Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Speech Delay

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

SPEECH DELAY

Oleh:

Qotrunnada Salsabila

1718011128

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2018
SPEECH DELAY

Proses bicara adalah produksi fisik dari suara dan rangkaian suara yang
menyusun kata-kata hingga kalimat. Ketika kemampuan berbicara anak-anak
sedang berkembang, mereka mungkin akan membuat kesalahan dengan suara-suara
yang mereka buat. Ada urutan perkembangan proses bicara dan kelompok-
kelompok umur dimana seorang anak sudah mulai bisa membuat suaranya sendiri.

Komunikasi pada anak berarti suatu pertukaran pikiran, perasaan, gagasan,


dan emosi antara antara anak dengan lingkungan. Pertukaran tersebut dapat
menggunakan media yang bernama bahasa. Bahasa di sini adalah bentuk atau
lambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan
lingkungannya. Bahasa dapat diekspresikan melalui dua cara, yaitu bahasa yang
berupa verbal dan non-verbal. Bahasa non-verbal mencakup aspek komunikasi
yang berupa tulisan, gestikulasi, gestural atau pantomim. Sedangkan bahasa verbal
bisa diekspresikan melalui bicara mengacu pada simbol verbal. Anak dikatakan
berbicara adalah ketika anak tersebut dapat mengeluarkan berbagai bunyi yang
dibuat dengan mulut mereka menggunakan artikulasi atau kata-kata yang
digunakan untuk menyampaikan sesuatu dalam berkomunikasi. Kemampuan
berbicara pada masing-masing anak berbeda-beda, tetapi kemampuan tersebut
dapat dibandingkan dengan anak yang seusia pada umumnya.

Speech delay atau keterlambatan bicara adalah suatu kondisi dimana


perkembangan kemampuan bicara anak berkembang sesuai pola yang seharusnya
tetapi ada keterlambatan pada tiap kemampuan dari yang seharusnya. Speech
disorder atau gangguan bicara adalah ketika kesalahan yang dibuat anak ketika
berbicaraf bukanlah suatu kesalahan bersuara atau pola yang biasanya.
Keterlambatan bicara dan gangguan bicara meliputi masalah-masalah pada
artikulasi bicara (misalnya pada saat bersuara) atau pada proses fonologinya
(misalnya kesalahan pada pola bersuara). Hal ini berbeda lagi bila dihadapkan pada
suatu kondisi dimana anak memiliki sebuah logat yang sejak kecil sudah dikenalkan
padanya dan bukan dianggap sebagai suatu kesalahan berbicara.
Menurut Hurlock (1997), seorang anak dikatakan terlambat bicara apabila
tingkat perkembangan bicara berada di bawah tingkat kualitas perkembangan bicara
anak yang umurnya sama yang dapat diketahui dari ketepatan penggunaan kata.
Apabila pada saat teman sebaya mereka berbicara dengan menggunakan kata-kata,
sedangkan si anak terus menggunakan isyarat dan gaya bicara bayi maka anak yang
demikian dianggap orang lain terlalu muda untuk diajak bermain.

Sedangkan Papalia (2004) menjelaskan bahwa anak yang terlambat bicara


adalah anak yang pada usia dua tahun memliki kecenderungan salah dalam
menyebutkan kata, kemudian memiliki perbendaharaan kata yang buruk pada usia
tiga tahun, atau juga memiliki kesulitan dalam menamai objek pada usia lima tahun.
Dan anak yang seperti itu, nantinya mempunyai kecenderungan tidak mampu dalam
hal membaca.

Dalam setiap perkembangan, bahasa selalu mengalami perubahan dalam


setiap bulannya. Karakteristik perkembangan utama bahasa dan bicara anak dapat
dievaluasi melalui Denver Developmental Screening Test II (DDST II) yang telah
disempurnakan menjadi Denver II (Soetjiningsih, 2007).

