Solihin Psikolinguistik Jurnal
Solihin Psikolinguistik Jurnal
Solihin Psikolinguistik Jurnal
Abstrak
Analisis ini berfokus pada inter disiplin ilmu psikolinguistik mengenai gangguan bahasa pada
anak. Artikel ini menganalisis dua anak yag terlibat gangguan bahasa. Gangguan Bahasa pada
anak sering terjadi akibat adanya permasalahan seperti yang akan dibahasa mengenai faktor-
faktor apa yang mempengaruhi gangguan bahasa anak, apa penyebab anak memiliki gangguan
bahasa. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan
bahasa anak; mengetahui Indikator gangguan bahasa pada anak. Analisis ini diperuntukkan untuk
anak yang berusia di atas 3 tahun yang memiliki gangguan bahasa seperti halnya penelitian yang
telah kami lakukan pada anak usia 9 tahun dan di atas 6 tahun yang memilki keterlambatan
berbicara dan memperoleh pengamatan terkait gangguan bahasa yang terjadi pada anak, faktor-
faktor yang mempengaruhi serta bagaimana keterlambatan berbicara terjadi pada anak. . Metode
penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Metode tersebut
bertujuan untuk mendeskriptifkan secara sistematis, aktual dan akurat. Penelitian ini merupakan
penelitian analisis dokumen-dokumen resmi seperti Buku, Artikel, Jurnal dan Internet. Keakurat
data diperoleh dari pengamatan sipeneliti sendiri. Instrument penelitian adalah human instrument.
Peneliti menjadi alat pengumpul data utama sekaligus menganalisis langsung data tersebut.
Kata Kunci: Gangguan Bahasa, Psikolinguistik
A. PENDAHULUAN
Secara etimologi kata psikolinguistik terbentuk dari kata psikologi dan linguistik. Kedua
bidang ilmu ini secara prosedur dan metodenya berbeda. Namun, keduanya sama-sama
meneliti bahasa sebagai objek formalnya. Hanya objek materinya yang berbeda, linguistik
mengkaji struktur bahasa, sedangkan psikologi mengkaji perilaku berbahasa atau proses
berbahasa.
Psikolinguistik mencoba menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika
seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan
1
bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia (Slobin, 1974; Meller, 1964;
Slama Cazahu, 1973). Maka secara teoretis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu
teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan
hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan
hakikat struktur bahasa dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur,
dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan itu.
Dalam prakteknya psikolinguistik mencoba menerapkan pengetahuan linguistik dan
psikologi pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran
membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan dan kemultibahasaan, penyakit
bertutur seperti afasia, gagap, dan sebagainya; serta masalah-masalah sosial lain yang
menyangkut bahasa, seperti bahasa dan pendidikan, bahasa dan pembangunan nusa dan bangsa.
Gangguan berbahasa merupakan salah satu fokus pembahasan dalam Psikolinguistik.
Gangguan-gangguan berbahasa tersebut sebenarnya akan sangat mempengaruhi proses
berkomunikasi dan berbahasa. Banyak faktor yang mempengaruhi dan menyebabkan adanya
gangguan berbahasa, kemudian faktor-faktor tersebut akan menimbulkan gangguan berbahasa.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan dijabarkan macam gangguan berbahasa yang sering
dialami manusia berserta faktor-faktor yang menyebakannya.
Secara medis menurut Sidharta (1984) gangguan berbahasa itu dapat di bedakan atas tiga
golongan, yaitu (1) gangguan berbicara, (2) gangguan berbahasa, dan (3) gangguan berpikir.
Ketiga gangguan itu masih dapat di atasi kalau penderita gangguan itu mempunyai daya
dengar yang normal; jika tidak, maka akan menjadi sukar atau bahkan sangat sukar.
