Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok
Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok
Budidaya Ikan Lele Sistem Bioflok
KATA PENGANTAR
P
emerintah Indonesia menghadapi tantangan yang cukup
besar tidak hanya untuk meningkatkan produksi ikan
budidaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam
negeri, namun juga untuk pasar ekspor yang mempunyai berbagai
persyaratan. Pemenuhan persyaratan tersebut merupakan
keharusan dalam memenangkan persaingan di pasar regional dan
internasional, yang menentukan keberterimaan dan daya saing
produk perikanan budidaya. Upaya untuk menghasilkan produk
perikanan budidaya yang memenuhi persayaratan mutu dan
keamanan pangan harus dilaksanakan sejalan dengan upaya
peningkatan produksi perikanan budidaya.
Berdasarkan FAO The State of World Fisheries and
Aquaculture 2016, produksi perikanan budidaya tahun 2014
Indonesia di Asia Tenggara adalah yang terbesar, sedangkan
dibandingkan dengan seluruh dunia merupakan produsen terbesar
ketiga, setelah China dan India. Hal ini menunjukkan kepentingan
Indonesia yang sangat besar untuk meningkatkan daya saing dan
keberterimaan produknya di pasar regional dan internasional.
Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang
berasal dari Afrika yaitu lele dumbo (Clarias gariepinus) dan lele
lokal (Clarias batrachus) dan sudah dibudidayakan secara komersial
oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Budidaya lele
berkembang pesat dikarenakan 1) dapat dibudidayakan di lahan dan
sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, 2) teknologi
budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, 3) pemasarannya
relatif mudah, 4) modal usaha yang dibutuhkan relatif rendah serta
5) waktu usaha yang dibutuhkan tidak terlalu lama.
Seiring dengan semakin tingginya permintaan ikan lele,
membuat peluang bisnis budidayanya semakin terbuka. Budidaya
ikan lele, baik pembenihan maupun pembesaran dapat dijalankan
dengan modal besar, tetapi dengan jumlah modal terbataspun dapat
dilakukan.
K
lasifikasi ikan lele dumbo menurut Hasanuddin Saanin
dalam Djatmika et al (1986) secara lengkap sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Metazoa
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub ordo : Siluroidea
Famili : Clariidae
Genus : Clarias
Spesies : Clarias spp
Penyebutan nama ikan lele di berbagai negara berbeda-beda.
Ikan lele ada yang dikenal dengan sebutan keli (Malaysia), plamond
(Thailand), catetrang (Jepang), mali (Afrika), gura magura
(Srilangka), dan catfish (Inggris). Di berbagai daerah di Indonesia,
lele disebut ikan keli atau keeling (Makasar/Sulawesi), lele (Pulau
Jawa), pintet (Kalimantan), kalang (Sumatera). Disebut catfish
karena ikan ini mempunyai kumis seperti kucing. Istilah ini juga
berlaku bagi jenis ikan lain yang juga berkumis, seperti : patin dan
baung. Beberapa spesies ikan lele yang ada di Indonesia diantaranya :
Clarias melanoderma, Clarias nieuhofii, Clarias teijsmanii, Clarias
macrochepalus, Clarias batrachus dan Clarias leiacanthus (Surya
Gunawan, 2009).
A B
C D
Gambar 2.
Perbedaan alat kelamin ikan lele jantan dan betina
2.2 Habitat
Habitat atau lingkungan hidup lele banyak ditemukan di
perairan tawar, di dataran rendah hingga sedikit payau. Di alam, ikan
lele hidup di sungai-sungai yang arusnya mengalir secara perlahan
atau lambat, kolam, danau, waduk, rawa, serta genangan air tawar
lainnya. Ikan ini lebih menyukai perairan yang tenang, tepian
dangkal dan terlindung, ikan lele memiliki kebiasaan membuat atau
menempati lubang-lubang di tepi sungai atau kolam (Rachmatun,
2007).
c. Lele keli
Lele keli (Clarias meladerma) merupakan salah satu ikan lele
lokal. Lele keli mulai dibudidayakan pada tahun 1987 oleh Sub
Balitkanwar Palembang dan berhasil dipijahkan pada tahun 1989.
