Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

RHD

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rheumatic Heart Disease (RHD) adalah salah satu komplikasi yang membahayakan dari demam
reumatik. Penyakit jantung reumatik adalah sebuah kondisi dimana terjadi kerusakan permanen dari
katup-katup jantung yang disebabkan oleh demam reumatik. Katup-katup jantung tersebut rusak
karena proses perjalanan penyakit yang dimulai dengan infeksi tenggorokan yang disebabkan oleh
bakteri Streptococcus β hemoliticus tipe A (contoh: Streptococcus pyogenes), bakteri yang bisa
menyebabkan demam reumatik.
Sebanyak kurang lebih 39 % pasien dengan demam reumatik akut bisa terjadi kelainan pada
jantung mulai dari gangguan katup, gagal jantung, perikarditis (radang selaput jantung), bahkan
kematian.Dengan penyakit jantung reumatik yang kronik, pada pasien bisa terjadi stenosis katup
(gangguan katup), pembesaran atrium (ruang jantung), aritmia (gangguan irama jantung) dan
gangguan fungsi ventrikel (ruang jantung).Penyakit jantug reumatik masih menjadi penyebab
stenosis katup mitral dan penggantian katup pada orang dewasa di Amerika Serikat.
RHD (Rheumatic Heart Disease) terdapat diseluruh dunia. Lebih dari 100.000 kasus baru demam
rematik didiagnosa setiap tahunnya, khususnya pada kelompok anak usia 6-15 tahun. Cenderung
terjangkit pada daerah dengan udara dingin, lembab, lingkungan yang kondisi kebersihan dan
gizinya kurang memadai.Sementara dinegara maju insiden penyakit ini mulai menurun karena
tingkat perekonomian lebih baik dan upaya pencegahan penyakit lebih sempurna. Dari data 8 rumah
sakit di Indonesia tahun 1983-1985 menunjukan kasus RHD rata-rata 3,44 ℅ dari seluruh jumlah
penderita yang dirawat. Secara Nasional mortalitas akibat RHD cukup tinggi dan ini merupakan
penyebab kematian utama penyakit jantung sebelum usia 40 tahun.

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 1


1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Rheumatic Heart Disease itu?
2. Bagaimana epidemiologi Rheumatic Heart Disease?
3. Bagaimana etiologi Rheumatic Heart Disease?
4. Apa saja klasifikasi dari Rheumatic Heart Disease?
5. Bagaimana patofisiologi Rheumatic Heart Disease ?
6. Apa saja manifestasi klinis pada Rheumatic Heart Disease?
7. Apa saja komplikasi dari Rheumatic Heart Disease?
8. Apa saja diagnosis banding Apa saja komplikasi dari Rheumatic Heart Disease?
9. Pemeriksaan penunjang apa saja yang diperlukan pada Rheumatic Heart Disease?
10. Apa saja penatalaksanaan Rheumatic Heart Disease?
11. Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan Rheumatic Heart Disease?

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 2


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Penyakit Jantung Rematik (PJR) atau dalam bahasa medisnya Rheumatic Heart Disease (RHD)
adalah suatu proses peradangan yang mengenai jaringan-jaringan penyokong tubuh, terutama
persendian, jantung dan pembuluh darah oleh organisme streptococcus hemolitic-b grup A
(Pusdiknakes, 2006).
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit yang di tandai dengan kerusakan pada katup jantung
akibat serangan karditis reumatik akut yang berulang kali. (kapita selekta, edisi 3, 2007)
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang
merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang
mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis
migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatu. (Lawrence M. Tierney,
2002).
Penyakit jantung reumatik merupakan proses imun sistemik sebagai reaksi terhadap infeksi
streptokokus hemolitikus di faring (Brunner & Suddarth, 2001).

2.2 Epidemiologi
Penyakit jantung rematik menyebabkan setidaknya200.000 – 250.000 kematian bayi premature
setiap tahun dan penyebab umum kematian akibat penyakit jantung pada anak-anak dan remaja di
Negara berkembang.
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 oktober – 1 november 2001 yang
diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk RHD 0,5/100.000 penduduk di Negara maju hingga
8,2/100.000 penduduk di Negara berkembang di daerah Asia Tenggara di perkiraan 7,6/100.000
penduduk. Diperkirakan sekitar 2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia akibat
penyakit tersebut.
Prevalensi demam rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa
peneliti yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit jantung rematik berkisar
antara 0,3– 0,8/1.000 anak sekolah.

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 3


2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan
tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada
tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama
maupun demam reumatik serangan ulang.
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya
demam rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.
Telah diketahui bahwa dalam hal terjadi demam rematik terdapat beberapa predisposisi antara lain:
 Faktor-faktor pada individu :
a. Faktor genetic
Adanya antigen limfosit manusia ( HLA ) yang tinggi. HLA terhadap demam rematik menunjkan
hubungan dengan aloantigen sel B spesifik dikenal dengan antibodi monoklonal dengan status
reumatikus.
b. Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita dibandingkan dengan anak laki-laki.
Tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis kelamin.
c. Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan pertama maupun ulang demam reumatik
lebih sering didapatkan pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi data
ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai faktor lingkungan yang berbeda pada kedua
golongan tersebut ikut berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
d. Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada timbulnya demam reumatik /
penyakit jantung reumatik. Penyakit ini paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun
dengan puncak sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun
dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun. Distribusi umur ini
dikatakan sesuai dengan insidens infeksi streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi
Markowitz menemukan bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur 2-
6 tahun.

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 4


e. Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat ditentukan apakah merupakan
faktor predisposisi untuk timbulnya demam reumatik.
f. Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara polisakarida bagian dinding sel
streptokokus beta hemolitikus group A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini
mendukung terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
g. Serangan demam rematik sebelumnya.
Serangan ulang demam rematik sesudah adanya reinfeksi dengan Streptococcus beta-
hemolyticus grup A adalah sering pada anak yang sebelumnya pernah mendapat demam
rematik.
 Faktor-faktor lingkungan :
a. Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Mungkin ini merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai predisposisi untuk terjadinya
demam reumatik. Insidens demam reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun
sebelum era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk sanitasi lingkungan
yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni padat, rendahnya pendidikan sehingga pengertian
untuk segera mengobati anak yang menderita sakit sangat kurang; pendapatan yang rendah
sehingga biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini merupakan
faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam reumatik.
b. Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit terbanyak didapatkan didaerah
yang beriklim sedang, tetapi data akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun
mempunyai insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang diduga semula. Didaerah yang letaknya
agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih tinggi daripada didataran rendah.
c. Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan insidens infeksi saluran nafas bagian
atas meningkat, sehingga insidens demam reumatik juga meningkat.

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 5


2.4 Klasifikasi
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik/penyakit jantun reumatik dapat dibagi dalam 4
stadium menurut Ngastiyah, 1995:99 adalah:
a. Stadium I
Berupa infeksi saluran nafas atas oleh kuman Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A. Keluhan :
Demam, Batuk, Rasa sakit waktu menelan, Muntah, Diare, Peradangan pada tonsil yang disertai
eksudat
b. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten,ialah masa antara infeksi streptococcus dengan
permulaan gejala demam reumatik; biasanya periode ini berlangsung 1-3 minggu,kecuali korea
yang dapat timbul 6 minggu atau bahkan berbulan-bulan kemudian.
c. Stadium III
Yang dimaksud dengan stadium III ini ialah fase akut demam reumatik, saat ini timbulnya
berbagai manifestasi klinis demam reumatik /penyakit jantung reumatik.Manifestasi klinis
tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum dan menifesrasi spesifik demam
reumatik /penyakit jantung reumatik.
Gejala peradangan umum : Demam yang tinggi, lesu, Anoreksia, Lekas tersinggung, Berat badan
menurun, Kelihatan pucat, Epistaksis, Athralgia, Rasa sakit disekitar sendi, Sakit perut.
d. Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa kelainan
jantung / penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala
apa-apa.
Pada penderita penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala
yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.Pada fase ini baik penderita demam
reumatik maupun penyakit jantung reumatik sewaktu-waktu dapat mengalami reaktivasi
penyakitnya.

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 6


2.5 Patofisiologi
Patofisiologi penyakit jantung rematik (PJR) adalah proses autoimun sekuele dari demam rematik
akut (DRA). Patofisiologi respon autoimun dipicu oleh infeksi Streptococcus group A pada individu
yang rentan secara genetik.
Respon autoimun yang timbul diduga akibat adanya mimikri antigen Streptococcus group A yaitu
protein M dengan protein yang terdapat pada jantung (keratin, laminin myosin, tropomiosin, dan
vimentin). Kemiripan struktur tersebut memicu terjadinya aktivasi silang antibodi dan atau sel T
terhadap protein dalam tubuh manusia hingga menimbulkan reaksi autoimun.
Protein pada fase akut inflamasi juga dikaitkan dengan patofisiologi penyakit ini. Mannose binding
lectin (MBL) merupakan protein yang berperan dalam mengenali antigen karena berperan sebagai
reseptor yang berikatan dengan gula pada permukaan pathogen. Via jalur lectin, protein ini
mengopsonisasi pathogen, fagositosis, serta mengaktivasi kaskade komplemen.
Faktor genetik juga diduga berperan penting terkait kerentanan timbul reaksi autoimun karena tidak
semua individu dengan infeksi Streptococcus group A mengalami DRA.
Respon inflamasi tersebut menyerang jantung, sendi, otak serta kulit sehingga dapat menimbulkan
karditis, Syndenham chorea, artritis, nodul subkutan, serta eritema marginatum. Mekanisme
timbulnya rematik karditis yaitu antibodi monoklonal manusia mengidentifikasi myosin jantung
serupa dengan antigen protein M Streptococcus. Studi menunjukkan respon autoantibodi spesifik
terhadap peptida fragmen S2 miosin jantung. Epitope karbohidrat N-acetyl-beta-D-glucosamine
paling dikenal oleh antibodi monoclonal manusia mengalami reaksi silang dengan miokardium dan
katup jantung. Laminin merupakan target kerusakan pada katup oleh antibodi atau kompleks imun.
Infiltrasi seluler sel T yang reaktif dan inflamasi terjadi dengan peningkatan regulasi vascular cell
adhesion molecule-1 (VCAM-1).
Miosin terkandung dalam otot papilari jantung, bukan di katup jantung. Diduga kerusakan katup
terjadi akibat reaksi silang antara miosin jantung di miokardium dengan laminin, vimentin atau
komponen lainnya di katup. Kerusakan endothelium katup akan mengekspos kolagen. Kolagen I
dilepaskan dari katup yang rusak memicu timbulnya respon imun terhadap kolagen tersebut.
Kolagen yang terekspos akan terus diserang oleh antibodi sehingga kerusakan katup berlanjut.
Peradangan endothelium katup menimbulkan edema, infiltrasi selular yang didominasi oleh sel T,
serta vegetasi fibrin-platelet thrombi pada zona katup yang mengalami kontak. Kerusakan katup
akibat jaringan parut memicu deformitas yang ditandai dengan fibrosis, neovaskularisasi,
peningkatan kolagen, serta selularitas jaringan. Tampak dilatasi anular dan elongasi kordal

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 7


mengakibatkan koaptasi daun katup tidak adekuat, memicu regurgitasi mitral. Jika terjadi serangan
demam rematik akut atau penyakit jantung rematik rekuren, jaringan parut akan semakin banyak.
Gejala Syndenham chorea timbul akibat adanya kemiripan struktur tubulin dan lysoganglioside
antigen otak dengan epitope karbohidrat N-acetyl-beta-D-glucosamine bakteri Streptococcus group
A. Antibodi ditemukan di sitoplasma neuron pada regio kaudatus dan putamen otak. Antibodi
monoklonal manusia serta antibodi yang ditemukan di cairan serebospinal mengirim sinyal pada sel
saraf untuk mengaktivasi calcium calmodulin dependent protein kinase II (CaMKII). Studi juga
menunjukan antibodi monoklonal manusia bereaksi dengan reseptor dopamin D2, memicu
peningkatan pelepasan dopamine.

