Isi Makalah Gangguan Psikologi
Isi Makalah Gangguan Psikologi
Isi Makalah Gangguan Psikologi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abnormalitas atau yang disebut juga perilaku abnormal adalah suatu bentuk perilaku
yang maladaptif. Ada juga yang menyebutnya mental disorder, psikopatologi, emotional
discomfort, mental illness (penyakit mental), ataupun insanity. Perilaku abnormal merupakan
suatu istilah yang terutama banyak berkembang di Amerika Serikat, yang timbul karena
masyarakat negara tersebut lebih berdasarkan ilmu pengetahuan, sikap hidup, dan umumnya
pemikiran pada mahzab perilaku (behaviorisme). Sedangkan, istilah psikopatologi merupakan
istilah yang paling populer dimasa lalu, ketika pusat ilmu pengetahuan berada si daratan
Eropa, yang disebut juga bermahzab mental. Orang Eropa daratan (continental) lebih melihat
aspek dalam (inner) dari perilaku itu, sehingga perilaku yang menyimpang biasanya
dipandang sebagai akibat dari gangguan atau penyakit jiwa tertentu. Orang-orang Amerika
lalu, lebih melihat aspek perilaku yang berada diluar individu (over behavior) yang mereka
anggap lebih penting dari pada aspek dalam kepribadian (inner personality).
Di dalam Psikologi Abnormal juga mempelajari tentang gangguan mood, gangguan
anxiety/kecemasan, gangguan seksual – identitas gender, gangguan kepribadian, dan
gangguan perilaku. Namun, kali ini kelompok kami akan membahas tentang ‘Gangguan
Perilaku’.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dan karakteristik umum Gangguan Perilaku.
2. Faktor penyebab Gangguan Perilaku.
3. Jenis – jenis Gangguan Perilaku.
4. Penanganan Gangguan Perilaku.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dan karakteristik umum GangguanPerilaku.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab Gangguan Perilaku.
3. Untuk mengetahui jenis – jenis Gangguan Perilaku.
4. Untuk mengetahui penanganan Gangguan Perilaku.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Soekidjo,N,1993 : 55).
Secara operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap
rangsangan dari luar subjek tersebut. (Soekidjo,N,1993 : 58) Perilaku diartikan sebagai suatu
aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang
diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan
tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. (Notoatmojo,S, 1997 : 60). Perilaku
adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat di
pelajari. (Robert Kwik, 1974, sebagaimana dikutip oleh Notoatmojo,S 1997). Perilaku
manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai
manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. (Sri Kusmiyati dan Desminiarti, 1990 :
1). Perilaku manusia adalah aktivitas yang timbul karena adanya stimulus dan respons serta
dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. (Sunaryo, 2004 : 3).
Dilihat dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organism (makhluk
hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk hidup mulai dari
tumbuhan, hewan, dan manusia berperilaku karena mempunyai aktivitas masing-masing.
Perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung
maupun yang tidak dapat diamati pihak luar
Dilihat dari segi psikologis, menurut Skiner (1938) perilaku adalah suatu respon atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) . penertian ini di kenal dengan teori
SOR(stimulus-organisme-respons). Perilaku mempunyai beberapa dimensi:
1. fisik, dapat diamati, digambarkan dan dicatat baik frekuensi, durasi dan intensitasnya.
2. ruang, suatu perilaku mempunyai dampak kepada lingkungan (fisik maupun sosial)
dimana perilaku itu terjadi.
3. waktu, suatu perilaku mempunyai kaitan dengan masa lampau maupun masa yang
akan datang.
Jadi, Prilaku adalah cermin kepribadian seseorang yang tampak dalam perbuatan dan
interaksi terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya. Prilaku merupakan internalisasi
nilai-nilai yang diserap oleh seseorang selama proses berinteraksi dengan orang diluar
dirinya. Prilaku seseorang menunjukan tingkat kematangan emosi, moral, agama, sosial,
kemandirian dan konsep dirinya. Prilaku manusia terbentuk selama proses perjalanan
hidupnya. Pada anak, prilaku dapat terbentuk melalui kebiasaan sehari-hari secara non-
formal. Artinya, suatu perbuatan yang dilakukan atas anjuran orang dewasa ataupun prilaku
orang dewasa yang sengaja ditujukan kepada anak untuk diikuti.
