CERPEN
CERPEN
CERPEN
Aku mengintip dari balik pohon beringin, agak jauh dari gadis itu. Ia masih duduk bersimpuh di sana.
Wajahnya terlihat serius. Tangan indahnya terlihat sedang menggoreskan tinta ke selembar kertas yang
ia bawa dari rumah. Kulihat sebutir air mata jatuh dari pelupuk matanya dan diikuti tetes-tetes air mata
berikutnya. Ya, dia pasti menulis surat lagi!
Beberapa menit berlalu, dia pun menyelesaikan suratnya dan memasukkannya ke dalam sebuah amplop
merah muda. Aku tetap pada posisiku. Gadis cantik itu pun berdiri, meletakkan amplop itu di tempat
biasa, tersenyum, kemudian beranjak pergi. Ketika dia sudah tak terlihat lagi, dengan langkah hati-hati
aku mendekati tempat dimana dia meletakkan suratnya tadi. Kuambil surat itu, kubuka perlahan, dan
mulai membacanya…
Ketika aku menulis surat ini, suasana di sekeliling aku sangat sepi, Vit. Aku tak pernah berpikir
sebelumnya, bahwa kesepian ini kamu rasakan setiap hari. Aku merasa menjadi perempuan tak berguna
karena tak bisa selalu menemani kesendirianmu. Maafkan aku hanya bisa datang setiap Sabtu pagi untuk
sekedar melepas kerinduanku padamu. Aku benar-benar rindu, Vit…
Vito, kamu pasti ingat dulu kamu pernah berkata bahwa kamu ingin memiliki sebuah rumah yang
letaknya jauh dari keramaian. Ketika itu kamu berkata, kamu ingin hidup di sana bersama orang yang
kamu sayang dan kamu berkata orang itu adalah aku. Percaya atau tidak, sekarang rumah itu sudah ada,
Vit. Aku bangun rumah itu dengan hasil keringat aku sendiri. Walaupun sepenuhnya aku sadar, kamu
sudah damai hidup sendiri di sini, tapi setidaknya aku berhasil mewujudkan salah satu keinginan kamu.
Semoga kamu terkesan, Vit…
Oh iya, Vit, dua hari yang lalu aku menerima seikat bunga dari kakak kamu, Kak Restu. Awalnya aku kira
itu hanya sebagai ucapan selamat dari Kak Restu atas kelulusan aku. Tapi ternyata, Kak Restu
mengungkapkan perasaannya ke aku, Vit. Jangan marah dulu, beneran setelah itu, aku langsung
mengembalikan bunganya. Aku berkata bahwa aku tidak bisa. Aku hanya menganggapnya sebagai
seorang kakak. Sebenarnya, ada alasan yang lebih dari itu dan dia pasti tau, Vit. Aku jadi teringat kamu,
Vito. Ketika kamu mengungkapkan perasaanmu ke aku, kamu kasih aku sebatang cokelat karena kamu
sangat tau aku tidak suka bunga. Pokoknya kamu itu orang yang paling bisa mengerti aku dan selamanya
kamu takkan pernah tergantikan…
Vit, sebenarnya surat ini tidak sama seperti surat-suratku sebelumnya. Surat ini bukan hanya sekedar
surat cinta, tetapi juga surat perpisahan. Vito, entah aku harus bahagia atau berduka ketika
mengatakannya. Aku akan pergi, Vit. Aku mendapat beasiswa untuk melanjutkan S2 di Jepang. Aku akan
mewujudkan satu lagi keinginan kamu. Keinginan kamu untuk menulis nama kita berdua di puncak
Gunung Fuji. Di Jepang nanti, aku akan menghuni rumah impian kamu itu, Vit. Rumah impian kita
berdua. Aku tidak sendirian di sana. Aku percaya bayangan kamu selalu ada di samping aku…
Vito, ini berarti aku harus meninggalkan kamu di sini sendirian. Selama beberapa tahun ke depan aku
tidak bisa melakukan ritual Sabtu pagi mengunjungimu. Jujur, aku sedih, Vit. Tapi aku yakin jalan yang
aku ambil ini akan bahagiakan kamu dan kedua orangtuaku. Doakan saja aku dari sini…
Vit, kamu lihat, matahari di sini mulai tenggelam. Ini adalah waktu favorit kita, Vit. Senja. Mungkin
saatnya aku pulang. Seperti biasanya, bersamaan dengan surat ini kusertakan sebatang cokelat
kesukaanmu. Kuletakkan di bawah nisan yang berukir indah namamu…
Aku pamit, Sayang. Selamat tinggal. Doakan aku supaya tetap bahagia. I Love You More, Vito…
Terdalam,
Tanpa sadar, aku berurai air mata usai membacanya. Aku baru menyadari sepenuhnya bahwa gadis itu
masih belum bisa lepas dari Vito, adik lelakiku yang kini telah hidup damai di akhirat sana. Tiba-tiba aku
menyesal pernah mengungkapkan perasaanku padanya karena sekarang aku yakin cinta mereka berdua
abadi meskipun salah satu diantaranya sudah pergi dan tinggal sebuah nama.
