Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Praktikum Logistik Peternakan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRAKTIKUM

EVALUASI FISIOLOGIS AKIBAT TRANSPORTASI PADA AYAM


BROILER UMUR 5 MINGGU

Oleh :
NADIA NUR INDRAWATI D14160009
KADEK WIPRATAMA YASA D14160035
AFANDY RAHASIA D14160051
M EDI YASA D14160061
INSAN MUJAHID A D14160074
M MAULANA YUSUF D14160076
MASRURAH D14160078

2019
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kesejahteraan ternak merupakan aspek yang baru-baru ini sangat


diperhatikan didunia peternakan.Transportasi ternak ayam broiler sebagai salah
satu sektor penerapan kesejahteraan ternak dirasa semakin penting karena
pengaruhnya yang besar terhadap kualitas ternk (Nangoy 2012). Proses
transportasi sangat mempengaruhi penyusutan bobot badan, karena selama proses
tersebut ayam tidak diberi pakan dan minum sedangkan ayam akan terus
mengeluarkan feses sehingga isi saluran pencernaannya menjadi kosong. Jarak
transportasi 30-120 km diperoleh penyusutan bert badan ayam broiler sebesar
100-120 gram per ekor atau 8-10% (Ondrasovicova et al 2008). Dasar
penggunaan kesejahteraan hewan untuk transportasi ternak diatur dalam PP No.
95 tahun 2012. Infrastruktur yang tidak mendukung dalam proses transportasi
ternak menjadi salah satu penyebab kurang optimalnya transportasi ternak di
Indonesia. Selain itu, regulasi pemerintah mengenai transportasi ternak masih
belum optimal yang disebabkan oleh masih tingginya biaya logistik nasional dan
belum memadainya kualitas pelayanan. Kerugian lain dalam hal transportasi
ternak adalah turunnya kualitas ternak akibat proses transportasi yang kurang
baik.

Keadaan infrastruktur Indonesia yang masih belum baik dapat menjadi


penyebab timbulnya cekaman yang mengakibatkan stres pada ternak. Selain itu,
kurangnya kualitas moda transportasi dan sumber daya manusia yang kompeten
juga berpengaruh terhadap proses transportasi. Penurunan kualitas ternak ayam
akibat proses transportasi menyebabkan kerugian besar bagi produsen dan
konsumen. Ayam yang diperlakukan dengan tidak baik akan memperlihatkan
penurunan kualitas setelah proses transportasi. Pratama (2013) menyatakan bahwa
transportasi yang tidak sesuai dengan kesejahteraan ternak juga dapat
menimbulkan stres panas yang berakibat terhadap penurunan bobot badan aypam
selama pengangkutan. Stres pada ternak ayam broiler dapat diamati dari respons
fisiologis ternak selama proses transportasi. Lingkungan yang baru diduga
sebagai pemicu stres pada hewan selama proses transportasi. Dua faktor penting
yang dapat menyebabkan stres yaitu suhu dan kelembaban selama transportasi
(Nangoy 2012).Hal ini dikarenakan perubahan suhu dan kelembaban selama
transportasi sangat bervariasi dan menyebabkan cekaman pada ayam. Suhu dan
kelembaban yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak akan merusak ritme
keseimbangan tubuh (homeostasis) ayam broiler. Penelitian mengenai transportasi
ternak di Indonesia masih perlu digalakkan lagi untuk dapat mengetahui teknologi
tepat guna dalam transportasi ternak ayam broiler di Indonesia. Penggunaan
teknologi transportasi yang tepat guna diharapkan dapat memperbaiki kerugian
akibat proses transportasi ternak.

Tujuan

Mengamati penyustan bobot badan tenak , suhu rektal, kondisi fisik dan
tingkah laku ternak akibat pengaruh dari transportasi dengan kepadatan berbeda
pada setiap keranjang.
METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di dalam lingkungan kampus IPB Dramaga


laboratorium lapang Fakultas peternakan Kandang B.

Bahan

Bahan yang digunakan adalah 34 ekor ayam broiler Strain Cob umur 29
hari dengan bobot 1.5-1.7 kg ekor-1.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah mobil pick-up, keranjang angkut ayam


dengan ukuran 0.75 m x 0.56 m x 0.23 m (luas 0.42 m2), alat ukur suhu adalah
thermocouple hybrid recorder, alat ukur kelembaban yaitu hygrometer dan label
untuk menandai ayam sampel.

Prosedur

Persiapan

Setiap ayam broiler sebelum ditimbang , diukur suhu rektal dan diberi
label untuk setiap ayam broiler sebelum diangkut.

Pemuatan

Perlakuan dengan kepadatan setiap keranjang berbeda , K8 sejumlah


delapan ayam broiler ,K13 sejumlah 13 ayam broiler dan K15 sejumlah 15 ayam
broiler.

Pengangkutan

Pengangkutan dilakukan pada pukul 14.00 WIB , kemudian dilakukan


percobaan journey selama 50 menit.

Penurunan
Bobot badan masing masing ayam ditimbang dan diukur suhu rektal. Data
suhu dan kelembaban dari rekaman thermocouple hybrid recorder dan hygrometer
dicatat.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati yaitu mikroklimat dan penyusutan bobot


badan.Pengamatan mikroklimat yaitu pengukuran suhu dan kelembaban sekitar
keranjang setiap 5 menit.Penyusutan bobot badan diketahui menggunakan rumus
Bywater et al. (2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembahasan

Penyusutan Bobot Badan

Perlakuan kepadatan berpengaruh sangat nyata terhadap bobot badan


sesudah pengangkutan, penyusutan dan persentase penyusutan bobot badan
ayam.Penyusutan bobot badan merupakan indikator performa ternak selama
pengangkutan. Hal ini terjadi karena sistem metabolisme tubuh pada ayam tetap
bekerja tanpa adanya asupan pakan dan minum selama pengangkutan (Hakim
2017).Penggunaan energi metabolisme meningkat pada kondisi suhu lingkungan
yang tinggi (Hazjah 2019).

Tabel 1 Bobot badan dan penyusutan

Rataan bobot badan (standar


Penyusutan
perlakuan deviasi) penyusutan
(%)
Awal akhir
Kontrol 1701.25±73.89 1692.87±77.97 8.38 0.49
K8 (truck) 1608.75±140.30 1573.62±133.54 35.13 2.18
K13 (truck) 1691.23±123.79 1653.46±123.29 37.77 2.23
K15 (truck) 1637±116.13 1591.8±99.05 45.2 2.76
Rataan 31.62 1.92

Grafik 1. Bobot Badan Ayam


Bobot Badan Ayam
1750

1700

1650

1600

1550

1500
awal akhir

kontrol k8 k13 k15

Tabel 1 menyajikan bobot badan ayam broiler sebelum dan sesudah


pengangkutan serta nilai penyusutan bobot badan ayam broiler sesudah
pengangkutan.Berdasarkan pengamatan dilakukan , persentase penyusustan bobot
badan tertinggi terdapat pada perlakuan K15 merupakan kepadatan tertinggi
sebesar 2,76% dibandingkan dengan K8 dan K13. Tingginya penyusutan bobot
badan ini dapat disebabkan karena ayam mengalami cekaman panas. Cekaman
panas berdampak negatif terhadap performa bobot ayam broiler. Stres selama
pengangkutan akan berakibat pada penurunan bobot badan (Pratama et al. 2016).
Frekuensi Panting meningkat sesuai dengan peningkatan suhu lingkungan.
Peningkatan frekuensi nafas membuang CO2 dan H2O ke lingkungan dapat
berdampak pada peningkatan pH dan pengentalan darah serta kehilangan cairan
tubuh (dehidrasi) yang dapat berdampak pada penurunan bobot badan (Borges et
al. 2004). Marzuki et al. (2015) menyatakan transportasi ternak mengakibatkan
proses metabolisme yang intensif, sehingga mengakibatkan terjadi pengurasan
cadangan makanan. Energi utama untuk kontraksi otot adalah glukosa dan asam
lemak dalam darah, ketika otot kehabisan sumber energi utama maka ada
cadangan energi (glikogen) berupa karbohidrat intramuskular (glikogen otot) dan
karbohidrat ekstramuskular (glikogen hati).
Kondisi Fisik

Memar, luka, dan patah tulang merupakan beberapa dampak yang dapat
muncul selama proses produksi unggas, mulai dari pemeliharaan, transportasi,
penyembelihan hingga penanganan produk hasil ternak. Memar merupakan suatu
keadaan berubahnya warna permukaan kulit menjadi agak hitam kebiruan tanpa
disertai robeknya permukaan kulit akibat pukulan dan benturan.Warna permukaan
kulit yang hitam kebiruan disebabkan oleh darah yang teroksidasi dan
mengendap.Karkas broiler yang memiliki memar serta luka di permukaannya
dikatakan berkualitas rendah, kurang disukai di pasaran, dan lebih mudah busuk.
(Budiman H et al. 2015).Bagian memar pada karkas mudah busuk karena darah
yang terdapat pada bagian tersebut merupakan media perkembangan bakteri yang
baik karena memiliki nutrient yang cukup lengkap. Proses trimming untuk
menghilangkan bagian memar serta luka pada karkas akan menurunkan nilai
ekonomis produk, dan berpengaruh terhadap kenaikan biaya dan lama
pemrosesan. Patah tulang dapat menyebabkan ditemukannya serpihan kecil tulang
pada karkas ataupun daging dan membahayan konsumen jika tidak dilakukan
deboning secara cermat.( Adzitey F 2011).

Tabel 2 Kondisi Fisik

Perlakuan Memar (%) Patah (%) Luka (%)


Awal Akhir awal akhir awal akhir
Kontrol 12,5 12,5 0 0 0 0
K8 (truck) 0 0 0 0 0 12,5
K13(truck) 0 7,69 0 0 23,07 30,76
K15 (truck) 6,67 6,67 0 0 13,33 33,33

Memar, luka dan patah tulang pada ternak unggas disebabkan oleh
berbagai macam faktor seperti, proses penangkapan ternak, waktu transportasi,
jenis kerat, waktu, kerapatan ternak dalam kerat, bangsa, umur serta jenis kelamin
ternak. (Nijdam E et al. 2004). Pengamatan memar, patah tulang dan luka secara
berurutan menunjukan jumlah ayam yang memar tak terlalu berbeda sebelum dan
sesudah transportasi, tidak ditemukan ayam dengan kondisi patah tulang, dan
pengamatan pada luka menunjukkan terjadi peningkatan jumlah ayam yang luka
terutama pada ayam – ayam yang diletakkan pada kerat yang berisi 15 ekor ayam,
sedangkan ayam luka pada kerat yang berisi 8 dan 13 ayam tidak terlalu
mengalami perubahan jumlah sebelum dan sesudah ditransportasikan. Menurut
Vosmerova et al. (2010) pada transportasi ternak berdurasi singkat, kecaman lebih
banyak disebabkan oleh handling, pemasukan ayam pada kerat dan loading.
Penangkapan dan proses loading dan unloading merupakan proses terpenting
dalam transportasi ternak, ketika ayam mengalami luka atau cidera pada proses
ini, akan menyebabkan dampak berkelanjutan pada tahap selanjutnya hingga ke
proses penyembelihan. Terbentuknya luka ataupun keropeng pada bagian tubuh
ayam selama dalam kerat berkaitan dengan perilaku mengganggu seperti halnya
mencakar ayam lain. Perilaku menggangu serta mencakar ayam lain merupakan
salah satu respon yang dilakukan ketika ternak dalam kecaman atau sebagai
bentuk pertahanan diri terhadap ayam lainnya. Kerat dengan jumlah ayam lebih
banyak memiliki kerapatan yang lebih tinggi sehingga kemampuan ayam untuk
restingakan berkurang dan peluang terjadinya benturan, mencakar, dan perilaku
agresif lain akan meningkat. Peningkatan jumlah ayam luka pada kerat berisi 15
ekor dinilai berkaitan dengan perilaku agresif yang ditemukan selama
pengangkutan, yang mana pada kerat tersebut perilaku agresif paling banyak
ditemukan dibanding kerat dengan perlakuan lainnya.

Suhu Kelembaban Kandang dan Truk

Ayam broiler dapat hidup nyaman pada suhu lingkungan yang sesuai
dengan kebutuhannya. Peningkatan suhu harian yang ekstrim akan berakibat
buruk terhadap kesehatan dan performa ayam. Menurut Kusnadi (2006),
peningkatan suhu lingkungan melebihi kisaran zona suhu kenyamanan
menyebabkan stres pada ayam broiler.Peningkatan suhu dan kelembaban setiap 5
menit pada kandang lebih rendah berkisar 32,2 – 33, 3oC dengan Kelembaban
berkisar 50 -64% dibandingkan dengan suhu dan kelembaban pada truk mencapai
suhu 35oC dengan kelembaban berkisar 39 – 60%.Hal ini dikarenakan kondisi krat
ayam broiler pada truk mendapatkan intensitas paparan sinar matahari lebih tinggi
sehingga udara panas juga meningkat.
Tabel 3 Suhu dan Kelembaban Kandang

Waktu Suhu Kelembaban THI


kosong
0 menit
5 menit 33,1 55 83,17
10 menit 33,1 52 82,60
15 menit 32,9 50 81,97
20 menit 33,3 54 83,25
25 menit 33,3 57 83,81
30 menit 32,8 58 83,31
Akhir 32,2 64 83,55
Rata- rata 32,96 55,71 83,11

Grafik 2 . Suhu, kelembaban, dan THI kandang

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
kosong 0 menit 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit akhir

suhu kelembaban THI

Udara panas mengakibatkan panas dilepaskan melalui proses evaporasi


(penguapan melalui udara pernafasan) bahkan mengalami panting
(mengapmengap), serta peningkatan suhu tubuh karena cekaman yang
mengakibatkan metabolisme tidak berjalan optimal karena energi yang dihasilkan
dari metabolisme hanya dibuang ke lingkungan menjadi panas yang akan
terakumulasi pada keranjang konvensial (Pratama et al. 2016).
Tabel 4 Suhu dan kelembaban Truk

Waktu K8 K13 K15


suhu kelemb THI suhu kelem THI suhu kelembaban THI
aban baban
81,1
32,7 47 32,5 55 82,36 32,3 50 81,19
kosong 6
0 81,5
34,1 40 34 43 82,03 33,6 50 82,88
menit 6
5 81,9
34,6 39 33,8 41 81,39 33,3 43 81,17
menit 5
10 83,1
35,4 40 34,9 45 83,55 34,4 47 83,32
menit 2
15 84,0
36,2 40 35,6 43 84,00 35,1 45 83,80
menit 8
20 82,5
34,3 44 33,6 47 82,30 33 51 82,29
menit 9
25 82,1
33,5 47 33,1 49 82,04 32,8 55 82,76
menit 7
30 82,6
33,6 49 33,1 50 82,23 32,8 55 82,76
menit 8
82,1
32,9 51 32,6 58 83,04 31,7 60 82,14
Akhir 5
Rataan 82,3 82,54 82,52
34,14 44,11 33,68 47,88 33,22 50,67
8

Grafik 3 Suhu Crate


Suhu Crate
38

36

34

32

30

28
kosong 0 menit 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit akhir

k8 k13 k15

Grafik 4 kelembaban crate

Kelembaban Crate
70
60
50
40
30
20
10
0
kosong 0 menit 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit akhir

k8 k13 k15

Grafik 5 THI crate

THI Crate
85

84

83

82

81

80

79
kosong 0 menit 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit akhir

k8 k13 k15
Mujahid et al. (2007) menyatakan peningkatan suhu lingkungan 5OC yang
melebihi kisaran zona suhu nyaman menyebabkan stress oksidatif (kondisi radikal
bebas melebihi antioksidan) pada ayam broiler.Kondisi suhu pada kandang dan
truk masih dibawah 5OC , Suhu tersebut menurut Aviagen (2012) masih dapat
o
ditoleransi oleh ayam broiler karena masih berada di bawah suhu 35 C,
sehingga ayam broiler masih dalam lingkungan yang nyaman selama masa
pemulihan.

Suhu Rektal

Tabel 6 suhu rektal

Perlakuan Suhu rektal Peningkatan suhu


rektal
awal akhir
Kontrol 41,37 43,47 2,10
K8 (truck) 41,77 42,3 0,53
K13(truck) 42,63 43,3 0,67
K15 (truck) 42,3 42,67 0,37

Grafik 6 suhu rektal

44
43.5
43
42.5
42
41.5
41
40.5
40
awal akhir

kontrol k8 k13 k15

Ternak unggas tergolong hewan homeothermic (berdarah panas) dengan


ciri spesifik tidak memiliki kelenjar keringat serta hampir semua bagian tubuhnya
tertutup bulu.Kondisi biologis ini menyebabkan unggas dalam kondisi panas,
mengalami kesulitan membuang panas tubuhnya ke lingkungan (Ewing et al
1999). Sehingga ternak unggas sangat mudah mengalami stress panas.
Pengukuran suhu pada rektal selalu digunakan sebagai indikator suhu inti Suhu
tubuh normal ternak unggas berkisar antara 40,5-41,5°C (Etches et al 2008).
Dari grafik diatas, terjadi peningkatan dari semua perlakuan yang
diberikan. Dari perlakuan kontrol terjadi kenaikan sebesar 2,1°C, untuk perlakuan
k8, k13. Dan k15 yang ditransportasikan dengan truck masing masing memiliki
kenaikan sebesar 0,53°C, 0,67°C, dan 0,37°C. Unggas akan mulai mengalami
stres panas apabila suhu tubuh mencapai 42,2°C (Siegel, 1999). Sebagai
responnya, terjadi panting dan pada permukaan kulit terlihat pelebaran pembuluh
darah(vasodilatasi) untuk membawa panas tubuh ke permukaan kulit (Dawson dan
Whittow, 2000 Bouchama dan Knochel, 2002).

Tingkah Laku

Panting adalah salah satu tingkah laku yang ditunjukkan oleh ternak dalam
keadaan tercekam oleh panas tinggi.Panting berfungsi untuk mengeluarkan panas
dari tubuh dan menjaga homeostasis. Pada saat melakukan panting, air yang
membawa panas akan diuapkan secara cepat dari permukaan paru-paru, lidah, dan
mulut (Tickle 2018). Panting dilakukan oleh hewan yang tidak memiliki
kemampuan untuk mengeluarkan panas melalui keringat, salah satunya adalah
ayam broiler.Tubuh ayam broiler yang tertutup bulu, tidak memiliki kelenjar
keringat, dan metabolisme yang sangat cepat membuat tubuh ayam broiler
mengumpulkan panas dalam jumlah yang besar.Panting adalah salah satu cara
yang dilakukan oleh ayam untuk menjaga suhu tubuhnya. Suhu lingkungan ideal
untuk ayam broiler berkisar antara 18-25 °C (Dayyani 2013) dan THI yang
nyaman berada pada nilai dibawah 74. Apabila suhu lingkungan diatas nilai
tersebut, ayam akan mulai mengalami cekaman panas yang ditandai dengan
panting(Ranjan 2019), ayam lemah lesu, penurunan pergerakan (Mack 2013),
penurunan konsumsi pakan, mengangkat sayap, dan mencari tempat yang dingin.
Apabila suhu yang diserap oleh tubuh lebih besar dari kemampuan
termoregulasinya, suhu tubuh ayam akan meningkat dan mengalami kematian
apabila kenaikannya lebih dari 4°C.

Tabel 7 Tingkah laku

Parameter Waktu Kontrol(%) K8(%) K13(%) K15(%)


Panting 0 menit 100 100 18,86792
5 menit 87,5 100 100 73,33333
10 menit 100 100 100 86,66667
15 menit 100 100 100 60
20 menit 100 100 100 66,66667
25 menit 100 100 100 66,66667
30 menit 100 100 100 93,33333
Akhir 100 100 100
Berdiri 0 menit 50 7,692308 33,33333
5 menit 0 100 23,07692 66,66667
10 menit 0 27,7777778 15,38462 73,33333
15 menit 0 25 15,38462 73,33333
20 menit 12,5 0 0 66,66667
25 menit 0 87,5 0 73,33333
30 menit 0 0 7,692308 93,33333
Akhir 0 0 6,666667
Agresif 0 menit 0 0 6,666667
5 menit 0 62,5 0 93,33333
10 menit 0 37,5 15,38462 100
15 menit 0 0 0 40
20 menit 0 0 0 26,66667
25 menit 0 0 0 40
30 menit 0 25 15,38462 93,33333
Akhir 0 0 0

Hasil pengamatan menunjukkan 100% ayam pada kepadatan 8 dan 13 ekor


mengalami panting dari awal pengamatan hingga akhir pengamatan. Pada
perlakuan kontrol, 87,5% ayam melakukan panting dan meningkat menjadi 100%
pada menit ke-10 hingga akhir. Hal ini terjadi karena suhu krat dan lingkungan
berada jauh diatas suhu ideal ayam dan THI pada krat dan kandang berada pada
tingkat stress sedang (>79) (Gaughan 2009). THI yang tinggi menyebabkan
cekaman panas dan peningkatan suhu tubuh ayam. Persentase ayam yang
melakukan panting pada perlakuan kepadatan 15 ekor berfluktuasi cukup tinggi.
Perbedaan yang cukup besar ini berkemungkinan disebabkan oleh human error
seperti kurangnya ketelitian dari pengamat. Jumlah ayam yang berdiri dan agresif
terlihat mengalami penurunan seiring waktu transportasi. Perlakuan kontrol,
kepadatan 8 ekor, dan kepadatan 13 ekor menunjukan penurunan seiring waktu
dengan ayam beberapa kali berdiri dan bergerak pada waktu tertentu. Perlakuan
kepadatan 13 menunjukkan persentase ayam yang berdiri dan pergerakan yang
tinggi meskipun data menunjukkan THI dan penyusutan bobot badan yang tidak
jauh berbeda dengan perlakuan lainnya.

Temperature-Humidity Index

Temperature-Humidity Index atau THI adalah index angka yang


menggabungkan suhu dan kelembaban. THI digunakan untuk memperkirakan
seberapa panas sebuah lingkungan pada suhu dan kelembaban tertentu. Dalam
dunia peternakan, THI digunakan untuk memperkirakan stress atau cekaman
panas yang dialami oleh hewan, baik di kandang maupun pada saat transportasi.
Stress yang diukur dengan THI terbagi menjadi 4 kategori: normal(<74), ringan
(75-78), sedang (79-83), dan berat (>84) (Gaughan 2009).

Tabel 8 Temperature-Humidity Index kandang

Waktu Suhu Kelembaban THI


kosong
0 menit
5 menit 33,1 55 83,17
10 menit 33,1 52 82,60
15 menit 32,9 50 81,97
20 menit 33,3 54 83,25
25 menit 33,3 57 83,81
30 menit 32,8 58 83,31
Akhir 32,2 64 83,55
Rata- rata 32,96 55,71 83,11
Grafik 7 THI kandang

THI
84

83

82

81
kosong 0 menit 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit akhir

THI

Tabel 9 Temperature-Humidity Index truk

Waktu K8 K13 K15


suhu kelemb THI suhu kelem THI suhu kelembaban THI
aban baban
81,1
32,7 47 32,5 55 82,36 32,3 50 81,19
kosong 6
0 81,5
34,1 40 34 43 82,03 33,6 50 82,88
menit 6
5 81,9
34,6 39 33,8 41 81,39 33,3 43 81,17
menit 5
10 83,1
35,4 40 34,9 45 83,55 34,4 47 83,32
menit 2
15 84,0
36,2 40 35,6 43 84,00 35,1 45 83,80
menit 8
20 82,5
34,3 44 33,6 47 82,30 33 51 82,29
menit 9
25 82,1
33,5 47 33,1 49 82,04 32,8 55 82,76
menit 7
30 82,6
33,6 49 33,1 50 82,23 32,8 55 82,76
menit 8
82,1
32,9 51 32,6 58 83,04 31,7 60 82,14
Akhir 5
Rataan 82,3 82,54 82,52
34,14 44,11 33,68 47,88 33,22 50,67
8

Grafik 8 THI crate

THI Crate
85
84
83
82
81
80
79
kosong 0 menit 5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit 30 menit akhir

k8 k13 k15

Apabila berada pada lingkungan dengan THI yang bernilai stress sedang,
proses thermoregulasi ayam akan mulai terganggu. Ayam akan mulai kesusahan
untuk mengeluarkan panas dari tubuhnya sehingga mengalami stress panas yang
terlihat dari ayam yang panting. Stress panas yang berat pada broiler akan
mengakibatkan penurunan produksi akibat kurangnya konsumsi pakan yang
mengandung nutrien penting seperti protein, lemak, dan karbohidrat. Peningkatan
suhu akan mengakibatkan peningkatan bakteri dan parasit etiologic pada
lingkungan sekitar dan juga vektor pembawa penyakitnya (Ranjan 2019). Stress
yang diakibatkan oleh suhu dan THI yang tinggi pada saat transportasi dapat
menyebabkan penurunan kualitas daging dan deposisi lemaknya akibat perubahan
komposisi kimia dalam tubuh (Dai 2012) (Zhang 2012)
Simpulan

Transportasi ternak mempengaruhi penyusutan bobot badan,perubahan


suhu rektal,Kondisi fisik, serta perubahan tingkah laku ayam broiler .Perubahan
yang dialami oleh ayam broiler dipengaruhi oleh beberapa faktor meliputi suhu
dan kelembaban sekitar keranjang baik pada kandang mau truk , suhu dan
kelembaban mikroklimat serta kepadatan ayam broiler pada setiap keranjang yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Adzitey F. 2011. Effect of pre-slaughter animal handling on carcass and meat


quality.International Food Research Journal, 18 (1) : 485 – 491.

Aviagen. 2012. Panduan pemeliharaan ayam broiler strain Lohmann. [Internet].


[diunduh 2015 Jul 4]. Tersedia pada: http://en.aviagen.com/assets/Tech_
Center/LIR_ Broiler/IRBroilerPerfObj2012R1.pdf.

Borges SA, Fischer DSAV, Majorka A, Hooge DMA, Cummings KR. 2004.
Physiological responses of broiler chicken to heat stress and dietary
electroly balance (Sodium plus potassium minus chloride, milliequivalents
per kilogram). J. Poult Sci. 83:1551-1558.

Bouchama, A. and J.P. Knochel. 2002. Heat Stroke. N. Engl. J. Med. 346:1978-
1988.
Dai SF, Gao F, Xu XL, Zhang WH, Song SX, Zhou GH. 2012. Effects of dietary
glutamine and gammaaminobutyric acid on meat colour, pH, composition,
and water-holding characteristic in broilers under cyclic heat stress. Br.
Poult. Sci., 53: 471–481.

Dawson, W.R. and G.C. Whittow. 2000. Regulation of Body Temperature. In


Whittow GC, editor. Sturkie’s Avian Physiology . Ed 5 th . San
Diego: Academic Press.
Dayyani N, Bakhtiyari H. 2013. Heatstress in poultry: background andaffective
factors. International Journal of Advanced Biological and Biomedical
Research. 1(11): 1409-1413.

Etches RJ, John TM, Verrinder Gibbins AM. 2008. Behavioural, physiological,
neuroendocrine and molecular responses to heat stress. In: Daghir
NJ, editor. Poult Prod hot Clim. p. 49-69.

Ewing SA, Donald C, Lay J, Von Borrel E. 1999. Farm animal well-being: stress
physiology, animal behaviour and environmental design. Upper
Saddle River (New Jersey): Prentice Hall.

Gaughan JB, Mader TL, Eigenberg RA. 2009. Chapter 5: Thermal Indices and
Their Applications for Livestock Environments. J.A DeShazer, ed. Livestock
Energetics and Thermal Environmental Management. Michigan (US):
American Society Of Agricultural And Biological Engineers.

Hakim IA .2017.Performa Dan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Pada Jarak
Tempuh Pengangkutan Berbeda[skripsi].Bogor(ID):Institut Pertanian
Bogor.

Hazjah S.2019.Performa Bobot Badan Dan Profil Darah Putih Ayam Broiler
Pasca Pengangkutan Dengan Kepadatan Berbeda[skripsi].Bogor(ID):Institut
Pertanian Bogor.

Kusnadi E. 2006. Pengaruh temperatur kandang terhadap konsumsi ransum dan


komponen darah ayam broiler. J. Pengembangan Peternakan Tropis 33(3):
197 – 202

Mack LA, Felver-Grant JN, Dennis RL, Cheng HW. 2013. Genetic variation after
production and behavioral responses following heat stress in 2 strains of
laying hens. Poult. Sci., 92: 285-294.

Mader TL et al. 2006. Environmental factor influencing heat stress in feedlot


cattle. Journal of Animal Science. 84(3): 712-719

Marzuki A, Robiul AUA, Arifin J. 2015. Manajemen waktu pengangkutan dalam


meminimalisir penyusutan bobot badan ayam broiler. J. Inovasi Ilmiah
15(1):14-19.

Mujahid A, Akiba Y, Toyomizu M. 2007. Acute heat stress induces oxidative


stress and decreases adaptation in young white leghorn cockerels by
downregulation of avian uncoupling protein. Poult Sci. 86: 364-371.

Nijdam E, Arens P, Lambooji E, Decuypere E, Stegeman JA. 2004. Factors


influencing bruises and mortality of broilers during catching, transport, and
lairage. Poultry Science, 83 (1) : 1610 – 1615

Pratama TAIP, Yani A, Afnan R. 2016. Pengaruh perbedaan transportasi sistem


MClove dengan konvensional dan jenis kelamin terhadap respon fisiologis
ayam broiler. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan
1(4):204-211.
Ranjan A, Sinha R, Devi I, Rahim A, Tiwari S. 2019. Effect of Heat Stress on
Poultry Production and their Managemental Approaches. International
Journal of Current Microbiology and Applied Sciences. 8(2): 1548-1555

Tickle PG, Codd JR. 2018. Thermoregulation in rapid growing broiler chickensis
compromised by constraints on radiative andconvective cooling
performance.Journal of Thermal
Biology.https://doi.org/10.1016/j.jtherbio.2018.11.007.

Vosmerova P. Chloupek J. Bedanova I, Chloupek P, Kruzikova K., Blahova J.


2010. Changes in selected bio-chemical indices related to transport of
broilers to slaughterhouse under different ambient temperatures. Poultry
Science, 89, 2719–2725.

Zhang ZY, Jia GQ, Zuo JJ, Zhang Y, Lei J, Ren L, Feng DY. 2012.Effects of
constant and cyclic heat stress on muscle metabolism and meat quality of
broiler breast fillet and thigh meat.Poult. Sci., 91: 2931-2937.

Anda mungkin juga menyukai