Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

LP CA Ovarium

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker ovarium (kanker indung telur) merupakan penyebab nomor satu
dari seluruh kematian yang disebabkan kanker pada saluran reproduksi.
Penderita kanker ini umumnya didiagnosis terlambat, karena belum adanya
metode deteksi dini yang akurat. Sehingga hanya 20-30% penderita kanker
ovarium saja yang dapat terdiagnosa pada stadium awal. Kanker ovarium erat
hubungannya dengan wanita yang mempunyai tingkat kesuburan yang rendah
atau intenfertilitas dan biasanya terjadi pada wanita nullipara, melahirkan pertama
kali pada usia diatas 35 tahun dan wanita yang mempunyai keluarga dengan
riwayat ovarium, kanker payudara atau kanker kolon, sedangkan wanita dengan
riwayat kehamilan pertama terjadi pada usia di bawah 25 tahun, dengan
penggunaan pil kontrasepsi dan menyusui akan menurunkan kanker ovarium
sebanyak 30 - 60% (Aditya, 2009).
Di Indonesia tumor ganas ovarium banyak dijumpai dan merupakan
penyebab kematian ketiga setelah tumor ganas serviks dan tumor ganas
payudara, padahal five-years survival ratenya dalam 50 tahun terakhir ini tidak
banyak mengalami kemajuan yaitu berkisar antara 20-37%. Tumor ganas pada
ovarium ditemukan dengan proporsi sebesar 8% dari seluruh tumor ganas
ginekologi. Tumor ini dapat terjadi pada semua golongan umur, tetapi lebih sering
pada usia 50 tahun yaitu sebesar 60%, sedangkan pada masa reproduksi kira-
kira 30% dan pada usia lebih muda sebanyak 10%. Akhir-akhir ini diperkirakan
terjadi peningkatan kasus dengan gambaran histopatologi antara neoplasma
ovarian jinak dan ganas, diklasifikasikan sebagai neoplaasma ovarium borderline
yang penanganannya masih belum disepakati oleh para ahli. Diperkirakan sekitar
9,2% dari seluruh keganasan ovarium adalah neoplasma kelompok ini, yang
angka ketahanan hidupnya dapat mencapai 95% meskipun kemungkinan
rekurensi dan kematian dapat terjadi 10-20 tahun kemudian. Hal ini disebabkan
2

karena neoplasma kelompok ini tetap memiliki kemampuan metastasis ke organ–


organ jauh diluar genitalia interna (Priyanto,2007).
Berdasar data Departemen Kesehatan (Depkes,2009), di Indonesia
terdapat 90-100 kasus kanker leher rahim per 100.000 penduduk. Setiap tahun
terjadi 200.000 kasus kanker leher rahim. Sekitar 70-80% kanker ovarium
ditemukan pada waktu telah terjadi anak sebar. Karena gejala kanker ovarium
tidak khas, lebih dari 70% penderita kanker ovarium ditemukan sudah dalam
stadium lanjut. Lebih kurang setengah dari kasus kanker indung telur ditemukan
pada perempuan yang telah berusia lebih dari 60 tahun. Seperti yang telah
disebutkan di atas bahwa kanker ovary adalah jenis kanker yang paling sulit
dideteksi dan diobati, hal ini diakibatkan karena pada tahap awalnya kanker ovary
menunjukkan sedikit sekali gejala atau bahkan tidak ada gejala sama sekali.
Kondisi ini yang menyebabkan mereka yang terkena penyakit ini ketika di
diagnosis lebih dari setengahnya sudah berada pada tahap lanjutan sehingga
kegagalan pengobatan atau perawatannya lebih tinggi. Salah satu pengobatan
kanker ovarii yaitu dengan cara kemoterapi. Klien yang sudah melakukan
kemoterapi akan mengalami mual, muntah, nafsu makan menurun, stomatitis,
nefripenia, sehingga klien dengan kemoterapi baik sebelum dan sesudah
tindakan sangat memerlukan perawatan khusus sehingga efek dari therapy
tersebut dapat diminimalkan.
Kanker ovarium merupakan penyebab kematian utama pada kasus
keganasan ginekologi, dan sampai tahun 1998 kanker ovarium merupakan
kanker kelima tersering yang menyebabkan kematian wanita di Amerika Serikat
setelah kanker paru-paru, kolorektal, payudara, dan pankreas. Insidensinya pada
wanita dibawah 50 tahun m5,3 per 100.000 dan meningkat menjadi 41,4 per
100.000 pada wanita di atas 50 tahun. (Hidayat, 2009)
Di Indonesia kanker ovarium menduduki urutan ke enam terbanyak dari
keganasan pada wanita setelah karsinoma serviks uteri, payudara, kolorektal,
kulit dan limfoma. (Hidayat, 2009)
Mengingat angka kejadian kanker ovarium yang cukup tinggi maka
penulis tertarik mengambil judul dengan asuhan kebidanan gangguan kesehatan
3

reproduksi pada pada Ny S dengan Post Laparatomi atas indikasi Ca di Ruang


Tulip II B RSUD Ulin Banjarmasin.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan asuhan kebidanan gangguan kesehatan reproduksi pada
pada Ny S dengan Post Laparatomi atas indikasi Ca di Ruang Tulip II B
RSUD Ulin Banjarmasin.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian secara subjektif pada Ny S dengan Post
Laparatomi atas indikasi Ca di Ruang Tulip II B RSUD Ulin
Banjarmasin.
b. Melakukan pengkajian secara objektif pada Ny S dengan Post
Laparatomi atas indikasi Ca di Ruang Tulip II B RSUD Ulin Banjarmasin
c. Dapat menyimpulkan analisa data yang tepat pada kasus Ny S dengan
Post Laparatomi atas indikasi Ca di Ruang Tulip II B RSUD Ulin
Banjarmasin.
d. Dapat memberikan asuhan kebidanan sesuai rencana tindakan yang
tepat pada pada kasus Ny S dengan Post Laparatomi atas indikasi Ca
di Ruang Tulip II B RSUD Ulin Banjarmasin.