2.6 Manifestasi klinis


Untuk menegakkan diagnose demam dapat digunakan criteria Jones yaitu:
 Kriteria mayor:
a. Poliarthritis
Pasien dengan keluhan sakit pada sendi yang berpindah – pindah, radang sendi – sendi besar,
lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku (Poliartitis migran).
b. Karditis
Peradangan pada jantung (miokarditis, endokarditis)
c. Eritema Marginatum
Tanda kemerahan pada batang tubuh dan telapak tangan yang tidak gatal.
d. Nodul Subkutan
Terletak pada permukaan ekstensor sendi terutama siku, ruas jari, lutut, persendian kaki; tidak
nyeri dan dapat bebas digerakkan.
e. Khorea Syndendham
Gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal, sebagai manifestasi peradangan pada sistem
saraf pusat.

 Kriteria minor:
a) Mempunyai riwayat menderita demam reumatik atau penyakit jantung reumatik
b) Artraliga atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadang – kadang
sulit menggerakkan tungkainya
c) Demam tidak lebih dari 390 C

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 8


d) Leukositosis
e) Peningkatan laju endap darah (LED)
f) Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur
g) Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)

2.7 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Penyakit Jantung Reumatik (PJR) diantaranya adalah gagal
jantung, pankarditis (infeksi dan peradangan di seluruh bagian jantung), pneumonitis reumatik
(infeksi paru), emboli atau sumbatan pada paru, kelainan katup jantung, dan infark (kematian sel
jantung).
a. Dekompensasi Cordis
Peristiwa dekompensasi cordis pada bayi dan anak menggambarkan terdapatnya sindroma
klinik akibat myocardium tidak mampu memenuhi keperluan metabolic termasuk
pertumbuhan. Keadaan ini timbul karena kerja otot jantung yang berlebihan, biasanya karena
kelainan struktur jantung, kelainan otot jantung sendiri seperti proses inflamasi atau gabungan
kedua faktor tersebut.
Pada umumnya payah jantung pada anak diobati secara klasik yaitu dengan digitalis dan obat-
obat diuretika. Tujuan pengobatan ialah menghilangkan gejala (simptomatik) dan yang paling
penting mengobati penyakit primer.
b. Pericarditis
Peradangan pada pericard visceralis dan parietalis yang bervariasi dari reaksi radang yang
ringan sampai tertimbunnnya cairan dalam cavum pericard

2.8 Diagnosa banding


a. Karditis
Adalah infeksi yang ada di dalam lapisan jantung. Yang disebabkan oleh Strepcoccus viridians
dan staphylococcus aureus untuk infeksi akut.
b. Chorea
Sebuah penyakit yang dirakteristikkan dengan gerakan cepat dan tak terkoordinasi yang
utamanya terjadi di bagian wajah, tangan, dan kaki.

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 9


c. Arthritis
Adalah peradangan pada salah satu atau lebih sendi, menyebabkan nyeri dan kekakuan yang
dapat memburuk seiring usia.

2.9 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium: Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan
ASTO, peningkatan laju endap darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan
hemoglobin.
b. Radiologi: Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
c. Pemeriksaan Echokardiogram: Menunjukkan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram: Menunjukkan interval P-R memanjang
e. Hapusan Tenggorokan: Ditemukan Streptococcus Hemolitikus b grup A

2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada Penyakit Jantung Rematik yaitu:
a. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai keadaan jantung.
Kelompok Tirah baring Mobilisasi bertahap
Klinis ( minggu ) ( minggu)
- Karditis ( - )
- Artritis ( + ) 2 2
- Karditis (+)
- Kardiomegali (-) 4 4
- Karditis ( + )
- Kardiomegali(+) 6 6
- karditis ( + )
- Gagal jantung (+ ) >6 > 12

b. Eradikasi terhadap kuman streptokokus dengan pemberian penisilin benzatin 1,2 juta unit IM
bila berat badan > 30 kg dan 600.000-900.000 unit bila berat badan < 30 kg, atau penisilin
2x500.000 unit/hari selama 10 hari. Jika alergi penisilin, diberikan eritromisin 2x20 mg/kg
BB/hari untuk 10 hari. Untuk profilaksis diberikan penisilin benzatin tiap 3 atau 4 minggu sekali.
Bila alergi penisilin, diberikan sulfadiazin 0,5 g/hari untuk berat badan < 30 kg atau 1 g untuk

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 10


yang lebih besar. Jangan lupa menghitung sel darah putih pada minggu-minggu pertama, jika
leukosit < 4.000 dan neutrofil < 35% sebaiknya obat dihentikan. Diberikan sampai 5-10 tahun
pertama terutama bila ada kelainan jantung dan rekurensi.

c. Antiinflamasi
Salisilat biasanya dipakai pada demam rematik tanpa karditis, dan ditambah kortikosteroid jika
ada kelainan jantung. Pemberian salisilat dosis tinggi dapat menyebabkan intoksikasi dengan
gejala tinitus dan hiperpnea. Untuk pasien dengan artralgia saja cukup diberikan analgesik.
Pada artritis sedang atau berat tanpa karditis atau tanpa kardiomegali, salisilat diberikan 100
mg/kg BB/hari dengan maksimal 6 g/hari, dibagi dalam 3 dosis selama 2 minggu, kemudian
dilanjutkan 75 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu kemudian.
Kortikosteroid diberikan pada pasien dengan karditis dan kardiomegali. Obat terpilih adalah
prednison dengan dosis awal 2 mg/kg BB/hari terbagi dalam 3 dosis dan dosis maksimal 80
mg/hari. Bila gawat, diberikan metilprednisolon IV 10-40 mg diikuti prednison oral. Sesudah 2-3
minggu secara berkala pengobatan prednison dikurangi 5 mg setiap 2-3 hari. Secara
bersamaan, salisilat dimulai dengan 75 mg/kg BB/hari dan dilanjutkan selama 6 minggu
sesudah prednison dihentikan. Tujuannya untuk menghindari efek rebound atau infeksi
streptokokus baru.

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 11


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN REUMATIK HEART DISEASE

3.1 Pengkajian
a. Aktivitas/istrahat
Gejala : Kelelahan, kelemahan.
Tanda : Takikardia, penurunan TD, dispnea dengan aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung kongenital, IM, bedah jantung. Palpitasi, jatuh pingsan.
Tanda : Takikardia, disritmia, perpindahan TIM kiri dan inferior, Friction rub, murmur, edema,
petekie, hemoragi splinter.
c. Eliminasi
Gejala : Riwayat penyakit ginjal, penurunan frekuensi/jumlah urine.
Tanda : Urine pekat gelap.
d. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri pada dada anterior yang diperberat oleh inspirasi, batuk, gerakan menelan,
berbaring; nyeri dada/punggung/ sendi.
Tanda : Perilaku distraksi, mis: gelisah.
e. Pernapasan
Gejala : dispnea, batuk menetap atau nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda : takipnea, bunyi nafas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan berbercak
darah (edema pulmonal).
f. Keamanan
Gejala : Riwayat infeksi virus, bakteri, jamur, penurunan sistem imun.
Tanda : Demam.

3.2 Diagnosa Keperawatan


a. Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada katup mitral (stenosiskatup)
b. Nyeri akut b/d distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan asam lambung
akibat kompensasi sistem saraf simpati

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 12


d. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membrane alveolar-kapiler
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan sirkulasi darah kapiler
f. Hipertermia b/d proses penyakit, peradangan pada sendi
g. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan otot
h. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan pigmentasi kulit (peradangan)

3.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Tujuan & kriteria hasil (NOC) Intervensi (NIC)
Penurunan curah jantung -TTV dalam rentang normal 1) Kaji TTV secara teratur setiap 4
b/d adanya gangguan pada -Dapat mentoleransi aktivitas, tidak jam.
katup mitral (stenosiskatup) ada kelelahan 2) Kaji perubahan warna kulit
-Tidak ada penurunan kesadaran terhadap sianosis dan pucat.
3) Batasi aktifitas secara adekuat.
4) Berikan kondisi psikologis
lingkungan yang tenang.
5) Kolaborasi untuk pemberian
oksigen
6) Kolaborasi untuk pemberian
digitalis

Nyeri akut b/d distensi -Mampu mengontrol nyeri 1) Monitor TTV


jaringan oleh akumulasi -Melaporkan bahwa nyeri berkurang 2) Kaji Nyeri
cairan/proses inflamasi, -Mampu mengenali nyeri 3) Berikan lingkungan yg nyaman
destruksi sendi -Menyatakan nyaman 4) Atur posisi nyaman
5) Ajarkan teknik nonfarmakologi
6) Kolaborasi pemberian
analgetik
Ketidakseimbangan nutrisi -Adanya peningkatan BB 1) Catat asupan makan klien.
kurang dari kebutuhan -BBI sesuai TB 2) Anjurkan makan sedikit-sedikit
tubuh b/d peningkatan asam -Mampu mengidentifikasikan tapi sering.
lambung akibat kompensasi kebutuhan nutrisi 3) Berikan makanan yang hangat.

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 13


sistem saraf simpati -Tidak ada tanda tanda mal nurtisi 4) Berikan makanan yang disukai
-Menunjukkan peningkatan fungsi klien.
pengecapan dan menelan 5) Berikan pengetahuan tentang
-Tidak terjadi penurunan BB yang nutrisi.
berarti 6) Kolaborasi dengan tim ahli gizi
Gangguan pertukaran gas -Mendemonstrasikan peningkatan 1) Monitor TTV
b/d perubahan membrane ventilitas dan oksigenasi yang adekuat 2) Posisika klien untuk
alveolar-kapiler -Memelihara kebersihan paru paru memaksimalkan ventilasi
dan bebas dari tanda tanda distress 3) Monitor pola nafas
pernafasan 4) Monitor rata-rata, kedalaman,
-Mendemonstrasikan batuk efektif irama, dan usaha respirasi
-TTV dalam batas normal 4) Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
5) Berikan terapi oksigen bila
perlu
Ketidakefektifan perfusi -Mendemonstrasikan status sirkulasi 1) Monitor adanya daerah
jaringan perifer b/d -Mendemonstrasikan kemampuan tertentu yang hanya peka
penurunan sirkulasi darah kognitif terhadap panas/dingin/tajam/
kapiler -Menunjukkan fungsi sensori cranial tumpul
yang utuh 2) Monitor adanya paretase
3) Batasi gerakan pada kepala,
leher, dan punggung
4) Kolaborasi pemberian
analgetik
5) monitor adanya tromboplebitis
6) Diskusikan mengenai penyebab
perubahan sensasi
Hipertermia b/d proses -Suhu tubuh dalam rentang normal 1) Monitor suhu sesering
penyakit, peradangan pada -Nadi dan RR dalam rentang normal mungkin
sendi -Tidak ada perubahan warna kulit dan 2) Monitor warna dan suhu kulit
tidak ada pusing 3) kompres pasien pada lipat
paha dan aksila

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 14


4) Tingkatkan intake cairan dan
nutrisi
5) Kolaborasi pemberian anti
piretik
Intoleransi aktivitas b/d -TTV dalam batas normal 1) Bantu klien untuk
kelemahan otot -Mampu berpindah: dengan atau mengidentifikasi aktivitas yang
tanpa bantuan alat mampu dilakukan
-Status sirkulasi baik 2) Bantu untuk memilih aktivitas
yang konsisten
3) Bantu untuk mendapatkan alat
bantuk aktivitas (kursi roda)
4) Monitor respon fisik, emosi,
sisioal, dan spiritual
Kerusakan integritas kulit -Integritas kulit yang baik bisa 1) Anjurkan pasien untuk
b/d perubahan pigmentasi dipertahankan menggunakan pakaian yang
kulit (peradangan) -Tidak ada luka atau lesi pada kulit longgar
-Perfusi jaringan baik 2) Hindari kerutan pada tempat
-Mampu melindungi kulit dan tidur
mempertahankan kelembapan kulit 3) Jaga kebersihan kulit agar
tetap bersih dan kering
3) Mobilisasi pasien setiap 2 jam
sekali
4) Monitor kulit akan adanya
kemerahan

3.4 Implementasi
Implementasi adalah proses keperawatan yang mengikuti rumusan dari keperawatan, pelaksanaan
keperawatan yang mencakup: melakukan dan memberikan asuhan keperawatan. Tujuan berpusat
pada klien, mencatat serta melakukan pertukan informasi yang relevan dengan berkelanjutan pada
klien
a. Proses atau tahapan
i Mengkaji ulang klien

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 15


Fase ini merupakan komponen yang memberikan mekanisme bagi perawat yang
menentukan apakah tindakan keperawatan yang diusulkan masih sesuai.
ii Mengklasifikasi rencana yang sudah ada
iii Mengklasifikasi bidang bantuan berupa tenaga, pengetahuan, serta keterampilan
iv Mengimplementasi intervensi keperawatan
b. Dokumentasi
Mencatat semua tindakan yang dilakukan tentang respon pasien, tanggal dan waktu serta nama
dan paraf perawat yang jelas

3.5 Evaluasi
Pada tahap ini yang perlu di evaluais pada klien adalah mengacu pada tujuan yang hendak dicapai,
yaitu:
i S (Subjective), adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan
ii O (Objective), adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan setelah tindakan dilakukan
iii A (Analisis), adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective dengan
tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi
sebagian, atau tidak teratasi
iv P (Planning), adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil
analisa

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 16


BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit jantung reumatik adalah penyakit peradangan sistemik akut atau kronik yang
merupakan suatu reaksi autoimun oleh infeksi Beta Streptococcus Hemolyticus Grup A yang
mekanisme perjalanannya belum diketahui, dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu Poliarthritis
migrans akut, Karditis, Korea minor, Nodul subkutan dan Eritema marginatu. (Lawrence M. Tierney,
2002).
Penyebab terjadinya penyakit jantung reumatik diperkirakan adalah reaksi autoimun (kekebalan
tubuh) yang disebabkan oleh demam reumatik. Infeksi streptococcus β hemolitikus grup A pada
tenggorok selalu mendahului terjadinya demam reumatik baik demam reumatik serangan pertama
maupun demam reumatik serangan ulang.
Infeksi Streptococcus beta-hemolyticus grup A pada tenggorok selalu mendahului terjadinya demam
rematik, baik pada serangan pertama maupun serangan ulang.
Tanda dan gejala: Mempunyai riwayat menderita demam reumatik atau penyakit jantung
reumatik, Artraliga atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi; pasien kadang –
kadang sulit menggerakkan tungkainya, Demam tidak lebih dari 390 C, Leukositosis, Peningkatan laju
endap darah (LED), Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur, Peningkatan Anti Streptolisin O
(ASTO)

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 17


DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
NANDA NIC NOC jilid 3, Yogyakarta: Medication Jogja.

Jumiarni Ilyas,dkk (2006), Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks Keluarga,PusatPendidikan


Tenaga Kesahatan Dep. Kes RI, Jakarta

LAB/UPF Ilmu Kesehatan Anak (2007), Pedoman Diagnosis Dan Terapi, Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Soetomo, Surabaya

Ngastiyah (2007), Perawatan Anak Sakit, Edisi III EGC ,Jakarta.


Brunner dan Suddarth. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran Ed. 3 Jilid 1. Media Aesculapius. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed. 6 Vol 1. EGC.
Jakarta.

Slamet suyono, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Ed.3. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta.

Suriadi, SKep, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung Seto. Tim Penyusun.
Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Volume II, 2001, FKUI.

Rheumatoid Heart Disease (RHD) | 18

Anda mungkin juga menyukai