2
1. Pengertian Gangguan Tingkah Laku
Kauffman: 1977 Anak yang mengalami gangguan tingkah laku merupakan anak yang
secara nyata dan menahun merespon lingkungan tanpa adanya kepuasan pribadi namun masih
dapat diajarkan perilaku perilaku yang dapat diterima oleh masyarakat dan dapat memuaskan
kpribadiannya.
.Jadi, gangguan perilaku (conduct disorder) adalah gangguan perilaku masa kanak-kanak
yang ditandai oleh aktivitas agresif dan destruktif yang menyebabkan gangguan pada
lingkungan alami anak seperti rumah, sekolah, masjid, atau lingkungan. Fitur utama dari
gangguan ini adalah pola perilaku berulang dan terus-menerus yang melanggar norma-norma
sosial dan hak-hak orang lain. Ini adalah salah satu kategori masalah kesehatan mental anak
yang paling umum, yang mencapai 9% pada laki-laki dan 2% pada perempuan.
2. Karakteristik Gangguan :
Gangguan emosi dan perilaku tidak hanya mempengaruhi fungsi siswa dalam emosi
dan perilaku, tetapi hal tersebut juga mempengaruhi kinerja akademis siswadan interaksi
sosial mereka dengan teman sebaya dan guru.
3
Defisit dalam Sosial dan Adaptive KeterampilanSiswa dengan gangguan emosional
atau perilaku biasanyamemiliki kekurangan dalam ketrampilan sosial yang mempengaruhi
kemampuan untuk bekerja sama dengan guru, fungsi di dalam kelas, dan bergauldengan
siswa lain (Williams et al., 1989).
b. KarakteristikPerilaku
Seperti anak-anak dengan ketidakmampuan belajar, salah satu yang paling
umumkeluhan tentang anak-anak merujuk padaevaluasi yang dinyatakanmemiliki gangguan
emosi dan perilaku adalah hiperaktif. Sulit untuk mendefinisikan hiperaktif karena baik
kealamiahandan jenis kegiatan harus dipertimbangkan.
Ross dan Ross (1982) mendefinisikan hiperaktif sebagai “sebuah kelas gangguan perilaku
yang heterogen di mana tingkat tinggi aktivitas ditunjukkan dalam waktu yangtidak tepat dan
tidak dapat dihambat oleh perintah”.
Anggota keluarga dan guru harus peka untuk mendeteksi kesulitan emosional atau
perilaku antara anak-anak dengan tanda-tanda berikut:
1) Agresi terhadap diri sendiri atau orang lain.
2) Kecemasan atau fearfulness.
3) Distractibility atau ketidakmampuan untuk membayar perhatian untuk waktu yang
panjang dibandingkan dengan teman-temannya.
4) Mengungkapkan pikiran untuk bunuh diri.
5) Perasaan depresson dan ketidakbahagiaan.
6) Sedikit atau tidak ada teman.
7) Perilaku hiperaktif.
8) Matang keterampilan sosial yang dinyatakan dalam interaksi sosial yang tepat.
9) Impulsif
10) Masalahdalamhubungan keluarga.
11) Masalah dengan hubungan guru-murid.
12) Bunuh diri.
13) Penarikan ke dalam diri.
1) Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain atau norma-
norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku dibawah ini dalam
12 bulan terakhir dan minimal satu diantaranya dalam enam bulan terakhir :
4
a) Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi, memulai
perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan,
memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual.
b) Menghancurkan kepemilikan (properti), contohnya membakar, vandalism.
c) Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke rumah atau mobil
milik orang lain, menipu, mengutil.
d) Pelanggaran aturan yang serius, contohnya tidak pulang ke rumah hingga larut
malam sebelum usia 13 tahun karena sengaja melanggar peraturan orang tua, sering
membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun.
Banyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan gangguan
lain. Ada tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku dan ADHD. Hal ini
terjadi pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang diketahui mengenai komorbiditas
gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak perempuan. Penyalahgunaan zat juga umum
terjadi bersamaan dengan gangguan tingkah laku dimana dua kondisi tersebut saling
memperparah satu sama lain.
Terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku dan
komorbid dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melakukan
kejahatan dibanding mereka yang mengalami gangguan tingkah laku yang komorbid dengan
penarikan diri dari pergaulan sosial. Bukti-bukti menunjukkan bahwa anak-anak perempuan
yang mengalami gangguan tingkah laku beresiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai
gangguan komorbid, termasuk kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, dan ADHD
dibanding dengan anak laki-laki yang memiliki gangguan tingkah laku.
