Modul Kurikulum Dan Strategi Pembelajaran
Modul Kurikulum Dan Strategi Pembelajaran
Modul Kurikulum Dan Strategi Pembelajaran
INDIKATOR KOMPETENSI
URAIAN MATERI
Sedang Dikerjakan
Terkait dengan perkembangan penduduk, saat ini jumlah penduduk Indonesia usia
produktif (15-64 tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14
tahun dan orang tua berusia 65 tahun ke atas). Jumlah penduduk usia produktif ini akan
mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat angkanya mencapai 70%. Ini
berarti bahwa pada tahun 2020-2035 sumber daya manusia (SDM) Indonesia usia
produktif akan melimpah.
SDM yang melimpah ini apabila memiliki kompetensi dan keterampilan akan
menjadi modal pembangunan yang luar biasa besarnya. Namun apabila tidak memiliki
kompetensi dan keterampilan tentunya akan menjadi beban pembangunan. Oleh sebab
itu tantangan besar yang kita hadapi adalah bagaimana mengupayakan agar SDM usia
produktif yang melimpah ini dapat ditransformasikan menjadi SDM yang memiliki
kompetensi dan keterampilan melalui pendidikan agar tidak menjadi beban.
2. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain berkaitan dengan
tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan, persepsi masyarakat,
perkembangan pengetahuan dan pedagogi, serta berbagai fenomena negatif yang
mengemuka.
Tantangan masa depan antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu
yang terkait dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi,
kebangkitan industri kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat
internasional. Di era globalisasi juga akan terjadi perubahan-perubahan yang cepat.
Dunia akan semakin transparan, terasa sempit, dan seakan tanpa batas. Hubungan
komunikasi, informasi, dan transportasi menjadikan satu sama lain menjadi dekat
sebagai akibat dari revolusi industri dan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Arus globalisasi juga akan menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan
perniagaan tradisional menjadi masyarakat industri dan perdagangan modern seperti
dapat terlihat di WTO, ASEAN Community, APEC, dan AFTA.
Tantangan masa depan juga terkait dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia,
pengaruh dan imbas teknosains, mutu, investasi dan transformasi pada sektor
pendidikan. Keikutsertaan Indonesia di dalam studi Trends in International Mathematics
and Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA)
sejak tahun 1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak
menggembirakan dalam beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA yang
hanya menduduki peringkat empat besar dari bawah. Penyebabnya antara lain karena
banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam
kurikulum Indonesia.
Kompetensi masa depan yang diperlukan dalam menghadapi arus globalisasi antara
lain berkaitan dengan kemampuan berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis,
kemampuan mempertimbangkan aspek moral dari suatu permasalahan, kemampuan
menjadi warga negara yang bertanggungjawab, kemampuan mencoba untuk mengerti
dan toleran terhadap pandangan yang berbeda, dan kemampuan hidup dalam masyarakat
yang mengglobal.
Disamping itu generasi Indonesia juga harus memiliki minat luas dalam kehidupan,
kesiapan untuk bekerja, kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan rasa tanggung-
jawab terhadap lingkungan. Dilihat dari persepsi masyarakat, pendidikan di Indonesia
saat ini dinilai terlalu menitik-beratkan pada aspek kognitif dan beban siswa dianggap
terlalu berat. Selain itu pendidikan juga dinilai kurang bermuatan karakter.
Penyelenggaraan pendidikan juga perlu memperhatikan perkembangan
pengetahuan yang terkait dengan perkembangan neurologi dan psikologi serta
perkembangan pedagogi yang terkait dengan observation-based (discovery) dan
collaborative learning. Tantangan eksternal lainnya berupa fenomena negatif yang
mengemuka antara lain terkait dengan masalah perkelahian pelajar, masalah narkoba,
korupsi, plagiarisme, kecurangan dalam ujian, dan gejolak sosial (social unrest) di
masyarakat.
Integrasi Kompetensi Dasar IPA dan IPS didasarkan pada kedekatan makna dari
kontennya dengan konten Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, serta Pendidikan Jasmani, Olahraga
dan Kesehatan yang berlaku untuk kelas I, II, dan III. Sedangkan untuk kelas IV, V dan
VI, Kompetensi Dasar IPA dan IPS berdiri sendiri dan kemudian diintegrasikan kedalam
tema-tema yang ada untuk kelas IV, V dan VI.
