Makalah Space Delayed
Makalah Space Delayed
Makalah Space Delayed
“ Speech Delayed”
Disusun oleh :
Desi Losong
Intannia D Fitriyanni
Lisye Y G Rumkorem
Dokter Pembimbing :
dr. Rini L. Ansanay, Sp.KFR
dr. Octaviany Hidemi Malamassam, Sp.KFR
PENDAHULUAN
1
bicara usia prasekolah adalah tindakan yang terpenting untuk menilai tingkat
perkembangan bahasa anak, sehingga dapat meminimalkan kesulitan dalam proses
belajar anak tersebut saat memasuki usia sekolah. Beberapa ahli menyimpulkan
perkembangan bicara dan bahasa dapat dipakai sebagai indikator perkembangan
anak secara keseluruhan, termasuk kemampuan kognisi dan kesuksesan dalam
proses belajar di sekolah. Hasil studi longitudinal menunjukkan bahwa
keterlambatan perkembangan bahasa berkaitan dengan intelegensi dan membaca
di kemudian hari.2,3
Gangguan bicara pada usia prasekolah, diperkirakankan 5% dari populasi
normal dan 70% dari kasus tersebut ditangani oleh terapis (Weiss et al. 1987).
Gangguan perkembangan bicara sangat bervariasi dan masih banyak timbul
kontroversi khususnya mengenai penentuan klasifikasi sesuai dengan etiologi atau
manifestasi klinisnya. Hal penting yang menjadi perhatian para klinisi adalah
mengenai faktor resiko yang mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa.
Faktor resiko yang paling sering dilaporkan adalah riwayat keluarga yang positif,
gangguan pendengaran, pre dan perinatal problem meliputi kelahiran preterm dan
berat badan lahir rendah serta faktor psikososial. 2,3
Faktor resiko yang dipengaruhi oleh kondisi biologi dan lingkungan ini
meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan perkembangan (Brooks-Gunn,
1990). Mengenali berbagai faktor resiko yang berkaitan dengan disabilitas
perkembangan menjadi perhatian utama, terutama faktor-faktor yang diyakini
dipengaruhi oleh kondisi biologis dan lingkungan pada fase awal dari suatu proses
perkembangan. Faktor biologis yang beresiko negatif pada perkembangan adalah
prematuritas, berat badan lahir rendah, komplikasi perinatal. Sedangkan faktor
resiko dari lingkungan meliputi status sosioekonomi yang rendah, hubungan
tetangga yang buruk, psikopatologi orang tua. Mengenali lebih dini faktor resiko
pada anak merupakan faktor penting untuk menjamin bahwa mereka ditempatkan
dalam bentuk program remedial yang tepat untuk meminimalkan atau mengurangi
dampak dari faktor resiko tersebut. Peran utama penelitian tersebut adalah
melakukan intervensi dini dan pendidikan khusus yang memperlihatkan
bagaimana pendekatan suatu epidemiologi perkembangan sehingga dapat
memberikan informasi bagi upaya pencegahan. 1,2,
2
Deteksi dini dan penanganan awal terhadap emosi, kognitif atau masalah
fisik adalah hal yang sangat penting. Orang-orang dewasa ini khususnya orang
tua, perawat anak sehari hari,atau dokter anak sering kali gagal menemukan
indikator awal dari disabilitas. Beberapa anak tidak memperoleh penanganan
dengan baik sampai masalah perkembangan itu menjadi sesuatu yang tidak dapat
ditangani atau berdampak secara signifikan terhadap hal-hal lain. 2
Epidemiologi perkembangan adalah suatu metodologi pendekatan yang bisa
sangat membantu mengidentifikasi faktor-faktor resiko dini untuk masalah-
masalah anak, seperti menentukan angka prevalensi dari masalah kesehatan di
masyarakat. Beberapa penelitian menggunakan epidemiologi perkembangan untuk
mengenali anak pada saat lahir, siapa yang paling beresiko nantinya mengalami
gangguan perkembangan. Berbagai penelitian tersebut memperkenalkan faktor-
faktor spesifik yang dapat meningkatkan resiko seorang anak mengalami
gangguan perkembangan, tetapi penelitian tersebut tidak meneliti outcome pada
anak-anak prasekolah atau tidak menggunakan skore penilaian bahasa yang
standart untuk mengidentifikasi anak-anak yang beresiko. 1,3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Kata bahasa berasal dari bahasa latin “lingua” yang berarti lidah.
Awalnya pengertiannya hanya merujuk pada bicara, namun selanjutnya
digunakan sebagai bentuk sistem konvensional dari simbol-simbol yang
dipakai dalam komunikasi.4
American Speech-Language Hearing Association Committee on
Language mendefinisikan bahasa sebagai : suatu sistem lambang
konvensional yang kompleks dan dinamis yang dipakai dalam berbagai cara
berpikir dan berkomunikasi.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, bahasa didefinisikan sebagai : suatu
sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh suatu anggota
masyarakat untuk bekerja bersama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
Kamus bahasa Inggris juga memberi definisi yang sama tentang bahasa. 4
Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah
pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara
dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam
suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa
reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang
didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara
simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik.5
Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja ia
dapat mengucapkan satu kata dengan jelas tetapi tidak dapat menyusun dua
kata dengan baik, atau sebaliknya seorang anak mungkin saja dapat
mengucapkan sebuah kata yang sedikit sulit untuk dimengerti tetapi ia dapat
menyusun kata-kata tersebut dengan benar untuk menyatakan keinginannya.6
4
Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini
sering kali tumpang tindih. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah
artikulasi, suara, kelancaran bicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan
kata-kata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau
bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor
termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan
bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut
seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan
bias mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal”
(sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau
menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme motorik oral dalam
fungsinya untuk bicara dan makan. 6
Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu
huruf sampai beberapa huruf, sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi
huruf tersebut sehingga menimbulkan kesan cara bicaranya seperti anak kecil.
Selain itu juga dapat berupa gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara.3
Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau
kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan
tidak dapat berlangsung dengan baik. Anak-anak dengan afasia didapat memiliki
riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan memiliki onset setelah
trauma kepala atau gangguan neurologis lain (contohnya kejang). 4,5
Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan
atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata atau suatu
bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot-otot bicara seperti
lidah, bibir dan laring. Terdapat kecendrungan adanya riwayat gagap dalam
keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar
anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak aman, dan kepribadian
anak.4,5
5
2.2 Epidemiologi 1,2,3
6
2.3 Neurolinguistik 6
7
Tiga fungsi dasar otak adalah fungsi pengaturan, proses dan
formulasi.Fungsi pengaturan bertanggung-jawab untuk tingkat energi dan
tonus
8
korteks secara keseluruhan. Fungsi proses berlokasi di belakang korteks,
mengontrol analisa informasi, pengkodean dan penyimpanan. Korteks yang lebih
tinggi bertanggung jawab untuk memproses rangsangan sensori seperti
rangsangan optik, akustik dan olfaktori. Data dari tiap sumber digabungkan
dengan sumber sensori lainnya untuk dianalisa dan diformulasikan. Proses
formulasi berlokasi pada lobus frontal, bertanggung jawab untuk formasi intensi
dan perilaku. Fungsi utamanya adalah untuk mengaktifkan otak untuk pengaturan
atensi dan konsentrasi.