B. LANDASAN TEORI
Gangguan Bahasa
Manusia yang memiliki fungsi otak dan alat bicara yang normal akan bisa berbahasa
dengan baik. Dan sebaliknya mereka yang memiliki gangguan fungsi otak dan alat bicara akan
memiliki hambatan dalam berbahasa yang sifatnya memproduksi bahasa (productive) atau
menerima bahasa (reseptif). Secara umum gangguan berbahasa dapat dibagi dua,
1. Gangguan berbahasa karena faktor medis, yaitu gangguan yang diakibatkan oleh
kelainan fungsi otak maupun adanya disfungsi alat bicara.
2. Gangguan berbahasa karena faktor lingkungan sosial yaitu adanya gangguan berbahasa
yang diakibatkan oleh lingkungan sosial dimana seorang individu tinggal, misalnya
gangguan yang disebabkan karena terpinggirkan dari interaksi lingkungan manusia
sehingga individu yang bersangkutan tidak mendapatkan input bahasa sama sekali.
2
Jenis-Jenis Gangguan Berbahasa
Secara medikal, ada tiga kelompok gangguan berbahasa (Chaer, 2009). Gangguan tersebut
antara lain : (1) gangguan berbicara, (2) gangguan berbahasa, (3) gangguan berfikir. Ketiga
jenis gangguan itu masih bisa disembuhkan sepanjang penderita mempunyai daya dengar yang
normal.
C. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Artinya penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan gangguan bahasa pada anak usia 9 dan di atas 3 tahun menggunakan
3
pendekatan deskriptif. Teknik Penelitian yang digunakan adalah teknik pengumpulan data dan
teknik analisis data. peneliti menggunakan teknik berupa wawancara, dan mengajar.
Pertanyaan-pertanyaan sederhana yang dibuat akan di jawab oleh si anak. dengan
menggunakan video recorder handphone dan catatan kecil. Dan teknik analisis data yang
dilakukan adalah identifikasi data, pada tahap ini peneliti melakukan pemerikasaan atau
memeriksa data yang terkumpul, hingga data tersebut diklasifikasikan. Identifikasi data
dilakukan untuk menyatukan data yang didapatkan dari beberapa sumber. Dalam identifikasi
data untuk mempermudah peneliti dalam memeriksa data yang telah terkumpul. Data yang
diidentifikasi adalah biodata si anak, dan gangguan bahasa pada si anak.
Instrument penelitian adalah humant instrument. Peneliti menjadi alat pengumpul data
utama sekaligus menganalisis langsung data yang telah dikumpulkan. Peneliti menetapkan
fokus penlitian, memilih informasi sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data,
menilai kulitas data, menganalisis data dan membuat seimpalan atas penlitian yang
dilakukannya.
2) Gangguan Psikogenik
Berbicara manja.
4
= Pada umur 3 tahun hingga memasuki kelas 2 SD, Adit masih kekurangan banyak fonem.
Dari huruf vokal adit masih kekurangan saat berbicara. Seperti “Gathan” menjadi “ga’an”,
“Fathan” menjadi “Atan”, “Gopek” berubah jadi “Opek”, “Seribu” jadi “Cibu”
Berhasil mengucapkan fonem dengan benar pada satu kata namun salah pada fonem yang
lain. Misalnya fonem /n/ diucapkan dengan benar pada kata nangis tetapi ketika melafalkan
kata nakal maka dilafalkan makal
= Dari data analisis peneliti, Adit mengalami gejala ini. Gejala yang dialami saat Adit
berumur 3 sampai 6 tahun. Menginjak umur 9 tahun sudah ada perubahan pada Adit.
Disleksia adalah gangguan berbahasa pada anak dikarenakan ketidakmampuan anak dalam
memahami mengenali kata atau bunyi secara utuh. Biasanya disleksia menyerang anak laki-
laki yang mana hal ini berkaitan dengan perkembangan hormonal saat janin. Gelaja disleksia
ini tampak ketika anak sulit membedakan huruf b dan d atau huruf p dan q.
= Ini sangat menguatkan peneliti terhadap analisisnya. Adit mengalami gangguan disleksia.
Diumur 9 tahun Adit masih tidak mengerti atau sulit membedakan huruf b dan d, dan juga
huruf p dan q. Ini dibuktikan ketika peneliti menyuruh narasumber mengerjakan beberapa
teks dan membaca cerita anak.