IPA dan IPS dikembangkan sebagai mata pelajaran integrative science dan
integrative social studies, bukan sebagai pendidikan disiplin ilmu. Keduanya sebagai
pendidikan berorientasi aplikatif, pengembangan kemampuan berfikir, kemampuan
belajar, rasa ingin tahu, dan pengembangan sikap peduli dan bertanggung jawab terhadap
lingkungan sosial dan alam. Disamping itu, tujuan pendidikan IPS menekankan pada
pengetahuan tentang bangsanya, semangat kebangsaan, patriotisme, serta aktivitas
masyarakat di bidang ekonomi dalam ruang atau space wilayah NKRI. IPA juga
ditujukan untuk pengenalan lingkungan biologi dan alam sekitarnya, serta pengenalan
berbagai keunggulan wilayah Nusantara.
Seni Budaya terdiri atas empat (4) aspek, yakni seni rupa, seni musik, seni tari, dan
seni teater. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan
dapat memilih aspek yang diajarkan sesuai dengan kemampuan (guru dan fasilitas) pada
satuan pendidikan.
Prakarya terdiri atas empat (4) aspek, yakni kerajinan, rekayasa, budidaya, dan
pengolahan. Masing-masing aspek diajarkan secara terpisah dan setiap satuan pendidikan
menyelenggarakan pembelajaran prakarya paling sedikit dua aspek prakarya sesuai
dengan kemampuan dan potensi daerah pada satuan pendidikan.
3. Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK/MAK)
Struktur kurikulum SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas:
a. Kelompok mata pelajaran wajib yang diikuti oleh seluruh peserta didik;
b. Kelompok mata pelajaran peminatan yang diikuti oleh peserta didik sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya.
Adanya kelompok mata pelajaran wajib dan mata pelajaran peminatan dimaksudkan
untuk menerapkan prinsip kesamaan antara SMA/ MA dan SMK/ MAK. Mata pelajaran
wajib sebanyak 9 (sembilan) mata pelajaran dengan beban belajar 24 jam per minggu.
Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/ MA terdiri atas 18 jam per minggu untuk
kelas X, dan 20 jam per minggu untuk kelas XI dan XII.
Kelompok mata pelajaran peminatan SMK/ MAK masing-masing 24 jam per kelas.
Kelompok mata pelajaran peminatan SMA/ MA bersifat akademik, sedangkan untuk
SMK/ MAK bersifat vokasional. Struktur ini menempatkan prinsip bahwa peserta didik
adalah subjek dalam belajar dan mereka memiliki hak untuk memilih sesuai dengan
minatnya.
1) Struktur Kurikulum Wajib Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMK/MAK)
Tabel
Struktur Kurikulum Pendidikan Menengah Kelompok Mata Pelajaran Wajib
ALOKASI WAKTU
BELAJAR
MATA PELAJARAN
PER MINGGU
X XI XII
Kelompok A (Wajib)
1. Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3
2. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2 2 2
3. Bahasa Indonesia 4 4 4
4. Matematika 4 4 4
5. Sejarah Indonesia 2 2 2
6. Bahasa Inggris 2 2 2
Kelompok B (Wajib)
7. Seni Budaya 2 2 2
8. Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan 3 3 3
9. Prakarya dan Kewirausahaan 2 2 2
Jumlah Jam Pelajaran Kelompok A dan B per minggu 24 24 24
Kelompok C (Peminatan)
Mata Pelajaran Peminatan Akademik (SMA/MA) 18 20 20
Jumlah Jam Pelajaran yang Harus Ditempuh per 42 44 44
Minggu
Beban belajar di SMA/MA untuk Tahun X, XI, dan XII masing-masing 43 jam
belajar per minggu. Satu jam belajar adalah 45 menit.
INDIKATOR KOMPETENSI
URAIAN MATERI
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan, yang
dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk secara aktif menjadi pencari informasi, serta memberikan ruang yang cukup
bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta
didik dan mata pelajaran, yang meliputi proses observasi, bertanya, mengumpulkan
informasi, asosiasi/ analisis, dan komunikasi. Untuk pembelajaran yang berkenaan
dengan KD yang bersifat prosedur untuk melakukan sesuatu, guru memfasilitasi agar
peserta didik dapat melakukan pengamatan terhadap pemodelan/ demonstrasi oleh guru
atau ahli, peserta didik menirukan, selanjutnya guru melakukan pengecekan dan
pemberian umpan balik, dan latihan lanjutan kepada peserta didik.
