Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Dualisme Zahrah-Gelombang Dan Prinsip Ketak-Pastian Heisenberg I. Dualisme Zarah-Gelombang

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

DUALISME ZAHRAH-GELOMBANG DAN PRINSIP KETAK-PASTIAN

HEISENBERG

I. DUALISME ZARAH-GELOMBANG

PENDAHULUAN

1. Hipotesa Planck mengenai kuantisasi osilator harmonik, teori kuantum Einstein


tentang cahaya dan teori Compton tentang hamburan Compton, menunjang gagasan
dasar bahwa cahaya itu terkuantisasi dan bahwa dalam beberapa proses fisik
berperilaku sepertu zarah.
Sifat-sifat zarahnya, yang telah dinyatakan dalam catatan-catatan kuliah yang lalu
adalah sebagai berikut:
a. Energi dan kehadirannya terkonsentrasi dalam suatu volume diruang dan tidak
menyebar kesemua arah seperti gelombang).
b. Bergerak dengan kecepatan rambat cahaya 𝑐 = 2,997 × 108 𝑚/𝑠
𝜀
c. Momentum liniernya 𝜌 = 𝑐 ; dimana 𝜀 adalah energi foton.

d. Massa tak-geraknya, 𝑚0 sama dengan nol.


Semua sifat zarah yang disebutkan diatas berpijak pada landasan eksperimental yang
kokoh. Kecuali sifat-sifat tersebut, maka dalam interaksinya dengan sistem mekanis,
foton tunduk pada hukum-hukum mekanika.

2. Konsep cahaya sebagai gelombang juga mempunyai landasan eksperimental yang


mantap. Interferensi dan difraksi hanya dapat diterangkan dengan menganggap bahwa
cahaya adalah gelombang, khususnya gelombang elektromagnetik. Sebagai
gelombang cahaya dicirikan oleh:
a. kecepatan rambat dan kecepatan fasa
b. Panjang gelombang/frekuensi
Hal lain yang cukup penting adalah representasi cahaya yang dipancarkan
dalam waktu terbatas sebagai paket gelombang, dan interaksinya dengan materi yang
dinyatakan dalam indeks bias (refraction index). Mengatagorikan perilaku cahaya
sesuai dengan tingkat system makro (gelombang) dan system mikro (zarah) pun tidak
benar; juga dalam system atom pancaran brehms strahkms masih berlandaskan pada
teori Maxwell.
Kesimpulannya adalah bahwa beberapa gejala fisik hanya dapat diterangkan
dengan menganggap bahwa cahaya berperilaku sebagai gelombang, dan beberapa
gejala fisik yang lain keterangan harus berpijak pada perilakunya sebagai zarah.
Cahaya mempunya dua penampilan, ini dinamakan dualisme cahaya. Dualisme
cahaya adalah adanya dua macam sifat cahaya, dalam beberapa kejadian fisik segala
sesuatunya dapat diterangkan dengan menganggapnya berperilaku sebagai
gelombang, sedangkan beberapa gejala fisik lainnya hanya dapat diterangkan
berdasarkan perilakunya sebagai zarah. Meskipun dualisme ini, tidak pernah dua
wajah itu timbul sekaligus dalam satu peristiwa fisik.

3. Fisika adalah ilmu yang sangat terstruktur dan sistematik, dimana kesetangkupan
sering mendapat perhatian. Sumbernya: adanya zat dan anti-zat; pandangan bahwa
ruang dan waktu berada dalam satu sistem (x, y, z, dll); zat aktif-optik yang memutar
arah polarisasi ke kiri atau ke kanan; arah spin elektron, ke "atas" atau ke "bawah".

Berbagai manifestasi kesetangkupan dalam alam tentunya menimbulkan pertanyaan :


APABILA DALAM PENAMPILANNYA CAHAYA BERPERILAKU SEBAGAI
ZARAH ; APAKAH ADA KEMUNGKINAN BAHWA GEJALA FISIK YANG
MENYANGKUT SUATU ZARAH HANYA DAPAT DITERANGKAN DENGAN
MENGANGGAP BAHWA ZARAH ITU BERPERILAKU SEBAGAI
GELOMBANG ?
Hal tersebut diatas akan menjadi pokok perhatian dalam butir-butir dibawah ini.