Lele ini banyak ditemukan di daerah Keli, Sumatera Selatan. Karena
itulah lele ini disebut “Lele Keli”. Berdasarkan uji coba, lele keli lebih
unggul dari lele lokal. Untuk tumbuh mencapai 500 gram per ekor,
diperlukan waktu 5-6 bulan. Lele keli juga mudah beradaptasi pada
berbagai perairan tawar dan tahan terhadap serangan penyakit,
khususnya bakteri Aeromonas yang sering menyerang ikan lele.
Pertumbuhannya pun lebih cepat dari lele lokal, meskipun masih di
bawah lele dumbo.
Umumnya, lele keli mempunyai warna badan lebih gelap
(hitam kekuningan) dari lele lokal yang berwarna lebih muda
(terang), sirip-siripnya lebih lebar dari lele lokal, ukuran kepalanya
lebih besar dari lele lokal dan tidak mempunyai patil (patilnya tidak
tajam).
d. Lele sangkuriang
Lele sangkuriang (Clarias gariepinus Var) merupakan salah
satu varietas atau strain unggul yang dihasilkan oleh peneliti di
Indonesia. Lele ini merupakan hasil perbaikan genetik lele yang
dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT) Sukabumi dengan melakukan silang balik (backcross)
terhadap induk lele dumbo yang ada di Indonesia antara induk betina
generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6).
Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di BBPBAT Sukabumi
yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke
Indonesia pada tahun 1985, sedangkan induk jantan F6 merupakan
sediaan induk yang ada di BBPBAT Sukabumi. Pada tahun 1994, lele
sangkuriang resmi dilepas sebagai varietas lele unggul berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. KP.26/MEN/
2004 tertanggal 21 Juli 2004.
Lele sangkuriang memiliki keunggulan dibandingkan lele
dumbo. Keunggulan lele sangkuriang dibandingkan dengan lele
dumbo antara lain fekunditas telur yang lebih banyak, yaitu
e. Lele phyton
Lele phyton (Clarias gariepinus var) dihasilkan oleh Kelompok
Sinar Kehidupan Abadi (SKA), kelompok pembudidaya lele
Bayumundu, Pandeglang, Banten. Lele phyton merupakan lele hasil
silang antara lele dumbo asal Thailand (lele D89F2) dengan lele
dumbo asal Afrika (F6).
B
IOFLOK berasal dari kata “BIOS” artinya kehidupan dan
“FLOC atau FLOCK” artinya gumpalan. Jadi pengertian
BIOFLOK adalah kumpulan dari berbagai organisme
(bakteri, jamur, algae, protozoa, cacing, dll.) yang tergabung dalam
gumpalan (flok). Teknologi bioflok pada awalnya merupakan adopsi
dari teknologi pengolahan limbah lumpur aktif secara biologi dengan
melibatkan aktivitas mikroorganisme (seperti bakteri).
Budidaya ikan dengan menerapkan teknologi bioflok berarti
memperbanyak bakteri/mikroba yang menguntungkan dalam media
budidaya ikan, sehingga dapat memperbaiki dan menjaga kestabilan
mutu air, menekan senyawa beracun seperti amoniak, menekan
perkembangan bakteri yang merugikan (bersifat pathogen) sehingga
ikan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik (Suprapto, 2013).
Pakan
Oksigen Sumber karbon
No2 No3 N2
Benih lele TAN
Pakan yang
dak termakan Feses
Bioflok
Caranya :
a. Besi anyaman (besi wiremesh) dipotong sesuai dengan ukuran
yang diinginkan, kemudian antar buku dikaitkan dengan cincin
besi atau diikat kawat sebagai pengunci sehingga berbentuk
lingkaran (lihat gambar).
b. Kolam dapat berbentuk persegi berukuran 1x2 m2 , 2x4 m2 atau
kolam berbentuk bundar berdiameter 2 meter. Untuk kolam
berbentuk persegi, sudut dilengkungkan untuk menghindari
sudut mati.
c. Terpal/plastik dipotong sesuai dengan ukuran dan bentuk kolam
yang diinginkan, kemudian dijahit dan di lem agar tidak bocor.
Gambar 5.
Konstruksi kolam bundar dengan rangka anyaman besi
Pemasangan peralatan
Pemasangan peralatan meliputi pompa dan perlengkapannya
(selang aerator, filter dan pipa pengeluaran pompa). Setelah
pemasangan, perlu dilakukan uji coba untuk mengetahui kekuatan
aliran arus dan kemampuan pengadukannya. Aliran dibuat
melingkar sehingga endapan terjadi di bagian tengah kolam. Pompa
harus dipasang ditengah dan aliran air dikeluarkan di bagian tepi
kolam dengan arah keluar yang berlawanan.