Dalam setiap kegiatan guru harus memperhatikan kompetensi yang terkait dengan
sikap seperti jujur, teliti, kerja sama, toleransi, disiplin, taat aturan, menghargai pendapat
orang lain yang tercantum dalam silabus dan RPP. Cara pengumpulan data sedapat
mungkin relevan dengan jenis data yang dieksplorasi, misalnya, di laboratorium, studio,
lapangan, perpustakaan, museum, dan sebagainya. Sebelum menggunakannya peserta
didik harus tahu dan terlatih, dilanjutkan dengan menerapkannya.
Berikut ini adalah contoh aplikasi dari kelima kegiatan belajar (learning event)
yang diuraikan dalam tabel diatas.
a. Mengamati
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan: melihat,
menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta didik untuk
melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan (melihat, membaca,
mendengar) hal-hal yang penting dari suatu benda atau objek pendidikan agama
Islam, misalnya, menyimak video qiroah atau film Islami.
b. Menanya
Setelah kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada
peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak, dibaca atau
dilihat. Guru perlu membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan pertanyaan:
pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai kepada yang
abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal lain yang lebih
abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada pertanyaan yang bersifat
hipotetik.
Dalam tahapan ini, peserta didik dilatih menggunakan pertanyaan dari guru,
mungkin masih memerlukan bantuan guru untuk mengajukan pertanyaan sampai ke
tingkat kemampuan mengajukan pertanyaan secara mandiri. Dari kegiatan kedua
dihasilkan sejumlah pertanyaan. Melalui kegiatan bertanya dikembangkan rasa ingin
tahu peserta didik. Semakin terlatih dalam bertanya maka rasa ingin tahu semakin
dapat dikembangkan.
Pertanyaan yang dilatihkan kepada peserta didik akan menjadi dasar untuk
mencari informasi lebih lanjut, lebih mendalam dan beragam dari sumber yang
ditentukan guru sampai yang ditentukan peserta didik sendiri, dari sumber yang
tunggal sampai sumber yang beragam. Pertanyaan dapat disusun secara individu
maupun kelompok.
c. Mengumpulkan Informasi
Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi dari
berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat membaca buku
yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang lebih teliti, atau bahkan
melakukan eksperimen. Dari kegiatan tersebut terkumpul sejumlah informasi.
d. Mengasosiasikan Informasi
Informasi yang terkumpul menjadi dasar bagi kegiatan berikutnya yaitu
mengasosiasi atau memproses informasi untuk menemukan keterkaitan satu informasi
dengan informasi lainnya, menemukan pola dari keterkaitan informasi dan bahkan
mengambil berbagai kesimpulan dari kumpulan data yang telah ditemukan.
e. Mengkomunikasikan Hasil
Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang ditemukan
dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan menemukan pola. Hasil
tersebut disampaikan di kelas dan dinilai oleh guru sebagai hasil belajar peserta didik
atau kelompok peserta didik tersebut. Dalam kegiatan pembelajaran K-13 ini peserta
didik dikondisikan untuk selalu aktif.
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama-sama dengan peserta didik dan/ atau sendiri
membuat rangkuman/ simpulan pelajaran, melakukan penilaian dan/ atau refleksi
terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram,
memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran, merencanakan
kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan
konseling dan/ atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai
dengan hasil belajar peserta didik, dan menyampaikan rencana pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
Perlu diingat, bahwa KD-KD diorganisasikan kedalam empat ( 4 ) KI. KI-1
berkaitan dengan sikap diri terhadap Tuhan Yang Maha Esa. KI-2 berkaitan dengan
karakter diri dan sikap sosial. KI-3 berisi KD tentang pengetahuan terhadap materi
ajar, sedangkan KI-4 berisi KD tentang penyajian pengetahuan. KI-1, KI-2, dan KI-4
harus dikembangkan dan ditumbuhkan melalui proses pembelajaran setiap materi pokok
yang tercantum dalam KI-3, untuk semua mata pelajaran. KI-1 dan KI-2 tidak diajarkan
langsung, tetapi “tidak langsung” (indirect teaching) pada setiap kegiatan pembelajaran.
8. Debat Berantai
Strategi debat berantai ini tepat diterapkan pada kelas MA. Kombinasi strateginya
adalah debat berantai dengan model pembelajaran problem based learning.
