Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
47 tayangan18 halaman

Bab Ii - 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1/ 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rumput Teki (Cyperus rotundus Linn)

1. Taksonomi rumput teki (Cyperus rotundus Linn)

Menurut Al.snafi (2016) taksonomi tanaman rumput teki (Cyperus

rotundus Linn) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Superdivision : Spermatophyta

Division : Magnoliophyta

Class : Liliopsida

Subclass : Commelinidae

Ordo : Cyperales

Family : Cyperaceae

Genus : Cyperus L

Species : Cyperus rotundus

Gambar 1 Rumput teki (Cyperus rotundus Linn)

8
2. Deskripsi rumput teki (Cyperus rotundus Linn)

Rumput teki dengan nama ilmiah Cyperus rotundus Linn dikenal juga

dengan sebutan Purple nutsedge yang telah digunakan sebagai obat tradisional di

China, India dan beberapa negara di seluruh dunia. Purple nutsedge, telah disebut

sebagai salah satu gulma di bidang pertanian. Rumput teki (Cyperus rotundus

Linn) tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, tumbuh hampir di semua jenis

tanah, ketinggian, kelembaban, kelembaban tanah dan pH, namun tidak di tanah

dengan kadar garam tinggi. Tanaman ini diketahui bisa bertahan pada suhu

tertinggi dalam bidang pertanian. Di Amerika Serikat, rumput teki (purple

nutsedge) ini biasanya tumbuh pada ladang, area limbah, pinggir jalan, padang

rumput, dan daerah yang merupakan ekosistem alami. Tanaman ini termasuk

kedalam tanaman liar yang sulit dibasmi karena menghasilkan umbi yang

membuat tanaman ini sangat cepat beregenerasi. Produksi umbi dan rimpang

merupakan faktor penting pada spesies ini sebagai gulma. Umbi menawarkan

mekanisme reproduksi aseksual dan merupakan unit penyebaran utama yang bisa

bertahan dalam kondisi ekstrim. Umbi membuat tanaman sulit dikendalikan,

karena hanya herbisida translokasi yang berpotensi efektif dalam mebasmi

tanaman spesies ini (Gleason, 2008).

Rimpang rumput teki (Cyperus rotundus Linn) awalnya berwarna putih

dan berdaging kemudian menjadi berserat, dan berubah menjadi warna coklat tua

seiring bertambahnya usia tanaman. Rimpang berkembang ke atas dan mencapai

permukaan tanah membentuk struktur berdiameter 2-25 mm yang menghasilkan

tunas. Umbi tanaman ini berwarna coklat gelap saat matang, memiliki ketebalan

sekitar 12 mm, dan panjang bervariasi dari 10- 35 mm. Daun berwarna hijau tua

9
berkilau yang muncul dekat pangkal tanaman dengan ukuran 5-12 mm dan

memiliki panjang kira-kira sampai 50 cm dan memiliki garis melintang yang

menonjol pada bagian tengah daun. Batang tanaman atau tangkai tegak lurus

dengan tinggi mencapai 10-50 cm, dengan permukaan batang yang halus dan pada

ujung batang terdapat percabangan tempat munculnya bunga yang biasanya terdiri

dari 3-9 cabang degan panjang yang tidak sama. Bunga berbentuk bulir

mempunyai 8 - 25 bunga yang berkumpul berbentuk payung, berwarna kuning

atau cokelat kuning (Gleason, 2008).