Kriteria diagnosis gangguan berbahasa berdasarkan DSM-5 adalah:


1. Kesulitan yang menetap untuk memperoleh dan menggunakan bahasa pada
berbagai modalitas (misalnya secara wicara, tertulis, bahasa isyarat, atau
lainnya) karena adanya kekurangan dalam pemahaman atau produksi yang
meliputi sebagai berikut;
a. Berkurangnya kosakata (pengetahuan dan penggunaan kata).
b. Struktur kalimat yang terbatas (kemampuan untuk menyusun kata dan
akhiran kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat berdasarkan
aturan tata bahasa dan morfologi).
c. Gangguan pada bercerita (kemampuan untuk menggunakan kosakata dan
menghubungkan kalimat untuk menjelaskan atau menggambarkan suatu
topik atau serangkaian kejadian atau untuk melakukan percakapan).
2. Kemampuan berbahasa secara bermakna dan terukur berada di bawah yang
diharapkan untuk usia yang sesuai, menyebabkan keterbatasan fungsional pada
komunikasi efektif, partisipasi social, pencapaian akademik, atau performa
dalam pekerjaan, secara individual atau dalam kombinasi.
3. Awitan gejala adalah pada periode perkembangan awal.
4. Kesulitan ini tidak disebabkan oleh gangguan pendengaran atau gangguan
sensoris lainnya, disfungsi motorik, atau kondisi medis atau neurologis lainnya
dan tidak dijelaskan dengan lebih baik oleh hendaya intelektual (gangguan
perkembangan intelektual) atau penundaan perkembangan global.

Menurut Jariyah (2017), faktor-faktor resiko yang menyebabkan seorang anak


menjadi terlambat bicara juga diungkapkan oleh beberapa peneliti dan dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu,

A. Faktor Internal
1. Genetik
Gangguan bicara dan bahasa berkaitan dengan kerusakan kromosom
1,3,6,7, dan 15. Kerusakan di kromosom ini juga berhubungan dengan
gangguan membaca. Kromosom tersebut membawa gen yang mempengaruhi
perkembangan sel saraf saat prenatal (Korbin, 2008).

2. Kecacatan fisik
Cacat yang berhubungan dengan gangguan bicara adalah kondisi fisik yang
menyebabkan gangguan penghantaran suara seperti gangguan pada telinga dan
bagian pendengaran. Gangguan yang lain adalah yang memengaruhi artikulasi
seperti abnormalitas bentuk lidah, frenulum yang pendek, atau adanya celah di
langit-langit mulut (Perna, 2013).

3. Malfungsi neurologis
Gangguan neurologis juga dapat berkaitan dengan gangguan penghantaran
suara di telinga akibat kerusakan sistem saraf. Proses pembentukan saraf selama
masa prenatal yang terganggu merupakan penyebab tersering karena pemakaian
obat-obatan selama kehamilan (Perna, 2013).

4. Prematur
Prematuritas dalam hal keterlambatan bicara pada anak berhubungan
dengan berat badan lahir yang rendah. Berat badan lahir rendah merupakan
indikasi bahwa nutrisi yang diedarkan ke dalam tubuh belum maksimal
sehingga perkembangan beberapa bagian tidak optimal. Prematur juga
menyebabkan belum sempurnanya pembentukan beberapa organ sehingga
dalam perkembangannya mengalami keterlambatan (Amin dkk, 2009).

5. Jenis kelamin
Keterlambatan bahasa lebih banyak pada anak laki-laki (77,8%)
dibandingkan pada perempuan (Hertanto dkk, 2011). Sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Hidayati di RSUD Kariadi Semarang, dimana secara teori
dikatakan bahwa level tinggi dari testosteron pada masa prenatal memperlambat
pertumbuhan neuron di hemisfer kiri (Hidajati, 2009).

B. Faktor Eksternal
1. Urutan/jumlah anak
Anak pertama lebih sering mengalami terlambat bicara dan bahasa. Jumlah
anak yang semakin banyak maka kejadian keterlambatan bicara makin
meningkat atau insiden keterlambatan bicara sering terjadi pada anak yang
memiliki jumlah saudara banyak karena berhubungan dengan komunikasi
antara orangtua dan anak. Anak yang banyak akan mengurangi intensitas
komunikasi anak dan orangtua (Hartanto dkk, 2009).