Meskipun hemisfer kiri dan kanan simetris untuk proses motorik dan
sensoris, namun terdapat juga ketidaksimetrisan untuk fungsi khusus tertentu
seperti bahasa. Dengan demikian, meskipun fungsinya berbeda, kedua hemisfer
tersebut saling berintegrasi dan memberi informasi melalui korpus kalosum dan
subkortikal lainnya. Fungsi yang menonjol dari hemisfer serebri kiri adalah
sebagai fungsi dasar untuk bahasa. Teori yang paling umum mengatakan traktus
kortikospinal berasal dari hemisfer kiri yang berisi lebih banyak serat dan
menyilang lebih tinggi dibanding hemifer kanan. Belajar juga merupakan suatu
faktor, terjadi banyak pergeseran dari kiri ke kanan (shifted sinistral). Pada
sebagian anak terjadi pergeseran ke kanan hemisfer di usia muda, dan menjadi
bertangan kidal.
2.4 Proses fisiologi bicara
9
Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat terdapat
pusat-pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua pusat bahasa
reseptif area 41 dan 42 (area wernick), merupakan pusat persepsi auditori-
leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang
berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat
persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala
sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah
pusat bahasa ekspresif. Pusat-pusat tersebut berhubungan satu sama lain
melalui serabut asosiasi. 6
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan
masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada
membran timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil
dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam
terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat
gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII
ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian
jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke
area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses
bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran
udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan
palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem
saraf motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.8,9
Proses reseptif – Proses dekode 6,8
Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada
batang otak akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan
rangsang mana yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh
talamus dan selanjutnya diteruskan ke area korteks auditori pada girus
Heschls, dimana sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini berasal dari
sisi telinga yang berlawanan.
Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna
yang masuk. Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke
10
lobus temporal kiri untuk diproses. Sementara masukan paralinguistik berupa
intonasi
11
tekanan, irama dan kecepatan masuk ke lobus temporal kanan. Analisa
linguistik dilakukan pada area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angular
dan supramarginal membantu proses integrasi informasi visual, auditori dan
raba serta perwakilan linguistik. Proses dekode dimulai dengan dekode
fonologi berupa penerimaan unit suara melalui telinga, dilanjutkan dengan
dekode gramatika. Proses berakhir pada dekode semantik dengan pemahaman
konsep atau ide yang disampaikan lewat pengkodean tersebut.
Proses ekspresif – Proses encode 6,8
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur
untuk pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan
melalui fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi
verbalisasi pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik yang
mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini
merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses
enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode
gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini
terjadi di otak/pusat pembicara.
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu
pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini
terjadi antara mulut pembicara dan telinga pendengar. Proses decode-encode
diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi. Dalam proses perkembangan
bahasa, kemampuan menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus
berkembang dengan baik.
2.5 Perkembangan bahasa pada anak usia di bawah 3 tahun
12
Pada usia sekitar 2 bulan, korteks motorik di lobus frontal menjadi
lebih aktif. Anak memperoleh lebih banyak kontrol dalam perilaku motor
volusional.
13
Korteks visual menjadi lebih aktif pada usia 3 bulan, jadi anak menjadi lebih
fokus pada benda yang dekat maupun yang jauh. Selama separuh periode
tahun pertama korteks frontal dan hipokampus menjadi lebih aktif. Hal ini
menyebabkan peningkatan kemampuan untuk mengingat stimulasi dan
hubungan awal antara kata dan keseluruhan. Pengalaman dan interaksi bayi
akan membantu anak mengatur kerangka kerja otak.
Diferensiasi otak fetus dimulai pada minggu ke-16 gestasi. Selanjutnya
maturasi otak berbeda dan terefleksikan pada perilaku bayi saat lahir. Selama
masa prenatal batang otak, korteks primer dan korteks somatosensori
bertumbuh dengan cepat. Sesudah lahir serebelum dan hemisfer serebri juga
tumbuh bertambah cepat terutama area reseptor visual. Ini menjelaskan bahwa
maturasi visual terjadi relatif lebih awal dibandingkan auditori. Traktus
asosiasi yang mengatur bicara dan bahasa belum sepenuhnya matur sampai
periode akhir usia pra sekolah. Pada neonatus, vokalisasi dikontrol oleh batang
otak dan pons. Reduplikasi babbling menandakan maturasi bagian wajah dan
area laring pada korteks motor. Maturasi jalur asosiasi auditorik seperti
fasikulus arkuatum yang menghubungkan area auditori dan area motor korteks
tidak tercapai sampai awal tahun kedua kehidupan sehingga menjadi
keterbatasan dalam intonasi bunyi dan bicara. Pengaruh hormon estrogen pada
maturasi otak akan mempengaruhi kecepatan perkembangan bunyi dan bicara
pada anak perempuan.
14
Perkembangan Bicara dan Bahasa pada Anak Normal (Towne, 1983)2
15
10 Secara tepat menirukan variasi Kata-kata pertama mulai muncul
suara
tinggi
11 Reaksi atas pertanyaan sederhana Kata-kata kacau mulai dapat
dengan melihat atau menoleh dimengerti
dengan baik
12 Reaksi dengan melakukan Mngungkapkan kesadaran tentang
gerakan objek
terhadap berbagai pertanyaan yang telah akrab dan menyebut
verbal Namanya
15 Mengetahui dan mengenali Kata-kata yang benar terdengar
namanama diantara
bagian tubuh kata-kata yang kacau, sering
dengan
disertai gerakan tubuhnya
18 Dapat mengetahui dan mengenali Lebih banyak menggunakan kata-
gambar-gambar objek yang kata
sudah daripada gerakan, untuk
akrab dengannya, jika objek mengungkapkan
tersebut keinginannya
disebut namanya
21 Akan mengikuti petunjuk yang Mulai mengkombinasikan kata-
beruurutan (ambil topimu dan kata
letakkan (mobil papa, mama berdiri)
diatas meja)
24 Mengetahui lebih banyak kalimat Menyebut nama sendiri
yang lebih rumit
16
3-12 bulan, meleter, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya
ma, da,ba.
2. Tahap protolinguitik
12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat
tubuh. Ia mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat
mencapai 200-300).
3. Tahap linguistic
2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan
perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah.
Tahap perkembangan bahasa di atas hampir sama dengan pembagian
menurut Bzoch yang membagi perkembangan bahasa anak dari lahir sampai
usia 3 tahun dalam empat stadium.
17
memberi arti pada kata-kata pertama anak. Arti kata-kata pertama
mereka
18
dapat merujuk ke benda, orang, tempat, dan kejadian-kejadian di seputar
lingkungan awal anak.
3. Perkembangan kosa kata yang cepat-Pembentukan kalimat awal. 9-18
bulan. Bentuk kata-kata pertama menjadi banyak, dan dimulainya
produksi kalimat. Perkembangan komprehensif dan produksi kata-kata
berlangsung cepat pada sekitar 18 bulan. Anak mulai bisa
menggabungkan kata benda dengan kata kerja yang kemudian
menghasilkan sintaks. Melalui interaksinya dengan orang dewasa, anak
mulai belajar mengkonsolidasikan isi, bentuk dan pemakaian bahasa
dalam percakapannya. Dengan semakin berkembangnya kognisi dan
pengalaman afektif, anak mulai bisa berbicara memakai kata-kata yang
tersimpan dalam memorinya. Terjadi pergeseran dari pemakaian kalimat
satu kata menjadi bentuk kata benda dan kata kerja.