3. Kandungan senyawa aktif

Rumput teki (Cyperus rotundus Linn) merupakan gulma yang mempunyai

kandungan senyawa flavonoid, alkaloid, seskuiterpenoid, tanin, saponin pada

bagian umbi dan daun. Bahan nabati pada rumput teki dapat digunakan sebagai

senyawa penolak serangga, antifungus, anti mikroba, toksin dan menjadi

pertahanan bagi tumbuhan terhadap hewan pemangsa (Rahmayanti, 2016).

a. Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan senyawa bahan alam dari senyawa fenolik

yang merupakan pigmen tumbuhan. Manfaat flavonoid antara lain adalah untuk

melindungi struktur sel, memiliki hubungan sinergis dengan vitamin C

(meningkatkan efektivitas vitamin C), antiinflamasi, mencegah keropos tulang,

dan sebagai antibiotik (Rahmayanti, 2016).

b. Alkaloid

Senyawa yang mengandung nitrogen mempunyai sifat alkaloid dan sering

sekali digolongkan kedalam golongan alkaloid meskipun kerangka karbonnya

menunjukkan bahwa senyawa ini turunan isoprenoid. Anggota terpenting dalam

10
golongan ini adalah alkaloid nakonitum dan alkaloid steroid. Alkaloid ini

mengandung senyawa penolak serangga dan senyawa antifungus (Rahmayanti,

2016).

c. Seskuiterpenoid

Seskuiterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang dihasilkan oleh tiga

unit isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan kerangka dasar

naftalen. Beberapa senyawa bekerja sebagai penolak serangga dan insektisida,

beberapa merangsang pertumbuhan tanaman dan bekerja sebagai fungisida.

Senyawa ini mempunyai bioaktivitas yang cukup besar diantaranya adalah sebagai

antifeedant, antimikroba, antibiotik, toksin, serta regulator pertumbuhan tanaman

dan pemanis (Rahmayanti, 2016).

d. Tanin

Tanin adalah polifenol yang larut dalam air yang sering ditemukan di

tanaman herba dan berkayu yang lebih tinggi. Senyawa ini bisa dikelompokkan

menjadi dua kategori: hidrolisat dan non- dapat terhidrolisis (terkondensasi).

Tanin mempunyai rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Kadar

tanin yang tinggi mungkin mempunyai arti pertahanan bagi tumbuhan, membantu

mengusir hewan pemangsa tumbuhan. Beberapa tanin terbukti mempunyai

aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor dan menghambat enzim

seperti reverse transkiptase dan DNA topoisomerase (Akiyama et al., 2011).

e. Saponin

Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan

busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering

menyebabkan hemolisis sel darah merah (Rahmayanti, 2016).

11
4. Manfaat dan potensi rumput teki

Sebelum dilakukan berbagai penelitian tentang kandungan pada rumput

teki, ternyata masyarakat telah sering menggunakan rumput teki untuk pengobatan

penyakit, menurut Riemens, Weide dan Runia (2008) penggunaan rumput teki

(Cyperus rotundus Linn) sebagai obat antara lain adalah :

a. Dapat mengobati kencing batu

Manfaat rumput teki bagi kesehatan adalah dapat mengobati kencing batu.

Umbi dari rumput teki ini apabila direbus dan diolah dengan tepat dapat

membantu menyembuhkan kencing batu. Kencing batu adalah suatu gejala

dimana saluran kencing tertahan oleh penggumpalan dan pengkristalan dari

kotoran. Gangguan ini akan menghambat saluran kencing.

b. Dapat memperbaiki siklus menstruasi

Daun dari rumput teki ternyata juga sangat bermanfaat untuk memperbaiki

siklus menstruasi atau haid pada wanita. Banyak dari wanita saat ini yang

mengalami masalah pada siklus haidnya, karena berbagai macam hal, seperti

stress, pola makan yang tidak sehat dan banyak hal lainnya yang dapat

mengganggu siklus haid atau menstruasi.

c. Memperlancar buang air besar

Manfaat penting lainnya dari umbi rumput teki adalah untuk masalah

pencernaan. Salah satu masalah pencernaan yang paling sering dialami adalah

kesulitan buang air besar, dan buang air besar terasa keras dan tidak lancar, serta

sering mengalami sakit perut. Umbi rumput teki dapat menjadi salah satu obat

herbal untuk mengatasi kondisi tersebut.

d. Mempercepat proses pembekuan darah

12
Manfaat penting lainnya dari rumput teki dan juga umbi rumput teki

adalah dapat mempercepat proses pembekuan darah dan juga dapat membantu

menyembuhkan luka yang baru.

