Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Itp

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

ITP, VWD, Hemofilia, def.

K, DIC, Thrombosis

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dan klasifikasi penyakit hemostasis


2. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi, etiologi, dan factor resiko penyakit hemostasis
3. Mahasiswa mampu menjelaskan Patogenesis dan patofisiologis penyakit hemostasis
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan lab dan fisik penyakit hemostasis
5. Mahasiswa mampu menjelaskan Manifestasi klinis dari penyakit hemostasis
6. Mahasiswa mampu menjelaskan Penegakan diagnosis penyakit hemostasis
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tatalaksana penyakit hemostasis
8. Mahasiswa mampu menjelaskan Prognosis, komplikasi penyakit hemostasis

ITP
Klasifikasi
 Kelainan vascular
- Kongenital
Teleangietaksis herediter (pelebaran pembuluh darah)
- Didapat
Purpura simpleks, purpura senilis, purpura anafilaktoid (Henoch schonlene purpura, autoimun),
Scurvy (def. vitamin C)
 Kelainan trombosit
- Trombositopenia
ITP
- Trombopati
VWD, didapat (aspirin)
 Kelainan koagulasi
- Kongenital
Hemofilia
- Didapat
DIC, def. vitamin K

1. M3 pengertian dan klasifikasi penyakit hemostasis


Idiophatic thrombocytopenic purpura (ITP) adalah kelainan autoimun yang ditandai
dengan trombo-sitopeni yang menetap (di darah tepi angka trombosit < 150 x 109 /l)
disebabkan karena ikatan antara antibodi dengan antigen trombosit yang akan menyebabkan
destruksi yang prematur oleh sistem retikuloendo-thelial, khususnya limpa.
Klasifikasi ITP dapat disusun berdasarkan onset terjadinya. Pembagian tersebut adalah
Newly diagnosed ITP, dimana terjadi penurunan jumlah trombosit dibawah 100.000 yang
berlangsung hingga 3 bulan. Kemudian ITP persisten dimana terjadi penurunan trombosit
dibawah 100.000 yang berlangsung 3-12 bulan. Yang terakhir, ITP kronik yang berlangsung lebih
dari 12 bulan. Selain berdasar onset waktunya, ada juga klasifikasi ITP dari penyebabnya. Yaitu
ITP primer yang tidak diketahui penyebabnya dan ITP sekunder yang berarti akibat dari penyakit
primer yang pada umumnya disebabkan karena infeksi, autoimmune, efek samping terapi, dan
kelainan limfoproliferatif

2. M3 epidemiologi, etiologi, dan factor resiko


 Epidemiologi
Insidensi pada anak 4,0-5,3 per 100.000 dan ITP akut umumnya terjadi pada anak usia 2-
6 tahun. 7-28% anak dengan ITP akut dapat berkembang menjadi kronik. ITP kronik pada
anak 0,46 per 100.000. insidensi ITP kronik pada dewasa 5,9-6,6 per 100.000 si amerika dan
inggris. Usia median dewasa untuk ITP kronik adalah 40 45 tahun. Rasio perempuan banding
laki” adalah 1:1 pada akut dan 2-3:1 untuk kronik
 Etiologi
Trombositopenia (Jumlah trombosit dapat sedikit atau sangat menurun, bila kurang dari
20.000 bahkan mencapai 0), Infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, rubela, dll),
Bahan kimia, Pengaruh fisis (radiasi, panas), Kekurangan faktor pematangan (misalnya
malnutrisi), Mekanisme imun yang menghancurkan trombosit
 Faktor risiko
Faktor risiko dari ITP adalah berjenis kelamin wajita, kemudian berusia dewasa
menengah, terjadi infeksi virus, adanya riwayat autoimun, ada Riwayat penggunaan obat
yang menurunkan produksi, meningkatkan destruksi, dan mengubah fungsi trombosit