5
2. Dinamika keluarga.
Dinamika keluarga yang tidak sehat dapat mengakibatkan perilaku menyimpang yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
Penganiayaan anak. Anak yang terus-menerus dianiaya pada masa kanak-kanak
awal, perkembangan otaknya menjadi terhambat (terutama otak kiri).
Penganiayaan dan efeknya pada perkembangan otak berkaitan dengan berbagai
masalah psikologis, seperti depresi, masalah memori, kesulitan belajar,
impulsivitas, dan kesulitan dalam membina hubungan (Glod, 1998).
Disfungsi sistem keluarga (misal kurangnya sifat pengasuhan orang tua pada
anak, komunikasi yang buruk) disertai dengan keterampilan koping yang tidak
baik antaranggota keluarga dan model peran yang buruk dari orang tua. Sehingga
menyebabkan gangguan pada perkembangan anak dan remaja.
3. Faktor lingkungan.
Lingkungan dan kehidupan sosial yang tidak menguntungkan akan menjadi penyebab utama
pula, seperti :
Perawatan pranatal yang buruk, nutrisi yang buruk, dan kurang terpenuhinya
kebutuhan akibat pendapatan yang tidak mencukupi dapat memberi pengaruh buruk
pada pertumbuhan dan perkembangan normal anak.
Anak-anak tunawisma memiliki berbagai kebutuhan kesehatan yang memengaruhi
perkembangan emosi dan psikologi mereka. Berbagai penelitian menunjukkan adanya
peningkatan angka penyakit ringan kanak-kanak, keterlambatan perkembangan dan
masalah psikologis diantara anak tunawisma ini bila dibandingkan dengan sampel
kontrol (Townsend, 1999).
Budaya keluarga.
Perilaku orang tua yang secara dramatis berbeda dengan budaya sekitar dapat
mengakibatkan kurang diterimanya anak-anak oleh teman sebaya dan masalah psikologik.
Setiap anak, dalam masa perkembangannya akan mengalami masalah perilaku. Bentuk
masalah perilaku tersebut, setiap anak tidak sama. Masalah perilaku ini biasanya akan
berkurang dan bisa hilang sebelum anak berusia 3 tahun atau beberapa bulan setelah berusia 3
tahun. Peningkatan atau penurunan masalah perilaku anak sangat dipengaruhi oleh interaksi
orang tua dan lingkungan. Masalah perilaku anak dipengaruhi oleh beberapa hal, di
antaranya:
6
7) Kurang perhatian orang tua karena sibuk bekerja di luar rumah atau karena sibuk
dengan pekerjaan sehari-hari.
8) Suka mengikuti perilaku anak-anak lain seusianya.
3. Cacat mental
Cacat mental sama artinya dengan retardasi mental, lemah mental, keterbelakangan
mental, mental defektif, mental handicapped, defisiensi mental atau intellectually deficit.
Cacat mental dalam DSM IV (1994) disebut sebagai retardasi mental. Pada bagian tersebut
retardasi mental merupakan gangguan yang ditandai leh fungsi intelektual tergulong sub
normal (IQ =70 atau lebih rendah) yang terjadi pada masa perkembangan ( sebelum usia 18
tahun) dan disertai defisit perilaku.
Perilaku adaptif yang dimaksud adalah kemampuan individu untuk berdikari yang
dapat diterima oleh lingkungan sosialnya.diinggris cacat mental disebut dengan istilah
defisiensi mental. Contohnya undang-undang mengenai defisiensi mental di Inggris tahun
1913 dan diamandemenkan pada tahun 1927. Pada undang-undang tersebut dinyatakan defek
mental didefinisikan sebagai suatu keadaan perkembangan pikiran yang terhenti atau tidak
lengkap, terjadi sebelum usia 18 tahun, dan dapat disebabkan oleh penyebab yang inheren
atau diinduksi oleh penyakit atau trauma. (S. M. Lumbantobing, 2001).
8
Ada beberapa pertanda yang dapat digunakan untuk mengenali anak cacat mental (S. M.
Lumbantobing, 2001).
Sejak lahir perkembangan mentalnya terbelakang disemua aspek perkembangan.
Kecuali perkembangan motorik misalnya: mereka dapat berdiri, merangkak, dan
berjalan.