Langkah-langkah penerapan strategi ini adalah:
a. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok kecil;
b. Masing-masing kelompok ditunjuk koordinator untuk menulis;
c. Mereka diberi konsep atau gagasan yang mengundang pro-kontra;
d. Masing-masing kelompok memberikan pendapatnya dengan cara:
1) Koordinator mengatur posisi duduk melingkar;
2) Setiap anggota kelompok menyampaikan ide setuju dengan alasannya, bergantian
anggota yang lain tidak setuju dengan alasannya;
3) Pada putaran kedua, anggota yang tadi setuju berganti menyampaikan ide tidak
setuju disertai alasan, sementara yang tidak setuju berganti menyampaikan
setuju disertai alasannya, demikian hingga semua anggota selesai menyampaikan
pendapat bebasnya.
e. Guru meminta siswa secara sukarela maju ke depan untuk menuliskan alasan yang
setuju dan tidak setuju dari masing-masing kelompok tadi;
f. Guru menyimpulkan dan melakukan refleksi serta tindak lanjut.
1. Formasi Huruf U
Formasi ini dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Para peserta didik dapat melihat
guru dan/atau melihat media visual dengan mudah dan mereka dapat saling berhadapan
langsung satu dengan yang lain. Susunan ini ideal untuk membagi bahan pelajaran kepada
peserta didik secara cepat karena guru dapat masuk ke huruf U dan berjalan ke berbagai
arah dengan seperangkat materi.
Guru dapat menyusun meja dan kursi dalam format U sebagai berikut:
Selain model di atas, formasi U berikut ini memungkinkan kelompok kecil yang
terdiri dari tiga peserta didik atau lebih dapat keluar masuk dari tempatnya dengan mudah.
2. Formasi Lingkaran
Para peserta didik duduk pada sebuah lingkaran tanpa meja atau kursi untuk
melakukan interaksi berhadap-hadapan secara langsung. Sebuah lingkaran ideal untuk
diskusi kelompok penuh.
Jika guru menginginkan peserta didik memiliki tempat untuk menulis, hendaknya
digunakan susunan peripheral, yakni meja ditempatkan di belakang peserta didik. Guru
dapat menyuruh peserta didik memutar kursi-kursinya melingkar ketika guru
menginginkan diskusi kelompok.
4. Kelas Tradisional
Jika tidak ada cara untuk membuat lingkaran dari baris lurus yang berupa meja kursi,
guru dapat mencoba mengelompokkan kursi-kursi dalam pasangan-pasangan yang
memungkinkan penggunan teman belajar. Guru dapat mencoba membuat nomor genap
dari baris-baris ruangan yang cukup diantara mereka sehingga pasangan-pasangan peserta
didik pada baris-baris nomor ganjil dapat memutar kursi-kursi mereka melingkar dan
membuat persegi panjang dengan pasangan tempat duduk persis di belakang mereka pada
baris berikutnya.
Format atau setting kelas ini banyak digunakan di lembaga pendidikan manapun
karena paling mudah dan sederhana. Tetapi secara psikologis, bila digunakan sepanjang
masa tanpa variasi format lain akan berpengaruh terhadap gape psikologis peserta didik
seperti merasa minder, takut dan tidak terbuka dengan teman, karena sesama peserta didik
tidak pernah saling berhadapan (face to face) dan hanya melihat punggung temannya
sepanjang tahun dalam belajar.
Meskipun demikian tidak berarti format kelas seperti ini tidak bisa digunakan untuk
pembelajaran aktif, tentu hal ini tergantung bagaimana guru menciptakan suasana belajar
aktif dengan strategi yang tepat. Berikut ini tampak gambar/ formasi kelas tradisional:
KEGIATAN BELAJAR 3:
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
DALAM KURIKULUM 2013
INDIKATOR KOMPETENSI
URAIAN MATERI
Pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam mata pelajaran apa saja, tidak
terkecuali mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti. Menurut konsep
CTL, b elajar akan lebih bermakna jika anak didik ‘mengalami’ apa yang dipelajarinya,
bukan sekedar ‘mengetahui’ apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang berorientasi pada
target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi ‘mengingat’ jangka
pendek, tetapi gagal dalam membekali anak didik memecahkan persoalan dalam
kehidupan jangka panjang (Hernowo, 2005: 61).
CTL merupakan konsep belajar yang membantu para guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran
berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan
transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses pembelajaran lebih dipentingkan
daripada hasil.