POSTULAT DE BROGLIE
4. Louis Victor, Due de Broglie yang kemudian menjadi pangeran de Broglie adalah
seorang bangsawan Perancis yang mempelajari sejarah abad pertengahan eropa di
Universitas Sorbonne, Perancis.
Gambar 5.1 Louis Victor De Broglie (1925)

Perang dunia pertama kemudian mengubah minat dan perhatiannya, karena selama
perang itu dia bertugas dalam satuan kominikasi radio di medan perang. Setelah
perang selesai dia melanjutkan studinya dalam bidang sains. Di tahun 1925 diraihnya
gelar doktor dengan suatu disertasi yang memuat gagasan yang menyangkut teori
atom Bohr.

Gagasannya tersebut tidak mengubah teori atom Bohr, tetapi mengajukan sesuatu
yang sangat baru mengenai perilaku elektron (zarah) dalam atom Bohr. De Broglie
menghipotesakan bahwa setiap massa yang bergerak didampingi oleh suatu
gelombang pengarah (pilot waves). Gelombang zat ini (matter waves) senantiasa
mengikuti massa yang bergerak dan memberikan cirri perilaku gelombang pada zarah.
Karena pada saat itu model atom Bhor sudah mantap dalam konsepnya, maka hal
tersebut menjadi salah satu pokok pembahasannya. Dalam gambaran De Broglie
elektron yang mengelilingi inti atom Bhor didampingi oleh gelombang kuantisasi
momentum angular menurut Bhor ; 𝐿𝑛 = 𝑛ℎ ; sebetulnya sama dengan pemenuhan
syarat resonansi gelombang pengarah terhadap panjang lintas-edar elektron tersebut di
dalam atom.
Gambar 5.2 Lintas Edar Orbit Bhor

Artinya, pada orbit Bhor yang pertama panjang llintasan edar sama dengan satu
panjang gelombang. Panjang lintas-edar orbit kedua sama dengan dua panjang
gelombang pengarah, dan seterusnya. Hal tersebut digambarkan dalam sketsa di atas.
Kuantisasi angular menurut Bhor (postulat II) :

𝐿𝑛 = 𝑛ℎ

Memberikan bahwa :

𝑛ℎ
𝑡𝑛 = 𝑚 ; 𝑚0 : massa elektron
0𝜐

𝜗 : kecepatan elektron

Yang dapat pula ditulis sebagai :


(2𝜋𝑡𝑛 ) = 𝑛 ( )
𝑚0 𝜐

Jadi, untuk bilang kuantum utama sebesar n, maka dalam gelombang Bhor tentang
atom Bhor, panjang lintas edar adalah n kali panjang gelombangnya, atau :

(2𝜋𝑡𝑛 ) = 𝜆𝑛

Sehingga panjang gelombang pengarah 𝜆 adalah :


𝜆𝑛 =
𝑚0 𝜐
Kita ketahui bahwa 𝑚0 𝜐 adalah momentum linier p elektron, sehingga dengan
demikian :

𝜆=
𝑝
Jadi apabila hipotesa tentang gelombang pengarah itu benar, dan apabila memang
dalam gerakan elektron mengelilingi inti atom panjang lintas orbit-orbit Bhor
merupakan kelipatan dari panjang gelombang pengarah elektronnya, maka hubungan
antara momentum linier p dan panjang gelombang 𝜆 dinyatakan oleh :

𝜆=
𝑝
Ini adalah suatu petunjuk mengenai gelombang pengarah yang dihipotesakan adanya
oleh de Broglie itu.

5. POSTULAT DE BROGLIE
Dualisme gelombang-zarah yang berlaku untuk cahaya, juga berlaku untuk zarah.
Sebab zarah yang bergerak didampingi oleh gelombang zat yang mempresentasikan
perilaku gelombang zarah. Perilaku gelombang zat berkaitan dengan perilaku
zarahnya tepat seperti halnya dengan cahaya.
Suatu zarah yang bergerak dengan momentum linier p, didampingi oleh gerak
gelombang zat yang panjang gelombangnya memenuhi :

𝜆=
𝑝
dengan ℏ adalah tetapan Planck
Dalam pembahasan mengenai radiasi telah dijumpai bahwa dengan teori radiasi 𝐸
memenuhi :
𝐸 = 𝑝𝑐
Disamping itu teori kuantum Planck memberikan :
𝐸 = ℎ𝜐
Paduan dua hubungan itu memberikan :
𝑝𝑐 = ℎ𝜐
Sehingga materi radiasi berlaku :
ℎ𝜐 ℏ
𝑝= =
𝑐 𝜆
Disini terlihat kesejajaran antara radiasi dan perilaku gelombang dari zarah.
Pengajuan atom Bhor sebagai contoh untuk menerapkan gagasan Bhor tidak
merupakan penurunan konsep de Broglie. Itu hanyalah suatu contoh khusus yang
memberikan petunjuk mengenai abstraksi konsep itu ke gagasan yang lebih umum.
Oleh karena itu gagasan de Broglie dituangkan sebagai suatu HIPOTESA, atau suatu
POSTULAT.