Terbelakang dalam perkembangan bicara.
Kurang memberi perhatian terhadap sekitarnya, misalnya: tidak bereaksi terhadap
bunyi atau suara yang terdengar.
Kurang dapat berkonsentrasi. Perhatian terhadap mainan hanya berlangsung singkat
atau bila diberi mainan tidak mengacuhkannya.
Kesiagaannya kurang, misalnya jika mainannya jatuh dihadapannya ia tidak berusaha
mengambilnya.
Kurang memberi respon terhadap lingkungan jika dibanding dengan anak normal.
Usia 2-3 tahunmasih suka memasukan mainan kedalam mulutnya.
Sunaryo Kartadinata (1998/1999) mengatakan karakteristik anak cacat mental antara lain:
(1) keterbatsan intelegensi, (2) keterbatasan sosial dengan ciri-ciri: cenderuing berteman
dengan anak yang lebih muda, ketergantungan terhadap orang tua, tidak mampu memikul
tanggung jawab. (3) keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya seperti: kurang mampu
mempertimbangkan sesuatu, kurang mampu membedakan yang baik dengan yang buruk,
yang benar dan yang salah, tidak membayangkan terlebih dahulu konsekuensi suatu
perbuatan.
Faktor penyebab :
Peristiwa kelahiran. Kehamilan yang tidak dikontrol, bimbingan persalinan yang tidak
tepat, bantuan persalinan salah, fasilitas persalinan yang kurang memadai banyak
mengakibatkan kerusakan pada otak anak. S. M. Lumbantobing (2001) mengemukakan
peningkatan kemampuan membimbing persalinan serta pengelolaan semasa hamil dapat
mengurangi kemungkinan cacat mental.
Anak menderita infeksi yang merusak otak seperti meningitis encephalitistu berkolusis,
dan lain-lain. Sekitar 30%-50% dari mereka yang mengalami kerusakan otak akibat
penyakit-penyakit tersebut menderita defisit neurologik dan cacat mental.
Malnutrisi berat. Kekurangan makanan bergizi semasa bayi dapat mengganggu
pertumbuhan dan fungsi susunan saraf pusat. Malnutrisi ini kebanyakan terjadi pada
kelompok ekonomi lemah.
Kekurangan yodium. Kekurangan yudium dapat mempengaruhi perkembangan mental
anak, termasuk salah satu penyebab cacat mental untuk mengenal anak cacat mental anak
secara dini, beberapa gejala ini dapat dijadikan indikator;
Terlambat memberi reaksi antara lain; lambat memberi senyum jika anak diajak tertawa
atau digelitik. Anak tideak memperhatikan atau seolah-olah tidak melihat jika dirangsang
dengan gerakan tangan kita. Anak cacat mental akan terlambat bereaksi terhadap bunyi –
bunyian, seolah – olah terganggu pendengarannya. Anak cacat mental juga lambat
mengunyah makanan, sehingga ia seringkali mengalami gangguan.
Memandang tangannya sendiri. Bayi yang berusia antara 12-20 minggu bila berbaring
sering memperlihatkan gerakan tangannya sendiri. Pada anak cacat mental gejala ini
masih terlihat walaupun usianya sudah tua dari 20 minggu.
Memasukkan benda ke mulut. Kegiatan memasukan benda ke dalam mulut merupakan
aktivitas yang khas untuk anak usia 6 sampai 12 bulan. Anak cacat mental masih suka
9
memasukkan benda atau mainan ke dalam mulutnya walaupun usianya sudah mencapai 2
atau 3 tahun.
Kurang perhatian dan kurang konsentrasi. Anak cacat mental kurang memperhatikan
lingkungan sekitar. Perhatiannya terhadap mainan hanya berlangsung singkat saja.
Malahan seringkali tidak mengacuhkan kejadian-kejadian di sekelilingnya. Bila diberi
mainan, ia kurang tertarik dan tidak berusaha untuk mengambilnya.
4. Kesulitan Berbicara
Anak dikatakan mengalami kesulitan belajar jika secara umum berbicara anak tidak
sesuai dengan kemampuan anak seusianya serta mengandung berbagai kesulitan dalam
artikulasi, penyuaraan, dan kelancaran berbicara. Ciri-ciri anak mengalami kesulitan
berbicara adalah jika anak:
Tidak jelas mengucapkan kata misalnya “doloy” untuk “tolong”
Mengalami kelainan nada, kenyaringan suara, dan kualitas anak.