Dari konsep tersebut ada tiga (3) hal yang harus dipahami. Pertama, CTL
menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi. Artinya, proses
belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam
konteks CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, tetapi yang
diutamakan adalah proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.
Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Artinya, siswa dituntut untuk dapat menangkap
hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Hal ini sangat
penting sebab dengan mengkorelasikan materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata,
materi yang dipelajarinya itu akan bermakna secara fungsional dan tertanam erat dalam
memori siswa sehingga tidak akan mudah terlupakan.
Ketiga, CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan pengetahuannya dalam
kehidupan. Artinya, CTL tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, tetapi bagaimana materi itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan
sehari-hari. Materi pelajaran dalam konteks CTL tidak untuk ditumpuk di otak dan
kemudian dilupakan, tetapi sebagai bekal bagi mereka dalam kehidupan nyata.
Terdapat lima (5) karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang
menggunakan CTL:
a. Dalam CTL pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah
ada (activing knowledge). Artinya, apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan
diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama
lain.
b. Pembelajaran yang kontekstual adalah pembelajaran dalam rangka memperoleh dan
menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu dapat
diperoleh dengan cara deduktif. Artinya, pembelajaran dimulai dengan mempelajari
secara keseluruhan kemudian memperhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) berarti pengetahuan yang
diperoleh bukan untuk dihafal, melainkan untuk dipahami dan diyakini.
d. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge).
Artinya, pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan
dalam kehidupan nyata.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan
pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan
penyempurnaan strategi.
5. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan kegiatan pembelajaran yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki sesuatu (benda,
manusia atau peristiwa) secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri.
Pembelajaran inkuiri menekankan kepada proses mencari dan menemukan. Materi
pelajaran tidak diberikan secara langsung. Peran siswa dalam pembelajaran ini adalah
mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran, sedangkan guru berperan sebagai
“fasilitator” dan “pembimbing” siswa untuk belajar. Pembelajaran inkuiri merupakan
rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir kritis dan analitis
untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.
Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara guru dan siswa.
Pembelajaran ini sering juga dinamakan pembelajaran heuristic, yang berasal dari bahasa
Yunani, yaitu heuriskein yang berarti “saya menemukan”.
Joyce (Gulo, 2005) mengemukakan kondisi-kondisi umum yang merupakan syarat
bagi timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa, yaitu: 1) aspek sosial di dalam kelas dan
suasana bebas-terbuka dan permisif yang mengundang siswa berdiskusi; 2) berfokus pada
hipotesis yang perlu diuji kebenarannya; dan 3) penggunaan fakta sebagai evidensi dan
di dalam proses pembelajaran dibicarakan validitas dan reliabilitas tentang fakta,
sebagaimana lazimnya dalam pengujian hipotesis.
a. Ciri-ciri Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri memiliki beberapa ciri, di antaranya: Pertama, pembelajaran
inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan
menemukan. Artinya, pada pembelajaran inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek
belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima
materi pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk
menemukan sendiri inti dari materi pelajaran itu sendiri.
Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan
menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan, sehingga diharapkan
dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self belief). Dengan demikian, pada
pembelajaran inkuiri menempatkan guru bukan sebagai satu-satunya sumber
belajar, tetapi lebih diposisikan sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa.
Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya jawab antara
guru dan siswa. Karena itu kemampuan guru dalam menggunakan teknik bertanya
merupakan syarat utama dalam melakukan inkuiri. Guru dalam mengembangkan sikap
inkuiri di kelas mempunyai peranan sebagai konselor, konsultan, teman yang kritis
dan fasilitator. Ia harus dapat membimbing dan merefleksikan pengalaman kelompok,
serta memberi kemudahan bagi kerja kelompok.
Ketiga, tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah mengembangkan kemampuan
berpikir secara sistematis, logis, dan kritis, atau mengembangkan kemampuan
intelektual sebagai bagian dari proses mental. Dengan demikian, dalam pembelajaran
inkuiri siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai materi pelajaran, akan tetapi
bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang hanya
menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan kemampuan berpikir secara
optimal. Sebaliknya, siswa akan dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya
manakala ia bisa menguasai materi pelajaran.
b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri mengacu pada prinsip-prinsip berikut ini:
1) Berorientasi pada Pengembangan Intelektual. Tujuan utama dari pembelajaran
inkuiri adalah pengembangan kemampuan berpikir. Dengan demikian,
pembelajaran ini selain berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi pada
proses belajar.