PERCOBAAN DAVISSON-GERMER : VERIFIKASI TENTANG PERILAKU


GELOMBANG DARI ELEKTRON

6. Perilaku gelombang dimanifestasikan oleh beberapa gejala, seperti : DIFRAKSI,


INTERFERENSI. Jadi verifikasi hipotesa de Broglie harus dilakukan melalui bukti
bahwa zarah yang bergerak memperlihatkan gejala-gejala tersebut di atas.
Di tahun 1926 Elsosser menyarankan menggunakan untuk berkas electron yang
ditumbukkan pada Kristal sebagai cara menguji perilaku gelombang dari zarah. Kisi
kristal dengan jarak antar atom di daerah beberapa Angstrom akan merupakan kisi
yang baik untuk difraksi gelombang zat yang menyertai electron. Apabila tetapan kisi
kristal a (jarak antar atom berdekatan) sama besar dalam tingkat kebesarannya dengan
panjang gelombang 𝝀, maka (kalau memang ada) difraksi dapat diamati. Katakanlah
bahwa 𝑎 ≈ 𝑙Å, maka λ ≈ 𝑙Å yang diperlukan. Ini berarti bahwa momentum linier
elektron:
ℏ 6,63 × 10−34
𝑝= = = 6,63 × 10−24
λ 10−10
Energi yang diperlukan (𝐸𝑘 )
𝑝2
𝐸𝑘 = = 2,41 × 10−17 𝑗𝑜𝑢𝑙𝑒
2𝑚0
= 150 𝑒𝑉

7. Percobaan yang berhasil menunjukkan difraksi berkas electron, adalah yang dilakukan
oleh Davisson-Germer ditahun 1927 di Amerika Serikat.
Devisson dan Germer pada mulanya melakukan percobaan tentang hamburan berkas
elektron oleh nikel, nikel dalam bentuk curah (bulk). Susunan percobaan Germir dan
Davisson secara skematik digambarkan dibawah. Seluruhnya ditempatkan dalam
ruang yang dapat divakumkan.
Gambar 5.3 Susunan Percobaan Germer dan Davisson

Suatu pembakan elektron menghasilkan suatu berkas elektron yang terkolimasikan.


Besarnya energi kinetic elektron dalam berkas itu diatur dengan mengatur besarnya
potensial antara anoda dan katoda.
Berkas elektron diarahkan pada sasaran yang terbuat dari bahan nikel. Elektron yang
dihambur oleh sasaran ini kemudian dikumpulkan oleh kolektor, yang juga sekaligus
menjadi kolektor arus elektron. Kolektor dapat dipindahkan kedudukannya, sehingga
dapat diperoleh pengamatan mengenai besarnya arus kolektor sebagai fungsi dari
sudut hamburan.
Pada awal percobaanya, Davisson dan Gemer menggunakan bahan curah (bulk)
material, hasilnya tak spektakuler. Jumlah electron yang terhambur senantiasa
berkurang apabila sudut hamburan diperbesar. Pada suatu ketika dinding vakum rusak
ketika percobaan sedang berjalan. Sasaran nikel yang pada saat itu berada pada suhu
yang tinggi teroksidasi oleh udara yang memasuki sistem vakum tersebut. Baik
peralatan, maupun cuplikan nikel kemudian perlu ditinjau.
Setelah peralatan diperbaiki, cuplikan nikel kemudian direduksikan dalam suatu
tungku secara perlahan-lahan. Reduksi ini menghilangkan lapisan oksida yang
terbentuk pada saat permukaan nikel teroksidasi karena kehadiran udara dalam ruang
vakum. Ketika percobaan diulangi kembali ternyata diperoleh hasil yang sangat
berbeda dari sebelumnya. Elektron yang hambur menunjukkan suatu pola hamburan
yang sangat bergantung dari sudut hamburan. Terlihat bahwa dengan perubahan sudut
hamburan terjadi maksimal dan minimal dari jumlah electron yang terhambur. POLA
HAMBURAN ITU MENUNJUKKAN BAHWA BERKAS ELEKTRON
MENGALAMI DIFRAKSI KETIKA BERTUMBUK DENGAN PERMUKAAN
NIKEL.
Gambar 5.4 Percobaan Germer dan Davisson pada Keping dan Kristal

