Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

LP CKD

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

A.

Konsep Gagal Ginjal Kronis


1. Pengertian Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal kronis (GGK) adalah hasil dari perkembangan


dan ketidakmampuan kembalinya fungsi nefron.Gejala klinis yang
serius sering tidak terjadi sampai jumlah nefron yang berfungsi
menjadi rusak setidaknya 70-75% di bawah normal.Bahkan,
konsentrasi elektrolit darah relatif normal dan volume cairan tubuh
yang normal masih bisa di kembaikan sampai jumlah nefron yang
berfungsi menurun di bawah 20-25 persen.(Guyton and Hall,
2014).

Menurut Syamsir (2007) Chronic Kidney Disease (CKD)


adalah kasus penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut
(kambuhan) maupun kronis (menahun).Penyakit ginjal kronis
(Chronic Kidney Disease) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak
mampu mempertahankan lingkungan dalam keadaaan yang cocok
untuk kelangsungan hidup.Kerusakan pada kedua ginjal bersifat
ireversibel. CKD disebabkan oleh berbagai penyakit. Brunner and
Suddarth (2014) menjelaskan bahwa ketika pasien telah mengalami
kerusakan ginjal yang berlanjut sehingga memerlukan terapi
pengganti ginjal secara terus menerus, kondisi penyakit pasien
telah masuk ke stadium akhir penyakit ginjal kronis, yang dikenal
juga dengan gagal ginjal kronis.

Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis


didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan
dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR)
(Nahas & Levin, 2010).CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius)
dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009)Gagal ginjal kronik
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible
dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa
retensi urea dan sampah lain dalam darah (Brunner & Suddarth,
2002).
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan
bahwa gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal
mengalami kerusakan sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan
sisa-sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan
penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

2. Etiologi Gagal Ginjal Kronis


Menurut Muttaqindan Sari (2011) kondisi klinis yang
memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari
ginjal sendiri dan di luarginjal.
1. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis
2. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,
nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis
3. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus
sistemik, poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
4. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,
5. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati
timbal
6. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas:
kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih
bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
7. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis

3. Patofisiologi
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron
(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain
rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang utuh hipertrofi
dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai
reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.
Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾
dari nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi
lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis
osmotik disertai poliuri dan haus. Selanjutnya karena jumlah nefron
yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk
sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-
kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi
renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15
ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, 2015, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.
Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat.
Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner &
Suddarth, 2012 : 1448). Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena
kehilangan secara bertahap fungsi dari nefron. Kerusakan nefron
merangsang kompensasi nefron yang masih utuh untuk
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Mekanisme
adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron yang
masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan
reabsorpsi tubulus.
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan
filtrasi dan beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga
keseimbangan glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan.
Terjadi ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai
dengan hilangnya kemampuan pemekatan urin.
4. PATHWAY
5. Klasifikasi

Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :


- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium
kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 %
jaringan telah rusak, Blood Urea Nitrogen ( BUN )
meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan
stadium dari tingkat penurunan LFG :

- Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan


albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90
ml / menit / 1,73 m2
- Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria
persisten dan LFG antara 60-89 mL/menit/1,73 m2
- Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59
mL/menit/1,73m2
- Stadium 4 :kelainan ginjal dengan LFG antara 15-
29mL/menit/1,73m2
- Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG
<15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT (
Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = ( 140-umur ) x berat badan ( kg )