2) Prinsip Interaksi. Proses pembelajaran pada dasarnya adalah proses interaksi, baik
interaksi antara siswa maupun interaksi siswa dengan guru, bahkan interaksi antara
siswa dengan lingkungan. Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti
menempatkan guru bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur
lingkungan atau pengatur interaksi itu sendiri.
3) Prinsip Bertanya. Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakan
pembelajaran ini adalah guru sebagai penanya. Sebab, kemampuan siswa untuk
menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah merupakan sebagian dari proses
berpikir. Dalam hal ini, kemampuan guru untuk bertanya dalam setiap langkah
inkuiri sangat diperlukan. Di samping itu, pada pembelajaran ini juga perlu
dikembangkan sikap kritis siswa dengan selalu bertanya dan mempertanyakan
berbagai fenomena yang sedang dipelajarinya.
4) Prinsip Belajar untuk Berpikir. Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta,
akan tetapi belajar adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses
mengembangkan potensi seluruh otak. Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan
dan penggunaan otak secara maksimal.
5) Prinsip Keterbukaan. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran yang
menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus dibuktikan
kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk memberikan
kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan secara terbuka
membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukannya.
c. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pembelajaran Inkuiri
Proses pembelajaran inkuiri dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1) Merumuskan masalah; kemampuan yang dituntut adalah: (1) kesadaran terhadap
masalah; (2) melihat pentingnya masalah dan (3) merumuskan masalah.
2) Mengembangkan hipotesis; kemampuan yang dituntut dalam mengembangkan
hipotesis ini adalah: (1) menguji dan menggolongkan data yang dapat diperoleh;
(2) melihat dan merumuskan hubungan yang ada secara logis; dan (3) merumuskan
hipotesis.
3) Menguji jawaban tentatif; kemampuan yang dituntut adalah: (1) merakit peristiwa,
terdiri dari: mengidentifikasi peristiwa yang dibutuhkan, mengumpulkan data, dan
mengevaluasi data; (2) menyusun data, terdiri dari: mentranslasikan data,
menginterpretasikan data dan mengklasifikasikan data; (3) analisis data, terdiri dari:
melihat hubungan, mencatat persamaan dan perbedaan, dan mengidentifikasikan
trend, sekuensi, dan keteraturan.
4) Menarik kesimpulan; kemampuan yang dituntut adalah: (1) mencari pola dan
makna hubungan; dan (2) merumuskan kesimpulan.
5) Menerapkan kesimpulan dan generalisasi.
d. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran yang banyak dianjurkan,
karena memiliki beberapa keunggulan, diantaranya:
1) Pembelajaran ini merupakan pembelajaran yang menekankan kepada
pengembangan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang, sehingga
pembelajaran melalui model ini dianggap jauh lebih bermakna.
2) Pembelajaran ini dapat memberikan ruang kepada siswa untuk belajar sesuai
dengan gaya belajar mereka.
3) Pembelajaran ini merupakan strategi yang dianggap sesuai dengan perkembangan
psikologi belajar modern yang menganggap belajar adalah proses perubahan
tingkah laku berkat adanya pengalaman.
4) Keuntungan lain adalah dapat melayani kebutuhan siswa yang memiliki
kemampuan di atas rata-rata. Artinya, siswa yang memiliki kemampuan belajar
bagus tidak akan terhambat oleh siswa yang lemah dalam belajar.
Di samping memiliki keunggulan, pembelajaran ini juga mempunyai kelemahan,
diantaranya:
1) Sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan siswa.
2) Sulit dalam merencanakan pembelajaran oleh karena terbentur dengan kebiasaan
siswa dalam belajar.
3) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang
panjang sehingga sering guru sulit menyesuaikannya dengan waktu yang telah
ditentukan.
4) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan siswa menguasai
materi pelajaran, maka strategi ini tampaknya akan sulit diimplementasikan.
dan seterusnya
KEGIATAN BELAJAR 4:
TECHNOLOGICAL, PEDAGOGICAL
AND CONTENT KNOWLEDGE
(TPACK)
DALAM PEMBELAJARAN PAI
INDIKATOR KOMPETENSI
URAIAN MATERI
Beberapa cara yang bisa digunakan adalah dengan menggunakan aplikasi yang
bertebaran di internet. Ada yang gratis ada juga yang berbayar. Salah satu yang bisa
digunakan dalam CBI yang mudah adalah menggunakan web-based learning. Guru bisa
memanfaatkan web sebagai bahan untuk belajar, baik web milik orang lain yang
sudah established atau membuat web sendiri sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Beberapa social software yang bisa digunakan adalah blog seperti di Blogspot,
WordPress, EzBlogWorld, Bachraich Blog, Getablog atau seperti Wiki dan Podcast. Guru
tinggal mendesain blognya atau Wiki dan Podcastnya sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Siswa bisa belajar di mana saja dan kapan saja.