Davisson dan Germer dengan mempergunakan cara-cara perhitungan yang


dipergunakan dalam difraksi sinar-X akhirnya dapat menentukan panjang gelombang
electron-elektron dalam berkas. Besarnya panjang gelombang yang diperoleh dari
eksperimen ternyata sama dengan harga yang diperoleh dengan menggunakan
postulat de Broglie.
Percobaan Davisson dan Germer inilah yang memverifikasi tentang perilaku
gelombang dari electron seperti yang dihipoteisakan dan dihipotesakan de Broglie.

Louis Victor de Broglie, atau pangeran de Broglie, memperoleh hadiah nobel untuk
fisika di tahun 1929. Perang Dunia I telah mengubah masa depan calon sejarawan ini
menjadi fisikawan dengan reputsasi dunia dan sejarah.

8. Sifat atau perilaku gelombang dari sifat berkas elektron dapat juga ditunjukkan
melalui kembaran elektron yang menembus suatu lapis logam yanng sangat tipis.

Gambar 5.5 Hamburan Penembakan Elektron


Suatu berkas elektron dengan energi di daerah beberapa keV ditembakkan dalam
suatu cuplikan logam yang sangat tipis yang dikristalin. Elektron yang dihambur pada
suatu pelat fotografi. Pada pelat fotografi ini terlihat pola difraksi elektron.
Karena membuktikan adanya sifat atau perilaku gelombang untuk elektron ini G.P.
Thomson, yang berhasil dengan prcobaan di atas, dan C.J. Davisson memperoleh
hadiah Nobel di tahun 1937. G.P. Thomson adalah putra dari J.J. Thomson, ayahnya
mendapat hadiah Nobel karena menunjukkan elektron adalah sebuah zarah,
sedangkan puteranya memperoleh hadiah itu karena menunjukkan bahwa elektron
adalah suatu gelombang.

PENUTUP
9. Dengan demikian lengkaplah kesetangkupan perilaku zarah dan gelombang.
Dualisme zarah-gelombang menyatakan bahwa ada beberapa gejala fisik dapat
diterangkan dengan mengannggap bahwa cahaya berperilaku sebagai gelombang,
sedangkan beberapa gejala fisik yang lain hanya dapat diterangkan dengan
menganggap cahaya berperilaku sebagai zarah; dan sebaliknya dengan zarah, yang
dalam beberapa gejala fisika harus dianggap berperilaku sebagai gelombang.

II. PRINSIP KETIDAK-PASTIAN HEISENBERG

PENDAHULUAN

1. Gelombang zat, atau gelombang pengarah, menjadi bagian khazanah ilmu fisika di
tahun 1925 dengan munculnya hpotesa (atau postulat) de Broglie.
Sebagaimana dijelaskan dalam bagian pertama dari catatan ini, hipotesa tentang
gelombang pengarah sangat diilhami oleh studi mengenai gerak elektron dalam atom
Bohr. Gelombang Zat yang senantiasa menyertai gerak suatu zarah, melengkapkan
pandangan tentang dualisme zarah-gelombang. Dengan demikian perbedaan antara
cahaya dan zarah, atau lebih tegas lagi antara gelombang dan zarah, menjadi hilang.
Gelobang cahaya dapat berprilaku sebagai zarah, sedangkan zarah dapat berprilaku
sebagai gelombang.
Pandangan semacam itu sangat berbeda dengan persepsi manusia tentang gejala-
gejala fisik konkri yang dialaminya sehari-hari. Memang sejak awal abad ke-20 teori-
teori klasik mulai dipertanyakan kesahihannya untuk dipergunakan pada tingkat atom
dan sub-tom, tetapi makin jauh studi tentang gejala singkat berjalan makin
revolusioner pula konsep-konsepnya berkembang.
Revolusioner dalam arti menjungkir-balikkan pandangan para ilmuwan tentag dunia
fisik.
2. Satu tahun sesudah postulat de Broglie disebarluaskan, seorang ahli fisika dari Austria
yang bernama Erwin Schrödinger berhasil merumuskan suatu PERSAMAAN
DIFERENSIAL UMUM UNTUK GELOMBANG DE BROGLIE dan menunjukkan
pula kesahihannya untuk berbagai gerak elektron. Persamaan diferensial ini yang
kemudian juga dikenal sebagai persamaan gelombang Schrödinger membuka jalan ke
arah perumusan suatu teori mekanika kuantum yang komprehensip dan lebih
formalistik.
Dalam tahun 1927, satu tahun sesudah Erwin Schrödinger merumuskan persamaan
gelombangnya, Heisenberg merumskan suatu prinsip yang sangat fundamental
sifatnya. Prinsip ini ddirumuskan pada waktu orang sibuk mempelajari persamaan
Schrödinger dan berusaha keras untuk dapat memahami maknanya.
Di tahun 1926 Heisenberg juga muncul dengan suatu cara baru untuk menerangkan
garis-garis spektrum yang dipancarkan oleh sistem atom. Pendekatannya sangat laiin
karena yang digunakannya adalah matrix. Hasil yang diperoleh dengan caranya ini
sama dengan apa yang diperoleh melalui persamaan Schrödinger.

