Modul Ilmu Bedah 1
Modul Ilmu Bedah 1
Modul Ilmu Bedah 1
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas izin dan karunia-
Nya kami dapat menyusun modul kepaniteraan klinik departemen Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh. Shalawat beriring salam kita
hanturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari
zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Ucapan terima kasih kami hanturkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Malikussaleh, dr. M. Sayuti, Sp.B (K) BD dan ketua program studi
profesi, dr. Anna Milizia, M.Ked(An), Sp.An yang telah memfasilitasi
penyusunan modul ini. Modul ini disusun untuk membantu mahasiswa klinik
dalam memahami beberapa ilmu terkait dengan bidang bedah. Adapun pedoman
penyusunan dari modul ini adalah sesuai dengan SNPPDI tahun 2021.
Pengetahuan yang komprehensif dan aplikatif diharapkan dapat dimiliki oleh
mahasiswa kedokteran UNIMAL sehingga nantinya dapat menjadi dokter yang
kompeten dan kompetitif.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan modul ini masih terdapat
banyak kekurangan, sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari sejawat
untuk kesempurnaan modul. Terima kasih.
KATA PENGANTAR.............................................................................................3
DAFTAR ISI............................................................................................................4
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................6
MINGGU 4 UROLOGI...................................................................................113
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Mahasiswa/i mampu untuk melakukan pemeriksaan fisik
gastrointestinal, dan hepatobilier.
2. Mahasiswa/i mampu mengetahui indikasi pemasangan NGT dan
stoma bag serta rectal toucher, mampu melakukan pemasangan NGT
dan stoma bag, membaca foto polos abdomen, dan melakukan rectal
toucher.
3. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada kasus
akut abdomen.
4. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada kasus
kelainan kongenital.
5. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada
penyakit saluran kemih.
6. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada
tumor jinak dan ganas payudara.
7. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada
tumor jinak dan ganas tiroid.
8. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada
tumor jinak dan ganas pada kulit
9. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada
tumor jinak dan ganas pada kelenjar limfoid.
10. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada
tumor jinak dan ganas pada kepala dan leher.
11. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada kasus
trauma dan non- trauma kepala.
12. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada kasus
luka bakar, trauma maxilofacial, labiopalatoschizis, dan wound
management.
13. Mahasiswa/i mampu mengetahui diagnosis dan tatalaksana pada
kelainan/penyakit pada bidang orthopedi.
2
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
C. KOMPETENSI
Standar kompetensi yang harus dikuasai oleh mahasiswa klinik mengacu
pada SNPPDI tahun 2021 yaitu sebagai berikut:
1. Kompetensi 1: mahasiswa mampu mengenali dan menjelaskan
gambaran klinis penyakit.
2. Kompetensi 2: mahasiswa mampu menjelaskan, mendiagnosis dan
merujuk suatu penyakit.
3. Kompetensi 3a: mahasiswa mampu menjelaskan, mendiagnosis dan
memberikan tatalaksana awal, kemudian merujuk suatu penyakit.
4. Kompetensi 3b: mahasiswa mampu menjelaskan, mendiagnosis dan
memberikan tatalaksana awal, kemudian merujuk (kasus gawat
darurat).
5. Kompetensi 4: mahasiswa mampu menjelaskan, mendiagnosis dan
memberikan tatalaksana terhadap suatu penyakit secara mandiri.
3
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
BAB II
TATA TERTIB
4
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
III. Daring
Kegiatan Kepanitraan Klinik untuk dokter muda sekarang tidak lagi 100%
dilaksanakan secara tatap muka namun sekarnag dibagi dalam dua pertemuan
yaitu pertemuan secara daring (online) dan luring (tatap muka) dengan presentase
kegiatan 20% daring dan 80% luring. Kegiatan daring dilaksanakan bertepatan
dengan pencegahan wabah COVID-19 yang sedang mengalami peningkatan di
Indonesia. Dokter Muda wajib melaksanakan daring yang mana kegiatannya
dilaksanakan pada awal memasuki stase baru tepatnya pada Minggu 1 dan
minggu. Apabila tidak memperhatikan peraturan tersebut diatas, maka dokter
muda yang bersangkutan tidak diperkenankan mengikuti kegiatan kepaniteraan
klinik.
5
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
6
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
B. SANKSI AKADEMIK
Hal yang berkenaan dengan sanksi akademik dokter muda (DM)
sebagaimana di bawah ini:
1. Peringatan
a. DM yang meninggalkan kegiatan kepaniteraan klinik tanpa izin
akan diberi peringatan.
b. DM yang berperilaku tidak sesuai dengan etika kepaniteraan klinik
akan diberi peringatan.
2. Sanksi akademik
a. Apabila DM melakukan pelanggaran etika, akademik akan
mendapat sanksi mulai peringatan, skorsing, hingga dikeluarkan.
b. Berat ringan sanksi sesuai keputusan dan hasil rapat pimpinan.
3. Pemberhentian DM.
Pemberhentian DM dibicarakan dalam rapat senat dan dilakukan atas
dasar:
a. Permintaan sendiri.
b. Tidak mampu menyelesaikan pendidikan dalam batas waktu yang
telah ditentukan.
c. Adanya hambatan kepribadian dan kejiwaan berdasarkan hasil
evaluasi fisik dan psikologis serta kepribadian yang dilakukan
oleh tim ahli yang ditunjuk
d. Melanggar ketentuan dan tata tertib Fakultas
Kedokteran Universitas Malikussaleh.
7
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
No Keterangan Sanksi
Mengulang sebanyak hari libur
1. <3 hari dengan alasan bisa diterima*
pada akhir siklus
2. <3 hari dengan alasan tidak bisa diterima** Mengulang 1 minggu
3. >3 hari dengan alasan apapun Mengulang penuh
Keterangan:
*Alasan bisa diterima: sakit dengan surat keterangan dokter spesialis,
keperluan keluarga, keperluan Fakultas/RS dengan surat keterangan
dari yang berwewenang.
**Alasan tidak bisa diterima adalah alasan selain tersebut diatas.
Jika dokter muda (DM), tidak menyelesaikan tugas di bagian dan belum
melaksanakan ujian akhir (post test) maka DM tersebut wajib mengulang stase
dan ujian di akhir semua siklus selama 2 minggu.
8
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
PERPINDAHAN MAHASISWA
Perpindahan DM program studi profesi dari Fakultas Kedokteran
Universitas Malikussaleh ke universitas lain atau dari Fakultas Kedokteran lain ke
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh setelah menyelesaikan tahap
program pendidikan S.Ked akan diperlakukan sesuai ketentuan yang berlaku di
Universitas Malikussaleh
KETENTUAN TAMBAHAN
Apabila terdapat perubahan atau hal yang belum tercantum pada
petunjuk/peraturan di atas, keputusan diambil dengan mengacu pada ketentuan
peraturan yang lebih tinggi atau akan diambil kebijaksanaan oleh pimpinan
Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh/pimpinan Universitas
Malikussaleh.
9
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
10
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
11
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
traktus digestivus)
15.00 – 15.30 WIB Belajar mandiri
07.00 – 09.00 WIB Follow up pasien
09.00 – 11.00 WIB Visite ruangan
11.00 – 12.00 WIB Bed side teaching
5. Jum’at
12.00 – 13.00 WIB ISHOMA
13.00 – 15.00 WIB Case report session
15.00 – 15.30 WIB Belajar mandiri
12
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
13
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
No
Hari Jam Kegiatan
.
14
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
15
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
16
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
17
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
18
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
19
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
E. EVALUASI (ASSESSMENT)
Metode penilaian beserta bobot nilai yang akan diberikan kepada peserta
didik yaitu sebagai berikut:
No Bobot
Metode assessment Minggu
. penilaian
1. Pre Test I 10%
2. Attitude I-X 10%
3. Clinical scientific session I-X 15%
4. Case report/ journal reading I-X 15%
5. Bed side teaching I-X 20%
6. Ujian (tulis dan ujian pasien) IX 30%
Total Nilai Akhir 100%
Mahasiswa akan dinilai dengan 3 metode assessment dan setiap
assessment memiliki nilai bobot tertentu. Hasil akhir dari nilai mahasiswa
ditentukan berdasarkan akumulasi dari ketiga metode assessment tersebut yang
selanjutnya akan dirata-ratakan. Adapun untuk indeks nilai yang akan diperoleh
mahasiswa adalah sebagai berikut:
Nilai Angka Nilai Mutu Angka Mutu Mutu
85,00 - 100 A 4 Istimewa
80,00-84,99 A- 3,70 Sangat baik
75,00-79,99 B+ 3,30 Antara sangat baik dan memuaskan
70,00-74,99 B 3 Baik
65,00-69,99 B- 2,70 Cukup baik
60,00-64,99 C+ 2,30 Antara baik dan cukup
55,00-59,99 C 2 Kurang
50,00-54,99 C- 1,70 Sangat kurang
45,00-49,99 D 1 Gagal
<44,99 E 0 Tidak lulus
0,00 (Tunda) T 0 Tunda
Bila nilai akhir yang diperoleh dibawah standar kelulusan (<80), maka
dokter muda tersebut wajib mengulang selama 1 minggu dan menerima tugas
yang diberikan oleh preseptor serta mengikuti ujian Kembali (sesuai Buku
Panduan Kepaniteraan Klinik Senior). Bagian bedah melakukan evaluasi
bagi setiap dokter muda yang melakukan pelanggaran disiplin dan etika. Bila
terbukti melakukan pelanggaran, maka nilai akhir dokter muda yang bersangkutan
akan dibatalkan dan harus mengulang bagian bedah selama 2 minggu.
20
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
21
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
BAB III
DAFTAR MASALAH DAN PENYAKIT ILMU BEDAH
22
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
23
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
24
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
7. Kelemahan otot
8. Otot mengecil
9. Tulang bengkok
10. Kelainan bentuk tulang belakang
11. Benjolan di tulang
12. Nyeri tulang
25
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Fistula 2
Hemoroid grade 1-2 4
Hemoroid grade 3-4 3A
26
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Karsinoma tiroid 2
3. Kelenjar Limfe Limfadenopati 3A
dan Darah Limfoma non-Hodgkin's,
1
Hodgkin's
Tumor jinak (kista dermoid,
neuroblastoma) 1
4. Mulut Tumor lidah 2
Tumor rongga/dasar mulut 1
5. Neoplasma Tumor epitel jinak 2
Integumen Keratosis seboroik 2
Kista epitel/ epidermal 2
Kista atheroma 2
Lipoma 4
6. Tumor Epitel Squamous cell carcinoma 2
Premaligna dan
Maligna Basal cell carcinoma 2
7. Tumor Dermis Xanthoma 2
Hemangioma 2
Limfangioma 1
Angiosarkoma 1
Neurofibromatosis (von
2
Recklinghausen)
8. Tumor Sel Lentigo 2
Melanosit Nevus pigmentosus 2
Melanoma maligna 1
27
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
28
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
microsomia
Kelainan bentuk tulang
belakang (skoliosis,
2
kifosis, lordosis)
Displasia panggul 2
Malformasi kongenital
(genovarum, genovalgum, club
2
foot, pes planus)
29
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Keluhan Utama
Satu atau lebih gejala atau masalah yang menyebabkan pasien mencari
perawatan. Berusahalah untuk mengutip kata-kata pasien. Misalnya, "Perut saya
sakit dan saya merasa tidak enak." Terkadang pasien tidak memiliki keluhan
khusus. Laporkan tujuan mereka sebagai gantinya. Misalnya, "Saya datang untuk
pemeriksaan rutin saya".1
30
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
31
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
32
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
33
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
34
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
35
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
36
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
37
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
38
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
terjadi dan tidak memiliki arti khusus. Muntah kecoklatan atau kehitaman dengan
tampilan "bubuk kopi" menunjukkan darah diubah oleh asam lambung. Emesis
ampas kopi atau darah merah disebut hematemesis. Apakah ada dehidrasi atau
ketidak seimbangan elektrolit dari muntah berkepanjangan, atau kehilangan darah
yang signifikan? Apakah gejala pasien menunjukkan adanya komplikasi muntah,
seperti aspirasi ke paru-paru, terlihat pada pasien yang lemah, tumpul, atau lanjut
usia?1.
Anoreksia adalah hilangnya atau kurang nafsu makan. Cari tahu apakah itu
timbul dari intoleransi terhadap makanan tertentu atau keengganan untuk makan
karena ketidaknyamanan yang diantisipasi. Periksa gejala terkait mual dan
muntah. Pasien mungkin mengeluh perut penuh yang tidak menyenangkan setelah
makan ringan atau sedang, atau cepat kenyang, ketidakmampuan untuk makan
makanan lengkap.1
39
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
40
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
f. Tanyakan tentang frekuensi buang air besar, buang air besar yang keras
atau menyakitkan, mengejan, dan rasa pengosongan atau tekanan rektum
yang tidak lengkap.
g. Periksa apakah pasien benar-benar melihat tinja dan dapat
menggambarkan warna dan massanya.
h. Obat apa yang telah dicoba pasien? Apakah obat atau stres berperan?
Apakah ada gangguan sistemik terkait?
i. Kadang-kadang tidak ada pengeluaran feses atau gas, atau obstipasi.
j. Tanyakan tentang warna tinja. Apakah ada melena, atau tinja berwarna
hitam, atau hematochezia, tinja yang berwarna merah atau merah marun?
Mengejar detail penting seperti jumlah dan frekuensi darah apa pun.
Apakah bercampur dengan tinja atau di permukaan? Apakah ada goresan
di kertas toilet atau lebih banyak?
Jaundice
Pada beberapa pasien, Jaundice atau ikterus, perubahan warna kulit
menjadi kekuningan dan sklera akibat peningkatan kadar biliru bin, pigmen
empedu yang terutama berasal dari pemecahan hemoglobin. Hepatosit juga tidak
mengkonjugasi, atau menggabungkan, bilirubin tak terkonjugasi dengan zat lain,
membuat air empedu larut, dan kemudian mengeluarkannya ke dalam empedu.
Empedu melewati duktus sistikus ke dalam duktus biliaris komunis, yang juga
mengalirkan duktus ekstrahepatik dari hati. Lebih distal duktus biliaris komunis
dan duktus pankreatikus bermuara ke duodenum di ampula Vater. Mekanisme
Jaundice antara lain sebagai berikut:1
a. Peningkatan produksi bilirubin
b. Penurunan pengambilan bilirubin oleh hepatosit
c. Penurunan kemampuan hati untuk mengkonjugasikan bilirubin
d. Penurunan ekskresi bilirubin ke dalam empedu, mengakibatkan
penyerapan bilirubin terkonjugasi kembali ke dalam darah
Ikterus intrahepatik dapat berupa hepatoseluler, dari kerusakan hepatosit,
atau kolestatik, dari gangguan ekskresi akibat kerusakan hepatosit atau saluran
41
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
42
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
atas prosesus xiphoid hingga simfisis pubis. Selangkangan harus terlihat. Alat
kelamin harus tetap tertutup. Otot-otot perut harus rileks untuk meningkatkan
semua aspek pemeriksaan, terutama ketika palpasi. Catatan penting ketika akan
melakukan pemeriksaan abdomen:1
a. Periksa apakah kandung kemih pasien kosong.
b. Buat pasien nyaman dalam posisi terlentang, dengan bantal di bawah
kepala dan mungkin bantal lain di bawah lutut. Geser tangan Anda di
bawah punggung bawah untuk melihat apakah pasien rileks dan berbaring
rata di atas meja.
c. Minta pasien untuk menjaga lengan di samping atau terlipat di dada. Jika
lengan berada di atas kepala, dinding perut meregang dan mengencang,
membuat palpasi menjadi sulit. Pindahkan gaun ke bawah garis puting,
dan tirai setinggi simfisis pubis.
d. Sebelum Anda memulai palpasi, minta pasien untuk menunjukkan area
mana saja yang nyeri sehingga Anda dapat memeriksa area tersebut
terakhir kali.
e. Hangatkan tangan dan stetoskop Anda. Untuk menghangatkan tangan
Anda, gosokkan keduanya atau letakkan di bawah air panas. Anda juga
dapat meraba melalui gaun pasien untuk menyerap kehangatan dari tubuh
pasien sebelum memperlihatkan perut.
f. Dekati pasien dengan tenang dan hindari gerakan yang cepat dan tidak
terduga. Perhatikan wajah pasien untuk tanda-tanda nyeri atau
ketidaknyamanan. Pastikan Anda menghindari kuku yang panjang.
g. Alihkan perhatian pasien jika perlu dengan percakapan atau pertanyaan.
Jika pasien ketakutan atau geli, mulailah palpasi dengan tangan pasien di
bawah tangan Anda. Setelah beberapa saat, selipkan tangan Anda ke
bawah untuk meraba secara langsung.
Berdiri di sisi kanan pasien dan lanjutkan secara teratur dengan inspeksi,
auskultasi, perkusi, dan palpasi.1
Inspeksi
43
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Mulai dari posisi biasakan berdiri di sisi kanan tempat tidur. Periksa permukaan,
kontur, dan gerakan perut, termasuk yang berikut:1
a. Kulit. catatan: Bekas luka. jelaskan atau diagram lokasi mereka. striae.
Striae perak tua atau stretch mark adalah normal, vena melebar. Beberapa
vena kecil mungkin terlihat normal, ruam dan luka
b. Umbilikus. Amati kontur dan lokasinya serta adanya peradangan atau
tonjolan yang menunjukkan hernia.
c. Kontur perut
d. Apakah datar, bulat, menonjol, atau skafoid (sangat cekung atau
berlubang)?
e. Apakah panggulnya menonjol, atau adakah tonjolan lokal? Juga survei
daerah inguinal dan femoralis.
f. Apakah perutnya simetris?
g. Apakah ada organ atau massa yang terlihat? Cari hati atau limpa yang
membesar yang telah turun di bawah tulang rusuk.
h. Peristaltik. Amati selama beberapa menit jika Anda mencurigai adanya
obstruksi usus. Peristaltik mungkin terlihat normal pada orang yang sangat
kurus.
i. Pulsasi. Pulsasi aorta normal sering terlihat di epigastrium
Auskultasi
Auskultasi memberikan informasi penting tentang motilitas usus.
Dengarkan perut sebelum melakukan perkusi atau palpasi karena manuver ini
dapat mengubah frekuensi bising usus. Latih auskultasi sampai Anda benar-benar
terbiasa dengan variasi bunyi usus normal dan dapat mendeteksi perubahan yang
menunjukkan peradangan atau obstruksi. Auskultasi juga dapat mengungkapkan
bruit, atau suara vaskular yang menyerupai murmur jantung, di atas aorta atau
arteri lain di perut.1
Tempatkan diafragma stetoskop Anda dengan lembut di perut. Dengarkan
bunyi usus dan catat frekuensi dan karakternya. Suara normal terdiri dari klik dan
gurgle, terjadi pada frekuensi perkiraan 5 hingga 34 per menit. Kadang-kadang
44
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Perkusi
Perkusi membantu Anda untuk menilai jumlah dan distribusi gas di perut
dan untuk mengidentifikasi kemungkinan massa yang padat atau berisi cairan.
Perkusi abdomen dengan ringan pada keempat kuadran untuk menilai distribusi
timpani dan tumpul. Timpani biasanya mendominasi karena gas di saluran cerna,
tetapi area kusam yang tersebar dari cairan dan feses juga khas.1
a. Perhatikan area redup besar yang mungkin mengindikasikan massa di
bawahnya atau organ yang membesar. Pengamatan ini akan memandu
palpasi Anda.
b. Di setiap sisi perut yang menonjol, perhatikan di mana timpani perut
berubah menjadi tumpul pada struktur posterior padat.
Lakukan perkusi singkat dada anterior bawah, antara paru-paru di atas dan
tepi kosta di bawah. Di sebelah kanan, Anda biasanya akan menemukan suara hati
yang redup; di sebelah kiri, timpani yang menutupi gelembung udara lambung dan
fleksura splenikus kolon.1
Palpasi
45
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
46
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
lebih sakit, ketika saya menekan atau melepaskan?” Mintalah pasien menemukan
rasa sakit dengan tepat. Nyeri yang diinduksi atau meningkat dengan cepat dengan
penarikan merupakan "rebound tenderness" yang disebabkan oleh gerakan cepat
dari peritoneum yang meradang.1
II. Anamnesis
A. Keluhan Utama :
B. Keluhan Tambahan :
C. Riwayat Penyakit Sekarang:
D. Riwayat Penyakit Dahulu (termasuk operasi)
Riwayat gejala serupa :
Penyakit lain :
Operasi sebelumnya :
Hipertensi :
47
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Diabetes Mellitus :
Keganasan :
Trauma :
E. Riwayat Penyakit di Keluarga :
STATUS GENERALIS
1. Kulit
Warna :
Oedema :
Sianosis :
Icterus :
Anemia :
Pigmen :
2. Kepala
Rambut :
48
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Wajah :
Mata :
Telinga :
Hidung :
Mulut :
3. Leher
KGB :
Tiroid :
JVP :
4. Thorax
Jantung
I :
P :
P :
A :
Paru
I :
P :
P :
A :
5. Abdomen
I :
P :
P :
A :
6. Ekstremitas
Akral hangat :
Oedema :
7. Genitalia
49
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
STATUS LOKALIS
Regio:
1. Ispeksi:
Bengkak:
Kemerahan:
Pendarahan:
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
2. Palpasi:
Nyeri tekan:
Krepitasi:
Massa/benjolan:
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
3. Gerakan:
Limitasi gerak:
Nyeri saat gerakan aktif dan pasif:
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
50
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Keterangan:
51
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
V. Resume
VII. Planning/Penatalaksanaan
52
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
53
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
polos abdomen melihat saluran kencing (BNO atau KUB) dalam hal
ini kotoran dalam usus sangat mengganggu hasil photo sehingga harus
dibersihkan sebelumnya. Foto polos abdomen dengan persiapan untuk
melihat keadaan ginjal dan salurannya serta bagian belakang
abdomen. Dalam hal ini kita harus membersihkan sisa makanan
(faecal material) dari usus yang akan mengganggu gambaran di film.
Sehingga diperlukan penanganan sebelum pemeriksaan dengan
mempersiapkan penderita dengan makanan yang bebas serat selama
beberapa hari, kemudian dibersihkan dengan pencahar agar kotoran
makanan dalam usus yang ada dikeluarkan semua dengan demikian
usus akan bersih dari kotoran sisa makanan/faecal material yang
menutupi daerah dibelakangnya. Hal ini tidak dapat kita kerjakan
sendiri terutama penderita rawat inap, perlu bantuan rekan kerja
terkait.
54
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
e. Teknik Pemeriksaan
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang
dapat mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran
kaset dan film ukuran 35 x 43 cm. Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 3
posisi, yaitu:
1) Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
2) Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar horizontal proyeksi AP.
3) Tiduran miring ke kiri (Left Lateral Decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP.
f. Prosedur Kerja
1) Posisi AP supine
Persyaratan teknis: ukuran film 35x43 cm/30x40 cm, posisi
memanjang menggunakan grid yang bergerak maupun statis,
dengan variasi 70-80 kV dan 20-25 mAs.
Sedangkan posisi pasien:
- Tidak ada persiapan khusus untuk pemeriksaan foto polos
abdomen.
- Penderita diminta untuk melepaskan pakaian dan perhiasan
untuk menghidanri terjadinya artefak pada film dan memakai
perlindungan untuk daerah gonad, terutama untuk pria
55
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
56
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
57
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Indikasi
Indikasi pemasangan NGT yaitu untuk kepentingan diagnosis maupun terapi.
1) Diagnosis:
Drainase isi lambung untuk bahan pemeriksaan laboratorium atau
sampling.
Pemberian agen diagnostik seperti kontras media radioopak.
2) Terapi:
58
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
59
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
60
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
61
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
62
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
63
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Indikasi Stoma
Indikasi untuk stoma usus pada anak-anak berbeda dari orang tua.
Tidak seperti orang dewasa, pembentukan stoma pada anak-anak, sebagian
besar waktu dilakukan sebagai operasi sementara, sebagai pilihan
pengelolaan kelainan bawaan usus, sebagai contoh hirschsprung dan
malformasi anorectal. Pada orang dewasa, kondisi lain seperti volvulus,
divertikulitis, trauma, dan keganasan kadang kadang, memerlukan
pembentukan stoma sebagai bagian dari pengelolaannya.2,3
64
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Diagnosis
1) Anamnesis
Riwayat klinis pasien harus ditanyakan oleh dokter secara lengkap.
Riwayat klinis meliputi cara, onset, durasi, frekuensi, karakter, lokasi,
kronologi, dan intensitas, serta ada atau tidak adanya yang
memberatkan atau meringanka gejala terkait.4
2) Membuat diagnosis banding
Setelah diagnosis diperoleh, pemeriksa harus membuat diagnosis
banding sementara dan melakukan pemeriksaan fisik untuk mencari
tanda-tanda atau temuan-temuan khusus yang mengesampingkan atau
menegaskan kemungkinan diagnosis.4
3) Pemeriksaan fisik
65
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
66
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Terapi
1) Acute surgical abdomen
Pendekatan menyeluruh tapi cepat untuk pasien dengan nyeri perut
akut sangat penting karena pada beberapa pasien, etaboli harus
diambil segera dan tidak ada cukup waktu untuk evaluasi menyeluruh.
Pendekatan semacam itu harus mencakup penilaian awal singkat,
etabol klinis lengkap, pemeriksaan fisik menyeluruh, dan studi
laboratorium dan pencitraan yang ditargetkan. Langkah-langkah ini
biasanya dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 1 jam dan harus
ditekankan dalam evaluasi kebanyakan pasien.4
67
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Diagnosis
Pada awal apendisitis akut, pasien akan merasakan nyeri periumbilikus
yang kemudian terlokalisasi pada bagian kanan bawah diikuti rasa mual,
muntah, demam derajat rendah dan sedikit peningkatan jumlah sel darah
putih perifer. Gejala klinis klasik adalah tanda Mcburney’s yaitu nyeri
tekan pada lokasi dua per tiga jarak dari umilikus ke spina iliaka anterior
68
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
superior kanan (titik Mcburney’s). Tanda dan gejala ini sering kali tidak
ada, sehingga menimbulkan kesulitan dalam tampilan klinis.5
Pemeriksaan fisik akan memperlihatkan pasien yang umumnya memiliki
suhu tubuh yang hangat saat disentuh dan memiliki focal tenderness. Pasien akan
mengeluhkan nyeri saat dilakukan penekanan pada titik Mcburney’s. Rovsing’s
sign, Dunphy’s sign, obturator sign, dan iliopsoas sign dapat dilakukan untuk
menegakkan diagnosis apendisitis.5
Pasien dengan apendisitis biasanya memiliki leukositosis (10.000
sel/mm3), dengan leukositosis yang lebih tinggi apabila terdapat gangrene dan
apendisitis perforasi (∼17.000 sel/mm3). Protein C-reaktif, bilirubin, Il-6, dan
prokalsitonin semuanya dapat diperiksa untuk membantu dalam diagnosis
apendisitis, khususnya dalam memprediksi apendisitis perforasi. Pemeriksaan
penunjang lain dapat dilakukan dengan CT scan yang akan menunjukkan radang
appendiks yang meliputi lumen yang membesar dan ketebalan dinding (lebih dari
6 mm), penebalan dinding (lebih dari 2 mm). Pemeriksaan lain dapat dilakukan
menggunakan fitur pada USG yang menunjukkan radang appendiks yaitu
diameter lebih besar dari 6 mm, nyeri dengan kompresi, adanya appendicolith,
peningkatan ekogenisitas lemak, dan cairan periappendiceal.5
69
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Tatalaksana5
1) Open Appendectomy
Apendektomi terbuka biasanya dilakukan dengan anestesi umum,
meskipun anestesi regional dapat digunakan. Setelah persiapan dilakukan,
sayatan biasanya dibuat pada titik McBurney baik secara miring (sayatan
McBurney) atau sayatan melintang (sayatan Rocky-Davis).
2) Laparoscopy Appendectomy
b. Etiologi
Penyebab infeksi cacing, seperti Ascariasis merupakan penyebab yang
sering mengakibatkan obstruksi etabo sistikus. Bakteri yang paling umum adalah
E. coli, Streptococcus Sp., Klebsiella Sp., dan Enterobacter Sp.7
c. Gambaran Klinis
Presentasi klinis kolesistitis akut terdiri dari tiga serangkai:7
1) Nyeri perut kanan atas yang konstan,
2) Peningkatan parameter inflamasi seperti leukositosis dan peningkatan
protein C-reaktif, dan
3) Nyeri tekan pada palpasi di kuadran kanan atas perut (Tanda Murphy)
4) Gejala lain dapat berupa mual dan muntah juga sering digambarkan
pada kolesistitis akut.
70
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Patofisiologi
Pada sebagian besar kasus, kolesistitis akut berasal dari obstruksi etabo
sistikus. Obstruksi kolesistikus di negara besar disebabkan oleh batu empedu,
sedangkan di negara berkembang, infeksi cacing, seperti Ascariasis merupakan
penyebab tersering obstruksi kolesistikus. Obstruksi tersebut mengakibat distensi
dan secara berurutan menginduksi pelepasan mediator inflamasi, seperti
prostaglandin E2 dan I2, yang menyebabkan respons inflamasi di dalam kandung
empedu. Kerusakan akibat batu pada mukosa dan edema mukosa menyebabkan
obstruksi limfatik dan vena, dan kemungkinan mengakibatkan iskemia yang
terlokalisir. Cairan empedu menjadi terkonsentrasi dan menyebabkan kerusakan
mukosa lebih lanjut. Kerusakan ini selanjutnya dapat berkembang menjadi abses
atau perforasi. Temuan histologis pada fase awal menunjukkan reaksi inflamasi
akut yang ditandai dengan edema, kongesti, perdarahan, infiltrasi neutrofilik, dan
nekrosis mukosa. Pada fase selanjutnya, inflamasi transmural, dan nekrosis
mural.7
e. Pemeriksaan Penunjang7
71
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 2.2 USG kolesistitis kalkulus akut dengan dinding kandung empedu
menebal dan batu empedu (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan tidak.)
72
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
kriteria minor. Dengan adanya satu kriteria mayor dan dua kriteria
minor, sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi CT untuk diagnosis
kolesistitis akut masing-masing sebesar 91,7%, 99,1%, dan 94,3%.
73
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
intravena dan biasanya akan diambil oleh hati dan kemudian kantong
empedu. Penyerapan oleh hati dan ekskresi ke duodenum tanpa
pengisian kandung empedu merupakan indikasi oklusi kolesistikus.
Tes ini memiliki sensitivitas hingga 86% dalam pengaturan klinis
yang benar. Meskipun pemindaian HIDA normal dapat
menyingkirkan kolesistitis akut, pemindaian ini tidak memberikan
informasi tentang struktur perut lainnya dan mungkin tidak
mengungkapkan penyebab nyeri perut pasien. Pemindaian HIDA
dianjurkan di Amerika Serikat karena akurasi diagnostiknya yang
tinggi.
f. Tatalaksana
Penatalaksanaan kolesistitis akut non bedah terdiri dari puasa, pemberian
cairan intravena, analgesia, dan antibiotic. Indometasin dalam dosis supositoria
diberikan sebanyak 75 mg sekali sehari selama 3 hari telah dilaporkan secara
signifikan mengurangi suhu, nyeri, leukosit, bilirubin, dan waktu rawat inap
dibandingkan dengan kelompok placebo. Penggunaan meperidine sebagai
pengganti morfin untuk mengontrol nyeri pada kolesistitis akut sering
direkomendasikan karena diasumsikan bahwa morfin meningkatkan tekanan
sfingter Oddi lebih besar daripada meperidine.7
Persyaratan antibiotik yang cocok untuk pengobatan kolesistitis akut
adalah ekskresi bilier, tidak ada inaktivasi oleh cairan empedu, dan efisiensi
terhadap bakteri Gram-positif dan Gram-negatif. Pilihannya adalah amoksisilin
dengan asam klavolanat, sefalosporin generasi kedua dengan metronidazole,
piperasilin dengan tazobaktam, atau ciprofloxacin. Terapi antibiotik harus
dilanjutkan selama 7 sampai 10 hari, tergantung pada temuan klinis. Pembedahan
diindikasikan pada pasien yang berlanjut menjadi peritonitis atau terjadi
perburukan kondisi klinis pasien.
Kolesistektomi adalah pengobatan definitf untuk pasien dengan kolesistitis
akut. Cameron dkk., merekomendasikan kolesistektomi elektif setelah episode
kolesistitis akut tidak lebih dari 2 bulan setelah timbulnya gejala. Meskipun dalam
74
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
praktek klinis, banyak ahli bedah masih lebih memilih manajemen konservatif
awal rutin untuk pasien dengan kolesistitis akut, kesimpulan yang diambil dari
data saat ini kolesistektomi dini dengan pendekatan laparoskopi adalah
pengobatan pilihan untuk kolesistitis kalkulus akut.7
g. Komplikasi
Pasien dengan kolesistitis akut berat mungkin mengalami icterus ringan
(konsentrasi serum bilirubin 70 tahun), terutama laki-laki, dengan durasi gejala
yang lama (>3,5 hari), serta peningkatan kadar protein C-reaktif (>150 mg/L) dan
jumlah sel darah putih (>14.000/µL). Kolesistitis gangren terjadi pada 30% pasien
yang dirawat dengan kolesistitis akut. Gangren paling sering terjadi pada fundus
kandung empedu, karena suplai darah terbatas di daerah ini. Jika peradangan di
dalam kantong empedu berlanjut, itu dapat menyebabkan perforasi dinding
kantong empedu.7
Koledokolitiasis
a. Definisi
Koledokolitiasis merupakan batu saluran empedu, dimana batu ini dapat
menyebabkan kolangitis dan pankreatitis.7
b. Diagnosis
Penegakkan diagnosis dapat dilakukan melalui ERCP (endoscopic
retrograde cholangiopancreatography) dan intraoperative cholangiography
(IOC) dianggap sebagai standar emas dalam diagnosis koledocholithiasis. Namun,
keakuratan diagnosis itu tergantung pada keahlian operator. Sensitivitas ERCP
untuk mendiagnosis choledocholithiasis berkisar diantara 79 hingga 95%, dengan
spesifisitas dalam kisaran 92 hingga 98%.7
c. Pemeriksaan
1) Ultrasonografi transabdomial adalah tes pencitraan paling murah dan
non-invasif yang tersedia untuk menegakkan diagnosis
75
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Tatalaksana
1) Sfingterotomi
Sfingterotomi endoskopi (ES) dapat dilakukan dengan mortalitas
kurang dari 0,5% dan morbiditas terkait prosedur kurang dari 10%. ES
adalah prosedur paling invasif yang rutin dilakukan oleh ahli
endoskopi gastrointestinal. Sfingterotome adalah kanula yang
dimodifikasi dengan kawat terbuka di ujung distal yang dilalui oleh
arus listrik ditransmisikan. Sfingterotom dimasukkan ke dalam saluran
empedu dan aliran arus pendek diterapkan untuk menorehkan atap
ampulla (termasuk sfingter Oddi).7
2) Ekstraksi batu setelah sfingterotomi
Setelah ES berhasil, pengangkatan batu dapat dicapai pada 80 hingga
95% pasien. Meskipun batu kecil dapat keluar secara spontan setelah
sfingterotomi, tidak bijaksana untuk mengandalkan hal ini terjadi.
Ekstraksi paksa melawan resistensi harus dihindari, karena risiko
trauma ekstensi insisi sfingterotomi.7
76
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Hernia Insisional
Hernia yang berkembang di lokasi perut dengan riwayat sayatan
sebelumnya. Hingga 20% dari sayatan garis tengah akan mengembangkan hernia
pada akhirnya. Sayatan vertikal mungkin memiliki risiko lebih tinggi
pembentukan hernia daripada sayatan melintang atau miring. Sayatan perut bagian
atas juga berisiko lebih tinggi daripada sayatan bawah. Situs port laparoskopi juga
dapat mengembangkan hernia.5
Etiologi hernia insisional sangat kompleks. Beberapa faktor turunan
pasien meningkatkan risiko hernia, termasuk diabetes, penggunaan
imunosupresan, obesitas, merokok, malnutrisi, dan kelainan jaringan ikat. Faktor
operasi lokal mungkin juga terlibat, termasuk teknik, infeksi luka, atau
ketegangan tinggi pada saat penutupan. Hernia dapat berkembang hingga 10 tahun
setelah operasi tetapi biasanya terjadi pada periode awal pasca operasi. Hernia
insisional dapat muncul sebagai tonjolan tanpa gejala atau dengan
77
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Hernia Noninsisional
Hernia epigastrium
Hernia noninsisional diberi nama berdasarkan lokasinya pada dinding
perut. Hernia epigastrium adalah kelainan pada dinding perut yang terletak di
antara umbilikus dan xiphoid proses. Hernia ini biasanya kecil tetapi mungkin
berhubungan dengan banyak defek. Merupakan hasil dari beberapa faktor,
termasuk kelemahan otot, epigastrium yang melemah secara kongenital, fasia,
78
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Hernia Umbilikalis
Hernia umbilikalis dapat bersifat kongenital atau didapat. Hernia
umbilikus sering terjadi pada bayi baru lahir, terutama pada bayi prematur.
Penutupan defek pada pusar dapat terjadi setelah lahir dimana otot rektus
abdominis tumbuh ke arah satu sama lain. Sebagian besar hernia umbilikalis
menutup secara spontan pada usia 5 tahun dan dapat dipantau karena mereka akan
sembuh secara spontan. Indikasi untuk perbaikan yaitu pada jenis inkaserata,
hernia simtomatik, kegagalan untuk mengecilkan ukuran atau jika defek gagal
menutup pada usia 5 tahun.5
Pada orang dewasa, hernia umbilikalis terbentuk karena peningkatan
tekanan perut karena kehamilan, obesitas, atau asites. Wanita memiliki risiko
lebih tinggi untuk jenis hernia ini daripada pria. Hernia yang kecil secara klinis
dapat terjadi tampa gejala. Namun, jika hernia umbilikalis membesar,
menyebabkan gejala, atau mengalami inkaserata, perawatan bedah harus
dilakukan. Hernia bisa diperbaiki secara laparoskopi atau dengan prosedur
terbuka. Mesh harus digunakan untuk cacat besar di mana tepi fasia tidak dapat
didekati tanpa ketegangan. Dalam hal ini, mesh harus ditempatkan sebagai teknik
sublay (di bawah fasia) dan dijahit di tempat untuk mencegah migrasi.5
Hernia Spigelian
Hernia yang terjadi di sepanjang garis arkuata dikenal sebagai Hernia
Spigelian. Meskipun jarang, hernia ini terbentuk karena kelemahan anatomis
karena tidak adanya selubung rektus posterior di bawah garis arkuata. Saat hernia
berkembang, peritoneum yang lewat melalui garis arkuata akan lewat secara
79
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
lateral ke arah luar otot oblik dengan aponeurosis di atasnya. Sebagian besar
pasien datang dengan rasa sakit dan bengkak di bagian tengah ke bawah perut.
Ikaserata umum terjadi hingga 20% pasien hadir dengan hernia yang tidak dapat
direduksi. Mengingat tingginya tingkat inkarserasi, perbaikan bedah biasanya
dianjurkan. Baik terbuka atau perbaikan laparoskopi dapat dilakukan. Defek
ditutup mendekati tepi medial dan lateral transversalis fasia ke selubung rektus.5
Hernia Inguinalis
Hernia inguinalis umumnya diklasifikasikan sebagai langsung, tidak
langsung, atau femoralis berdasarkan lokasi herniasi relatif terhadap struktur
sekitarnya. Hernia indirek menonjol ke lateral dari inferior pembuluh darah
epigastrium, melalui cincin inguinalis dalam. Hernia direk menonjol ke medial
dari pembuluh epigastrika inferior, di dalam segitiga Hesselbach. Batas-batas
segitiga adalah ligamentum inguinalis inferior, tepi lateral selubung rektus medial,
dan pembuluh epigastrika inferior superolateral. Hernia femoralis menonjol
melalui cincin femoralis yang kecil dan tidak fleksibel. Mereka melintasi ruang
kosong antara vena femoralis dan saluran limfatik. Batas cincin femoralis
meliputi: traktus iliopubik dan ligamen inguinalis di anterior, ligamen Cooper di
posterior, ligamen lakunar di medial, dan vena secara lateral. Klasifikasi Nyhus
mengkategorikan hernia cacat berdasarkan lokasi, ukuran, dan jenis.5
Perbaikan hernia inguinalis laparoskopi membutuhkan pengetahuan
tentang anatomi inguinal dari perspektif posterior. Titik acuan intraperitoneal
adalah lima lipatan peritoneum, kandung kemih, pembuluh epigastrium inferior,
dan psoas otot. Dua ruang potensial ada di dalam peritoneum pra. Antara
peritoneum dan lamina posterior fasia transversalis adalah ruang Bogros
(preperitoneal). Daerah ini mengandung lemak preperitoneal dan jaringan areolar.
Yang paling aspek medial ruang preperitoneal, yang terletak superior ke kandung
kemih, dikenal sebagai ruang Retzius.5
b. Patofisiologi
80
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting untuk diagnosis hernia inguinalis. Pasien
harus diperiksa dalam posisi berdiri untuk meningkatkan tekanan intra-abdomen,
dengan selangkangan dan skrotum terbuka penuh. Inspeksi dilakukan terlebih
dahulu, dengan tujuan mengidentifikasi tonjolan abnormal di sepanjang
selangkangan atau di dalam skrotum. Jika tonjolan yang jelas tidak terdeteksi,
palpasi dilakukan untuk memastikan adanya hernia. Palpasi dilakukan dengan
memajukan jari telunjuk melalui skrotum menuju cincin inguinalis eksternal. Hal
ini memungkinkan kanal inguinalis untuk dieksplorasi, pasien kemudian diminta
untuk melakukan manuver Valsava untuk meningkatkan tekanan intraabdomen.
Manuver ini akan mengungkapkan tonjolan abnormal dan memungkinkan dokter
untuk menentukan apakah hernia dapat direduksi atau tidak. Pemeriksaan sisi
kontralateral memberi kesempatan pada klinisi untuk membandingkan kehadiran
dan luasnya herniasi antar sisi. Ini sangat berguna dalam kasus hernia kecil. Selain
hernia inguinalis, sejumlah diagnosis lain dapat dipertimbangkan dalam
diferensial tonjolan pangkal paha.5
81
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
82
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Pencitraan
Dapat digunakan sebagai tambahan untuk anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pencitraan dapat digunakan dalam kasus yang kurang jelas. Modalitas
radiologis yang paling umum adalah ultrasonografi (AS), komputer tomografi
(CT), dan pencitraan resonansi magnetik (MRI). Setiap teknik memiliki
keunggulan tertentu dibandingkan pemeriksaan fisik saja; Namun, setiap
modalitas dikaitkan dengan keterbatasan potensial. CT dan MRI memberikan
gambar statis yang mampu menggambarkan anatomi selangkangan, untuk
mendeteksi hernia selangkangan, dan untuk mengecualikan diagnosis yang
berpotensi membingungkan (Gbr.5). CT memiliki sensitivitas 80%, spesifisitas
65%. Meskipun herniografi memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi
daripada CT, invasinya dan ketersediaan yang terbatas membatasi penggunaan
rutinnya.5
e. Tatalaksana
Tatalaksana bedah pada hernia dapat dilakukan terbuka, laparoskopi, atau
dengan bantuan robot. Perbaikan bedah adalah pengobatan etabolic hernia
inguinalis. Alasan paling umum untuk perbaikan elektif adalah rasa sakit.
Inkaserasi ataupun strangulasi adalah indikasi utama untuk perbaikan segera.
Hernia simtomatik harus dioperasi secara elektif, dan minimal simtomatik atau
hernia asimtomatik harus ditatalaksana di bawah pengawasan Perbaikan hernia
inguinalis dengan gejala minimal pada pasien dengan komorbiditas medis yang
signifikan, operasi harus ditunda dan pasien dioptimalkan secara medis. Jika
meskipun optimal dalam manajemen komorbiditas, pasien tetap berisiko tinggi,
perbaikan terbuka dengan anestesi lokal dapat dilakukan.5
83
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Etiologi
Kolorektal adalah banyak proses, sejumlah atau kombinasi paparan
mungkin diperlukan, dan kerentanan genetik mungkin memainkan peran.
Faktor risiko CRC yang mengonsumsi makanan yang tinggi serat, buah-
buahan, sayuran, dan rendah lemak hewani dan daging merah aktif rata-
rata berisiko lebih rendah CRC daripada individu yang makan diet rendah
serat, buah-buahan, dan sayuran dan tinggi lemak hewani dan daging
merah, sulit untuk menentukan dengan pasti yang mana komponen atau
kombinasi makanan bertanggung jawab atas penurunan risiko.7
84
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Sigmoidoskopi
Efektivitas sigmoidoskopi sebagai alat skrining tergantung pada
kemampuannya untuk mendeteksi kanker dan adenomatosa polip di kolon
distal. Jika polip adenomatosa ditemukan pada sigmoidoskopi fleksibel,
kolonoskopi harus kuat dipertimbangkan karena hampir sepertiga dari
pasien tersebut akan memiliki lesi neoplastik di kolon proksimal.
Efektivitas sigmoidoskopi dalam mengurangi kematian akibat kolorektal
kanker belum pernah dibuktikan secara acak terkontrol percobaan,
meskipun studi kasus-kontrol telah menunjukkan manfaat.7
Barium enema
Khasiat barium enema dalam mencegah kematian kanker
kolorektal tidak pernah dievaluasi dalam uji coba terkontrol, tetapi dapat
disimpulkan dari fakta bahwa mendeteksi polip dan kanker stadium
dengan metode lain mengurangi kejadian dan kematian akibat kanker
kolorektal. Barium enema kontras udara akan mendeteksi 50-80% polip <1
cm, 70-90% polip >1 cm, dan 50-80% adenokarsinoma Stadium I dan II.
Pemeriksaan barium enema saja kurang sensitif dan harus dikombinasikan
dengan sigmoidoskopi fleksibel, jika digunakan sebagai skrining alat.
Proktoskopi harus dianggap sebagai pemeriksaan tambahan karena balon
pada kateter enema sering mencegah pencitraan yang memadai dari
rektum distal.7
Kolonoskopi
Kolonoskopi adalah satu-satunya teknik skrining yang
memungkinkan deteksi dan pengangkatan lesi prakanker di seluruh usus
besar dan rektum merupakan jalur umum terakhir untuk semua tes skrining
85
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Chromoendoscopy
Chromoendoscopy adalah teknik yang menggunakan permukaan
pewarna seperti nila carmine untuk membuat penyimpangan di mukosa
kolon lebih mudah terlihat oleh ahli endoskopi.7
86
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
87
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
4) Polipektomi
Kemampuan untuk menghilangkan jaringan adenomatosa secara endoskopi
merupakan dasar dari semua pencegahan kanker dan program
pengawasan. Kemampuan resektabilitas dari polip tergantung pada
ukuran, karakteristik, dan aksesibilitasnya. Polip yang kemungkinan
tidak bisa dilepas endoskopi adalah mereka dengan invasi submukosa,
polip sessile besar melampaui 50% dari 50% lingkar dinding usus,
polip rektum besar yang meluas di luar garis dentate, atau lesi yang
mengelilingi lubang apendiks.8
5) Reseksi mukosa endoskopi (EMR)
EMR melibatkan injeksi cairan ke dalam ruang submukosa untuk mengangkat
mukosa (dan polip) dari lapisan otot dinding usus. Penghapusan lesi
sessile atau datar, mengurangi risiko cedera termal pada dinding usus.8
88
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Epidemiologi
Malformasi anorektal terjadi sekitar 1 dari 5000 kelahiran hidup dan
mempengaruhi laki-laki dan perempuan dengan proporsi yang sama.
Malformasi yang paling sering terjadi pada laki-laki adalah anus
imperforata dengan fistula rectourethral, diikuti oleh fistula rektoperineal,
kemudian fistula rektovesikal atau leher rectobladder. Pada perempuan,
paling banyak defek yang sering terjadi adalah defek rektovestibular,
diikuti oleh fistula perineum kulit, kemudian kloaka persisten.9
c. Patofisiologi
Dasar embriologis terjadinya malformasi pada anorektal adalah kegagalan
penurunan septum urorektal. Tingkat di mana septum ini turun menentukan jenis
anomali yang ada, yang kemudian mempengaruhi pendekatan bedah. Pada pasien
dengan anus imperforata, rektum gagal untuk turun melalui kompleks sfingter
eksternal. Sebagai gantinya, kantong dubur berakhir “blindly” di panggul, di atas
atau di bawah otot levator ani. Dalam kebanyakan kasus, kantong rektal terhubung
lebih distal dengan system genito-urinari atau dengan perineum melalui traktus
fistula. Secara tradisional, deskripsi anatomis anus imperforata dicirikan sebagai
letak “tinggi” atau “rendah” tergantung pada apakah rektum berakhir di atas
kompleks otot levator ani atau sebagian turun melalui otot ini.9
89
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 3.1 Anus imperforata rendah pada pria (dikutip sesuai dengan aslinya dari
kepustakaan no).
90
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 3.2 Anus imperforata pada anak perempuan (dikutip sesuai dengan
aslinya dari kepustakaan no).
d. Diagnosis
Pasien dengan anus imperforata biasanya stabil, dan diagnosisnya akan
langsung mudah terlihat. Meskipun terjadinya obstruksi, pada awalnya perut tidak
tampak buncit, dan jarang terjadi urgensi. Mungkin diperlukan waktu hingga 24
jam sebelum kehadiran fistula, karena itu penting untuk mengamati neonatus
selama beberapa waktu sebelum operasi definitf dilakukan. Oleh karena itu,
semua pasien harus memiliki tabung orogastrik untuk memantau ada atau
tidaknya mekonium di dalam atau di sekitar perineum dan urin. Tes lainnya harus
mencakup ekokardiogram dan radiografi tulang belakang. Untuk
mengklasifikasikan lokasi fistula letak “tinggi” atau “rendah,” radiografi perut
lateral dapat dilakukan dengan penanda radiopak pada perineum.9
e. Tatalaksana
Manajemen bedah pada bayi dengan anus imperforata ditentukan oleh
defek anatomisnya. Secara umum, untuk lesi yang rendah, hanya operasi
perineum yang diperlukan tanpa sebuah kolostomi. Bayi dengan lesi tinggi
memerlukan kolostomi pada periode neonatus, diikuti dengan prosedur pull-
through di umur kurang lebih 2 bulan. Pada kloaka persisten, saluran kemih perlu
dievaluasi secara hati-hati saat waktu pembentukan kolostomi untuk memastikan
pengosongan normal dapat terjadi dan untuk menentukan apakah kandung kemih
perlu dikeringkan dengan cara vesikostomi. Jika ada keraguan tentang jenis lesi,
91
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
92
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Manifestasi klinis
Intususepsi sering muncul denga didahului oleh penyakit virus
gastrointestinal, sehingga onsetnya menjadi tidak mudah untuk ditentukan.
Biasanya, bayi mengalami kram disertai nyeri perut yang paroxysms dan muntah
intermiten. Di antara serangan, bayi dapat bertindak normal, namun secara
bertahap gejala akan meningkat, ditandai dengan gejala kelesuan pada bayi yang
meningkat. Lendir berdarah (“currant-jelly”) dapat dikeluarkan pada rektum. Pada
pemeriksaan fisik tampak massa memanjang yang terdeteksi di kuadran kanan
atas atau epigastrium dengan tidak adanya usus di kuadran kanan bawah (Dance’s
sign). Massa dapat terlihat pada foto polos abdomen tetapi lebih mudah
ditunjukkan pada udara atau kontras enema.9
d. Tatalaksana
Pasien dengan intususepsi harus dinilai ada atau tidaknya peritonitis dan
tingkat keparahan penyakit sistemik. Setelah resusitasi dan pemberian antibiotik
IV, anak dinilai kesesuaiannya untuk dilanjutkan dengan radiografik versus
reduksi bedah. Dengan tidak adanya peritonitis, anak harus menjalani reduksi
radiografi. Jika peritonitis ada, atau jika anak tampak sakit sistemik, laparotomi
segera diindikasikan. Pada pasien yang stabil, enema udara bersifat diagnostik dan
kuratif, dan merupakan metode diagnosis serta pengobatan pada intususepsi.
93
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
94
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
95
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Patofisiologi
Megakolon kongenital atau Hirschsprung disease disebabkan oleh
malformasi pada system parasimpatis panggul yang mengakibatkan tidak adanya
sel ganglion di pleksus Auerbach dari segmen kolon distal. Hirschsprung disease
adalah hasil dari kecacatan dalam migrasi sel-sel puncak saraf (neural crest cell),
yang merupakan prekursor embrio dari sel ganglion usus. Dibawah kondisi
normal, sel-sel neural crest bermigrasi ke dalam usus dari cephalo ke caudal.
Proses ini diselesaikan pada minggu ke-12 kehamilan, sedangkan migrasi dari
midtransverse usus besar ke anus membutuhkan waktu 4 minggu. Selama periode
terakhir ini, janin paling rentan terhadap cacat dalam migrasi sel-sel krista saraf.
Ini mungkin menjelaskan mengapa Sebagian besar kasus aganglionosis pada
periode ini melibatkan rektum dan rektosigmoid. Panjang segmen aganglionik
usus ditentukan oleh daerah paling distal yang mencapai sel-sel puncak saraf yang
bermigrasi.9
Beberapa kasus yang jarang, aganglionosis total kolon dapat terjadi. Studi
terbaru telah menjelaskan dasar molekuler untuk penyakit Hirschsprung. Pasien
dengan penyakit Hirschsprung memiliki peningkatan frekuensi mutasi pada
beberapa gen, termasuk GDNF (Glial Cell Derived Neurotrophic Factor),
reseptornya Ret, atau ko-reseptornya Gfra-1. Investigasi awal menunjukkan
bahwa GDNF mempromosikan survival, proliferasi, dan migrasi populasi
campuran neural crest cell dalam kultur. Studi lain telah mengungkapkan bahwa
GDNF diekspresikan dalam usus sebelum migrasi neural crest cell dan bersifat
kemoattraksi untuk neural crest cell tersebut dalam kultur. Temuan ini
meningkatkan kemungkinan bahwa mutase pada gen GDNF atau Ret dapat
menyebabkan gangguan migrasi neural crest dalam rahim dan berkembang
menjadi Hirschsprung disease.9
96
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 3.3 Neural Crest Cells (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan
no).
d. Diagnosis
Diagnosis pasti pada Hirschsprung disease adalah dengan dilakukannya
biopsi rektal. Sampel berupa mukosa dan submukosa yang diperoleh pada 1 cm, 2
cm, dan 3 cm dari garis dentata. Tindakan ini dapat dilakukan di tempat tidur
tanpa anestesi pada periode neonatal, karena sampel diambil dari usus yang tidak
memiliki persarafan somatik sehingga tidak menyakitkan bagi anak. Pada anak
yang lebih besar, prosedur harus dilakukan dengan menggunakan sedasi IV.
Pemeriksaan patologi dan histopatologi Hirschsprung disease adalah tidak adanya
sel-sel ganglion di pleksus mienterikus, peningkatan pewarnaan
asetilkolinesterase, dan adanya berkas saraf yang hipertrofi.9
Penting untuk menggunakan barium enema pada anak-anak di yang
dicurigai diagnosis penyakit Hirschsprung. Tes ini dapat menunjukkan lokasi zona
transisi antara kolon ganglion yang melebar dan kolon distal yang menyempit
pada segmen rektal aganglionik. Tes ini disarankan dilakukan sebelum melakukan
irigasi rektal jika memungkinkan sehingga perbedaan ukuran antara usus
proksimal dan distal dapat dipertahankan. Barium enema tidak dapat diandalkan
dalam menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung, namun sangat berguna
dalam menyingkirkan penyebab lain dari obstruksi usus distal, seperti small left
colon syndrome (yang terjadi pada bayi dengan ibu diabetes), atresia kolon, dan
meconium plug syndrome. Barium enema pada total aganglionosis kolon dapat
menunjukkan pemendekan kolon. Beberapa ahli bedah telah menemukan
97
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
penggunaan manometri rektal juga membantu, terutama pada anak yang lebih
besar, meskipun relatof tidak akurat.9
Pada semua kasus diagnosis Hirschsprung disease membutuhkan
pembedahan. Pendekatan bedah klasik terdiri dari beberapa tahap. Kolostomi di
periode baru lahir, diikuti oleh tahap terapi definitive dengan pull-through
operation setelah berat badan anak di atas 10 kg. Prinsip-prinsip pengobatan dari
dilakukannya pull-through procedure pada Hirschsprung disease adalah untuk
mengkonfirmasi lokasi tempat transisi zona antara usus ganglion dan aganglionik
ada, reseksi segmen usus yang aganglionik, dan melakukan anastomosis usus
ganglionated ke anus.9
98
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Gambaran Klinis
Pemeriksaan fisik akan memperlihatkan adanya defek pada dinding
abdomen disertai dengan keluarnya organ intestinal dan lapisan visceral abdomen
yang dilapisi oleh peritoneum dan membran amnion. Ukuran defek bervariasi
mulai ukuran kecil sampai dengan defek berukuran besar yaitu lebih dari 4 cm.
Omfalokel dapat terjadi bersamaan dengan anomali lain, seperti pada pasien
ekstrofi kloaka (fissura vesikointestinal), anomali Beckwith-Wiedemann
(makroglosia, makrosomia, hipoglikemia, visceromegali, dan omfalokel),
Cantrell’s pentalogy (malformasi dinding thoraks inferior, ektopik kordis,
omfalokel epigastric, hernia diafragma anterior media dan anomali kardiak).9
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan kadar glukosa perlu
dilakukan terutama pada pasien omfalokel dengan sindrom Beckwith-
Wiedemann.9
d. Tatalaksana
Tatalaksana bayi dengan omfalokel dipengaruhi oleh ukuran defek.
Tatalaksana utama meliputi pengawasan terhadap tanda vital dan
mempertahankan suhu normal pada bayi tersebut. Jika fungsi respirasi baik, maka
dapat dilakukan penutupan primer.9
99
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
e. Prognosis
Prognosis pada bayi omfalokel bergantung seberapa besar defek yang
terjadi dan apakah bayi tersebut disertai dengan insufisiensi pulmonal. Secara
umum, bayi dengan omfalokel berukuran kecil sampai sedang memiliki prognosis
yang lebih baik dibandingkan bayi dengan omfalokel berukuran besar9.
b. Pemeriksaan Fisik
Tampilan secara klinis, gastroschisis berbeda dengan omfalokel, dimana
protusi organ cerna tidak memiliki lapisan pelindung dan defek biasanya
100
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
berukuran <4 cm. Defek pada gastroschisis biasanya terletak pada batas hubungan
antara umbilikus dengan kulit dan hampir selalu terletak di sisi kanan umbilicus.
Gastroschisis tidak disertai dengan anomali lain seperti pada pasien omfalokel,
meskipun 10% pasien gastroschisis disertai dengan atresia ani. Tampilan organ
cerna dapat memprediksikan waktu terjadinya defek pada saat in-utero. Defek
terjadi pada awal kehamilan ketika organ cerna yang mengalami protusi terlihat
menebal, edema, tertutupi oleh eksudat, dan telah terjadi perubahan warna.
Namun jika organ cerna terlihat normal, defek dinding abdomen terjadi saat fase
akhir kehamilan.9
c. Tatalaksana
Semua pasien dengan gastroschisis memerlukan tindakan pembedahan
urgensi. Beberapa pasien juga membutuhkan resusitasi cairan sebesar 160 – 190
cc/kg per hari untuk mengganti cairan yang secara evaporasi melalui defek
tersebut. Protusi organ cerna dapat dikembalikan ke dalam kavitas abdomen
melalui penutupan primer. Penutupan primer dilakukan dengan cara meregangkan
dinding abdomen secara mekanik melalui suction orogastric dengan dekompresi
foregut, irigasi rektum, dan evakuasi mekonium. Tindakan harus dilakukan secara
hati-hati untuk mencegah peningkatan tekanan intra-abdomen. Peningkatan
tekanan intra-abdomen mengakibatkan penekanan V. Cava Inf., gangguan
pernapasan, dan sindroma kompartemen abdomen. Untuk mencegah hal tersebut,
diperlukan monitoring tekanan dari vesica urinaria atau airway pressure selama
proses pengembalian organ cerna pada kavitas abdomen.9
Tindakan lain yang dapat dilakukan dengan cara penutupan bertahap
menggunakan suatu silo yang ditempatkan pada organ cerna dan sekaligus
mempertahankan bagian bawah fascia. Tindakan ini biasanya dilakukan pada bayi
gastroskisis dengan protusi organ cerna yang menebal, edema, tertutupi oleh
eksudat, telah terjadi perubahan warna, yang tidak memungkinkan untuk
dilakukan penutupan primer. Silo harus mampu menutup seluruh bagian organ
cerna dan memfasilitasi penurunan bertahap pada saat edema juga berkurang.
Tindakan pembedahan dapat dilakukan dalam waktu 1 sampai 2 minggu, dan
101
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Etiologi
Penyebab HPS belum dapat dijelaskan, namun beberapa penelitian
menyebutkan etabol merupakan etabo yang dapat menyebabkan HPS. Beberapa
penelitian etabol menyebutkan kejadian HPS disebabkan oleh kromosom
11q23.3 dan single-nucleotide polymorphism (SNP)9.
c. Gambaran Klinis
Bayi dengan HPS akan menunjukkan gejala berupa muntah tidak
mengandung cairan empedu dan memancar, intensitas muntah akan terus
bertambah semakin bertambahnya hari sampai minggu, hal ini disebabkan
semakin menebalnya otot pilorus gaster. Progresivitas penebalan otot pilorus
mengakibatkan obstruksi outlet gaster, dan jika obstruksi terjadi secara total, bayi
tidak mampu untuk mencerna makanan. Jika bayi sudah tidak mampu untuk
mencerna makanan, bayi akan memperlihatkan nafsu makan yang meningkat dan
akan terlihat dehidrasi. Karena penurunan masukan makanan serta minuman,
produksi urin semakin lama akan menurun diikuti dengan berkurangnya kentut.
Beberapa bayi akan akan memperlihatkan tampilan jaundice, hal ini disebabkan
oleh peningkatan bilirubin indirek, meskipun perjalanan keadaan patologis ini
belum dapat dijelaskan.9
102
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pada bayi akan memperlihatkan adanya massa di bagian
quadran kanan abdomen yang dapat di palpasi, terutama pada pasien dengan
obstruksi otot pilorus yang berat. Pemeriksaan inspeksi juga akan memperlihatkan
gelompang peristaltik gaster.9
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang utama yang dapat dilakukan untuk penegakkan
diagnosis pada pasien dengan HPS yaitu ultrasonografi (USG), dengan akurasi
diagnosis yaitu 95%. Diagnosis HPS melalui pemeriksaan USG pylorus yaitu
pemanjangan otot pilorus >16 mm dan tebal otot >4 mm. Jika terdapat keraguan
dalam penegakkan diagnosis, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan
radiografi dengan kontras, yang akan memperlihatkan gambaran waktu
pencernaan yang melambat terutama dari gaster menuju pilorus serta akan terlihat
penebalan dari otot pilorus. Pemeriksaan laboratorium akan memperlihatkan
gambaran hipokloremia, alkalosis metabolik, hipokalemia. Pemeriksaan urin akan
menunjukkan peningkatan Ph urin, namun jika hipokloremia memberat, Ph urin
akan mengalami penurunan.9
f. Tatalaksana
HPS bukan merupakan suatu kegawatdaruratan yang harus dilakukan
etaboli pembedahan segera, sehingga tatalaksana awal berfokus pada resusitasi
cairan dengan perbaikan elektrolit serta perbaikan alkalosis metabolik yang sering
terjadi pada bayi dengan HPS. Terapi cairan yang sering diberikan pada pasien
dengan HPS yaitu dextrose 5% dan saline 0,45% ditambah dengan cairan yang
mengandung K+ sebanyak 2 sampai 4 mEq/kgBB per hari, dengan kecepatan
pemberian 150 sampai 175 Ml/kgBB selama 24 jam. Selama resusitasi cairan,
produksi urin harus dipantau dan harus dijaga sampai produksi urin
(>2cc/kgBB/jam).9
103
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Setelah resusitasi cairan dilakukan dan keadaan umum bayi dengan HPS
membaik, dapat dilakukan tindakan pembedahan Fredet-Ramstedt
pyloromyotomy secara open atau melalui laporoskopi dengan insisi di atas
umbilikus atau insisi transversal di atas kuadran kanan atas. Insisi transversal
lebih memudahkan untuk mengakses bagian antrum dan pilorus gaster, sedangkan
pembedahan melalui laporoskopi memiliki hasil kosmetik yang lebih baik.
Tindakan pembedahan HPS dilakukan dengan memisahkan otot pilorus menjadi
dua bagian dan menyisakan bagian intak dari lapisan mukosa gaster. Setelah
tindakan pembedahan dilakukan, tatalaksana meliputi pemberian cairan secara IV,
kemudian dilanjutkan dengan Pedialyte, kemudian dilanjutkan pemberian makan
dengan ASI atau susu formula, yang dimana dosisnya dapat ditingkatkan secara
bertahap sampai 60 cc per 3 jam. Kebanyakan pasien dengan HPS dapat
dipulangkan dalam waktu 24 sampai 48 jam setelah tindakan pembedahan
dilakukan.9
g. Komplikasi
Komplikasi pada bayi HPS berasal dari tindakan pembedahan, meliputi
perforasi (dengan angka kejadian 30% dari total kasus), perdarahan, infeksi, HPS
berulang akibat miototomi yang tidak adekuat.9
104
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
MINGGU 4 UROLOGI
b. Gambaran Klinis
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung posisi atau letak batu,
besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.10
1) Keluhan paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang.
2) Batu yang terletak disebelah distal ureter dirasakan oleh pasien
sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing.
3) Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa
saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
4) Demam dicurigai suatu urosepsis.
105
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
e. Penatalaksanaan, meliputi:10
1) Medikamentosa
Ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, terapi yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran
urine dengan pemberian diuretikum, dan minum banyak.
2) ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy).
3) Endourologi.
4) Bedah laparoskopi.
5) Bedah terbuka.
f. Pencegahan, meliputi:10
1) Menghindari dehidrasi dengan minum dan diusahakan produksi urine
sebanyak 2-3 liter per hari.
2) Diet untuk mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu.
3) Aktifitas harian yang cukup.
Batu buli-buli
a. Gambaran klinis terdiri dari:10
1) Nyeri kencing/disuria hingga stranguria.
2) Perasaan tidak enak sewaktu kencing.
3) Kencing tiba-tiba berhenti kemudian menjadi lancer kembali dengan
perubahan posisi tubuh.
4) Nyeri saat miksi seringkali dirasakan pada ujung penis, skrotum,
perineum, pingggang, sampai kaki.
5) pada anak seringkali mengeluh adanya enuresis nokturna.
106
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Tatalaksana, meliputi:10
1) Litotripsi.
2) Vesikolitotomi.
3) Koreksi terhadap penyebab timbulnya stasis urin.
Batu Uretra
Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun ke buli-buli,
kemudian masuk ke uretra.10
a. Gambaran Klinis meliputi:10
1) Miksi tiba-tiba berhenti hingga terjadi retensi urin.
2) Didahului dengan nyeri pinggang.
3) Batu yang berada di uretra anterior sering kali dapat diraba oleh
pasien berupa benjolan keras di uretra pars bulbosa maupun
pendularis, atau kadang-kadang nampak di meatus uretra eksterna.
4) Batu yang berada pada uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum
atau rektum
b. Tatalaksana, meliputi10:
1) Tindakan untuk mengeluarkan batu tergantung pada posisi, ukuran,
dan bentuk batu. Seringkali batu yang ukurannya tidak terlalu besar
dapat keluar spontan.
2) Batu yang ukuranya besar dilakukan litotripsi
107
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
a. Retensi urine
1) Definisi
Retensi urine adalah ketidak mampuan seseorang untuk mengeluarkan
urine yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal
buli-buli terlampaui.10
2) Gambaran klinis, meliputi1:0
Pasien mengeluh tertahan kencing atau kencing keluar sedikit
sedikit.
Pada pemeriksaan fisik: pemeriksaan genetalia eksterna mungkin
teraba batu di uretra anterior, terlihat batu di meatus uretra
108
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Etiologi
Belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya etabolic a prostat.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH
adalah10:
1) Teori dihidrotestosteron.
2) Adanya ketidak seimbangan antara esterogen-testosteron.
3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat.
4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis).
5) Teori stem sel.
109
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Patofisiologi
Hiperplasia Prostat
110
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
f. Terapi10:
Tabel 4.1 Pilihan Terapi pada BPH (dikutip sesuai dengan aslinya dari
kepustakaan no.)
Invasif
Observasi Medikamentosa Operasi
Minimal
Menunggu Penghambat Prostatektomi terbuka TUMT
etabolic -α
Penghambat Endourologi TUBD
etabolic -α TUR P
Fitofarmaka TUIP Stent uretra
Hormonal TULP TUNA
Elektrovaporisasi
111
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 4.1 Tipe Hipospadia Berdasarkan Lokasi (dikutip sesuai dengan aslinya
dari kepustakaan no).
b. Kalsifikasi
Berdasarkan letak muara uretra setelah setelah dilakukan koreksi
korde, browne (1993) membagi hipospadia dalam tiga bagian besar.10
1) Hipospadi anterior terdiri atas tipe granular, subkoronal, dan penis
distal.
2) Hipospadi medius terdiri atas: midshaft, dan penis proksimal.
3) Hipospadi posterior terdiri atas: etabolic a, etabol, dan perineal.
112
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Tindakan
Tujuan operasi hipospadia adalah:10
1) Kosmetik penis sehingga fungsi miksi dan fungsi seksual normal
(ereksi lurus dan pancaran ejakulasi kuat).
2) Penis dapat tumbuh dengan normal.
Tahapan rekonstruksi adalah koreksi korde (ortoplasti), membuat
neouretra dari kulit penis (uretroplasti), dan membuat glans. Metode
rekonstruksi dapat meggunakan metode satu tahap hingga dua tahap10.
d. Komplikasi, meliputi10:
1) Fistula uretrokutan.
2) Stensis meatus uretra.
3) Striktura uretra.
4) Korde yang belum sepenuhnya terkoreksi.
5) Timbulnya divertikel uretra.
Epispadia
a. Definisi
Epispadia adalah suatu bentuk kecacatan ringan pada kelenjar
penutup penis sampai bagian penopubik yag ditandai dengan inkontinensia
total pada pria ataupun perempuan. Epispadia merupakan defek atau
kecacatan pada dinding dorsal uretra. 11
c. Manifestasi Klinis
113
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 4.2 Epispadia complete pada laki-laki (dikutip sesuai dengan aslinya dari
kepustakaan no).
d. Tatalaksana
Meskipun inkontinensia urin tetap menjadi masalah yang paling
signifikan untuk pasien etabolic , kecemasan tentang ketidak-adekuatan
dan alat kelamin yang tidak menarik masih menjadi perhatian terbesar bagi
pria pasien. Banyak teknik yang telah dilakukan dalam rekonstruksi penis
dan uretra pada pasien dengan etabolic . Metode perbaikan etabolic
saat ini pada ekstrofi kandung kemih adalah Cantwell-Ransley repair
(1989), modifikasi Cantwell-Ransley (1995), dan teknik penis
pembongkaran dijelaskan oleh Mitchell dan Bägli (1996). Terlepas dari
teknik bedah yang dipilih untuk rekonstruksi penis dalam pada etabolic ,
empat perhatian utama harus ditujukan untuk memastikan penis yang
fungsional dan baik secara kosmetik.11
114
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Patogenesis
Varikokel bisa menimbulkan gangguan proses spermatogenesis
melalui beberapa cara, antara lain:10
1) Terjadi stagnasi darah balik pada sirkulasi sehingga testis mengalami
hipoksia karena kekurangan oksigen.
2) Refluks hasil metabolit ginjal dan adrenal (antara lain katekolamin
dan prostaglandin) melalui vena spermatika interna ke testis.
3) Peningkatan suhu testis.
4) Adanya anastomosis antara pleksus pampiniformis kiri dan kanan,
memungkinkan zat-zat hasil metabolit tadi dapat dialirkan dari testis
kiri ke testis kanan, sehingga mengakibatkan gangguan
spermatogenesis testis kanan dan pada akhirnya terjadi infertilitas.
115
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Terapi
Hingga kini, masih terjadi silang pendapat di antara para ahli
tentang perlu tidaknya melakukan operasi bagi penderita varikokel. Di
antara mereka berpendapat, varikokel yang telah menimbulkan gangguan
116
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
e. Evaluasi
Pasca tindakan dilakukan evaluasi keberhasilan terapi, dengan
melihat beberapa indikator antara lain:10
1) Bertambahnya volume testis,
2) Perbaikan hasil analisis semen (yang dikerjakan setiap 3 bulan)
3) Atau pasangan tersebut hamil
Pada kerusakan testis yang belum parah, evaluasi pasca bedah
vasoligasi tinggi dari palomo didapatkan 80% terjadi perbaikan volume
testis, 60-80% terjadi perbaikan analisis semen, dan 50% pasangan
menjadi hamil.10
Hidrokel
a. Definisi
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara lapisan
parietalis viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di
dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi
dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.10
b. Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan
karena: (1) belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga
terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis (hidrokel
komunikans) atau (2) belum sempurnanya etabo limfatik di daerah
117
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Gambaran Klinis
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak
nyeri. Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya benjolan di kantong
skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan
menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau
kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan
pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara
klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu (1) hidrokel testis, (2)
hidrokel funikulus, dan (3) hidrokel komunikan.10
118
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Terapi
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1
tahun dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan
sembuh sendiri; tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar
perlu difikirkan untuk dilakukan koreksi. Tindakan untuk mengatasi cairan
hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan hidrokel tidak
dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat
menimbulkan penyulit berupa infeksi.10
Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah:
(1) hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah, (2)
indikasi kosmetik, dan (3) hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat
dan mengganggu pasien dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Pada
hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali
hidrokel ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi
hidrokel, sekaligus melakukan herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa
dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan eksisi dan marsupialisasi
kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong hidrokel
119
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
e. Penyulit
Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami
trauma dan hidrokel permagna bisa menekan pembuluh darah yang
menuju ke testis, sehingga menimbulkan atrofi testis.10
Fimosis
a. Definisi
Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat diretraksi
(ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh
sebagian besar bayi baru lahir karena terdapat adesi alamiah antara
prepusium dengan glans penis. Hingga usia 3-4 tahun penis tumbuh dan
berkembang, dan debris yang dihasilkan oleh epitel prepusium (smegma)
mengumpul di dalam prepusium dan perlahan-lahan memisahkan
prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala
membuat prepusium terdilatasi perlahan-lahan sehingga prepusium menjadi
retraktil dan dapat ditarik ke proksimal.10
b. Gambaran klinis
Fimosis menyebabkan gangguan aliran urin berupa sulit kencing,
pancaran urin mengecil, menggelembungnya ujung prepusium penis pd saat
miksi, retensi urin. Higiene lokal kurang bersih menyebabkan terjadinya
infeksi pada prepusium (postitis), infeksi pada glans penis (balanitis), atau
infeksi pada glans & prepusium penis (balanopostitis). Kadangkala pasien
dibawa berobat oleh orang tuanya karena ada benjolan lunak di ujung
penis yang tak lain adalah korpus smegma yaitu timbunan smegma di
dalam sakus prepusium penis. Smegma terjadi dari sel-sel mukosa
120
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
prepusium dan glans penis yang mengalami deskuamasi oleh bakteri yang
ada di dalamnya.10
c. Tindakan
Tidak dianjurkan melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan
pada fimosis, karena menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung
prepusium sebagai fimosis sekunder. Fimosis yang disertai balanitis
etaboli obliterans dapat dicoba diberikan salep deksametasone 0,1% yang
dioleskan 3 atau 4 kali. Diharapkan setelah pemberian selama 6minggu,
prepusium dapat diretraksi spontan.10
Pada Fimosis yang menimbulkan keluhan
miksi,menggelembungnya ujung prepusium saat miksi, atau fimosis yang
disertai postitis merupakan indikasi untuk dilakukan sirkumsisi. Tentunya
pada balanitis atau psostitis harus diberi antibiotika dahulu
sebelumsirkumsisi.10
Parafimosis
a. Definisi
Parafimosis adalah prepusium penis yang diretraksi sampai ke
sulkus korinarius tidak dapat dikembalikan pada keadaan semula dan
timbul jeratan pada penis dibelakang sulkus koronarius. Menarik (retraksi)
prepusium ke proksimal biasanya dilakukan pada saat
bersenggama/masturbasi atau sehabis pemasangan kateter. Jika
prepusim tidak secepatnya dikembalikan ke tempat semula,dapat
menyebabkan gangguan aliran balik vena superficial sedangkan aliran
arteri tetap berjalan normal.Hal ini menyebabkan edema glans penis dan
dirasakan nyeri. Jika dibiarkan bagian penis disebelah distal jeratan makin
membengkak yang akhirnya bisa mengalami nekrosis glans penis.10
b. Tindakan
121
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Torsio Testis
a. Pendahuluan
Torsio testis adalah terpelintirnya funikulus spermatikus yang
berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini
diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan
paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun).10
b. Patogenesis
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis
mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu
ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan
testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa
keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain
perubahan suhu yang mendadak, ketakutan, latihan yang berlebihan,
batuk, celana dalam yang terlalu ketat, defekasi, dan trauma yang
mengenai skrotum.10
Terpelintirnya funukulus spermatikus menyebabkan obtruksi aliran
darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemik.
Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.10
122
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Diagnosis Banding10
1) Epididimis akut. Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan
torsio testis. Nyeri skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan
suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus,
atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Jika dilakukan
elevasi (pengangkatan testis) testis, pada epididimis akut terkadang
nyeri akan berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada.
Pasien epididimis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada
123
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
e. Terapi10
1) Detorsi Manual: pengembaliaan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan
jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena
arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis
ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba
detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan
bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi behasil operasi harus tetap
dilaksanakan.
2) Operasi
Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengbalikan posisi testis pada arah
yang benar (reposisi) dan setelah setelah itu dilakukan dilakukan
penilaian penilaian viabilitas testis yang mengalami torsio, mungkin
masih viable atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup,
lakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian
disusul orkidopeksi pada testis kontralateral.
Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap
pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali,
124
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Karsinoma Prostat
a. Pendahuluan
Karsinoma prostat merupakan keganasan yang terbanyak diantara
keganasan etabo urogenitalia pria. Tumor ini menyerang pasien yang
berusia diatas 50 tahun, diantaranya 30% menyerang pria berusia 70-80
tahun dan 75% pada usia lebih dari 80 tahun. Kanker ini jarang menyerang
pria berusia sebelum 45 tahun. Insiden karsinoma prostat akhir-akhir ini
mengalami peningkatan karena:10
1) Meningkatnya umur harapan hidup
2) Penegakan diagnosis yang menjadi lebih baik, dan
3) Kewaspadaan tiap individu mengenai adanya keganasan prostat makin
meningkat karena informasi dari majalah, media elektronika, atau
internet.
b. Etiologi
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya
adenokarsinoma prostat adalah:10
1) Predisposisi genetik
2) Pengaruh hormonal
3) Diet
4) Pengaruh lingkungan
5) Infeksi
Kemungkinan untuk menderita kanker prostat menjadi dua kali jika
saudara laki-lakinya menderita penyakit ini. Kemungkinannya naik
125
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
menjadi lima kali jika ayah dan saudaranya juga menderita. Hal tersebut
menunjukkan adanya faktor genetika yang melandasi terjadinya kanker
prostat.10
Diet yang banyak mengandung lemak, susu yang berasal dari
binatang, daging merah, dan hati diduga meningkatkan kejadian kanker
prostat. Beberapa nutrisi diduga dapat menurunkan insidens kanker
prostat, diantaranya adalah: vitamin A, beta karotin, isoflavon atau
fitoestrogen yang banyak terdapat pada kedelai, likofen, selenium, dan
vitamin E. Kebiasaan merokok dan paparan bahan kimia kadmium yang
banyak terdapat pada alat listrik dan baterai berhubungan erat dengan
timbulnya kanker prostat.10
c. Penyebaran
Tumor yang berada pada kelenjar prostat tumbuh menembus
kapsul prostat dan mengadakan infiltrasi ke organ sekitarnya. Penyebabran
secara limfogen melalui kelenjar limfe pada daerah pelvis menuju kelenjar
limfe retroperitoneal dan penyebaran secara hematogen melalui vena
vertebralis menuju tulang-tulang pelvis, femur sebelah proksimal, vertebra
lumbalis, kosta, paru, hepar, dan otak. Metastasis ke tulang pada umumnya
merupakan proses osteoblastik, meskipun kadang-kadang bisa juga terjadi
proses osteolitik10.
d. Gambaran klinis
Pada kanker prostat stadium dini, seringkali tidak menunjukkan
gejala atau tanda klinis. Tanda itu biasanya muncul setelah kanker berada
pada stadium yang lebih lanjut. Kanker prostat stadium Dini biasanya
ditemukan pada saat pemeriksaan colok dubur berupa nodul keras pada
prostat atau secara kebetulan ditemukan adanya peningkatan kadar
penanda tumor PSA (prostate specific antigens) Pada saat pemeriksaan
laboratorium. Kurang lebih 10% pasien yang datang berobat ke dokter
mengeluh adanya gangguan saluran kemih berupa kesulitan miksi, Nyeri
126
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
e. Stadium
Tingkat infiltrasi dan penyebaran tumor berdasarkan system TNM
adalah seperti terlihat pada gambar:10
Organ T1 T2
Confirmed (Non palpable tumor atau
(tumor incidental)
terbatas pada Secara kebetulan karsinoma Pada colok dubur teraba
prostat) prostat ditemukan nodul keras yang
pada hasil masih terbatas
pemeriksaan intrakapsuler
histopatologi setelah (prostat)
TRUP pada BPH
127
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Invasi Lokal T3
Tumor mengadakan invasi
ke vesikula
seminalis
T4
Tumor mengadakan invasi
ke organ lain selain
ke vesikula
seminalis (leher buli-
buli, sfingter
eksternal dan etabo)
128
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
g. Penanda Tumor
Untuk membantu menegakkan diagnosis suatu adenokarsinoma
prostat dan mengikuti perkembangan penyakit tumor ini terdapat beberapa
penanda tumor, yaitu:10
1) PAP (prostatic acid phosphatase) dihasilkan oleh sel asini prostat dan
disekresikan ke dalam etabol prostat, dan
2) PSA (prostate etaboli antigens) yaitu suatu glikoprotein yang
dihasilkan oleh sitoplasma sel epitel prostat, dan berperan dalam
melakukan likuefaksi cairan semen. Pada proses keganasan prostat,
PSA akan menembus basal etaboli sel epitel dan beredar melalui
pembuluh vaskuler, yang selanjutnya kadarnya meningkat pada
pemeriksaan darah perifer. PSA berguna untuk melakukan deteksi dini
adanya kanker prostat dan evaluasi lanjutan setelah terapi kanker
prostat.
h. Pemeriksaan Pencitraan10
1) USG transrektal (TRUS): pada pemeriksaan ultrasonografi dapat
diketahui adanya area hipoekoik (60%) yang merupakan salah satu
tanda adanya kanker prostat dan sekaligus mengetahui kemungkinan
adanya ekstensi tumor ke ekstrakapsular.
2) CT Scan dan MRI. CT scan diperiksa jika dicurigai adanya metastasis
pada limfonodi (N), yaitu pada pasien yang menunjukkan Skor
gleason tinggi (>7) atau kadar PSA tinggi. Dibandingkan dengan
ultrasonografi etabolic a, MRI lebih akurat dalam menentukan luas
ekstensi tumor ke ekstrakapsular atau ke vesikula seminalis.
129
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
i. Terapi
Tindakan yang dilakukan terhadap pasien kanker prostat
tergantung pada stadium, umur harapan hidup, dan derajat
diferensiasinya.10
130
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Striktur Uretra
131
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
a. Definisi
Striktur uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis
pada dindingnya. Penyempitan lumen ini disebabkan karena dindingnya
mengalami fibrosis dan pada tingkat yang lebih parah terjadi fibrosis
korpus spongiosum.10
b. Etiologi
Striktura uretra dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada
uretra, dan kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan
striktura uretra adalah Infeksi oleh kuman gonokokus yang telah
menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Keadaan ini sekarang
jarang dijumpai karena banyak pemakaian antibiotika untuk memberantas
uretritis. Trauma yang menyebabkan striktur uretra adalah trauma tumpul
pada selangkangan (straddle injury), fraktur tulang pelvis dan
instrumentasi atau tindakan transuretra uretra yang kurang hati-hati.
Tindakan yang kurang hati-hati pada pemasangan kateter dapat
menimbulkan salah jalan (false route) yang menimbulkan kerusakan uretra
dan menyisakan struktural di kemudian hari; demikian pula fiksasi kateter
yang tidak benar pada pemakaian kateter menetap menyebabkan
penekanan kateter pada perbatasan uretra bulbo-pendular yang
mengakibatkan penekanan uretra terus-menerus, menimbulkan hipoksia
uretra daerah itu yang pada akhirnya menimbulkan fistula atau striktura
uretra.10
c. Patofisiologi
Proses radang akibat trauma atau infeksi pada uretra akan
menyebabkan terbentuknya jaringan sikatrik pada uretra. Jaringan sikatriks
pada lumen uretra menimbulkan hambatan aliran urine hingga retensi
urine. Aliran urine yang sumbat mencari jalan keluar di tempat lain di
sebelah proksimal struktural dan akhirnya mengumpul di rongga
periuretra.10
132
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 4.4 Derajat Penyempitan Lumen (Striktur) Uretra (dikutip sesuai dengan
aslinya dari kepustakaan no).
e. Pemeriksaan Penunjang
Untuk mengetahui pola pancaran urine secara objektif, dapat diukur
dengan cara sederhana atau dengan memakai alat uroflometri. Derasnya
pancaran dapat diukur dengan membagi volume urine yang dikeluarkan
pada saat miksi dibagi dengan lama proses miksi. Kecepatan pancaran pria
normal adalah 20 ml/detik. Jika kecepatan pancaran kurang dari 10
ml/detik menandakan ada obstruksi.10
Untuk melihat letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra
dibuat foto uretrografi. Lebih lengkap lagi mengenai etabol striktura
adalah dengan membuat foto bipolar sisto-uretrografi dengan cara
memasukkan bahan kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara
retrograde dari uretra.10
133
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
f. Terapi
Jika pasien datang karena retensi urine, secepatnya dilakukan
sistostomi suprapubik untuk mengeluarkan urine. Jika dijumpai abses
periuretra dilakukan insisi dan pemberian antibiotika. Tindakan khusus
yang dilakukan terhadap Tritura uretra adalah:10
1) Businasi (dilatasi) dengan busi logam yang dilakukan secara hati-hati.
Tindakan yang kasar tambah akan merusak uretra sehingga
menimbulkan luka baru yang pada akhirnya menimbulkan striktura
lagi yang lebih berat. Tindakan ini dapat menimbulkan salah jalan
(false route).
2) Uretrotomi Interna: memotong jaringan sikatriks uretra dengan pisau
Otis atau pisau Sachse. Otis dikerjakan jika belum terjadi striktura
total, sedangkan pada striktura yang lebih berat, pemotongan striktura
dikerjakan secara visual dengan memakai pisau sachse.
3) Uretrotomi eksternal: tindakan operasi terbuka berupa pemotongan
jaringan fibrosis, kemudian dilakukan anastomosis di antara jaringan
uretra yang masih sehat.
Pada striktur yang panjang dan buntu total, seringkali diperlukan beberapa
tahapan operasi yakni, tahap pertama dengan membelah uretra dan
membiarkan untuk epitelisasi (johanson I) dan dianjurkan pada tahap
dengan membuat neouretra (Johanson II).10
g. Penyulit
Obstruksi uretra yang lama menimbulkan statis urine dan
menimbulkan berbagai penyulit, diantaranya adalah: infeksi saluran
134
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
h. Prognosis
Striktura uretra kerap kali kambuh, sehingga pasien harus sering
menjalani pemeriksaan yang teratur oleh dokter. Penyakit ini dikatakan
sembuh jika setelah dilakukan observasi selama 1 tahun tidak
menunjukkan tanda-tanda kekambuhan. Setiap kontrol dilakukan
pemeriksaan pancaran urin yang langsung dilihat oleh dokter atau dengan
rekaman uroflowmetri. Untuk mencegah timbulnya kekambuhan
seringkali pasien harus menjalani beberapa tindakan, antara lain: 1)
dilatasi berkala dengan busi, dan 2) kateterisasi bersih mandiri berkala
(KBMB) atau CIC (clean intermiten catheterization) yaitu pasien
dianjurkan untuk melakukan kateterisasi secara etaboli pada waktu
tertentu dengan kateter yang bersih (tidak perlu steril) guna mencegah
timbulnya kekambuhan striktur.10
Retensi Urin
a. Pendahuluan
Retensi urin adalah tidak mampuan seseorang untuk mengeluarkan
urine yang terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-
buli terlampaui. Proses miksi terjadi karena adanya koordinasi harmonik
antara otot detrusor buli-buli sebagai penampung dan pemompa urine
dengan uretra yang bertindak sebagai pipa untuk menyalurkan urine.
Beberapa penyebab retensi urine yaitu:10
1) Kelemahan otot detrusor: pada pasien dengan kelainan medula
spinalis, kelainan saraf perifer
2) Koordinasi antara dan uretra: pada pasien denga cedera cauda equina
3) Hambatan obstruksi ureter: gumpalan darah, sklerosis leher buli-buli,
hiperplasia prostat, karsinoma prostat, striktur uretra, batu uretra, klep
uretra, cedera uretra, fimosis, parafimosis, stenosis meatus uretra
135
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Gambaran klinis
Pasien mengeluh tertahan kencing atau kencing keluar sedikit-
sedikit (titik keadaan ini harus dibedakan dengan Inkontinensia paradoksa
yaitu keluarnya urine secara menetes, tanpa disadari, dan tidak mampu
ditahan oleh pasien). Selain itu tampak benjolan kista pada perut sebelah
bawah dengan disertai rasa nyeri yang hebat.10
Pemeriksaan pada genitalia eksterna memungkinkan teraba batu di
uretra anterior, terlihat batu di meatus uretra eksternum, teraba
spongiofibrosis di sepanjang uretra anterior, terlihat fistel atau abses di
uretra, fimosis/parafimosis, atau terlihat darah keluar dari uretra akibat
cedera uretra. Pemeriksaan colok dubur setelah buli-buli dikosongkan
ditujukan untuk mencari adanya hiperplasia Prostat atau karsinoma prostat,
dan pemeriksaan refleks bulbocavernosus untuk mendeteksi adanya buli
neurogenik.10
Pemeriksaan foto polos perut menunjukkan bayangan buli-buli
penuh mungkin terlihat bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-
buli. Pada pemeriksaan uretrografi tampak adanya striktur uretra.10
c. Penatalaksanaan
Urine yang tertahan lama di dalam buli-buli secepatnya harus
dikeluarkan karena jika dibiarkan akan menimbulkan beberapa masalah
antara lain: mudah terjadi infeksi saluran kemih, kontraksi otot buli-buli
menjadi lemah dan timbul hidroureter dan hidronefrosis yang selanjutnya
dapat menimbulkan gagal ginjal. Urine dapat dikeluarkan dengan cara
kateterisasi atau sistostomi. Tindakan penyakit primer dikerjakan setelah
keadaan pasien stabil.10
Untuk kasus tertentu mungkin tidak perlu pemasangan kateter
terlebih dahulu melainkan dapat langsung dilakukan tindakan definitif
136
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
137
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
138
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Penatalaksanaan FAM
Terapi untuk FAM tergantung dari beberapa hal sebagai
berikut:12,13
1) Ukuran
2) Terdapat rasa nyeri atau tidak
3) Usia pasien
4) Hasil biopsi
Terapi dari FAM dapat dilakukan dengan operasi pengangkatan
tumor tersebut. Operasi tidak akan merubah bentuk dari payudara, tetapi
hanya akan meninggalkan luka atau jaringan parut yang nanti akan diganti
oleh jaringan normal secara perlahan.
TUMOR FILODES
Tumor filodes merupakan neoplasma jinak yang bersifat menyusup
secara lokal dan mungkin ganas, pertumbuhannya bisa lebih cepat. Tumor
pada mammae dengan karakteristik:12,13
1) Bentuk bulat atau oval
2) Batas tegas
3) Besar >5 cm
4) Permukaan dapat berbenjol-benjol
5) Tidak melekat dengan kulit atau m.pektoral sangat mobil dalam
korpus mamma
6) Tidak ada tanda invasi atau metastase
7) Vena subkutan melebar
DISPLASIA MAMMA
a. Tanpa tumor yang jelas, keluhan meliputi: 12,13
1) Keluhan nyeri pada mamma yang siklis sesuai dengan siklus
menstruasi. Nyeri pada mamma pra menstruasi dan menghilang
setelah menstruasi.
139
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Epidemiologi
Satu dari delapan wanita (yaitu, 12%) di Amerika Serikat (AS)
akan didiagnosis dengan kanker payudara dalam hidupnya, dan 20%
hingga 25% di antaranya didiagnosis DCIS. Pada tahun 2016, diperkirakan
61.000 kasus DCIS didiagnosis di AS. Meluasnya penggunaan skrining
mamografi telah menghasilkan peningkatan 10 kali lipat dalam insiden
140
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
A B C D
Gambar 5.1 Pola Pertumbuhan DCIS, yang paling umum termasuk cribriform
(A), micropapilary (B), papiler (C), dan padat (D). (dikutip sesuai dengan aslinya
dari kepustakaan no).
d. Diagnosa
Sebagian besar pasien dengan DCIS datang dengan massa teraba,
penebalan puting susu atau keluarnya cairan, atau penyakit paget pada
141
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
142
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
e. Pengobatan
Setelah didiagnosis, tatalaksana bedah yang dapat dilakukan antara lain:12–14
1) Operasi konservasi seperti: mastektomi, lumpektomi, atau eksisi lokal
luas.
2) Terapi radiasi untuk meningkatkan kontrol lokal
3) Terapi endokrin pasca operasi dengan tamoxifen atau inhibitor
aromatase juga harus dipertimbangkan untuk pasien yang tumornya
adalah hormon (estrogen dan/atau progesteron) reseptor positif.
143
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Diagnosa
LCIS biasanya tidak terdeteksi oleh pemeriksaan fisik atau
mamografi, LCIS sering ditemukan secara tidak sengaja dalam spesimen
biopsi payudara. Oleh karena itu, klinis pasien neoplasia lobular mirip
dengan pasien fibroadenoma, penyakit duktus jinak, DCIS, atau kanker
payudara invasif. Pasien yang didiagnosis dengan neoplasia lobular harus
menjalani mamografi diagnostik bilateral untuk menyingkirkan kelainan
lain di payudara. Ultrasonografi juga berguna dalam mengevaluasi temuan
yang mencurigakan.12–14
c. Penatalaksanaan
Pilihan penatalaksanaan antara lain:12–14
1) Surveilans seumur hidup,
2) total bilateral mastektomi dengan rekonstruksi, atau
3) farmakologis pengurangan risiko dengan pengobatan anti-estrogen.
144
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Epidemiologi
Kanker payudara menjadi kanker yang paling umum didiagnosis
dan yang kedua penyebab paling umum kematian terkait kanker di
kalangan wanita di Amerika Serikat. The American Cancer Society
memperkirakan bahwa pada tahun 2016, sekitar 246.660 kasus baru
kanker payudara invasif didiagnosis dan hampir 40.450 kematian terkait
kanker payudara terjadi. Saat ini, resiko wanita terkena kanker payudara
selama hidupnya adalah 1:8 atau 12%. dibandingkan dengan 1:11 di tahun
1970-an.12–14
c. Faktor Resiko
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko mengembangkan
kanker payudara, antara lain adalah usia, kecenderungan genetik, riwayat,
penyakit payudara proliferatif, paparan radiasi sebelumnya, atau riwayat
keluarga kanker payudara, dan paparan hormon. Kanker payudara akibat
mutasi genetik menyumbang 5% hingga 10% dari penyebab semua kanker
payudara. Beberapa mutasi telah diidentifikasi memiliki peningkatan
hubungan dengan risiko kanker payudara. Ini termasuk BRCA1, BRCA2,
PALB2, CHEK2, p53 (Li-Fraumeni sindrom), PTEN (penyakit sapi),
ATM, CDH1, STK11 (Peutz– sindrom Jeghers) dan sindrom Lynch.12–14
d. Diagnosis
145
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
146
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
147
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
e. Staging
Setelah diagnosis kanker payudara, pasien secara klinis
dikategorikan menggunakan pedoman American Joint Committee on
Cancer (AJCC). Sistem stadium kanker payudara AJCC TNM telah
diperbarui pada tahun 2017 dan diterbitkan dalam edisi kedelapan Manual
Staging Kanker AJCC. Klasifikasi TNM dan pengelompokan stadium,
meliputi:12–14
148
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
149
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 5.2 TNM Dan Staging Kanker Payudara (dikutip sesuai dengan aslinya
dari kepustakaan no).
d. Penatalaksanaan Lokal/Regional
Terapi pada kanker payudara harus didahului dengan diagnosa
yang lengkap dan akurat (termasuk penetapan stadium). Diagnosa dan
terapi pada kanker payudara haruslah dilakukan dengan pendekatan
humanis dan komprehensif. Terapi pada kanker payudara sangat
ditentukan luasnya penyakit atau stadium dan ekspresi dari agen
biomolekuler atau biomolekuler-signaling. Terapi pada kanker payudara
selain mempunyai efek terapi yang diharapkan, juga mempunyai beberapa
efek yang tak diinginkan (adverse effect), sehingga sebelum memberikan
terapi haruslah dipertimbangkan untung ruginya dan harus
dikomunikasikan dengan pasien dan keluarga. Selain itu juga harus
dipertimbangkan mengenai faktor usia, co- morbid, evidence-based, cost
effective, dan kapan menghentikan seri pengobatan sistemik termasuk end
of life isssues.12–14
150
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
151
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
152
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
153
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
154
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Tumor Sel Hürthle adalah neoplasma yang terdiri dari sel onkositik, dengan
sitoplasma granuler dan etabol besar terletak di tengah dan sering disertai
etabolic prominen. Istilah “Hürthle” lebih sering digunakan daripada “onkositik”.
Tumor Sel Hürthle biasanya tidak berkapsul. Sel tumor memiliki mitokondria
yang besar dan memiliki lebih banyak etabo mitokondria DNA dibandingkan
tumor sel non-Hürthle. Selain itu, tumor ini mempunyai profil etabol, klinis,
patologi, dan gambaran molekuler yang berbeda dari dari tumor tiroid lainnya15.
b. Patologi
Karsinoma tiroid dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori
utama. Karsinoma tiroid berdiferensiasi baik, yang meliputi papillary
thyroid carcinoma (PTC) dan follicular thyroid carcinoma (FTC),
menyumbang etaboli besar penyakit. Karsinoma berdiferensiasi buruk
termasuk medullary thyroid carcinoma (MTC) dan anaplastic thyroid
carcinoma (ATC), yang hanya mencakup 5% - 6% dari kasus kanker
155
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
tiroid. Tumor primer yang jarang dari kelenjar tiroid yang jarang terjadi
adalah limfoma, karsinoma sel skuamosa, dan etabol. Tiroid dapat
berfungsi sebagai situs metastasis untuk keganasan lain (paling sering sel
ginjal, paru-paru, atau payudara)14.
Gambar 5.3 Klasifikasi Patologi Karsinoma Tiroid (dikutip sesuai dengan aslinya
dari kepustakaan no).
156
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Diagnosis
Patologi tiroid sering didiagnosis secara kebetulan, selama
pemeriksaan fisik/palpasi rutin atau dengan pencitraan leher yang
dilakukan untuk masalah yang tidak terkait (computed tomography, USG
leher, positron emission tomography, atau ultrasonography).
Ultrasonografi resolusi tinggi dapat mendeteksi nodul tiroid hingga 68%
dari individu yang dipilih secara acak. Kadang-kadang, pasien mungkin
mencari pengobatan untuk gejala massa leher yang teraba, simtomatologi
kompresif, atau perubahan suara/menelan. Disfagia, disfonia, dispnea, atau
hemoptisis yang signifikan dapat terjadi akibat invasi lokal dan dapat
menandakan patologi agresif. Harus diperhatikan apakah ada etabol
pajanan radiasi sebelumnya, etabol keluarga dengan tiroid atau keganasan
endokrin lainnya, etabol pribadi keganasan, atau operasi leher
sebelumnya harus dicatat dalam pemeriksaan fisik awal. Adanya nyeri
pada palpasi, flushing yang signifikan atau diare dapat meningkatkan
kemungkinan diagnosis MTC. Evaluasi radiografi kelenjar tiroid dan
kompartemen serviks sentral dan lateral merupakan bagian penting dari
pemeriksaan nodul tiroid. Ultrasonografi adalah modalitas yang lebih
sering dipakai, namun pencitraan cross-sectional dapat memberikan
informasi tambahan, terutama dalam kasus keganasan lanjut. Derajat
ekstensi leher harus dievaluasi sebelum setiap perencanaan pembedahan,
seperti halnya fungsi pita suara14.
Penilaian laboratorium awal fungsi tiroid harus mencakup
pengukuran etabol perangsang tiroid (TSH). Setelah nodul tiroid
diidentifikasi, keberadaan keganasan harus disingkirkan jika sesuai, hal ini
dipandu oleh penampilan ultrasonografi dari lesi. American Thyroid
Association Guidelines tahun 2015 merekomendasikan etabo FNA
157
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Tatalaksana
Setelah keganasan tiroid didiagnosis secara etabolic , reseksi
bedah harus dipertimbangkan. Tujuannya tetap pembersihan lengkap
penyakit dengan morbiditas minimal atau hilangnya fungsi. Perawatan
bedah yang tepat akan memungkinkan skrining pasca operasi yang cermat,
terapi etaboli jika perlu, dan meminimalkan kemungkinan kekambuhan
penyakit. Mengingat tingkat kematian yang rendah terkait dengan PTC,
kekambuhan penyakit yang mempengaruhi rencana perawatan bedah yang
optimal untuk etaboli besar pasien. Untuk pasien dengan PTC berukuran
lebih besar dari 1 cm, operasi secara historis terdiri dari tiroidektomi total
158
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
yang tentunya tetap merupakan operasi yang tepat untuk kanker tiroid
berdiferensiasi baik (WDTC) risiko tinggi14.
Pedoman ATA 2015 direvisi untuk menyatakan bahwa dalam 1
hingga 4 cm WDTC tanpa ekstensi ekstra-tiroid atau metastasis kelenjar
getah bening, baik lobektomi atau tiroidektomi total adalah pengobatan
yang dapat diterima. Dari studi yang tersedia, etaboli besar retrospektif,
tiroidektomi total memang memiliki sedikit, tetapi peningkatan signifikan
secara etabolic dalam kelangsungan hidup bebas penyakit. Dari sudut
pandang onkologi, baik lobektomi atau tiroidektomi total memiliki
kelangsungan hidup spesifik penyakit yang serupa. Rendahnya insiden
cedera ecurrent laryngeal nerve (RLN) atau hipoparatiroidisme permanen
(2%) dalam operasi yang dilakukan oleh ahli bedah berpengalaman
membuat tiroidektomi total menjadi pilihan yang masuk akal untuk risiko
rendah, ukuran 1 hingga 4 cm bila dilakukan oleh kelompok bedah yang
berpengalaman14.
Staging
The 8th edition (2016) of the AJCC memodifikasi definisi tumor
primer dan metastasis kelenjar getah bening regional. Secara umum,
159
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
160
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 5.4 AJCC Staging system (dikutip sesuai dengan aslinya dari
kepustakaan no).
e. Pengawasan
Kebanyakan kekambuhan DTC terjadi dalam 5 tahun pertama
setelah awal pengobatan, tetapi kekambuhan juga dapat terjadi beberapa
etabo kemudian. Pasien dengan PTC sering kambuh secara etabolic ar
di leher, sedangkan pasien dengan FTC lebih sering terjadi di tempat yang
161
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
jauh. MTC dapat berulang secara lokal atau jauh. Situs paling umum dari
metastasis jauh untuk tiroid kanker adalah paru-paru, tulang, jaringan
lunak, otak, hati, dan kelenjar adrenal. Metastasis paru lebih sering terjadi
pada pasien muda, sedangkan tulang metastasis lebih sering terjadi pada
pasien yang lebih tua. Pemeriksaan fisik menyeluruh dan ultrasonografi
harus dilakukan untuk mendeteksi kekambuhan locoregional di tempat
tidur bedah atau cekungan kelenjar getah bening yang berdekatan. Nilai Tg
biasanya turun setelah tiroidektomi dan ablasi dan berfungsi sebagai
etabolic etabolic dari rekurensi atau penyakit persisten. Namun, penting
untuk diingat bahwa Tg produksi bergantung pada TSH; oleh karena itu,
kadar TSH dapat mempengaruhi sensitivitas pengukuran Tg dalam
mendeteksi penyakit14.
162
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Gambaran Klinis
Tumor yang timbul dari tangan dan pergelangan tangan biasanya muncul
sebagai massa yang tidak nyeri. Massa kulit dan subkutan sering terlihat lebih
awal, terutama di atas dorsum di mana kulit tipis dan lentur, dan dapat menjadi
nyeri jika terletak di atas tonjolan tulang atau jika mengganggu genggaman dan
cubitan. Tumor subungual dapat menyebabkan nyeri, kelainan bentuk kuku, atau
pendarahan. Massa yang lebih dalam terkait dengan saraf dapat menghasilkan
gejala sensorik (misalnya, mati rasa, parestesia, dan nyeri) atau gejala etabol
(misalnya, kelemahan, atrofi otot). Tumor yang muncul di sekitar sendi dapat
menyebabkan kekakuan sendi, dan massa yang muncul di sekitar selubung fleksor
dapat menyebabkan pemicu. Akhirnya, tumor tulang dapat muncul dengan nyeri
akut dan pembengkakan setelah fraktur patologis16.
Selain itu, etabol medis dan keluarga yang terperinci serta informasi
mengenai pekerjaan, rekreasi, perjalanan, dan aktivitas seksual berguna etabo
163
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Pemeriksaan Fisik
Hal-hal berikut yang mencakup16:
Usia
Onset dan laju perkembangan massa
Gejala terkait (nyeri, mati rasa dan/atau kelemahan)
Faktor risiko
Selain itu, etabol medis dan keluarga yang terperinci serta informasi
mengenai pekerjaan, rekreasi, perjalanan, dan aktivitas seksual berguna etabo
mempertimbangkan berbagai diagnosis banding. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi hasil fungsional setelah operasi termasuk dominasi tangan,
pekerjaan, aktivitas rekreasi, dan status fungsional umum juga harus
didokumentasikan16.
164
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi polos, adalah modalitas utama untuk mengevaluasi tumor
tangan. Untuk tumor jaringan lunak, kalsifikasi jaringan lunak, scalloping tulang,
dan erosi harus dicari. Berikut ini harus dinilai untuk lesi tulang: tulang yang
terkena, lokasi di dalam tulang (diaphyseal, metaphyseal, epiphyseal), matriks
tumor, margin, reaksi periosteal, fraktur, dan adanya komponen jaringan lunak.
Karena anatomi rangka yang kompleks dari karpus dan sendi radioulnar distal, CT
scan, yang memberikan resolusi yang lebih baik dan anatomi tulang tiga dimensi,
sering diperlukan untuk menambah sinar-X untuk menilai perubahan tulang
dengan benar16.
Ultrasonografi adalah modalitas murah dan tersedia yang dapat membantu
menilai sifat massa (padat versus kistik), vaskularisasi, dan lokasi etaboli massa.
Bahkan memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada pemindaian magnetic
resonance imaging (MRI). Namun, ini tergantung pada operator dan
kemampuannya terbatas untuk mengevaluasi massa yang lebih kompleks, dan
sulit untuk membedakan antara massa jinak dan ganas hanya dengan USG.
MRI tetap menjadi modalitas utama untuk pencitraan massa jaringan lunak
yang kompleks. Ini memainkan peran penting dalam karakterisasi aktivitas tumor,
dengan peningkatan kontras yang etabolic serta edema perilesional yang
menunjukkan tumor agresif lokal. Selain itu, MRI dapat digunakan untuk menilai
respons terhadap terapi ajuvan dan mencari kekambuhan lokal di tempat tidur
bedah. MRI juga dapat menggambarkan kompartemen jaringan lunak dan
hubungan massa dengan struktur etabolic ar yang sangat penting etabo
merencanakan eksisi bedah massa, terutama di tangan16.
165
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
keduanya. Saat melakukan etabo bedah untuk tumor, etabo-faktor berikut perlu
dipertimbangkan16:
1) Diagnosis dugaan
2) Rencana perawatan etabolic (limb salvage versus amputasi)
3) Siapa yang akan melakukan pengobatan etabolic , dan di mana harus
dilakukan (dan haruskah pasien dirujuk ke sana untuk etabo)
4) Apakah layanan dukungan tambahan (misalnya, bagian beku, patologi
khusus, imunohistokimia, dan etabolic molekuler) diperlukan dan
tersedia
5) Jarum inti versus etabo insisional terbuka versus etabo eksisi
f. Tatalaksana
Eksisi marginal cukup untuk hampir semua tumor jaringan lunak jinak. Ini
dilakukan segera di sekitar kapsul tumor, pada interfase dengan jaringan normal.
Eksisi luas, yang melibatkan eksisi tumor melalui margin jaringan normal,
mungkin diperlukan untuk beberapa tumor jinak tetapi agresif lokal seperti tumor
desmoid16.
Kuretase dan eksisi intralesi dilakukan untuk etaboli besar tumor tulang
jinak seperti enkondroma, dalam upaya untuk mempertahankan tulang sebanyak
mungkin. Untuk tumor tulang agresif lokal seperti tumor sel raksasa, pengobatan
ajuvan lokal menggunakan teknik seperti cryosurgery atau fenol ditambahkan
untuk mengurangi tingkat kekambuhan lokal16.
Eksisi tumor dengan margin kotor dan mikroskopis negatif. Untuk
sarkoma, tidak ada batas yang disepakati secara universal, tetapi secara umum, 1
cm jaringan lunak, atau lapisan anatomi yang sesuai seperti fasia, dapat diterima.
8-10 Margin yang lebih dekat dapat diterima untuk mempertahankan struktur
neurovaskular kritis yang tidak terlibat oleh tumor. Di tangan, margin selalu
sempit karena kedekatan struktur kritis16.
Radioterapi dan/atau kemoterapi praoperasi dapat dipertimbangkan untuk
tumor-tumor besar dan/atau bermutu tinggi tertentu, untuk menurunkan
stadiumnya dan memungkinkan reseksi bedah yang efektif. Namun, ada risiko
166
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
g. Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk massa tangan dan pergelangan tangan, dan ini
termasuk patologi etabolic ar seperti infeksi (misalnya, etabolic ar , artritis
etabo), trauma, kondisi autoimun (misalnya, rheumatoid arthritis), dan masalah
metabolisme (misalnya, asam urat, kalsinosis)16.
167
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Gambaran Klinis
1) Tumor (T): berdasarkan ABC rule of New York (NY University
Melanoma Cooperative Group), tumor dapat dilihat melalui beberapa
penilaian yaitu16:
A: Asymmetry
B: Border irregularity / distinctiveness
C: Color variation
D: Diameter > 6 mm
E: Elevation / Evolution (change in colour, size & shape)
F: Finding a new pigmented lesion, especially in person > 40 years
2) Lokasi: tempat yang sering terlewatkan
Telapak kaki / tangan
Bawah kuku
Rongga mulut, mukosa anorektum, vulva vagina → prognosis
buruk
Metastase MM dapat terjadi secara :
168
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi Rutin16:
• Thoraks → melihat metastase paru & pleura, penyakit komorbid
• USG abdomen → melihat metastase hepar, KGB para aorta/para
iliaca
Radiologi Optional16 :
• Rontgen tulang di daerah lesi → melihat infiltrasi tulang
• Ctscan / MRI → evaluasi infiltrasi, ekspansi & kedalaman tumor
Laboratorium yaitu: Lactate Dehidrogenase (LDH)
• Sebagai tumor marker, namun tidak spesifik
• LDH diperlukan tumor untuk metabolisme glukosa (anerob) yang
menghasilkan laktat oleh karena sel tumor tidak memiliki
mitokondria karena telah hancur dalam proses apoptosis sehingga
sel tumor tidak bisa melakukan metabolisme aerob → Warburg
effect16.
169
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Tatalaksana
Operasi, Prinsip:
Wide excision → 2 cm MM in situ → 0,5 cm Bila terdapat fasilitas, maka eksisi
disesuaikan menurut ketebalan tumor (kriteria Breslow)16.
1) Level I (< 0,76 mm) → 1 cm
2) Level II (0,76-1,5 mm)→ 1,5 cm
3) Level III (>1,5 mm) → 2 cm
Area khusus:
1) Subungual → amputasi interphalangeal media
2) Jari kaki → amputasi pada sendi metatarsophalangeal
3) Kulit payudara → wide excision; tidak dianjurkan mastektomi
Amputasi, diindikasikan pada:
1) Lesi intransit rekuren yang ekstensif mengenai etaboli besar kulit
2) Tumor yang mengisi arteri & vena femoralis sehingga tidak
memungkinkan isolated limb perfusion
3) Keterlibatan otot yang ekstensif
170
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Diagnosis
Limfedema adalah diagnosis klinis yang etaboli besar bergantung
pada pengumpulan etabol menyeluruh dan pemeriksaan fisik. Pasien
limfedema sekunder akan memiliki etabol trauma sebelumnya pada
etabo limfatik dan melaporkan gejala umum seperti pembengkakan dan
berat anggota badan, nyeri, kelelahan, mati rasa, kekakuan, dan gangguan
mobilitas. Sebaliknya, pasien limfedema primer, umumnya tidak akan
mengalami cedera sebelumnya pada etabo limfatik, kemungkinan besar
adalah perempuan, dan dapat merujuk pada etabol keluarga dengan
pembengkakan ekstremitas idiopatik. Dokter juga harus
mempertimbangkan bahwa pasien dapat etabo dengan gambaran
campuran limfedema primer dan sekunder16.
171
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
c. Tatalaksana
1) Perawatan Non-bedah
Umumnya, pengobatan limfedema bersifat paliatif dan bukan kuratif; oleh
karena itu, tujuan utamanya adalah mencegah perkembangan penyakit
dan memperbaiki gejala. Perawatan non-bedah adalah lini pertama,
termasuk dalam situasi etabo pembengkakan ekstremitas subklinis
diidentifikasi pada surveilans limfedema. Perawatan non-bedah juga
memainkan peran tambahan untuk mempertahankan hasil dari
perawatan bedah limfedema. Akhirnya, etabolic pasien adalah
elemen penting dari perawatan limfedema. Pasien yang berisiko
limfedema sekunder harus disadarkan akan risiko seumur hidup
mereka, dan mereka harus dididik tentang tanda dan gejala awal untuk
dikenali. Selain itu, dokter harus mendidik pasien tentang strategi
pengurangan risiko praktis dan berbasis bukti seperti perawatan kulit,
olahraga, dan penurunan berat badan16.
2) Terapi Dekongestan Lengkap
Terapi dekongestif lengkap dianggap sebagai lini pertama dalam manajemen
limfedema. Ini adalah pendekatan multimodal yang menggabungkan
drainase limfatik manual (MLD), perban kompresi, olahraga, dan
perawatan kulit. Perawatan ini melibatkan fase reduktif (fase I) dan
fase pemeliharaan (fase II). Pada fase I, pasien menemui spesialis
172
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
173
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
174
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
175
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
dan peningkatan tekanan CSF (LP jarang digunakan lagi). Bradikardia biasanya
merupakan temuan yang terlambat. Pada peds, EDH harus dicurigai jika ada
penurunan 10% hematokrit setelah masuk17.
Hemiparesis kontralateral tidak terlihat secara seragam, terutama dengan
lokasi EDH selain lateral di bagian hemisfer. Pergeseran otak berasal dari massa
dapat menghasilkan kompresi batang otak yang berlawanan pada kedudukan
tentorium yang dapat menghasilkan hemiparesis ipsilateral (disebut fenomena
Kernohan atau fenomena notch Kernohan ini), lokalisasi tanda palsu. 60% pasien
dengan EDH memiliki pupil yang melebar, 85% di antaranya adalah ipsilateral.
Tidak ada kehilangan kesadaran awal yang terjadi pada 60%. Tidak ada lucid
interval dalam 20%. Lucid interval juga dapat terlihat pada kondisi lain (termasuk
hematoma subdural)17.
c. Diagnosa banding17:
1) Subdural hematoma
2) Gangguan post trauma digambarkan oleh Denny-Brown, yaitu lucid
interval diikuti oleh bradikardi, periode singkat etab dan muntah,
tanpa hipertensi etabolic ar atau massa. Anak-anak biasanya ada H/A
dan bisa menjadi mengantuk dan bingung. Teori: salah satu bentuk
sinkop vagal. CT harus dilakukan untuk menyingkirkan EDH.
d. Evaluasi
1) Foto polos kepala
2) CT Scan
e. Mortalitas EDH
Mortalitas sebesar 20-25% (lebih tinggi pada penelitian lama).
Diagnosis dan tatalaksana yang optimal menghasilkan 5-10% mortalitas17.
f. Tatalaksana17:
1) Medis
2) Manajemen
3) Pembedahan
176
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
177
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Non-Trauma
Spina Bifida Okulta (SBO)
Tidak adanya prosesus spinosus dan beberapa amina. Tidak terlihat
paparan meninges atau jaringan saraf. Rentang prevalensi SBO: 5 –30% orang
Amerika Utara (5–10% mungkin lebih realistis). Defek mungkin dapat diraba, dan
mungkin lebih dari itu menunjukkan manifestasi kutaneous17.
Sering kali merupakan temuan insidental, biasanya tidak penting secara
klinis jika terjadi sendiri. Beberapa ulasan telah menunjukkan tidak ada hubungan
statistik SBO dengan LBP nonspesifik. Peningkatan insidensi herniasi diskus
ditunjukkan dalam suatu studi. SBO mungkin diasosiasikan dengan
diastematomyelia, tethered cord, lipoma, atau tumor dermoid. Bila bergejala dari
salah satu kondisi terkait ini, presentasi biasanya adalah gangguan gaya berjalan,
kelemahan dan atrofi tungkai, gangguan kemih, deformitas kaki (sindroma
Tethered cord)17.
178
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
a. Meningocele
Penyakit kongenital dengan defek pada arkus vertebrae dengan distensi
kistik pada meningens, tetapi tidak ada kelainan pada jaringan saraf. Sepertiga
memiliki beberapa defisit neurologis17.
b. Myelomeningocele (MM)
Defek kongenital pada arkus vertebrae dengan dilatasi sistik pada
meningens dan kelainan struktural atau fungsional medulla spinalis atau cauda
equina17.
Manajemen Pembedahan
1) Penentuan waktu penutupan MM
Penutupan dini defek MM tidak terkait dengan peningkatan fungsi
neurologis, tetapi bukti mendukung tingkat infeksi yang lebih rendah
dengan penutupan dini. MM harus ditutup dalam waktu 24 jam terlepas
dari membrannya utuh (setelah 36 jam lesi di bagian punggung
terkolonisasi dan ada peningkatan risiko infeksi pascaoperasi)17.
2) Penutupan simultan defek MM dan VP shunting
Pada pasien tanpa hidrosefalus, sebagian besar dokter bedah menunggu
setidaknya 3 hari setelah perbaikan MM sebelum shunting. Pada pasien
MM dengan HCP yang nyata secara klinis saat lahir (ventrikulomegali
dengan OFC membesar dan/atau gejala). Perbaikan MM dan VP shunting
dapat dilakukan bersamaan tanpa peningkatan insiden infeksi, dan dengan
rawat inap yang lebih singkat. Hal ini juga dapat mengurangi risiko
kerusakan MM yang sebelumnya terlihat selama interval sebelum
shunting17.
Pasien diposisikan tengkurap, kepala menoleh ke kanan (untuk
mengekspos oksiput kanan), lutut kanan dan paha tertekuk untuk
mengekspos panggul kanan (pertimbangkan untuk menggunakan kiri
panggul untuk mencegah kebingungan dengan bekas luka apendektomi di
kemudian hari17.
MINGGU 8 BEDAH PLASTIK
179
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
180
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
181
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
dari tulang meja anterior dibuang, dan saluran nasofrontal ditutup dengan
cangkok tulang. Otak dibiarkan mengisi apa yang sebelumnya merupakan ruang
sinus frontal selama bulan-bulan berikutnya16.
Fraktur non-displaced dari dinding anterior atau gabungan dinding
anterior dan posterior tanpa obstruksi saluran keluar nasofrontal harus diamati.
Fraktur yang bergeser hanya pada meja anterior umumnya memerlukan reduksi
operatif dan fiksasi dengan pelat mini profil rendah untuk mengembalikan kontur
dahi. Pada fraktur dinding posterior, derajat perpindahan dan adanya kebocoran
cairan serebrospinal (CSF) menentukan manajemen. Fraktur yang bergeser
membawa risiko robekan dural, kebocoran CSF, dan meningitis yang lebih
tinggi. Komplikasi ini diminimalkan dengan obliterasi untuk fraktur yang tidak
terlalu parah atau kranialisasi untuk fraktur yang lebih tergeser atau kominutif.
Dengan obstruksi saluran keluar nasofrontal pada fraktur dinding anterior atau
posterior, sinus harus dilenyapkan atau dikranialisasi terlepas dari tingkat
perpindahan fraktur16.
Komplikasinya, abses dapat terjadi secara akut atau tertunda dan dapat
berkisar dari subkutan hingga etabolic ar. Ini dikelola dengan debridement
bedah berulang dan obliterasi atau kranialisasi. Mukokel dihasilkan dari
pertumbuhan berlebih yang lambat dari sisa mukosa sinus basilaris dari vena
diploik Breschet, yang merupakan kriptus mukosa kecil yang berinvaginasi ke
dalam tulang. Mucoceles biasanya hadir dalam mode tertunda dengan sakit
kepala kronis, efek massa, gangguan visual, obstruksi hidung, atau erosi tulang
frontal. Mukokel sulit diobati; oleh karena itu, pencegahan adalah yang utama.
Midfacial Fractures
Fraktur Orbital
Orbit adalah kotak atau ruang berdinding tipis, berbentuk kerucut, tempat
bola berada. Strukturnya dirancang untuk mendukung posisi etaboli dan etaboli
182
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
bola mata, dan untuk menyerap trauma tumpul pada wajah bagian tengah atas
untuk mencegah cedera bola mata. Dengan fraktur pada dinding atau lantai
medial, ruang orbita menjadi berdekatan dengan sinus ethmoid atau sinus
maksilaris, dan posisi bola mata dapat berubah. Fraktur sering meningkatkan
volume orbital, menyebabkan diplopia etabo bola mata turun ( etaboli etaboli)
atau menjadi lebih dalam di dalam rongga orbital (enophthalmos). Khususnya
pada anak-anak, fraktur greenstick pada dasar dapat terjadi, yang memungkinkan
otot rektus inferior prolaps ke dalam sinus maksilaris dengan fragmen tulang
etabol ke posisi semula karena rekoil periosteal. Jebakan otot ini merupakan
keadaan darurat bedah karena bagian otot yang prolaps dengan cepat menjadi
iskemik. Jika otot tidak dilepaskan dalam waktu 6 sampai 8 jam, akan menjadi
etaboli dengan risiko tinggi diplopia permanen. Hematoma retrobulbar dapat
secara akut meningkatkan tekanan intraorbital dan dengan cepat menyebabkan
kerusakan saraf etab jika tidak segera didiagnosis. Fisura orbital superior dan
sindrom apex orbital dapat dikaitkan dengan cedera langsung dari fragmen tulang
yang retak atau dengan perdarahan retrobulbar. Reduksi bedah dari fragmen
fraktur posterior ini umumnya tidak berhasil. Karena kompresi sering dari
jaringan lunak, pengobatan terutama medis, menggunakan kortikosteroid dosis
tinggi. Beberapa kasus dapat sembuh secara spontan saat edema mereda16.
183
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 8.2 pasien dengan fraktur kecil pada atap orbital dan dinding lateral,
fragmen tulang menyebabkan sindrom apex orbital dengan hasil kebutaan (dikutip
sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no. 4)
Tabel 8.1 Sekuel Cedera Pada Struktur Periorbital Terkait Dengan Fraktur
Orbital (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no. 4).
184
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 8.3 Tampilan penampang sayatan untuk eksplorasi dasar orbita (dikutip
sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no. 4).
185
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 8.4 Saat mengidentifikasi batas fraktur dasar orbita, elevator dapat
digunakan untuk meraba medial, lateral, dan posterior untuk tepi tulang yang
stabil (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no. 4)
186
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
187
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
188
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 8.6 Reduksi hidung tertutup dapat dilakukan dengan alat sederhana,
termasuk anestesi lokal, oxymetolazone yang direndam kokain, forsep bayonet,
189
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
spekulum hidung Killian, elevator Boies, dan forsep Asch (dikutip sesuai dengan
aslinya dari kepustakaan no. 4).
Setelah manipulasi septum, tekanan harus diterapkan untuk mencegah
hematoma septum. Ini dapat dilakukan dengan jahitan matras transseptal, atau
dengan kemasan kasa yang diresapi Vaseline yang dibiarkan di tempat selama 24
jam. Sebagai alternatif, bidai septum etabol, seperti bidai Doyle atau bivalve,
dapat dijahit di tempat selama 5 hingga 7 hari. Dorsum hidung harus distabilkan
dengan belat termoplastik eksternal. Perawatan bahan termoplastik adalah proses
eksotermik, sehingga kulit hidung yang tipis harus dilindungi dengan lapisan
plester bedah untuk mencegah kulit terbakar. Karena tulang hidung berkurang
tetapi tidak terfiksasi, belat yang terlalu ketat dapat menyebabkan perpindahan
tulang16.
Fraktur Nasoorbitoethmoidal
Kompleks nasoorbitoethmoidal (NOE) adalah area tulang tipis di wajah
tengah atas yang meliputi rongga hidung superior dan sel udara ethmoidal. Di
bagian superior dibatasi oleh sinus frontal, lempeng cribriform, dan dasar
tengkorak anterior; anterior oleh tulang hidung, proses frontal rahang atas, dan
proses hidung tulang frontal; lateral oleh tulang lakrimal dan lamina papiracea
tulang ethmoid; dan medial oleh septum dan lempeng tegak lurus ethmoid.
Tulang tipis dari fossa kranial anterior di fovea ethmoidalis dan adhesi dural
yang ketat pada pelat cribriform membuat fraktur NOE sangat rentan terhadap
kebocoran CSS. Tendon canthal medial menempel pada tarsal plate dan
orbicularis oculi ke dinding medial orbita, berinsersi ke crista lacrimalis anterior
dan posterior. Tendon canthal medial mengatur jarak intercanthal dan sudut fisura
palpebra16.
Fraktur NOE sering merupakan akibat dari cedera berdampak tinggi pada
wajah bagian tengah. Kominusi dan ketidakstabilan adalah tipikal. Klasifikasi
didasarkan pada keterlibatan fragmen pusat, atau fragmen tulang yang melekat
pada tendon canthal medial16. Fraktur NOE kelas I melibatkan satu fragmen
sentral dengan stabilitas etaboli. Fraktur NOE kelas II terdapat kominusi, tetapi
190
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
tendon canthal medial tetap melekat pada fragmen sentral yang cukup besar untuk
stabilisasi dengan miniplate atau microplate. Fraktur kelas III ditandai dengan
terlepasnya tendon canthal medial dari tulang, kehilangan tulang yang luas, atau
tingkat kominusi tulang yang tinggi sehingga fiksasi tidak dapat dicapai dengan
etaboli tradisional.
Gambar 8.7 Fraktur nasoorbitoethmoid dapat dibagi menjadi tipe I (A), II (B), dan
III (C) (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no. 4).
191
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
192
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 8.8 A. Fraktur LeFort I terjadi secara transversal pada maksila. B. Fraktur
LeFort II memiliki pola piramidal. C. Fraktur LeFort III menunjukkan disjungsi
kraniofasial (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no. 4).
Meskipun fraktur LeFort I dapat diobati melalui insisi sulkus bukal atas,
fraktur LeFort II dan III mendapat manfaat dari paparan pendekatan koronal.
Reduksi dapat dilakukan dengan forsep disimpaksi Rowe. Mengembalikan oklusi
normal adalah tujuan utama reduksi; lebar wajah normal, tinggi, dan proyeksi
harus mengikuti sekunder. Stabilitas wajah dipulihkan dengan menempatkan
pelat di sepanjang penopang wajah yang terlibat. Fraktur LeFort biasanya
merupakan akibat dari trauma berenergi tinggi dan jarang merupakan fraktur
yang terisolasi. Dalam kasus ini, urutan pengurangan fraktur menjadi
pertimbangan penting. Fraktur palatal biasanya terjadi pada bidang etaboli,
membelah ridge alveolar antara gigi insisivus sentralis atau antara gigi insisivus
lateral dan kaninus. Sebagai alternatif, tuberositas rahang atas yang mengandung
molar dapat dipisahkan dari ridge alveolar lainnya. Fraktur palatal sering terjadi
bersamaan dengan fraktur LeFort I. Setelah reduksi, stabilitas dapat dikembalikan
ke anterior dengan miniplate di area piriformis, dan di posterior dengan pelat
melintasi cekungan palatal untuk mempertahankan lebar palatal.
193
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Biomekanisme
Sifat biomekanik mandibula adalah yang paling kompleks dari kerangka
wajah. Mandibula bertindak sebagai balok melengkung, didukung pada ujungnya
oleh selempang pterygomasseteric berotot. Masseter dan temporalis berfungsi
untuk mengangkat mandibula dan menciptakan kekuatan gigitan yang kuat.
Pterigoid medial dan lateral menonjolkan mandibula dan membantu membuka,
atau ekskursi. Otot-otot suprahyoid, terdiri dari otot digastrik, stylohyoid,
mylohyoid, dan geniohyoid, berfungsi untuk mengangkat hyoid dan pangkal
lidah dan menekan mandibula. Pada fraktur mandibula, otot-otot pengunyahan
menggeser segmen posterior ke superior, sedangkan otot suprahyoid menarik
segmen anterior ke inferior16.
Selama pengunyahan, gaya ke bawah eksternal yang ditimbulkan oleh
kontak gigi-ke- gigi menyebabkan daerah sekitar kompresi diseimbangkan oleh
ketegangan yang diciptakan baik secara kontralateral atau posterior oleh tarikan
ke atas dari otot-otot pengunyahan. Area ketegangan dan kompresi tergantung
pada lokasi pembebanan mandibula. Mandibula juga dapat dianggap sebagai
struktur cincin, yang berartikulasi dengan tulang temporal pada TMJ. Mirip
dengan membuka cincin pengikat, cincin mandibula sering terganggu melalui
kesalahan yang dibuat di setidaknya dua area. Sekitar ½ sampai 2/3 dari fraktur
mandibula melibatkan fraktur di beberapa tempat. Umumnya benturan anterior
seperti pada tabrakan kendaraan bermotor akan mengakibatkan fraktur kondilus,
symphyseal, dan parasymphyseal, sedangkan benturan lateral dari serangan akan
menyebabkan fraktur tubuh dan sudut kontralateral selama deglutition, dan
menekan mandibula. Pada fraktur mandibula, otot-otot pengunyahan menggeser
segmen posterior ke superior, sedangkan otot suprahyoid menarik segmen
anterior ke inferior16.
194
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Kadang-kadang, luksasi etaboli gigi akan mencegah reduksi fraktur dan akan
mengaburkan oklusi normal; dalam kasus ini, gigi di garis fraktur harus dicabut.
Pencabutan gigi juga dianjurkan setiap kali akar gigi patah. Mengingat beban
biomekanik normal yang diberikan pada mandibula, jenis fiksasi terbagi menjadi
dua kategori: kaku dan stabil secara fungsional. Pada fiksasi kaku (beban), tidak
ada etabol mikro yang diterjemahkan melalui lokasi fraktur dan terjadi
penyembuhan tulang primer. Jenis fiksasi ini menanggung lebih banyak kekuatan
mekanik mandibula dan berguna jika penyembuhan tertunda, seperti pada tulang
atrofi, cacat tulang, perokok, kebersihan mulut yang buruk, atau pasien dengan
beberapa penyakit penyerta. Contohnya adalah pelat rekonstruktif yang
diterapkan pada batas mandibula inferior. Dalam fiksasi yang stabil secara
fungsional (pembagian beban), etabol mikro diperbolehkan di lokasi fraktur, dan
kalus tulang terbentuk selama proses penyembuhan tulang sekunder. Miniplate
bergantung pada akumulasi tulang di lokasi fraktur untuk berbagi beban
mandibula sebelum rentan terhadap kegagalan kelelahan. Contoh fiksasi
pembagian beban termasuk pelat Champy di sepanjang bubungan miring
eksternal, pelat mini batas bawah dengan fiksasi maksillomandibular (MMF),
atau pelat mini batas atas dan bawah dengan fiksasi sekrup monokortikal. Selain
pelat, MMF menggunakan kontak pada apeks gigi untuk berfungsi sebagai titik
lain dari fiksasi yang stabil secara fungsional. Pada mandibula yang mengalami
fraktur etaboli, setidaknya satu lokasi fraktur harus dirawat dengan pelat yang
lebih berat dan lebih kaku karena meningkatnya kompleksitas gaya etabo
biomekanik16.
Karena sifat mandibula yang melengkung, pelat pengunci sering kali
diinginkan. Sekrup yang mengunci pelat memfiksasi pelat pada posisi
penempatannya oleh ahli bedah dengan risiko lebih rendah untuk menggeser
fragmen fraktur. Sebaliknya, sekrup yang tidak mengunci dapat membuat pelat
menempel lebih dekat dengan tulang. Meskipun konsep lag berguna pada area
anatomi lainnya, penggunaannya pada mandibula dapat menggantikan fraktur
tulang lengkung dan menyebabkan maloklusi. Sekrup non-pengunci biasanya
hanya digunakan pada fraktur mandibula miring, dan sekrup lag biasanya hanya
195
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Tabel 8.2 Pilihan Untuk Fiksasi Mandibula (dikutip sesuai dengan aslinya dari
kepustakaan no. 4).
196
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Komplikasi
Maloklusi dapat terjadi akibat reduksi yang tidak memadai atau hilangnya
reduksi selama proses penyembuhan karena fiksasi yang tidak memadai, kualitas
tulang yang buruk, atau kepatuhan pasien yang kurang optimal. Hal ini dapat
menyebabkan malunion atau nonunion. Cedera pada akar gigi dapat terjadi
karena pengeboran atau penempatan sekrup tulang. Cedera saraf wajah dapat
terjadi akibat sayatan Risdon (saraf mandibula marginal) atau pendekatan
kondilus (batang utama atau salah satu cabangnya). Parestesia dapat terjadi jika
saraf alveolar atau mental inferior terluka; bahkan tanpa transeksi,
neuropraxia sering terjadi karena traksi saraf. Kekakuan TMJ dapat terjadi
akibat dudukan kondilus yang tidak memadai selama fiksasi, fraktur kepala
kondilus, atau MMF yang berkepanjangan16.
197
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Fraktur Panfacial
Definisi fraktur panfacial bervariasi dalam literatur, kadang-kadang
mengacu pada fraktur yang mencakup sepertiga wajah, dan di lain waktu
menunjukkan fraktur yang melibatkan maksila, mandibula, dan ZMC. Dengan
fraktur panfacial, wajah berbentuk bulat, dengan hilangnya ketinggian etaboli,
pengurangan proyeksi anteroposterior, dan peningkatan lebar wajah. Fraktur
wajah yang luas adalah hasil dari trauma energi tinggi, dan kemungkinan
kominusi. Ahli bedah etabol harus mengenali mekanisme cedera yang
menunjukkan risiko cedera bersamaan dan berkonsultasi dengan tim trauma bila
diperlukan16.
Pemulihan dimensi wajah harus dibangun dari dasar kerangka yang stabil
dan dikenal sebagai titik referensi. Ini dapat diurutkan secara top-down, bottom-
up, atau inside-out. Urutan yang paling umum melibatkan membangun etabol
kerangka ke atas setelah memulihkan stabilitas mandibula. Memulihkan oklusi
sebelum cedera dengan MMF memungkinkan subunit oklusal berfungsi sebagai
satu kesatuan, dan fraktur ZMC dan NOE dapat dikurangi dari titik referensi ini.
Sebagai alternatif, ahli bedah dapat bekerja ke bawah dari dasar tengkorak yang
tidak terluka dan jahitan zygomaticofrontal. Cangkok tulang primer mungkin
diperlukan untuk menggantikan tulang yang mengalami devitalisasi atau sangat
kominutif 16.
198
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
199
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
200
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 8.2 Fase Inflamasi Penyembuhan Luka (dikutip sesuai dengan aslinya
dari kepustakaan no. ).
3. Proliferasi
Dari sekitar 48 jam sampai 10 hari setelah cedera jaringan, penyembuhan
memasuki fase proliferasi. Keratinosit bermigrasi untuk akhirnya
berkembang biak cukup untuk membuat lapisan epitel yang menutupi
luka. Ini secara langsung dirangsang oleh etabo pertumbuhan epidermal,
etabo pertumbuhan epidermal pengikat heparin (HB- EGF), dan etabo
pertumbuhan transformasi-alfa (TGF-α), yang merupakan anggota utama
dari keluarga etabo pertumbuhan epidermal yang terlibat dalam
penyembuhan luka. Fibroblas juga penting untuk tahap penyembuhan
luka ini, karena mereka menghasilkan kolagen yang bertindak sebagai
perancah untuk jaringan pembuluh darah. Lingkungan hipoksia
meningkatkan ekspresi protein hypoxia-inducible factor 1 (HIF-1α)
sebagai stimulus utama angiogenesis. HIF-1α mengaktifkan beberapa gen
target seperti VEGF dan SDF-1 untuk menginduksi neovaskularisasi.
Fibroblas dan makrofag menggantikan jalinan fibrin untuk membentuk
jaringan granulasi. Jaringan granulasi, juga dikenal sebagai stroma baru,
terdiri dari jaringan ikat baru (khususnya asam hialuronat, prokolagen,
elastin, dan proteoglikan) dan pembuluh darah. Pembentukan jaringan
pembuluh darah meningkatkan suplai oksigen ke permukaan luka.
Akhirnya, etabolic yang telah berdiferensiasi menjadi miofibroblas
memiliki kemampuan kontraktil untuk membantu menyatukan tepi luka
dalam proses yang dikenal sebagai kontraksi luka16.
4. Remodeling
Tahap keempat dan terakhir dari penyembuhan luka adalah fase
201
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
202
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
ECM di sekitarnya16.
Migrasi sel sangat penting dalam penyembuhan luka dan kekuatan
mekanik adalah kunci untuk ini. Ketegangan yang dihasilkan oleh koneksi
sitoskeleton-integrin menarik sitoplasma sel dari ujung depan ke depan dalam
proses yang dikenal sebagai penonjolan. Pada saat yang sama kompleks protein
dari trailing edge harus terputus dari ECM, mengakibatkan seluruh badan sel
bergerak maju dan sel menghasilkan gaya traksi. Fibroblas diperkirakan
menghasilkan gaya traksi sel yang jauh lebih besar daripada yang dibutuhkan
untuk migrasi sel, dan gaya berlebih ini merusak ECM yang berkontribusi pada
reorganisasi kolagen dalam penyembuhan luka. Demikian pula, kekuatan mekanik
yang terlibat dalam migrasi seluler juga terjadi selama perbaikan dan restorasi
epitel. Diketahui bahwa proliferasi sel dipengaruhi oleh tekanan mekanis, yang
dapat didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Keratinosit merespon etabo
mekanis dengan mengubah morfologi, seperti peregangan, dan jalur
mekanotransduksi ini mengatur proliferasi sel. Misalnya, sel-sel tanpa tekanan
atau rangsangan mekanis mengadopsi bentuk bola dan memasuki penghentian
siklus sel dan apoptosis. Medan listrik juga berperan penting dalam penyembuhan
luka. Potensial listrik transepitel diciptakan oleh pergerakan ion melintasi pompa
di epitel, yang disebut baterai kulit. Kerusakan pada epitel terus menerus
menghasilkan arus cedera dimana potensi listrik diarahkan ke luka untuk sinyal
migrasi sel, disebut elektrotaksis. Studi telah menunjukkan bahwa mempengaruhi
medan listrik tersebut dapat mengubah penyembuhan luka in vivo. Pengaruh
rangsangan mekanis pada lingkungan mikro luka dimanfaatkan oleh perawatan,
seperti terapi luka tekanan etaboli (NPWT) dan terapi gelombang kejut
ekstrakorporeal (ESWT), yang akan dijelaskan di bagian selanjutnya16.
203
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 8.3 Kekuatan biofisik dalam penyembuhan luka (dikutip sesuai dengan
aslinya dari kepustakaan no. ).
204
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
205
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
206
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
207
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 8.4 Tingkat Keparahan Luka (dikutip sesuai dengan aslinya dari
kepustakaan no. 4)
208
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
209
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
210
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
211
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
212
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Therapy/NPWT)
2) Terapi Gelombang Kejut Extracorporeal (Extracorporeal Shock
Wave Therapy/ESWT)
3) Terapi Elektromagnetik
213
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
puncak saraf dalam struktur primordial ini akhirnya berdiferensiasi menjadi otot
rangka, jaringan ikat, tulang, dan tulang rawan yang etaboli wajah. Pada akhir
minggu keempat kehamilan, plakoda hidung berkembang di dalam tonjolan
frontonasal dan berinvaginasi membentuk lubang hidung. Punggungan jaringan di
sepanjang aspek medial dan lateral dari lubang ini membentuk tonjolan hidung
medial dan lateral. Tonjolan hidung medial berfungsi sebagai etabolic ke ujung
hidung, columella, philtrum, dan premaxilla. Tonjolan hidung lateral adalah
pendahulu dari ala hidung. Selama 2 minggu berikutnya, penonjolan rahang atas
yang berpasangan tumbuh dan mendorong tonjolan hidung medial etabol garis
tengah dan akhirnya melenyapkan celah antara tonjolan hidung medial dan
tonjolan rahang atas. Kegagalan penonjolan hidung medial dan penonjolan rahang
atas untuk menyatu menimbulkan berbagai bentuk bibir sumbing. Oleh karena itu,
bibir atas merupakan struktur komposit yang terdiri dari filtrum dari tonjolan
hidung medial yang menyatu dan elemen bibir lateral dari tonjolan rahang atas.
Bibir bawah dan rahang berasal dari penonjolan mandibula bilateral, yang
menyatu melintasi garis tengah16.
214
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
215
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
perempuan 2:1 untuk CL/P versus dominasi gender laki-laki- perempuan 1:2
untuk langit-langit mulut sumbing yang terisolasi. Penggabungan yang tertunda
dari rak palatal pada etabo telah diusulkan sebagai etabo yang berkontribusi
untuk insiden yang lebih tinggi dari celah langit-langit pada etabo. Secara
morfologis, celah unilateral kiri adalah yang paling umum diikuti oleh celah
unilateral kanan dan celah bilateral dengan rasio 6:3:1. Fenomena ini mungkin
berasal dari etabolic ar sebagai prosesus palatina kiri mencapai posisi
horizontal setelah prosesus palatina kanan, sehingga menimbulkan insiden yang
lebih tinggi dari celah langit-langit unilateral kiri. CL/P terisolasi tetap lebih
umum daripada celah langit-langit terisolasi yang lebih umum daripada bibir
sumbing terisolasi dengan rasio 5:3:2. Warisan CL/P memiliki etiologi
etabolic ar e, yang terdiri dari etabo lingkungan dan etabol. Untuk keluarga
dengan etabol CL/P, risiko untuk anak berikutnya tergantung pada keterlibatan
keluarga. Jika satu anak atau salah satu orang tua menderita CL/P, maka ada
risiko 4% untuk anak-anak berikutnya. Jika dua anak menderita CL/P, risikonya
meningkat menjadi 9%. Jika satu anak dan orang tua memiliki CL/P, maka
risikonya meningkat menjadi 17%. Untuk pasien dengan etiologi sindrom untuk
CL/P, seperti sindrom van der Woude, risiko untuk anak berikutnya mengikuti
pola pewarisan Mendel. Oleh karena itu, jika salah satu orang tua menderita
sindrom van der Woude (peninggalan autosomal dominan), risiko anak
berikutnya lahir dengan CL/P adalah 50%16.
d. Klasifikasi dan Spektrum Patologi Bibir Sumbing
Banyak etabo klasifikasi untuk CL/P telah dijelaskan sebelumnya. Tidak
ada etabo di mana- mana; pengetahuan tentang skema klasifikasi umum
membantu memperkuat pemahaman tentang etabol sumbing yang berbeda.
Klasifikasi Veau menggambarkan celah menjadi empat kategori 16.
1) Grade I: celah langit-langit lunak.
2) Grade II: celah langit-langit keras dan lunak hingga foramen incisivus.
3) Grade III: celah langit-langit lunak dan keras memanjang secara
unilateral melalui alveolus.
4) Grade IV: Celah palatum eta dan palatum durum meluas secara
216
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
217
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
218
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 8.8 Spektrum jenis bibir sumbing (dikutip sesuai dengan aslinya dari
kepustakaan no. 4).
219
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
oris di bawah bibir merah terang) dilemahkan dengan hilangnya gulungan putih
saat berlanjut ke tepi celah. Titik Noordhoff adalah penanda penting untuk
perbaikan bibir sumbing dan ditentukan di mana ketinggian vermillion sisi
sumbing berada pada titik terbesarnya dan biasanya bertepatan dengan titik
terakhir di mana putihnya sepenuhnya terdefinisi. Ketinggian bibir etaboli
berkurang pada sisi noncelah dengan semakin sedikitnya warna vermilion saat
menelusuri tepi celah. Deformitas hidung sumbing yang terkait dengan bibir
sumbing unilateral ditandai dengan baik dan termasuk etabolic kartilago lateral
bawah, pendataran kubah alar sisi sumbing, kurangnya etabol tindih kartilago
lateral atas dan lateral bawah, subluksasi kartilago lateral bawah, orientasi
horizontal lubang hidung, dan perpindahan basis alar ke posterior dan superior
karena etabolic maksila yang mendasarinya. Septum kaudal dan tulang
belakang hidung anterior biasanya menyimpang etabol sisi noncelah,
mengakibatkan defleksi ujung hidung ke sisi non celah16.
220
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
221
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
222
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Labiopalatoskizis Submukosa
Celah langit-langit etabolic didefinisikan oleh tiga serangkai temuan
klasik termasuk uvula bifida, lekukan pada palatum keras posterior, dan atenuasi
mukosa garis tengah yang dikenal sebagai zona pellucida. Secara anatomis,
ada perpindahan anterior otot levator veli palatini ke langit-langit keras
berlekuk yang mengarah ke berbagai derajat disfungsi velopharyngeal (VPD)
meskipun tidak ada celah yang jelas. Temuan pemeriksaan fisik yang tidak
kentara pada celah langit-langit etabolic dapat mengakibatkan keterlambatan
diagnosis, meskipun bukti menunjukkan bahwa pasien yang etabo terlambat
mungkin masih mendapat manfaat dari etabolic ar di luar usia perkembangan
etabo yang kritis16.
Labiopalatoskizis Unilateral
Ciri utama dari deformitas bibir sumbing unilateral adalah kurangnya
ketinggian etaboli bibir yang disebabkan oleh melemahnya jaringan bibir saat
memasuki batas celah. Meskipun semakin kompleks dan bernuansa, semua teknik
perbaikan bibir sumbing berfungsi untuk meningkatkan ketinggian bibir etaboli
melalui penerapan prinsip-prinsip bedah etabol yang terkenal. Prinsip-prinsip ini
termasuk penggunaan sayatan lengkung, Z-plasty, dan flap geometris untuk
meminjam dari jaringan yang berdekatan untuk menambah elemen sentral yang
kurang.
Labiopalatoskizis Bilateral
Secara historis, perbaikan bibir sumbing bilateral merupakan salah satu
tantangan terbesar bagi ahli bedah etabol. Kesulitan awal perbaikan bibir
sumbing bilateral berkisar pada pengelolaan premaksila yang menonjol,
prolabium hipoplastik, dan columella yang memendek. Pengenalan akan
defisiensi jaringan lunak yang signifikan dalam elemen bibir tengah
memunculkan prosedur bertahap dimana elemen bibir lateral dibawa ke dalam
223
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
224
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
1) Perbaikan satu tahap pada kedua sisi celah mengontrol simetri bibir
dibandingkan dengan pendekatan bertahap.
2) Kontinuitas otot sfingter mulut harus dicapai melalui mobilisasi
lengkap orbicularis oris dari elemen bibir lateral dengan pendekatan
garis tengah sepanjang batas etaboli bibir.
3) Ukuran dan bentuk filtrum harus memperhitungkan pertumbuhan anak
selanjutnya untuk mencegah pelengkungan lateral dan pemanjangan
berlebihan yang biasa terlihat pada etabo perbaikan sebelumnya.
4) Tuberkulum harus dibangun dari vermillion elemen bibir lateral dan
bukan dari vermillion prolabial.
5) Proyeksi ujung hidung yang kurang dan etabol columellar dapat
dikoreksi dengan memposisikan ulang dan menopang kartilago lateral
bawah pada saat perbaikan bibir primer.
Bedah Ortonagtik
Pasien dengan CL/P memerlukan perawatan longitudinal yang mencakup
masa bayi hingga dewasa awal. Sepanjang waktu ini, mereka memerlukan
beberapa operasi yang membawa potensi aditif untuk penghambatan pertumbuhan
rahang atas melalui gangguan pusat pertumbuhan wajah dan jaringan parut pasca
operasi dari amplop jaringan lunak. Ketika dikombinasikan dengan keterbatasan
kongenital dalam potensi pertumbuhan, pasien CL/P sering mengalami etabolic
maksila dan mengakibatkan maloklusi Angle Kelas III. Pasien sumbing juga dapat
menunjukkan etabolic maksila transversal dengan kolaps segmen alveolar
unilateral atau bilateral dengan akibat penyempitan lengkung rahang atas.
Mandibula pada individu dengan CL/P cenderung mempertahankan potensi
pertumbuhan lebih lanjut yang memperparah hubungan dentofasial Kelas III. Hal
ini menyebabkan mandibula overriding dari rahang atas hipoplastik dan
autorotating ke posisi pseudoprognathic dengan hilangnya ketinggian wajah
etaboli dan penampilan edentulous yang tidak diinginkan. Oleh karena itu,
koreksi ortognatik khas untuk pasien sumbing adalah kemajuan rahang atas
LeFort I dengan kebutuhan yang bervariasi untuk osteotomi palatal tergantung
225
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
226
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Epidemiologi
Insiden septik artritis pada populasi umum bervariasi 2-10 kasus per
100.000 orang per tahun. Insiden ini meningkat pada penderita dengan
peningkatan risiko seperti artritis rheumatoid 28-38 kasus per 100.000 per tahun,
penderita dengan prosthesis sendi 40-68 kasus/100.000/tahun. Puncak insiden
pada kelompok umur adalah anak-anak usia kurang dari 5 tahun (5 per
100.000/tahun) dan dewasa usia lebih dari 64 tahun (8,4 kasus/100.000
penduduk/tahun). Kebanyakan artritis septik terjadi pada satu sendi, sedangkan
keterlibatan poliartikular terjadi 10-15% kasus. Sendi lutut merupakan sendi yang
paling sering terkena sekitar 48-56%, diikuti oleh sendi panggul 16- 21%, dan
pergelangan kaki 8%18.
c. Sumber Infeksi
Sinovium merupakan struktur yang kaya dengan etaboli yang kurang
dibatasi oleh etaboli basal, memungkinkan mudah masuknya bakteri secara
hematogen. Di dalam ruang sendi, lingkungannya sangat etabolic (karena
227
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
banyaknya fraksi kartilago hyalin) dengan aliran cairan sendi yang lambat,
sehingga suasana yang baik bagi bakteri berdiam dan berproliferasi.
Sumber infeksi pada artritis septik dapat melalui beberapa cara yaitu
secara hematogen, inokulasi langsung bakteri ke ruang sendi, infeksi pada
jaringan mus- kuloskeletal sekitar sendi. Kebanyakan kasus artritis etabolic
terjadi akibat penyebaran kuman secara hematogen ke etaboli baik pada kondisi
bakteremia transien maupun menetap. Penyebaran secara hematogen ini terjadi
pada 55% ka- sus dewasa dan 90% pada anak-anak18.
Sumber bakterimia yaitu (1) infeksi atau etaboli etaboli pada kulit, sal-
uran nafas, saluran kencing, rongga mulut, (2) pemasangan kateter etabolic ar
termasuk pemasangan vena sentral, kateterisasi arteri femoral perkutaneus, (3)
injeksi obat etabolic a. Kuman penyebab yang paling banyak adalah
Staphylococcus aureus disusul oleh Streptococcus pneumoniae, Streptococcus
pyogenes merupakan kuman yang sering ditemukan dan sering pada penderita
penyakit autoimun, infeksi kulit sistemik, dan trauma. Pasien dengan etabol intra
venous drug abuse (IVDA), usia ekstrim, imunokompromis sering terinfeksi oleh
basil gram etaboli yang sering adalah Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia
coli. Kuman anaerob dapat juga sebagai penyebab hanya dalam jumlah kecil yang
biasanya didapatkan pada pasien DM dan pemakaian etabolic sendi18.
Faktor predisposisi seseorang terkena artritis septik adalah etabo sistemik
seperti usia ekstrim, artritis rheumatoid, diabetes melitus, pemakaian obat
imunosupresi, penyakit hati, alkoholisme, penyakit hati kronik, malignansi,
penyakit ginjal kronik, memakai obat suntik, pasien hemodialisis, transplantasi
organ dan etabo lokal seperti sendi prostetik, infeksi kulit, operasi sendi, trauma
sendi, osteoartritis18.
d. Gambaran Klinis
Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri
lokal pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan
kemampuan ruang lingkup gerak sendi. Sejumlah pasien hanya mengeluh demam
ringan saja. Demam dilaporkan 60-80% kasus, biasanya demam ringan, dan
228
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih dari 39°C. Nyeri pada
artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan
etabol aktif maupun pasif18.
Evaluasi awal meliputi anamnesis yang detail mencakup etabo
predisposisi, mencari sumber bakterimia yang transien atau menetap (infeksi kulit,
pneumonia, infeksi saluran kemih, adanya etaboli- etaboli etaboli, pemakai
obat suntik, dll), mengidentifikasi adanya penyakit sistemik yang mengenai sendi
atau adanya trauma sendi. Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena
pada dewasa maupun anak-anak berkisar 45%- 56%, diikuti oleh sendi panggul
16-38%. Artritis septik poliartikular, yang khasnya melibatkan dua atau tiga sendi
terjadi pada 10%-20% kasus dan sering dihubungkan dengan artritis etabolic .
Bila terjadi demam dan flare pada artritis etabolic maka perlu dipikirkan
kemungkinan artritis septik18.
Pada pemeriksaan fisik sendi ditemukan tanda-tanda eritema,
pembengkakan (90% kasus), hangat, dan nyeri tekan yang merupakan tanda
penting untuk mendiaganosis infeksi. Efusi biasanya sangat jelas/ban- yak, dan
berhubungan dengan keterbatasan ruang lingkup gerak sendi baik aktif maupun
pasif. Tetapi tanda ini menjadi kurang jelas bila infeksi mengenai sendi tulang
belakang, panggul, dan sendi bahu18.
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah tepi
Terjadi peningkatan lekosit dengan predominan etabolic segmental,
peningkatan laju endap darah dan C-reactive Protein (CRP). Tes ini
tidak spesifik tapi sering digunakan sebagai petanda tambahan dalam
di- agnosis khususnya pada kecurigaan artritis etabo pada sendi.
Kultur darah memberikan hasil yang positif pada 50-70% kasus18.
2) Pemeriksaan cairan sendi
Aspirasi cairan sendi harus dilakukan segera bila kecurigaan terhadap
artritis etabo, bila sulit dijangkau seperti pada sendi panggul dan
bahu maka gunakan alat pemandu radiologi. Cairan sendi tampak
229
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
keruh, atau etaboli, leukosit cairan sendi lebih dari 50.000 sel/mm3
predominan PMN, sering mencapai 75%-80%. Pada penderita dengan
malignansi, mendapatkan terapi kortikosteroid, dan pemakai obat
suntik sering dengan leukosit kurang dari 30.000 sel/mm3. Leukosit
cairan sendi yang lebih dari 50.000 sel/mm3 juga terjadi pada
inflamasi akibat penumpukan kristal atau inflamasi lainnya seperti
artritis rheumatoid. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan cairan
sendi dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi untuk
mencari adanya kristal. Ditemukannya kristal pada cairan sendi juga
tidak menyingkirkan adanya artritis etabo yang terjadi bersamaan.
Pengecatan gram cairan etaboli harus dilakukan, dan menunjukkan
hasil positif pada 75% kasus artritis positif kultur stafilokokus dan
50% pada artritis positif kultur basil gram etaboli. Pengecatan gram
ini dapat menuntun dalam terapi antibiotika awal etabo menunggu
hasil kultur dan tes sensitivitas. Kultur cairan sendi dilakukan terhadap
kuman etabol, etabolic, dan bila ada indikasi untuk jamur dan
mikobakterium. Kultur cairan etaboli positif pada 90% pada artritis
etabo nongonokokal18.
3) Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) bakteri dapat
mendeteksi adanya asam nukleat bakteri dalam jumlah kecil dengan
sensitifitas dan spesifisitas etabo 100%. PCR memiliki kelemahan
yaitu hasil positif palsu bila bahan maupun reagen yang mengalami
kontaminasi selama proses pemeriksaan Beberapa keuntungan
menggunakan PCR dalam mendeteksi adanya infeksi antara lain18:
Mendeteksi bakteri dengan cepat,
Mendeteksi bakteri yang mengalami pertumbuhan lambat,
Mendeteksi bakteri yang tidak dapat dikultur,
Mendeteksi bakteri pada pasien yang sedang mendapatkan terapi,
Mengidentifikasi bakteri baru sebagai penyebab.
4) Pemeriksaan Radiologi
230
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
f. Diagnosis
Diagnosis klinis artritis septik bila ditemukan adanya sendi yang
mengalami nyeri, pembengkakan, hangat disertai demam yang terjadi secara akut
disertai dengan pemeriksaan cairan sendi dengan jumlah lekosit >50.000 sel/mm3
dan dipastikan dengan ditemukannya kuman etaboli dalam cairan sendi18.
g. Diagnosis Banding
Sejumlah kelainan sendi yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding etabolic septik seperti infeksi pada sendi yang sebelumnya
mengalami kelainan, artritis terinduksi-kristal, etabolic reaktif, artritis
231
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
h. Terapi
Tujuan utama penanganan artritis septik adalah dekompresi sendi,
sterilisasi sendi, dan mengembalikan fungsi sendi. Terapi etabolic septik meliputi
terapi non- farmakologi, farmakologi, dan drainase cairan sendi18.
1) Terapi non-farmakologi
Pada fase akut, pasien disarankan untuk mengistirahatkan sendi yang
terkena. Rehabilitasi merupakan hal yang penting untuk menjaga
fungsi sendi dan mengurangi morbiditas artritis septik. Rehabilitasi
seharusnya sudah dilakukan saat munculnya artritis untuk mengurangi
kehilangan fungsi. Pada fase akut, fase supuratif, pasien harus
mempertahankan posisi fleksi ringan sampai sedang yang biasanya
cenderung membuat kontraktur. Pemasangan bidai kadang perlu untuk
mempertahankan posisi dengan fungsi optimal; sendi lutut dengan
posisi ekstensi, sendi panggul seimbang posisi ekstensi dan rotasi
netral, siku fleksi, dan pergelangan tangan posisi netral sampai sedikit
ekstensi. Pergerakan sendi baik aktif maupun pasif harus segera
dilakukan tidak lebih dari 24 jam setelah keluhan membaik18.
2) Terapi farmakologi
Pemilihan antibiotika harus berdasarkan beberapa pertimbangan
termasuk kondisi klinis, usia, pola dan resisitensi kuman setempat, dan
hasil pengecatan gram cairan sendi. Modifikasi antibiotika dilakukan
bila sudah ada hasil kultur dan sensitivitas bakteri18.
Secara umum rekomendasi pemberian antibiotika etabolic a paling
sedikit selama 2 minggu, diikuti dengan pemberian antibiotika oral
selama 1-4 minggu. Pemberian antibiotika etabolic a yang lebih lama
diindikasikan pada infeksi bakteri yang sulit dieradikasi seperti P.
aerogenosa atau Enterobacter spp. Pada kasus yang bakterimia S.
aureus diberikan antibiotika parenteral 4 minggu untuk mencegah
infeksi rekuren. Pemberian antibiotika intra etabolic tidak efektif dan
232
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Osteomielitis
a. Definisi
Kata “Osteomielitis” berasal dari etabo Yunani kuno yaitu osteon (tulang)
dan muelinos (sumsum) dan menggambarkan suatu infeksi pada bagian ruang
etabol dari tulang. Osteomielitis yaitu proses inflamasi pada keseluruhan tulang
termasuk korteks dan periosteum. Proses ini biasanya melibatkan korteks dan
periosteum, oleh karena itu etabolic ar dapat dinilai sebagai suatu kondisi
inflamasi tulang yang berawal dari ruang etabol dan etabo haversian serta
meluas hingga melibatkan periosteum daerah sekitarnya18.
233
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Etiologi
Penyebab utama dari etabolic ar adalah penyakit periodontal, seperti
gingivitis, pyorrhea, atau periodontitis. Pada pembedahan gigi, trauma wajah yang
melibatkan gigi, pemakaian kawat gigi, atau pemasangan alat lain yang dapat
membuat tekanan pada gigi serta dapat menarik gigi dari soketnya merupakan
penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan etabolic ar . Selain itu,
etabolic ar juga disebabkan oleh infeksi. Infeksi ini bisa disebabkan trauma
berupa penyebaran dari stomatitis, tonsillitis, infeksi sinus, furukolosis maupun
infeksi yang hematogen. Inflamasi yang disebabkan bakteri etaboli ini meliputi
seluruh struktur yang membentuk tulang, mulai dari medulla, korteks dan
periosteum18.
Osteomielitis juga disebabkan oleh bakteri. Hampir seluruh organisme
menjadi bagian dari gambaran etiologi, namun staphylococci dan streptococci
yang paling banyak teridentifikasi. Osteomielitis akut yang tidak ditangani atau
menerima penanganan yang tidak adekuat dapat berlanjut menjadi etabolic ar
kronis. Etiologi dari etabolic ar akut dan kronis hampir sama. Lokasi anatomi,
status imunitas, status gizi, usia pasien, serta ada atau tidaknya penyakit sistemik
seperti Paget’s diseases, osteoporosis, atau sickle cell disease, merupakan etabo-
faktor yang mendukung terjadinya osteomielitis18.
Osteomielitis biasanya disebabkan oleh spesies Staphylococcus, kemudian
diikuti dengan Enterobacteriaceae dan spesies Pseudomonas. Staphylococcus
aureus merupakan etaboli yang paling sering menyebabkan etabolic ar baik
pada etabolic ar akut dan juga kronis. Osteomielitis merupakan suatu infeksi
polimikroba karena banyaknya etaboli yang ditemukan berhubungan dengan
osteomielitis18.
c. Klasifikasi
1) Osteomielitis Akut dan Subakut
Osteomielitis dikatakan akut apabila terjadi dalam kurun waktu
kurang dari dua minggu. Terjadinya infeksi pada etabolic ar akut
dimulai dari adanya infeksi pada rongga medulla pada tulang. Adanya
234
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
235
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
236
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
f. Penataksanaan Osteomielitis
Langkah pertama dalam penatalaksanaan etabolic ar adalah
mendiagnosa kondisi pasien dengan benar. Diagnosis dibuat berdasarkan
pemeriksaan klinis, pemeriksaan radiografi dan pemeriksaan jaringan. Jaringan
yang terkena etabolic ar harus dikirim ke lab untuk dilakukan pewarnaan gram,
kultur bakteri, tes sensitivitas dan pemeriksaan histopatologis. Operator harus
mencurigai etabo malignansi yang memiliki tampilan klinis yang sama dengan
etabolic ar , dan harus dicantumkan dalam etaboli banding. Evaluasi dan
237
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
238
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
239
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
240
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 9.1 Insiden tumor jinak dan ganas pada tulang menurut kelompok umur
luka (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no. ).
241
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
2) Pemeriksaan fisik
Inspeksi. Pada inspeksi tumor tulang bisa terlihat sebagai benjolan.
Umumnya benjolan terdapat pada daerah dekat persendian dan
sangat jarang di bagian tengah ekstremitas. Permukaan kulit pada
tumor jinak tulang umumnya sama dengan jaringan sekitarnya.
Pada tumor ganas tulang permukaan kulit bisa tampak mengkilap
karena pertumbuhan tumor yang cepat, ditambah dengan pelebaran
pembuluh darah balik (venektasi), dan bisa tampak kemerahan19.
Palpasi. Pada pemeriksaan palpasi, beberapa hal yang perlu
diuraikan adalah19:
a) Letak tumor. Tumor tulang bisa timbul pada daerah epifi sis,
metafisis dan diafisis. Lokasi terbanyak terjadinya tumor tulang
adalah pada darah metafisis.
b) Konsistensi tumor. Tumor tulang bisa teraba padat atau keras.
Perabaan padat bisa ditemukan pada tumor jinak tulang dengan
ekspansi di dalam tulang, sehingga bila diraba terdapat benjolan
padat akibat ekspansi tumor di dalam tulang yang mendesak
otot-otot di atasnya. Pada tumor ganas tulang perabaan padat
umumnya terjadi akibat ekspansi tumor ke jaringan lunak yang
teraba. Perabaan keras umumnya terdapat pada ostekondroma,
dimana tumor timbul pada daerah metafi sis dan menonjol pada
satu sisi tulang sehingga dapat dengan mudah diraba.
c) Ukuran tumor. Tumor dengan ekspansi di dalam tulang dan
tumor yang telah ekspansi ke dalam jaringan lunak sekitarnya,
dinilai dengan cara mengukur diameter ekstremitas yang
terkena. Sedangkan tumor yang menonjol pada bagian tertentu
dari tulang yang dinilai hanya bagian yang menonjol. Tumor
jinak umumnya tumbuh lambat dalam waktu tahunan sehingga
ukurannya etaboli tetap.
d) Permukaan. Permukaan tumor tulang pada perabaan umumnya
rata kecuali pada osteokondroma bisa berdungkul-dungkul.
242
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
243
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
244
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
245
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
246
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 9.2 Pendekatan dalam melakukan diagnosis tumor tulang (dikutip sesuai
dengan aslinya dari kepustakaan no. ).
Gambar 9.3 Gambaran tumor jinak tulang (osteokondroma) pada tulang ilium
pelvis (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no. ).
Pendekatan Multidisiplin
Prevalensi etabol tulang dan jaringan lunak sangat rendah bila
dibandingkan dengan karsinoma. Belum ada angka etabolic yang akurat di
Indonesia tentang insiden etabol tulang dan jaringan lunak. Menurut WHO
insiden tumor etabolic ar e hanya 0,2% pada tumor tulang dan lebih kurang 2
247
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
% tumor jaringan lunak pada populasi. Di samping itu, tumor memiliki variasi
tipe dan etabol yang sangat banyak sehingga untuk menegakkan diagnosis tumor
etabolic ar e menjadi tantangan bagi para klinisi yang terlibat dalam
penanganan tumor muskuloskeletal19.
Dalam melakukan tatalaksana diagnosis dan terapi, sejak awal sudah harus
dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga bisa menghasilkan terapi yang
optimal. Sebaiknya terapi tumor etabolic ar e dilakukan di institusi etabolic
yang memiliki pusat pelayanan tumor. Dokter umum, orthopedi, dan dokter lain
bisa melakukan penyaringan awal tumor etabolic ar e pada saat pasien etabo
pertama kali, dan kemudian meminta pencitraan radiologi sederhana sesuai
dengan sarana yang ada. Pencitraan canggih sebaiknya dilakukan di pusat
pelayanan tumor etabolic ar e . Sebaiknya pasien dikirim ke pusat pelayanan
tumor sebelum dilakukan biopsi19.
Pendekatan multidisiplin dalam diagnosis dan terapi tumor etabolic ar e
dapat didefinisikan sebagai pendekatan tim yang terintegrasi dimana dokter dari
beberapa disiplin ilmu merencanakan etabol tahapan diagnosis dan terapi
terhadap pasien tumor etabolic ar e sesuai dengan kondisi individu
pasien.Pendekatan multidisiplin merupakan kunci untuk terapi dan perawatan
pasien tumor yang berkualitas tinggi19.
Pendekatan multidisiplin bertujuan memperbaiki dan meningkatkan
komunikasi, koordinasi, dan membuat keputusan dengan tepat bagi para dokter
dari berbagai bidang ilmu yang terlibat dalam tatalaksana tumor etabolic ar e .
Pendekatan multidiplin telah direkomendasikan secara internasional dan telah
diterapkan di berbagai negara maju. Pendekatan multidisiplin bisa menggunakan
berbagai model. Pendekatan multidisiplin di pusat tumor etabolic ar e
dilakukan oleh berbagai bidang ilmu terkait, dengan mengadakan pertemuan
regular.
Dalam melakukan pertemuan multidisplin agar tim bisa bekerja dengan
baik dan menghasilkan keputusan yang terbaik untuk pasien dibutuhkan beberapa
persyaratan sebagai berikut19:
248
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
249
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
250
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
ukurannya kurang dari 3 cm dan tidak aktif cukup dilakukan observasi saja, begitu
juga pada tumor tulang yang tidak aktif yang kadangkala ditemukan secara
kebetulan pada pencitraan foto sinar-X untuk kegunaan lain seperti
osteochondroma, bone cyst, fibrous dysplasia. Pada tumor jinak yang aktif,
tumbuh membesar, menimbulkan kerusakan tulang sehingga berpotensi
menimbulkan fraktur patologis, menekan jaringan sekitarnya sehingga
menimbulkan gangguan sesuai dengan jaringan yang terganggu serta
menimbulkan nyeri yang mengganggu pada penderita, maka dianjurkan untuk
diambil melalui proses pembedahan19.
Pembedahan sampai saat ini masih merupakan pilihan utama untuk tumor
ganas etabo etabolic ar e , tetapi harus diingat bahwa setiap tumor ganas dari
manapun sumbernya memiliki kemampuan untuk metastasis ke organ lain.
Kemampuan tumor ganas untuk metastasis tidak bisa diatasi dengan pembedahan,
sehingga dibutuhkan terapi yang bersifat sistemik seperti kemoterapi sebagai
terapi tambahan (adjuvant), walaupun begitu tidak semua tumor ganas
etabolic ar e etabolic terhadap kemoterapi. Radioterapi bisa menjadi pilihan
lain untuk terapi tambahan dan juga sebagai terapi utama untuk tumor ganas
etabolic ar e yang tidak dapat dioperasi (non-operable)19.
Dengan terapi tambahan (neo-adjuvant dan adjuvant), pencitraan radiologi
yang bisa menampilkan gambaran lebih detail tentang anatomi tumor dan teknik
pembedahan yang baik beserta pilihan untuk rekonstruksi baik menggunakan
etabol maupun rekonstruksi biologi menggunakan tulang (baik allograft maupun
memproses etabol jaringan tulang yang terkena tumor) prognosis (pasien yang
bisa bertahan hidup sampai 5 tahun) pasien dengan tumor ganas tulang meningkat
etabol dari 30-40% menjadi 60- 80%19.
Urutan terapi tumor ganas tulang adalah sebagai berikut19:
Kontrol sistemik dengan kemoterapi neo-adjuvant disebut juga induksi
kemoterapi yang diberikan sebelum pembedahan. Tujuan kemoterapi neo-
adjuvant adalah mencegah atau eliminasi mikrometastasis dan
menimbulkan nekrosis pada jaringan tumor.
251
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 9.6 Prinsip Terapi Tumor Ganas Muskuloskeletal (dikutip sesuai dengan
aslinya dari kepustakaan no. ).
252
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
253
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Prinsip-Prinsip Penatalaksanaan
Penatalaksanaan individu pasien tergantung pada diagnosis, pola
pewarisan, jenis dan tingkat keparahan deformitas atau disabilitas, kapasitas
mental dan aspirasi sosial. Namun, perlu diperhatikan beberapa prinsip umum,
seperti18:
1) Komunikasi
254
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
255
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Karena berbagai kondisi disebabkan oleh cacat gen yang berbeda, maka akan
benar secara ilmiah untuk mengklasifikasikannya menurut patologi molekuler
dasar mereka18.
b. Displasia dengan Perubahan Epipisal Utama
Kelompok gangguan ini ditandai dengan perkembangan abnormal dan
pengerasan epifisis. Panjang tungkai dapat dikurangi, meskipun tidak separah
pada kondisi di mana epifisis terpengaruh18.
c. Displasia Epipisal Berganda (Multiple Epiphyseal Dysplasia)
Multiple epiphyseal dysplasia (MED) memiliki variasi dalam tingkat
keparahan, mulai dari gangguan ringan dengan kelainan anatomi ringan hingga
kondisi melumpuhkan yang parah. Terdapat keterlibatan luas dari epifisis tetapi
vertebra tidak terpengaruh sama sekali, atau hanya sedikit18.
1) Gambaran klinis
Anak-anak memiliki tinggi badan di bawah rata-rata dan orang tua
mungkin telah memperhatikan bahwa tungkai bawah tidak
proporsional, yaitu lebih pendek dibandingkan dengan batang tubuh.
Mereka beberapa kali berjalan dengan gaya berjalan terhuyung-
huyung dan mereka mungkin mengeluhkan nyeri pinggul atau lutut.
Beberapa mengalami deformitas progresif pada lutut dan/atau
pergelangan kaki. Tangan dan kaki mungkin pendek dan lebar. Wajah,
tengkorak dan tulang belakang normal. Dalam beberapa kasus hanya
satu atau dua pasang sendi yang terlibat, sementara di kasus lain
kondisinya tersebar luas; ini mungkin ekspresi dari beberapa urutan
yang berbeda. Dalam kehidupan dewasa, cacat epifisis residual dapat
menyebabkan ketidaksesuaian sendi dan etabolic ar e sekunder. Jika
perubahan anatominya ringan, kelainan yang mendasarinya mungkin
terlewatkan dan pasien dianggap sebagai kasus OA yang lain.
Perubahan X-Ray terlihat dari anak usia dini. Pada anak yang sedang
tumbuh, epifisis tidak berbentuk; di pinggul ini mungkin keliru untuk
penyakit Perthes bilateral, tetapi sifat simetris dari perubahan dan
adanya perubahan pada epifisis lain biasanya mendefinisikan kondisi
256
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
d. Displasia Spondiloepifiseal
Istilah spondyloepiphyseal dysplasia (SED) mencakup sekelompok
gangguan etabolic di mana etabolic epifisis etaboli dikaitkan dengan
perubahan vertebral yang ditandai dengan baik – osifikasi tertunda, penonjolan
257
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
rata pada badan vertebra (platyspondyly), osifikasi ireguler dari epifisis cincin dan
lekukan pelat akhir (simpul Schmorl). Yang paling ringan dari gangguan ini tidak
bisa dibedakan dari MED; bentuk yang lebih parah memiliki penampilan yang
khas18.
1) Gambaran klinis
• Sed Congenita: gangguan autosomal dominan ini dapat didiagnosis
pada masa bayi, dengan gambaran tungkai pendek, tetapi batang
tubuh bahkan lebih pendek dan leher etabo tidak ada. Anak-anak
yang lebih besar disertai kyphosis punggung dan dada berbentuk
tong yang khas; mereka berdiri dengan pinggul tertekuk dan tulang
belakang lumbar dalam tanda lordosis. Pada masa remaja mereka
sering mengalami etabolic. Sinar-X menunjukkan etabolic
epifisis yang luas dan perubahan vertebra yang khas. Hipoplasia
odontoid sering terjadi dan dapat menyebabkan subluksasi
atlantoaksial dan kompresi tali pusat. Diagnosis tidak selalu
mudah; ada kemiripan yang jelas dengan penyakit Morquio tetapi,
pada yang terakhir, pemendekan di segmen ekstremitas distal dan
urinalisis menunjukkan peningkatan ekskresi keratan sulfat.
Penatalaksanaan mungkin melibatkan osteotomi korektif untuk
coxa vara parah atau deformitas lutut18.
• Sed Tarda: Sebuah gangguan resesif terkait-X, SED tarda jauh
lebih ringan dan dapat menjadi jelas hanya setelah usia 5 tahun
etabo anak gagal tumbuh normal dan mengembangkan
kyphoscoliosis. Pria dewasa cenderung lebih parah terkena
daripada etabo. Pasien ini mungkin mengalami sakit punggung
atau etabolic ar e sekunder pada pinggul. Sinar-X menunjukkan
karakteristik platyspondyly dan osifikasi abnormal dari epifisis
cincin, etabol dengan etabolic yang lebih luas. Pengobatan
mungkin diperlukan untuk sakit punggung atau (pada orang dewasa
yang lebih tua) untuk etabolic ar e sekunder pinggul18.
258
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
259
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
260
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
proliferasi physeal abnormal berhenti pada saat itu, tetapi tulang terus
bertambah etabol, eksostosis tertinggal di tempat asalnya (sekarang
bagian dari metafisis) tetapi tudung etabol mobilnya masih mampu
tumbuh secara otonom. Jika kelainan fisis berlanjut, pertumbuhan
lebih lanjut berlanjut pada cetakan abnormal baru, tanpa remodeling
metafisis yang melebar dan cacat.
Gambar 9.9 Eksostosis Ganda Herediter (dikutip sesuai dengan aslinya dari
kepustakaan no. )
2) Penatalaksanaan
Eksostosis mungkin perlu dihilangkan karena tekanan pada saraf atau
pembuluh darah, atau karena cenderung terbentur selama aktivitas
sehari-hari. Perawatan harus diambil untuk tidak merusak physes.
Deformitas kaki atau lengan bawah mungkin cukup parah untuk
memerlukan pengobatan dengan osteotomi korektif atau koreksi dan
pemanjangan bersamaan dengan teknik Ilizarov18.
b. Akondroplasia
Ini adalah bentuk paling umum dari perawakan pendek yang tidak normal;
261
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
tinggi orang dewasa biasanya sekitar 122 cm (48 inci). Pemendekan tulang
ekstremitas yang tidak proporsional dapat dideteksi dalam etab dengan
pemindaian ultrasound18.
1) Klinis
Kelainan ini terlihat jelas pada masa kanak-kanak: pertumbuhan
sangat terhambat; anggota badan – terutama segmen proksimal – tidak
proporsional pendek (pemendekan rhizomelic) dan tengkorak cukup
besar dengan dahi menonjol dan hidung berbentuk pelana. Boss
frontal dan etabolic wajah tengah berkontribusi pada penampilan
karakteristik orang dengan achondroplasia. Jari-jari tampak gemuk
dan agak melebar (tangan trisula)18.
2) Sinar-X
Semua tulang yang dibentuk oleh osifikasi endokondral terpengaruh,
sehingga tulang wajah dan dasar tengkorak abnormal tetapi kubah
kranial tidak. Foramen magnum lebih kecil dari biasanya. Tulang
tubular pendek tapi tebal, metafisis melebar dan garis physeal agak
tidak teratur; tempat perlekatan otot, seperti etabolic tibialis dan
trokanter mayor femur, menonjol. Meskipun tulang ekstremitas
proksimal terpengaruh secara tidak proporsional (rhi zomelia),
perubahan juga terlihat di pergelangan tangan dan tangan, di mana
metafisisnya lebar dan berbentuk cangkir. Epifisis secara mengejutkan
normal dan karenanya degenerasi sendi jarang terjadi. Rongga
panggul kecil (terlalu kecil untuk persalinan normal) dan sayap iliaka
melebar, menghasilkan atap acetabular yang etabo horizontal. Jarak
antar etabolic vertebral sering berkurang dari L1 ke L5 dan kanal
tulang belakang berkurang ukurannya18.
262
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 9.10 Akondroplasia (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no. )
3) Diagnosis
Akondroplasia tidak boleh disamakan dengan jenis ‘kerdil’ berkaki
pendek lainnya. Dalam beberapa (misalnya penyakit Morquio)
pemendekan mempengaruhi segmen distal lebih dari proksimal dan
mungkin ada kelainan terkait yang menyebar luas18.
4) Penatalaksanaan
Selama masa kanak-kanak, pengobatan operatif mungkin diperlukan
untuk deformitas ekstremitas bawah (biasanya genu varum). Kadang-
kadang kifosis torakolumbar gagal untuk memperbaiki dirinya sendiri;
jika ada deformitas yang signifikan (angulasi lebih dari 40°) pada usia
5 tahun, ada risiko kompresi tali pusat dan mungkin diperlukan
koreksi operatif. Selama masa dewasa, stenosis tulang belakang
mungkin memerlukan dekompresi. Prolaps diskus intervertebralis
yang berada di atas kanal tulang belakang yang sempit harus ditangani
sebagai keadaan darurat18.
c. Hipokondroplasia
Ini telah digambarkan sebagai bentuk yang sangat ringan dari
achondroplasia. Namun, terlepas dari perawakan pendek (dengan penekanan pada
segmen ekstremitas proksimal) dan lordosis lumbal yang nyata, hanya sedikit
yang menunjukkan adanya kelainan; kepala dan wajah tidak terpengaruh dan
banyak dari mereka dengan hipokondroplasia lulus untuk individu kekar normal.
263
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
264
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
1) Gambaran Klinis
Biasanya gangguan ini unilateral; memang hanya satu anggota tubuh
atau bahkan satu tulang yang mungkin terlibat. Anggota tubuh yang
terkena pendek, dan jika lempeng pertumbuhan terlibat secara
asimetris, tulang menjadi bengkok; membungkuk dari ujung distal
femur atau tibia tidak jarang dan pasien mungkin etabo dengan
deformitas valgus atau varus pada lutut dan pergelangan kaki.
Pemendekan ulna dapat menyebabkan pembengkokan radius dan,
kadang-kadang, dislokasi kaput radius. Jari tangan atau kaki sering
mengandung banyak enkondromata, yang merupakan ciri khas
penyakit ini dan mungkin sangat banyak sehingga tangan menjadi
lumpuh. Variasi langka diskondroplasia dikaitkan dengan
hemangiomata etaboli (penyakit Maffucci)18.
2) Sinar-X
Perubahan karakteristik pada tulang etabol adalah garis-garis radio-
lusen memanjang dari fisis ke metafisis – munculnya kolom tulang
rawan yang persisten dan tidak sepenuhnya mengeras yang
terperangkap dalam tulang. Jika hanya separuh bagian tubuh yang
terkena, pertumbuhan akan terhambat secara asimetris dan tulang
menjadi melengkung. Di tangan dan kaki pulau-pulau tulang rawan
secara khas menghasilkan banyak enkondromata18.
3) Pengobatan
Deformitas tulang mungkin perlu dikoreksi, tetapi ini harus ditunda
sampai pertumbuhan selesai; jika tidak, kemungkinan akan berulang.
265
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
h. Displasia Craniometaphyseal
Kondisi ini diturunkan secara autosomal dominan, mirip dengan penyakit
Pyle, tetapi di sini defek tubulus dikaitkan dengan penebalan progresif tengkorak
dan mandibula yang mengakibatkan dahi yang menonjol, rahang yang besar, dan
hidung yang tampak terjepit. Oklusi foraminal dapat menyebabkan kompresi saraf
kranial – terkadang cukup parah sehingga memerlukan perawatan operatif18.
266
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
dan resorpsi tulang; dalam bentuk yang paling umum, osteopetrosis, terjadi
kegagalan resorpsi tulang karena defek pada produksi dan/atau fungsi osteoklas18.
1) Osteopetrosis tarda
Bentuk umum dari osteopetrosis adalah kelainan dominan autosomal
yang cukup jinak yang jarang menimbulkan gejala dan hanya dapat
ditemukan pada masa remaja atau dewasa setelah fraktur patologis
atau ketika dilakukan pemeriksaan sinar-x untuk alasan lain – oleh
karena itu disebut tarda. Penampilan dan fungsi tidak terganggu,
kecuali ada komplikasi: fraktur patologis atau kompresi saraf kranial
karena perambahan tulang pada foramen. Penderita juga rentan
terhadap infeksi tulang, terutama mandibula setelah pencabutan gigi.
Sinar-X menunjukkan peningkatan kepadatan semua tulang: korteks
melebar, meninggalkan kanal meduler yang sempit; vertebral end-
plate sklerotik menghasilkan tampilan bergaris (‘tulang belakang kaus
sepak bola’); tengkorak menebal dan dasar sklerotik padat. Perawatan
diperlukan hanya jika terjadi komplikasi18.
2) Osteopetrosis Kongenital
Bentuk osteopetrosis autosomal resesif yang langka ini hadir saat lahir
dan menyebabkan kecacatan parah. Perambahan tulang pada sumsum
menghasilkan pansitopenia, hemolisis, anemia, dan
etabolic ar e aly. Oklusi foram inal dapat menyebabkan kelumpuhan
saraf etab atau fasialis. Pengobatan, dalam beberapa tahun terakhir,
telah difokuskan pada metode meningkatkan resorpsi tulang dan
hematopoeisis, misalnya dengan transplantasi sumsum dari donor
normal dan pengobatan jangka etabol dengan interferon gamma18.
267
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
dan memiliki gaya berjalan yang lebar atau bergoyang. Mungkin ada pengecilan
otot dan gagal berkembang. Nyeri otot mungkin memerlukan pengobatan
simtomatik. Kasus yang lebih ringan biasanya sembuh secara spontan pada usia
25 tahun18.
c. Craniodiaphyseal Dysplasia
Gangguan resesif autosomal yang langka ini ditandai dengan ekspansi
silinder tulang etabol dan penebalan kasar tengkorak dan tulang wajah. Kontur
wajah yang menonjol mungkin muncul pada masa kanak-kanak dan merupakan
ciri paling mencolok dari kondisi tersebut – sehingga menimbulkan nama
‘leontiasis’. Oklusi foraminal dapat menyebabkan tuli atau gangguan
penglihatan18.
d. Pyknodysostosis
Ketertarikan pada kelainan langka ini berasal dari anggapan bahwa
impresionis Prancis, Toulouse Lautrec, adalah korbannya. Gambaran klinis
adalah perawakan pendek, frontal bossing, keterbelakangan mandibula dan gigi
geligi abnormal. Adanya sklera biru dan kecenderungan fraktur dapat
menyebabkan kebingungan dengan osteogenesis imperfekta. Kondisi ini
diturunkan sebagai sifat resesif autosomal. Pada x-ray tulangnya padat; tengkorak
membesar, dengan garis sutura lebar dan ubun-ubun terbuka, tetapi tulang wajah
dan mandibula hipoplastik, sehingga membentuk wajah ‘segitiga’ yang khas18.
268
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
269
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
270
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
trauma aorta posterior, trauma ascendens atau transversal yang kompleks, atau
yang memerlukan pencangkokan interposisi lengkung, dan full cardiopulmonary
bypass. Trauma arteri innominate diperbaiki menggunakan teknik eksklusi bypass
menghindari kebutuhan untuk bypass cardiopulmonary. Bypass grafting dari
proksimal aorta ke distal innominate dengan prostetik tube graft dilakukan
sebelum hematoma postinjury dimasukkan9.
Gambar 10.1 Tindakan bypass (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan
no.)
271
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
ventrikel kiri. Penatalaksanaan non operatif untuk trauma aorta intima derajat I
dilakukan dengan agen antiplatelet dan etabol tekanan darah9.
Gambar 10. 2 Tindakan graft pada Cedera Tumpul Aorta Thorakalis (dikutip
sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no.)
Jantung
Trauma jantung tumpul dan tembus memiliki presentasi yang sangat
berbeda dan oleh karena itu perawatannya juga berbeda. Trauma tembus pada
jantung yang dapat bertahan terdiri dari luka yang dapat diperbaiki secara operatif;
kebanyakan luka tusuk. Sebelum perbaikan trauma dilakukan, perdarahan harus
dikontrol; cedera pada atrium dapat dijepit dengan klem etaboli Satinsky,
sedangkan tekanan digital digunakan untuk menutup etaboli besar luka
ventrikel9.
Oklusi kateter foley dari lesi stellata yang lebih besar dijelaskan, tetapi
bahkan traksi minimal dapat memperbesar trauma asli. Kontrol sementara
perdarahan, dan kadang-kadang perbaikan definitive dapat dilakukan dengan
staples kulit untuk laserasi ventrikel kiri; tepi miokard dari laserasi harus melapisi
diastole agar stapel secara teknis layak. Perbaikan etabolic cedera jantung
dilakukan dengan jahitan polipropilen 3-0 atau jahitan polipropilen 2-09
272
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 10.3 Teknik jahitan untuk Luka di jantung (dikutip sesuai dengan aslinya
dari kepustakaan no.).
273
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
274
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
dari chest tube dan didokumentasikan oleh endoskopi, penyegelan fibrin glue
yang diarahkan secara bronchoscopy mungkin berguna9.
Mayoritas trauma parenkim paru dicurigai berdasarkan identifikasi
pneumotoraks; etaboli besar dapat dikelola dengan tube thoracostomy. Trauma
parenkim diidentifikasi ditemui selama eksplorasi toraks untuk hemotoraks masif
dikelola tanpa reseksi sebanyak mungkin. Fistula bronkovenosa merupakan
ancaman konstan dan harus diminimalisir dengan etabol segera terhadap
kebocoran udara besar. Laserasi perifer dengan perdarahan persisten dapat
ditangani dengan stapled wedge resection. Untuk cedera sentral, pengobatan saat
ini adalah pulmonary tractotomy, yang memungkinkan etabo selektif bronkiolus
individu dan perdarahan, mencegah perkembangan hematoma intraparenkim atau
emboli udara, dan mengurangi kebutuhan untuk reseksi lobus formal9.
275
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Esofagus
Karena kedekatan struktur, trauma esofagus sering terjadi dengan trauma
trakeobronkial, terutama pada kasus trauma tembus. Pilihan operasi didasarkan
pada luas dan lokasi cedera esofagus. Dengan mobilisasi yang cukup, anastomosis
ujung ke ujung satu lapis primer dapat dilakukan setelah debridement yang sesuai.
Seperti pada perbaikan servikal, jika ada dua garis jahitan yang berdekatan (trakea
276
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
277
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
278
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
279
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
mm atau RSVG digunakan tergantung pada lokasi. Karena terkait cedera pleksus
brakialis sering terjadi, pemeriksaan neurologis menyeluruh pada ekstremitas
diamanatkan sebelum operasi intervensi. Pendekatan operatif untuk cedera arteri
brakialis adalah melalui: sayatan longitudinal ekstremitas atas medial; etabol
proksimal dapat diperoleh di arteri aksilaris, dan ekstensi berbentuk S melalui
fossa antecubital menyediakan akses ke distal arteri brakialis. Segmen pembuluh
darah yang cedera dieksisi, dan dilakukan interposisi RSVG graft dari ujung ke
ujung. Ekstremitas atas etabolic jarang diperlukan karena perfusi kolateral yang
kaya melalui profunda. Untuk cedera SFA, fiksasi eksternal tulang paha biasanya
dilakukan, diikuti oleh RSVG. Ujung ke ujung segmen SFA yang cedera.
Pemantauan ketat untuk sindrom kompartemen betis adalah wajib. Akses pilihan
ke popliteal ruang untuk cedera akut adalah medial, pendekatan satu sayatan
dengan detasemen semitendinosus, semimembranosus, dan otot gracilis9.
Pilihan lain adalah pendekatan medial dengan dua sayatan menggunakan
RSVG yang lebih etabol, tetapi ini membutuhkan interval etabo arteri poplitea
dan cabang genikulatum. Jarang, dengan luka terbuka pendekatan posterior lurus
dengan berbentuk S sayatan dapat digunakan. Jika pasien memiliki vena poplitea
terkait cedera, ini harus diperbaiki terlebih dahulu dengan cangkok interposisi
PTFE sementara arteri dishunt. Untuk cedera arteri poplitea terisolasi, RSVG
dilakukan dengan anastomosis ujung ke ujung. Sindrom kompartemen adalah
umum, dan dugaan empat kompartemen etabolic diperlukan pada pasien dengan
kombinasi arteri dan cedera vena. Setelah pembuluh diperbaiki dan pemulihan
aliran arteri didokumentasikan, penyelesaian angiografi harus dilakukan di OR
jika tidak teraba nadi distal. Vasoparalisis dengan verapamil, nitrogliserin, dan
etabolic dapat digunakan untuk mengobati vasokonstriksi9.
280
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Varises vena sering terjadi dan terdapat setidaknya pada 10% dari
populasi umum. Temuan varises mungkin termasuk vena yang
melebar dan berkelok-kelok, etabolic ar e, dan varises retikuler.
Faktor risiko varises termasuk obesitas, jenis kelamin etabo, tidak
aktif, dan etabol keluarga. Varises dapat diklasifikasikan sebagai
primer atau sekunder. Varises primer disebabkan oleh kelainan
etabolic dinding vena, sedangkan varises sekunder berhubungan
dengan insufisiensi vena dalam dan/atau superfisial9.
2) Manifestasi klinis
Pasien dengan varises mungkin mengeluhkan penampilan yang tidak
sedap dipandang, nyeri, berat, pruritus, dan kelelahan awal pada kaki
yang terkena. Gejala-gejala ini memburuk dengan berdiri dan duduk
yang lama dan berkurang dengan elevasi kaki lebih tinggi dari jantung
dan dapat juga menimbulkan edema ringan. Tanda-tanda yang lebih
parah dapat berupa tromboflebitis, hiperpigmentasi,
lipodermatosklerosis, ulserasi, dan perdarahan9.
3) Penatalaksanaan
Komponen penting pengobatan untuk pasien dengan varises adalah
penggunaan stoking kompresi elastis. Pasien mungkin akan
diresepkan stoking elastis dengan kompresi mulai dari 20 hingga 30,
30 hingga 40, atau bahkan 40 hingga 50 mmHg. Panjang stoking
berkisar dari setinggi lutut sampai setinggi pinggang, dan stoking
harus menutupi varises yang bergejala. Kompresi elastis memberikan
pengurangan gejala yang cukup pada banyak pasien yang bergejala.
Masalah kosmetik dapat menyebabkan intervensi. Selain itu,
intervensi diperlukan pada pasien yang gejalanya memburuk atau
tidak mereda meskipun terapi kompresi atau yang memiliki
lipodermatosklerosis atau ulkus vena. Percobaan dari beberapa pasien
varises dengan simtomatik telah menunjukkan peningkatan kualitas
hidup dengan pengobatan intervensi. Manajemen intervensi termasuk
skleroterapi injeksi, ablasi termal, terapi bedah, atau kombinasi dari
281
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
282
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 10.6 stab avulsion (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no.).
283
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
284
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
3) Diagnosis
Penggunaan Ankle-Brachial Index (ABI) untuk mengevaluasi pasien
yang berisiko untuk kejadian kardiovaskular. ABI kurang dari 0,9
berkorelasi dengan peningkatan risiko infark miokard dan
menunjukkan signifikan, meskipun mungkin asimtomatik, didasari
oleh penyakit pembuluh
darah perifer.5
ABI ditentukan dengan
cara berikut. Tekanan
darah diukur pada kedua
ekstremitas atas
menggunakan tekanan
darah sistolik tertinggi
sebagai penyebut untuk
ABI. Tekanan
pergelangan kaki
ditentukan dengan
menempatkan manset
tekanan darah di atas
pergelangan kaki dan
mengukur aliran balik
arteri tibialis posterior
dan arteri dorsalis pedis
Gambar 10.7 Menghitung ankle-brachial
menggunakan probe
index (ABI) (dikutip sesuai dengan
Doppler pensil pada setiap
aslinya dari kepustakaan no.).
285
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
287
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
288
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
289
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
290
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
291
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
292
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
2) Diagnosis
Pasien dengan TOF biasanya akan menunjukkan sianosis, dimana
sianosis berat biasanya terjadi pada usia 6 – 12 bulan pertama
kehidupan, dan biasanya pasien juga mengalami “tet spells” yang
merupakan periode hipoksemia ekstrim, dengan karakteristik
293
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
294
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
295
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
296
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
297
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
298
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
aliran darah pulmonal dan bayi atau pasien dengan VSD menunjukkan
gejala gagal jantug kongestif. Jika tidak segera dilakukan tatalaksana,
maka akan terjadi hipertensi pulmonal dan aliran darah balik dari
kanan ke kiri, dan berakhir menjadi sindroma Eisenmenger. Pasien
dengan sindroma Eisenmenger akan menunjukkan gejala
asimptomatik sampai kejadian sianosis terjadi. Selain itu pasien
dengan VSD rentan untuk terjadi infeksi saluran pernapasan.
Pemeriksaan foto thorax memperlihatkan peningkatan sirkulasi paru
dan kardiomegali, pemeriksaan EKG memperlihatkan hipertrofi
ventrikel kiri atau hipertrofi biventrikel. Diagnosis dapat ditegakkan
melalui pemeriksaan ekokardiografi yang mampu memperlihatkan
derajat shunt serta peningkatan tekanan arteri pulmonal, dan
pemeriksaan melalui kateterisasi jantung yang biasanya dilakukan
pada pasien dengan usia yang lebih besar9.
4) Tatalaksana
Defek VSD dapat tertutup atau menyempit secara spontan dan
penutupan ini dipengaruhi oleh usia, dimana bayi berusia 1 bulan
kesempatan sebesar 80% untuk defek tertutupi secara spontan
dibandingkan dengan anak usia 12 bulan yang hanya memiliki
kesempatan 25%. Hal ini sangat mempengaruhi keputusan
pembedahan, dimana pasien dengan defek kecil tanpa gejala akan
dipantau dalam periode waktu tertentu sebelum pengambilan
keputusan pembedahan. Untuk defek besar dan bergejala, diperlukan
etaboli pembedahan koreksi segera untuk mencegah terjadinya
peningkatan tekanan pulmonal pada usia 1 tahun pertama9.
5) Prognosis
Prognosis pada pasien VSD yang menjalani etaboli pembedahan
sangat baik, dengan rasio mortalitas mendekati 0%. Faktor yang
mempengaruhi angka mortalitas meliputi etabol penyerta lain,
terutama jika defek pada VSD sangat besar9.
299
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
300
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
301
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
302
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Gambar 1 Alur Triage (dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan no.).
303
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Penentuan triase pada anak berbeda dengan orang dewasa, karena pada
anak yang apnea masih dapat memiliki kemampuan adaptasi jika terjadi
penurunan perfusi ke jaringan, sehingga triase pada anak disebut dengan “the
jump start triage” 21.
Gambar 2 Alur START pada anak (dikutip sesuai dengan aslinya dari
kepustakaan no.).
304
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
bencana sampai ke rumah sakit atau pelayanan etabolic yaitu berkisar 53 menit
di pedesaan, dan 36 menit di perkotaan 22.
Transportasi pada korban bencana dari tempat kejadian sampai ke rumah
sakit terdekat dipengaruhi dari triase yang telah ditentukan sebelumnya. Hal ini
bertujuan untuk menyelamatkan lebih banyak orang yang lebih membutuhkan
penanganan segera, dimana transportasi dilakukan pada korban dengan kategori
merah dan kuning 21
305
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
306
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Fasilitas EMT tipe 3 harus tersedia siang dan malam serta memiliki
setidaknya 2 ruang operasi, 40 tempat tidur rawat inap, dan 4-6 tempat
tidur ICU. Tim operasi harus dapat melakukan minimal 15 operasi
besar atau 30 operasi kecil per hari. Karena peran mereka dalam
menerima rujukan dan mengelola kasus-kasus kompleks, layanan ini
harus tersedia selama minimal 2 bulan.
307
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
308
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
b. Circulation
Setelah ventilasi dari alveolus adekuat, prioritas selanjutnya yaiu
untuk mengoptimalkan pengiriman oksigen ke organ vital dengan
memaksimalkan kerja kardiovaskular. Penggunaan jumlah, lokasi, dan
tempat dari jalur IV bergantung derajat syok dan derajat cedera yang
terjadi pada pasien. Ketika jalur akses etaboli di perifer terhambat,
maka jalur IV dapat dimasukkan melalui pembuluh darah femoral atau
subclavicula dengan menggunakan etabo Seldinger. Infus
intraosseous dapat dilakukan melalui kavitas medulla pada tulang
etabol yang tidak cedera, merupakan etaboli yang aman dan tepat
terutama pada bayi dan anak dibawah usia 6 tahun. Jika akses tersebut
juga tidak dapat dilakukan, maka pemaangan jalur IV dapat dilakukan
melalui V. sapena magna. Pada saat pemasangan jalur IV,
pengambilan sampel darah dapat dilakukan untuk pemeriksaan
hematokrit, leukosit, konsentrasi elektrolit, golongan darah, profil
koagulasi, dan screening toksikologi.
Kristaloid etaboli merupakan cairan resusitasi pertama yang
diberikan di IGD. Ringer laktat dapat diberikan pada pasien, kecuali
pada pasien dengan trauma otak. Jika pasien tida berespon terhadap
pemberian kristaloid 30 ml/kgBB, maka dapat dilakukan etabolic
darah. Darah dan cairan ringer laktat tidak boleh diberikan pada jalur
IV yang sama. Transfuse darah lebih awal dapat diindikasikan pada
semua pasien dengan syok berat atau dengan perdarahan yang
signifikan (contoh: fraktur pelvis atau fraktur femur bilateral),
terutama pada pasien usia lanjut. Transfusi darah dengan jenis
golongan darah yang sama harus tersedia dalam waktu 20 menit, jika
309
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
tidak tersedia, maka dapat diberikan packed red blood cells (PRBC)
dengan golongan O-, dapat diberikan, karena golongan darah O- tidak
memiliki antigen seluler sehingga menimalisir reaksi hemolitik dari
reaksi etaboli-antigen. Jika golongan darah O- juga tidak tersedia,
maka dapat dilakukan etabolic darah golongan O+, namun pasien
dapat mengalami reaksi hemolitik. Protokol untuk etabolic etabo
( etabolic >10 kantung PRBC) harus tersedia pada bank darah untuk
memastikan ketersediaan produk darah sebelum pasien dengan
perdarahan yang mengancam jiwa tiba. Pemberian etabolic etabo
yang terlalu awal mengakibatkan asidosi, hipotermi, dan hipokalemia.
Hipotermia derajat sedang (<32°C) mengakibatkan sekuens platelet
dan menghambat pelepasan etabo platelet yang penting dalam
kaskade jalur pembekuan etabolic, dan prognosis yang lebih buruk.
Langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah hipotermi meliputi
menutup tubuh (termasuk kepala), mengupayakan darah dan cairan
resusitasi yang diberikan dalam suhu yang hangat, meningkatkan suhu
ruangan dan menggunakan selimut pemanas dapat dilakukan. Asidosis
pada pasien trauma terjadi akibat peningkatan asam laktat akibat
hipoksia jaringan. Asidosis derajat sedang (Ph <7.2) menyebabkan
gangguan koagulasi, kontraktilitas miokardium, dan metabolism
oksidatif. Penggunaan sodium bikarbonat dalam penatalaksanaan
pasien dengan asidosis sistemik bersifat kontorversial, karena
mengakibatkan perubahan kurva ke kiri dan disosiasi oksihemoglobin,
menurunkan ekstraksi oksigen jaringan, dan memperburuk asidosis
intraseluler yang disebabkan produksi karbon dioksida, sehingga
sodium bikarbonat biasanya diberikan hanya pada pasien dengan syok
yang berlanjut terus-menerus. Hipokalsemia disebabkan oleh sitrat
yang berikatan dengan kalsium yang terionisasi, hal ini
mengakibatkan penurunan fungsi miokardium sebelum terjadinya
gangguan koagulasi. Kalsium glukonat harus dipersiapkan terutama
jika EKG pasien telah memperlihatkan pemanjangan interval QT, atau
310
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
311
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Trauma Tembus
1) Penilaian sistemik: prioritas utama yaitu untuk mengidentidikasi
semua luka, memutuskan apakah pasien tersebut membutuhkan
operasi segera, menentukan apakah diperlukan pemeriksaan tambahan
untuk tatalaksana etabolic ar e. Tatalaksana yang diberikan yaitu
tidak berfokus untuk melakukan resusitasi sampai tanda vital normal,
tetaoi menjamin akses IV adekuat, produk darah tersedia, dan
menyiapkan tim di ruang operasi siap4.
2) Leher: pasien dengan luka tembus yang mengancam jiwa di daerah
leher atau pasien dengan syok berat harus segera dikirim ke ruang
operasi. Tatalakasana di IGD terbatas hanya pada etabol pernapasan,
312
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
kompresi untuk perdarahan luar, jalur IV, dan foto x-ray thoraks.
Pemeriksaan neurologi harus dilakukan dan dokumentasikan untuk
menilai apakah terdapat cedera pada medulla spinal dan a. Carotis.
Pasien dengan hemodinamik sabil tanpa ada cedera yang terlihat,
maka tatalaksana yang diberikan yaitu selektif4.
3) Thoraks: pada pasien hemithorax yang tidak stabil dengan cedera
thoraks, maka chest tube perlu dipasang dan kemudian pemeriksaan
foto thorax. Jika terdapat luka pada jantung, maka diperlukan
pemeriksaan ultrasonografi (USG). Jika pada pemeriksaan USG
ditemukan adanya hemopericardium dan takikardi yang persisten,
maka diperlukan perikardiosintesis untuk meringankan iskemia
subendokardiak yang terjadi, bahkan jika TDS normal. Thoracotomi
urgensi hanya diindikasikan pada pasien (1) hematothoraks, (2)
pemasangan chest tube menunjukkan keluarnya cairan >20ml/kg, (3)
keluaran cairan yang persisten >3 ml/kg/jam untuk 3 jam berturut-
turut, (4) keluaran cairan dalam waktu 12 jam >30 ml/kg. Pasien
dengan cedera pada bagian thoraks di bawah putting anterior atau di
ujung etabol posterior, juga dapat menembus diafragma dan
mengakibatkan cedera indra abdomen atau cedera retroperitoneal. Jika
pasien tidak stabil maka diindikasikan untuk melakukan thorakostomi,
foto thoraks, dan USG abdomen. Jika pasien tetap tidak stabil setelah
dilakukan thorakostomi, maka pasien dapat dikirim ke ruang operasi,
namun jika stabil, pemeriksaan tambahan akan dilakukan untuk
menilai apakah terdapat cedera lain4.
4) Ekstremitas: jika pasien tidak stabil dan luka tembus terbatas pada
satu bagian, maka dapat dilakukan kompresi eksternal untuk
mengontrol perdarahan, akses IV, dan penentuan triase apakah pasien
diperlukan untuk dikirim ke ruang operasi untuk tatalaksana
etabolic . Pada pasien yang stabil, tatalaksana meliputi pencarian
tanda-tanda cedera arteri (contoh: hematoma yang meluas atau
pulsatil, denyut arteri di distal tidak teraba, atau tanda iskemia distal).
313
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Jika terdapat tanda iskemia pada bagian distal, pasien harus dibawa ke
ruang operasi, dimana angiografi dilakukan di tempat yang cedera4.
314
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
Melokalisasi nyeri 5
Menjauhi nyeri 4
Fleksi abnormal terhadap rangsangan nyeri (dekortikasi) 3
Ektensi terhadap rangsangan nyeri (deserebrasi) 2
Tidak ada 1
Verbal Orientasi 5
Disorientasi 4
Kata tidak beraturan 3
Suara tidak jelas 2
Tidak ada 1
Terintubasi T (1)
Skor total (E+M+V) 3-15
Intubasi orotrakeal dan ventilasi lebih dini dapat dilakukan pada pasien
dengan skor GCS 8 atau skor etabol dibawah sama dengan 4. Indikasi intubasi
lain meliputi hilangnya refleks protektif dari laring dan insufisiensi ventilasi yang
dapat terlihat adanya gejala berupa hipoksemua (PaO 2 <60 mmHg), hiperkarbia
(karbon dioksida di pembuluh arteri PaCO2 >45 mmHg), dan aritmia respirasi.
Pada pasien pada lokasi kejadian trauma dan belum mencapai rumah sakit,
intubasi ventilasi dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadara, fraktur
mandibula bilateral, perdarahan dengan jumlah yang banyak di dalam mulut (yang
mengindikasikan fraktur pada basis kranii), dan kejang4.
Pemberian cairan resusitasi dapat dilakukan dengan menggunakan larutan
etaboli seperti normal saline dan PRBC Ketika dibutuhkan. Dimana cairan ringer
laktat harus dihindari pada pasien dengan trauma otak, karena meningkatkan
tekanan etabolic ar (TIK) dan menurunkan komplians etabolic ar. Larutan
hipertonik dapat diberikan pada pasien trauma otak karena meningkatkan
komplians etabolic ar dan menurunkan TIK. Cairan yang mengandung glukosa
juga sebaiknya dihindari pada pasien dewasa dengan trauma otak. Peningkatan
kadar glukosa dalam waktu 24 jam pertama setelah cedera otak dan intervensi
pembedahan biasanya dihubungkan dengan keluaran neurologi yang buruk.
Pemberian cairan etabolic ar, seperti mannitol juga efektif untuk menurunkan
TIK, dan meningkatkan aliran darah otak (cerebral blood flow (CBF))4.
Setelah hemodinamik stabil, semua pasien dengan gangguan kesadaran,
dapat dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala. Terdapat beberapa indikasi
315
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
316
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
317
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
a. Monitoring TIK
Dilakukan pada semua pasien trauma otak dengan GCS ≤8 setelah
dilakukan resusitasi, pasien dengan hasil pemeriksaan CT-Scan kepala
yang abnormal. Jika pasien memiliki hasil CT-Scan normal namun
disertai dengan nilai GCS yang rendah, pemantauan TIK tetap
dilakukan terutama pada pasien dengan kriteria: usia diata 40 tahun,
postur abnormal (dekortikasi dan deserebrasi), atau hipotensi (<90
mmHg). Panduan saat ini menganjurkan untuk TIK harus
dipertahankan <20 mmHg pada pasien dengan trauma otak berat.
b. Monitoring oksigenisasi jaringan otak
Untuk memonitoring oksigenisasi jaringan otak dapat dinilai melalui
tekanan oksigen dari jaringan etab otak (PbtO2). PbtO2 memiliki
sentivitas yang besar untuk mendekteksi perubahan dari oksigenisasi
arterial (PaO2) dan aliran darah otak. Nilai normal untuk PbtO2 yaitu di
antara 25 – 30 mmHg. Pasien yang memiliki keluaran neurologi yang
buruk, biasanya ditandai dengan penurunan PbtO2. Jika nilai PbtO2
kurang dari 8 – 10 mmHg, risiko mortalitas dan risiko untuk
mengalami iskemia meningkat, sedangkan pada pasien dengan PbtO2
<7 mmHg berhubungan dengan risiko kematian4.
c. Monitoring oximeter dari jugular bulb (SJVO2)
d. Tatalaksana tekanan perfusi serebral (CPP, cerebral perfusion
pressure)
Perhitungan CPP dapat diketahui dengan rumus pengurangan antara
tekanan arteri rerata (MAP, mean arterial pressure) dan TIK (CPP =
MIP – TIK). Saat ini, rekomendasi nilai CPP saat ini yaitu diatas 70
mmHg, dan beberapa merekomendasikan nilai CPP dipertahan >50
mmHg. Tatalaksana CPP dapat dilakukan dengan menurunkan TIK
dan memfasilitasi MAP melalui mempertahankan status cairan di
central venous pressure (CVP) berkisar diantara 8 – 10 mmHg. Jika
hal tersebut tidak dapat mempertahankan nilai CPP secara adekuat,
maka dapat diberikan infus golongan alfa-adrenergik, fenilefrin4.
318
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
e. Tatalaksana TIK
Tatalaksana dapat dimulai jika ditemukan TIK mencapai 20 mmHg.
Tatalaksana profilaksi meliputi pengaturan posisi kepala pasien,
dimana posisi kepala dinaikkan sekitar 0 – 30° dapat menurunkan TIK
tanpa merubah CPP dan CBF, serta rasio etabolic oksigen serebral.
Sedangkan pada pasien dengan trauma otak berat, posisi kepala
dipertahankan pada posisi 30 – 45 derajat4.
f. Pengaturan suhu
Hipertermia setelah trauma otak terjadi akibat peningkatan TIK dan
penurunan CPP, dan berhubungan dengan keluaran yang lebih buruk.
Sehingga pada pasien dengan trauma otak direkomendasikan untuk
menurunkan suhu tubuh, dan pada pasien dengan trauma yang berat,
suhu tubuh dipertahakan dalam keadaan normal (eutermia) 4.
g. Profilaksis kejang
h. Kesemibangan elektrolit
i. Pemberian cairan intravena maintenance.
j. Terapi cairan hyperosmolar
319
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
DAFTAR PUSTAKA
320
Modul Ilmu Bedah FK Unimal
321