4. Dari percakapan bayi menjadi registrasi anak pra sekolah yang
menyerupai orang dewasa. 18-36 bulan. Anak dengan mobilitas yang
mulai meningkat memiliki akses ke jaringan sosial yang lebih luas dan
perkembangan kognitif menjadi semakin dalam. Anak mulai berpikir
konseptual, mengkategorikan benda, orang dan peristiwa serta dapat
menyelesaikan masalah fisik Anak terus mengembangkan pemakaian
bentuk fonem dewasa.
Perkembangan bahasa anak dapat dilihat juga dari pemerolehan bahasa
menurut komponen-komponennya.
Perkembangan Pragmatik
Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak
dini, pertamatama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya
karena lapar, popok basah. Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan
mendapat perhatian ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga
kemudian bayi akan menangis bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu
buatnya.
Usia 3 minggu bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya
wajah seseorang, tatapan mata, suara dan gelitikan. Ini disebut senyum sosial.
Usia 12 minggu mulai dengan pola dialog sederhana berupa suara balasan
19
bila ibunya memberi tanggapan. Usia 2 bulan bayi mulai menanggapi ajakan
komunikasi ibunya. Usia 5 bulan bayi mulai meniru gerak-gerik orang, serta
20
mempelajari bentuk ekspresi wajah. Pada usia 6 bulan bayi mulai tertarik
dengan benda-benda sehinga komunikasi menjadi komunikasi ibu, bayi dan
bendabenda. Usia 7-12 bulan anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan
keinginannya. Gerak-gerik ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi
tertentu yang mulai konsisten. Pada masa ini sampai sekitar 18 bulan, peran
gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan satu suku kata. Usia 2 tahun
anak kemudian memasuki tahap sintaksis dengan mampu merangkai kalimat
2 kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk dalam dialog
singkat. Anak mulai memperkenalkan atau merubah topik dan mulai belajar
memelihara alur percakapan dan menangkap persepsi pendengar. Perilaku ibu
yang fasilitatif akan membantu anaknya dalam memperkenalkan topik baru.
Lewat umur 3 tahun anak mulai berdialog lebih lama sampai beberapa kali
giliran. Lewat umur ini, anak mulai mampu mempertahankan topic yang
selanjutnya mulai membuat topik baru. Hampir 50 persen anak 5 tahun dapat
mempertahankan topik melalui 12 kali giliran.
Sekitar 36 bulan, terjadi peningkatan dalam keaktifan berbicara dan
anak memperoleh kesadaran sosial dalam percakapan. Ucapan yang ditujukan
pada pasangan bicara menjadi jelas, tersusun baik dan teradaptasi baik untuk
pendengar. Sebagian besar pasangan berkomunikasi anak adalah orang
dewasa, biasanya orang tua. Saat anak mulai membangun jaringan sosial
melibatkan orang di luar keluarga, mereka akan memodifikasi pemahaman
diri dan bayangan diri dan menjadi lebih sadar akan standar sosial.
Lingkungan linguistik memiliki pengaruh bermakna pada proses belajar
berbahasa. Ibu memegang control dalam membangun dan mempertahankan
dialog yang benar. Ini berlangsung sepanjang usia pra sekolah.
Anak berada pada fase mono dialog, percakapan sendiri dengan
kemauan untuk melibatkan orang lain. Monolog kaya akan lagu, suara, kata-
kata tak bermakna, fantasi verbal dan ekspresi perasaan.
21
Perkembangan Semantik
22
Peralihan dari satu kata menjadi kalimat yang merupakan rangkaian
kata terjadi secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk yaitu
penggabugan dua kata menjadi kalimat, rangkaian kata tersebut berada pada
jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata tersebut memberi makna lebih dari satu
maka anak membedakannya dengan menggunakan pola intonasi yang berbeda.
Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu
anak menjalani usia 2 tahun, yang mencapai puncaknya pada akhir usia 2
tahun.
Tahap perkembangan sintaksis secara singkat terbagi dalam:
1. Masa pra-lingual, sampai usia 1 tahun
2. Kalimat satu kata, 1-1,5 tahun
3. Kalimat rangkaian kata, 1,5-2 tahun
4. Konstruksi sederhana dan kompleks, 3 tahun.
Lewat usia 3 tahun anak mulai menanyakan hal-hal yang abstrak dengan kata
Tanya “mengapa”,”kapan”. Pemakaian kalimat kompleks dimulai setelah anak
menguasai kalimat
empat kata sekitar usia 4 tahun
Perkembangan Morfologi
Periode perkembangan ditandai dengan peningkatan panjang ucapan
rata-rata, yang diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, mean length
of utterance (MLU) adalah alat prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang
berbahasa Inggris. MLU sangat erat berhubungan dengan usia dan merupakan
prediktor yang baik untuk perkembangan bahasa.
Dari usia 18 bulan sampai 5 tahun MLU meningkat kira-kira 1,2
morfem per tahun. Penguasaan morfem mulai terjadi saat anak mulai
merangkai kata sekitar usia 2 tahun. Beberapa sumber yang membahas tentang
morfem dalam kaitannya dengan morfologi semuanya merupakan bahasa
Inggris yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia.
Perkembangan Fonologi
23
Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode
bahasa. Sebagian besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada
kemampuannya menerima dan memproduksi unit fonologi. Selama usia pra
24
sekolah, anak tidak hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi
tapi juga mengembangkan kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai
untuk membedakan makna. Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses
konstruksi suku kata yang terdiri darigabungan vokal dan konsonan. Bahkan
dalam babbling, anak menggunakan konsonan-vokal (KV) atau konsonan-
vokal-konsonan (KVK). Proses lainnya berkaitan dengan asimilasi dan
substitusi sampai pada persepsi dan produksi suara.
25
lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik
pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat
disebabkan karena kelainan organic yang mengganggu beberapa sistem tubuh
seperti otak, pendengaran dan fungsi motoriklainnya.
Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya
gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri.
Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus
kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat
juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang
mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila
penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak
terlalu berat.
Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah
retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi.
Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara
fungsional.
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering
dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga
diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa.
Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas
(kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi
kemampuan bicara pada anak. Gangguan seperti ini sering dialami oleh laki-
laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya
hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik.
Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki
usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita dengan
keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia sekolah akan normal
seperti anak lainnya.
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan
pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya
mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas
26
lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan
pendengaran, ganguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.
27
Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa menurut Blager BF2
28
Perkembangan bahasa yang lambat dapat bersifat familial. Oleh karena
itu harus dicari dalam keluarganya apakah ada yang mengalami keterlambatan
bicara juga. Disamping itu kelainan bicara juga lebih banyak pada anak laki-
laki daripada perempuan. Hal ini karena pada perempuan, maturasi dan dan
perkembangan fungsi verbal hemisfer kiri lebih baik. Sedangkan pada laki-
laki perkembangan hemisfer kanan yang lebih baik, yaitu untuk tugas yang
abstrak dan memerlukan keterampilan.
Sedangkan Adam DM (1987), mengatakan bahwa gangguan bicara
pada anak dapat disebabkan oleh kelainan dibawah ini: 2
1. Lingkungan sosial anak
Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan
perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan
menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak.