Perlakuan (treatment)
Perlakuan (treatment) air dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
3 3
n Kapur tohor 100 gr per m /dolomit 200 gr per m /kaptan 200 gr per
3 3
m /mill 150 gr per m .
3
n Garam krosok (non-iodium) : 3 kg per m air.
3
n Probiotik 5 cc per m . Jenis probiotik yang digunakan adalah
bakteri heterotrof antara lain Bacillus subtilis, Bacillus
licheniformis, Bacillus megaterium, Bacillus polymyxa).
3
n Molase (tetes tebu) sebanyak 100 cc per m atau gula pasir 75 gr
3
per m .
n Kemudian air dibiarkan selama 7 hari atau air terlihat berubah
warna atau terasa lebih licin.
n Kolam siap ditebar benih.
Dosis Dosis
Hari ke - Hari ke -
probiotik Probiotik
-1 2 ml/m3 46 2 ml/m3
7 2 ml/m3 49 2 ml/m3
14 2 ml/m3 52 2 ml/m3
19 2 ml/m3 54 2 ml/m3
24 2 ml/m3 56 2 ml/m3
28 2 ml/m3 58 2 ml/m3
32 2 ml/m3 60 2 ml/m3
36 2 ml/m3 62 2 ml/m3
40 2 ml/m3 64 2 ml/m3
43 2 ml/m3 66 2 ml/m3
Catatan : benih yang ditebar ukuran 7-8 cm
K
egiatan budidaya lele sering dihadapkan pada permasalahan
timbulnya penyakit atau kematian ikan. Pada kegiatan
pembesaran, penyakit banyak ditimbulkan akibat buruknya
penanganan kondisi lingkungan. Penyakit didefinisikan sebagai
suatu keadaan fisik, morfologi, dan atau fungsi yang mengalami
perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab baik dari
dalam (internal) maupun dari luar (eksternal).
Beberapa upaya yang harus dilakukan dalam rangka pengen-
dalian penyakit secara keseluruhan antara lain :
a. Persiapan lahan/wadah budidaya yang baik : pengeringan,
pengapuran, pembalikan tanah dasar, dan lainnya.
b. Desinfeksi semua wadah dan peralatan sebelum dan selama
proses produksi.
c. Menjaga kualitas air pemeliharaan tetap pada kondisi yang
optimal untuk kehidupan ikan yang dibudidayakan.
d. Melakukan penebaran dengan padat tebar yang sesuai untuk
mengurangi terjadinya kontak antar ikan secara langsung dan
untuk menghindari kanibalisme.
e. Seleksi induk/benih dengan cara penggunaan benih yang sehat
(melalui screaning PCR) dan atau telah tersertifikasi.
f. Pemberian imunostimulan dan vitamin C untuk menjaga
stamina dan meningkatkan ketahanan tubuh ikan secara rutin
selama pemeliharaan.
g. Vaksinasi terhadap induk/benih untuk meningkatkan kekebalan
ikan.
Pengobatan atau penyembuhan merupakan tindakan yang
perlu dilakukan apabila alternatif penyembuhan lainnya sudah tidak
memberikan hasil yang signifikan. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam hal pengobatan adalah :
Pengendalian :
v Memperbaiki kualitas air secara keseluruhan, terutama
mengurangi kadar bahan organik terlarut dan/atau mening-
katkan frekuensi penggantian air baru.
v Kurangi pemberian pakan dan jumlah ikan dalam kolam.
v Perendaman dalam larutan garam dapur 500-1.000 ppm.
Gambar 8.
Ikan yang terinfeksi Saprolegnia spp. dan Achlya spp.
Gejala :
v Serangan bersifat akukronis hingga akut, dapat mengakibatkan
kematian hingga 100%.
v Reproduksi secara aseksual, melalui hifa fertile untuk
memproduksi spora infektif.
Pengendalian :
0
v Menaikkan dan mempertahankan suhu air > 28 C dan/atau
penggantian air baru yang lebih sering.
v Garam dapur pada konsentrasi 1-10 promil selama 10-60 menit.
Gejala :
v ikan yang diserang sangat lemah dan selalu timbul di permukaan
air.
v Terdapat bintik-bintik berwarna putih pada kulit, sirip dan
insang.