Hasil wawancara :
Jawablah pertanyaa sederhana ini !
1. Siapa/apa yang membuatmu tertawa di sekolah hari ini?
P : “ Dit, siapa teman Adit yang suka bikin tertawa di sekolah ?”
A : “ Gak ada”
P : “ Serius, masak Adit enggak punya teman yang buat Adit tertawa”
A : “ Hahaha...siapa yaa Raka”
2. Siapa temanmu yang paling konyol di kelas? Mengapa ia konyol sekali?
= Adit langsung menjawab dengan lantang, “ Raka. Ntah enggak tau”
3. Apa tempat yang paling kamu sukai di sekolah?
P : “Tempat apa yang adit sukai pas di sekolah ?”
A : “Kaantiin”
4. Hal apa yang ingin kamu lakukan ketika mendapatkan uang?
A : “Ku tabung, buat beli sepatu bila”
5. Cita-cita kamu ingin menjadi apa?
A : “ Aku mau jadi tentara kak”
Nb: P (Peneliti), A (Adit)
5
Di sini peneliti mencoba membantu Adit membaca pertanyaan, karena narasumber belum
juga pandai membaca. Dari percakapan di atas dapat diketahui Adit yang sama sekali belum
bisa membaca dan memahami huruf mengalami jenis gangguan bahasa Disleksia.
Tulislah contoh dibawah ini dengan benar !
1. Aku sayang ibu ku
2. Aku sayang ayah ku
3. Aku sayang kakak ku
4. Aku ingin ke kebun binatang bersama keluarga ku
P : “ Adit, kaka minta tolong coba Adit tulis di kertas ini yang ada dicontoh”
A : “Apa itu..”
P : “Coba Adit baca sendiri”
A : “Ejaakan lah kak”
P : “Coba adit lihat dan perhatikan no 1 itu, coba ikuti huruf-huruf-nya”
A : “Satu ajakan, banyak ali soalnya, mau main bola aku”
Adit hanya menyelesaikan 1 tulisannya. Dari hasil tulisan, peneliti melihat gerak-gerik
narasumber sedikit kesulitan ketika menulis kalimat “Aku sayang ibu ku”. Peneliti juga
membagikan berupa cerita anak kepada narasumber, guna mengetahui pencapaian apakah
narasumber bisa membaca dengan lancar atau tidak. Dan hasilnya sama sekali narasumber
belum bisa membaca. Narasumber atau Adit sendiri harus membaca didampingi kakaknya atau
orangtuanya, dan Adit masih memakai sistem ejaan.
Peneliti mencoba memberi pertanyaan berupa perhitungan kepada narasumber. Dan
hasilnya narasumber hanya tau pertambahan dan perkalian kali X2. Peneliti mendapat suatu
keunikan dari narasumber, walau narasumber tidak begitu gesit dengan perhitungan, tetapi
narasumber sangat cepat menjawab tentang duit.
P : “ Aditt, Rp. 15.000 ditambah Rp. 15.000 berapa dit ?”
A : “ Tiga puluh ”
P : “ Dua puluh ditambah tiga puluh ”
A: “limpul”
Di sini peneliti menangkap, narasumber mengerti tentang duit walaupun tidak mengerti
angkanya. Dan narasumber lebih cepat menghitung duit daripada menghitung angka.
Hasil penelitian kedua terhadap nara sumber yang bernama Afkar yang lahir di kendari
tahun kelahiran 2014 ini, memiliki masalah gangguan berbahasa sehingga huruf yang
diucapkan tidak terdengar jelas melainkan adanya penambahan huruf lain atau mengurangi
huruf abjad seperti contoh yang telah saya rekam menggunakan alat perekam telepon saya.