2. Sistem masukan/input
Adalah sistem pendengaran, penglihatan dan integritas taktil-kinestik dari
anak. Pendengaran merupakan alat yang penting dalam perkembangan
bicara. Anak dengan otitis media kronis dengan penuruanan daya
pendengaran akan mengalami keterlambatan kemampuan menerima
ataupun mengugkapkan bahasa. Gangguan bicara juga terdapat pada tuli
oleh karena kelainan genetik dan metabolik (tuli primer), tuli
neurosensorial (infeksi intrauterin : sifilis, rubella, toksoplasmosis,
sitomegalovirus), tuli konduksi seperti akibat malformasi telinga luar, tuli
sentral (sama sekali tidak dapat mendengar), tuli persepsi/afasia sensorik
(terjadi kegagalan integrasi arti bicara yang didengar menjadi suatu
pengertian yang menyeluruh), dan tuli
29
Psikis seperti pada skizofrenia, autisme infantil, keadaan cemas dan reaksi
psikologis lainnya.
3. Sistem pusat bicara dan bahasa
Kelainan sususan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, interpretasi,
formulasi dan perencanaan bahasa, juga pada aktivitas dan kemampuan
intelektual dari anak. Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian
dari retardasi mental, misalnya pada Sindrom Down.
4. Sistem produksi
Sistem produksi suara seperti laring, faring, hidung, struktur mulut dan
mekanisme neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas
untuk berbicara, bunyi laring, pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara
melalui aliran udara lewat laring, faring dan rongga mulut.
Faktor Internal
Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti faktor
persepsi, kognisi dan prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab
keterlambatan bicara pada anak.
Persepsi
Kemampuan membedakan informasi yang masuk disebut persepsi.
Persepsi berkembang dalam 4 aspek: pertumbuhan, termasuk perkembangan
sel saraf dan keseluruhan sistem; stimulasi, berupa masukan dari lingkungan
meliputi seluruh aspek sensori, kebiasaan, yang merupakan hasil dari skema
yang sering terbentuk. Kebiasaan, habituasi, menjadikan bayi mendapat
stimulasi baru yang kemudian akan tersimpan dan selanjutnya dikeluarkan
dalam proses belajar bahasa anak. Secara bertahap anak akan mempelajari
stimulasi-stimulasibaru mulai dari raba, rasa, penciuman kemudian
penglihatan dan pendengaran.
Pada usia balita, kemampuan persepsi auditori mulai terbentuk pada
usia 6 atau 12 bulan, dapat memprediksi ukuran kosa kata dan kerumitan
pembentukan pada usia 23 bulan. Telinga sebagai organ sensori auditori
berperan penting dalam perkembangan bahasa. Beberapa studi menemukan
gangguan pendengaran karena otitis media pada anak akan mengganggu
perkembangan bahasa.
30
Sel saraf bayi baru lahir relatif belum terorganisir dan belum spesifik.
Dalam perkembangannya, anak mulai membangun peta auditori dari fonem,
pemetaan terbentuk saat fonem terdengar. Pengaruh bahasa ucapan
berhubungan langsung terhadap jumlah kata-kata yang didengar anak selama
masa awal perkembangan sampai akhir umur pra sekolah.
Kognisi
Anak pada usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam
kelompok umum maupun konsep yang lebih besar. Anak belajar mewakilkan,
melambangkan ide dan konsep. Kemampuan ini merupakan kemampuan
kognisi dasar untuk pemberolehan bahasa anak.
Beberapa teori yang menjelaskan hubungan antara kognisi dan bahasa:
1. Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran (cognitive determinism)
2. Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic determinism)
3. Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya pikiran
dipengaruhi oleh
bahasa.
4. Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas tapi kemampuan yang berkaitan.
Sesuai dengan teori-teori tersebut maka kognisi bertanggung jawab pada
pemerolehan bahasa
dan pengetahuan kognisi merupakan dasar pemahaman kata.
Genetik
Berbagai penelitian menunjukkan, bahwa gangguan bahasa merupakan
kecendrungan dalam suatu keluarga yang dapat terjadi sekitar 40% hingga
70%. Separuh keluarga yang memiliki anak dengan gangguan bahasa,
minimal satu dari anggota keluarganya memiliki masalah bahasa. Orang tua
dapat berpengaruh karena faktor keturunan sehingga mungkin bertanggung
jawab terhadap faktor genetik. Mungkin sulit mengetahui berapa banyak
transmisi intergenerasi gangguan bahasa tersebut, disebabkan oleh kurangnya
dukungan lingkungan terhadap bahasa.
Menurut Bishop Edmundson, Tallal, Whitehurst dan Lewis 1992
dalam berbagai laporan kasus sering memperlihatkan riwayat keluarga positif
pada gangguan komunikasi. Sekitar 28% hingga 60% dari anak-anak dengan
31
Gangguan bicara dan bahasa mempunyai saudara kandung dan/atau orang tua
yang juga mengalami kesulitan bicara dan bahasa.
Sedangkan menurut Tallal, Lewis dan Freebairn, anggota keluarga
laki-laki lebih berpengaruh dari pada wanita. Bagaimanapun, data terbanyak
memperlihatkan anak-anak dengan hanya gangguan bahasa saja dan tidak
pada anak dengan gangguan bicara terpisah (isolated speech disorders).
Lewis dan Freebairn berhipotesa bahwa anak-anak dengan riwayat
keluarga positif terhadap gangguan bicara akan membentuk grup spesifik ke
dalam populasi gangguan bicara. Penemuan mereka tidak mendukung
hipotesa karena tidak ada perbedaan bermakna yang ditemukan pada
pengukuran artikulasi, fonologi, bahasa, kemampuan-kemampuan oral-motor
atau kemampuan membaca dan menulis diantara anak-anak yang memiliki
riwayat keluarga dengan gangguan bicara dibanding yang bukan. Lewis dan
Freebair menyimpulkan bahwa riwayat keluarga dengan gangguan bahasa bisa
dipertimbangkan sebagai faktor risiko yang dapat digunakan untuk identifikasi
awal. Identifikasi awal tersebut memungkinkan dilakukan intervensi dini bagi
anak-anak yang keluarganya memperlihatkan gangguan ini.
Demikian pula anak yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat
keterlambatan atau gangguan bahasa maka beresiko mengalami keterlambatan
bahasa pula. Riwayat keluarga yang dimaksud antara lain anggota keluarga
yang mengalami keterlambatan berbicara, memiliki gangguan bahasa,
gangguan bicara atau masalah belajar.
Prematuritas
Penyebab khusus berkaitan antara permasalahan periode pre atau
perinatal dengan gangguan bicara dan bahasa juga telah dibuktikan. Infeksi
selama kehamilan, imaturitas dan berat badan lahir rendah dilaporkan
mempunyai efek negatif pada perkembangan bicara dan bahasa.
Bax Stevenson dan Menyuk menemukan perbedaan yang tidak
bermakna sejumlah kejadian antara imaturitas dan berat badan lahir rendah
anak. Sebaliknya Byers-Brown dan kawan-kawan melaporkan secara
bermakna tentang keterlambatan proses pengeluaran suara dalam bicara pada
bayi prematur.
32
Weindrich menemukan adanya faktor-faktor yang berhubungan
dengan prematuritas yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti
berat badan lahir, Apgar score, lama perawatan di rumah sakit, bayi yang
iritatif, dan kondisi saat keluar rumah sakit.
33
mental kurang perhatian dan ketidak-teraturan perawatan dari orang tua,
defisit dalam perkembangan kognisi dan pencapaian keberhasilan.