C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan sebagai salah satu masukan untuk menambahkan
pengetahuan dan wawasan bagaimana penanganan pasien dengan post
laparatomi atas indikasi ca ovarium.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan kepada institusi pendidikan dapat digunakan sebagai salah
satu referansi tentang asuhan kebidanan dengan kasus post laparatomi
atas indikasi ca ovarium.
4

3. Bagi Tenaga kesehatan


Diharapkan bagi tenaga kesehatan dapat melakukan pencegahan dan
pengendalian infeksi dalam memberikan pelayanan dan konseling lebih
mendalam pada pasien dan keluarga pada pasien dengan post laparatomi
atas indikasi ca ovarium.
.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Kanker ovarium berasal dari sel - sel yang menyusun ovarium yaitu
sel epitelial, sel germinal dan sel stromal. Sel kanker dalam ovarium juga
dapat berasal dari metastasis organ lainnya terutama sel kanker payudara
dan kanker kolon tapi tidak dapat dikatakan sebagai kanker ovarium.
(Andesa, 2010)
Kanker Ovarium atau Kanker Indung Telur adalah kanker tersering
kedua dari seluruh tumor ganas ginekologi dan merupakan penyebab
kematian nomor satu dari seluruh kematian akibat kanker ginekologi.
Penderita umumnya di diagnosis terlambat, karena belum adanya metode
deteksi dini yang akurat untuk kanker ovarium ini, sehingga hanya 25 – 30%
saja yang terdiagnosis pada stadium awal.
Kanker ovarium adalah tumor ganas yang tumbuh pada ovarium
(indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70
tahun. Kanker ovarium bisa menyebar melalui system getah bening dan
melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru – paru.
Kanker ovarium adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan
pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan
tidak normal, cepat dan tidak terkendali.
Kanker indung telur atau kita sebut dengan kanker ovarium, adalah
kanker yang berasal dari sel-sel ovarium atau indung telur. (Sofyan, 2006)
Kanker ovarium disebut sebagai “the silent lady killer” karena sulit
diketahui gejalanya sejak awal. Sebagian besar kasus kanker ovarium
terdiagnosis dalam stadium yang sudah lanjut. Kebanyakan kanker ovarium
ini berawal dari kista.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kanker indung
telur atau kita sebut dengan kanker ovarium, adalah kanker yang berasal dari
sel-sel ovarium atau indung telur. dimana sel telah kehilangan pengendalian
6

dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak normal,


cepat dan tidak terkendali.
Menurut data statistik American Cancer Society insiden kanker
sovarium sekitar 4 % dari seluruh keganasan pada wanita dan menempati
peringkat kelima penyebab kematian akibat kanker, diperkirakan pada tahun
2003 akan ditemukan 25.400 kasus baru dan menyebabkan kematian
sebesar 14.300, dimana angka kematian ini tidak banyak berubah sejak 50
tahun yang lalu. (Andesa, 2010)
Hampir 70 % kanker ovarium epitelial tidak terdiagnosis sampai
keadaan stadium lanjut, menyebar dalam rongga abdomen atas (stadium III)
atau lebih luas (stadium IV) dengan harapan hidup selama 5 tahun hanya
sekitar 15–20%, sedangkan harapan hidup stadium I dan II diperkirakan
dapat mencapai 90% dan 70%. (Andesa, 2010)

B. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi
banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium
untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses
penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses
transformasi menjadi sel-sel tumor. (Andesa, 2010).
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker
ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen
dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel
kanker ovarium. (Andesa, Hesa, 2010)
Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan Ca ovarium adalah :
1. Diet tinggi lemak
2. Merokok dan alcohol
7

3. Infertilitas
4. Riwayat Ca mammae, kolon, dan endometrium
5. Nullipara
(Andesa, 2010)
Faktor resiko kanker ovarium:
Penyebab pasti kanker ovarium masih dipertanyakan, beberapa hal yang
diperkirakan sebagai faktor resiko kanker ovarium adalah sebagai berikut:
1. Riwayat keluarga kanker ovarium dan kanker payudara
2. Riwayat keluarga kanker kolon dan kanker endometrial
3. Wanita diatas usia 50 – 75 tahun
4. Wanita yang tidak memiliki anak (nullipara)
5. Wanita yang memiliki anak > 35 tahun
6. Membawa mutasi gen BRCA1 atau BRCA2
7. Sindroma herediter kanker kolorektal nonpolipoid
8. Ras kaucasia > Afrika-Amerika
9. Dll
(Andesa, 2010)

C. Patofisiologi
Penyebab kanker ovarium masih belum diketahui secara pasti, (Ari,
2008). Namun teori yang banyak dianut adalah teori Fathalla yang
menyatakan bahwa diperkirakan pada saat terjadi ovulasi, terjadi kerusakan
pada sel-sel epitel ovarium. Untuk penyembuhan luka yang sempurna
diperlukan waktu. Jika sebelum penyembuhan tercapai terjadi lagi ovulasi
atau trauma baru, proses penyembuhan akan terganggu sehingga dapat
menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor (Busmar, 2006:469).
Pada kejadian ini, beberapa orang dapat terjadi mutasi gen yang
menjadi karsinogenik. Kejadian mutasi gen akan makin meningkat pada
keluarga yang mempunyai sejarah herediter karsinoma (Manuaba, 2005) .
8

D. Tanda dan gejala


Kanker ovarium sulit terdeteksi, hanya sekitar 10 % dari kanker
ovarium yang terdeteksi pada stadium awal, keluhan biasanya nyeri daerah
abdomen disertai keluhan–keluhan:
1. Pembesaran abdomen akibat penumpukan cairan dalam rongga
abdomen (ascites)
2. Gangguan sistem gastrointestinal; konstipasi, mual, rasa penuh,
hilangnya nafsu makan dll
3. Gangguan sistem urinaria; inkontinensia uri
4. Perasaan tidak nyaman pada rongga abdomen dan pelvis
5. Menstruasi tidak teratur
6. Lelah
7. Keluarnya cairan abnormal pervaginam (vaginal discharge)
8. Nyeri saat berhubungan seksual
9. Penurunan berat badan
(Hira, 2011.)