Aku melirik cokelat yang tergeletak tepat di bawah nisan adikku. Kemudian kuusap air mataku,
tersenyum, dan bertekad memendam seluruh perasaanku pada gadis itu.
Kami jarang bermain gadget seperti remaja pada umumnya kami lebih senang bermain mainan
tradisional dan kekanak-kanakan. Aku sering bermain ke rumahnya menghabiskan waktu di
rumahnya begitupun dengan dia, dia selalu bermain di rumahku. Hingga orangtuaku
menganggapnya sebagai anaknya sendiri begitupun dengan dia.
Sampai tiba saatnya. Di hari pertama kita bertemu pada tanggal 29 januari, saat itu kami sudah
3 tahun bersama, tapi tiba-tiba saja dia berubah dia melupakan kenangan demi kenangan yang
kami bangun bersama. Dia melupakanku layaknya seseorang yang tidak mengenalku sama
sekali.
Saat itu pagi-pagi sekali aku sudah ada di sekolah berniat untuk mengucapkan hari jadi
persahabatan kami. Tapi saat aku mengucapkan kata demi kata “selamat hari jadi sahabatku
tersayang” dia hanya meresponku dengan senyuman yang melekat pada bibirnya.
Istirahat pun tiba, aku mengajaknya untuk pergi ke kantin bersamaku tapi dia tidak ingin ke
kantin bersamaku. Aku pun berusaha untuk menenangkan hatiku dan bersabar.
“Mungkin ia lagi banyak masalah jadi ingin menyendiri dulu” Gumamku dalam hati.
Hari berlalu begitu cepat tapi keadaannya masih sama seperti beberapa hari yang lalu dia masih
menyendiri. Hingga aku bulatkan tekadku untuk berbicara dengannya saat pulang sekolah tiba
“TET… TET.. TET…” Bel sekolah pun dibunyikan. Aku pergi ke suatu tempat dan mengobrol
dengannya.
“Jihan, ada apa denganmu akhir-akhir ini kamu sering menyendiri. Lagi ada masalah ya?, cerita
aja siapa tau aku bisa membantumu” Ucapku
“apa masalahnya?”
“Iya kamu karena orangtuaku selalu saja memujimu saat kau datang ke rumahku PUAS!” JIhan
pergi meninggalkanku dengan memberiku luka yang amat besar kepadaku. Aku menangis
tersedu-sedu aku tidak mengerti kenapa ini semua terjadi padaku. Aku pulang dengan perasaan
yang sanat sedih sepanjang hari aku mengurung di kamar sambil menangis.
“Tuhan, kenapa ini harus terjadi kepadaku? Sungguh aku tak mengerti dengan apa yang kau
lakukan ini kepadaku. Apakah kau menghukumku? Jangan hukumku seperti ini tuhan…” Ucapku.
Hari berlalu begitu cepat. Dengan cepat dia melupakanku dan sudah mempunyai sahabat yang
baru. Dan aku begitu lemah aku tak berdaya. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu
kepadamu.
Cerpen Sahabat Yang Kurindukan merupakan cerita pendek karangan Khoirotunnisa, kamu
dapat mengunjungi halaman khusus penulisnya untuk membaca cerpen cerpen terbaru
buatannya.
Tidak seperti biasanya hari ini pasienku sangat ramai, banyak pasienku yang menderita penyakit
demam berdarah, walaupun sedikit lelah tetapi aku harus melayani pasien dengan baik, karena
itu adalah tanggung jawabku sebagai dokter. Aku sangat senang dengan profesi ku saat ini
karena bisa membantu dan menolong banyak orang.
suatu ketika ada seorang nenek datang ke rumahku, saat itu waktu menunjukkan pukul 01:00
WIB dan aku pun sedang tertidur lelap, ia meminta tolong untuk memeriksa cucunya menderita
demam tinggi.
“ waalaikumsallam, ada apa Nek ? Ada yang bisa saya bantu? “ jawabku.
“ tolong cucu saya dok, demamnya ga turun-turun dari kemarin. “ sahut nenek dengan
perasaan panik.
Dan aku akhirnya memeriksa cucu nenek tersebut, lalu aku kasih obat penurun demam.
“ terimakasih dok, saya hanya uang segini. “ kata nenek sambil memegang uang Rp 15000
“ sama sama nek , ga usah uangnya simpan saja, saya ikhlas kok nek, sudah kewajiban saya
Tiba-tiba terdengar suara 'kriiiiing kriiing", ternya itu suara alarm jam dan aku pun terbangun
dari tidurku.