Beberapa penelitian yang dilaporkan Attar Guerra, Brooks-Gunn, Liaw
Brooks-Gunn dan McLoyd menjelaskan bahwa keluarga yang bermasalah,
terpapar lebih besar faktorfaktor risiko daripada keluarga yang tidak berada
dibawah tingkat kemiskinan, dan konsekuensi dari faktor-faktor risiko ini
dapat lebih berat pada anak dalam keluarga ini.
Anak yang terpapar berbagai faktor risiko, memiliki risiko mengalami
gangguan perkembangan yang semakin meningkat. Salah satu yang termasuk
gangguan perkembangan anak tersebut adalah specific language impairment
(SLI). Hal ini telah dilaporkan oleh Spitz dan Tallal Flax, mereka menjelaskan
secara umum tentang pencapaian yang buruk dalam berbahasa pada anak
meskipun anak tersebut memiliki pendengaran dan intelegensinonverbal yang
normal.
Penelitian Fazio, Naremore dan Connell, lebih mengkhususkan hal ini
bahwa dapat diartikan suatu kondisi yang menyebabkan seorang anak
memiliki penilaian spesifik dibawah rata-rata standar tes bahasa, tetapi berada
pada level rata-rata untuk tes intelegensi nonverbal. Dengan demikian,
pencegahan SLI dapat dengan mengidentifikasi faktor resiko anak sebelum
diagnosis formal dibuat.
Beberapa penelitian mengungkapkan faktor-faktor risiko biologi untuk
SLI dan penempatan-penempatan faktor lain dengan melihat “outcome” anak-
anak sekolah yang ditempatkan di neonatal intensive care units (NICUs)
setelah lahir dengan segera. Anak-anak dari populasi ini diketahui memiliki
risiko untuk keterlambatan kognisi dan kesulitan akademik karena mereka
biasanya lahir prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2500g) atau
mengalami respiratori distres.
Menurut Resnick, Rice, Spitz O’Brien dan Siegel Tomblin, sebagian
besar literature menyatakan bahwa meskipun anak-anak dari NICU lebih
berisiko mengalami kesulitan kognisi seperti retardasi mental dan gangguan
belajar, mereka tidak memiliki risiko yang meningkat untuk masalah spesifik
bahasa, khususnya saat angka penilaian disesuaikan karena prematuritasnya.
34
Beberapa penelitian yang dilakukan Beitchman, Hood Inglis, Spitz,
Tallal Ross, Tomblin telah memperlihatkan bahwa gangguan bahasa
umumnya memiliki kecenderungan dalam suatu keluarga berkisar antara 40%
hingga 70%. Hampir separuh dari keluarga yang anak-anaknya mengalami
gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki problem
bahasa. Dengan demikian orang tua yang berpengaruh pada keturunan ini
mungkin bertanggung jawab terhadap faktor-faktor genetik. Mungkin tidak
diketahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguan-gangguan bahasa
tersebut disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa.
Kondisi lingkungan merupakan hal yang penting menyangkut hasil
perkembangan seorang anak. Beberapa anak yang datang dari keluarga yang
tidak stabil dan kurangnya perhatian, perawatan, dan kurang memadainya
kebutuhan nutrisi dan perawatan kesehatan, dapat membentuk level stress
lingkungan yang merugikan bagi perkembangan anak termasuk bahasa. Risiko
dari problem-problem bahasa juga dikaitkan dengan faktor sosioekonomi dan
rendahnya status ekonomi.
Peneliti-peneliti lain mendiskusikan beberapa variabel-variabel
lingkungan yang tampak lebih dapat diprediksi. Seperti yang dilaporkan Hoff-
Ginsberg, Neils Aram, Pine, Tallal, Tomblin, Tomblin dan Hardy faktor
permintaan cara persalinan ternyata termasuk faktor risiko gangguan
perkembangan bicara pada anak. Sedangkan menurut Paul, Rice, Tomblin dan
Tomblin menunjukkan pendidikan ibu yang rendah termasuk salah satu factor
risiko gangguan bahasa yang terjadi pada anak. Orang tua tunggal menurut
Andrews, Goldberg, Wellen, Goldberg McLaughlin dan Miller Moore juga
merupakan faktor risiko yang harus diperhitungkan.
Menurut Sameroff dan Barocas, tersusunnya model risiko
perkembangan dapat digunakan untuk memprediksi dengan lebih akurat,
dengan mengkombinasi satu atau lebih faktor-faktor risiko tersebut adalah
efek komulatif dari risiko yang multipel.
Dalam suatu model penelitian dari Sameroff menunjukkan beberapa
faktor risiko sosial dan keluarga diantaranya adalah: masalah-masalah
kesehatan mental ibu, kecemasan ibu, sikap otoriter ibu dalam mengasuh anak,
35
hubungan ibu-anak yang buruk, pendidikan ibu yang kurang dari menengah
atas, orang tua yang kurang atau tidak memiliki ketrampilan dalam pekerjaan,
status etnik minoritas, tidak ada bapak, beberapa tekanan kehidupan tahun
terdahulu, dan ukuran keluarga yang besar.
Dilaporkan bahwa semua faktor tersebut adalah rangkaian individu
yang berkaitan dengan nilai IQ anak-anak pada usia 4 tahun dan sebagian
besar mayoritas masih berhubungan dengan IQ pada usia 13 tahun. Selain itu,
jumlah faktor risiko sebagaimana didefinisikan oleh risiko kumulatif dalam,
adalah prediktor kuat IQ pada usia 4 tahun dengan 58% dan pada umur 13
dengan varians 61%.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hooper, Burchinal, Roberts,
Zeisel dan Neebe juga menyajikan fakta-fakta yang menggunakan model
risiko komulatif untuk memprediksi kemampuan kognitif dan bahasa pada
bayi yang lebih dipengaruhi oleh status sosioekonomi yang rendah pada
populasi Afrika Amerika. Hooper mengidentifikasi satu perangkat dari 10
faktor-faktor risiko sosial dan keluarga berdasarkan pada model risiko dari
Sameroff berupa status kemiskinan, pendidikan ibu kurang dari sekolah
menengah atas, ukuran keluarga yang besar, ibu yang tidak menikah, hidup
yang penuh tekanan, dampak dari ibu yang depresi, interaksi ibu-anak yang
buruk, IQ ibu, kualitas lingkungan rumah, dan kualitas perawatan sehari-hari.
Seluruh faktor risiko sosial dan keluarga dimasukkan ke dalam studi,
saat bayi berusia 6 sampai 12 bulan. Peneliti-peneliti menemukan bahwa 9
dari 10 faktor-faktor risiko (tekanan hidup merupakan pengecualian) terkait
dengan keberhasilan kognisi dan bahasa dari infaninfan. Komulatif indeks
risiko dihubungkan dengan pengukuran bahasa dengan varians sekitar 12%
sampai 17% tetapi bukan pengukuran kognisi.
Evans dan English menyajikan fakta-fakta bahwa anak-anak dengan
orang tua berpenghasilan rendah terpapar faktor-faktor risiko lingkungan
dalam jumlah yang lebih besar daripada yang berpenghasilan menengah.
Mereka memperkenalkan tiga penyebab stress psikososial (kekerasan,
pertengkaran keluarga, perpisahan anak dengan keluarga) dan tiga penyebab
stress fisik yaitu
36
(kekacauan, kegaduhan, kualitas rumah yang rendah) merupakan faktor risiko
yang memberikan pengaruh negatif.