Mekanika kuantumnya Heisenberg dinamakan mekanika matrix.

Prinsip Heisenberg atau prinsip ketidak-pastian, muncul disaat dua pendekatan


mekanika baru tampil, dan pada saat orang sibuk mencari makannya.
Secara kronologis prinsip Heisenberg muncul sesudah dirumuskannya persamaan
Schrödinger. Tetapi sebagai suatu prinsip teoritik hal itu merupakan suatu yang
fundamental, dan dapat disejajarkan dengan teori kuantum Einstein, postulat de
Broglie, postulat-postulat Bohr. Oleh karenanya maka dalam pembahasannya, prinsip
Heisenberg ditampilkan lebih dahulu dari persamaan Schrödinger.

Teori Planck tentang radiasi thermal, teori Einstein tentang foton, teori Bohr tentang
atom hidrogen, postulat de Broglie tentang gelombang zat, bersama prinsip
Heisenberg, dikenal sebagai teori kuantum lama.
Dalam teori kuantum lama terkandung hampir semua landasan bagi suatu teori yang
dapat menguraikan perilaku sistem-sistem fisika pada tingkat atom dan sub-atom.

MELEPASKAN DIRI DARI KONSEP KLASIK TENTANG LINTASAN


3. Telah terlihat dalam pembahasan sebelum ini berbagai upaya yang harus ditempati
untuk dapat menempatkan gejala-gejala fisika yang diamati dalam suatu kerangka
konseptual.
Dalam menelaah radiasi thermal perlu dihipotesakan bahwa energi (osilator) itu
terkuantisasi; dalam menelaah efek foto-listrik dan efek Compton timbul hipotesa
bahwa cahaya itu terkuantisasi dan berprilaku sebagai zarah.
Teori Bohr mempostulatkan bahwa dalam keadaan-keadaan tertentu elektron yayng
dalam gerakannya mengelilingi ini atom mengalami percepatan (sentrifugal) tidak
memancarkan radiasi elektromagnet.
Dan banyak hal lagi yang bersifat fundamental dalam daerah fisika klasik harus
ditinggalkan apabila dilanjuttkan untuk menemukan suatu kerangka konseptual yang
dapat menjadi landasan teoritik untuk gejala-gejala fisika tingkat atom dan sub-atom.

4. Salah satu yang perlu ditinjau lagi adalah pandangan klasik tentang lintasan.
Pandangan bahwa jalan yang ditempuh suatu benda dalam ruang dapat dilukiskan
sebagai uatu titik (titik pusat massa) yang menempuh suatu lintasan berupa garis.
Pandangan itu didasarkan pengalaman manusia sejak ia melempar tombaknya yang
pertama sampai pada saat dia mempelajari lintasan-lintasan yang ditempuh peluru-
peluru meriam, dan pengalaman lain lagi.
Pandangn tersebut tidak berkarat dalam otak manusia, dan makin diperkuat oleh
pengamatannya sehari-hari tentang perilaku benda-benda yang bergerak.
Demikian kuatnya pandangan itu berakar dalam benaknya sehingga dalam menelaah
gerak zarah dalam sistem tingkat atom besar kecendrungannya untuk juga berpegang
pada konsep lintasan klasik itu.
Pertanyaan sekarang adalah : APAKAH KONSEP KLASIK TENTANG LINTASAN
SUATU BENDA (ZARAH) DALAM RUANG MASIH TETAP DAPAT
DIPEGANG UNTUK MENELAAH SISTEM-SISTEM ATOM DAN SUB-ATOM ?

5. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu ditelaah terlebih dahulu kondisi yang
melingkupi suatu perangkat pengamatan lintasan uuntuk sistem fisika klasik (makro),
dan melihat apakah kondisi-kondisi tersebut dipenuhi oleh perangkat pengamatan
untuk suatu sistem atomik atau sub-atomik.
Andaikanlah bahwa ingin direkam lintasan yang ditempuh sebuah bola dalam ruang;
bola tersebut bergerak dibawah gaya gravitati bumi. Katakanlah bahwa gerak bola
tersebut diikuti dengan tiga buah kamera film yang merekam kedudukan boola
dengan sangat cepat. Dengan mnenmpatkan masing-masing kamera termaksud dalam
posisi yang tepat, maka lintasan bola tersebut dalam ruang dapat diketahui.
Bagaimanakah kedudukan bola tersebut terekam pada film ?
Secara fisika bola teramati karena cahay matahari (atau cahaya buatan) yang
dapntulkan oleh bola tersebut sampai pada film di dalam kamera. Pemantulan berarti
bahwa foton-foton yang bertumbuk dengan bola kemudian terhambur ke dalam sistem
kamera.
Karena momentum linier foton-foton tersebut sangat kecil apabila dibandingkan
dengan momentu linier bola, maka pengarah tembakannya dapat diabaikan. Lintasan
yang ditempuh bola tidak terganggu oleh sistem pengamatannya (arus foton dari
kamera).
Disini terlihat adanya dua sistem :
Pertama, sistem fisika yang diamati, yaitu bola yang bergerak dalam ruang
dibawah gaya gravitasi bumi.
Kedua, sistem pengamatan yang terdiri dari 3 kamera film dan sumber cahaya
Dalam susunan percobaan di atas kedua sistem tersebut tidak saling mempngaruhi
operasi masing-masing. Sistem peengamatan dan sistem yang diamati tidak saling
mempengaruhi.
Kita perhatikan sekarang suatu sistem mikro, dimana diamati lintasan elektron
lintasan elektron dibawah pengaruh medan gaya luar. Agar elekron tidak dipengaruhi
oleh kehadiran geraknya oleh udara, maka percobaannya dilakukan dalam sebuah
bejana yang divakumkan. Secara skema-tak susunan percobaannya digambarkan
sebagai berikut ini.
Gambar 5.6 Penembakan Elektron di Ruang Vakum

Elektron ditembakkan dari sebuah kiri dengan energi kinetik sebesar beberapa puluh
eV ke dalam ruang hampa udara. Karena pengaruh suatu medan gaya luar gerak
elektron tersebut mengalami penyimpangan.
Andaikanlah ada mikroskop yang dapat dipergunakan untuk “melihat” electron, maka
dengan mengubah-ubah kedudukan mikroskop itu pada saat mengamati posisi
electron dapat diperoleh informasi mengenai jejak elektron tersebut (hipotesis).
Disini pula kedudukan electron teramati karena foton dari suatu gambar cahaya yang
berada dalam bejana vakum itu, dipantul oleh electron dan masuk dalam mikroskop.
Keadaannya agak berlainan dibandingkan dengan pengamatan tentang lintasan bola.
Foto yang dipergunakan untuk mengamati cukup besar momentum liniernya;
sehingga tumbukan dengan electron akan mengubah arah gerak elektron tersebut.
Jadi, apabila jejak electron itu diperoleh dari serangkaian foton yang terhambur ke
dalam mikroskop, maka terjadilah juga serangkaian perubahan gerak elektron. Disini
pengaruh system pengamatan cukup besar dan tak dapt diabaikan; system pengamatan
dan sistem fisik yang diamati sangat saling mempengaruhi.
Katakanlah lintasan diperoleh melalui suatu pengamatan, “lintasan” itu penuh dengan
kelok-kelok dan liku-liku hasil tumbukan electron dan foton-foton.
Andaikanlah kita membuat pengamatan yang kedua kalinya tentanf lintasan electron
tersebut. Karena foton dipancarkan secara acak oleh sumber, maka bentuk “lintasan”
kedua yang juga berkelok-kelok berbeda dari “lintasan” pengamatan pertama.
Bila dibuat sepuluh pengamatan maka aka nada sepuluh macam “lintasan” yang
berbeda-beda. Hal ini sangat berbeda dan pengertian lintasan dalam fisika klasik,
sebagai idealisasi dia pasti dan tidak berubah apabila semua syarat system fisiknya
sama.
Yang dapat dimasukkan dalam pengamatan tentang jejak electron hanyalah
pendekatan statistic tentang lintasan; artinya tentang besarnya kebolehjadian bahwa
pada suatu saat tertentu (t) electron yang diamati berada dalam suatu kedudukan
tertentu dalam ruang (𝑟⃗).
Konsep klasik tentang lintasan suatu benda (zarah) dalam ruang harus diganti dengan
suatu konsep statistic tentang kebolehjadian bahwa suatu electron berada pada suatu
kedudukan dan waktu tertentu, apabila kita menelaah system tingkat atom dan sub-
atom.
Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam sistem atomik dan sub-atomik,
sistem pengamatan dan system yang diamati berinteraksi dengan kuat.