E. Manifestasi klinis
Kanker ovarium sebagian besar berbentuk tumor kistik ( kista
ovarium) dan sebagian kecil berbentuk tumor padat. Kebanyakan wanita
dengan kanker ovarium tidak menimbulkan gejala dalam waktu yang lama.
Bila gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik pada stadium awal
dapat berupa gangguan haid. Jika tumor sudah menekan rektum atau
kandung kemih mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih. Dapat juga
terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan
nyeri spontan atau nyeri pada saat bersenggama. Pada stadium lanjut gejala
yang terjadi berhubungan dengan adanya asites ( penimbunan cairan dalam
rongga perut ) penyebaran ke omentum ( lemak perut ) dan organ-organ
didalam rongga perut lainnya seperti usus-usus dan hati seperti perut
membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan, gangguan buang air
besar dan buang air kecil. Penumpukan cairan bisa juga terjadi pada rongga
9

dada akibat penyebaran penyakit ke rongga dada yang mengakibatkan


penderita sangat merasa sesak nafas.

F. Pemeriksaan penunjang
Sebagian besar dari kanker ovarium bermula dari suatu kista, maka
apabila pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat
jinak atau ganas (kanker ovarium) kewaspadaan terhadap kista yang bersifat
ganas dilakukan pada keadaan :
1. Kista cepat membesar
2. Kista pada usia remaja atau pasca menopause
3. Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4. Kista dengan bagian padat
5. Tumor pada ovarium
Bila ditemukan sifat kista seperti tersebut diatas, harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk memperkuat dugaan kearah kanker ovarium
seperti tindakan USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah dan
bahkan mungkin diperlukan pemeriksaan CT-Scan / MRI. Pemeriksaan
laboratorium yang bisa dilakukan untuk menunjang diagnosis adalah
pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca 72-4, beta – HCG dan
alfafetoprotein. Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis
kanker ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan
tindakan operasi. Prosedur operasi pada pasien yang tersangka kanker
ovarium sangat berbeda dengan kista ovarium biasa. Hal terpenting pada
operasi pasien yang tersangka kanker ovarium adalah semaksimal mungkin
berusaha agar kista tersebut keluar secara utuh, kemudian dilakukan
pemeriksaan ke laboratorium Patologi Anatomik (pemeriksaan potong beku).
Apabila hasil pemeriksaan potong beku bukan suatu kanker, maka operasi
selesai. Sebaliknya bila hasil pemeriksaan potong beku adalah kanker
ovarium maka operasi dilanjutkan dengan mengangkat rahim, ovarium sisi
lain, usus buntu, omentum, melakukan biopsi pada tempat yang dicurigai
10

adanya penjalaran kanker di rongga perut dan melakukan pengambilan


kelenjar getah bening di panggul. Tindakan yang komplek ini disebut sebagai
”Staging lapstotomy” yang bertujuan untuk menentukan stadium penyakit
sehingga dapat ditentukan rencana pengobatan selanjutnya setelah operasi.
Pada pasien yang belum mempunyai keturunan atau masih menginginkan
keturunan masih bisa dipertimbangkan untuk tidak mengangkat rahim dan
ovarium sisi lain. Perlu juga diketahui bahwa akurasi dari hasil pemeriksaan
potong beku tersebut hanya berkisar anatar 90-95%, sehingga diagnosis dari
kanker ovarium baru diketahui setelah pemeriksaan Patologi Anatomik yang
definitif. Hal ini menyebabkan pada beberapa pasien dengan hasil potong
beku menyatakan bukan kanker ovarium, terpaksa dilakukan operasi ”
Staging laparotomy ”

G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat, pemeriksaan fisik
ginekologi, serta pemeriksaan penunjang
1. Riwayat
Kanker ovarium pada stadium dini tidak memberikan keluhan. Keluhan
yang timbul berhubungan dengan peningkatan massa tumor, penyebaran
tumor pada permukaan serosa dari kolon dan asites. Rasa tidak nyaman
dan rasa penuh diperut, serta cepat merasa kenyang sering berhubungan
dengan kanker ovarium. Gejala lain yang sering timbul adalah mudah
lelah, perut membuncit, sering kencing dan nafas pendek akibat efusi
pleura dan asites yang masif. (Wijaya, 2010)
Dalam melakukan anamnesis pada kasus tumor adneksa perlu
diperhatikan umur penderita dan faktor risiko terjadinya kanker ovarium.
Pada bayi yang baru lahir dapat ditemukan adanya kista fungsional yang
kecil (kurang dari 1-2 cm) akibat pengaruh dari hormon klien. Kista ini
mestinya menghilang setelah bayi berumur beberapa bulan. Apabila
menetap akan terjadi peningkatan insiden tumor sel germinal ovarium
dengan jenis yang tersering adalah kista dermoid dan disgerminoma.
11

Dengan meningkatnya usia kemungkinan keganasan akan meningkat


pula. Secara umum akan terjadi peningkatan risiko keganasan mencapai
13% pada premenopause dan 45% setelah menopause. Keganasan
yang terjadi bisa bersifat primer dan bisa berupa metastasis dari uterus,
payudara, dan traktus gastrointestinal. (Wijaya, adi, 2010)
2. Pemeriksaan Fisik Ginekologi
Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam
memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi dan mobilitas dari massa
tumor. Pada pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan
bagian posterior, ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Dauglas
dan rektum. Adanya nodul di payudara perlu mendapat perhatian,
mengingat tidak jarang ovarium merupakan tempat metastasis dari
karsinoma payudara. (Wijaya, 2010)
Hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada
rongga pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang
mampu membedakan tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun
secara umum dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik dengan
permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor
ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi
dan sering bilateral. Massa yang besar yang memenuhi rongga abdomen
dan pelvis lebih mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat
rendah. Adanya asites dan nodul pada cul-de-sac merupakan petunjuk
adanya keganasan. (Wijaya, 2010)
3. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang utama dalam
menegakkan diagnosis suatu tumor adneksa ganas atau jinak. Pada
keganasan akan memberikan gambaran dengan septa internal, padat,
berpapil, dan dapat ditemukan adanya asites . Walaupun ada
pemeriksaan yang lebih canggih seperti CT scan, MRI (magnetic
resonance imaging), dan positron tomografi akan memberikan gambaran
yang lebih mengesankan, namun pada penelitian tidak menunjukan
12

tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dari ultrasonografi.


(Wijaya, 2010).

