CPPB Laporan
CPPB Laporan
CPPB Laporan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah suatu bentuk usaha yang dilihat
dari skalanya usaha rumah tangga dan usaha kecil hanya mempunyai jumlah
pegawai antara 1-19 orang. Sementara usaha menengah mempunyai pegawai
antar 20-99 orang. UKM ini telah terbukti merupakan salah satu bentuk usaha
yang dapat bertahan dalam krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan salah satu bidang yang
memberikan kontribusi yang segnifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Hal ini dikarenakan daya serap UKM terhadap tenaga kerja yang
sangat besar dan dekat dengan rakyat kecil. Statistik pekerja Indonesia
menunjukan bahwa 99,5 % tenaga kerja Indonesia bekerja di bidang UKM. Hal
ini sepenuhnya disadari oleh pemerintah, sehingga UKM termasuk dalam salah
satu fokus program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah
Indonesia. Kebijakan pemerintah terhadap UKM dituangkan dalam sejumlah
undang-undang dan peraturan pemerintah (Jauhari, 2010).
Fungsi dan peran UKM saat ini dirasakan amat penting. UKM tidak hanya
sebagai sumber mata pencaharian orang banyak, tetapi juga menyediakan
secara langsung lapangan kerja bagi sebagian besar penduduk. UKM selalu
terjebak dalam problem keterbatasan modal, teknik produksi, pemasaran,
manajemen dan teknologi. Upaya untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil
dalam rangka memperluas perananya didalam perekonomian nasional yaitu
diperlukan serangkaian pembinaan terpadu dan berkelanjutan untuk mengatasi
berbagai masalah tersebut terutama bersumber pada masalah keterbatasan
pengetahuan, informasi, dan permodalan (Sulistyo, 2010).
Adanya krisis global dengan episentrum Amerika Serikat telah membawa
dampak pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Imbas krisis tersebut di
Indonesia mulai terasa, terutama menjelang akhir 2008. Pada kondisi
perekonomian Indonesia tersebut, masih terdapat perusahaan yang mampu
bertahan diantaranya adalah usaha roti dan kue kering. Diberbagai kota besar di
Pulau Jawa, pada umumnya usaha roti dan kue masih dapat menjalankan
usahanya, walaupun dengan mengurangi volume produksi. Peluang
pengembangan usaha roti dan kue termasuk brownies tidak terlepas dari
analisis permintaan dan penawaran produk tersebut. Kondisi ekonomi makro
dan perubahan dari konteks negara agraris lambat laun menjadi negara industri
atau jasa secara nyata akan mengubah pola kehidupan masyarakat, termasuk
perubahan pola makan dan perubahan perilaku kerja sebagian besar masyarakat
(Purnawan dkk., 2012).
Brownies merupakan kue bertekstur lembut dan padat, berwarna cokelat
kehitaman dan memiliki rasa khas cokelat (Suhardjito, 2006). Olahan makanan
yang satu ini banyak digemari oleh masyarakat, baik dari kalangan anak-anak,
remaja, maupun orang tua dikarenakan dominan rasa cokelatnya yang lezat dan
teksturnya yang lembut. Brownies merupakan olahan kue yang berbahan dasar
tepung terigu. Tepung terigu merupakan tepung atau bubuk yang berasal dari
biji gandum. Keunggulan dari tepung terigu dibandingkan dengan tepung yang
lain yaitu kemampuannya untuk membentuk gluten pada saat diberi air.
Menurut BPS (2010) selama ini Indonesia merupakan Negara pengimpor
gandum terbesar keempat di duniadengan volume impor mencapai 554 ribu ton
pada tahun 2008. Jika keadaan ini dibiarkan, ketergantungan pangan dari luar
negeri dapat meningkatkan pengeluaran devisa negara. Selain itu,
menyebabkan beberapa industri makanan berbasis terigu mengalami
ketergantungan terhadap tepung terigu. Oleh karena itu perlu adanya upaya
untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan tepungterigu yaitu
dengan mengalihkan penggunaan tepung teriguke non terigu
(Fatkurahman, 2012).
Upaya diversifikasi pangan dapat dilakukan dengan mengganti atau
memodifikasi pangan yang berbahan dasar tepung terigu dengan pangan lokal
yang ada di Indonesia. Produk olahan pangan yang sekiranya dapat dijadikan
sebagai alternative pangan adalah brownies (Haryanto, 2004). Salah satunya
yaitu dalam pembuatan brownies kukus dengan substitusi dengan berbagai
tepung hasil olahan sendiri dan bahan yang digunakan terdapat di Indonesia.
Brownies kukus yang dibuat dengan tepung terigu kalori yang dihasilkan
tinggi yaitu 434kkal (per 100 gram brownies) dan kurang kandungan
antioksidan. Sehingga pembuatan brownies menggunakan substitusi tepung
beras hitam sebagai bahanu tamanya, untuk memperoleh brownies dengan
kalori yang cukup dan kandunganan tioksidan yang tinggi. Brownies
merupakan sumber energi yang baik, energi per 100 gram brownies adalah 434
kkal, melebihi beras (335 kkal/100 gram) ataupun mi (339 kkal/100 gram).
Energi pada brownies umumnya bersal dari karbohidrat (yaitu tepung dan gula)
serta lemak. Kadar karbohidrat pada brownies adalah 76,6 gram/100 gram
sedangkan lemaknya mencapai 14 gram/100 gram. Kandungan gizi yang lain
dari brownies adalah kalium (219 mg/100 gram) dan natrium (303 mg/100
gram). Bagi penderita hipertensi tidak perlu menghindari mengkonsumsi
brownies. Kandungan natrium yang tinggi pada brownies dapat diimbangi oleh
kandungan kaliumnya. Natrium dan kalium 12 akan bekerja sama
mempertahankan tekanan osmotik didalam darah, selain juga membantu
menjaga keseimbangan asam dan basa (Astawan, 2009).
Berdasarkan peniliaan pasar prospek produk brownies biasanya dipasarkan
dikalangan masyarakat luas dengan jangkauan oleh semua kalangan
masyarakat baik masyarakat ekonomi rendah sampai ekonomi mampu.
Penerapan cara pengolahan pangan yang baik (CPPB) merupakan salah
satu faktor penting untuk memenuhi standar kualitas atau persyaratan
keamanan pangan yang telah ditetapkan. CPPB sangat berguna bagi
kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun
yang berskala besar (Wahono, 2007). Oleh karena itu dalam kegiatan ini, tim
juga memberikan pengenalan dan edukasi CPPB yang selanjutnya harus
diterapkan oleh Mitra.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah memperbaiki hygiene dan sanitasi
yaitu hygiene produk untuk mencegah kon-taminasi, perbaikan metode
penyimpanan untuk bahan baku dan produk jadi, serta melakukan pembersihan
secara rutin dan benar pada mesin dan peralatan. Selanjutnya tetap diperlukan
kegiatan pemantauan dalam penerapan CPPB dalam proses pengolahan produk
pangan oleh mitra.
Selain itu CPPB juga memiliki manfaat untuk UKM yang menerapkannya
yaitu :
1. Memproduksi dan menyediakan makanan yang aman dan layak unyuk
dikonsumsi
2. Memberikan informasi kepada masyarakat, seperti pelabelan, dll.
3. Mempertahankan dan meningkatkan kepercayaan dunia Internasioanl
terhadap makanan yang diproduksinya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan judul dan uraian latar belakang di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana CPPB (Cara Produksi Pangan Yang Baik) pada proses
pembuatan brownies kukus di UKM Brownies Cinta?
2. Apa saja bahan yang digunakan dan bagaimana tahapan proses pembuatan
brownies kukus di UKM Brownies Cinta?
3. Bagaimana evaluasi CPPB pada proses pembuatan brownies kukus di UKM
Brownies Cinta dari bahan baku, proses produksi dan produk akhir?
4. Bagaimana konsep CPPB yang dapat diterapkan pada pembuatan brownies
kukus di UKM Brownies Cinta?
C. Tujuan
Tujuan dari praktikum CPPB (Cara Produksi Pangan Yang Baik) dalam
Pembuatan brownies kukus di UKM Brownies Cinta ini adalah:
1. Mengetahui CPPB (Cara Produksi Pangan Yang Baik) pada proses
pembuatan brownies kukus di UKM Brownies Cinta.
2. Mengetahui bahan yang digunakan dan tahapan proses pembuatan brownies
kukus di UKM Brownies Cinta.
3. Mengetahui evaluasi CPPB pada proses pembuatan brownies kukus di
UKM Brownies Cinta dari bahan baku, proses produksi dan produk akhir.
4. Mengetahui konsep CPPB yang dapat diterapkan pada pembuatan brownies
kukus di UKM Brownies Cinta.
D. Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan praktikum CPPB (Cara
Produksi Pangan Yang Baik) pada proses pembuatan brownies kukus di UKM
Brownies Cinta adalah:
1. Menambah wawasan mengenai proses pembuatan brownies kukus dan
mampu mengaplikasikan pengetahuan mengenai keamanan pangan dalam
sistem CPPB pada pengolahan brownies kukus.
2. Mahasiswa memperoleh pengalaman kerja langsung dan membandingkan
dengan teori, dapat memahami kondisi proses dan kondisi yang
dipersyaratkan serta langkah pengendalian proses.
BAB II
METODE PELAKSANAAN
a. Lokasi UKM (Usaha Kecil Lokasi UKM yang Lokasi dari IRT maupun
Menegah) UKM “Alz” sangat dekat dengan industri pangan seharusnya
bertempat di Kemuning, jalan raya sangat dijaga tetap bersih, bebas
Ngargoyso, Kabupaten mudah untuk dari sampah, bau, asap,
Karanganyar. Letak UKM tercemar debu dan kotoran, dan debu
Alz berada disamping jalan juga polusi asap (BPOM, 2012)
Gambar 1.1 UKM Alz
raya dekat menghadap kendaraan bermotor
langsung ke jalan raya yang sebaiknya
mengakibatkan udara dilakuakan
disekitar sangat sering pembersihan secara
tercemar asap kendaraan berkala.
bermotor. Kondisi disekitar
UKM tidak ditemukan
adanya genangan air dan
tumpukan sampah.
a. Bangunan ruang
Produksi
1. Lantai Keseluruhann dari lantai Pada lantai ruang proses Lantai sebaiknya dibuat dari
ruang produksi tidak produksi seharusnya bahan kedap air, rata, halus
menggunakan keramik menggunakan keramik tetapi tidak licin, kuat,
tetapi hanya lantai agar mudah memudahkan pembuangan
menggunakan lantai dibersihkan. Untuk atau pengaliran air, air tidak
semen. Pembersihan permukaan lantai tergenang,memudahka
lantai ruang produksi sebaiknya dibuat miring pembuangan atau pengaliran
dilakukan sebanyak dua ke saluran pembuangan air, air tidak tergenang dan
kali, yaitu sebelum dan sudut yang juga Lantai seharusnya selalu
proses produksi dan berhubungan langsung dalam keadaan bersih dari
setelah proses produksi dengan tembok dibuat debu, Gambar 2.2
selesai, namun untuk melengkung untuk lendir, dan kotoran lainnya Tampak lantai
kondisi tertentu mempermudah proses serta mudah dibersihkan produksi
pembersihan dilakukan pembersihan. (BPOM, 2012)
ketika ditemukan adanya
kotoran yang berceceran.
Permukaan lantai
produksi dibuat tidak
miring dan sudut yang
berhubungan langsung
dengan tembok tidak
dibuat melengkung,hal
itu akan berakibat lantai
akan susah untuk
dibersihkan
2. Dinding atau Dinding ruang produksi Untuk dinding ruang (a) Dinding atau pemisah
pemisah terbuat dari dua bahan proses produksi ruangan sebaiknya dibuat dari
ruang yaitu batu bata dan kayu kebersihanya kurang bahan kedap air, rata, halus,
yang kokoh, rata, halus diperhatikan sehingga berwarna terang, tahan lama,
dan juga tahan terhadap terdapat kotoran yang tidak mudah mengelupas, dan
air. Dinding ruang menempel pada dinding kuat,
Gambar 2.3
produksi diberi warna bagian proses (b) Dinding atau pemisah
Dinding Ruang
biru muda agar jika penggorengan. ruangan seharusnya selalu
Produksi
dinding kotor mudah dalam
dibersihkan dan bersifat keadaan bersih dari debu,
tahan lama. lendir, dan kotoran lainnya
(BPOM, 2012)
4. Pintu Pintu pada UKM “Alz” Untuk pintu seharusnya (a) Pintu sebaiknya dibuat
ruangan terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan tirai dari bahan tahan lama, kuat,
bersifat kokoh dan tidak ataupun kasa, yang tidak mudah pecah atau
mudah rusak. Pintu pada berfungsi untuk rusak, rata, halus, berwarna
UKM “Alz” terdapat dua menyaring udara yang terang, (b) Pintu seharusnya
buah yang berada di masuk. Antara rumah dilengkapi dengan pintu kasa
bagian belakang dan dengan ruang proses yang dapat dilepas untuk
dibagian depan dekat produksi sebaiknya memudahkan pembersihan
ruang pengemasan, diberi pintu agar dan perawatan. (c) Pintu
Gambar 2.5
sedangkan antara ruang kebersihan ruang proses ruangan produksi seharusnya
Tampak pintu
proses produksi dengan produksi tetap terjaga. didisain membuka ke luar / ke
depan
rumah pemilik UKM samping sehingga debu atau
“Alz” tidak diberi pintu. kotoran dari luar tidak
Untuk pintu belum terbawa masuk melalui udara
dilengkapi dengan tirai ke dalam ruangan
ataupun kasa pengolahan. (d) Pintu
ruangan, termasuk pintu kasa
dan tirai udara seharusnya
mudah ditutup dengan baik
dan selalu dalam keadaan Gambar 2.6
tertutup (BPOM, 2012) Pintu Ruang
Pengemasan
5. Jendela Jendela pada UKM “Alz” Sebaiknya untuk jendela (a) Jendela sebaiknya dibuat
berada didalam ruang dibuat dari bahan yang dari bahan tahan lama, kuat,
proses produksi depan kokoh dan tahan lama tidak mudah pecah atau
penggorengan, dengan serta dilengkapi dengan rusak, (b) Permukaan jendela
bahan kayu dan memiliki penutup karena fungsi sebaiknya rata,
halus, Gambar 2.7
kaca transparan tanpa dari jendela sendiri yaitu berwarna terang, dan mudah Jendela ruang
dilengkapi dengan sebagai saluran dibersihkan. (c)
Jendela pengemasan
penutup. pergantian udara yang seharusnya dilengkapi dengan
baik. kasa pencegah masuknya
serangga yang dapat dilepas
untuk memudahkan
pembersihan dan perawatan.
(d) Konstruksi jendela
seharusnya didisain dengan
baik untuk mencegah
penumpukan debu
(BPOM, 2012).
6. Lubang Pada UKM “Alz” ini Untuk menjaga sirkulasi (a) Lubang angin atau
angin atau tidak memiliki ventilasi pada ruang produksi agar ventilasi seharusnya cukup
ventilasi atau lubang angin tetep berjalan normal sehingga udara segar selalu
sebagai tempat sebaiknya diberikan mengalir di ruang produksi
pertukaran udara. ventilasi pada ruang dan dapat menghilagkan uap,
proses produksi. gas, asap, bau dan panas yang
Gambar 2.8
timbul selama pengolahan,
Tidak Ada
(b) Lubang angin atau
Ventilasi
ventilasi seharusnya selalu
dalam keadaan bersih, tidak
berdebu, dan tidak dipenuhi
sarang labah-labah,
(c) lubang angin atau
ventilasi seharusnya
dilengkapi dengan kasa untuk
mencegah masuknya
serangga dan mengurangi
masuknya kotoran,
(d) Kasa pada lubang angin
atau ventilasi seharusnya
mudah dilepas untuk
memudahkan pembersihan
dan perawatan
(BPOM, 2012)
7. Permukaan Meja pada proses Untuk meja yang (a) Permukaan tempat kerja
tempat kerja penyiapan bahan yang digunakna sebaiknya yang kontak langsung dengan
digunakan terbuat dari berbahan stainlis steal bahan pangan harus dalam
kayu dengan dilapisi agar mudah dibersihkan kondisi baik, tahan lama,
plastik. Meja yang secara berkala, minimal mudah dipelihara,
digunakan dalam kondisi sebelum dan sesudah dibersihkan dan disanitasi;
yang baik dan terawat. proses produksi. (b) Permukaan tempat kerja
Permukaan meja dilapisi harus dibuat dari bahan yang
plastik yang tidak tidak menyerap air,
menyerap air dan mudah permukaannya halus dan
dibersihkan. Permukaan tidak bereaksi dengan bahan
meja dibersihkan setiap pangan, detergen dan
Gambar 2.9
setelah digunakan dan desinfektan
Permukaan meja
sebelum digunakan (BPOM, 2012)
8. Penggunaan Pada proses produksi Jika dalam proses Pimpinan atau pemilik IRTP
bahan gelas keripik jamur kuping produksi bahan pangan seharusnya mempunyai
tidak menggunakan menggunakan gelas kebijakan penggunaan bahan
bahan gelas apapun. harus terus diawasi guna gelas yang bertujuan
mencegah kotaminasi mencegah kontaminasi
fisikyang berupa pecahan bahaya fisik terhadap produk
gelas. pangan jika terjadi pecahan
gelas. (BPOM, 2012).
Gambar 2.10
Penampilan
kemasa
b. Fasilitas
1. Kelengkapan Sumber penerangan pada Sebaiknya peralatan yang Ruang produksi sebaiknya
ruang produksi UKM “Alz” telah dicuci langsung cukup terang sehingga
menggunakan lampu diteempatkan dirak karyawan dapat mengerjakan
pijar. Pada bagian peralatan guna mencegah tugasnya dengan teliti. Di
belakang ruang produksi kontaminasi. Untuk ruang produksi seharusnya Gambar 2.11
terdapat tempat untuk ruang proses produksi ada tempat untuk mencuci Kondisi tempat
mencuci peralatan yang sebaiknya dilangkapi tangan yang selalu dalam pencucian
telah digunakan. Tempat dengan wastafel atau keadaan bersih serta
untuk menaruh barang tempat untuk mencuci dilengkapi dengan sabun dan
karyawan diletakan di tangan. pengeringnya (BPOM, 2012).
dalam rumah pemilik
UKM “Alz”.
Gambar 2.12
Kondisi ruang
produksi
3. Peralatan Produksi
Parameter Kondisi Aktual Evaluasi Konsep Perbaikan Dokumentasi
a. Sumber Sumber air yang Air yang digunakan Menurut BPOM (2012) sumber
Air digunakan merupakan pada UKM “Alz” ialah air bersih untuk proses produksi
sumber air alami dari sumber air murni dari sebaiknya cukup dan memenuhi
pegunungan. Air pegunungan. Meskipun persyaratan kualitas air bersih
tersebut digunakan air yang digunakan dan/ atau air minum. Menurut
untuk memenuhi segala berasal dari sumber air Ningrum (2018) Pengertian air
kebutuhan proses pegunungan, tetapi bersih yaitu air yang digunakan
produksi sampai keamanan air harus untuk keperluan sehari-hari dan
pencucian dan tetap dijaga untuk kualitasnya memenuhi
pembersihan serta menghindari persyaratan kesehatan air bersih
Gambar 4.1 Sumber
kebutuhan konsumsi kontaminasi biologis sesuai peraturan perundang-
air langsung dari
karyawan. dan kimia. undangan yang berlaku dan dapat
pegunungan
diminum apabila dimasak.
b. Kualitas Air yang digunakan Air yang digunakan Menurut BPOM (2012) sumber
Air dalam proses produksi secara visual air bersih untuk proses produksi
dan pencucian alat kualitasnya sudah baik, sebaiknya cukup dan memenuhi
dalam keadaan bersih, namun sebaiknya tetap persyaratan kualitas air bersih
tidak berbau, tidak dijaga kebersihannya dan/ atau air minum.
berwarna, begitupun air agar air tidak tercemar. Ningrum (2018) menyatakan
yang digunakan bahwa syarat-syarat dan
sebagai air minum oleh pengawasan kualitas air bersih Gambar 4.2 Air
karyawan ialah air yang adalah air yang jernih, tidak minum
berasal dari sumber air berwarna, tidak berbau, tidak yang
pegunungan. berasa, dan tidak mengandung digunakan
kuman yang membahayakan
tubuh.
c. Jumlah Ketersediaan air Ketersediaan air cukup Menurut BPOM (2012), air yang
air melimpah, kondisi untuk mencukupi digunakan untuk proses produksi
musim kemarau kebutuhan pencucian harus air bersih dan sebaiknya
maupun hujan air tetap alat dan sebagai bahan dalam jumlah yang cukup
tersedia sebab berasal dalam proses produksi. memenuhi kebutuhan proses
langsung dari sumber produksi.
air pegunungan.
c. Kebiasan Saat bekerja karyawan Pemilik UKM dapat Menurut peraturan BPOM
karyawan masih ada yang membuat aturan atau (2012) tentang kebiasaan
berkomunikasi dengan menghimbau agar karyawan yaitu tidak
karyawan lain seperti karyawan pada diperkenankan karyawan yang
mengobrol dan lain- bagian pengolahan bekerja pada bagian proses
lain, hal tersebut tidak selalu dalam produksi untuk makan, minum,
dapat dipungkiri dapat keadaan fokus merokok, meludah, bersin atau
terus terjadi. Tetapi diusahakan batuk ke arah pangan atau
pada saat proses mengurangi melakukan tindakan yang
pengolahan karyawan komunikasi dengan dapat mengakbatkan
tidak diperbolehkan karyawan lain pencemaran dan sebaiknya
makan namun karena sedikit tidak menggunakan perhiasan
Gambar 6.4 Perautan
disediakan minum saja, berbicara atau benda lain pada tubuh
terkait kebijakan atribut
tidak boleh merokok dikhawatirkan bisa yang berlebihan yang
yang digunakan
saat produksi dan tidak menyebabkan memungkinkan kontaminasi
dijumpai karyawan kontaminasi, makan dengan pangan yang
yang menggunakan dan minum diluar diproduksi.
barang berlebihan pada lingkungan proses
tangan seperti jam, produksi serta dapat
gelang dll. diberlakukan SOP.
7. Pemeliharaan dan Program Higiene dan Sanitasi
Parameter Kondisi Aktual Evaluasi Konsep Perbaikan Dokumentasi
d. Program Terdapat hama pada Sebaiknya pemilik Lubang- lubang dan selokan
pengendalian UKM “Alz” yaitu UKM “Alz” harus ditutup untuk
Gambar 7.4 Kebersihan
hama lalat, upaya untuk melakukan mencegah masuknya hama.
barang selain untuk produksi
mencegah terjadinya pembuangan dan Melapisi jendela, lubang
kurang diperhatikan
cemaran hama di pemusnahan sampah ventilasi dan pintu dengan
UKM “Alz” dilakukan secara bersih. kawat kasa untuk mencegah
dengan memberikan masuknya hama.
lem lalat pada ruangan Pencegahan hewan
proses produksi. peliharan agar tidak masuk
atau berkeliaran di daerah
sekitar dan ruang produksi
dan penyimpanan bahan
pangan yang baik dan
teratur agar tidak
mengundang munculnya
hama. Menjaga kebersihan
ruang produksi dan tempat
sampah daalam keadaan
tertutup (BPOM RI, 2012).
8. Penyimpanan
Parameter Kondisi Aktual Evaluasi Konsep Perbaikan Dokumentasi
9. Pengendalian Proses
a. Penetapan Spesifikasi Bahan
Standar/ Tindakan
Bahan Parameter Aktual Batas Krits Tindakan Pengendalian
SNI Koreksi
Tepung Terigu Berat Pemilik UKM - - Sudah ada formulasi tepung -
menggunakan 1 yang tepat pada proses
kilogram tepung penetapan penambahan
untuk 1 kali tepung terigu.
proses
pembuatan
karipik
Warna Putih SNI 01- Putih Sudah menggunakan tepung -
3751- terigu yang ber SNI
2006
Bawang putih Kelas super Bebas dari SNI Bebas Belum menggunakan Seharusnya
keruskan 3160- dari keruskan bawang putih yang ber SNI menggunakan
Kelas 1 Kerusakan 2013 Kerusakan bawang putih
10% dari 10% dari jumlah yang sudah ber
jumlah SNI terutama
Kelas 2 Keruskan 15% Keruskan bentuk bawang.
dari jumlah 15% dari jumlah
Lada Warna Putih SNI Putih kristal Sudah menggunakan gula -
Rasa Normal 0004- Normal pasir yang ber SNI
Aroma Normal 2013 Normal
Kotoran Tidak ada Tidak boleh ada
Jamur kuping Warna Coklat SNI 01- Coklat kehitaman Belum menggunakan jamur Seharusnya
kehitaman 2891- kuping yang ber SNI menggunakan
Bentuk Normal 1992 Normal jamur kuping
Kotoran Tidak ada Tidak ada yang sudah ber
SNI terutama
kebersihan
jamur kuping
Garam Warna Putih SNI Putih Belum menggunakan garam Seharusnya
kecoklatan 3556- yang ber SNI menggunakan
Aroma Normal 2000 Normal garam yang
Rasa Asin Asin sudah ber SNI
Kotoran Tidak ada Tidak ada danbersertifikasi
halal.
Minyak goreng Warna Kuning SNI Kuning Sudah menggunakan -
keemasan 3741- keemasan minyak goreng yang ber -
Waktu Hanya 2013 Penggunaan SNI
pemakaian digunakan maksimum 3
sedikit untuk kali pada
mengkaliskan minyak baru
adonan
Aroma Normal Normal
Berdasarkan BPOM (2012) konsep perbaikan untuk penetapan spesifikasi bahan yaitu (1) Bahan yang dimaksud mencakup
bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong termasuk air dan bahan tambahan pangan (BTP). (2)Harus menerima dan
menggunakan bahan yang tidak rusak, tidak busuk, tidak mengandung bahan-bahan berbahaya, tidak merugikan atau
membahayakan kesehatan dan memenuhi standar mutu ataupersyaratan yang ditetapkan. (3) Harus menentukan jenis, jumlah dan
spesifikasi bahan untuk memproduksi pangan yang akan dihasilkan. (4) Tidak menerima dan menggunakan bahan pangan yang
rusak. (5) Jika menggunakan bahan tambahan pangan (BTP), harus menggunakan BTP yang diizinkan sesuai batas maksimum
penggunaannya. (6) Penggunaan BTP yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan harus memiliki izin dari Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI). (7) Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam
bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan. (8) Tidak menggunakan Bahan Berbahaya yang
dilarang untuk pangan.
b. Penetapan Komposisi dan Formulasi Bahan
Bahan Berat Batas Kritis Tindakan Pengendalian Tindakan Koreksi
Tepung 1 kilogram - Adanya formulasi bahan baku Sudah ada formulasi
Terigu khusus terhadap
komposisi tepung terigu
Bawang putih 10 siung Penggunaan pada Adanya formulasi bahan baku Sudah ada formulasi
takaran yang aman khusus terhadap
dan tidak berbahaya komposisi telur
Lada 6 bungkus Penggunaan pada Adanya formulasi bahan baku Sudah ada formulasi
takaran yang aman khusus terhadap
dan tidak berbahaya komposisi gula pasir
Jamur kuping 5 kilogram Penggunaan pada Adanya formulasi bahan baku Sudah ada formulasi
takaran yang aman khusus terhadap
dan tidak berbahaya komposisi vanili
Garam 4 sedok makan Penggunaan pada Adanya formulasi bahan baku Sudah ada formulasi
takaran yang aman khusus terhadap
dan tidak berbahaya komposisi garam
Minyak Secukupnya Penggunaan pada Harus adanya formulasi bahan Sebaiknya sudah ada
goreng takaran yang aman baku formulasi yang tepat
dan tidak berbahaya yang bisa dihitung secara
kuantitatif
Berdasarkan BPOM (2012) konsep perbaikan untuk penetapan komposisi dan formulasi bahan yaitu (1) Harus menentukan
komposisi bahan yang digunakan dan formula untuk memproduksi jenis pangan yang akan dihasilkan. (2) Harus mencatat dan
menggunakan komposisi yang telah ditentukan secara baku setiap saat secara konsisten. (3) Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang
digunakan harus diukur atau ditimbang dengan alat ukur atau alat timbang yang akurat
c. Penetapan Cara Produksi yang Baku
Parameter Pengujia
n produk Batas Tindakan Tindakan
Proses Dokumentasi
Aktual Standar inline kritis pengendalian Koreksi
proses
Penerimaan bahan Bahan baku Dilakukan Ada Bebas Pengecekan (1) Jika ada
baku yang diterima pengeceka pengujian dari terhadap bahan
langsung n terhadap pada kotoran/ semua bahan baku
diletakkan di kriteria beberapa benda baku yang yang
tempat semua bahan asing baru datang diterima
penyimpanan bahan baku baku dan tidak
bahan baku yang memenu sesuai
lalu dilakukan diharapkan hi dengan
pengecekan standar standar,
terhadap semua maka
bahan baku bahan
baku
akan
dikembal
ikan
kepada
pabrik
yang
mengirim
kannya.
(2) Tindakan
pencegah
annya
yaitu
memilih
semua
bahan
baku
yang
sesuai
dengan
standar
sebelum
diterima
Pencucian dan Setelah jamur Perebusan Tidak ada Jamur Saat (1) Jika Gambar 9.1
perebusan datang yang pengujian direbu perebusan jamur Pengadukan
langsung dilakukan s dijaga suhu terlalu
dicuci dan harus sempu dan matang
dilakukan dijaga rna waktunya bisa
perebusan. suhu dan dan langsung
waktu agar kotora disingkar
tidak n yang kan
membuat tersisa (2) Waktu
jamur langsu dan suhu
lembek. ng harus
hilang terjaga
dan dan
tekstur selalu
nya diperhati
sudah kan
bagus. kondisi
jamur
saat
direbus.
Pencampuran Setelah proses Bahan Tidak ada Bahan Pengaturan Tindakan
dengan bumbu perebusan harus pengujian matan suhu dan pencegahann
dan penggorengan langsung keseluruha g waktu ya yaitu
dilumuri n tertutupi sempu penggorenga memperhatik
dengan bumbu oleh rna n. an lama
(tepung terigu, bumbu dan denga penggorenga
bawang putih, saat proses n .
kaldu jamur, penggoren warna
garam dan gan kuning
lada) dan matang keema
dilakukan sempurna san
penggorengan dan dan
sebanyak dua didapatkan tekstur
kali agar tekstur yang
mendapatkan yang baik. renyah
tekstur yang .
renyah
Pengemasan Kripik jamur Ruangan Dilakukan Kripik Saat proses (1) Jika Gambar 9.2
yang sudah yang pengeceka jamur pendinginan kripik Pengemasan
matang digunakan n terhadap yang tidak jamur
didinginkan pendingina produk sudah dibiarkan yang
terlebih dahulu n lebih akhir dari tidak ditempat dihasilka
pada ruangan dijaga cemaran panas terbuka n tidak
lalu dikemas kebersihan fisik segera sesuai
dalam agar tidak dilaku standar
kemasan menimbul kan maka
plastik kan penge produk
ziplook. kontamina masan tidak
silang akan
dikemas.
(2) Pencegah
annya
yaitu
dengan
pengecek
an
selama
penggore
ngan
kripik
jamur.
(3) Seharusn
ya
dilakukan
proses
pendingi
nan
dalam
ruangan
khusus
yang
tidak
terbukase
rta
ditempat
kan
dalam
ruangan
penyimpa
nan
khusus
agar
produk
tidak
rusak.
Berdasarkan BPOM (2012) konsep perbaikan untuk penetapan cara produksi yang baku yaitu (1) Seharusnya menentukan
proses produksi pangan yang baku, (2) Seharusnya membuat bagan alir atau urut-urutan proses secara jelas, (3) Seharusnya
menentukan kondisi baku dari setiap tahap proses produksi, seperti misalnya berapa menit lama pengadukan, berapa suhu
pemanasan dan berapa lama bahan dipanaskan, (4) Seharusnya menggunakan bagan alir produksi pangan yang sudah baku ini
sebagai acuan dalam kegiatan produksi sehari-hari.
d. Penetapan Jenis, Ukuran dan Spesifikasi Kemasan
Kondisi
Parameter Evaluasi Konsep Perbaikan Dokumentasi
Aktual
a. Jenis kemasan Bahan (1) Pada (1) Pada UKM
kemasan kemasan tersebut telah
yang kardus menggunakan
digunakan masih jenis kemasan
untuk menggunaka sekunder Gambar 9.3 Kemasan kardus tanpa staples
mengemas n kardus (kardus) Jenis
brownies yang diberi kemasan berupa :
yaitu kardus staples dan a). Kemasan
(untuk 1 sudah ada primer, yaitu
psc), kardus yang kemasan yang
kantong tanpa langsung kontak
Gambar 9.4 Kemasan kardus dengan staples
plastik staples. dengan produk,
(untuk (2) Sebaiknya (b) Kemasan
pembelian penggunaan sekunder, yaitu
lebih dari 1) staples pada kemasan yang
kardus harus tidak kontak
dihindari langsung dengan
untuk produk, (c)
mencegah Kemasar tersier
kontaminasi dan kuartener
cemaran yaitu kemasan
fisik pada untuk mengemas
produk jadi setelah kemasan Gambar 9.5 Kemasan plastik
primer atau
sekunder
(Soetanto, 2008).
(2) Seharusnya
menggunakan
bahan kemasan
yang sesuai
untuk pangan,
sesuai peraturan
perundang-
undangan.
(3) Desain dan
bahan kemasan
seharusnya
memberikan
perlindungan
terhadap produk
dalam
memperkecil
kontaminasi,
mencegah
kerusakan dan
memungkinkan
pelabelan yang
baik (BPOM,
2012)
b. Ukuran Kardus: Ukuran kardus (1) Kemasan
22 cm x tersebut cukup melibatkan
10 cm x 5 menampung 20 perancangan dan
cm pcs produk. produksi wadah
Kantong Tidak atau pembungkus
plastik disarankan untuk suatu
ukuran untuk produk. Pada
sedang menggunakan pembuatan
kantong plastik desain kemasan
sebagai bahan perhitungan
pengemas. biaya produksi
yang efektif perlu
mempertimbangk
an pemilihan
material
kemasan, ukuran
kemasan, teknik
pencetakan,
finishing dll.
Membuat desain
kemasan yang
memiliki ukuran
tepat sehingga
mudah dibawa
oleh konsumen
dan menarik
untuk dijual oleh
pedagang
(Syamsudin dkk.,
2015).
(2) Desain dan bahan
kemasan
seharusnya
memberikan
perlindungan
terhadap produk
dalam
memperkecil
kontaminasi,
mencegah
kerusakan dan
memungkinkan
pelabelan yang
baik (BPOM,
2012).
c. Spesifikasi Bahan: Penggunaan (1) Bentuk kemasan
kemasan Duplex bahan baku merupakan
Berat: 100 kardus pendukung
gram makanan pada utama untuk
Ukuran: 22 umumnya membantu daya
cm x 10 cm tarik visual,
x 5 cm membantu Gambar 9.6 Kemasan kardus
memberikan
identitas produk,
serta berperan
penting dalam
menarik
perhatian
konsumen.
(2) Struktur
kemasan harus
meliputi faktor
ergonomi yaitu
mudah dibawa,
mudah
dikeluarkan
isinya, dan dapat
ditutup kembali
(Hamdani dan
Haikal, 2018).
(3) Desain dan
bahan kemasan
seharusnya
memberikan
perlindungan
terhadap produk
dalam
memperkecil
kontaminasi,
mencegah
kerusakan dan
memungkinkan
pelabelan yang
baik (BPOM,
2012).
Berdasarkan BPOM (2012) konsep perbaikan untuk penetapan jenis, ukuran dan spesifikasi kemasan yaitu (1) Seharusnya
menggunakan bahan kemasan yang sesuai untuk pangan, sesuai peraturan perundang-undangan. (2) Desain dan bahan kemasan
seharusnya memberikan perlindungan terhadap produk dalam memperkecil kontaminasi, mencegah kerusakan dan memungkinkan
pelabelan yang baik. (3) Kemasan yang dipakai kembali seperti botol minuman harus kuat, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
jika diperlukan, serta tidak digunakan untuk mengemas produk non-pangan.
e. Penetapan Keterangan Lengkap Tentang Produk yang Dihasilkan
Parameter Kondisi Aktual Evaluasi Konsep Perbaikan Dokumentasi
a. Karakteristik Kripik jamur merupakan Termasuk jenis produk (1) Karena merupakan Gambar 9.7
produk produk olahan jamur dengan yang digoreng maka olahan goreng maka Brownies
mengutamakan tekstur yang rentah terjadinya kemasan harus
renyah. Batas maksimal kerusakan karena tertutup rapat gar
penyimpanannya maksimal 3-4 ketengikan maka harus tidak ada rongga
bulan. dijaga dalam proses udara yang dapat
penyimpanan. menyebabkan
ketengikan produk.
(2) Karakteristik kripik
jamur selain
dipengaruhi oleh
komposisi bahan,
juga ditentukan
oleh proses
pengolahan.
(3) Seharusnya
menentukan
karakteristik produk
pangan yang
dihasilkan
(BPOM, 2012).
b. Tanggal Pada kemasan produk sudah Tanggal kadaluarsa (1) Keterangan Gambar 9.8
kadaluarsa tertera tanggal kadaluarsa. tercantum pada kemasan kadaluarsa adalah Kardus Brownies
keterangan yang
menyatakan umur
produk yang masih
layak untuk
dikonsumsi.
Tanggal, bulan, dan
tahun kadaluarsa
wajib dicantumkan
secara jelas pada
label. Produk
pangan yang
memiliki umur
simpan 3 bulan
dinyatakan dalam
tanggal, bulan, dan
tahun, sedangkan
produk pangan
yang memiliki
umur simpan lebih
dari 3 bulan
dinyatakan dalam
bulan dan tahun
(Suryaningrum
dkk., 2016).
(2) Harus menentukan
tanggal
kedaluwarsa
(BPOM, 2012).
c. Tanggal Produksi Tidak tercantum dalam Tanggal produksi tidak (1) Tanggal produksi
kemasan produk tercantum pada semua merupakan tanggal
produk yang menunjukkan
selesainya proses
pembuatan produk
tertentu (Tranggono
dan Fatma, 2007).
(2) Harus mencatat
tanggal produksi
(BPOM, 2012).
d. Kode produksi Pada label semua produk ini Kode produksi belum (1) Kode produksi
belum tercantum kode produksi tercantum pada semua seharusnya wajib
kemasan Kripik Jamur dicantumkan karena
UKM “Alz” untuk
menginformasikan
pada kode yang
mencirikan batch
produksi (UU RI
No.7 Th.1996).
(2) Dapat menentukan
kode produksi.
Kode produksi
diperlukan untuk
penarikan produk,
jika diperlukan
(BPOM, 2012).
a. Nama produk UKM ini sudah Nama produk dari UKM Seharusnya dicantumkan nama produk
memiliki nama produk ini sudah baik karena sesuai dengan jenis pangan IRT yang
“Alz” Kripik Jamur menginformasikan tentang ada di Peraturan Kepala Badan POM
produk yang berada di tahun 2012 tentang Pemberian Sertifikat
dalam kemasannya. Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga (BPOM, 2012).
b. Berat bersih Pada produk belum Untuk keterangan berat Menurut Peraturan Pemerintah Nomor
tertera berat bersih bersih pada label harus ada 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
produk karena untuk memudahkan Pangan, Berat bersih atau isi bersih
konsumen mengetahui seharusnya dicantumkan karena untuk
menginformasikan isi dari produk agar
informasi isi berat produk. memudahkan konsumen dalam
mengetahui produk. dan sebagai syarat
minimal yang harus dimuat sesuai
dengan BPOM (2012).
c. Nama dan Terdapat nama Alz Nama dan alamat UKM ini Menurut Peraturan Pemerintah Nomor
alamat UKM dan memiliki alamat sudah tertera pada 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
produksi pada kemasan produk sehingga Pangan, label pangan. Nama dan alamat
kemasan yaitu di mudah untuk dicari. IRTP yang tertera dengan jelas karena
Kemuning, sebagai syarat minimal yang harus
Ngargoyso, dimuat sesuai dengan BPOM (2012).
Kabupaten
Karanganyar
d. Tanggal, bulan Sudah tertera tanggal, Sudah tercantum pelabelan Seharusnya dicantumkan tanggal, bulan
dan tahun bulan dan tahun mengenai Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa untuk membantu
kadaluarsa kadaluarsa dalam dan tahun kadaluarsa, konsumen mengetahui batas waktu
kemasan sebagai informasi batas produk layak dikonsumsi. Tanggal,
akhir konsumsi produk bulan dan tahun kadaluwarsa juga
oleh konsumen. sebagai syarat minimal yang harus
dimuat dalam kemasan sesuai BPOM
(2012).
e. Kode produksi Pada label produk ini Kode produksi belum Kode produksi seharusnya wajib
belum tercantum kode tercantum pada semua dicantumkan karena mengingat pada
produksi kemasan Brownies Kukus kode produksi terdapat tanggal produksi
dan angka atau huruf lain yang
mencirikan batch produksi sebagai
syarat minimal yang harus dimuat
dalam kemasan sesuai BPOM (2012).
f. Nomor P-IRT 2063313179322-26 Pada kemasan Brownies Menurut Peraturan Pemerintah Nomor
Kukus sudah tertera no P- 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan
IRT, yang Pangan, label pangan sekurang-
mengindikasikan produk kurangnya harus memuat: Nama
pangan industri rumah produk, Daftar bahan atau komposisi
tangga. bahan yang digunakan, Berat bersih
atau isi bersih, Nama dan alamat IRTP,
Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa,
Kode produksi, Nomor P-IRT
(BPOM, 2012).
g. Label halal Pada kemasan produk Sudah dilengkapi dengan Pernyataan halal merupakan pernyataan
ini sudah dilengkapi label halal dan kode yang wajib dicantumkan apabila
dengan label halal dan LPPOM MUI produsen mengklaim bahwa produk
kode LPPOM MUI 1510007411112 pada yang dihasilkannya adalah halal. Dalam
1510007411112 produk Brownies kukus. label kemasan pangan, pernyataan halal
dicantumkan dengan pencantuman logo
halal yang tersertifikasi MUI
(Wiwit dan Winiati, 2014).
Gambar 10.1 Label Kemasan Gambar 10.2 No P-IRT pada Kemasan
Produk gagal Penjualan produk brownies (1) Dengan tidak (1) Pemilik harus menarik
kukus belum pernah dilakukan adanya sistem produk pangan dari
penarikan karena sebelum penarikan produk peredaran jika diduga
dijual produk sudah dipastikan mengindikasikan menimbulkan
dalam keadaan baik, namun produk yang penyakit/keracunan/tidak
apabila ada produk yang dijual diusahakan sesuai standar.
berjamur maka produk akan telah memenuhi (2) Pemilik menghentikan
dibuang. Kerusakan yang persyaratan produksinya sampai Gambar 12.1 Produk Gagal
dapat terjadi berasal dari keamanan pangan. masalah terkait diatasi.
penyimpanan yang tidak tepat. (2) Apabila ada (3) Produk lain yang
produk yang dihasilkan pada kondisi
rusak/berjamur yang sama dengan produk
maka produk akan penyebab bahaya harus
dibuang agar tidak ditarik dari peredaran.
merugikan (4) Pemilik melaporkan
konsumen dan penarikan produknya
menghindari tentang keamanan pangan
kontaminasi ke pemerintah setempat.
silang. (5) Pangan yang terbukti
(3) Penyimpanan dan berbahaya harus
kemasan yang dimusnahkan.
digunakan harus (6) Penanggung jawab
dicek secara mempersiapkan prosedur
berkala untuk penarikan produk (BPOM,
mengantisipasi 2012).
kerusakan produk.
13. Pencatatan dan Dokumentasi
Parameter Kondisi Aktual Evaluasi Konsep Perbaikan
Pencatatan Dilakukan pencatatan Pada UKM Berdasarkan konsep CPPB
pada bahan baku yang “Brownies Cinta” mengenai pencatatan yang
dating ke gudang, pencatatan baik diperlukan untuk
dimana bahan yang dilakukan pada memudahkan penelusuran
datang akan digunakan bahan baku untuk masalah yang berkaitan
telebih dahulu untuk menentukan stok dengan proses produksi dan
menghindari bahan baku yang juga distribusi, mencegah
kadaluwarsa dan dibutuhkan, terjadinya kadaluwarsa pada
penurunan kadar gizi. dimana bahan bak bahan baku yang akan
datang setiap 1 digunakan. Pemilik
minggu 2 kali. seharusnya mencatat dan
Catatan ini mendokumentasikan :
digunakan untuk a. Penerimaan bahan baku,
menentukan bahan tambahan pangan
bahan baku mana (BTP) dan bahan
yang terlebih penolong sekurang
dahulu datang kurangnya memuat nama
maka akan bahan, jumlah, tanggal
digunakan pembelian, nama dan
terlebih dahuulu. alamat pemasok
b. Produk akhir sekurang
kurangnya memuat nama
jenis produk, tanggal
produksi, kode produksi,
jumlah produksi, dan
tempat distribusi
c. Penyimpanan,
pembersihan, dan
sanitasi, pengendalian
hama, kesehatan
karyawan, pelatihan,
distribusi dan penarikan
produk danlainnya
dianggap penting.
- Catatan dan
dokumentasi dapat
disimpan selama 2 kali
umur simpan produk
panganyang dihasilkan
- Catatan dan
dokumentasi yang ada
sebaiknya dijaga agar
tetap akurat dan mutahir
(BPOM,2012).
Dokumentasi Dokumentasi berupa Karena terkadang Pemilik seharusnya
catatan pada papan saat melihat mencatat dan
yang tersedia yang jumlah produksi mendokumentasikan :
berisi tentang jumlah yang akan dibuat, d. Penerimaan bahan baku,
produksi dan varia yang tangan tidak bahan tambahan pangan
akan diproduksi selama sengaja (BTP) dan bahan
1 hari dalam 2 shift menyentuh papan penolong sekurang
kerja, ditempelkan pada maka tulisan kurangnya memuat nama
dinding ruang produksi. kurang jelas bahan, jumlah, tanggal
pembelian, nama dan
alamat pemasok
e. Produk akhir sekurang
kurangnya memuat nama
jenis produk, tanggal
produksi, kode produksi,
jumlah produksi, dan
tempat distribusi
f. Penyimpanan,
pembersihan, dan
sanitasi, pengendalian
hama, kesehatan
karyawan, pelatihan,
distribusi dan penarikan
produk danlainnya
dianggap penting.
- Catatan dan
dokumentasi dapat
disimpan selama 2 kali
umur simpan produk
panganyang dihasilkan
Catatan dan dokumentasi
yang ada sebaiknya dijaga
agar tetap akurat dan
mutahir (BPOM,2012).
A. Kesimpulan
1. Penerapan GMP pada UKM selain untuk mejaga kualitas dari produk yang
dibuat juga mengeduksi bagaimana cara memproduksi makanan yang
baikdan benar.
2. Bahan yang digunakan dalam pembuata brownies antara lain yaitu: tepung
terigu, susu creamer, ovalet, gula pasir, vanili, emulsifier, ragi instan, bubuk
coklat, minyak goring, garam, dan juga telur. Proses pembuatan brownies
yaitu : penyiapan, bahan, pencampuran adonan, pemasukanke dalam loyang,
pengukusan dan yang terakhir pemgemasan.
3. Dalam pembuatan brownies menggunakan bahan baku yang masih baikguna
menjaga kualitas dari produk yang dibuat..
4. Untuk menjaga kualitas dari produk akhir peralatan dan juga lingkungan
harus dalam kondisi yang bersih.
B. Saran
1. Untuk menjaga kualitas dari produk akhir alangkah baiknya kebersihan
peralatan yang digunakan serta tempat yang digunakan untuk memproduksi
produk harus tetap terjaga jebersihannya.
2. Untuk menjaga sirkulasi udara dalam ruang produksi supaya ventilasi udara
diperbanyak guna memperlacar aliran udara dari luar kedalam maupun
sebaiknya.
DAFTAR PUSTAKA