6. Tentunya dapat dikemukakan suatu usul lain untuk sistem menggunakan konsep
lintasan dalam kasus system atomic dibutir 6.
Umpamanya dengan mengusulkan agar foton yang dipergunakan adalah yang rendah
momentum liniernya, artinya yang rendah pula energinya. Dengan demikian tidak
besar pengaruhnya pada gerak electron yang ditumbuknya.
Menggunakan foton yang berenergi rendah, berarti foton dengan 𝝀 panjang. Foton
dapat dipresentasikan sebagai suatu paket gelombang dengan panjang gelombang
yang dominan 𝜆0 .
Apabila 𝜆0 panjang maka juga kedudukannya tak pasti, dan demikian pula menjadi
tak pasti ramalan tentang kedudukan electron yang ditumbuknya..
Usul semacam ini tidak memberikan jalan keluar, karena memang rupanya ketak-
pastian yang menyangkut “lintasan” sistem atomik merupakan suatu yang hakiki,
sesuatu yang fundamental dalam menguraikan system-sistem fisik pada tingkat atom.

PRINSIP KETIDAK-PASTIAN HEISENBERG


7. Dalam butir 5 dan butir 6 diatas ditarik kesimpulan bahwa konsep klasik tentang
lintasan kurang bermakna untuk dipergunakan dalam system fisika tingkat atom,
karena untuk system tingkat itu system pengamatan dan system yang diamati saling
mempengaruhi.
Konsep lintasan yang klasik harus diganti dengan pendekatan yang statistik, yaitu
dengan menyatukannya dalam besarnya kebolehjadian bahwa suatu zarah berada
disuatu kedudukan tertentu pada suatu saat tertentu pula. Hal ini telah dibahas dalam
butir 5 dan butir 6.

8. Konsep statistik tentang kedudukan sebagai gagasan telah dikemukakan dalam butir
7. Bagaimanakah bentuk pengungkapannya secara metematik ? Pengungkapan secara
matematika ini sangat berarti untuk pengembangan lebih lanjut.
Untuk itu Heisenberg menggunakan suatu gedanken eksperimen, atau percobaan
dalam bentuk, sebagai berikut.

Gambar 5.7 Werner Heisenberg Prinsip Ketidak-Pastian (1927)

Andaikanlah bahwa suatu elektron diamati melalui suatu mikroskop dengan


menggunakan foton-foton yang dipancarkan suatu sumber cahaya. Susunan
eksperimentalnya adalah seperti tertera dalam skketsa di bawah ini.
Gambar 5.8 Susunan Eksperimen Wener Heisenberg

∅ adalah sudut maksimum dengan mana foton yang dating dari kedudukan elektron
masih dapat masuk dalam sistem optik dari mikroskop.
Andaikanlah suatu foton dating dari sumber cahaya dalam arah seperti yang

digambarkan dan dengan momentum linier sebesar 𝑝0 = 𝜆

Foton ini menumbuk elektron, dan kemudian terhambur dengan sudut 𝜃 terhadap
sumbu optik dari mikroskop. Momentum linier foton terhambur, dalam arah X, adalah

𝑝𝑥 ′ = sin 𝜃
𝜆
Karena kekekalan momentum linier maka komponen arah-X dari momentum linier
elektron sesudah tumbukan adalah :