“ waaaah ternyata semua itu hanya mimpi “ kata aku.
Aku adalah siswa kelas 2 SMA, cita-cita ku memang ingin menjadi dokter, alasan aku ingin
menjadi dokter adalah ingin menolong orang yang tidak mampu, sama seperti ku ayahku hanya
seorang petani dan ibuku seorang pembantu rumah tangga, itulah yang menyebabkan aku ingin
menjadi dokter dan menjadi orang yang sukses.
Suatu hari hari ayahku jatuh sakit dan terpaksa tidak bisa bekerja menafkahi keluarga, aku
sempat ingin berhenti sekolah dan Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, tetapi ibuku
melarang ku untuk berhenti sekolah.
“ Bu lebih baik aku berhenti sekolah saja dan Bekerja, aku tidak tega melihat ibu bekerja sangat
keras untuk memenuhi biaya berobat ayah dan sekolah ku “ kata aku.
“ jangan nak ibu masih mampu membiayai berobat ayah dan sekolah mu, kamu harus punya
cita-cita yang tinggi dan jadi orang sukses, kamu fokus aja belajar jangan pikirkan biaya sekolah,
itu adalah tanggung jawab ibu dan ayah “ jawab ibuku
Tidak terasa aku sudah duduk dikelas 3 SMA, disini aku berfikir tentang masalah biaya
perkuliahan kedokteran sangat lah mahal, dan orang tua ku tidak akan mungkin bisa membiayai
karena biayanya mencapai puluhan bahkan ratusan juta. Aku pun sangat bingung memikirkan
masalah itu, beruntung aku mempunyai seorang guru yang sangat peduli padaku, beliau selalu
memotivasi dan membantu ku, namanya Bu Dewi, seorang guru biologi, beliau sangat
mendukung ku untuk melanjutkan kuliah kedokteran, karena, katanya aku sangat berprestasi di
sekolah, beliau selalu memberikan informasi tentang beasiswa.
Singkat cerita, aku berhasil lulus dari SMA dan mendapatkan nilai yang memuaskan, aku pun
berhasil diterima di universitas ternamaI di Indonesia fakultas orang tua ku sangat bangga atas
pencapaian ku saat ini, orang tuaku selalu berpesan kepada ku agar kelak aku menjadi orang
yang sukses jangan sombong dan tetap rendah hati. Perkataan itu selalu berbekas dikepala ku.
Setelah beberapa tahun aku pun lulus dan menjadi seorang dokter, sungguh perjalanan yang
tidak mudah untuk mencapai semua ini, aku percaya bahwa proses tidak akan mengkhianati
hasil. Dan mimpiku menjadi kenyataan.
Pada suatu pagi yang cerah dimana matahari tersenyum manis memancarkan sinarnya.. yang
penuh keagungan. Hidup seorang anak yang bernama patrio dimana.. dia adalah anak sekolah
yang masih duduk di sekolah dasar bina karya kelas dua..
Diawal kisahnya di pagi yang cerah ini, dia akan berangkat sekolah, tak lama, sesampainya di
sekolah tak diduga bel pun sudah berbunyi suara teeeeet…!! Tanda pelajaran mau dimulai maka
ia pun segera masuk ke kelas. Suasana kelas yang gaduh dan siswa banyak yang antusias karena
dimana pelajaran pertama adalah pelajaran matematika yang mana pelajaran ini sangat asing
bagi patrio, dia tak begitu jago dengan pelajaran tersebut… kecuali teman yang salah satunya
yang bernama mitra dia sangat suka dengan pelajaran yang satu ini. akhirnya semua siswa pun
mempersiapkan materi pertama yaitu dengan materi perkalian dan pembagian… Patrio pun
berfikir.. “haduuuhhh bisa nggak ya aku nanti dengan pelajaran yang satu ini…”.
Akhirnya Ibu guru pun datang dan segera memulai pelajaran materi ini… Dan semua yang ada di
fikiran patrio tadi pun terjawab.. bahwa benar patrio tidak bisa mengikuti pelajaran ini dengan
baik kecuali anak-anak yang lain sangat enjoy dan rileks menikmati pelajaran ini..
Dan patrio pun hanya diam termenung.. sampai akhirnya di penghujung materi ini. suatu
ketika… “Bagaimana anak-anak sudah paham?”, Tanya ibu guru..
“Sudah buu!!” Jawab siswa, kecuali patrio hanya diam dan merasa kebingungan, “yaa ampuun
gimana ini aku kan belum paham betul dengan materi ini kalau aku Tanya nanti takut ditertawai
teman-teman masa kayak gitu aja enggak bisa!” Pikir patrio, dan hari itu hari pertama patrio
yang menjadi suatu pikiran baginya.