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker ovarium terdiri atas:
1. Operasi
2. Radioterapi
3. Kemoterapi
Kanker Ovarium Epitelial :
1. Stadium I
Pilihan terapi stadium I dengan derajat diferensiasi baik sampai sedang,
operasi salpingo-ooforektomi bilateral (operasi pengangkatan tuba
fallopi dan ovarium) atau disertai histerektomi abdominal total
(pengangkatan uterus) dan sebagian jaringan abdominal, harapan
hidup selama 5 tahun mencapai 90%. (Hidayat, 2009)
Pada stadium I dengan diferensiasi buruk atau stadium Ic pilihan terapi
berupa:
a. Radioterapi
b. Kemoterapi sistemik
c. Histerektomi total abdominal dan radioterapi
(Hidayat, 2009)
2. Stadium II
Pilihan terapi utama operasi disertai kemoterapi atau radioterapi,
dengan terapi ajuvan memperpanjang waktu remisi dengan harapan
hidup selama 5 tahun mendekati 80 %. (Hidayat, 2009)
3. Stadium III dan IV
Sedapat mungkin massa tumor dan daerah metastasis sekitarnya
diangkat (sitoreduktif) berupa pengeluran asites, omentektomi, reseksi
daerah permukaan peritoneal, dan usus, jika masih memungkinkan
salpingo-ooforektomi bilateral dilanjutkan terapi ajuvan kemoterapi dan
atau radioterapi. (Hidayat, 2009)
13

Kanker Ovarium Germinal


1. Disgerminoma
Pengangkatan ovarium dan tuba fallopi dimana kanker ditemukan
dilanjutkan radioterapi atau kemoterapi. (Hidayat, 2009)
2. Tumor sel germinal lainnya
Pengangkatan ovarium dan tuba fallopi dilanjutkan kemoterapi.
(Hidayat, 2009).
I. Pencegahan
Tidak ada upaya pencegahan khusus yang dapat dilakukan agar
terhindar dari kanker ovarium. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan pemeriksaan secara berkala yang meliputi:
a. Pemeriksaan klinis ginekologik untuk mendeteksi adanya kista atau
pembesaran ovarium.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) bila perlu dengan alat Doppler untuk
mendeteksi aliran darah.
c. Pemeriksaan petanda tumor (tumor marker).
d. Pemeriksaan CT Scan/MRI bila dianggap perlu
Pemeriksaan tersebut di atas sangat dianjurkan terutama terhadap
wanita yang mempunyai risiko akan terjadinya kanker ovarium, yaitu :
a. Wanita yang tidak pernah atau sulit hamil
b. Wanita dengan riwayat keluarga menderita kanker ovarium
c. Wanita penderita kanker payudara dan kolon

J. Tindakan operasi Laparatomi


Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka
cavum abdomen dengan tujuan eksplorasi.
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah
proses pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam
Perry dan Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan
dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan
14

setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan


perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk
pelayanan perawatan yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani
operasi pembedahan abdomen.
1) Indikasi
a) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
b) Mempercepat penyembuhan.
c) Mengembalikan fungsi klien semaksimal mungkin seperti sebelum
operasi.
d) Mempertahankan konsep diri klien.
e) Mempersiapkan klien pulang.
2) Mobilisasi pada Post Op Laparatomi
Kebanyakan dari pasien masih mempunyai kekhawatiran kalau
tubuh digerakkan pada posisi tertentu pasca operasi akan
mempengaruhi luka operasi yang masih belum sembuh yang baru saja
selesai dikerjakan. Padahal tidak sepenuhnya masalah ini perlu
dikhawatirkan, bahkan justru hampir semua jenis operasi membutuhkan
mobilisasi atau pergerakan badan sedini mungkin.
Asalkan rasa nyeri dapat ditahan dan keseimbangan tubuh tidak
lagi menjadi gangguan, dengan bergerak, masa pemulihan untuk
mencapai level kondisi seperti pra pembedahan dapat dipersingkat. Dan
tentu ini akan mengurangi waktu rawat di rumah sakit, menekan
pembiayaan serta juga dapat mengurangi stress psikis.
Dengan bergerak, hal ini akan mencegah kekakuan otot dan sendi
sehingga juga mengurangi nyeri, menjamin kelancaran peredaran darah,
memperbaiki pengaturan metabolisme tubuh, mengembalikan kerja
fisiologis organ-organ vital yang pada akhirnya justru akan mempercepat
penyembuhan luka. Menggerakkan badan atau melatih kembali otot-otot
dan sendi pasca operasi di sisi lain akan memperbugar pikiran dan
mengurangi dampak negatif dari beban psikologis yang tentu saja
berpengaruh baik juga terhadap pemulihan fisik. Pengaruh latihan pasca
15

pembedahan terhadap masa pulih ini, juga telah dibuktikan melalui


penelitian penelitian ilmiah. Mobilisasi sudah dapat dilakukan sejak 8 jam
setelah pembedahan, tentu setelah pasien sadar atau anggota gerak
tubuh dapat digerakkan kembali setelah dilakukan pembiusan regional.
Pada saat awal, pergerakan fisik bisa dilakukan di atas tempat tidur
dengan menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau
diluruskan, mengkontraksikan otot-otot dalam keadaan statis maupun
dinamis termasuk juga menggerakkan badan lainnya, miring ke kiri atau
ke kanan. Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi
badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun tidak dan
fase selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan
atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakan. Di hari kedua pasca
operasi, rata-rata untuk pasien yang dirawat di kamar atau bangsal dan
tidak ada hambatan fisik untuk berjalan, semestinya memang sudah bisa
berdiri dan berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya
berjalan sendiri ke toilet atau kamar mandi dengan posisi infus yang
tetap terjaga.
3) Latihan nafas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk
mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi
sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat
meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan
ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan
melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan benar maka
pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
Tujuan latihan pernafasan adalah untuk:
a) Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air
trapping
b) Memperbaiki fungsi diafragma.
c) Memperbaiki mobilitas sangkar toraks.
16

d) Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas


tanpa meningkatkan kerja pernapasan.
e) Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga
bernapas lebih efektif dan mengurangi kerja pernapasan
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
a) Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler)
dengan lutu ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
b) Letakkan tangan diatas perut.
c) Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung
dalam kondisi mulut tertutup rapat.
d) Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-
lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
e) Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
f) Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
4) Latihan gerak sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien
sehingga setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai
pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru
tentang pergerakan pasien setalah operasi. Banyak pasien yang tidak
berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau
takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru
karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga
pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah
menghindarkan penumpukan lendir pada saluran pernafasan dan
terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus.
Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah
stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal. Intervensi
ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion
(ROM). Latihan perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan
17