3. M3 Patogenesis dan patofisiologis


Penyakit ITP adalah penyakit autoimun yang disebabkan adanya destruksi trombosit
normal akibat adanya antibodi (antibody-mediated destruction of platelets) dan gangguan
produksi megakariosit. Penyakit ITP merupakan kelainan akibat disregulasi imun dengan hasil
akhir adanya hilangnya toleransi sistem imun terhadap antigen diri yang berada di permukaan
trombosit dan megakariosit. Sel T teraktivasi akibat pengenalan antigen spesifik trombosit pada
APC (antigen presenting cell) yang kemudian menginduksi ekspansi antigen-spesifik pada sel B.
Kemudian sel B menghasilkan autoantibodi yang spesifik terhadap glikoprotein yang
diekspresikan pada trombosit dan megakariosit. Trombosit yang bersirkulasi diikat oleh
autoantibodi trombosit kemudian terjadi pelekatan pada reseptor FC makrofag limpa yang
mengakibatkan penghancuran trombosit. Selain itu, terbentuk juga autoantibodi anti
megakariosit yang mengurangi kemampuan megakariosit untuk menghasilkan trombosit. Terjadi
produksi autoantibody (A) yang meningkatkan penghancuran trombosit oleh makrofag limpa (B)
dan menurunnya produksi trombosit akibat antibodi anti-megakariosit (C).
4. M3 pemeriksaan lab dan fisik
 Pemeriksaan fisik
Ditemukan perdarahan kulit seperti petechiae, purpura, dan ekimosis. Ditemukan
perdarahan mukosa seperti epistaksis, perdarahan gingiva, perdarahan konjungtiva,
hematuria, dan perdarahan GIT. Kemudian ada perdarahan interna seperti perdarahan
intracranial dan organ dalam. Pada pasien, ditemukan nadi noral, nafas normal, suhu tubuh
normal, dan tekanan darah normal
 Pemeriksaan lab
Pada darah lengkap, didapatkan Hb normal, Ht normal/turun, hitung leukosit
normal/meningkat, dan hitung jenis leukosit bisa normal/peningkatan neutrophil.
Didapatkan trombosit sangat rendah dibawah 100.000, indeks eritrosit normal. Pada uji
hemostasis, Ditemukan PT dan aPTT normal, namun ditemukan BT memanjang dikarenakan
adanya gangguan pada rombosit (trombositopenia). Pada pemeriksaan khusus, saat skrining
antibody Ditemukan antibody anti-gpIIB/IIIA

5. M3 manifestasi klinis
Perdarahan merupakan manifestasi klinis yang paling sering. Perdarahan dapat terjadi
pada mukokutaneus seperti rongga mulut dan kulit. Perdarahan kulit dapat berupa purpura
tanpa penyebab yang jelas, pada mukosa dapat berupa mimisan, gusi berdarah, dan perdarahan
saluran gastrointestinal. Perdarahan intrakranial dan saluran cerna sangat jarang namun sangat
berbahaya. Perdarahan intrakranial memiliki insidens kurang dari 0,2% dan terjadi pada jumlah
trombosit kurang dari 10.000/µL
Keluhan lain yang sering diabaikan adalah kelelahan (fatigue). Gejala ini bisa terjadi pada
pasien ITP dengan trombosit di bawah 10.000/ µL, perdarahan, serta terapi steroid. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa rasa lelah dapat dipengaruhi oleh meningkatnya sitokin
inflamasi seperti IL-2 dan IFN-Ύ

6. M3 penegakan diagnosis
Diagnosis melalui beberapa pemeriksaan dasar seperti anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan darah tepi, dan pemeriksaan sumsum tulang belakang. Anamnesis untuk riwayat
keluarga, riwayat perdarahan, riwayat penyakit sebelumnya, serta penggunaan obatobatan.
Pemeriksaan fisik lengkap terutama pada bagian-bagian tubuh yang sering mengalami
perdarahan seperti mukokutan dan persendian; namun pada sebagian besar pasien ITP tidak
didapati kelainan pada pemeriksaan fisik. Pada pasien ITP juga perlu dicari adanya limfadenopati
atau splenomegali untuk menyingkirkan keganasan seperti gangguan limfoproliferatif Pada
pasien dewasa perlu dilakukan pemeriksaan HCV dan HIV untuk menyingkirkan kemungkinan
ITP sekunder
Pemeriksaan laboratorium apusan darah tepi merupakan pemeriksaan sederhana yang
sangat penting. ITP ditandai dengan menurunnya jumlah trombosit terisolasi kurang dari
100.000/µL. Menurut American Society of Hematology, pemeriksaan sumsum tulang belakang
tidak perlu karena pemeriksaan apusan darah tepi yang cermat sudah dapat menegakkan
diagnosis ITP. Pada pemeriksaan sumsum tulang belakang, dapat ditemukan jumlah
megakariosit meningkat atau normal, dapat terjadi peningkatan jumlah megakariosit imatur

7. M3 tatalaksana
Lini pertama IVIG dosis tunggal atau steroid jangka pendek dengan dosis 0,8-1 g/KgBB
dosis tungga atau 2 g/KgBB terbagi dalam 2-5 hari. IVIG hanya diberikan apabila trombosit perlu
dinaikkan dengan ceoat dan dalam keadaan yang mengancam jiwa. Metil prednisolone dosis 2
mg/KgBB/hari atau 60 mg/m2/hari maksimal 80 mg/hari selama 14 hari dilanjutkan dengan
tappering off dan dihentikan selama 1 minggu berikutnya. Kortikosteroid dapat juga diberikan
dengan dosis tinggi yaitu metilprednisolon 4 mg/kg per hari (maksimal 180 mg/hari) dibagi 3
dosis selama 7 hari, dilanjutkan 50% dosis pada minggu kedua, dan tappering off pada minggu
ketiga. Kortikosteroid parenteral diberikan metilprednisolon sebanyak 15-30 mg/kg IV (maksimal
1 g/hari) selama 30-60 menit selama 3 hari. munosupresi, insufisiensi adrenal.3 Imunoglobulin
anti-D tidak dianjurkan oleh anak dengan penurunan hemoglobin akibat perdarahan atau
adanya hemolisis autoimun. Pemberian imunoglobulin anti-D hanya digunakan sebagai lini
pertama Rh-positif, yang tidak displenektomi. Dosis imunoglobulin anti-D adalah 50-75 µg/kg
dosis tunggal. Efek samping yang utama pada pemberian imunoglobulin anti-D adalah hemolisis.

8. M3 Prognosis dan komplikasi


Prognosis terapi dapat mencapai 50-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa
hanya Sebagian kecil yang mengalami remisi spontan. Penyebab kematian ITP adalah
perdarahan intracranial

VWD
1. M3 pengertian dan klasifikasi
Penyakit von Willebrand (vWD) adalah kelainan perdarahan bawaan autosomal yang
disebabkan oleh defisiensi atau kelainan von Willebrand Faktor (vWF). vWF adalah glikoprotein
multimerik besar yang memediasi adhesi platelet di lokasi cedera pembuluh darah. Itu juga
melindungi faktor VIII dari degradasi proteolitik dalam sirkulasi.
Klasifikasi dari vWF adalah berdasar kualitas dan kuantitas dari vWF. Dengan klasifikasi
ini, vWD akan terbagi
menjadi 3, yaitu tipe 1
defisiensi vWF parsial, tipe
2 defisiensi vWF
lengkap, tipe 2 masalah
kulitatif bagi pada vWF
2. M3 epidemiologi, etiologi, dan faktor risiko
 Epidemiologi
Prevalensi dari vWD adalah sekita 1 per 100 orang. Namun, mayoritas dari penderita
vWD tidak akan menunjukkan gejala atau asimptomatik. Gejala pada vWD biasanya terjadi
pada satu per 10.000 orang. Wanita lebih sering terdeteksi menderita vWD dikarenakan
menstruasi. vWD lebih sering muncul pada orang dengan golongan darah O. prevalensi pada
anak adalah 0,8-1,3%. Gejala tersering dari vWD adalah perdarahan mukokuran dan
pascapembedahan.
 Etiologi
Penyakit von Willebrand disebabkan oleh mutasi pada gen VWF, yaitu gen memberi
instruksi pada tubuh untuk memproduksi faktor von Willebrand. Mutasi gen VWF dapat
mengurangi jumlah faktor von Willebrand, atau menyebabkan gangguan pada fungsi faktor
von Willebrand. Dapat pula disebabkan karena autoimun, limfoproliferatif, keganasan, obat
(siprofloksasin), gamopati monoklonal
 Faktor risiko
Adanya paparan terhadap radiasi, bahan kimia, dll. Adanya Riwayat keluarga yang
mengalami vWD

3. M3 patogenesis dan patofisiologi


 Pada vWF tipe 1, vWF aka diubah sampai di level yang sangat rendah jumlahnya. Adanya
mutasi akan mengganggu transportasi subunit glikoprotein. Mekanisme lain dari tipe 1
adalah tingginya bersihan vWF dari plasma menyebabkan cepatnya pembelahan. Hasil
akhirnya , adalah turunnya aktivitas dari vWF
 Pada vWF tipe 2A, disebabkan karena penurunan adhesi yang disebabkan karena rendahnya
berat moleuler vWF yang disebabkan adanya defek dalam pembentukan vWF atau akibat
cepatnya pembelahan dari vWF tersebut yang disebabkan karena mutasi
 Pada vWF tipe 2B, disebabkan penurunan multimer besar dalam plasma
 Pada vWF tipe 2M, disebabkan karena vWF dependent platelet adhesion menurun tanpa
adanya penurunan berat molekuler dari multimer. Hal ini disebabkan adanya mutase yang
menyebabkan defek pada fungsi sehingga vWF tidak dapat berikatan dengan platelet
 Pada vWF tipe 2N, disebabkan karena penurunan affinitas untuk faktor 8
 Pada vWF tipe 3 disebabkan oleh mutasi missense atau nonsense yang menyebabkan
kosongnya jumlah dari vWF

4. M3 pemeriksaan lab dan fisik


 Pemeriksaan lab
Pemanjangan BT, penurunan kadar vWF dalam plasma, penurunan faktor 8, PT normal,
aPTT normal atau sedikit meningkat
 Pemeriksaan fisik
Diketahui Nadi normal, nafas normal, suhu noral, TD normal, kesadaran compos mentis,
Ditemukan perdarahan ringan-berat, perdarahan mukokutan, perdarahan berlebih setelah
trauma

5. M3 manifestasi klinis
 Gejala paling sering adalah perdarahan gusi, hematuri, epistaksis, darah dalam feses, udah
memar, dan menorrhagia.
6. M3 diagnosis
 Anamnesis
Riwayat keluarga
Riwayat penggunaan obat
Riwayat penyakit pasien
 Pemeriksaan fisik
Gejala perdarahan
 Pemeriksaan lab
Pemanjangan BT, penurunan kadar vWF dalam plasma, penurunan faktor 8, PT normal, aPTT
normal atau sedikit meningkat

7. M3 tatalaksana
Desmopresin (DDAVP) IV untuk meningkatkan vWF, dengan kontraindikasi pasien vWD tipe 2B
karena stimulasi pengeluaran vWF dapat menigkatkan agregasi trombosit sehingga
meningkatkan trombositopenia dan menyebabkan thrombus. Dosis DDAVP adalah 0,3 mg/KgBB
IV diencerkan 30-50 ml saline dalam 10-20 menit
Cryopresipitat (faktor VIII dan II) dosis 50U/Kg tiap 12 jam
Antihistamin dan steroid unuk mencegah reaksi anafilaktoid autoimun

8. M3 prognosis dan komplikasi

Hemofilia

1. M3 pengertian dan klasifikasi


Hemofilia A dan B adalah suatu penyakit perdarahan X-linked resesif yang disebabkan
oleh mutasi dari gen faktor VIII dan faktor IX. Selain hemofilia A dan B yang paling sering,
terdapat juga hemofilia C yang diturunkan dengan cara autosomal resesif dan merupakan defek
atau kekurangan pada faktor XI, dan hemofilia didapat yang terjadi disebabkan oleh sebuah
proses autoimun.
Hemofilia diklasifikasikan menjadi 2, yaitu hemofilia A dan hemofilia B. klasifikasi
hemofilia berdasarkan jenis faktor koagulasi apa yang hilang. Pada hemofilia tipe A, terjadi
defisiensi faktor VIII, dan hemofilia B, terjadi defisiensi faktor IX

2. M3 epidemiologi, etiologi, dan faktor resiko


 Epidemiologi
hemofilia bermanifestasi klinik pada laki” dan perempuan hana sebagai carrier. Kejadian
hemofilia A sekitar 1 : 10.000 orang dan hemofilia B 1 : 25.000-30.000. di Indonesia
diperkirakan 20.000 dari 200 juta penduduk. Perbandingan hemofilia A mencapai 80-85%
dan hemofilia 10-15% tanpa memandang ras, geografi, dan sosial ekonomi.
 Etiologi

 Faktor risiko

Adanya keluarga yang mengalami hemofilia


Usia tua (jarang)

3. M3 patogenesis dan patofisiologi


Hemofilia A adalah sebuah penyakit heterogen dimana faktor VIII yang berfungsi pada
darah terdapat dengan jumlah yang menurun. Jumlah faktor VIII yang menurun ini dapat
disebabkan karena memang jumlah faktor VIII yang diproduksi menurun, terdapatnya protein
yang abnormal dan tidak fungsional, atau keduanya. Faktor VIIIa dan faktor IXa berperan
keduanya dalam mengaktifasi faktor X pada jalur campuran di proses koagulasi. Oleh sebab itu,
hemofilia A dan B memiliki gambaran klinis yang sangat mirip. Thrombin yang dibentuk pada
pasien hemofilia sangat berkurang. Bekuan darah yang terbentuk menjadi lemah, mudah
tergerak, dan sangat rentan terhadap fibrinolysis.
Hemofilia didapat adalah suatu penyakit autoimun. Antibodi terhadap faktor VIII atau IX
terbentuk pada pasien terutama pada saat usia tua. Pada 50% kasus individu dengan hemofilia
didapat tidak memiliki penyakit lainnya atau suatu kejadian yang dapat ditunjuk sebagai trigger
penyakit.

4. M3 pemeriksaan lab dan fisik penyakit hemostasis


 Pemeriksaan fisik
TTV normal, adanya gejala perdarahan
 Pemeriksaan lab
Darah lengkap normal. Nilai aPTT yang memanjang serta nilai PT dan TT normal. Pada
kasus hemofilia ringan, aPTT dapat hanya memanjang sedikit atau bahkan normal, terutama
apabila faktor VIII dan IX masih berada pada nilai 20% atau lebih. Diagnosis definitif untuk
hemofilia dapat dilakukan dengan penilaian assay spesifik untuk aktifitas faktor VIII dan IX.
Diketahui CT akan memanjang
5. M3 manifestasi klinis
Gejala klinis dari hemofilia adalah perdarahan yang berlebih. Walau tidak dapat
dibedakan secara klinis, kasus yang lebih berat ditemukan pada pasien-pasien dengan hemofilia
A dibandingkan hemofilia B. Hemofilia dapat dibagi menjadi penyakit ringan, sedang, atau parah
berdasarkan gejala dan jumlah faktor VIII atau IX yang berfungsi yang ditemukan pada darah.
Seorang dengan hemofilia berat tanpa pengobatan adekuat dapat mengalami hemarthrosis
berulang yang menyabkan artropati hemofilik kronik yang terjadi pada saat dewasa muda.
Hemarthrosis mencakup sekitar 75% dari semua kasus perdarahan pada pasien dengan
hemofilia berat. Hal ini terjadi pada saat kapiler dibawah synovium terusak oleh trauma mekanik
oleh sebab penggunaan sehari-hari. Sendi yang paling sering terkena adalah lutut, siku, kaki,
tangan, dan pinggang. Hemarthrosis biasanya terjadi pada saat anak mulai berjalan. Selain
hemartrhosis, gejala pendarahan lainnya yang dapat terjadi pada hemofilia adalah hematoma,
pseudotumor (kista darah), hematuria, perdarahan intrakranial, perdarahan membrane mukosa,
dan perdarahan pada mulut dan akibat tindakan operasi.
6. M3 diagnosis
 Anamnesis
Riwayat penyakit pasien, Riwayat perdarahan, Riwayat keluarga
 Pemeriksaan fisik
Secara umum keadaan normal, namun dapat terjadi anemia diakibatkan kehilangan darah.
Ditemukan tanda” perdarahan
 Pemeriksaan lab
aPTT memanjang, PT normal, TT normal, BT normal, CT memanjang. Darah lengkap dapat
Ditemukan retikulositosis sebagai kompensasi kehilangan darah. Penilaian assay spesifik
Ditemukan defisiensi faktor VIII atau faktor IX

7. M3 tatalaksana
Terapi supportif berupa hindari luka, kortikosteroid untuk menghilangakn respon
inflamasi saat perdarahan, analgetic untuk menghilangkan rasa nyeri. Untuk replacement
teraphy dapat diberikan DDAVPuntuk meningkatkan kadar faktor VIII dengan dosis 0,3 mg/KgBB
dilarutkan dalam 30-50 ml saline dalam 15-20 menit. Kemudian dapat diberikan prothrombin
complex concentrate (PCC) yang berisi faktor II, VII, IX, dan X. namun pcc dapat menyebabkan
thrombosis paraadoksial dan koagulasi intravena. Dapat pula diberikan cryopresipitat untuk
faktor VIII, II, dan vWF.
8. M3 prognosis dan komplikasi
Prognosis dari hemofilia adalah baik apabila di terapi dengan tepat. Sebagian besar
pasie dapat hidup dengan normal. Komplikasi dari hemofilia adalah arthropati hemofilia akibat
penumpukan darah di sendi yang menyebabkan rusaknya fungsi sendi. Sendi yang biasa
mengalami peradangan adalah lutut, pergelangan kaki, dan siku

Defisiensi vitamin K

1. M3 pengertian dan klasifikasi


Acquired Prothrombin Complex Deficiency (APCD) adalah suatu kondisi dimana terjadi
perdarahan spontan atau karena proses lain seperti tusukan vena atau operasi karena
penurunan aktivitas faktor koagulasi yang bergantung vitamin K (faktor II, VII, IX dan X)
Klasifikasi

2. M3 epidemiologi, etiologi, dan factor resiko


 Epidemiologi
Prevalensi dari APCD adalah 1 per 2 juta populasi, APCD tidak terpengaruh gender, ras,
dan etnik. Angka kematian akibat APCD di asia adalah 1:1200-1400. Di Indonesia sendiri,
belum ada data yang nasional, namu pada 2004, Ditemukan 21 kasus di RSCM, 6 di RS Dr.
Sardjito, dan 8 di RSU Dr. soetomo. AKB 41,4 per 1000
 Etiologi
Defisiensi vitamin K
liver parenchymal disease
enteropathy or malabsorption syndrome
the reaction of the vitamin E against vitamin K
erythroid multiple myeloma
disseminated intravascular coagulopathy
nephrotic syndrome
white blood cells abnormalities.
Obat antagonis vitamin K (couramin dan indandione
 Faktor risiko
Orang diet ketat, orang dengan gangguan hati, gangguan malabsorbsi, orang dengan
multiple myeloma, DIC, dan sindrom nefrotik

3. M3 patogenesis dan patofisiologis

4. M3 pemeriksaan lab dan fisik

5. M3 Manifestasi klinis
Pada anak yang tidak melakukan profilaks vitamin K saat lahir, maka akan dapat
mengalami perdarahan umbilicus, GIT (melena), perdasarahn mukokutan, dan intracranial

6. M3 penegakan diagnosis
 Anamnesis
Anamnesis berupa onset perdarahan, lokasi perdarahan, profilaks vitamin K saat lahir,
Riwayat obat ibu saat mengandung
 Pemeriksaan fisik
Ditemukan pucat akibat perdarahan, terjadi peningkatan intracranial, nadi nafas akan
mengompensasi kehilangan darah sehingga kerja meningkat, kesadaran dapat apatis
 Pemeriksaan lab
Ditemukan Hb turun, Ht turun, trombosit normal, leukosit normal, PTP memanjang, aPTT
memanjang, pada assay, Ditemukan penurunan fakotr II, VII, IX, X
7. M3 tatalaksana
Injeksi vitamin K 1mg IM selama 3 hari berturut-turut, trasnfusi FFP (semua faktor koagulasi) 10-
15 ml/KgBB selama 3 hari berturut-turut, Transfusi PRC apabila Hb rendah, tatalaksana kejang
akibat peningkatan tekanan ntrakranial dengan mannitol 0,5-1 g/KgBB/kali. Untuk profilaks,
injeksi vitamin K 1mg IM pada bayi baru lahir
8. M3 prognosis, komplikasi

DIC
1. M3 pengertian dan klasifikasi penyakit hemostasis
DIC adalah suatu sindroma yang dida[at yang ditandai oleh aktivasi koagulasi
intravascular secara luas yang muncul dari berbagai sebab yang berbeda. DIC bisa dimulai dan
akan menyebabkan kerusakan mikrovaskular, dan apabila cukup berat dapat menyebabkan
disfungsi organ. DIC merupakan sindroma klinikopatologi yang didapat ditandai dengan aktivasi
system koagulasi yang mengakibatkan deposit fibrin di mikrovaskular sehingga menebabkan
gangguan pasokan darah ke organ dan juga ditandai dengan perdarahn akibat konsumsi
trombosit dan faktor koagulasi
Klasifikasi dari DIC dapat dibagi berdasarkan onset of time nya dan juga luas
penyakitnya. Pada onset waktu, dibagi menjadi dua yaitu akut dan kronik. Pada akut, biasanya
akibat trauma luas, dapat terjadi syok, peningkatan PT dan aPTT dan penuruna fibrinogen.
Namun, pada kronik biasanya PT dan aPTT bervariasi karena tibuh dapat atau telah melakukan
kompensasi dan fibrinogen juga bervariasi

2. M3 epidemiologi, etiologi, dan factor resiko penyakit hemostasis


 Epidemiologi
Epidemiologi disseminated intravascular coagulation (DIC)  dilaporkan mempengaruhi
35% pasien sepsis berat. Epidemiologi di Indonesia masih belum diketahui.
Global
DIC ditemukan sebagai komplikasi pada sekitar 35% kasus sepsis berat dan
menyumbang angka 1% pada pasien rawat inap rumah sakit. Menurut data di Jepang,
proporsi kejadian DIC mencapai 300/10 juta populasi. [2,3,18]
Indonesia
Data epidemiologi nasional DIC di Indonesia masih belum tersedia. Sebuah studi kecil
yang melibatkan 97 pasien anak dengan pneumonia menunjukkan bahwa DIC ditemukan
pada 17,5% pasien. Dan dari persentase pasien yang terdiagnosa DIC, 50% diantaranya
meninggal dunia.
Sebuah studi yang dilakukan di sebuah rumah sakit menilai angka kejadian DIC pada
pasien sepsis. Data menunjukan pasien sepsis dengan DIC memiliki mortalitas yang lebih
tinggi, yakni 43% jika dibandingkan pasien sepsis tanpa DIC yaitu sebesar 27%.

 Etiologi
- Infeksi virus (herpes, rubella, cacar, hepatitis, CMV, DHF), bakteri (meningcoccemia,
septikemia bakteri gram negative), jamur (histoplasmosis, aspergilosis), dan protozoa
(malaria, kala-azar, trypanosomiasis)
- Komplikasi obstetric seperti solution plasneta, septic chorioamnionitis, emboli caitan
amnion, fetus mortius, eklamsia)
- Neoplasma seperti Ca prostat, pancreas, mammae, paru, dan ovarium
- Gangguan system hemopoetik seperti LMA M3, hemolisis intravaskuler
- Gangguan vaskuler seperti aneurisma, koartasio aorta, gagal jantung kongesti, demboli
paru
- Jejas yang massif

 Faktor risiko
Orang yang melakukan transfusi, menderita keganasan, ibu hail, gangguan hati, terkena zat
toksik, dan orang yang melakukan transplantasi organ

3. M3 patogenesis dan patofisiologis penyakit hemostasis


Selain aktifnya faktor koagulasi terdapat beberapa gangguan pada system regulasi, yaitu
antithrombin, activated protein C, dan tissue factor pathway inhibitor. Pada antithrombin,
terdapat gangguan yang disebabkan penurunan sintesis protein, peningkatan clearance, dan
juga terjadinya kebocoran ekstravaskular. Pada protein C, tidak adanya atau berkurangnya
ikatan thrombomodulin dengan thrombin yang mneyebabkan penurunan active protein C.
4. M3 pemeriksaan lab dan fisik penyakit hemostasis
 Fisik
Pada TTV, dapat dditemukan perdarahan. Pemeriksaan TTV dapat terjadi ketidaknormalan
karena terjadi syok akibat perdarahan.
 Lab
Darah perifer lengkap, didapat leukositosis akibat sepsis, kemudian terujadi
trombositopenia, Ditemukan D-Dimer meningkat, kadar FDP meningkat, deteksi faktor
koagulasi penurunan fibrinogen, prothrombin, factor V dan VIII. PT aPTT memanjang, BT
memanjang, CT memanjang, TT memanjang.

5. M3 Manifestasi klinis dari penyakit hemostasis


Perdarahan pada kulit dan muosa yang luas, kemudian terjadi thrombosis pada beberapa
tempat di seluruh tubuh, adanya disfungsi organ seperti gangguan pada hati, ginjal, dan jantung
akibat terjadinya thrombosis. Apabila ada obstruksi di hati maka dapat terjadi icterus.

6. M3 penegakan diagnosis penyakit hemostasis


7. M3 tatalaksana penyakit hemostasis
Terapi penyakit dasar. Transfuse trombosit apabila ada indikasi perdarahan aktif atau berisiko
mengalami perdarahan. Untuk nilai ambangnya, apabila perdarahan dengan trombosit <50.000
berisiko perdarahan bila trombosit <20.000. untuk mencegah syok, dapat diberikan plasma.
Dapat diberi FFP(fresh frozen plasma) yang berisi seluruh faktor koagulasi, cryopresipitat, dan
dapat diberi heparin untuk mencegah thrombosis. Naun, pemberian heparin dapat
menyababkan terjadinya perdarahan dehingga penggunaanya sangat terbatas. Dapat diberikan
juga antithrombin sebagai reguali faktor koagulasi dosis 250m/KgBB IV

8. M3 prognosis, komplikasi penyakit hemostasis


Thrombosis

1. M3 pengertian dan klasifikasi penyakit hemostasis

2. M3 epidemiologi, etiologi, dan factor resiko penyakit hemostasis

3. M3 patogenesis dan patofisiologis penyakit hemostasis

4. M3 pemeriksaan lab dan fisik penyakit hemostasis

5. M3 Manifestasi klinis dari penyakit hemostasis

6. M3 penegakan diagnosis penyakit hemostasis

7. M3 tatalaksana penyakit hemostasis

8. M3 prognosis, komplikasi penyakit hemostasis

Anda mungkin juga menyukai