2. Pendidikan ibu
Pendidikan ibu yang rendah meningkatkan kejadian keterlambatan bicara
pada anak. Penelitian mendapatkan angka sekitar 20% anak dengan ibu
berpendidikan di bawah SMA mengalami keterlambatan bicara. Pendidikan ibu
yang rendah menyebabkan ibu kurang perhatian terhadap perkembangan anak
dan kosakata yang dimiliki ibu juga kurang sehingga tidak mampu melatih
anaknya untuk bicara (Hertanto dkk, 2009).

3. Status sosial ekonomi


Sosial ekonomi yang rendah meningkatkan risiko terjadinya keterlambatan
bicara. Orangtua yang tidak mampu secara ekonomi akan lebih fokus untuk
pemenuhan kebutuhan pokoknya dan mengabaikan perkembangan anaknya.
Sosial ekonomi rendah juga rawan untuk terjangkit penyakit infeksi yang
memungkinkan terjadinya gangguan saraf dan kecacatan (Perna, 2013).

4. Fungsi keluarga
Keluarga yang fungsinya baik tidak akan pernah terjadi kekerasan dalam
rumah tangga terutama kehamilan yang berefek terhadap perkembangan mental
anak. Keluarga yang berfungsi buruk karena pengabaian dan kesibukan
orangtua sehingga anak dibekali dengan gadget untuk bermain sehingga tenang
dan hal tersebut membuat kemampuan anak dalam bicara dan bahasa tidak
terlatih dengan baik (Restiyani, 2013).

5. Bilingual
Penggunaan dua bahasa atau lebih di rumah dapat memperlambat kemampuan
anak menguasai kedua bahasa tersebut. Anak dengan kemampuan bilingual
dapat menguasai kedua bahasa tersebut sebelum usia lima tahun. Pada anak
dengan keterlambatan bicara yang disertai penggunaan beberapa bahasa di
rumah, akan menghambat kemajuan anak tersebut dalam tata laksana
selanjutnya sehingga bilingual harus dihilangkan pada anak yang mengalami
keterlambatan bicara (Mangunatmadja, 2010).

Menurut Kid Sense Child Development (2017), pendekatan terapi bicara


yang dapat diterapkan pada anak-anak dengan keterlambatan bicara dapat
dilakukan melalui hal-hal berikut:
1. Speech assessment: Penilaian kelebihan dan kekurangan anak di pelafalan
dan cara ia berbicara.
2. Communication strategies: Bekerja bersama-sama dengan orangtua untuk
menemukan tujuan dan strategi guna mengembangkan kemampuan
komunikasi anak.
3. Daily activities: Memberikan strategi dan saran pada keluarga yang dapat
diterapkan di dalam rumah melalui aktivitas dan rutinitas sehari-hari untuk
dapat membanyu mengembanghkan kemampuan komunikasi.
4. Step by step goals: Membuat tujuan langkah demi langkah yang dapat
dengan mudah dicapai dan menunjukkan perkembangan anak di
kemampuan bicaranya.
5. Visual information: Memasukkan informasi visual tambahan pada
penggunaan bahasa melalui gestur, gambar dan/atau simbol secara tepat
guna.
6. Positive reinforcement: Memberikan dukungan positif pada anak selama
terapi untuk membantu membangun rasa percaya dirinya.
7. Alternative forms of communication: Mengajarkan anak cara-cara
alternative lain di saat kemampuan berbicaranya tengah berkembang
(misalnya bahasa isyarat, the Picture Exchange Communication System –
PECS).
8. Sound discrimination: Mengajari anak untuk mendengar suara-suara dan
bagaimana membedakannya.
9. Visual cues: Menggunakan isyarat visual untuk merangsang anak bersuara.
10. Scaffolding: Mengajari anak untuk bersuara melalui kata tunggal, kalimat
sederhana, dan ungkapan.

Hurlock, Elizabeth B. (1997). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Rentang


Kehidupan Ed. 5. Jakarta: Erlangga.

Jariyah, Ainun. (2017). Keterlambatan Bicara pada Anak Usia Dini. Surabaya:
UIN Surabaya.

Kid Sense Child Development. (2017). Speech Delay/Disorder. Diakses di


https://childdevelopment.com.au/areas-of-concern/diagnoses/speech-
delaydisorder/?print=pdf pada tanggal 28 September 2018.

Soetjiningsih. (2007). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai