Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Bab 1-5 Ta Bella Tri A

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kecenderungan riset produk olahan pangan (makanan dan minuman) saat ini
sangat dipengaruhi oleh semakin meningkatnya pemahaman dan keadaan
masyarakat tentang pentingnya hubungan kesehatan dan kebugaran.Sebagai
salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia, minyak inti sawit dari
tanaman kelapa sawit sangat potensil untuk dikembangkan menjadi produk-
produk olahan pangan yang mampu memenuhi tuntutan konsumen yang
tidak sekedar menuntut nutrisi dan kelezatan tetapi juga adanya manfaat-
manfaat lain yang dapat diperoleh dari minyak inti sawit (Hariadi, 2013).

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki potensi pengembangan


kelapa sawit yang cukup besar. Salah satu pemanfaatan kelapa sawit adalah
sebagai bahan baku pembuatan non dairy creamer. Non dairy creamer adalah
produk pengganti susu atau krim yang merupakan emulsi lemak dalam air,
dibuat dari minyak nabati dengan penambahan bahan tambahan yang
diizinkan. Secara fungsional, non dairy creamer, antara lain non dairy
creamer menggunakan minyak nabati sebagai sumber lemaknya yang aman
bagi penderita lactose intolerance. Secara ekonomi, bahan baku lemak nabati
yaitu palm kernel oil relatif lebih murah dibandingkan dengan susu, sehingga
harga produk pada akhirnya juga realtif murah dan terjangkau. Permasalahan
yang banyak dihadapi dalam pembuatan non dairy creamer adalah stabilitas
sistem emulsi yang kurang baik.

Palm Kernel Oil (PKO) atau minyak inti kelapa sawit merupakan minyak
nabati yang dapat dikonsumsi. Komposisi asam lemak minyak inti kelapa
sawit mirip dengan minyak kelapa, keduanya dikenal sebagai minyak
laurat.Berbeda dengan minyak sawit yang berwarna merah jingga, minyak
inti kelapa sawit berwarna kuning yang berasal dari olahan lanjut kernel atau
inti kelapa sawit.Minyak inti kelapa sawit lebih jenuh dibanding minyak sawit

1
dan titik leburnya lebih rendah, dengan komposisi yang mirip dengan minyak
kelapa.

Bagian inti sawit menghasilkan minyak inti sawit (palm kernel oil atau PKO)
sekitar 3-4 % (Sunarko, 2006). Menurut Bernardini (1983) minyak sawit
lebih dominan mengandung asam laurat (44-52%) dan asam miristat (12-
17%), sedangkan kandungan asam palmitat dan asam stearat masing-masing
hanya sekitar 6,5-9 % dan 1-2,5 %. Minyak sawit dan minyak inti sawit
adalah ester asam lemak dan gliserol yang disebut dengan trigliserida yang
kaya akan asam palmitat, oleat, linoleat, strearat dan gliserol.

Palm Kernel Oil terdiri dari asam lemak yang teresterifikasi dengan gliserol
sama dengan minyak biasa. Palm Kernel Oil bersifat semi padat pada suhu
ruang, namun lebih jenuh daripada minyak kelapa sawit dan minyak kelapa.

Kandungan asam lemak minyak inti sawit dapat dilihat pada Tabel 1.

2
Tabel 1.1 Kandungan Asam Lemak dalam PKO

Jenis Asam Lemak Persen

A. Asam lemak Jenuh

1. Kaprilat (C8:0) 3,87


2. Kaprat (C10:0) 3,50
3. Laur at (C12:0) 4,39
4. Miristat (C14:0) 15,35
5. Palmitat (C16:0) 8,16
6. Stearat (C18:0) 0,55
7. Arasidat (C20:0) 0,08
8. Dodekanoat(C22:0) 0,00

B. Asam Lemak Tidak Jenuh

1. Miristoleat (C14:1) 0,00


2. Palmitoleat (C16:1,n-7) 0,00
3. Oleat (C18:1,n-9) 15,35
4. Linoleat(C18;2,n-6) 3,10
5. A-Linoleat(C18:3),n-3) 0,00
6. 11- Eikosanoat(C20:1,n-9) 0,00
7. Arasidonoat(C20;4,n-6) 0,00
8. EPA(C20:5,n-3) 0,00
9. DHA(C22:6,n-3) 0,00

Sumber: Murhadi (2010)

Namun, sekarang daya guna minyak inti kelapa sawit yang berasal dari
tanaman kelapa sawit tidak hanya diproduksi untuk hal-hal yang biasa, tetapi
juga dimodifikasi dengan sentuhan teknologi tinggi untuk meningkatkan
umur simpan dan daya tarik konsumen.Oleh karena itu, sekarang muncul
berbagai jenis olahan pangan instan yang berasal dari minyak inti sawit, misal
minuman penyegar instan dan juga krimer nabati yang saat ini mulai banyak
berkembang.

Salah satu kegunaan minyak inti sawit yaitu dapat digunakan sebagai bahan
tambahan pembuatan krimer pada minuman instan dan juga bahan tambahan

3
pada kue.Produk pangan instan didefinisikan sebagai produk dalam bentuk
konsentrat atau terpekatkan dengan penghilangan air sehingga mudah
ditambah air (dingin/panas) dan mudah larut (Hartono dan Widiatmoko,
1992). Produk instan paling disukai masyarakat karena kepraktisannya yang
bisa dikonsumsi (siap saji) dengan adanya penambahan air hangat ataupun air
dingin. Menurut Verral (1984), minuman serbuk (pangan instan) dapat
diproduksi dengan biaya lebih rendah daripada minuman cair, minuman
instan juga didefinisikan sebagai produk yang tidak atau sedikit sekali
mengandung air dengan berat atau volume yang rendah. Serbuk instan yang
diperoleh harus memenuhi syarat, yaitu mudah untuk dituang tanpa
tersumbat, tidak higroskopis, tidak menggumpal, mudah dibasahi dan cepat
larut.

Meningkatnya minat konsumen terhadap suatu produk instan memberikan


dampak yang cukup besar bagi para produsen pangan. Dengan begitu dampak
tersebut juga akan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran konsumen
untuk hidup sehat. Mutu pangan tidak hanya memberikan cita rasa yang enak
dan kandungan gizi yang baik, tetapi harus aman bagi kesehatan bagi para
konsumennya. Cara produksi pangan baik (CPPB) adalah suatu pedoman
yang menjelaskan bagaimana memproduksi pangan agar bermutu, aman dan
layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat baik dari usia muda, dewasa hingga
usia tua (BPOM 2003).

1.2 Urgensi Penelitian


Salah satu upaya untuk memanfaatkan fungsi dan kelebihan minyak inti sawit
terhadap produk pangan serta meningkatkan dampak kesehatan pada tubuh
dengan mengonsumsi makanan atau minuman instan yang mengandung
minyak inti sawit yang kaya akan komposisi gizi yang sangat bermanfaat
sebab minyak sawit memiliki berbagai kandungan vitamin ataupun komponen
yang sangat baik untuk tubuh manusia.

4
1.3 Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan pemanfaatan minyak inti
kelapa sawit sebagai produk olahan pangan minuman dan makanan kesehatan
dengan tambahan gizi dari minyak inti sawit yang kaya akan vitamin yang
dapat melindungi tubuh melawan berbagai penyakit seperti jantung dan
kanker serta tidak mengandung kolestrol sehingga sinergitasnya dengan
bahan lain untuk menghasilkan produk-produk pangan akan meningkatkan
fungsi-fungsi kesehatan dan diproduksi dalam bentuk serbuk.

1.4 Target Temuan


Penelitian ini untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi kesehatan dari minyak inti
kelapa sawit dalam produk olahan pangan dan memudahkan para konsumen
dalam konsumsi produk olahan pangan khususnya dalam bentuk minuman
instan.

1.5 Kontribusi
Kontribusi penelitian ini adalah :

1) Sebagai informasi yang bermanfaat bagi pelaku industri hilir kelapa sawit
mengenai produksi minuman penyegar instan berbahan baku kelapa sawit.

2) Dapat menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk mendapat
gelar sarjana sains terapan.
3) Sebagai bahan pertimbangan untuk penulisan selanjutnya dalam
menganalisa produksi minuman penyegar instan berbahan baku kelapa
sawit.

4) Dapat dijadikan referensi untuk penelitian lebih lanjut khususnya


mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan (STIP-
AP) Medan jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan (TPHP).

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krimer Non-Susu (Non-Dairy Creamer)


Pemanfaatan industri hilir kelapa sawit pada umunya terkhusus pada
pengolahan CPO (crude palm oil) dan PKO (palm kernel oil) yang menjadi
bahan dasar pembuatan minyak goreng, kosmetik dan lain-lain. Namun
sebenarnya banyak berbagai produk hilir lain yang dapat dihasilkan dari
beberapa bagian tanaman kelapa sawit yang dapat dikembangkan lebih jauh.
Karena itu perlu adanya diversifikasi pada produk-produk turunan kelapa
sawit tersebut. Beberapa contoh produk diversifikasi kelapa sawit antara lain
krimmer non-susu (non-dairy creamer), minyak sawit merah, es krim,
margarin, mentega, shortening, vanaspati, mayonnaise, emulsifier, biodiesel
pengganti minyak bumi, bahan baku kosmetik dan oleokimia lainnya, serta
berbagai komponen kimia yang terdapat di dalam minyak sawit seperti
karotenoid, tokoferol dan tokotrienol, sterol dan fitosterol dan lain
sebagainya.

Krimer non-susu (non-dairy creamer) telah banyak digunakan secara luas


dalam industri minuman salah satunya adalah minuman 3 in 1 coffee. Produk
ini disebut sebagai krimer no-susu (non dairy creamer) karena memanfaatkan
minyak nabati sebagai bahan dasar/bahan baku seperti umumnya
pemanfaatan lemak susu dalam produk krimer susu. Potensi pemanfaatan
lemak nabati untuk pembuatan krimer non-susu (non dairy creamer)
sangatlah besar, karena lemak nabati tidak mengandung laktosa sehingga
produk krimer ini aman terhadap kesehatan bagi mereka yang menderita
lactose intolerance.Selain itu, harga lemak nabati dari kelapa sawit relatif
lebih murah dibandingkan harga dari lemak susu, sehingga produk yang
dihasilkan dapat terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat. Kelebihan lain

6
dari krimer non-susu (non dairy creamer) adalah umur produk yang lebih
panjang serta memiliki kemudahan untuk penanganan dan penyimpanannya.
Krimer non-susu (non dairy creamer) dipertimbangkan sebagai pengganti
krimer berbahan baku susu, susu evaporasi ataupun susu segar. Produk ini
sudah biasa untuk menggantikan produk krimer susu yang terdapat dalam
minuman kopi, teh dan berbagai minuman penyegar lainnya. Sebagai salah
satu bagian pengganti susu, dengan berbagai modifikasi, krimer ini juga dapat
digunakan sebagai krim dalam penyajian hidangan pencuci mulut (dessert).

Krimer non susu (non dairy creamer) disebut sebagai krimer tiruan yang
dibuat berdasarkan bahan penyusun berupa minyak nabati, protein, penstabil,
emulsifier yang digabungkan menjadi suatu larutan dan kemudian
dikeringkan dengan pengeringan semprot ataupun oven. Industri makanan,
dibutuhkan suatu standar parameter kualitas produk untuk mengatur dan
menjamin hasil yang produk atau jasa yang dihasilkan. Parameter kualitas
yang dimiliki oleh produk non dairy creamer , antara lain bulk dnsity dan
white spot. Bulk density meruapakan sifat fisik bahan pangan khusus biji-
bijian, tepung-tepungan dan serbuk.Bulk density adalah perbandingan antara
berat unit per volume dari sebuah powder dan biasanya dinyatakan dalam
bentuk g/100 ml. White spot merupakan parameter kualitas non dairy
creamer yang berbentuk bintik putih dan muncul di permukaan pada saat
dairy noncreamer dicampur dengan kopi atau minuman lain.

2.2 Parameter Kualitas


Parameter kualitas non dairy creamer harus tetap diperhatikan agar sesuai
dengan standar yang telah ditentukan dan agar tetap aman untuk
dikonsumsi.Salah satu parameter kualitas produk non dairy creamer yang
sangat penting untuk diperhatikan adalah bulk density dan white spot.

2.2.1 Bulk Density

7
Bulk density adalah parameter kualitas fisik yang dimilki oleh produk biji-
bijian, tepung-tepungan dan serbuk.Bulk density adalah perbandingan antara
berat unit per volume dari sebuah powder dan biasanya dinyatakan dalam
bentuk g/100 ml. Industri makanan menginginkan bulk density yang tinggi
agar mengurangi volume kemasan dan mengurangi biaya
pengiriman.Semakin tinggi bulk density powder semakin kecil volume
kemasan atau tempat penyimpanan yang dibutuhkan.Bulk density suatu
produk dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain kepadatan densitas,
jumlah udara yang terperangkap didalam partikel (occluded air) dan jumlah
udara yang ada di partikel (interstitial air), selain factor tersebut kondsisi
proses pengeringan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kualitas
tinggi rendahnya bulk density suatu produk, asntara lain suhu pada saat
pengeringan.

2.2.2 White Spot


White spot merupakan salah satu parameter kualitas non dairy creamer yang
berbentuk bintik putih dan muncul di permukaan krimer nabati saat dicampur
dengan jenis minuman lain. Jumlah white spot yang muncul dipermukaan
minuman saat dicampur dengan krimer nabati dapat diklasifikasikan.Suhu
transition glass dapat didefinisikan sebagai suhu dimana sistem amorf
berubah dari glassy (keras) menjadi elastis (ruby state). Suhu ini terdapat
pada bahan berupa gula yang ditambahkan dalam krimer, diduga white spot
disebabkan oleh terjadinya glass transisi pada bahan gula saat proses
pengeringan dan terbentuknya deposit krimer di dalam chamber. Deposit
krimer muncul karena kurangnya penyesuaian suhu dan udara yang biasanya
dihubungkan dengan pengaturan pengeluaran udara dan kadar air yang terlalu
tinggi pada partikel sehingga mudah melekat pada chamber.

2.3 Syarat Mutu Krimer Nabati


Menurut Badan Standarisasi Nasional (1998), krimer nabati adalah produk
olahan dari lemak nabati dengan ditambah karbohidrat yang sudah ditambah

8
bahan pangan yang sudah diizinkan, berbentuk bubuk dan dipergunakan
sebagai padanan rasa untuk makanan dan minuman. Persyaratn mutu produk
krimer nabati bubuk menurut SNI 01-4444-1998 tentang Krimer Nabati
Bubuk terdapat dalam Tabel 2.

Tabel 2.1 Sayarat Mutu Krimer Nabati Bubuk


Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Putih-krem
1.4 Penampakan - Tidak boleh ada
2. Air % gumpalan
3. Abu % Max 5.0
4. Lemak % Max 3.0
5. Bahan Tambahan Pangan Max 30.0
6. Cemaran Logam Sesuai SNI 01-0222-
6.1 Timbal (Pb) Mg/kg 1995
6.2 Tembaga (Cu) Mg/kg
6.3 Seng (Zn) Mg/kg Max 0.3
6.4 Raksa (Hg) Mg/kg Max 20.0
6.5 Timah (Sn) Mg/kg Max 40.0
7. Cemaran Arsen Mg/kg Max 0.03
8. Cemaran Mikroba Max 40.0
8.1 Angka Lempeng Total Koloni/g Max 0.1
8.2 Coliform APM/g
8.3 Salmonella sp. /25 g Max 5.0
8.4 Staphylococcus Koloni/g Max 10
ourens Negatif
Negatif

9
Badan Standarisasi Nasional 1998
Beberapa jenis krimer tidak mengandung komponen protein (milk component
casein), tetapi ada juga beberapa jenis yang menggunakan casein dalam
bentuk sodium caseinate.Krimer non-susu (non dairy creamer) ini juga
mengandung sirup glukosa dan emulsifier untuk memastikan penampilan
produk yang stabil / homogen.

Terdapat beberapa macam bentuk krimer non-susu (non dairy creamer) yang
terdapat di pasaran saat ini yaitu serbuk, cair dan beku.Diantara ketiga bentuk
tersebut, bentuk serbuk lebih banyak diminati oleh masyarakat karena
kemudahan dalam penanganan dan penyimpanannya.Krimer berfungsi untuk
mengembangkan perubahan warna yang dikehendaki dan untuk memberikan
tekstur pada makanan atau minuman yang ditambahkan krimer kedalamnya.
Penting untuk diketahui bahwa krimer non-susu (non dairy creamer)
menggunakan asam lemak jenuh yang tinggi dengan kandungan asam lemak
trans. Krimer non-susu (non dairy creamer) dengan asam lemak jenuh yang
lebih tinggi diketahui mempunyai ketahanan dan stabil terhadap oksidasi dan
ketengikan untuk jangka waktu yang lebih lama (Affandi et.,al 2003).

2.4 Palm Kernel Oil(PKO)


Palm kernel oilmerupakan minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi pelarut
dari inti kelapa sawit. Asam laurat merupakan komposisi asam lemak paling
besar didalam minyak inti kelapa sawit, oleh karena itu minyak inti kelapa
sawit dapat digolongkan ke dalam minyak asam laurat.Minyak inti sawit
mengandung berbagai komponen asam lemak.Komposisi trigliserida yang
mendominasi minyak inti sawit adalah trilanuin yaitu trigliserida dengan
asam laurat sebagai ester asam lemaknya.Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam laurat yang tinggi dan kisaran titik leleh yang sempit,
sedangkan minyak sawit mentah hanya memiliki sedikit kandungan asam
laurat dan kisaran titk leleh yang luas.

10
2.5 Klasifikasi Bahan Krimer Non-Susu (Non-Dairy Creamer)
Bahan utama non dairy creamer adalah minyak nabati, yang biasa digunakan
antara lain minyak sawit dan kelapa, disamping minyak kedelai dan jagung.
Jenis minyak yang akan digunakan disesuaikan dengan karakter krimer yang
ingin diperoleh, terutama dari segi rasa (flavor). Jenis minyak nabati juga
akan menentukan umur simpan. Krimer dengan bahan baku minyak berlemak
jenuh lebih tinggi akan lebih tahan dan stabil terhadap oksidasi penyebab
ketengikan serta penurunan mutu lainnya.

Selain disandingkan dengan berbagai minuman, kini krimer juga banyak


diaplikasikan untuk produk-produk bakery, tentunya dengan karakter dan sifat
yang disesuaikan.

Adanya inovasi krimer nabati ini tentu memberikan peluang tersendiri bagi
industri jasa boga, terutama yang menyediakan produk khusus untuk
penderita lactose intolerance (tidak bisa mengkonsumsi laktosa nabati). Di
sisi lain, harga bahan baku minyak nabati juga relatif lebih murah
dibandingkan susu, jadi penggunaan krimer nabati dapat menghemat biaya
produksi.

Hasil percobaan pembuatan krimer non-susu (non dairy creamer) oleh


Affandi et.,al(2003) dilakukan dengan menggunakan kombinasi dari lima
macam fraksi minyak sawit yaitu palm oil (PO), palm olein (POo), palm
super olein (POoo), palm kernel oil (PKO) dan palm kernel olein (PKOo).
Dari percobaan tersebut diperoleh tiga hasil krimer non-susu terbaik, yaitu
dari kombinasi antara palm olein (POo) - palm kernel oil (PKO), palm oil
(PO) – palm super olein (POoo) dan palm kernel oil (PKO) – palm super
olein (POoo).

11
2.6 Bahan Penyusun Krimer Non-Susu
Bahan penyusun krimer non-susu (non dairy creamer) antara lain adalah
emulsifier, sirup glukosa, sodium caseinate, susu bubuk dan air. Ada berbagai
emulsifier yang digunakan yaitu sari pati kedelai, tepung kanji dan juga
sodium caseinate yang masing-masing berfungsi untuk membentuk emulsi
antara fase air dan fase minyak. Sirup glukosa berfungsi untuk memberikan
rasa agar krimer yang dihasilkan tidak teralu terasa tengik, susu bubuk
berfungsi untuk memutihkan serta berperan dalam memberikan rasa kaya
susu (milk-like taste) dan aroma kaya krim (cream-like flavor).

2.6.1Emulsifier
Emulsifier adalah komponen yang dapat memungkinkan pembentukan emulsi
dikarenakan oleh kemampuannya untuk mengurangi tegangan permukaan
atau surfaktan (Surface Active Agent) (Early, 1998).Emulsi merupakan sistem
dispersi dua jenis cairan yang tidak dapat bercampur, sebagai contoh minyak
dan air.Sebuah emulsi terbagi menjadi fase luar dan fase dalam.Fase luar atau
pendispersi adalah fase kontinyu, sedangkan fase dalam atau terdispersi
adalah fase non kontinyu dan membentuk globular-globulardengan ukuran
bermacam-macam yang menentukan penampakan sebuha emulsi (Belitz dan
Grosch, 1999).

Sistem kerja emulsifier berhubungan erat dengan tegangan permukaan antara


dua fase.Selama emulsifikasi, emulsifierberfungsi menurunkan tegangan antar
muka (interfacial) sehingga mempermudah pembetukan permukaan
interfacialyang sangat luas.Emulsifier akan diadsorpsi oleh medium dispersi
lebih besar daripada zat yang terdispersi. Emulsifier yang dgunakan dalam
pangan terbagi dua, yaitu yang terdapat secara alami seperti protein,
fosfolipid (lesitin), asam empedu, glikopid dan saponin.Sedangkan emulsifier
hasil sintesis adalah mono- dan diasilgliserol beserta ester asam asetat dan
laktat, ester sorbitan asam lemak dan lain-lain (Belitz dan Grosch,

12
1999).Penggunaan emulsifier dalam bidang pangan sangat luas tetapi khusus
pada kebutuhan stabilisasi sistem dispersi.Beberapa contoh penggunaan
emulsifier dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2.2 Beberapa Contoh Penggunaan Surfaktan dan Emulsifier pada


Industri Pangan
Aplikasi dalam Produksi Fungsi

Whipped topings,icing,cakes Bahan pengaerasi


Flavor dan vitamin Pendispersi
Flavor, aroma Bahan enkapsulasi
Roti dan produk bakery lain Pelembut adonan
Pembuatan yeast dan gula De-foamer
Macaroni, pasta Pengkompleks pati
Minyak salad Anti kristalisasi
Produk bakery Anti-stalling agents
Permen, permen karet Anti-sticking agents
Margarin Anti-spattering agents
Peanut butter Penstabil disperse
Mayonnaise Stabilisasi emulsi
Topping beku, pemutih kopi Penstabil pelelehan produk beku
(krimer)
Bahan pelapis confectionary Glossifier
Produk minuman Cloudifier
Produk susu bubuk Hidrating agents
Sosis Pencegahan pemisahan lemak
Cokelat Memperbaiki sifat reologi dan
menghambat fat blooming
Produk (serbuk) instan Kelarutan
Ekstrak rempah-rempah Kelarutan
Hassenhuettl (1997)

2.6.2 Sirup Glukosa


Sirup glukosa adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama
glukosa, diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik
(Badan Standarisasi Nasional, 1992). Sirup glukosa merupakan bahan yang
sering digunakan dalam berbagai industri confectionary, pengawet, frozen
dessrtdan minuman (McDonald, 1984). Sirup glukosa juga dapat digunakan

13
sebagai pemanis bersama-sama dengan sukrosa.Sirup glukosa dibuat dari
hidrolisis asam atau enzimatik pati (Jakcson, 1995).

Sirup glukosa bukan merupakan produk yang murni tetapi merupakan


campuran dari glukosa, maltose dan dekstrin.Sirup glukosa merupakan suatu
substansi kompleks yang terdiri dari dekstrin, maltosa, dekstrosa, dan
berbagai oligosakarida, mempunyai sifat viscous dan tidak berwarna. Sirup
glukosa memiliki rasa yang relatif lebih rendah dari fruktosa, sukrosa dan
gula invert, akan tetapi memliki rasa manis yang lebih tinggi dari pemanis
lain.

Tabel 2.3. Kemanisan Relatif Beberapa Pemanis


Pemanis Rasa Manis Relatif

Fruktosa 173
Gula Invert 130
Sukrosa 100
Glukosa 74
Galaktosa 32
Maltosa 32
Laktosa 16

Gaman dan Sherrington (1992)

Sedangkan persyaratan mutu sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992


tentang sirup glukosa (Badan Standarisasi Nasional, 1992) tertera pada Tabel
5.

Tabel 2.4. Syarat Mutu Sirup Glukosa


Kriteria Uji Satuan Persyaratan

14
1. Keadaan
1.1 Bau Tidak berbau
1.2 Rasa Manis
1.3 Warna Tidak berwarna
2. Air % (b/b) Maks. 20
3. Debu % (b/b) Maks. 1
4. Gula peredeksi % (b/b) Min. 30
(dihitung sebagai
D-Glukosa) Tidak ternyata
5. Pati
6. Cemaran Logam Mg/kg Maks. 1.0
6.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maks. 10.0
6.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maks. 25.0
6.3 Seng (Zn) Mg/kg Maks. 0.5
7. Arsen (As)
8. Cemaran Mikroba Koloni/g Maks. 5 x 10
8.1 Angka Lempeng APM/g Maks. 20
Total APM/g <3
8.2 Bakteri Koloni/g Maks. 50
Coliform Koloni/g Maks. 50
8.3 E. coli
8.4 Kapang
8.5 Kamir

Badan Standarisasi Nasional (1992)

Sirup glukosa dalam pembuatan krimer non-susu berfungsi sebagai pemebri


rasa manis. Sirup glukosa lebih dipilih daripada menggunakan sukrosa (gula
pasir) karena memilki tingkat kemanisan yang lebih rendah, sehingga
diharapkan produk krimer yang dihasilkan tidak memiliki rasa yang terlalu
manis.

15
2.6.3 Sodium Caseinate
Sodium caseinate merupakan salah satu produk turunan dari kasein yang
diperoleh dengan melarutkan kasein dalam sodium hidroksida yang diikuti
dengan proses spray drying. Sodium caseinate dalam proses pembuatan
krimer non-susu ini berperan dalam memberikan rasa susu (milk-like taste),
disamping berfungsi juga untuk memekatkan, memutihkan dan aroma kaya
krim (cream-like falvor).

2.6.4 Tepung Kanji


Tepung kanji atau tepung tapioka adalah tepung yang diekstrak dari umbi
singkong. Kandungan utama tepung kanji adalah karbohidrat, dengan kadar
rendah protein, lemak jenuh dan sodium. Kandungan vitamin dan mineral di
dalamnya tidaklah signifikan.

2.6.5 Sari Pati Kedelai


Kedelai mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi karena kedelai merupakan
sumber protein, lemak, vitamin, mineral dan serat yang paling baik. Dalam
lemak kedelai terkandung beberapa fosfolida penting,yaitu lesitin, sepalin,
dan lipositol. Kedelai sudah diyakini banyak orang untuk penyembuhan
penyakit, seperti diabetes, ginjal, anemia, rematik, diare, hepatitis dan
hipertensi.Kedelai juga mengandung senyawa kimia yang dinamakan
lesitin.Lesitin adalah campuran fosfotida dan senyawa-senyawa lemak yang
meliputi fosfatidil kolin, fosfatidil etanolamin, fosfatidil inositol (penentu
mutu dan khasiatnya) dan lain sebagainya.Lesitin paling banyak diperoleh
dari kedelai.Kandungan lesitin bersama zat-zat lainnya pada kacang kedelai
sangat tinggi khasiatnya sebagai obat awet muda, penguat dan mempertinggi
daya tahan tubuh.

2.6.6 Susu Bubuk Skim

16
Susu bubu skim adalah susu tanpa lemak yang bubu susunya dibuat dengan
menghilangkan sebagian besar air dan lemak yang terdapat dalam susu. Susu
skim merupakan bagian dari susu yang krimnya diambil sebagian atau
seluruhnya. Kandungan lemak oada susu skim kurang lebih 1%. Susu skim
mengandung semua kandungan yang dimiliki susu pada umunya kecuali
lemak dan vitamin yang larut dalam lemak.

2.7 Kelapa Sawit Dalam Minuman Penyegar Instan


Pada umumnya, minuman penyegar instan saat ini menggunakan gula
pemanis dari bahan tebu yang dianggap kurang sehat dan berpotensi untuk
menimbulkan penyakit diabetes dan obesitas atau kegemukan. Seiring
berkembangnya zaman dengan semakin meingkatkannya ilmu teknologi
maka akan semakin meningkat pula pengetahuan masyarakat luas mengenai
kesadaran akan hidup sehat.

Saat ini, banyak pemanis dari bahan alami yang dapat menggeser posisi
pemanis dari bahan gula tebu, contohnya adalah gula nira batang
sawit.Batang kelapa sawit ternyata bisa menghasilkan bahan untuk gula
merah, yakni dengan mengambil nira dari umbut kelapa sawit yang sudah
ditumbang dan banyak digunakan dalam pembuatan gula merah dan minuman
penyegar.Pemanis dari nira batang kelapa sawit sudah terbukti lebih sehat
untuk kesehatan daripada pemanis dari bahan tebu yang dapat menyebabkan
diabetes dan obesitas di ruang lingkup masyarakat luas.

2.8 Minuman Penyegar Instan


2.8.1 Serbuk
Minuman serbuk adalah minuman segar dengan komposisi tertentu yang telah
diolah dan diekstrak menjadi serbuk. Kemudian serbuk tersebut dibungkus

17
dalam sachetan.Kelebihan minuman serbuk adalah bentuk minuman ini lebih
awet dan mudah untuk dibawa kemana-mana (Syaiful Anam, 2017).
Proses pembuatan minuman instan secara umum terdiri dari dua tahapan,
yaitu proses ekstraksi dan proses pengeringan atau penguapan. Pengeringan
diartikan sebagai proses penggunaan energi panas pada kondisi terkontrol
untuk memindahkan mayori tes kandungan air bahan dengan penguapan.
Proses pengeringan pada dasarnya adalah terjadinya penguapan air ke
lingkungan karena perbedaan tekanan uap air antara lingkungan dengan
bahan yang dikeringkan. Semakin tinggi perbedaan tekanan antara bahan
dengan udara pengering, semakin cepat proses penguapan (Fellows, 2000).

Pengeringan merupakan metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan


sebagian air dari suatu bahan makanan dengan cara menguapkan air tersebut
dengan bantuan energi panas. Tujuan utama pengeringan bahan makanan
adalah untuk memperpanjang umur simpan dengan mengurangi kandungan
air sehingga mikroorganisme tidak tumbuh (Muchtadi, 1989). Keuntungan
proses pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan
menjadi lebih ringan sehingga memudahkan dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengemasan (rankell, 1987) namun makanan yang
dikeringkan mempunyai nilai gizi yang rendah dibandingkan dengan bahan
segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, tekstur,
aroma dan lain-lainnya meskipun perubahan-perubahan tersebut dapat
dibatasi seminimal mungkin dengan jalan memberikan perlakuan
pendahuluan terhadap bahan pangan yang dikeringkan (Winarno dkk).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu

18
3.1.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di Palm Oleo Food Innovation House Pusat Penelitian
Kelapa Sawit (PPKS) Jalan Brigjen Katamso No 51 Medan dan Laboratorium
Fisika Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Agrobisnis Perkebunan Jalan Williem
Iskandar Medan

3.1.2 Waktu
Penelitian ini dimulai pada bulan Februari 2019 sampaiAgustus 2019, waktu
ini dimulai dari mencari tempat penelitian dan pengambilansampel sampai
pengujiankelayakansampel dan penyusunan laporan.

3.2 Desain Penelitian


Rancangan Percobaan :
Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan
3 faktor.Faktor 1 adalah konsentrasi sari pati kedelai yang terdiri dari 3 level.
Faktor II adalah konsentrasi tepung kanji yang terdiri dari 3 level dan factor III
adalah konsentrasi sodium caseinate yang terdiri dari 3 level.

Perlakuan yang digunakan dalam proses pembuatan non dairy creamer ini
adalah perbandingan konsentrasi penggunaan sari pati kedelai, perbandingan
konsentrasi penggunaan tepung kanji dan konsentrasi penggunaan sodium
caseinate.

Proses pembuatan non dairy creamer dimulai dengan melarutkan sirup glukosa
ke dalam air (fase air) sampai mendidih lalu kemudian tuangkan secara
perlahan fase minyak nabati (Palm Kernel Oil) ke dalam campuran air dan
sirup glukosa tadi lalu aduk secara merata. Lalu kedalam campuran tersebut
dimasukkan sari pati kedelai atau tepung kanji atau sodium caseinate serta
susu bubuk untuk sedikit menambah rasa seperti susu (milk like-taste).
Campuran tersebut kemudian diaduk dengan pengaduk lalu dihomogenkan
dengan menggunakan mixer selagi hangat selama kurang lebih 20 menit

19
hingga terbentuk suatu sistem emulsi yang stabil serta tidak terpisah antara
fase air dan fase minyak. Emulsi ini kemudian dikeringkan dengan
menggunakan oven dengan suhu kurang lebih 70º - 80º C selama 4 – 5 jam
yang akan menghasilkan non dairy creamer yang masih berbentuk gumpalan
kering lalu didinginkan selama sekitar 25 menit dengan suhu ruangan lalu
dihaluskan dengan menggunakan blender hingga halus dan menjadi serbuk.

3.3 Alat dan Bahan Penelitian


3.3.1 Alat-Alat Yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah timbangan
digital, plastik ziplock, gelas takar, mixer, oven, kompor gas, blender, wadah
stainless, sendok makan, sendok teh, gelas plastik, corong plastik.

3.3.2 Bahan Yang Digunakan


Bahan baku pembuatan non dairy creamer adalah palm kernel oil yang berasal
dari Guineensis Beauty House Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Jalan
Brigjen Katamso No 51 Medan, sari pati kedelai dengan proporsi 0,5%, 0,75%
dan 1%, tepung kanji dengan proporsi 0,5%, 0,75% dan 1%, sodium caseinate
dengan proporsi 0,5%, 0,7% dan 1%, sirup glukosa, air mineral serta susu
bubuk.

3.4 Tahapan Penelitian


3.4.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel bahan baku utama yaitu palm kernel oil diambil dari
Guineensis Beauty House Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jalan Brigjen
Katamso No 51 Medan

3.4.2 Penyiapan Sampel


Penyiapan sampel dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu :

20
a. Mengambil sampel bahan bakupalm kernel oil dari Guineensis
BeautyHouse di Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jalan Brigjen Katamso No
51 Medan.
b. Menimbang berat sampel untuk digunakan sesuai dengan proporsi
konsentrasi bahan emulsi yang digunakan.

3.4.3 Proses Pengukuran Sampel


Sampel yang telah disediakan kemudian ditimbang berat dan disesuaikan
dengan desain rancangan dimana setiap konsentrasi bahan tambahan memiliki
3 level proporsi. Dari sampel tersebut diperoleh masing-masing level proporsi
sebagai berikut :

1. CM1L1
Palm Kernel Oil :
Sari Pati Kedelai :
Sirup Glukosa :
Susu Bubuk :
Air :

2. CM1L2
Palm Kernel Oil :
Sari Pati Kedelai :
Sirup Glukosa :
Susu Bubuk :
Air :

3. CM1L3
Palm Kernel Oil :
Sari Pati Kedelai :
Sirup Glukosa :
Susu Bubuk :

21
Air :

3.4.4 Pengujian Sampel


Sampel yang telah berhasil diformulasikan akan di uji mengenai berbagai
kandungan nilai gizi yang terkandung di dalamnya, antara lain sebagai berikut:
1. Uji Kandungan lemak
2. Uji Kandungan air
3. Uji Kandungan protein
4. Uji Kandungan pH
5. Uji Kandungan karbohidrat
6. Uji Warna
7. Uji Kadar Abu
8. Uji Organoleptik

3.4.5 Proses Pengujian Sampel


Proses pengujian sampel bertujuan untuk mengetahui nilai gizi yang
terkandungan didalam non dairy creamer dan pengujian nilai kandungan
dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Jalan Brigjen
Katamso No 51 Medan dan proses uji organoleptik dilakukan diberbagai
tempat dengan jumlah panelis sebanyak 30 orang.

3.5 Bagan Alur Penelitian

22
Mulai

Persiapan
Studiliteratur
Persiapanalatdanbahan

Pengambilan Pengujian Penyiapan


Sampel Kandungan Nilai Gizi Sampel
dan Pengujian
Ornganoleptik

Hasil

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 3.5 Bagan Alur Penelitian

3.6 Pengamatan dan Indikator


1. Observasi (pengamatan)

23
Selanjutnya adalah melakukan pengamatan tentang masalah apa yang
terjadikhususnya pada krimer susu yang sudah banyak beredar di pasaran
yang kurang banyak menarik minat konsumen.

2. Penelitian
Setelah sampel yang dibutuhkan didapat, yang selanjutnya adalah melakukan
penelitian tentang krimer non susu ( non dairy creamer ).

3. Pengumpulan Data
Setelah semua tahap-tahap dilakukan, selanjutnhya adalah pengumpulan data
dan menyimpulkan apa yang terjadi pada krimer susu yang sudah banyak
beredar dan membuat simpulan mengenai krimer non susu ( non
dairycreamer ) yang menjadi bahan acuan utama pada penelitian ini.

3.7 Jadwal Penelitian


Bulan 2019
Feb Mrt April Mei Agts Sept
No Kegiatan
1. Penyusunan Proposal
2. Seminar Proposal
3. -Penelitian
-Mencari Tempat
Pengambilan Sampel
-Pengambilan Sampel
-Pengumpulan Data
-Pengujian Sampel
4. Penyusunan Laporan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Produk non dairy creamer yang dihasilkan berwarna putih dan tekstur
menyerupai susu, warna putih ini diakibatkan adanya penambahan sari pati
kedelai yang berperan sebagai emulsifier antara air dengan minyak nabati

24
yang digunakan dan juga bereperan dalam memberikan rasa susu (milk-like
taste).

Adanya sari pati kedelai dapat memekatkan produk dan memberikan warna
putih, sehingga produk yang dihasilkan dapat memberikan warna yang
hampir seragam. Produk non dairy creamer yang dihasilkan juga memiliki
tekstur yang baik, menyerupai creamer dipasaran dan tidak menggumpal,
serta memilki kestabilan emulsi yang sangat baik jika dibandingkan creamer
pada umumnya, hal ini ditandai dengan sedikitnya lapisan yang terbentuk saat
non dairy creamer diseduh bersama kopi (3 in 1 coffe).

4.1 Kadar Air Non dairy Creamer


Kadar air merupakan parameter penting untuk menentukan kecenderungan
kerusakan pada bahan pangan (bahan pangan kering utamanya). Berdasarkan
peraturan SNI-4444-1998 kadar air maksimal untuk non dairy creamer adalah
sebesar 5%. Hasil analisis produk non dairy creamer kali ini sudah sesuai
dengan peraturan SNI-4444-1998 dimana kadar air produk yang didapatkan
berkisar antara 1.716% - 2.038%. Hasil analisa menyatakan bahwa rerata
kadar air non dairy creamer berkisar antara 1.716% - 2.038% dengan kadar
air terendah diperoleh dari sampel CM1L1 dengan proporsi sari pati kedelai
sebanyak 0,5% dan kadar air tertinggi yaitu 2.038% diperoleh dari sampel
CM1L3 dengan proporsi sari pati kedelai sebanyak 1%.

Hasil Analisa Varian (Anova) terhadap kadar air non dairy creamer
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbeedaan yang nyata antar sampel. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata dari bahan-bahan
dalam proses pembuatan terhadap non dairy creamer yang dihasilkan. Dalam
proses pembuatan non dairy creamer digunakan proporsi air yang sama dari
tiap-tiap sampelnya.
Oleh karena hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata, maka tidak dilakukan
pengujian lanjut. Kadar air dalam bahan tidak hanya mengacu pada seberapa

25
besar penambahan air ke dalam bahan, namun juga dipengaruhi oleh proses
pengolahan non dairy creamer seperti suhu saat proses pengeringan
menggunakan oven dan juga pengemasan produk setelah proses pengeringan.

4.2 pH Non Dairy Creamer


Berdasarkan data hasil penelitian menyatakan bahwa pH yang dimiliki oleh
non dairy creamer berkisar antara 7.05 hingga 7.58. Bahan pangan dengan
pH berkisar antara 7 – 8 memilki ketahanan yang baik dan aman untuk
dikonsumsi. Karena pertumbuhan mikoorganisme dipengaruhi oleh beberpa
faktor seperti pH dan suhu penyimpanan. Selain itu, makin tinggi nilai pH
maka produk makin bersifat basa dan kaya akan oksigen. Makin rendah nilai
pH maka zat itu makin bersifat asam dan sedikit oksigen. Nilai pH terendah
adalah 1,0 (dianggap asam) dan yang tertinggi adalah 14,0 (sangat basa).
Dengan demikian nilai 7,0 dianggap sebagai pH netral. pH yang paling ideal
bagi fungsi tubuh manusia adalah sekitar 7,3 – 7,5 atau dibawah 6,8 akan
menimbulkan gangguan metabolisme, yang pada akhirnya juga gangguan
pada kesehatan. Pada penambahan sari pati kedelai sebagai pengganti lesitin,
pH cenderung mengalami penurunan, hal ini dikarenakan pH sari pati kedelai
yang berkisar antara 6.0 -7.0. Sehingga semakin tinggi proporsi sari pati
kedelai yang ditambahkan akan mempengaruhi pH dari produk yang
dihasilkan.

Hasil Analisa Varian (Anova) terhadap pH dari non dairy creamer


menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antar sampel. Hal ini
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang nyata dari baha-bahan
yang digunakan dalam proses pembuatan terhadap pH non dairy creamer
yang dihasilkan. Oleh karena itu hasil yang diperoleh tidak berbeda nyata,
maka tidak dilakukan pengujian lanjut.

4.3 Kadar Lemak Non Dairy Creamer

26
Pada dasarnya sumber lemak dari non dairy creamer adalah Refined Bleach
Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO) tetapi kadar lemak akan semakin
bertambah dikarenakan adanya penambahan sari pati kedelai sebagai bahan
pengemulsi. Serta diduga adanya proses pengeringan produk, kadar air akan
mengalami penurunan dan kadar lemak meningkat seiring dengan penurunan
kadar air produk. Diduga semakin tinggi penambahan sari pati kedelai
menjadikan sampel memiliki karbohidrat yang tinggi.Dalam pembuatan non
dairy creamer, sumber lemak utama dan terbesar didapat dari palm kernel oil
(PKO) yang merupakan bahan utama pembuatan non dairy creamer pada
penelitian ini.

Pada pengujian kadar lemak non dairy creamer pengujian kadar lemak
dilakukan dengan metode soxhlet extactor. Dimana lemak akan diekstrak
dengan pelarut lemak, dalam pelaksanaanya pelarut yang digunakan adalah
petroleum eter. Lemak yang ada ddidalam pelarut dipisahkan dengan cara
menguapkan pelarut sehingga berat atau kadar lemak dalam bahan pangan
dapat diketahui. Namun, dalam pelaksanaannya didapat kadar lemak yang
sangat kecil sekitar 2%, hal ini dikarenakan sampel tidak diberi perlakuan
awal. Untuk sampel non dairy creamer yang akan diuju kadar lemaknya,
perlu dilakukan proses hidrolisis dalam suasana asam untuk membebaskan
lemak yang terikat dalam sampel. Setelah itu sampel akan dibilas dengan
aquades dan larutan Ag NO3 0.1 N kedalam kertas saring, lalu residu
dikeringkan pada suhu 105º C selama 3 jam. Lalu dilakukan proses pengujian
kadar lemak menggunakan soxhlet (dengan pelarut petroleum eter).

Berdasarkan data hasil pengujian didapatkan kadar lemak non dairy creamer
berkisar antara 34.235% - 35.089%. Dengan kadar lemak terendah didapat
oleh sample CM1L1 dengan proporsi sari pati kedelai sebanyak 0,5% dan
kadar lemak tertinggi diperoleh dari sampel CM3L3 dengan proporsi sari pati
kedelai sebanyak 1% yaitu sebesar 35.089%. Pada dasarnya sumber lemak
dari non dairy creamer adalah palm kernel oil sebesar 30%, namun

27
didapatkan kadar lemak sampel yang berkisar antara 34.235% - 35.089%, hal
ini dikarenakan penambahan sari pati kedelai juga berpengaruh terhadap
kadar lemak produk, karena sari pati kedelai memiliki kadar lemak maksimal
1.5%. Serta diduga dengan adanya proses pengeringan produk, kadar air akan
mengalami penurunan dan kadar lemak akan meningkat seiring dengan
penurunan kadar air produk. Pada penambahan pati termodifikasi sebanyak
1%, didapatkan kadar lemak dengan prosentase yang tinggi.
Hasil Analisa Varian (Anova) terhadap kadar lemak non dairy creamer
menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antar sampel. Hal
ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata dari bahan-
bahan yang digunakan dalam proses pembuatan terhadap kadar lemak non
dairy creamer yang dihasilkan. Oleh karena hasil yang diperoleh tidak
berbeda nyata, maka tidak dilakukan pengujian lanjut.

Kadar lemak dari masing-masing sampel tidak memiliki rentan nilai yang
jauh berbeda (tidak berbeda nyata), hal ini karena tidak adanya perbedaan
proporsi sumber lemak dari masing-masing sampel. Dalam pembuatan non
dairy creamer, sumber lemak utama dan terbesar didapat dari palm kernel oil
yang merupakan bahan utama pembuatan non dairy creamer pada penelitian
kali ini.

4.4 Kadar Protein Non Dairy Creamer


Pada pembuatan non dairy creamer dilakukan penambahan sari pati kedelai,
dimana sari pati kedelai yang digunakan harus memiliki kadar protein
minimal 88%. Sehingga sari pati kedelai dalam pembuatan non dairy creamer
tidak hanya memberikan rasa susu (milk-like taste) dan memekatkan
(memberikan warna putih susu), namun juga menjadi sumber protein non
dairy creamer. Untuk menentukan kadar protein suatu bahan dapat dilakukan
melalui beberapa metode, seperti metode Kjeldhal yang menetukan kadar
protein kasar dalam suatu bahan. Analisi protein dengan metode ini melalui
tiga tahapan yaitu destruksi (melepaskan unsur N), destilasi dan titrasi.

28
Berdasarkan pengujian yang dilakukan dapat diketahui bahwa kadar protein
dalam sampel berkisar antara 1.34% - 2.23%, dimana kadar protein terendah
diperoleh dari sampel CM1L1 dengan proporsi sari pati kedelai sebanyak
0,5% sebesar 1.34% dan tertinggi didapat dari sampel CM3L3 dengan
proporsi sari pati kedelai 1% sebesar 2.23%.

Hasil Analisis varian (Anova) terhadap kadar protein non dairy creamer
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar sampel. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata dari bahan-bahan yang
digunakan dalam proses pembuatan terhadap kadar protein non dairy creamer
yang dihasilkan. Oleh karena hasil yang diperoleh berbeda nyata, maka
dilakukan pengujian lanjut dengan metode BNT.

Berdasarkan pengujian lanjut yang dilakukan (BNT) dapat disimpulkan


bahwa penambahan sari pati kedelai dengan jumlah yang sama pada tiap-tiap
sampel (seperti CM1L1, CM2L2, CM3L3) memberikan hasil yang tidak
berbeda nyata antarsampel. Namun perbedaan prosentase sari pati kedelai
yang ditambahkan pada masing-masing sampel (seperti CM1L1, CM2L2 dan
CM3L3) menghasilkan kadar protein produk yang berbeda nyata. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat kolerasi antara jumlah atau proporsi sari
pati kedelai yang ditambahkan terhadap kadar protein sampel.

4.5 Analisis Warna Non Dairy Creamer


Berdasarkan kriteria non dairy creamer peraturan SNI-4444-1998, warna
produk creamer adalah putih-krem. Dimana produk non dairy creamer yang
dihasilkan telah memiliki warna yang sesuai dengan persyaratan tersebut,
yaitu putih-krem.

Secara visual, tidak nampak adanya perbedaan warna pada masing-masing


produk. Namun, setelah dilakukan pengukuran warna menggunakan color

29
reader, terdapat perbedaan tingkat kecerahan antar masing-masing produk,
walaupun perbedaannya sangat kecil. Hal ini dikarenakan perbedaan
konsentrasi sari pati kedelai yang digunakan, semakin tinggi proporsi sari pati
kedelai yang digunakan, semakin tinggi tingkat kecerahan produk yang
dihasilkan. Berdasarkan data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi sari pati kedelai yang ditambahkan mempengaruhi tingkat
kecerahan produk non dairy creamer yang dihasilkan.

Hasil Analisis varian (Anova) terhadap tingkat kecerahan warna non dairy
creamer hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata
terhadap masing-masing sampel, oleh karena hasil yang didapat berbeda
nyata, maka dilakukan pengujian lanjut dengan metode DMRT. Berdasarkan
pengujian lanjut yang didapat, terdapat perbedaan yang tidak terlalu
signifikan antar sampel non dairy creamer yang dihasilkan, dimana semakin
tinggi prosentase sari pati kedelai yang ditambahkan, maka produk non dairy
creamer yang dihasilkan memiliki tingkat kecerahan warna yang semakin
baik.

4.6 Kadar Karbohidrat Non Dairy Creamer


Penentuan total karbohidrat meliputi gula, pati, serat pangan dan komponen
karbohidrat lain. Total karbohidrat dapat dihitung dengan metode by
difference. Cara penentuan ini tergolong sangat mudah dalam penerapannya.

Berdasarkan pengujian yang dilakukan dapat diketahui bahwa rerata total


karbohidrat dalam non dairy creamer berkisar antara 57.72% - 58.99%,
dengan rerata total karbohidrat tertinggi diperoleh dari sampel CM3L3
dengan proporsi sari pati kedelai sebanyak 1% sebesar 58.99% dan rerata
total karbohidrat terendah CM1L1 sengan proporsi sari pati kedelai sebanyak
0,5% sebesar 57.72%. Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa, semakin tinggi presentase penambahan sari pati kedelai
didapatkan kadar karbohidrat yang cenderung mengalami penaikan , hal ini

30
dikarenakan metode pengujian menggunakan metode by difference sehingga
total karbohidrat dipengaruhi oleh kadar protein pada sari pati kedelai. Pada
penambahan pati 1% didapat total karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan
penambahan pati dengan konsentrasi berbeda, hal ini dikarenakan pati
termodifikasi memiliki 80% - 90% total karbohidrat. Sehingga semakin tinggi
prosentase penambahan pati termodifikasi, maka total karbohidrat produk
akan semakin meningkat.

Hasil Analisis varian (Anova) terhadap kadar karbohidrat non dairy creamer
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antar sampel. Hal ini
dapat dikarenakan dalam analisis kadar karbohidrat menggunakan metode by
difference yang dipengaruhi oleh kandungan-kandungan bahan lain seperti
kandungan protein pada bahan. Oleh karena hasil yang diperoleh berbeda
nyata, maka dilakukan pengujian lanjut.

Berdasarkan hasil uji lanjut BNT yang dilakukan, secara umum kadar
karbohidrat dari ketiga sampel non dairy creamer hasil penelitian tidak
terdapat perbedaan nyata pengaruhnya pada masing-masing sampel yang
memiliki kadar sari pati kedelai yang berbeda. Hal ini dapat dikarenakan
metode analisis yang digunakan adalah by difference yang dipengaruhi oleh
kadar protein, abu, kadar lemak dan kadar air dari masing-masing produk.

4.7 Kadar Abu Non Dairy Creamer


Pada penelitian kali ini, penentuan kadar abu non dairy creamer dilakukan
dengan metode pengabuan langsung, dengan cara memanaskan sampel pada
suhu awal sebesar 250ºC kemudian dilakukan penambahan suhu secara
bertahap hingga mencapai suhu 500ºC dalam waktu 1 jam.

Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh kadar abu non dairy creamer
berkisar antara 3.06% - 3.21%, dengan rerata kadar abu tertinggi didapat pada
sampel CM3L3 dengan proporsi sari pati kedelai sebanyak 1% sebesar 3.21

31
dan rerata kadar abu terendah didapat pada sampel CM1L1 dengan proporsi
sari pati kedelai sebanyak 0,5% dengan kadar abu sebesar 3.06. Pada
penambahan pati 0,5% didapat kadar abu yang sangat rendah, kemudian
mengalami kenaikan dan penurunan seiring penambahan sari pati kedelai.
Adanya peningkatan seiring penambahan sari pati kedelai dikarenakan sari
pati kedelai memiliki kadar abu berkisar antara 3.0 % - 6.0 %. Pada dasarnya
seiring penambahan sari pati kedelai yang semakin tinggi akan memberikan
kadar abu yang lebih tinggi.

Hasil Analisis varian (Anova) terhadap kadar abu non dairy creamer
menunjukkan bahwa kadar abu seluruh sampel non dairy creamer hasil
penelitian tidak berbeda nyata antar sampel. Hal tersebut dikarenakan bahan
penyusun ketiga sampel non dairy creamer tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar abu yang dihasilkan.

4.8 Pembentukan Lapisan Non Dairy Creamer


Permasalahan yang banyak di hadapi dalam pembuatan non dairy creamer
adalah stabilitas sistem emulsi yang kurang baik. Pada pengamatan yang
sudah dilakukan, pada aplikasi penggunaan creamer pada coffee 3 in 1
(Instant coffee + creamer + gula) adalah timbulnya lapisan pada proses
penyeduhan setelah didiamkan lebih dari 10 menit, yang merupakan kategori
creaming. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan
menambahkan sari pati kedelai pada pembuatan non-dairy creamer. Dalam
penelitian kali ini dilakukan tiga prosentase berbeda dalam penambahan pati
termodifikasi yaitu 0.5%, 0.75%, dan 1%. Penambahan sari pati kedelai
digunakan untuk mencegah terjadinya creaming Jenis sari pati yang
digunakan berasal dari tapioca starch yang dimodifikasi menggunakan
metode asetilasi. Metode asetilasi dilakukan dengan mensubstitusi gugus
hidroksil pada pati dengan gugus asetil. Metode asetilasi lebih dipilih karena
menurut Teja Albert et al sari pati kedelai yang didapat melalui metode
asetilasi memiliki swelling power, solubility, dan freeze-thaw stability yang

32
lebih tinggi dibandingkan sari pati yang dihasilkan melalui metode cross-
linking. Adapun prosedur pengujian kali ini dilakukan dengan proses
penyeduhan non dairy creamer bersama kopi (3 in 1 coffee), setelah proses
penyeduhan, ketiga sampel didiamkan selama 15 menit, guna mengamati
terbentuknya lapisan (creaming) pada ketiga sampel.

Tabel Data Hasil Uji Kenampakan Non Dairy Creamer

Non Dairy Creamer Sampel Lapisan Non Dairy Creamer


CM1L1 Sedikit terbentuk lapisan
CM2L2 Sangat Sedikit terbentuk lapisan
CM3L3 Hampir tidak terbentuk lapisan
Berdasarkan data hasil penelitian didapatkan hasil yang sesuai dengan
hipotesa penelitian, dimana adanya penambahan sari pati kedelai dapat
mencegah terjadinya proses creaming. Hal ini ditunjukkan dengan semakin
besar konsentrasi sari pati kedelai yang ditambahkan, maka semakin kecil
pula lapisan yang terbentuk. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa
adanya penambahan sari pati kedelai dapat mencegah pembentukan lapisan
pada 3 in 1 coffee (kopi, gula dan non dairy creamer).

Hal ini dipengaruhi oleh penambahan sari pati kedelai yang berfungsi sebagai
penstabil sistem emulsi dari produk non dairy creamer, dimana emulsifier
yang digunakan mampu membentuk ikatan hidrogen sehingga menjadikan
sistem kestabilan emulsi yang dihasilkan lebih baik. Semakin tinggi
konsentrasi penambahan pati termodifikasi maka 3 in 1 coffee yang
dihasilkan memiliki lapisan yang semakin sedikit (tidak terbantuk lapisan).

4.9 Uji Organolpetik


Uji Terhadap Warna Produk Non Dairy Creamer
Uji organoleptik ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
warna pada masing-masing sampel, berdasar pada penilaian 25 orang panelis.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi sari pati kedelai yang

33
digunakan. Keseluruhan dari panelis menyatakan bahwa warna non dairy
creamer yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar warna creamer pada
umumnya (putih-krem). Setelah didapat hasil yang menyatakan kesesuaian
warna non dairy creamer yang dihasilkan, panelis diminta untuk
membandingkan warna dari ketiga sampel tersebut. Apakah terdapat
perbedaan warna antar masing-masing sampel.

Berdasarkan data yang diperoleh, 23 panelis menyatakan bahwa tidak ada


perbedaan warna secara signifikan pada ketiga sampel dan 2 panelis lain
menyatakan terdapat perbedaan tingkat kecerahan warna pada ketiga sampel
tersebut, dimana sampel CM3L3 dengan proporsi sari pati kedelai sebanyak
1% dipilih sebagai sampel yang memiliki warna dan tingkat kecerahan
terbaik. Berdasarkan penilaian tertinggi, dapat disimpulkan bahwa produk
non dairy creamer tidak memiliki perbedaan warna secara visual (perbedaan
tingkat kecerahan dan warna yang dihasilkan tidak nampak).

Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Produk Non Dairy Creamer


Berdasarkan hasil penilaian 25 orang panelis, dapat disimpulkan bahwa
tekstur non dairy creamer yang dihasilkan sudah sesuai dengan standar
creamer pada umumnya karena seluruh panelis menyatakan bahwa ketiga
sampel memiliki tekstur yang baik. Ketiga sampel yang dihasilkan berbentuk
butiran halus dan tidak memiliki gumpalan. Setelah memberikan penilaian
terhadap kesesuaian tekstur sampel, panelis diminta untuk membandingkan
tekstur ketiga sampel yang dihasilkan, apakah terdapat perbedaan tekstur dari
ketiga sampel yang dihasilkan. Berdasarkan data yang diperoleh, 24 panelis
menyatakan ketiga sampel memiliki tekstur yang sama (tidak ada perbedaan),
namun 1 panelis lain menyatakan bahwa terdapat perbedaan tekstur dari
ketiga sampel tersebut, dimana sampel CM2L2 dinyatakan sebagai sampel
dengan tekstur terbaik.

Uji Organoleptik Terhadap Aroma Non Dairy Creamer

34
Penilaian ini didasarkan pada bahan baku yang digunakan dan perbedaan
konsentrasi sari pati kedelai. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
non dairy creamer adalah Palm Kernel Oil atau minyak inti kelapa sawit.
Dilakukan penambahan sari pati kedelai karena selain sebagai perasa susu
(milk-like taste) juga berfungsi untuk memberikan aroma susu terhadap
produk yang dihasilkan. Penilaian didasarkan pada dua kriteria, yaitu non
dairy creamer sesudah dan sebelum dilakukan penyeduhan menjadi 3 in 1
coffee. Berdasarkan penilaian 25 orang panelis, 23 diantaranya menyatakan
bahwa aroma non dairy creamer yang dihasilkan dapat dikategorikan baik
dan beraroma sama atau sesuai dengan control non dairy creamer yang
diberikan. Namun 2 orang panelis lain menyatakan bahwa sampel yang
dihasilkan memiliki aroma yang tergolong kurang baik, dikarenakan aroma
susu yang dihasilkan tidak terlalu tajam dan masih terpengaruh oleh aroma
minyak inti sawit.

Tahap selanjutnya adalah memberikan penilaian terhadap masing-masing


sampel mengenai aroma ketiga sampel. Berikut merupakan hasil penilaian
dari 25 orang panelis, dimana 23 panelis menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaan aroma yang signifikan dari ketiga sampel, sedangkan 2 panelis lain
menyatakan terdapat perbedaan aroma pada masing-masing sampel, dimana
sampel CM3L3 dengan proporsi sari pati kedelai sebanyak 1% dinyatakan
sebagai sampel yang memiliki aroma terbaik karena memiliki aroma susu
yang lebih tajam dan aroma minyak inti kelapa sawit hampir tidak tercium.
Hal ini disebabkan adanya penambahan non dairy creamer dan sari pati
kedelai dengan proporsi tertinggi, sehingga aroma susu yang dihasilkan
semakin tajam dan aroma minyak inti kelapa sawit dari produk dapat
tersamarkan. Kategori selanjutnya adalah penilaian terhadap pengaplikasian
produk non dairy creamer di dalam pembuatan 3 in 1 coffee. Berdasarkan
data yang diperoleh, 21 orang panelis menyatakan bahwa aroma 3 in 1 coffee
yang dihasilkan sudah sesuai dengan 3 in 1 coffee pada umumnya dan dapat
dikategorikan beraroma baik. Sedangkan 4 orang panelis lain menyatakan

35
bahwa aroma 3 in 1 coffee yang dihasilkan kurang baik, karena aroma susu
yang dihasilkan kurang kuat. Hal ini dapat dipengaruhi oleh bahan baku yang
digunakan dalam pembuatan non dairy creamer. Berikut merupakan data hasil
penilaian 25 orang panelis terhadap perbedaan aroma dari ketiga sampel yang
dihasilkan. Ketiga sampel memiliki aroma yang sama saat dilakukan
penyeduhan bersama kopi dan gula (3 in 1 coffee). Seluruh panelis
memberikan penilaian bahwa ketiga sampel 3 in 1 coffee yang dihasilkan
memiliki aroma yang baik.

Uji Organoleptik Terhadap Rasa 3 in 1 Coffee yang Dihasilkan


Penilaian rasa dari non dairy creamer ditinjau berdasarkan rasa yang
dihasilkan melalui pengaplikasian produk, salah satunya melalui 3 in 1
coffee. Penilaian meliputi kesesuaian rasa antara ketiga sampel 3 in 1 coffee
non dairy creamer dengan 3 in 1 coffee pada umumnya, serta penilaian
mengenai perbedaan rasa dari masing-masing sampel. Berdasarkan data yang
diperoleh, 16 orang panelis menyatakan bahwa 3 in 1 coffee yang dihasilkan
memiliki rasa yang baik dan sesuai dengan 3 in 1 coffee pada umumnya. 4
orang panelis lain menyatakan bahwa rasa yang dihasilkan kurang baik,
karena rasa susu dari 3 in 1 coffee yang dihasilkan kurang dominan. Pada
penilaian terhadap perbedan rasa dari masing-masing sampel. Mengenai
perbedaan rasa dari ketiga sampel 3 in 1 coffee. 15 orang panelis menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan rasa yang signifikan antara ketiga sampel 3 in 1
coffee yang dihasilkan. Sedangkan 5 panelis lain menyatakan bahwa terdapat
perbedaan milk-like taste yang dihasilkan, dimana 3 orang panelis lain lebih
menyukai sampel CM3L3 dengan proporsi sari pati kedelai sebanyak 1%
karena memiliki rasa susu yang lebih kuat.

Sampel Non Dairy Creamer Terbaik


Penentuan sampel non dairy creamer terpilih yang dihasilkan pada penelitian
kali ini dilakukan dengan cara mengkombinasikan hasil penentuan sampel
terbaik dan hasil analisis organoleptik yang diperoleh dengan penilaian

36
panelis (polling kepada sejumlah panelis). Sampel non dairy creamer terbaik
merupakan sampel dengan proporsi sari pati kedelai 1%. Pada proporsi ini
didapatkan produk yang memiliki kestabilan emulsi yang baik (hampir tidak
terbentuk lapisan). Sampel non dairy creamer terbaik memiliki karakteristik
fisiko-kimia sebagai berikut: kadar protein 2,23%, kadar lemak 35.089%,
kadar air 2,038%, kadar abu 3.21%, pH 7.29.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Non dairy creamer merupakan produk emulsi lemak dalam air yang terbuat
dari minyak nabati dan digunakan sebagai bahan pengganti susu dengan
tambahan bahan pangan yang diizinkan. Non dairy creamer berbentuk bubuk
atau cairan dan umumnya digunakan untuk menambah cita rasa pada
makanan dan minuman.

37
Secara fungsional, non dairy creamer memilki banyak kelebihan disbanding
dengan produk susu pada umumnya. Sisi bahan baku, non dairy creamer
menggunakan minyak nabati sebagai sumber lemaknya. Salah satu
keunggulan lemak nabati adalah tidak mengandung laktosa, sehingga
penggunaan lemak nabati pada produk non dairy creamer sangat aman
terutama bagi penderita lactose intolerance.

Krimer nabati (non dairy creamer) disebut sebagai krimer tiruan yang dibuat
berdasarkan bahan penyusun berupa minyak nabati, protein, penstabil serta
emulsifier yang digabungkan menjadi suatu larutan. Dimana penambahan sari
pati kedelai sebagai emulsifier pada pembuatan non dairy creamer
memberikan pengaruh nyata terhadap kestabilan emulsi non dairy creamer
yang dihasilkan.Perlakuan penambahan sari pati kedelai pada pembuatan non
dairy creamer memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein, rasa dan
tinggat kecerahan warna produk yang dihasilkan.

5.2 SARAN
Permasalahan yang banyak dihadapi dalam pembuatan non dairy creamer
adalah stabilitas sistem emulsi yang kurang baik. Pada pengamatan yang
sudah dilakukan, penggunaan creamer pada coffee 3 in 1 (Instant coffee +
creamer + gula) masih menimbulkan lapisan pada proses penyeduhan setelah
didiamkan lebih dari 10 menit, yang merupakan kategori creaming. Oleh
karena itu salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk menanggulangi
permasalahan tersebut adalah dengan menambahkan sari pati kedelai sebagai
emulsifier dan bahan pangan yang diizinkan pada pembuatan non dairy
creamer.

DAFTAR PUSTAKA

https://text-id.123dok.com

https://www.kompasiana.com

id.m.wikipedia.org

38
Yan, Fauzi.dkk. 2012. Kelapa Sawit, Budidaya, Pemanfaatan hasil dan Limbah,
analisis Usaha dan Pemasaran

Pahan, Iyung. 2008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit.Penebar Swadaya.


Jakarta.Wikipedia Indonesia.

Anam, Syaiful. 2017. Minuman Serbuk Instan, Praktis dan Cepat Saji

https:// anam.my.id,minuman-serbuk-instan

https://www.riaumandiri.co.id > Potensi sawit Buat Gula merah

Almasdi, Syahda. 2017. Potensi Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit Di


Daerah Riau

www.lpp.ac.id > uploads > 2018/01> Eko Listyanto> Tinjauan ekonomi Industri
Hilir Sawit-Lpp

Safitri, dkk. 2013. Pengaruh Penambahan Pati Termodifikasi Pada Non-Dairy


Creamer Terhadap Stabilitas Emulsifikasi dan Efisiensi Sodium
Caseinate

Siagian, dkk. 2017. Pengaruh Perbandingan Jumlah Gula Aren Dengan Krimer
dan Persentase Meltodekstrin Terhadap Karakteristik Bubuk Minuman
Jahe Instan

https://bisnisukm.com > Perizinan BPOM (Badan Pengawasan Obat dan


Makanan) – Bisnis UKM

Larasati, Novia, dkk. 2016. Studi Analisa Ekonomi Pabrik CPO (Crude Palm Oil)
dan PKO (Palm Kernel Oil) dari Buah Kelapa Sawit

Naibaho. P.M. 1996. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit.Pusat Penelitian Kelapa


Sawit

39
Repository.usu.ac.id > bitstream> Pengembangan Produk Krimer Non-Susu (Non-
Dairy Creamer) Berbasis Kelapa Sawit

Repository.usu.ac.id> bitstream> heandle> Bab 2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Minyak


Inti Sawit Kelapa Sawit – Repository (USU)

Sibuea, Posman. 2014. Minyak Kelapa Sawit, Teknologi & Pemanfaatannya


Untuk Pangan Nutrisetikal

Digjlib.unila.ac.id> II. Tinjauan Pustaka. 2.1 Minyak Inti Sawit (PKO) Minyak
Inti Sawit

Affandi. Y.M.S., M.S. Miskandar, I. N. Aini dan M.D.N. Habi. 2003. Palm-Based
Hydrogenated Of The Association Of Official Chemist. Ed. Inc,
Arlington, Virginia

Jackson, E.B. 1995. Sugar Confectionary Manufacture. Blackie academic and


Professional, London

40

Anda mungkin juga menyukai