Tidak lancar dalam mengucapkan kata-kata. Misalnya jika anak berbicara dengan
suara cepat atau tersendat sendat sehingga ucapannya tidak jelas jika ia berbicara
dengan orang lain.
Gejala-gejala tersebut diatas terlihat pada perilaku anak seperti :
Terlihat frustasi ketika berbicara
Berusaha mengulangi beberapa kata
Memiliki kesulitan berbicara dengan teman
Menolak berbicara di depan kelas
Tidak suka bercerita.
Sulit mengucapkan kata-kata.
Jumlah perbendaharaan kata lebih sedikit di banding dengan anak seusianya.
Susunan kata tidak teratur.
5. Temper Tantrum
Anak temper tantrum adalah anak yang marah secara berlebihan. Perilaku ini sering
terjadi pada anak berusia 4 tahun. Kebiasaan mengamuk akan lebih sering dilakukan bila
anak mengetahui bahwa dengan cara ini keingiannya akan dipenuhi.
Temper tantrum merupakan salah satu ciri anak bermasalah dalam perkembangan emosi
mereka antara lain:
Marah berlebihan, contohnya ingin merusak diri dan barang-barangnya,
Tidak dapat mengungkapkan apa yang diinginkan,
Takut yang sangat kuat sehingga mengganggu interaksi dengan lingkungannya,
Malu, hingga menarik diri dari lingkungannya.
Hipersensitif maksudnya, sangat peka, sulit mengatasi perasaan tersinggungnya, dan
pandangan cenderung negatif bersifat murung.
Secara umum ada beberapa ciri untuk mengenali bahwa anak sedang temper tantrum.
Anak tampak merengut dan mudah marah.
Perhatian, pelukan, atau pendekatan khusus lainnya tampak tidak memperbaiki
suasana hatinya.
Dia mencoba melakukan sesuatu diluar kebiasaannya atau meminta sesuatu yang dia
yakini tidak akan diperolehnya.
Dia meningkatkan tuntutannya dengan cara merengek dan tidak mau menerima
jawaban “tidak”.
Dia melanjutkn dengan menangis, menjerit, menendang, memukul, atau menahan
nafas.
10
6. Agresifitas
Salah satu bentuk prilaku anak yang mengalami kesulitan perkembangan sosial adalah
anak berprilaku agresif. Agresif adalah tingkah laku menyerang baik secara fisik maupun
verbal atau melakukan ancaman sebagai pernyataan adanya rasa permusuhan. Tingkah laku
agresif ini mengakibatkan kerugian atau malukai orang lain. Kerugian itu dapat berupa
kerugian sikologis ataupun kerugian fisik.
Schasfer dan millman (dalam yosefini, 1990) menggolongkan prilaku agresif kedalam prilaku
bermasalah dalam kelompok, dimana anak mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan
rang lain. Gejala-gejala anak agresif adalah sebagai berikut:
Sering mendorong, memukul, atau berkelahi
Menyerang dengan menggunakan kaki, tangan, tubuhnya untuk mengganggu
permainan yang dilakukan untuk mengganggu teman-teman.
Menyerang dalam bentuk verbal seperti ; mencaci, mengejek, mengolok-olok,
berbicara kotor dengan teman.
Tingkah laku mengganggu ini muncul, umumnya karena ingin menunjukkan
kekuatan di kelompok.
Tingkah laku menganggu ini pada dasarnya melanggar aturan atau norma yang
berlaku disekolah seperti ; berkelahi, merusak alatpermainan milik teman,
mengganggu anak lain.
7. Gangguan Eliminisi
Adalah gangguan pada perkembangan anak dan remaja dimana tidak dapat mengontrol
buang air kecil ( BAK ) dan buang air besar ( BAB ) setelah mencapai usia normal untuk
mampu melakukannya. Terbagi menjadi dua yaitu:
Adalah dimana anak tidak mampu mengontrol BAKnya bukan karena akibat dari
kerusakan neurologis atau penyakit lainnya . kita sering menyebutnya dangan
mengompol.
Ketidakmampuan mengontrol BABnya yang bukan disebabkan masalah organik.
11
antisosial baik secara verbal maupun secara nonverbal, seperti melawan aturan, tidak sopan
terhadap guru, dan mempermainkan temannya, menunjukkan unsur permusuhan yang akan
merugikan orang lain.