Dalam penelitiannya tentang lingkungan yang miskin, mereka
menemukan hanya 20% anak-anak yang hidup dalam keluarga dengan
penghasilan yang rendah tidak terpapar satupun faktor risiko. Sebaliknya, 61%
keluarga dengan penghasilan menengah tidak terpapar faktor risiko. Temuan
ini menyatakan bahwa mayoritas anak-anak dari keluarga berpenghasilan
rendah terpapar lebih banyak masalah kemelaratan daripada kelompok
berpenghasilan menengah dan disfungsi kognitif, prilaku, atau sosial akan
meningkat.
Sampai saat ini penelitian-penelitian terus mempelajari tentang
perbedaan perkembangan bahasa anak yang diambil dari budaya dan latar-
belakang sosioekonomi yang berbeda dan pengaruh dari perbedaan-perbedaan
ini terhadap pencapaian akademik selanjutnya.
Robertson membandingkan kemampuan fonologi anak TK dari
keluarga dengan kemampuan bahasa tinggi dan rendah dan menemukan
bahwa anak-anak dari kemampuan bahasa rendah secara signifikan lebih
buruk pada rangkaian pengukuran kognisi, linguistik, pra-baca. Dua tahun
pemantauan terlihat bahwa anak-anak ini tidak mengejar anak-anak dari
keluarga kemampuan bahasa baik.
Burt, Holm, and Dodd juga menemukan hubungan antara prestasi yang
buruk dengan kemampuan bahasa yang rendah dengan menilai prestasi anak-
anak pada beberapa tugastugas fonologi. Suatu usaha untuk menjelaskan
keterkaitan antara kelemahan dan kegagalan sekolah. Hart and Risley
mempelajari perbedaan antara kualitas bahasa ditujukan pada anakanak
dengan latar belakang kemampuan bahasa yang berbeda pada 21/2 tahun
pertama kehidupan mereka. Mereka melaporkan bahwa anak-anak dari latar
belakang kemampuan bahasa yang rendah berada dalam kelemahan karena
orang tua mereka atau pengasuh sangat jarang mengajak berbicara; akibatnya
mereka miskin perbendaharaan kata dan kemampuan komunikasi dibanding
kelompok dengan kemampuan bahasa yang lebih tinggi.
37
Otitis media
Menurut Grievink didapatkan sekitar 80% dari seluruh anak
prasekolah mengalami satu atau lebih episode otitis media Akut atau otitis
media effusion Selama episode ini, anakanak mengalami fluktuasi kehilangan
pendengaran, biasanya antara 20 dB dan 50 dB. Dari penilitian Gravel dan
Nozza gangguan tersebut mempengaruhi jumlah dan kualitas bicara dan
bahasa yang didengar.
Roberts, Pagel Paden, Roberts Clarke-Klein, dan Schwartz telah
melaporkan kemungkinan ada hubungan antara otitis media dengan atau tanpa
efusi dan keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa. Artikel-artikel
tersebut menyimpulkan bahwa banyak anak yang mengalami episode infeksi
telinga tengah mempunyai gangguan bicara dan bahasa. Tetapi tidak semua
anak yang mempunyai gangguan bicara dan bahasa mengalami infeksi telinga
tengah.
38
Berat Keterlambatan lebih berat Disfasia reseptif dan tuli
dari akuisisi Persepsi
dan bahasa, gangguan
pemahaman
bahasa
Sangat berat Gangguan pada seluruh Tuli persepsi dan tuli
kemampuan sentral
bahasa
39
Beberapa anak bicara dengan kata-kata dan frase yang sulit dimengerti,
bahkan pada orang-orang yang selalu kontak dengannya. Sehingga mereka
sering marah dan frustasi karena merasa bahwa kata-katanya sulit dimengerti
oleh sekitarnya. Mereka ini tidak ada gangguan dalam pengertian, tetapi
terdapat gangguan defisit produksi fonologi. 2
40
membantu melatih anak mencari kata-kata yag tepat pada saat bicara, tetapi
prognosis selanjutnya masihbelum banya diketahui.2
41
Beberapa anak ada yang bicaranya lancar dan dapat menggunakan
kata-kata yang tepat, tetapi mereka bicara tanpa henti mengenai satu topik.
Mereka tidakmengerti tata bahasa. Gejalanya mirip gangguan bicara pada anak
dengan hidrosefalus da oleh Rapin dan Allen isebut gangguan semantik
pregmatik. Anak ini pada umumnya menderita gangguan hubungan sosial dan
didiagnosis sebagai gangguan perkembangan pervasif. Mereka punya sedikit
teman sebaya dan tidak pernah mau belajar aturan permainan dan diperlukan
psikolog dan ahli terapi tingkah laku.2
Aram DM (1987) dan Towne (1983), mengatakan bahwa dicurigai adanya
gangguan perkembangan kemampuan bahasa pada anak, kalau ditemukan
gejala-gejala sebagai berikut:2
1. pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya
terhadap suara yang datang dari belakang atau samping.
2. Pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya
sendiri
3. Pada usia 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata
jangan, dada, dan sebagainya.
4. Pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut sepuluh kata tunggal
5. Pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk,
kemari, berdiri)
6. Pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh
7. pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan yang terdiri
dari 2 buat kata
8. setelah usia 24 bulan hanya mempunyai pembendaharaan kata yang sangat
sedikit/tidak mempunyai kata-kata huruf z pada frase
9. pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarga.
10. Pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana
11. Pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat tanya
yang sederhana
12. Pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang di luar
keluarganya
42
13. Pada usia 3,5 tahun selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (ca untk
cat, ba untuk ban, dan lain-lain)
14. Setelah usia 4 tahun tidak lanca berbicarra/gagap
43
Pada usia berapa bayi mulai mengetahui adanya suara, misalnya dengan
respon berkedip, terkejut atau mengerakkan bagian tubuh
44
Pada usia berapa bayi mulai tersenyum (senyum komunikatif), misalnya
diajar berbicara.
Kapan bayi mulai mengeluarkan suara “aaaggh”.
Orientasi terhadap suara, misalnya bila ada suara apakah bayi
memalingkan atau mencari arah suara.
Kapan bayi memberi isyarat daag dan bermain cikkebum.
Mengikuti perintah satu langkah, seperti “beri ayah sepatu” atau “ambil
koran”.
Berapa banyak bagian tubuh yang dapat ditunjukan oleh anak, seperti
mata, hidung, kuping dan sebagainya.
American Psychiatric association’s Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder
(DSM IV) membagi gangguan bahasa dalam 4 tipe.12
1. Gangguan bahasa ekspresif
2. Gangguan bahasa reseptifekspresif
3. Gangguan phonological
4. Gagap
Pada gangguan bahasa ekspresif, secara klinis kita bisa menemukan gejala
seperti perbendaharaan kata yang jelas terbatas, membuat kesalahan dalam
kosakata, mengalami kesulitan dalam mengingat kata-kata atau membentuk
kalimat yang panjang dan memiliki kesulitan dalam pencapaian akademik
dan komunikasi sosial, namun pemahaman bahasa anak tetap relatif utuh.
