberikan asuhan keperawatan pada Tn. L dengan gangguan
sistem Pencernaan “Ileus Obstruksi”. Bab ini juga terdapat kesenjangan-
kesenjangan yang terjadi dilihat dari konteks teori dan hasil penerapan secara
56
nyata pada klien. Adapun pembahasan terhadap asuhan keperawatan pada Tn. L
dengan gangguan sistem pencernaan “Obstruksi parsial ec ilitis dd neoplasma”
adalah sebagai berikut.
A. Pre Operasi
1. Pengkajian
Pada data pengkajian saat pre operasi, pasien telah melakukan beberapa
pemeriksaan seperti yang ada di teori seperti pemeriksaan status kesehatan
secara umum, seperti :
a. dentitas pasien
Nama : Tn L
Usia : 29 tahun
TB/BB : 160cm/60kg
b. Riwayat penyakit
Klien mengatakan Nyeri perut kiri bagian atas, sejak 3 bulan yang lalu
dan memberat sejak 2 minggu ini, nyeri menjalar ke perut bagian bawah,
BAB seperti kotoran kambing, pernah mengalami trauma abdomen
sebulan yang lalu, dan mual.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan dalam keluarganya tidak mempunyai penyakit yang
sama seperti yang klien derita.
57
Kedua ginjal :besar dan bentuk normal, diferensiasi cortex dan dan
medulla baik. Echostructur parenkhim homogen. Tidak
tampak lesi fokal ataupun batu
V. urinaria : dinding licin. Tidak tampak batu
Prostat : echostructure parenkhim homogeny. Tidak tampak lesi
fokal.
Aorta : tidak dapat dievaluasi, udara usus prominent
Usus-usus : tampak pelebaran usus-ususdengan dinding usus menebal
Kesan :
a. Parenchymal liver disease
b. Suspek meteorismus dengan suspek tanda-tanda awal peritonitis
58
e. Pemeriksaan Laboraturium klinik
Jenis Hasil Nilai Rujukan
Pemeriksaan
Kimia Klinik
Albumin 2.7* 3.5 – 5.0 g/dL
Natrium (Na) 132* 135 – 147 mmol/L
Kalium (K) 4.1* 3.5 – 5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 93* 95 – 105 mmol/L
Ureum 20 20 – 50 mg/dL
kreatinin 0.8 0.5 -1.5 mg/dL
f. Status nutrisi
Pasien TB/BB : 160cm/60kg pasien dianjurkan memperoleh intake
nutrisi 2000kkal
g. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Cairan masuk dipantau selama pre operasi
h. Kebersihan lambung dan kolon
Pasien dianjurkan puasa ± 4 jam sebelum tindakan operasi sedangkan
dalam teori seharusnya pasien puasa sekitar 7 – 8 jam untuk pengosongan
lambung dan kolon agar terhindar dari aspirasi (masuknya cairan
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi fese ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
pembedahan.
i. Pencukuran daerah operasi
Sebelum operasi pasien dilakukan pencukuran pada daerah operasi
ditunjukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang
dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi
tempat bersembunyi kuman dan dapat juga mengganggu/menghambat
proses penyembuhan dan perawatan luka.
j. Personal hygiene
Pasien pre operasi sebelumnya dilakukan personal hygin dan dilakukan
desinfektan pada area operasi tujuannya kebersihan tubuh pasien sangat
penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat
merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah
yang dioperasi.
k. Pengosongan kandung kemih
59
Pasien dilakukan pengosongan kandung kemih dengan dengan
melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder
tindakan kateter juga diperlukan untuk observasi balnce cairan.
2. Diagnosa Keperawatan
Teori
a. Kurang pengetahuan berhubungan dengan prosedur tindakan
pembedahan.
b. Kecemasan berhubungan dengan tindakan operatif
Kasus
60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menganalisa kasus Ileus Obstruksi pada Tn. L, maka penulis menarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Tanda dan gejala yang ditemukan secara langsung selama pengkajian Pre,
Intra, dan Post teryata tidak selalu sama bila dibandingkan dengan teori yang
ada, hal ini dapat terjadi mungkin karena adanya komplikasi dan berat
ringannya kondisi klien
2. Diagnosa keperawatan yang ditegakkan juga pada nyatanya berbeda dengan
kemungkinan diagnosa yang muncul secara teoritis, hal ini terjadi karena
respon individu terhadat suatu penyakit bisa berbeda-beda
3. Penyakit Ileus Obstruksi yang terjadi pada Tn. L kemungkinan disebabkan
karena faktor usia yang diperburuk dengan ketidaktahuan pasien dan keluarga
bahwa pasien mengidap Ileus Obstruksi “Obstruksi parsial ec ilitis dd
neoplasma”. Secara teoritis, diagnosa dini sangat membantu dalam
peningkatan angaka kesuksesan asuhan keperawatan pada Ileus Obstruksi.
B. Saran
Dari kesimpulan di atas, maka penulis memberikan kesimpulan bahwa :
1. Dengan kondisi pasien setelah menjalani operasi selama kurang lebih 2 jam
maka seharusnya pasien mendapat perhatian khusus pada luka operasi, karena
pada saat proses pembedahan maka terjadi insisi kulit yang cukup luas diarea
abdomen yang merupakan organ paling sensitive terhadap infeksi yang
mungkin berasal dari lingkungan pasien, kontak dengan alat-alat bedah, dan
kondisi tim operasi yang kurang aseptic mapu menyebabkan infeksi
nosokomial terhadap pasien. Oleh karena itu hendaknya sebagai perawat
maupun tim bedah lainya mampu menerapkan prinsip steril dan aseptic
selama proses pembedahan berlangsung.
2. Selama proses pembedahan juga harus terus mamantau tanda-tanda vital
pasien yang terdiri dari TD, RR, N, dan S, keadaan umum pasien, dan balance
cairan.
61
3. Sebagai perawat harus lebih berfikir kritis dan memahami suatu penyakit dari
sudut medik maupun keperawatan sebelum menetukan diagnosa keperawatan
sehingga klien bisa mendapatkan asuhan keperawatan yang lebih aktual dan
tepat.
DAFTAR PUSTAKA
62