e. Merangsang produksi ASI

Bagi seorang ibu yang sedang menyusui, rumput teki dan juga umbi

rumput teki memiliki manfaat yang sangat baik untuk membantu merangsang

produksi ASI.

f. Menyembuhkan berbagai penyakit kulit

Manfaat lainnya yang sangat penting dari daun rumput teki ini adalah

mampu untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit kulit. Penyakit kulit

seperti eksim, panu, kutu air, ruam dan berbagai macam penyakit kulit lainnya

dapat sembuh dengan memanfaatkan rumput teki. Daun rumput teki di rajang dan

dikompreskan ke bagian kulit yang mengalami penyakit kulit hingga terasa dingin

dan lakukan berulang kali hingga penyakit kulit tersebut sembuh.

g. Mengobati keputihan

Manfaat rumput teki untuk kesuburan juga sangat penting bagi para

wanita, karena rumput teki mampu untuk mencegah terjadinya keputihan.

Keputihan merupakan salah satu masalah yang mengkhawatirkan hampir seluruh

wanita dan dengan adanya rumput teki, maka kondisi keputihan ini dapat teratasi

dan dapat terhindar dari keputihan.

Penelitian lebih lanjut dilakukan berdasarkan kepercayaan masyarakat

terhadap beberapa manfaat dari rumput teki (Cyperus rotundus Linn), beberapa

penelitian menunjukkan bahwa rumput teki terbukti dapat digunakan untuk

pengobatan tradisional, sebagai berikut :

13
1) Aktivitas anti-inflamasi

Ekstrak alkohol (alkohol 70%) memiliki kemampuan sebagai anti

inflamasi aktivitas melawan edema karagenan yang diinduksi pada tikus putih.

Dalam studi lain ekstrak petroleum eter dari rimpang menunjukkan aktivitas

antiinflamasi terhadap karaginan yang diinduksi pada tikus albino yang

menyebabkan edema. Dalam rimpang rumput teki diketahui memiliki senyawa

triterpenoid. Triterpenoid diperoleh oleh pemisahan kromatografi dari ekstrak

petroleum eter. Terpenoid diketahui dapat menjadi anti inflamasi yang sangat

ampuh, sebagai antipiretik dan analgesik yang signifikan, efeknya mirip dengan

asam asetil salisilat. Cyperus rotundus Linn juga dilaporkan sebagai pelindung

dalam penyakit radang usus (Sivapalan, 2013).

2) Aktivitas penyembuhan luka

Ekstrak alkohol dari bagian umbi Cyperus rotundus Linn diperiksa untuk

aktivitas penyembuhan luka dalam bentuk salep dalam tiga jenis dari model luka

pada tikus: eksisi, sayatan dan model luka yang mematikan, salep ekstrak rumput

teki menunjukkan cukup banyak perbedaan respon pada semua model luka diatas

sebanding dengan obat salep nitrofurazon standar dalam hal waktu penutupan luka

dan penyembuhannya (Sivapalan, 2013).

3) Aktivitas antimikroba

Aktivitas antimikroba secara in vitro dengan metode difusi cakram

digunakan dalam evaluasi pengujian antibakteri ekstrak rumput teki dengan

menggunakan pelarut etanol dan dengan menggunakan pelarut aquadest. Ekstrak

etanol rumput teki saat diuji diakui aktif melawan semua strain bakteri, sementara

ekstrak dengan menggunakan aquadest tidak menunjukkan adanya daya hambat.

14
Dalam studi lain ekstrak aseton dan etanol menunjukkan aktivitas yang signifikan

sebagai antibakteri spektrum luas dalam metode difusi cakram. Uji aktivitas

antimikroba dilakukan terhadap bakteri patogen manusia (gram negatif dan gram

positif) dan fungi yaitu. C.albicans dan A. Niger (Sivapalan, 2013).

B. Staphylococcus aureus

Bakteri Staphylococcus aureus termasuk dalam famili Micrococcaceae.