Agar TPACK bisa menjadi sebuah ekosistem pendidikan berbasis data, maka guru
atau sekolah harus mengembangkan aplikasi komputer. Data-data harus lengkap sehingga
isi dari aplikasinya disinyalir dapat membantu siswa belajar dengan cepat dan mudah.
Ada dua (2) model yang bisa dikembangkan dalam TPACK bebasis data ini, yaitu: a.
TPACK sebagai model untuk membantu siswa belajar tambahan di rumah dan sekolah
dapat mengontrol belajarnya secara sistematis, atau b. TPACK sebagai model global yang
bisa diakses oleh semua orang untuk belajar. Ruangguru.com adalah salah satu contoh
yang mengaplikasikan TPACK dalam dimensi pendidikan yang global tanpa terikat
dengan lembaga pendidikan tertentu. Situs ini mengambil ruang bimbel online dengan
pola bisnis adsense.
Beberapa strategi TPACK yang dijelaskan di atas menjadi bagian dari peluang
implementasi TPACK di Dikdasmen. Ini sangat mungkin dilakukan dan sangat mudah
dan murah. Peluang lain adalah berdimensi ekonomis dimana setiap guru yang memiliki
konsistensi dalam menggunakan blog (misalnya) dapat mendaftarkan diri ke adsense
semacam Google Adsense atau Facebook Adsense. Dari konsistensi data yang dibuat oleh
guru atau sekolah, adsense akan menjual data kepada pengiklan sehingga para siswa yang
sedang belajar akan disuguhi iklan yang sesuai dengan tujuan blog.
Guru yang memiliki blog akan dapat uang yang besar dalam “menjual data” kepada
siswanya. Hal ini bisa menjadi peluang kesejahteraan ekonomi baru di era digital. Dalam
beberapa kasus, peluang ini tidak baik karena iklan akan mengganggu proses belajar
online. Tapi dalam beberapa konteks, keuntungan adsense bila diperbolehkan akan
menyemangati guru dalam kreatifitas pengembangan belajar online.
Tantangan terbesar dalam melakukan TPACK di Dikdasmen adalah kualifikasi
guru dalam bidang pengetahuan teknologi komputer (dan turunannya semacam
smartphone, phablet, tablet dan sejenisnya). Tidak semua guru memahami teknologi ini
sebagai sebuah kemampuan yang penting di luar pedagogis dan pengetahuan substansi
mata pelajaran yang diajarkannya. Bila mereka tidak tahu teknologinya, maka TPACK
tidak akan berhasil.
Solusi yang paling memungkinkan adalah melatih guru dalam memahami teknologi
komputer/informasi (TI) terlebih dahulu. Baik TI tingkat sederhana seperti yang
dilakukan dalam CAI atau TI lebih rumit dengan menggunakan CBI dan pengembangan
aplikasi. Bila guru sudah mampu memahami paradigma atau pola kerja komputer serta
ingin berani mengintegrasikan dalam pembelajaran, maka langkah ini adalah langkah
pertama yang bisa mensukseskan TPACK langkah berikutnya. Guru yang tidak
menguasai secara penuh, bisa mempelajari dasar-dasarnya dengan meminta bantuan ahli
untuk mengembangkan blog atau aplikasi yang diinginkannya.
Di samping guru, tantangan terbesar adalah insfrastruktur berupa alat-alat komputer
dan akses internet yang baik. Pendanaan yang tidak murah harus dipersiapkan oleh
sekolah dalam implementasi TPACK. Bagi sekolah di pusat kota dengan siswa yang
relatif memiliki perlengkapan seperti laptop dan/atau android, mereka akan lebih mudah
untuk dimigrasikan kepada TPACK. Tapi, bagi mereka yang di pedalaman, hal ini
membutuhkan pendanaan yang besar yang harus disediakan oleh sekolah (pemerintah)
dan mengubah paradigma terlebih dahulu.