Gangguan menjadi jelas kira-kira pada usia 18 bulan, saat anak tidak dapat
mengucapkan kata dengan spontan atau meniru kata dan menggunakan
gerakan badannya untuk menyatakan keinginannya. Jika anak akhirnya bisa
berbicara, defisit bahasa menjadi jelas, terjadi kesalahan artikulasi seperti
bunyi th, r, s, z, y. Riwayat keluarga yang memiliki gangguan bahasa
ekspresif juga ikut mendukung diagnosis. Pada gangguan bahasa campuran
reseptif-ekspresif, selain ditemukan gejala-gejala gangguan bahasa ekspresif,
juga disertai kesulitan dalam mengerti kata dan kalimat. Ciri klinis penting
45
dari gangguan tersebut adalah gangguan yang bermakna pada pemahaman
bahasa.
46
Gangguan ini biasanya tampak sebelum usia 4 tahun. Bentuk yang parah
terlihat pada usia 2 tahun, bentuk ringan tidak terlihat sampai usia 7 tahun
atau lebih tua. Anak dengan gangguan bahasa reseptif-ekspresif campuran
memiliki gangguan auditorik sensorik atau tidak mampu memproses simbol
visual seperti arti suatu gambar. Mereka memiliki defisit dalam
menintegrasikan simbol auditorik maupun visual, contohnya mengenali
atribut dasar yang umum untuk mainan truk atau mainan mobil penumpang.
Anak dengan gangguan bahasa campuran reseptif-ekspresif biasanya tampak
tuli. Anak-anak dengan kesulitan berbicara memiliki masalah dalam
pengucapan, yaitu berhubungan dengan gangguan motorik, diantaranya
kemapuan untuk memproduksi suara. Anak yang gagap dapat diketahui dari
cara dia baerbicara, dimana terjadi pengulangan atau perpanjangan suara,
kata, atau suku kata. Biasanya sering terjadi pada anak laki-laki, sangat sering
disertai mengedipkan mata dan menggoyangkan kepala.
Instrumen penyaring
Selain anamnesis yang teliti, disarankan digunakan instrumen penyaring untuk
menilai gangguan perkembangan bahasa. Misalnya Early Language Milestone
Scale (Coplan dan Gleason), atau DDST (pada Denver II penilaian pada sektor
bahasa lebih banyak dari pada DDST yang lama) atau Reseptive-Expresive
Emergent Language Scale. Early Language Milestone Scale cukup sentitif dan
spesifik untuk mengidentifikasi gangguan bicara pada anak kurang dari 3
tahun.2
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk mengungkapkan penyebab
lain dari gangguan bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomali telinga luar, otitis
media yang berulang, sindrom William (fasies Elfin, perawakan pendek,
kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah palatum dan lain-lain. 2
Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan
gerakan mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang suku kata PA, TA,
PA-TA, PA-TA-KA. Gangguan kemampuan oromotor terdapat pada verbal
apraksia.2
47
Pengamatan saat bermain
Mengamati saat anak bermain dengan alat permainan yang sesuai
dengan umurnya, sangat membantu dalam mengidentifikasi gangguan tingkah
laku. Idealnya pemeriksa juga bermain dengan anak tersebut dan kemudian
mengamati orang tuanya saat bermain dengan anaknya. Tetapi ini tidak praktis
dilakukan pada ruangan yang ramai. Pengamatan anak saat bermain sendiri,
selama pengambilan anamnesis dengan orang tuanya, lebih mudah
dilaksanakan. Anak yang memperlakukan mainannya sebagai objek saja atau
hanya sebagai satu titik pusat perhatian saja, dapat merupakan petunjuk
adanya kelainan tingkah laku. 2
Pemeriksaan laboratorium
Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes
pendengaran. Jika anak tidak kooperatif terhadap audiogram atau hasilnya
mencurigakan, maka perlu dilakukan pemeriksaan “auditory brainstem
responses”. 2
Pemeriksan laboratorium lainnya dimaksudkan untuk membuat
diagnosis banding. Bila terdapat gangguan pertubuhan, mikrosefali,
makrosefali, terdapat gejala-gejala dari suatu sindrom perlu dilakukan CT scan
atau MRI, untuk mengetahui adanya malformasi. Pada anak laki-laki dengan
autisme dan perkembangan yang sangat lambat, skrining kromosom untuk
fragil-X mungkin diperluka. Skrining terhadap penyakit-penyakit metabolik
baru dilakukan
kalau terdapat kecurigaan ke arah itu, karena pemeriksaan itu sangat mahal. 2
Konsultasi
Pemeriksaan dari psikolog/neuropsikiater anak diperlukan jika ada
gangguan bahasa dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi riwayat dan tes
bahasa, kemampuan kognitif dan tingkah laku. Tes intelegensia dapat dipakai
sebagai perbandingan fungsi kognitif anak tersebut. Masalah tingkah laku
dapat diperiksa lebih lanjut dengan menggunakan instrumen
seperti Vineland Social Adaptive Scale Revised, Child Behavior Checklist,
atau Childhood
48
Autism Rating Scale. Konsultasi ke psikiater anak dilakukan bila ada
gangguan tingkah laku yang berat.2
49
Ahli patologi wicara akan mengevaluasi cara pengobatan anak dengan
gangguan bicara. Anak akan diperiksa apakah ada masalah anatomi yang
mempengaruhi produksi suara. 2
Pemeriksaan Penunjang8
BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) merupakan cara
pengukuran evoked potensial (aktivitas listrik yang dihasilkan saraf VIII,
pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak) sebagai respon
terhadap stimulus auditorik.
Pemeriksaan audiometrik
Pemeriksaan audiometrik diindikasikan untuk anak-anak yang sangat kecil
dan untuk anakanak yang ketajaman pendengarannya tampak terganggu. Ada
4 kategori pengukuran dengan audiometrik:
a. Audiometrik tingkah laku, merupakan pemeriksaan pada anak yang
dilakukan dengan melihat respon dari anak jika diberi stimulus bunyi.
Respon yang diberikan dapat berupa menoleh ke arah sumber bunyi atau
mencari sumber bunyi. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang
atu kedap suara dan menggunakan mainan yang berfrekuensi tinggi.
Penilaian dilakukan terhadap respon yang diperlihatkan anak.
b. Audiometrik bermain, merupakna pemeriksaan pada anak yang dilakukan
sambil bermain, misalnya anak diajarkan untuk meletakkan suatu objek
pada tempat tertentu bila dia mendengar bunyi. Dapat dimulai pada usia
3-4 tahun bila anak cukup kooperatif.
c. Audiometrik bicara. Pada tes ini dipakai kata-kata yang sudah disusun
dalam silabus pada daftar yang disebut: phonetically balance word LBT
(PB List). Anak diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar
melalui kaset tape recorder. Pada tes ini dilihat apakah anak dapat
membedakan bunyi s, r, n, c, h, ch. Guna pemeriksaan ini adalah untuk
menilai kemampuan anak dalam berbicara sehari-hari dan untuk menilai
pemberian alat bantu dengar (hearing aid).
d. Audiometri objektif, biasanya memerlukan teknologi khusus.
CT scan kepala untuk mengetahui struktur jaringan otak, sehingga
didapatkan gambaran area otak yanga abnormal.
50
Timpanometri digunakan untuk mengukur kelenturan membrane
timpani dan system osikuler.
Selain tes audiometrik, bisa juga digunakan tes intelegensi. Paling dikenal
yaitu skala Wechsler, yang menyajikan 3 skor intelegen, yaitu IQ verbal, IQ
performance, IQ gabungan:
1. Skala intelegensi Wechsler untuk anak III: penyelesaian susunan gambar.
Tes ini terdiri dari satu set gambar-gambar objek yang umum, seperti
gambar pemandangan. Salah satu bagian yang penting dihilangkan dan
anak diminta untuk mengidentifikasinya. Respon dinilai sebagai salah atau
benar.