Dalam bahasa Yunani, Staphyle berarti anggur dan coccus berarti bola atau bulat.

warna kuning emas yang dihasilkan membuat salah satu spesies dari bakteri ini

diberikan nama aureus, yang berarti emas seperti matahari (Radji, 2009)

1. Klasifikasi Staphylococcus aureus

Klasifikasi Staphylococcus aureus menurut Jawetz (2013) :

Kingdom : Protozoa

Divisio : Schyzomycetes

Class : Schyzomycetes

Ordo : Eubacterialos

Family : Micrococcaceae

Genus : Staphylococcus

Species : Staphylococcus aureus

15
Gambar 2 Staphylococcus aureus (Jawetz, Medical Microbiology, 2013)

2. Morfologi Staphylococcus aureus

Staphylococcus adalah bakteri gram-positif berdiameter sekitar 1 µm,

biasanya tersusun dalam kelompok ireguler seperti anggur. Organisme ini mudah

tumbuh pada banyak jenis medium dan aktif secara metabolis, memfermentasi

karbohidrat dan menghasilkan pigmen yang bervariasi dari putih sampai dengan

kuning tua. Staphylococcus bersifat nonmotil dan tidak membentuk spora. Dalam

pengaruh obat, seperti penisilin, staphylococcus akan mengalami lisis. Genus

Staphylococcus mempunyai paling sedikit 40 spesies. Salah satunya adalah

Staphylococcus aureus (Costa et al., 2013).

Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi di

bawah suasana aerobik atau mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada

temperatur 20-35ºC. Koloni pada media padat berbentuk bulat dan mengkilat

(Jawetz, 2013)

Bakteri Staphylococcus aureus bersifat koagulase positif, dimana bakteri

ini akan menghasilkan hasil positif saat uji koagulase, hal ini merupakan salah

satu ciri khas yang dimiliki untuk dapat dibedakan dengan bakteri spesies lain

yaitu Staphylococcus epidermidis. Hampir setiap orang akan mengalami infeksi

16
Staphylococcus aureus sepanjang hidup, dengan kisaran keparahan dari keracunan

makan atau infeksi kulit minor hingga infeksi berat yang mengancam jiwa. Selain

itu bakteri ini juga menghasilkan enzim katalase yang dapat mengubah hidrogen

peroksida menjadi air dan oksigen (Jawetz, Melnick dan Adelberg, 2012).

Bakteri ini biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning

emas pekat. Staphylococcus aureus mempunyai 4 karakteristik khusus, yaitu

faktor virulensi yang menyebabkan penyakit berat pada normal host, faktor

differensiasi yang menyebabkan penyakit yang berbeda pada sisi atau tempat

berbeda, faktor persisten bakteri pada lingkungan dan manusia yang membawa

gejala karier, dan faktor resistensi terhadap berbagai antibiotik yang sebelumnya

masih efektif (Costa et al., 2013).

3. Patogenitas Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah patogen utama bagi manusia. Tempat

masuk bakteri patogen ke dalam tubuh yang paling sering adalah daerah

pertemuan membran mukosa dengan kulit, saluran pernafasan, saluran

pencernaan, genital dan saluran kemih. Daerah abnormal membran mukosa dan

kulit (misalnya, luka terbuka, luka bakar, dan luka lainnya) juga sering menjadi

tempat masuknya bakteri. Kulit dan membran mukosa yang normal memberikan

pertahanan primer terhadap infeksi. Untuk menimbulkan penyakit, bakteri

patogen harus bisa menembus pertahanan tersebut (Jawetz, Melnick and

Adelberg, 2012).

Bakteri Staphylococcus aureus terdapat pada hidung manusia, bekisar

antara 20-50%. Koagulase yang dihasilkan oleh bakteri ini dapat mengkatalisis

perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan dapat membantu organisme ini untuk

17
membentuk barisan perlindungan. Pelekatan bakteri ini terhadap hostnya dibantu

protein matriks yang dihasilkan (misalnya fibronektin dan kolagen) serta memiliki

reseptor terhadap sel penjamu. Invasi akibat bakteri Staphylococcus aureus terjadi

karena bakteri menghasilkan enzim litik ekstraselular (misalnya lipase) yang dapat

memecah jaringan penjamu (Gillespie, 2009).