secara pasif namun kemudian seiring dengan bertambahnya kekuatan


tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
5) Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yaitu kebijaksanaan selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas
mungkin berjalan serta merupakan aspek terpenting pada fungsi
fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian.
Mobilisasi dini juga didefenisikan sebagai suatu pergerakan, posisi atau
adanya kegiatan yang dilakukan pasien setelah beberapa jam
post/pasca operasi.
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar
keadaannya stabil. Posisi awal yaitu posisi trendelenburg (posisi kaki
lebih rendah dari pada kepala), kemudian dlanjutkan dengan posisi SIM
kiri dan kanan, serta posisi fowler.
a) Posisi Trendelenbur
Yang dimaksud dengan posisi tidur trendelenburg adalah
posisi tidur pasien dalam posisi bagian kepala lebih rendah dari
pada bagian kaki yang bertujuan entuk melancarkan aliran darah ke
otak pasca operasi.
Cara melaksanakan posisi tidur trendelenburg ini adalah
sebagai berikut : Mengangkat bantal, memasang balok pada kedua
kaki tempat tidur, di bagian kaki pasien atau menaikkan pada bagian
kaki bila ada tempat tidur yang bias diatur.
b) Posisi Sim kanan dan kiri
Yang dimaksud dengan posisi tidur sim’s adalah posisi tidur
dalam posisi setengah telungkup. Tujuannya agar cairan pasca
operasi tonsil dapat mengalir keluar dengan lancar, memudahkan
rectal touche. Cara mengerjakan posisi tidur sim’s adalah sebagai
berikut : mengangkat bantal, letakkan kedua tangan pasien di atas
dada, kedua tungkai di tekuk, perawat memasukkan kedua
lengannya ke bawah bahu dan pangkal paha, mengangkat dengan
18

perlahan badan pasien, dan ditarik kearah perawat, kemudian


dimiringkan membelakangi perawat sampai dada menyentuh kasur,
lengan di sisi yang tertindih diluruskan sejajar dengan punggung.
c) Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk a.tau duduk, di
mana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini
dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi
fungsi pernapasan pasien.Bertujuan sebagai, mobilisasi,
memberikan perasaan nyaman pada pasien yang sesak napas,
serta mencegah terjadinya dekubitus. Cara: Dudukkan pasien,
berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur,
untuk posisi semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat),
anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
6) Manfaat Mobilisasi dini
Menurut Mochtar (1995), manfaat mobilisasi bagi pasien post operasi
adalah :
a) Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.
Dengan bergerak, otot –otot perut dan panggul akan kembali normal
sehingga otot p[erutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi
rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat dan membantu
memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.
b) Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan
merangsang peristaltic usus kembali normal. Aktifitas ini juga
membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.
c) Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk pasien
bias mandiri. Perubahan yang terjadi pada pasien pasca operasi
akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian pasien
akan cepat merasa sehat.
d) Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan
mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya
trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.
19

7) Kerugian jika tidak melakukan mobilisasi


a) Peningkatan suhu tubuh. Karena adanya involusi uterus yang tidak
baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan
infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu
tubuh.
b) Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus
akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang
abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk
penyempitan pembuluh darah yang terbuka
c) Involusi uterus yang tidak baik. Tidak dilakukan mobilisasi secara dini
akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga
menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.
8) Tahap-Tahap mobilisasi dini
Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan secara bertahap
berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi dini pada pasien post operasi
laparatomi:
a) Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien paska operasi
laparatomi harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan
adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki
dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan
otot betis serta menekuk dan menggeser kaki
b) Setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring kekiri dan
kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli
c) Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk
duduk
d) Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan
20

BAB III
TINJAUAN KASUS
Asuhan Kebidanan Gangguan Kesehatan Reproduksi
Pada Pada Ny S Dengan Post Laparatomi Atas Indikasi Ca Ovarium
Di Ruang Tulip II B RSUD Ulin Banjarmasin

No. MED. REC : 1-14-43-XX


MRS : 25 Juli 2016
Waktu Pengkajian : 01 Agustus 2016 , jam 18.00 WITA

A. Data Subjektif
1. Identitas
Istri Suami
Nama Ny. S Tn. S
Umur 40 tahun 30 tahun
Agama Islam Islam
Suku/bangsa Banjar/Indonesia Banjar/Indonesia
Pendidikan SD SMA
Pekerjaan Ibu rumah tangga Swasta

Alamat Pelaihari Pelaihari

2. Keluhan utama
Ibu mengatakan sebelum operasi perutnya membesar, tidak bisa BAB sudah
10 hari dan ibu mengatakan operasi 3 jam yang lalu mengeluh nyeri dibagian
luka operasi.

3. Riwayat Perkawinan
Kawin 2 kali, kawin pertama kali umur 17 tahun dengan suami sekarang
sudah 4 bulan.
21

4. Riwayat Haid
a. Menarche : 13 tahun
b. Siklus : 28 hari
c. Teratur/ tidak : teratur
d. Lamanya : 6-7 hari
e. Banyaknya : 3-4 kali
f. Dismenorhoe : tidak ada

5. Riwayat Obstetri
P0A1
Kehamilan Persalinan Bayi
Penyulit
No Tahun Tempat/ Keadaan Ket
UK Penyulit UK Cara Penyulit BB PB JK nifas
Penolong Lahir

20m Penyakit <500 Abortus


1. 2001
g malaria gr

6. Riwayat Keluarga Berencana


Ibu mengatakan tidak pernah memakai alat kontrasepsi
7. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit ibu
Ibu ada riwayat operasi pengangkatan kista ovarium pada tahun 2013.
b. Riwayat Kesehatan Ibu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit keturunan seperti asma,
jantung, diabetes mellitus, dan penyakit menular seperti TBC, Hepatitis.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarga tidak pernah menderita penyakit
keturunan seperti asma, jantung, diabetes mellitus, dan penyakit menular
seperti TBC, Hepatitis.