P emanenan ikan
lele di kolam
dapat dilakukan
dengan cara panen
sortir atau dengan
panen total (semua).
Panen sortir adalah
dengan memilih ikan
yang sudah layak
untuk dikonsumsi/
sesuai dengan
keinginan pasar,
Gambar 11. Ikan lele ukuran konsumsi
kemudian ukuran yang kecil dipelihara kembali. Panen total
biasanya dengan menambah umur ikan agar ikan dapat dipanen
semua dengan ukuran yang sesuai keinginan pasar.
Ikan lele akan mencapai ukuran konsumsi setelah dibesarkan
selama 50-80 hari, dengan ukuran panen antara 75-150 gram/ekor.
Dalam teknologi bioflok FCR dapat ditekan menjadi 0,7. Pemanenan
dilakukan dengan cara membuka saluran pembuangan air kolam.
Ikan lele akan berkumpul, sehingga mudah ditangkap dengan
menggunakan waring atau lambit. Cara lain pemanenan yaitu
dengan menggunakan pipa ruas bambu atau pipa paralon/bambu
diletakkan di dasar kolam, pada waktu air kolam disurutkan, ikan
lele akan masuk ke dalam ruas bambu/paralon, maka dengan mudah
ikan dapat ditangkap atau diangkat. Ikan lele hasil tangkapan
dikumpulkan pada wadah berupa ayakan/happa yang dipasang di
kolam yang airnya terus mengalir untuk diistirahatkan sebelum
ikan-ikan tersebut diangkut untuk dipasarkan.
Ikan lele yang dipanen kemudian dipacking dalam kemasan
plastik untuk diangkut/dipasarkan, dengan terlebih dahulu
dilakukan pemberokan guna mengurangi kematian ikan sampai
daerah pemasaran.
D
alam aplikasi penerapan teknologi bioflok pada usaha
budidaya ikan lele sering ditemukan beberapa masalah
antara lain:
a. Probiotik
Pada umumnya pembudidaya banyak yang salah dalam
memilih jenis probiotik yang digunakan. Untuk membentuk floc,
probiotik yang digunakan harus spesifik. Oleh karena itu bakteri
yang digunakan harus dari kelompok bakteri heterotrof. Dari
kelompok bacillus terdiri dari Bacillus subtilis, Bacillus
Lycheniformis, Bacillus megaterium dan Lactobacillus dan dari
kelompok fotosintetik yang terdiri dari Rhodobacter dan
Rhodospirilum. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya
pembudidaya menggunakan produk yang sudah terbukti di lapangan
sehingga lebih efisien waktu dan memperkecil resiko kegagalan.
d. Air bau
Kasus air bau biasanya disebabkan oleh pemberian pakan yang
berlebihan, terjadinya kematian bakteri secara massal, dasar kolam
terlalu kotor serta pH air rendah. Menumpuknya kotoran didasar
kolam menyebabkan perombakan bahan organik secara berlebihan
sehingga terjadi penumpukan amoniak yang sangat tinggi. Tindakan
yang harus dilakukan yaitu mengganti air sebanyak 30%, menambah
aerasi, probiotik dan molase (tetes), diikuti dengan pengapuran pada
malam hari. Lakukan penyifonan dan berikan garam secukupnya
(250-500 gram/m3).
e. Lele menggantung
Ikan lele menggantung sebagian atau seluruhnya biasanya
disebabkan oleh kualitas air kurang baik, kelebihan pakan, atau
terserang penyakit baik yang disebabkan oleh bakteri maupun
parasit. Sebaiknya ambil beberapa ekor untuk dijadikan sampel
pemeriksaan di laboratorium, demikian juga terhadap kualitas air
medianya.
h. Pemberian molase
Pemberian molase dapat menimbulkan masalah bila tidak hati-
hati karena molase dapat merangsang perkembangan bakteri.
Sebagai contoh bakteri Methanobacter, dapat memfermentasi molase
menjadi gas metana yang dapat menyebabkan kematian ikan.
Sebaiknya sebelum diberikan kedalam kolam, rebuslah molase agar
bakteri mati. Saat perlakukan, berikan aerasi yang cukup.
j. SDM
Kompetensi sumberdaya manusia masih belum memadai.
Sehingga perlu dilakukan sosialisasi, pelatihan, transformasi
teknologi, serta pembentukan sikap mental.