Hingga suatu malam tiba.. patrio pun mencoba memahaminya sendiri tetapi tetap saja enggak
bisa.. pada akhirnya patrio pun menemui ibunya.. “Ibu apakah ibu bisa mengajariku tentang
materi ini…?” Tanya patrio “coba ibu lihat, oooooo ini Materi tentang perkalian ini mudah nak…
insyaallah ibu bisa nak!” Jawab ibu patrio… “alhamdulilah ibu aja bisa masa aku yang masih
sekolah enggak bisa!!, seharusnya aku lebih bisa dari ibu..” Gumam patrio dalam hatinya..
Dan akhirnya ibu patrio menjelaskan dengan detail dan rinci.. bagaimana cara memperkalikan
suatu bilangan, angka ratusan atau pun desimal.. tetapi ya ampuuun patrio heran dan bingung
dia kira cara ibunya menjelaskan berbeda dengan penjelasan ibu gurunya tadi tapi sama persis
enggak ada bedanya. “Di akhir penjelasan gimana nak.. paham belum?”, tanya ibu patrio.
“Belum Bu!” Jawab patrio “ya allah nak… Dari tadi apa yang kamu perhatikan…!!!” Dengan
sedikit jengkel ibu patrio membentak patrio,
“ya allah mengapa aku masih saja tetep enggak bisa…!” pikir patrio dalam hatinya.
Akhirnya ibu patrio menjelaskan sekali lagi, kali ini ibu patrio menyuruh patrio memperhatikan
dengan betul dan serius.. dan akhirnya ibu patrio selesai menjelaskan dan memberi patrio
sepucuk soal dan patrio mengerjakan dengan bimbingan ibunya.. tiba-tiba patrio salah
mengerjakan, diluar pikiran patrio, Ibu patrio berkata dan memarahinya “Dasar Bodoh.. dari
seribu penjelasan ibu tadi… apa yang kamu peroleh.. kamu enggak dapat apa-apa dasar anak
cengoh.. jadi anak jangan bodoh-bodoh!!!” kata-kata keji yang keluar dari mulut ibu patrio
membuat patrio menangis! dan tidak bisa berkata apa-apa, “kenapa nangis segala apa yang
kamu tangisi, ngerjain kayak gini aja kamu enggak bisa nangis”. Bentak ibu patrio. Dan patrio
pun semakin menangis meneteskan air mata dalam hati patrio pun berkata.. “ya.. allah
berikanlah hambamu kesabaran dan kemudahan, aku memang anak bodoh!!”
Sampai akhirnya patrio pun sadar dari kata-kata keji yang keluar dari mulut ibunya tersebut…
untuk terus belajar terutama dam belajar berhitung matematika.. yang membuat patrio
menjadi anak bodoh di mata ibunya…
Sampai ulangan semester satu tiba… ini merupakan kesempatan utama patrio untuk bisa
berupaya dan bekerja keras untuk memperoleh nilai yang baik dan memuaskan.. akhirnya patrio
belajar dengan tekun. Setelah dua minggu kemudian nila raport patrio pun keluar.. dan dia pun
melihat nilainya yang ternyata.. ooh astaaggaaa!!! patrio pun terkejut ternyata upayanya tidak
berhasil, nilainya pun jelek, sampai ibunya pun melihat nilai tersebut.. “Ya allah nilai apaan ini..”
saat itu juga kembali ibu patrio.. memarahi patrio dan membentaknya.. sampai sempat
mengeluarkan kata-kata keji.. dan menyakitkan lagi patrio pun menangis..
“Mengapa aku selalu mendapat nilai yang buruk dan jelek, ya allah.. apa lagi nilai matematika
yang amat buruk yaitu 55. sangat rendah, oh tidak!! hancur hidupku..!” pikir patrio, akhirnya
dari kesalahan tersebut patrio sadar dan dia terus berupaya dan beranji akan belajar terus
tanpa kenal lelah, tak kenal bermain, sempat ada orang yang bilang “Hey jangan… terus-terusan
belajar.. orang kok isinya Cuma belajar aja..!!!”
Patrio pun tak peduli.. sampai akhirnya kerja keras dan usaha patrio pun membuahkan hasil
ketika semester dua.. dimana nilai matematika yang semula jelek berbuah menjadi 77 bahkan..
patrio mendapat juara dua yang semula “No juara” sungguh Luar biasaa… Dan tak lupa patrio
bersyukur kepada tuhan dan berterima kasih kepada ibunya yang mengajarinya… sampai tak
kenal lelah.
Semua ini berasal dari tekad patrio yang terus-menerus.. bekerja keras dan selalu berusaha.
Serta selalu semangat. Tanpa itu hal bodoh bisa patrio raih…
Akhirnya hingga kelas enam sekolah dasar, Patrio selalu mendapat juara terkadang mendapat
juara dua, tiga dan selalu mendapat nilai sempurna.