2. Skala intelegensi Wechsler utuk anak III: mendesain balok, anak diberikan
pola bangunan dua dimensi dan kemudian diminta untuk membuat
replikanya menggunakan kubus dua warna. Respon dinilai sebagai salah
atau benar.
2.10 Penatalaksanaan
Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak,
sangat berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan bicara
dan bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini
menjadi sebuah dilema, diagnosis sering terlambat karena adanya variasi
perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada
dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter
lebih sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitative dibandingkan
preventif Tata laksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak
dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan di masa
sekolah.1,2
Gangguan bicara dan bahasa pada anak cenderung membaik seiring
pertambahan usia, dan pada dasarnya perkembangan bahasa dilatarbelakangi
perawatan primer orang tua dan keluarga terhadap anak. Usaha preventif pada
masa neonatus, bayi dan balita dapat dilakukan dengan memberi pujian dan
respon terhadap segala usaha anak untuk mengeluarkan suara, serta member
tanda terhadap semua benda dan kata yang menggambarkan kehidupan sehari-
51
hari. Pola intonasi suara dapat diperbaiki sejalan dengan respon anak yang
semakin mendekati pola orang dewasa.1, 2
52
Secara umum, anak akan berusaha untuk lebih baik saat orang dewasa
merespon apa yang diucapkannya tanpa menekan anak untuk mengucapkan
suara atau kata tertentu. Sebagai motivasi ketika seorang anak berbicara satu
kata secara jelas, pendengan sebaiknya merespon tanpa paksaan dengan
memperluas hingga dua kata. 1, 2
Tindakan kuratif penatalaksanaan gangguan bicara dan bahasa pada
anak disesuaikan dengan penyebab kelainan tersebut. Penatalaksanaan dapat
melibatkan multi disiplin ilmu dan terapi ini dilakukan oleh suatu tim khusus
yang terdiri dari fisioterapis, dokter, guru dan orang tua pasien. Beberapa jenis
gangguan bicara dapat diterapi dengan terapi wicara, tetapi hal ini
membutuhkan perhatian medis seorang dokter. Anak-anak usia sekolah yang
memiliki gangguan bicara dapat diberikan pendidikan program khusus.
Beberapa sekolah tertentu menyediakan terapi wicara kepada para murid
selama jam sekolah, meskipun menambah hari belajar. 1, 2
Konsultasi dengan psikoterapis anak diperlukan jika gangguan bicara
dan bahasa diikuti oleh gangguan tingkah laku, sedangkan gangguan
bicaranya dievaluasi oleh ahli terapi wicara. 1,2
2.11 Prognosis
Prognosis gangguan bicara pada anak tergantung pada penyebabnya. Dengan
perbaikan masalah medis seperti tuli konduksi dapat menghasilkan
perkembangan bahasa yang normal pada anak yang tidak retardasi mental.
Sedangkan perkembangan bahasa dan kognitif pada anak dengan gengguan
pendengaran sensoris bervariasi. Dikatakan bahwa anak dengan gangguan
fonologi biasanya prognosisnya lebih baik. Sedangkan ganggan bicara pada
anak yang intelegensianya normal perkembangan bahasanya lebih baik
daripada anak yang retardasi mental. Tetapi pada anak dengan gagguan yang
multipel, terutama dengan gangguan pemahaman, gangguan bicara ekspresif,
atau kemampuan naratif yang tidak berkembang pada usia 4 tahun,
mempunyai gangguan bahasa yang menetap pada umur 5,5 tahun.1,2
53
BAB III
KESIMPULAN
Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini
sering kali tumpang tindih. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah
artikulasi, suara, kelancaran bicara (gagap), afasia (kesulitan dalam menggunakan
kata-kata, biasanya akibat cedera otak) serta keterlambatan dalam bicara atau
bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor
termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan
bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut
seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan
bias mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal”
(sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau
menggunakan bahasa, atau ketidakmampuan mekanisme motorik oral dalam
fungsinya untuk bicara dan makan.
Diagnosis yang tepat terhadap gangguan bicara dan bahasa pada anak,
sangat berpengaruh terhadap perbaikan dan perkembangan kemampuan bicara dan
bahasa. Terapi sebaiknya dimulai saat diagnosis ditegakkan, namun hal ini
menjadi sebuah dilema, diagnosis sering terlambat karena adanya variasi
perkembangan normal atau orang tua baru mengeluhkan gangguan ini kepada
dokter saat mencurigai adanya kelainan pada anaknya, sehingga para dokter lebih
sering dihadapkan pada aspek kuratif dan rehabilitative dibandingkan preventif
Tata laksana dini terhadap gangguan ini akan membantu anak-anak dan orang tua
untuk menghindari atau memperkecil kelainan di masa sekolah.
54
DAFTAR PUSTAKA
1. Ranuh IG, penyunting. Buku Ajar Tumbuh Kembang Anak dan Remaja;
Edisi I. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, Sagung Seto,
2002; 91
2. Soetjiningsih. Gangguan bicara dan bahasa pada anak. Tumbuh kembang
anak. Jakarta EGC, 1995 ; 23740
3. Markum, AH. Gangguan perkembangan berbahasa. Dalam : Markum,
Ismael S, Alatas H, Akib A, Firmansyah A, Sastroasmoro S, editor. Buku
ajar ilmu kesehatan anak. Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1991;
5669.
4. Salim P, Salim Y, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Edisi
kedua.Jakarta: Modern English Press;1995.
5. Alwi H, Sugono D, Adiwinata SS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi
ketiga, Departement Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai pustaka;2005.
6. Victor M, Ropper AH. Priciples of Neurology Adams and Victor’s,
seventh edition. McGraw-Hill.2001.
7. Wahjuni S. Pemeriksaan Penyaring Keterlambatan Perkembangan Bahasa
pada Anak. Batita dengan Early Language Milestone Scale di Kelurahan
Paseban Jakarta Pusat. Jakarta. FKUI. 1998
8. Virginia W, Meredith G, Dalam : Adam, boeis highler. Gangguan bicara
dan bahasa. Buku ajar penyakit telinga, hidung, tenggorok. Edisi 6. Jakarta
: EGC, 1997 ; 397410.
9. Guyton AC, Hall JE. Dalam : Irawati Setyawan, penyunting. Buku ajar
fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC, 2005 ; 90919
10. Rahyono FX. Dalam : Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami
Linguistik. Editor : Kurhayanti.Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama
Jakarta, 2007,hal 32-37.
11. Soedjatmiko. Deteksi dini gangguan tumbuh kembang balita. Sari Pediatri
2005; 3.
12. Kaplan, Harold I. Gangguan komunikasi. Dalam : I Made Wiguna, editor.
Sinopsis psikiatri : Bina Rupa Aksara, 1997 ; 76682
55
13. Anitta Florence ST, Modifikasi Skala Reseptive Expresive Emergent
Language sebagai instrument penyaring keterlambatan bahasa anak usia
18 sampai 36 bulan, Jakarta oktober 2008
14. Fox A. V.1; Dodd B.1; Howard D.1Risk factors for speech disorders in
children. International Journal of Language & Communication Disorders,
Volume 37, Number 2, 1 April 2002 , pp. 117-131(15)
56
57