6
Fonologi pada Narsum selalu mengucapkan terlalu cepat dalam berkomunikasi, seperti yang
sudah saya uji dengan membaca teks cerita. Afkar terlihat bisa mengeja huruf namun saat
dibaca akan berbeda dengan apa yang diejanya. Orang tua dari Afkar saat itu membantu saya
supaya anaknya ingin membaca
Contoh :
Ibu Icha : C E R I T A (Eja)
Afkar : C E R I T A (Ketika di eja) – E R I T A (saat di baca)
Pada saat itu, saya masih mengira bahwa di tidak bisa mengucapkan huruf C. Tapi bacaan
teks itu berlanjut. Kemudian saya berpikir bahwa Afkar terlihat sulit untuk menyatukan huruf
yang diejanya. Padahal dengan usia yang sudah memasuki 7 tahun seharusnya akan terlihat
pandai dalam mengeja.
Contoh :
Ibu Icha :ORANG
AFKAR :ORANG–URAG
Kemudian saya mengganti ujinya dengan menggunakan sebuah tulisan. Setelah belajar
membaca yang terlihat susah untuknya. Saya kemudian merubah alih ke Menulis. Pada saat
menulis, Afkar hanya menulis 2 kalimat saja, karena pikirannya yang bermain teleponnya
ayahnya membuat saya tidak bisa memaksakan kehendaknya. Pada tes menulis. Afkar begitu
terlihat lebih baik daripada membaca. Namun, saya tidak langsung mengambil kesimpulan
bahwa Afkar memiliki gangguan berbahasa yang mengakibatkan keterlambatan berbicara.
Tetapi jika kembali pada usianya yang 7 tahun dengan cara bicaranya yang tidak terlihat
huruf vokal dan konsonan akibat terlalu cepat berbicara. Namun saat lambat berbicara, kalimat
yang diucapkannya belum memiliki makna yang jelas. Sehingga saya dengan bantu oleh ibunya
Afkar memberikan sebuah tes menyimak. Namun, bacaan yang belum selesai dibacanya
memiliki kaitan pada tes menyimak. Sehingga tes menyimak untuk Afkar ditiadakan. Dan yang
menjawabnya adalah saudara perempuan Afkar. Lalu, saya juga telah menyiapkan pertanyaan
ganda seputaran dirinya karena melihat secara langsung gangguan bahasa yang terjadi pada
narsum Afkar.
Dialog
Ibu Afkar : Berapakah uang jajan Adik?
Afkar : duaaaibuuu
Sehingga saya bisa menarik kesimpulan bahwa saudara Afkar memang memiliki
keterlambatan berbicara Aleksia. Kesulitannya saat berbicara terlihat jelas saat itu. Kemudian
tidak dihiraukan lagi bahwa usia yang terbilang cukup untuk melanturkan kata-kata yang
7
sesuai walaupun belum pandai membaca. Namun, seharusnya anak yang berusia 7 tahun
sudah pandai untuk berbicara dengan tepat.
E. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dibahas dan dikemukakan dapat di tarik simpulan
bahwa:
1. Pada anak yang berusia 5-10 sudah seharusnya dapat berbicara dengan lancar.
2. Dalam tata cara pelafalan kosa kata, banyak dipengaruhi oleh berbagai pihak, antara
lain orang tua, keluarga, tetangga, teman - temannya, pihak agama, guru, dan media
informasi seperti televisi.
3. Orang tua harus berperan aktif untuk membiasakan anaknya berbicara sesuai dengan
huruf dan pelafalannya.
4. Kemudian, dalam ketepatan dialek kosa kata atau fonem dipelajari secara tidak
langsung oleh sang anak melalui pengalamannya bersosialisasi dan ujaran - ujaran
orang terdekatnya.
5. Quasi vowel (pelafalan) sangat dipengaruhi dan didasari oleh sang orang tua dan
penyempurnaan oleh guru di bangku sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Emy Sudarwati, W. N. (2017). Pengantar Psikolinguistik. Malang: UB Press.
Nur Indah. Rohmani. 2017. GANGGUAN BERBAHASA Kajian Pengantar.UIN-MALIKI
Press (Anggota IKAPI) : Malang.
Prof. drg. Etty Indrianti, Ph.D. (2015). Kesulitan Bicara Dan Berbahasa Pada Anak : Terapi
Dan Strategi Orang Tua. Jakarta: Prenada.