8. Pola Kebutuhan Sehari-hari


a. Nutrisi
22

Porsi : masih puasa


Pantangan : Tidak ada
b. Eliminasi
BAB
Frekuensi : 1x sehari
Warna : Kuning kecoklatan
Konsistensi : Lembek
BAK
Frekuensi : Menggunakan kateter
Warna : Kuning jernih
Bau : Khas urin
c. Personal Hygine
Frekuensi mandi : 2 x sehari di seka
Frekuensi gosok gigi : 2 x sehari
Frekuensi ganti pakaian : Sesuai kebutuhan
Frekuensi ganti kassa : menggunakan kassa anti air
d. Aktifitas
Ibu masih bedrest di tempat tidur, takut melakukan aktivitas karena nyeri
bekas operasi.

e. Tidur dan Istirahat


Siang hari : 1-2 jam
Malam hari : 6-7 jam
9. Data Psikososial dan Spiritual Keluarga
a. Tanggapan ibu terhadap dirinya : cemas
b. Tanggapan ibu terhadap peristiwa yang dialaminya : ibu merasa takut
c. Pengetahuan ibu tentang perawatan dirinya : tenaga kesehatan
d. Hubungan ibu dengan ibu, mertua dan keluarga : baik
e. Pengambilan keputusan dalam keluarga : suami
23

B. Data Objektif
1. Pemeriksan Umum
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran : composmentis
c. Berat badan : 47 kg
d. Tinggi badan : 150 cm
e. Tanda vital
TD : 120/70 mmhg R : 20 x/menit
O
T : 36,8 C N : 80 x/menit
2. Pemerisaan Khusus
a. Inspeksi
Kepala : Simetris, kulit kepala tampak bersih

Muka : Simetris, tampak pucat, tidak ada oedem

Mata : Simetris, konjungtiva tidak pucat, dan sclera tidak


anemis.
Telinga : Simetris antara kiri dan kanan, tidak terlihat massa,
tidak terlihat tanda-tanda peradangan dan tidak terlihat
pengeluaran serumen.

Hidung : Tidak terlihat polip, sekret dan pergerakan cuping


hidung.

Mulut : Bibir tidak terlihat pucat, tidak ada bibir pecah-pecah


atau sariawan, tidak ada gusi berdarah, dan lidah
bersih.
Leher : Tidak tampak pembengkakan vena jugularis dan
pembesaran kelenjar tiroid.

Dada : Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, tidak tampak


retraksi dada.
Mamae : Simetris tidak tampak benjolan pada payudara
24

Abdomen : Tampak luka bekas operasi tertutup kassa anti air

Tungkai : Tidak tampak ada oedem dan varises.


Terpasang kateter dan tidak ada pengeluaran cairan

b. Palpasi
Leher : Tidak teraba pembengkakan kelenjar tyroid dan
pembesaran vena jugularis.

Dada/mamae : Tidak teraba masa, benjolan abnormal

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium tanggal 01-08-2016
HB : 10,7 gr%
Leokosit : 14,0
Eritrosit : 3,52
Hematokrit : 32,1
Trombosit : 180
b. Laboratorium Patologi Anatomi
4 buah jaringan (ca ovarium post laparatomi)

C. ANALISA DATA
a. Diagnosa Kebidanan : Ny. S dengan Post Laparatomi H-0 atas indikasi Ca
Ovarium
b. Masalah : Nyeri perut pada luka bekas operasi
c. Kebutuhan : KIE tentang mobilisasi dini
Memberikan support kepada ibu dan keluarganya

D. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, yaitu
keadaan umum ibu lemah, kesadaran composmentis TD : 120/70 mmhg, T :
36,80C, Respirasi : 20x/menit , N : 80 x/menit,
25

“ Ibu dan keluarga mengetahui hasil pemeriksaan ”


2. Menjelaskan pada ibu dan keluarga tentang penyebab nyeri yang dirasakan
ibu adalah merupakan hal yang normal karena luka operasi yang baru saja
dilakukan dan nhyeri akan berkurang dengan seiring penyembuhan luka
bekas operasi.
“ Ibu dan keluarga mengerti dengan penjelasan yang diberikan “
3. Mejelaskan ibu cara untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh ibu yaitu untuk
lebih rileks dengan mengatur nafas dengan tenang.
“ibu mengerti dengan penejalasan yang diberikan”.
4. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tentang penyakit yang diderita ibu
yaitu Kanker ovarium adalah tumor ganas yang tumbuh pada ovarium
(indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70
tahun. Kanker ovarium bisa menyebar melalui system getah bening dan
melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru – paru.
“ibu dan Keluarga mengerti dengan penjelasan yang diberikan”
5. Menjelaskan kepada ibu dan keluarga tindakan operasi yang sudah
dilakukan adalah Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan
membuka cavum abdomen dengan tujuan eksplorasi. Perawatan post
laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang diberikan kepada
pasien-pasien yang telah menjalani operasi pembedahan perut. Laparatomy
dilakukan karena dari penyakit diantaranya kanker Indung Telur merupakan
tumor ganas pada ovarium (indung telur).
“Íbu dan keluarga mengerti dengan penjelasan yang diberikan”
6. Memberikan support kepada ibu dan keluarga bahwa penyakit yang diderita
akan segera sembuh apabila ibu semangat dan mengikuti anjuran diberikan
oleh petugas kesehatan.
“Ibu dan keluarga mengerti dan berjanji akan mengikuti anjuran yang
diberikan”
7. Menganjurkan ibu untuk mengatur posisi senyaman mungkin.
“ibu bersedia untuk posisi senyaman mungkin”
26

8. Menganjurkan ibu untuk istrahat cukup pada malam hari tidur 7-8 jam dan
siang hari 1-2 jam.
“ibu mengerti dengan anjuran yang diberikan”
9. Menganjurkan ibu dan keluarga untuk menjaga personal hygiene yaitu
mengganti pakaian jika basah dan kotor.
“ibu mengerti dan menerima anjuran yang diberikan”
10. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi secara bertahap 6 jam pasca operasi ibu
boleh tekuk kaki, miring kanan dan miring kiri saja dulu.
“Ibu mengerti apa yang telah di jelaskan”
11. Melakukan kaloborasi dengan dokter untuk pemberian intervensi dan terapi
yaitu:
a. Memasang Infus RL : D5 : NS dengan 20 tetes/menit (untuk memenuhi
kebutuhan cairan elektrolit dalam tubuh )
b. Tetap menggunaka dower cateter
c. Memberikan nutrisi melalui IV yaitu Clinimix+elevif 1x/hari
d. Memberikan Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr (obat untuk antibiotik), Ketorolac 3 x
1 ( untuk anti nyeri ) dan Vit. C 3x1 (vitamin)
“terapi sudah diberikan”.
27