D
i dalam dunia bisnis, analisa usaha merupakan kegiatan yang
sangat penting, karena dari analisa usaha tersebut dapat
diketahui besarnya keuntungan usaha tersebut. Analisa
usaha lele sangatlah bervariasi, dan ini disebabkan oleh perhitungan
biaya operasional yang dipengaruhi oleh besarnya unit usaha, alat
dan bahan yang digunakan, serta letak lokasi usaha. Besarnya biaya
yang tercantum dalam analisa usaha ini dapat berubah setiap waktu
menurut kondisi, besar usaha serta pasarnya. Analisa usaha
budidaya lele intensif dengan penerapan teknologi bioflok dapat
dilihat pada Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6.
Contoh analisa usaha budidaya lele intensif dengan biook
Keterangan
1 siklus : 2,5 bulan SR : 85%
1 tahun : 4 (empat) siklus Kepadatan : 1.071 ekor/m
FCR : 0.7 Ukuran benih : 7-8 cm/ekor
328.000.000
NET BENEFIT COST B/C ra o = = 1,206
(B/C ra o
271.850.000
Ar nya usaha tersebut masih layak diteruskan.
B
erikut adalah contoh standar prosedur operasional untuk
budidaya ikan lele sistem bioflok di bak bulat ukuran diameter
3 m dan ketinggian air 60-80 cm untuk padat tebar 500
3
ekor/m atau (3000 ekor benih/bak, ukuran 8-9 cm).
8. 1 Persiapan Air
1. Bersihkan bak dan jemur selama sekitar 12 jam (Ukuran
bak : Diameter 3 m).
2. Isi bak dengan air sumur setinggi 70 cm (volume sekitar
3
5m )
3. Hidupkan aerasi terus menerus
4. Pada setiap bak, masukkan secara berurut:
n Kapur tohor 250 gram per bak (50 gram/m3)
3
n Kapur dolomit 400 gram per bak (80 gram/m )
n Garam 10 kilogram per bak (2 kg/m3)
n Biolacto 1 sendok makan penuh (sekitar 5 gram) per bak
(1 gram/m3);
3
5. Molase 500 mL (100 ml/m )
6. Air media siap digunakan setelah minimal 4 hari dan
maksimal 10 hari
7. Bila lebih dari 10 hari: Masukkan dolomit 0.4 kg dan
Biolacto 1 sendok makan per bak
8. 2 Persiapan Benih
1. Cek kesehatan benih
n Semua benih berenang lincah (tidak ada yang
menggantung);
n Berlendir normal (tubuh licin);
8. 3 Pengelolaan Pakan
1. Persiapkan pakan:
n Larutkan probiotik Thionat 1 sendok makan penuh
dalam 2 liter air;
n Aduk 1 kg pakan dengan 1 gelas (250 mL) larutan
probiotik;
n Simpan pakan pada wadah tertutup;
n Adukan pagi untuk diberikan sore, adukan sore untuk
diberikan pagi;
n Adukan pakan dapat bertahan sampai 5 hari atau
sampai tidak ada jamur hitam/kuning;
n Adukan untuk pakan pertama sekitar 2 kg, adukan
selanjutnya sesuai respon makan.
2. Berikan pakan 2 x per hari sesuai respon makan (2-5 menit).
Berikan pakan pada satu wadah hingga selesai baru pindah
ke wadah berikutnya. Jeda pemberian akan menyebabkan
ikanyang sudah makan memakan pakan kembali.
8. 6 Pemanenan Ikan
1. Lakukan panen parsial bila ada kebutuhan atau
permintaan pasar dan panen total setelah 90 hari;
2. Pada panen parsial, pilih ikan sesuai ukuran yang
dikehendaki. Gunakan keranjang grading sesuai ukuran
seleksi yang diinginkan;
3. Ikan yang tidak terpilih dipelihara lebih lanjut pada bak
yang dipersiapkan:
a Bersihkan bak yang kosong,
a Isi bak dengan air dari bak yang ada ikannya (ikan
sehat) sampai 15 cm,
a Tambahkan air bersih sampai kedalaman 50 cm,
a Masukkan aerasi terus menerus,
a Tambahkan garam 3 kg per bak,
a Tambahkan kapur dolomit 400 gram per bak,
a Tambahkan probiotik Biolacto 1 sendok makan peres;
a Masukkan ikan yang tidak terpilih,
a Puasakan ikan sekitar 24 jam,
a Pemberian makan seperti pada pemeliharaan.
DAFTAR PUSTAKA