Penanganan yang bisa dilakukan untuk mengatasi Gangguan Perilaku adalah sebagai berikut :
1. Perawatan berbasis komunitas, yaitu dengan cara-cara :
Pencegahan primer melalui berbagai program sosial yang ditujukan untuk
menciptakan lingkungan yang meningkatkan kesehatan anak. Contohnya adalah
perawatan pranatal awal, program penanganan dini bagi orang tua dengan faktor
resiko yang sudah diketahui dalam membesarkan anak, dan mengidentifikasi
anak-anak yang berisiko untuk memberikan dukungan dan pendidikan kepada
orang tua dari anak-anak ini.
Pencegahan sekunder dengan menemukan kasus secara dini pada anak-anak yang
mengalami kesulitan di sekolah sehingga tindakan yang tepat dapat segera
dilakukan. Metodenya meliputi konseling individu dengan program bimbingan
sekolah dan rujukan kesehatan jiwa komunitas, layanan intervensi krisis bagi
keluarga yang mengalami situasi traumatik, konseling kelompok di sekolah, dan
konseling teman sebaya.
Dukungan terapeutik bagi anak-anak diberikan melalui psikoterapi individu,
terapi bermain, dan program pendidikan khusus untuk anak-anak yang tidak
mampu berpartisipasi dalam sistem sekolah yang normal. Metode pengobatan
perilaku pada umumnya digunakan untuk membantu anak dalam
mengembangkan metode koping.
Terapi keluarga dan penyuluhan keluarga. Penting untuk membantu keluarga
mendapatkan keterampilan dan bantuan yang diperlukan guna membuat
perubahan yang dapat meningkatkan fungsi dari semua anggota keluarga.
Unit khusus untuk mengobati anak-anak dan remaja, terdapat di rumah sakit jiwa.
Pengobatan di unit-unit ini biasanya diberikan untuk klien yang tidak sembuh
12
dengan metode alternatif, atau bagi klien yang beresiko tinggi melakukan
kekerasan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain.
Program hospitalisasi parsial juga tersedia, memberikan program sekolah di
tempat (on-site) yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan khusus anak yang
menderita penyakit jiwa. Seklusi dan restrein untuk mengendalikan perilaku
disruptif masi menjadi kontroversi. Penelitian menunjukkan bahwa metode ini
dapat bersifat traumatik pada anak-anak dan tidak efektif untuk pembelajaran
respon adaptif. Tindakan yang kurang restriktif meliputi istirahat (time-out),
penahanan terapeutik, menghindari adu kekuatan, dan intervensi dini untuk
mencegah memburuknya perilaku.
Medikasi digunakan sebagai satu metode pengobatan. Medikasi psikotropik
digunakan dengan hati-hati pada klien anak-anak dan remaja karena memiliki
efek samping yang beragam. Pemberian metode ini berdasarkan :
Perbedaan fisiologi anak-anak dan remaja mempengaruhi jumlah dosis, respon
klinis, dan efek samping dari medikasi psikotropik.
Perbedaan perkembangan neurotransmiter pada anak-anak dapat mempengaruhi
hasil pengobatan psikotropik, mengakibatkan hasil yang tidak konsisten, terutama
dengan antidepresan trisiklik.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melihat dari pembahasan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa gangguan perilaku
terjadi pada anak dan remaja. Gangguan perilaku pada anak, terjadi karena berbagai faktor.
Tapi faktor yang paling besar pengaruhnya yang dapat mengakibatkan gangguan perilaku
adalah saat di dalam kandungan, baik itu nutrisi – penanganan saat kelahiran. Lalu gangguan
perilaku pada remaja, juga terjadi karena berbagai faktor. Tapi faktor yang paling besar
pengaruhnya adalah keluarga dan lingkungan. Jika keluarga tidak dapat menjadi orang tua
yang bijak maka seringkali lingkunganlah yang memberi pengaruh besar terhadap gangguan
perilaku pada remaja.
B. Saran
Jadilah orang tua yang bijak, karena pada dasarnya peran keluarga sangat berpengaruh
terhadap pembentukan perilaku pada anak dan remaja. Lalu jika kita melihat ada gangguan
pada anak dan remaja, jangan pernah mengejudge individu tersebut, karena dapat
memperburuk keadaan. Seharusnya kita melakukan penanganan sesuai yang ada di dalam
pembahasan makalah ini.
14