Bakteri Staphylococcus aureus dapat ditularkan dari satu orang ke lainnya

melalui tangan. Seseorang yang pada lubang hidung anteriornya terdapat

Staphylococcus aureus yang kemudian menggosok-gosok hidungnya, akan

membawa Staphylococcus aureus pada tangannya, dan menyebarkan bakteri

tersebut ke bagian tubuh lainnya dan mengakibatkan infeksi (Gillespie, 2009).

Staphylococcus aureus dikenal karena kemampuannya untuk

menyebabkan berbagai infeksi pada manusia. Kemampuan tersebut terkait dengan

berbagai faktor yang berpartisipasi dalam patogenesis infeksi, memungkinkan

bakteri ini untuk memasuki permukaan/jaringan, menyerang sistem kekebalan

tubuh, dan menyebabkan efek toksik yang berbahaya bagi host. Faktor-faktor ini

dikenal sebagai faktor penentu virulensi (Costa et al., 2013). Untuk sebagian besar

penyakit yang disebabkan oleh organisme ini, patogenesis bersifat multifaktorial

sehingga sulit untuk menentukan secara tepat peran dari setiap faktor (Akiyama et

al., 2011).

18
4. Mekanisme infeksi

Menurut Radji (2009), infeksi Staphylococcus aureus dapat terjadi dengan

mekanisme sebagai berikut :

a. Pelekatan pada protein sel inang

Staphyloccocus aureus memiliki protein permukaan yang digunakan

untuk membantu proses penempelan pada inangnya. Protein tersebut adalah

laminin dan fibronektin yang membentuk matriks ekstraseluler pada permukaan

epitel dan endotel.

b. Invasi

Dalam proses invasi, bakteri Staphyloccocus aureus melibatkan beberapa

protein ekstraselular, diantara adalah :

1) α-toksin

α-toksin adalah toksin yang paling dikenal sebagai toksin yang dapat

merusak membran sel/jaringan inang. Toksin ini merupakan monomer yang

berikatan dengan membran sel yang rentan. Sub-unit ini kemudian akan

beroligomerisasi membentuk cincin heksamerik sehingga membentuk pori dalam

membran sel yang mengakibatkan membran sel menjadi bocor. Sel-sel yang

rentan memiliki reseptor spesifik untuk protein ini, sehingga toksin akan melekat

pada sel. Ini mnyebabkan terbentuknya pori-pori kecil yang dapat dilewati oleh

kation-kation monovalen. Pada manusia, pletelet dan monosit sensitif terhadap α-

toksin. Setelah terikat dengan toksin iini, serangkaian reaksi sekunder yang dapat

menyebabkan pelepasan sitokin akan terjadi. Rangkaian reaksi ini akan

mempercepat terbentuknya mediator inflamasi.

2) β-toksin

19
β-toksin adalah suatu spingomielinase yang merusak membran yang kaya

kandungan lipid. Uji klasik menentukan β-toksin dilakukan dengan melihat

kemampuan toksin ini melisiskan eritrosit domba. Sebagian besar penelitian yang

dilakukan tidak menemukan β-toksin pada Staphylococcus aureus yang di isolasi

dari manusia.

3) δ-toksin

δ-toksin adalah peptida pendek yang diproduksi oleh sebagian besar

Staphylococcus aureus. Toksin ini juga diproduksi Staphylococcus epidermidis.

Peranan toksin ini pada penyakit belum diketahui.

4) Stafilokinase

Stafilokinase merupakan enzim yang diproduksi oleh bakteri ini yang

berfungsi sebagai aktivator plasminogen sehingga enzim ini dapat melisiskan

fibrin. Terbentuknya kompleks antara stafilokinase dsn plasminogen akan

mengaktifkan plasmin yang akan melarutkan bekuan fibrin. Enzim ini dapat

membentu bakteri untuk menyebar di jaringan inang.

c. Perlawanan terhadap sistem kekebalan inang

Staphylococcus aureus memiliki kemampuan mempertahankan diri

terhadap mekanisme pertahanan inang. Beberapa faktror pertahanan diri yang

dimiliki oleh Staphylococcus aureus yaitu :

1) Simpal polisakarida

Polisakarida yang terdapat dipermukaan sel bakteri Staphylococcus

aureus biasanya disebut dengan mikrokapsul karena hanya dapat dilihat dengan

mikroskop elektron. Kapsul ini diduga dapat menghalangi proses fagositosis saat

berusaha untuk menginfeksi sel inang.

20
2) Protein A

Protein A merupakan protein permukaan yang berikatan dengan daerah

molekul IgG. Didalam serum, bakteri akan bergabung dengan molekul IgG

dengan orientasi keliru dengan permukaannya sehingga akan menganggu

opsonisasi dan fagositosis bakteri.

3) Leukosidin

Leukosidin adalah toksin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus

yang secara spesifik ditujukan untuk menghalang kerja polimorfonuklear leukosit.

Fagositosis merupakan pertahanan terpenting untuk melawan infeksi

Staphylococcus aureus. Oleh sebab itu, leukosidin dapat dikatakan sebagai salah

satu faktor virulensi.

d. Pelepasan beberapa jenis toksin

Proses infeksi Staphylococcus aureus akan menghasilkan berbagai jenis

toksin yang bertanggung jawab atas gejala-gejala yang ditimbulkan selama infeksi

berlangsung. Beberapa toksin telah dilepaskan pada saat invasi, yang akan

menyebabkan eritrosit lisis dan terjadi hemolisis.

C. Antimikroba

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang

merugikan manusia seperti bakteri maupun jamur. Antimikroba biasanya dapat

berasal dari bahan alam. Bahan alam yang banyak digunakan sebagai antimikroba

adalah tumbuhan. Sebagai antimikroba bahan alam memiliki berbagai kandungan

metabolit sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba (Jackie, 2011).

21
1. Pengukuran aktivitas antimikroba

Aktivitas antimikroba umumnya diukur secara in vitro untuk menentukan

potensi suatu agen antimikroba dan sensitivitas suatu mikroorganisme terhadap

beberapa konsentrasi zat yang dianggap sebagai antimikroba. Penentuan

kerentanan suatu patogen bakteri terhadap obat antimikroba dapat dilakukan

dengan salah satu di antara dua metode utama yaitu dilusi dan difusi. Parameter

analisis metode difusi berdasarkan pengukuran diameter daerah hambatan

sedangkan metode dilusi berdasarkan penentuan KHM (Konsentrasi Hambat

Minimal) dan KBM (Konsentrasi Bunuh Minimal) (Agnes, Kusuma dan

Estuningsih, 2010).

a. Metode dilusi

Metode dilusi adalah suatu uji aktivitas antibakteri dimana sejumlah zat

antimikroba dimasukkan ke dalam medium bakteriologi padat atau cair, biasanya

digunakan pengenceran dua kali lipat. Metode dilusi bermanfaat untuk

mengetahui seberapa banyak jumlah zat antimikroba yang diperlukan untuk

menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diuji (Agnes, Kusuma

dan Estuningsih, 2010)

b. Metode difusi cakram

Metode difusi digunakan untuk menentukan aktivitas agen antimikroba.

Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar yang telah

ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area

jernih pada permukaan media agar mengindikasikan adanya hambatan

pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba. Metode difusi agar

dibedakan menjadi dua yaitu cara Kirby Bauer dan cara sumuran.

22
1) Cara Kirby Bauer

Uji difusi cara Kirby Bauer adalah standar yang telah digunakan selama

bertahun-tahun. Pertama dikembangkan pada tahun 1950, disempurnakan dan

oleh W. Kirby dan A. Bauer, yang kemudian dibakukan oleh Organisasi

Kesehatan Dunia di Indonesia pada tahun 1961 sebagai salah satu uji untuk

mengetahui aktivitas agen antimikroba dalam menghambat mikroorganisme

(Jackie, 2011)

Dalam uji Kirby Bauer, konsentrasi standar suatu organisme adalah

dilapisi ke agar Mueller Hinton Agar. Setelah itu, cakram kertas berisi berbagai

konsentrasi agen antimikroba diletakkan di permukaan media. Zat antibakteri

kemudian akan berdifusi keluar dari cakram menuju ke permukaan media agar

yang telah diisi mikroorganisme menghasilkan konsentrasi gradien antibiotik

dimana konsentrasi/kekuatan antimikroba paling tinggi paling dekat dengan disk

(Luc, 2015). Berdasarkan diameter zona inhibiton dan kriteria interpretasi CLSI,

hasilnya kemudian ditetapkan ke tiga kategori, lemah, sedang, kuat (Jiang, 2011).

Metode Kirby Bauer memiliki banyak keunggulan sebagai uji kepekaan

antibiotik, dalam hal biaya metode ini lebih murah, dalam proses metode ini

merpakan metode yang sederhana sehingga memudahkan pengerjaan serta

penfsiran hasil (Luc, 2015).

2) Cara sumuran

Metode ini serupa dengan metode difusi disk, dengan membuat sumuran

pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur

tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji (Jiang, 2011).

23
2. Faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba

Beberapa bahan alam telah teruji dapat menjadi agen antimikroba.

Kemampuan bahan alam dalam menghambat mikrooganisme disebut dengan

aktivitas antimikroba. Aktivitas antimikroba pada bahan alam dipengaruhi oleh

beberapa faktor, menurut Jawetz, Melnick dan Adelberg (2012) faktor yang

mempengaruhi aktivitas antimikroba antara lain :

a. pH lingkungan dan kestabilan bahan uji

pH dapat menjadi salah satu faktor penentu aktivitas antimikroba. Ada

beberapa bahan alam yang tidak berfungsi secara maksimal jika pada pH basa dan

sebaliknya, sehingga memerlukan tingkat kestabilan yang tinggi untuk

mendapatkan hasil uji yang akurat.

b. Besar inokulum

Secara umum, semakin besar inokulum bakteri, semakin rendah daya

hambat zat antimikroba yang tampak pada organisme itu. Populasi bakteri yang

besar akan lebih lama dan lebih jarang mengalami inhibisi dibandingkan dengan

populasi bakteri dengan jumlah yang kecil. Selain itu tingkat resistensi suatu

mikroorganisme lebih berpeluang muncul pada populasi bakteri dengan jumlah

yang besar.

c. Lama inkubasi

Dalam dunia kesehatan, terdapat beberapa jenis antibiotik. Di beberapa

kondisi bakteri tidak dimatikan melainkan hanya dihambat pertumbuhannya

dengan menggunakan antimikroba. Inkubasi memberikan kesempatan

mikroorganisme untuk memperbanyak diri, semakin lama masa inkubasi

berlangsung akan semakin besar populasi mikroorganisme, sehingga

24
mikroorganisme yang paling tidak sensitif oleh agen antimikroba akan

memperbanyak diri seiring dengan berkurangnya kemampuan dari agen

antimikroba untuk menghambat mikroorganisme.

d. Aktivitas metabolik mikroorganisme

Organisme yang aktif dan cepat bertumbuh akan lebih sensitif terhadap

kerja agen antimikroba dibandingkan dengan mikroorganisme yang berada pada

fase istirahat. Organisme yang tidak aktif secara metabolik dan berhasil bertahan

hidup dengan paparan agen antimikroba dicurigai merupakan turunan yang telah

memiliki resistensi terhadap senyawa metabolik sekunder yang dimiliki oleh

bahan alam.

25

Anda mungkin juga menyukai