Catatan Perkembangan

No. Hari / Tanggal Catatan Perkembangan


1. Selasa,02 Agustus 2016 S : Pasien mengeluh nyeri pada luka bekas
12 : 00 WITA operasi sedikit berkurang
O :
 K/U lemah
 Kesadaran : Composmentis
 TD : 120/70 mmHg
 N : 86 x/m
 R : 21 x/m
 T : 36,7oC
 Abdomen
Pada luka operasi tampak tertutup kasa
tidak terlihat ada tanda-tanda perdarahan
pada luka.
A:
Ny. S dengan Post Laparatomi H-I atas
indikasi Ca Ovarium
Masalah :
mengeluh nyeri luka post operasi.
Kebutuhan :
KIE mobilisasi dini dan berkolaborasi dengan
dokter
P :
1. Mengobervasi Keadaan umum dan TTV
“ibu mendengar dengan baik hasil
pemeriksaan yang disampaikan“
2. Mengobservasi intake dan outpuy
“ infuse D5 20 tts/menit dan DC terpasang :”
28

3. Mengingatkan ibu tetap untuk istirahat seperti


tidur siang 1-2 dan tidur malam selama 6 -7
jam
“ibu mengerti dan menerima anjuran yang
diberikan”
4. Mengingatkan ibu dan keluarga untuk
menjaga personal hygiene
“ibu mengerti dan menerima anjuran yang
diberikan”
5. Mengingatkan ibu untuk mobilisasi secara
bertahap setelah 24 jam ibu boleh duduk.
’Ibu mengerti apa yang telah di jelaskan’
6. Melaksanakan advis dokter, yaitu :
a. Memasang Infus RL : D5 : NS dengan 20
tetes/menit (untuk memenuhi kebutuhan
cairan elektrolit dalam tubuh )
b. Tetap menggunakan dower cateter
c. Memberikan nutrisi melalui IV yaitu
Clinimix+elevif 1x/hari
d. Memberikan Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr (obat
untuk antibiotik), Ketorolac 3 x 1 ( untuk anti
nyeri ) dan Vit. C 3x1 (vitamin)
“terapi sudah diberikan”

2. Rabu,02 Agustus 2016 S : Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas


operasi sudah berkurang
O :
 K/U baik
 Kesadaran : Composmentis
 TD : 110/60 mmHg
 N : 84 x/m
29

 R : 22 x/m
 T : 36,5oC
 Abdomen
Pada luka operasi tampak tertutup kasa
tidak terlihat ada tanda-tanda perdarahan
pada luka.
A:
Ny. S dengan dengan Post Laparatomi H-II
atas indikasi Ca Ovarium
Masalah :
mengeluh nyeri luka post operasi.
Kebutuhan :
Observasi KU dan TTV
KIE mobilisasi dini dan berkolaborasi dengan
dokter
P :
1. Mengobervasi Keadaan umum dan TTV
“ibu mendengar dengan baik hasil
pemeriksaan yang disampaikan“
2. Mengobservasi intake dan output
“ infus RL 20 tts/menit dan DC terpasang ”
3. Mengingatkan ibu tetap untuk istirahat seperti
tidur siang 1-2 dan tidur malam selama 6 -7
jam.
“ibu mengerti dan menerima anjuran yang
diberikan”
4. Mengingatkan ibu dan keluarga untuk
menjaga personal hygiene
“ibu mengerti dan menerima anjuran yang
diberikan”
5. Mengingatkan ibu untuk mobilisasi secara
30

bertahap yaitu ibu sudah bisa latihan berjalan.


’Ibu mengerti apa yang telah di jelaskan’
6. Melaksanakan advis dokter, yaitu :
a. Memasang Infus RL : D5 : NS dengan 20
tetes/menit (untuk memenuhi kebutuhan
cairan elektrolit dalam tubuh )
b. Tetap menggunaka dower cateter
c. Memberikan nutrisi melalui IV yaitu
Clinimix+elevif 1x/hari
d. Memberikan Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr (obat
untuk antibiotik), Ketorolac 3 x 1 ( untuk anti
nyeri ) dan Vit. C 3x1 (vitamin)
“terapi sudah diberikan”

3. Kamis, 03 Agustus 2016 S : Pasien mengatakan nyeri luka operasi


berkurang
O :
 K/U baik
 Kesadaran : Composmentis
 TD : 120/70 mmHg
 N : 86 x/m
 R : 24 x/m
 T : 36,8oC
 Abdomen
Pada luka operasi tampak tertutup kasa
tidak terlihat ada tanda-tanda perdarahan
pada luka.
A:
Ny. S dengan dengan Post Laparatomi H-III
atas indikasi Ca Ovarium
31

Masalah :
Sudah teratasi
Kebutuhan :
KIE mobilisasi dini dan berkolaborasi dengan
dokter
P :
1. Mengobervasi Keadaan umum dan TTV
“ibu mendengar dengan baik hasil
pemeriksaan yang disampaikan“
2. Mengobservasi intake dan output
“ infus RL 20 tts/menit dan DC terpasang ”
3. Mengingatkan ibu tetap untuk istirahat seperti
tidur siang 1-2 dan tidur malam selama 6 -7
jam
“ibu mengerti dan menerima anjuran yang
diberikan”
4. Mengingatkan ibu dan keluarga untuk
menjaga personal hygiene
“ibu mengerti dan menerima anjuran yang
diberikan”
5. Mengingatkan ibu untuk mobilisasi boleh
berjalan.
’Ibu mengerti apa yang telah di jelaskan’
6. Melaksanakan advis dokter, yaitu :
e. Memasang Infus RL : D5 : NS dengan 20
tetes/menit (untuk memenuhi kebutuhan
cairan elektrolit dalam tubuh )
f. Tetap menggunakan dower cateter
g. Memberikan nutrisi melalui IV yaitu
Clinimix+elevif 1x/hari
h. Memberikan Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr (obat
32

untuk antibiotik), Ketorolac 3 x 1 ( untuk anti


nyeri ) dan Vit. C 3x1 (vitamin)
i. Melakukan perawatan luka yaitu dressing
agar tidak terjadinya infeksi pada luka
“terapi sudah diberikan”
33