𝑝𝑥 = sin 𝜃
𝜆
dalam arah yang bertolak belakang dengan arah 𝑝𝑥 ′. Jadi elektron dapat “ terlihat”
dalam mikroskop apabila momemntum linier foton berada dalam daerah antara :
ℎ ℎ
𝑝𝑥′ = + sin ∅ , dan 𝑝𝑥′ = − sin ∅
𝜆 𝜆
Jadi momentum foton tak-pasti dengan harga :
2ℎ
∆𝑝𝑥 ′ = sin ∅
𝜆
Ini berarti bahwa juga elektron akan terlihat bila ketidak-pastian harga momentum
liniernya adalah :
2ℎ
∆𝑝𝑥 = sin ∅
𝜆
Bagaimanakah hal-awalnya dengan kedudukan elektron dalam arah-X ?
Apabila digunakan cahaya dengan panjang gelombang 𝜆, maka daya pemisah
mikroskop tersebut adalah :
𝜆
∆𝑥 =
sin ∅
Artinya jarak yang lebih kecil dari ini tak dapat dibedakan lagi. Kedudukan elektron
tak dapat ditentukan dengan kepastian yang lebih kecil. Oleh Karen itu agar elektron
masih dapat terlihat dengan mikroskop maka sekaligus harus terpenuhi bahwa :
2ℎ
∆𝑝𝑥 = sin ∅
𝜆
dan
𝜆
∆𝑥 =
sin ∅
Perkalian antara keduanya menghasilkan :
(∆𝑝𝑥 )(∆𝑥) = 2ℎ
9. Suatu telaah yang lebih eksak memberikan hubungan

(∆𝑝𝑥 )(∆𝑥) ≥
2
Ini adalah apa yang dinamakan prinsip ketidak-pastian Heisenberg; ialah bahwa
ketidakpastian dalam RUMUS dan di dalam (∆𝑥) tidak dapat lepas satu dari lainnya.
Apabila dituntut ketelitian yang tak berhingga bagi harga posisi elektron (∆𝑥 = 0),
maka sama sekali tidak akan diperoleh informasi mengenai besarnya momentum
liniernya (∆𝑝𝑥 = ∞). Demikian pula sebaliknya.
Ketidak-pastian bukan lagi bergantung dari kekuatan alat (instrumental) tetapi
merupakan sesuatu yang fundamental, sesuatu yang hakiki dengan dunia fisika pada
tingkat atom.
Ditingkat makro, prinsip ketidak-pastian Heisenberg menjadi tidak relevan. Hal itu
dapat anda perhatikan dengan mengambil contoh yang konkrit.
Prinsip ketidak-pastian Heseinberg dapat diluaskan sampai ketiga dimensi menjadi :

(∆𝑃𝑋 )(∆𝑥) ≥
2

(∆𝑃𝑦 )(∆𝑦) ≥
2

(∆𝑃𝑧 )(∆𝑧) ≥
2
Dan malahan menjadi :

(∆𝐸)(∆𝑡) ≥
2
𝐸
Kalau diingat adanya (𝑝𝑥 , 𝑝𝑦 , 𝑝𝑧 , 𝑐 ) serta koordinat (x, y, z, ???)

PENUTUP
10. Bagian ini diawali dengan suatu argumen tentang tak dapt dipergunakannya konsep
klasik tentang lintasan dalam menelaah system atomik dan sub-atomik. Dalam
penelaahannya ternyata ada perbedaan seperti berikut.
Dalam system klasik, system pengamatan dan system yang diamati tidak berinteraksi,
tidak saling mempengaruhi. Oleh karena itu gambaran lintasan merupakan abstraksi
yang mempunyai dasar yang kuat.
Sebaliknya dalam menelaah gejala fisika tentang atom dan sub-atom, system
pengamatan dan system yang siamati saling mempengaruhi.
Saling pengaruh-mempengaruhi ini menyebabkan bahwa hasil pengamatan mengenai
lintas zarah (elektron) akan berbeda apabila dilakukan pada waktu yang berbeda. Oleh
karena itu kita tidak dapat berbicara dengan pengertian lintasan, melainkan hanya
dengan besarnya kebolehjadian bahwa zarah pada suatu waktu ada pada suatu
keadaan tertentu.
Dinyatakan dalam bentuk yang lebih formal, maka melalui gedanken exksperimen
diperoleh rumusan sebagai berikut :


(∆𝑃𝑋 )(∆𝑥) ≥
2

(∆𝑃𝑦 )(∆𝑦) ≥
2

(∆𝑃𝑧 )(∆𝑧) ≥
2

(∆𝐸)(∆𝑡) ≥
2
Bentuk ini dikenal sebagai prinsip ketidak-pastian Heseinberg.
Yang tertimpal dalam ungkapan di atas sangat fundamental sifatnya, yaitu bahwa
ketidak telitian pada akhirnya tidak lagi instrumental sifatnya, tetapi adalah sesuatu
yang hakiki dalam perilaku sistem-sistem fisika.

Anda mungkin juga menyukai