72 x creatini serum Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85

6. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis


Manifestasi klinik menurut Suyono (2015) adalah sebagai berikut:
a. Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat
perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema.
b. Gannguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental
dan riak, suara krekels.
c. Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan
dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada
saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas
bau ammonia.
d. Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar,
terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi
otot – otot ekstremitas.
e. Gangguan Integumen
kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning –
kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat
toksik, kuku tipis dan rapuh.
f. Gangguan endokrim
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun,
gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa,
gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa
biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi
kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipomagnesemia, hipokalsemia.
h. System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi
eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum
tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi
gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
7. Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronis
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu:
a) Konservatif
- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
- Observasi balance cairan
- Observasi adanya odema
- Batasi cairan yang masuk
b) Dialysis
- Peritoneal dialysis
Biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.Sedangkan
dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidakbersifat akut
adalah CAPD (Continues Ambulatori PeritonialDialysis)
- Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di
venadengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis
dilakukanmelalui daerah femoralis namun untuk mempermudah
makadilakukan :
- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri
- Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi
ke jantung)
c) Operasi
- Pengambilan batu
- Transplantasi ginja

8. Pemeriksaan Penunjang

Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama


intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik
secara medis ataupun kolaborasi antara lain :

a. Pemeriksaan lab.darah
- hematologi
Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit
- RFT ( renal fungsi test
) ureum dan kreatinin
- LFT (liver fungsi test )

- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- koagulasi
studi PTT,
PTTK
- BGA
b. Urine
- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
c. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
d. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi )
- Elektrolit
Klorida, kalium, kalsium
- koagulasi
studi PTT,
PTTK
- BGA
e. Urine
- urine rutin
- urin khusus : benda keton, analisa kristal batu
f. pemeriksaan kardiovaskuler
- ECG
- ECO
g. Radidiagnostik
- USG abdominal
- CT scan abdominal
- BNO/IVP, FPA
- Renogram
- RPG ( retio pielografi

9. Komplikasi
Komplikasi dari gagal ginjal kronis menurutSmeltzer (2009)yaitu :
- Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme danmasukan diit berlebih.
- Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk
sampah uremik dandialisis yang tidak adekuat.
- Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi
sistem reninangiotensin-aldosteron.
- Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah.
- Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum rendah,metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar
aluminium.
- Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati
perifer, Hiperuremia
B. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian fokus yang disusun berdasarkan pada Gordon dan
mengacu pada Doenges (2001), serta Carpenito (2006)sebagai berikut :
1. Demografi
Penderita CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada
juga yang mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh
berbagai hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan
sebagainya. CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan
juga mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD.Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / rdiri yang terlalu lama dan lingkungan yang
tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/ zat
logam dan pola makan yang tidak sehat.
2. Riwayat penyakit yang diderita pasien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
3. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB
dalam kurun waktu 6 bulan.Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah,
asupan nutrisi dan air naik atau turun.
4. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu.
5. Pengkajian fisik
a. Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri.Kesadaran
pasien dari compos mentis sampai coma.
b. Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi
meningkat dan reguler.
c. Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karenakekurangannutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
d. Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat
kotorantelinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung,mulut bau
ureum,bibir kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah
kotor.
e. Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
f. Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat
otot bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara
tambahan pada paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung,
terdapat suara tambahan pada jantung.
g. Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan peristaltik, turgor jelek, perut
buncit.
h. Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi,
terdapat ulkus.
i. Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas pasien dibantu, terj adi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 2 detik.
j. Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan
mengkilat/uremia, dan terjadi perikarditis.

b. Diagnosa keperawatan
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien CKD adalah:

1. Penurunan curah jantung dengan beban jantung yang meningkat


2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan edema sekunder
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah
4. Gangguan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
sekunder: kompensasi melalui alkalosis respiratorik
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi
jaringan yang tidak adekuat, keletihan

c. Intervensi
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan
frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama
dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya
(skala 0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
edema sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena
retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
dengan kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input
dan output

Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari,
keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit tanda-tanda
vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin,
dan respon terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga
dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan
cairan terutama pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan


anoreksia, mual, muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan
kriteria hasil: menunjukan BB stabil

Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat
mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan
intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak
disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan
makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder:
kompensasi melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau
hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler,
perhatikan kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang
mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi
buruk untuk menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin
untuk memberikan tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko
cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan
evaporasi lembab pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat

Anda mungkin juga menyukai