BAB IV
PEMBAHASAN

Kanker ovarium berasal dari sel - sel yang menyusun ovarium yaitu
sel epitelial, sel germinal dan sel stromal. Sel kanker dalam ovarium juga
dapat berasal dari metastasis organ lainnya terutama sel kanker payudara
dan kanker kolon tapi tidak dapat dikatakan sebagai kanker ovarium.
(Andesa, 2010).
Laparatomi adalah prosedur tindakan pembedahan dengan membuka
cavum abdomen dengan tujuan eksplorasi.
Post op atau Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah
proses pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam
Perry dan Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan
dalam 2 tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan
setelah fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan
perawatan post laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk
pelayanan perawatan yang di berikan kepadaklien yang telah menjalani
operasi pembedahan abdomen.
Pada kasus ini pada tanggal 01 agustus 2016 di ruang Tulib II B
dilakukan pengkajian pada Ny. S yang baru saja menjalani proses operasi
laparatomi atas indikasi Ca Ovarium, Ibu mengatakan sebelum operasi
perutnya membesar dan tidak bisa BAB sudah 10 hari dan setelah operasi
ibu merasa nyeri dibagian luka operasi dan pada tahun 2013 ibu mempunyai
riwayat pengangkatan kista ovarium. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
tanda-tanda vital yaitu keadaan umum ibu lemah, kesadaran composmentis,
TD : 120/70 mmhg, T : 36,80C, Respirasi : 20x/menit , N : 80 x/menit, HB
10,7 gr. Pada pemeriksaan inspeksi di dapatkan pada abdomen luka bekas
operasi tertutup kassa dan konjungtiva tidak anemis.
Asuhan yang diberikan pada Ny S dengan post laparatomi atas
indikasi Ca Ovarium di Ruang Tulip II B RSUD Ulin Banjarmasin sudah
sesuai dengan teori yang ada.
34

Penatalaksanaan yang diberikan adalah Memasang Infus RL : D5 :


NS dengan 20 tetes/menit (untuk memenuhi kebutuhan cairan elektrolit
dalam tubuh ), Tetap menggunakan dower cateter, Memberikan nutrisi
melalui IV yaitu Clinimix+elevif 1x/hari, Memberikan Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr
(obat untuk antibiotik), Ketorolac 3 x 1 ( untuk anti nyeri ) dan Vit. C 3x1
(vitamin). Dan melakukan mobilisasi dini secara bertahap yaitu : Setelah
operasi, pada 6 jam pertama pasien paska operasi laparatomi harus tirah
baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan
lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan
kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan
menggeser kaki, setelah 6-10 jam, pasien diharuskan untuk dapat miring
kekiri dan kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli, setelah 24 jam
pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk dan setelah pasien
dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan.
35

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan Asuhan Kebidanan pada Ny. S dengan post
seksio Caesar hari ke X atas indikasi infeksi luka operasi di ruang Nifas RSUD
Ulin Banjarmasin, penulis dapat menyimpulkan bahwa Infeksi luka operasi (ILO)
atau infeksi tempat tempat pembedahan (ITP) atau Surgical Site Infection (SSI)
adalah infeksi pada luka operasi atau organ/ ruang yang terjadi dalam waktu 30
hari paska operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant. Sumber
bakteri pada ILO dapat berasal dari pasien, dokter dan tim, lingkungan dan
termasuk juga instrument.
Infeksi yang terjadi pada luka operasi disebabkan oleh bakteri, yaitu bakteri
gram negatif (E.coli), gram positif (Enterococcus) dan terkadang bakteri
anaerob dapat yang berasal dari kulit, lingkungan, dari alat-alat untuk menutup
luka dan operasi. Bakteri yang paling banyak adalah staphylococcus.
Perawatan luka pasien dengan ILO adalah pembersihan, debridement dan
penutupan pada luka, sedangkan untuk terapi obat-obatan adalah antibiotik
sesuai pemeriksaan laboratorium dan kultur dari cairan atau jaringan pada luka
operasi, serta pemberian obat-obatan symptomatic, vitamin serta diit tinggi
kalori tinggi protein.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Dapat menambah wawasan kepada mahasiswa dalam hal mengetahui
asuhan kebidanan pada pasien dengan kasus infeksi luka operasi
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai salah satu referensi, dokumentasi serta dapat dikembangkan lebih
luas dalam pembuatan laporan selanjutnya tentang asuhan kebidanan pada
pasien dengan infeksi luka operasi.
36

2. Bagi Tenaga kesehatan


Petugas kesehatan dapat melakukan konseling lebih mendalam pada
pasien dan keluarga, serta pada saat memberikan pelayanan kepada
pasien sesuai dengan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi
sehingga dapat melakukan pencegahan dan deteksi dini dengan kasus ILO
sebagai salah satu upaya dalam peningkatan mutu kualitas pelayanan.
3. Bagi pasien dan keluarga
Mendapatkan informasi mengenai nifas dengan infeksi luka operasi post
seksio Caesar sehingga pasien dan keluarga mengerti dan memahami sera
dapat mencegah terjadinya infeksi luka operasi.
37

DAFTAR PUSTAKA

Hasanah, Nur. Puji Wardani. 2015. Jurnal Asuhan Kebidanan Komprehensif Pada
Ny. S Dengan Infeksi Post Sc Hari Ke 16 Di RSUD dr. Soegiri Lamongan.
Lamongan

Manuaba, Ida Bagus Dkk. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan KB.
EGC. Jakarta

Nugroho, Taufan Dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas. Jilid 3. Nuha
Medika: Jakarta

Saifudin. 2009. Panduan Pencegahan Infeksi Di Pelayanan Kesehatan. Salemba.


Jakarta

Suparyanto, Dr. 2011. Konsep Infeksi Luka Operasi. dr Suparyanto.Blogspot.co.id


(Diakses Tanggal 17-06-2016. Jam 19.30)

Wardoyo, Eustachius Hadi dkk. 2011. Jurnal Infeksi Luka Operasi Di Bangsal
Kebidanan Dan Kandungan RUPN Cipto Mangunkusumo Laporan Serial
Kasus Bulan Agustus-Oktober 2011. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai