Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Terapi Magnet Kelompok 7

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

Analisis Penggunaan Terapi Maghnet Transcutaneous Electrical

Nerve Stimulation Terhadap Nyeri dan Kinerja Fisik Pada


Penderita Osteoartritis Lutut

Disusun Oleh :

Kelompok 7

1. Ita Mawarni ( 01.19.0089 )

2. Jenyta Caroline ( 01.19.0090 )

3. Linda ( 01.19.0092 )

4. M.Agung Hidayatullah (01.19.0093)

Dosen Pengampu : Ria dila, S.kep., Ns., M.kes

YAYASAN WAHANA BAKTI KARYA HUSADA ( YWBKH )

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM II/SRIWIJAYA

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan analisis jurnal yang berjudul analisis pengaruh pemberian
terapi Terapi Maghnet Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation Terhadap Nyeri dan Kinerja
Fisik Pada Penderita Osteoartritis Lutut

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dosen pada mata kuliah keperawatan komplementer . Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang terapi obat herbal rebusan daun seledri bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah keperawatan komplementer
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karna
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Palembang,19 september 2021

Kelompok 7
DAFTAR ISI

JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Teori Terapi Magnet

Konsep Teori Osteoathritis Lutut

Konsep Teori Nyeri

BAB III ANALISIS JURNAL

BAB IV PENUTUP

Kesimpulan

Saran

Daftar Pustaka
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan terapi komplementer akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak negara.


Pengobatan komplementer atau alternatif menjadi bagian pentingdalam pelayanan kesehatan di
Amerika Serikat dan negara lainnya. Klien yangmenggunakan terapi komplemeter memiliki
beberapa alasan. Salah satu alasannyaadalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu
adanya harmoni dalamdiri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer. Alasan lainnya
karenaklien ingin terlibat untuk pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan
kualitas hidup dibandingkan sebelumnya. Beberapa klien sudahmelaporkan adanya reaksi efek
samping dari pengobatan konvensional yangditerima menyebabkan memilih terapi
komplementer. Salah satu terapikompolementer yaitu terapi magnet.

Terapi magnetik yang ada di khalayak luas telah lama menjadi salah satu pilihan
pengobatan di kalangan masyarakat. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan tidak sedikit klien
memimilih tentang terapi magnetik pada petugas kesehatan seperti dokter ataupun perawat.
Masyarakat mengajak dialog perawat untuk penggunaan terapi magnet. Hal ini terjadi
karenaklien ingin mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pilihannya, sehinggaapabila
keinginan terpenuhi akan berdampak ada kepuasan klien. Hal ini dapatmenjadi peluang bagi
perawat untuk berperan memberikan terapi komplementer, utamanya terapi magnetik.

Terapi magnet merupakan pengobatan nonmedis dengan memanfaatkanmedan magnet


secara aman dan tanpa efek samping untuk mempercepat proses penyembuhan dengan cara
menyeimbangkan dan mengembalikan aruselektromagnetik yang ada di dalam sel-sel darah
manusia. Saat aliran energidalam tubuh abnormal, kulit disekeliling titik akupoint biasanya
menjadi perihdan nyeri jika tersentuh. Dengan terapi magnet syaraf di sekitar titik
akupointdistimulasi energi elektromagnetik, sehingga rasa perih dan nyeri berkurang.Aliran
magnetik dalam tubuh kita secara alami dibentuk oleh sirkulasi aliran ionlistrik dalam sel dan
transmisi listrik dari syaraf sampai membran sel. Terapi ini juga merupakan metode yang aman,
yang menggunakan medan magnet untuk tujuan terapi.

Pada analisis jurnal ini di focuskan kepada penderita Osteoartritis (OA) yang merupakan
penyakit degeneratif sendi yang bersifat kronis dan menyebabkan disabilitas yang memengaruhi
kualitas hidup penderita. Tatalaksana OA lutut terdiri dari farmakologi dan non-farmakologi
dengan bermacam-macam pilihan terapi. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh
Transcutaneous Electrical Nerves Stimulation (TENS) dengan dan tanpa terapi latihan terhadap
nyeri dan kinerja fisik pada penderita OA lutut (Jiemesha Inge, Dkk)

Penyebab OA belum diketahui secara pasti, tetapi usia, jenis kelamin, ras, riwayat
keluarga yang menderita osteoartritis, obesitas, riwayat cedera dan aktifitas fisik yang
berlebihan merupakan faktor resiko terjadinya osteoartritis (Sambrook et. al, 2017). Indonesia
termasuk Negara berstruktur tua dimana hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk lansia pada
tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai diatas 7% dari keseluruhan penduduk secara global
diprediksi populasi lansia di Indonesia akan terus mengalami peningkatan. Meskipun bukan
suatu penyakit, namun bersamaan dengan proses penuaan dan tingginya usia harapan hidup
maka akan meningkatkan jumlah angka kesakitan akibat penyakit degeneratif dan disabilitas
yang diakibatkan (Badan Pusat Statistika (BPS).

Gejala dan tanda Osteoarthritis adalah nyeri sendi, hambatan gerak sendi, kaku pagi,
krepitasi, deformitas, pembengkakan sendi yang asimetris, tanda-tanda peradangan, perubahan
gaya berjalan (Dolenio, 2014). Rasa nyeri merupakan rasa yang sering dikeluhkan oleh pasien
osteoartritis kepada dokter pada awal mula datang ke pelayanan kesehatan atau Rumah Sakit.
Rasa nyeri merupakan kunci penting yang menunjukkan arah pasien tersebut sedang mengalami
ketidakmampuan. International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri
sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan
jaringan yang aktual dan potensial (Melzack, 2017). Nyeri yang dirasakan pada penderita
osteoartritis termasuk nyeri neuromuskuloskeletal non-neurogenik, biasanya sering disebut
sebagai altralgia yaitu nyeri akibat proses patologik pada persendian. Proses terjadinya nyeri
pada persendian bisa disebabkan karena inflamasi, imunologik, non-infeksi, perdarahan dan
proses maligna (Mardjono dan Sidharta, 2010). Derajat nyeri merupakan keluhan yang bersifat
subyektif, orang yang satu dengan orang yang lainnya mendeskripsikan derajat nyeri berbeda.
Derajat nyeri diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu derajat nyeri ringan, sedang, dan berat.
Pengukuran derajat nyeri menggunakan Visual 3 Analog Scale (VAS), atau Numeric Rating
Scale (NRS), dimana dalam instrumen tersebut terdapat skala 0-10 (skala 0 menunjukkan tidak
nyeri sedangkan 10 menunjukkan skala nyeri terberat) (Cole, 2018).

Berdasarkan karakteristik subyek penelitian didapatkan wanita (91,4%) lebih banyak


daripada pria . Hal ini sesuai dengan prevalensi OA lutut yang lebih banyak pada wanita,
penyebab hal ini hingga sekarang belum jelas namun dikaitkan dengan pengaruh penurunan
kadar estrogen yang berfungsi sebagai proteksi tulang rawan. Pada distribusi berdasarkan indeks
massa tubuh didapatkan sebanyak masing-masing 12 orang (34,3%) dengan overweight dan
obesitas. Overweight dan obesitas berisiko mengalami OA lutut karena pembebanan berlebihan
pada sendi lutut yang berperan sebagai sendi weight-bearing. Selain itu, overweight dan obesitas
ini tidak hanya membebani sendi lutut selama fase stance tetapi juga menyebabkan
ketidaksejajaran pada sendi lutut saat berjalan. Hasil uji nyeri dan kinerja fisik sebelum dan
sesudah TENS dengan dan tanpa terapi latihan keduanya menunjukkan perbedaan bermakna
sesudah terapi. Keluhan yang paling banyak dialami penderita OA lutut ialah nyeri dan
gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari yang akan berpengaruh pada kinerja fisik. Selain
akibat proses kerusakan kartilago yang memproduksi mediator inflamasi, pada OA lutut nyeri
dihantarkan dari jaringan perifer ke kornu dorsalis medula spinalis. Serat saraf yang
menghantarkan nyeri ialah serat saraf yang tidak bermielin yaitu serat saraf A-delta dan serat
saraf C. Iwamoto et al. mendapatkan bahwa efektivitas latihan untuk OA lutut dapat mengurangi
nyeri dan meningkatkan fungsi fisik. Menurut (Law et al), TENS efektif dalam mengurangi
nyeri pada penderita OA lutut.

Keluhan lain pada OA lutut ialah gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari yang
mempengaruhi kinerja fisik. Menurut (OARSI) , penilaian kinerja fisik terbagi menjadi dua yaitu
recommended set dan minimum core set. Pada penelitian ini diambil masing-masing 1 jenis
indikator pengujian tersebut yakni SCT dan TUG. Tujuan SCT ialah untuk melihat kecepatan
naik dan turun tangga berkaitan dengan gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari yang sering
dikeluhkan sedangkan TUG bertujuan untuk mengetahui kemampuan ambulasi transisi yakni
dari duduk ke berdiri, berbalik arah, dan duduk kembali.

Oleh karena itu, maka kami tertarik untuk melakukan analisis beberapa jurnal
mengenai penerapan terapi Maghnet TENS pada pasien dengan Osteoathritis Lutut.

1.2 Rumusan Masalah :

“ Bagaimana Gambaran Hasil Penerapan Terapi Maghnet TENS pada pasien dengan
Osteoathritis lutut “

1.3 Tujuan penelitian :

1.3.1 Tujuan Umum

Memperoleh gambaran pengaruh Terapi Maghnet TENS pada pasien dengan

Osteoathritis lutut “

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Mengidentifikasi penelitian/artikel pengaruh Terapi Maghnet TENS pada pasien


dengan Osteoathritis lutut “
b) Menganalisis hasil penelitian pengaruh Terapi Maghnet TENS pada pasien dengan
Osteoathritis lutut “
c) Dirumuskannya rekomendasi hasil penelitian pengaruh Terapi Maghnet TENS pada
pasien dengan Osteoathritis lutut “

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat :

a) Bagi Rumah sakit, hasil penelitian ini sebagai Dasar Pengembangan


Standar/Pedoman pengembangan kemampuan untuk mengurangi rasa nyeri
dan meningkatkan kinerja fisik pada penderita Osteoathritis lutut.

b) Pedoman Kerja bagi Perawat dalam melaksanakan implementasi pemberian


Terapi Maghnet TENS pada pasien dengan Osteoathritis lutut “
1.4.2 Secara keilmuan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat :

a) Evidence Base Nursing Practice implementasi pemberian Maghnet TENS


pada pasien dengan Osteoathritis lutut “
b) Data dasar bagi penegembangan studi atau penelitian yang
mengembangkan metode pemberian Terapi Magnet atau implementasi
keperawatan lainnya dalam penurunan rasa nyeri dan penningkatan
kinerja fisik pada penderita Osteoathritis lutut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2..1   Konsep Dasar Terapi Magnet

2.1.1 PengertianTerapi Magnet

Terapi magnet merupakan pengobatan nonmedis dengan memanfaatkan medan


magnet secara aman dan tanpa efek samping untuk mempercepat proses penyembuhan
dengan cara menyeimbangkan dan mengembalikan arus elektromagnetik yang ada di
dalam sel-sel darah manusia. Saat aliran energi dalam tubuh abnormal, kulit disekeliling
titik akupoint biasanya menjadi perih dan nyeri jika tersentuh. Dengan terapi magnet
syaraf di sekitar titik akupoint distimulasi energi elektromagnetik, sehingga rasa perih
dan nyeri  berkurang. Aliran magnetik dalam tubuh kita secara alami dibentuk oleh
sirkulasi aliran ion listrik dalam sel dan transmisi listrik dari syaraf sampai membran
sel. Terapi ini juga merupakan metode yang aman, yang menggunakan medan magnet
untuk tujuan terapi.

Bumi adalah medan magnet alam. Tubuh manusia juga merupakan suatu medan
magnet sebagai akibat dari proses bioelektrik dalam tubuh. Dalam kondisi normal
elektron dan ion bekerja seimbang. Bila keseimbangan terganggu, arus dan distribusi
dalam sel akan terpengaruh dan hal ini biasanya menjadi akar dari banyak penyakit yang
disebabkan oleh gangguan fungsi organ tubuh.

2.1.2 PenggunaanTerapi Magnet

Terapi magnet menggunakan sifat alami dari magnet untuk meringankan rasa
sakit pada berbagai bagian tubuh. Magnet sudah lama diyakini memiliki kekuatan
penyembuhan untuk nyeri otot dan kekakuan pada bagian tubuh. Penggunaan magnet
untuk manfaat medis ini bisa dirujuk kembali ke Mesir kuno dan juga Yunani kuno
ketika Hippocrates (bapak kedokteran) yang menggunakan batu magnet untuk
mengobati kemandulan. Begitu juga orang kuno di India yang menggunakan magnet
untuk mengatasi Insomnia.

Dikatakan para penyembuh di Cina pada tahun 200 SM menggunakan batu


magnet pada tubuh untuk memperbaiki ketidakseimbangan yang tidak sehat dalam aliran
qi atau energi. Kemudian, tercatat juga bahwa seorang dokter Swiss pada abad ke-16
menggunakan magnet untuk mengobati epilepsi, diare, dan perdarahan. Penelitian
terbaru menunjukkan bahwa magnet memiliki khasiat untuk meringankan nyeri kronis.
Produk Terapi magnetik berupa gelang, kalung, cincin, anting, liontin, atau jam
tangan pada umumnya digunakan untuk mengobati penyakit seperti insomnia, nyeri
sendi, kejang otot, menyembuhkan luka, dll.

2.1.3 Proses Terapi Magnet

Di dalam tubuh manusia terdapat sel-sel darah yang mengandung zat besi (Fe)
dan Neodymium magnet (Nd2Fe14B) yang digunakan dalam terapi
biomagnetik yang juga mengandung zat besi.

Ketika magnet atau sinar inframerah diletakkan dekat pembuluh arteri utama,
seperti pembuluh arteri jantung (titik nadi di pergelangan tangan) atau arteri karotid (titik
nadi di leher) akan terjadi perangsangan (reaksi Fe pada Neodymium terhadap Fe pada
sel-sel darah) sehingga sel-sel yang sebelumnya saling menempel dan bersambungan
akhirnya terurai.

2.1.4  Indikasi

a) Sistem Muskuloskeletal

Misalnya, trauma (distorsi, fraktur). Beberapa penelitian melaporkan


bahwa medan magnetik bergetar meningkatkan penyembuhan fraktur pada
tulang panjang tibia yang gagal sembuh setelah beberapa minggu.

b) Arthritis

Keefektifan terapi magnetik dalam mengurangi nyeri pada arthitis


berdasarkan penelitian double blind, plasebo- kontrol yang dipublikasikan
oleh Journal of Rheumatology.

c) Nyeri Kronik

Nilai dari terapi medan magnetik bergetar pada terapi nyeri telah
dites pada penelitian longitudinal. Pada pasien dengan nyeri kronik yang
sukar sembuh dengan terapi konvensional, diberikan medan magnetik
sebanyak 60 gaus, 10 Hz diberikan selama 20 menit perhari selama 10
hari. Nyeri dinilai menggunakan skala nyeri analog linear, sebelum dan
sesudah terapi. Semua pasien menunjukkan penurunan rasa nyeri setelah
terapi.

2.1.5  Kontraindikasi

a) Bagi pengguna pacemaker, defibrilator, pompa insulin atau peralatan


elektronik medis lainnya tidak dianjurkan menggunakan terapi magnet.
b) Ibu yang sedang mengandung juga tidak diperkenankan menggunakan
terapi ini.

2.1.6  Dampak Terapi Magnet

Penggunaan terapi magnetik ini tentu saja dapat menimbulkan dampak negatif


maupun positif. Terlepas dari dampak negatif yang dapat ditimbulkan, terapi ini
merupakan metode yang aman digunakan dalam meningkatkan kesehatan.

Dampak positif yang ditimbulkan dari terapi ini tentu saja meningkatkan
kesehatan tubuh, seperti menstabilkan sirkulasi kardiovaskuler, menjaga fungsi
metabolisme, menjaga stamina dan kekebalan tubuh, mengurangi gejala depresi, dan
mampu mengatasi stress, ayan, susah tidur, gangguan ginjal dan hati, serta beberapa
penyakit lainnya.

Namun, di dalam penggunaanya, terapi magnetik juga akan menimbulkan


dampak seperti merasa hangat atau panas, gatal, sakit kepala, sering buang air besar
maupun kecil, atau merasa tidak enak di seluruh tubuh yang disebabkan karena sirkulasi
di dalam tubuh  sedang diperbaiki, dan tubuh sedang menyesuaikan diri, serta di seluruh
tubuh anda mengalir darah yang penuh oksigen dan nutrisi. Perasaan ini akan hilang
setelah beberapa hari. Perlu diingat, durasi dalam terapi magnet juga harus diperhatikan.
Banyak orang yang salah kaprah dengan melakukan terapi ini terus-menerus. Medan
magnet membuat metabolisme tubuh menjadi cepat. Padahal, tubuh juga butuh istirahat.
Kalau digunakan tanpa istirahat, malah bisa merusak organ dalam tubuh.

2.2 Konsep Penyakit Osteoathritis Lutut

2.2.1 Pengertian Osteoathritis Lutut


Osteoarthritis merupakan sebuah kata dalam bahasa Yunani dimana osteo adalah
tulang, arthro adalah sendi, dan itis yang berarti inflamasi. meskipun yang terjadi
pada kasus atau klinik, tidak terdapat inflamasi pada persendian pasien atau pasien
mengalami inflamasi ringan pada persendian” (Koentjoro).

American College of Rheumatology menyatakan, “Osteoarthritis lutut adalah


berbagai macam manifestasi klinis karena perihal yang terjadi pada persendian”.
Tanda dari penyakit ini adalah adanya pengikisan rawan sendi dan adanya
osteogenesis yang irreguler pada lapisan luar persendian. Nyeri adalah gejala khas
Osteoarthritis lutut. Rasa nyeri semakin parah seiring pasien beraktivitas dan setelah
beraktivitas dengan sendi yang mengalami Osteoarthritis lutut dan rasa nyeri semakin
ringan bila beristirahat (Sumual).

2.2.2 Patofisiologi Osteoarthritis Lutut

Rawan sendi dibentuk oleh sel tulang rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan
sendi itu sendiri. Kondrosit mensintesis dan menjaga keutuhan matriks tulang rawan
sehingga fungsi rawan sendi tetap berjalan optimal. Komposisi matriks rawan sendi
secara garis besar adalah air, proteoglikan dan kolagen. Terdapat 3 fase dalam
Osteoarthritis lutut, yakni sebagai berikut :

1) Fase 1

Pada awalnya Proteolisis pada matriks tulang rawan terjadi . Proteolisis ini
adalah suatu proses hancurnya protein baik di dalam matrix maupun sel tulang rawan
(kondrosit) yang diduga karena gabungan dari berbagai macam faktor resiko dan
beberapa proses fisiologis. Karena inilah kartilago atau tulang rawan pada persendian
menipis (Sudoyo et al).

2) Fase 2

Di fase atau tahap kedua ini, pengikisan pada permukaan tulang rawan
persendian mulai terjadi secara signifikan. Karena pengikisan ini, terjadilah fibrosis pada
permukaan tulang rawan persendian untuk menutupi tulang rawan sendi yang terkikis.
Genesis dari jaringan fibrosis ini juga disertai dengan adanya pelepasan proteoglikan dan
pecahan kolagen ke dalam cairan sinovia (Sudoyo et al, 2014).

3) Fase 3
Proses penguraian dari produk kartilago yang menginduksi respons inflamasi
pada sinovial. Produksi makrofag sinovia seperti interleukin 1 (IL-1), Tumor Necrosis
Factor-alpha (TNF-α), dan prostaglandin menjadi meningkat. Kondisi ini memberikan
manifestasi awal pada persendian seperti nyeri dan secara langsung memberikan dampak
adanya destruksi pada kartilago. Molekul-molekul pro- inflamasi lainnya seperti Nitric
Oxide (NO) juga ikut terlibat. Kondisi ini memberikan manifestasi perubahan arsitektur
sendi dan memberikan dampak terhadap pertumbuhan tulang akibat stabilitas sendi.
Perubahan arsitektur sendi dan stress inflamasi memberikan pengaruh pada permukaan
artikular menjadi kondisi gangguan yang progresif. Selain itu juga jaringan sendi yang
terkikis menyebabkan syaraf pada sendi terbuka sehingga syaraf pada sendi bergesekan
dengan jaringan sendi yang bertemu yang juga mengakibatkan nyeri (Sudoyo et al)

Gambar 2. 1 Perbandingan Antara Normal Dengan Osteoarthritis (Shiel Jr, 2019)

2.2.3 Klasifikasi Osteoarthritis Lutut


Umumnya diagnosis Osteoarthritis lutut didasarkan pada kombinasi dari
manifestasi klinis dan kelainan pada temuan radiografi. Manifestasi klinis perlu
diperhatikan, karena tidak semua pasien dengan temuan Osteoarthritis lutut
secara radiografis mengeluarkan keluhan (Nur, 2009). Terdapat empat
diversifikasi utama Osteoarthritis lutut secara radiologis, yaitu:

1. Penyempitan rongga sendi


2. Pengerasan rawan sendi

3. Pembentukan kista di rawan sendi

4. Pembentukan ostefit.

Bila ditinjau bagaimana Osteoarthritis lutut terbentuk, Osteoarthritis lutut


dapat dibagi menjadi dua, Osteoarthritis lutut primer dan sekunder. Osteoarthritis
lutut primer adalah Osteoarthritis lutut yang penyebabnya tidak diketahui jelas,
oleh karena itu Osteoarthritis lutut primer dapat juga disebut Osteoarthritis lutut
idiopatik. Sedangkan Osteoarthritis lutut sekunder adalah Osteoarthritis lutut
yang dapat dikarenakan kelainan hormonal, imunologis, metabolik,
pertumbuhan dan imobilisasi secara kronis. Osteoarthritis lutut idiopatik memiliki
prevalensi lebih tinggi daripada sekunder (Arissa).

Faktor Resiko

Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko Osteoarthritis lutut


antara lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras / etnis, genetik,
kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis, diabetes melitus,
hipertensi, hiperurisemi, histerektomi, menisektomi, riwayat trauma lutut,
kelainan anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat, aktivitas fisik berat dan
kebiasaan olah raga (Wahyuningsih). Terjadi peningkatan dari angka kejadian
Osteoarthritis lutut selama atau segera setelah menopause karena faktor hormon
seks (Sheikh).

Menurut Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal yang disusun oleh Helmi,


terdapat beberapa faktor resiko yang terdiri dari :

a) Umur

b) Obesitas

c) Jenis Kelaminn

d) Riwayat Trauma

e) Genetik

f) Kelinan Kongenital

g) Pekerjaan

Klasifikasi dan Gambaran Osteoarthritis lutut Secara Radiologis Menurut Kellgren


dan Lawrence osteoarthritis dalam pemeriksaan radiologis diklasifikasikan sebagai
berikut:

Grade 0: Normal, Tidak tampak adanya tanda-tanda Osteoarthritis pada radiologis.

Grade 1: Curiga terdapat osteofit dan penyempitan sendi

Grade 2: Ringan, osteofit yang jelas, terdapat sedikit penyempitan pada anteroposterior
genu.

Grade 3: Sedang, osteofit sedang, deformitas ruang antar sendi yang cukup besar.

Grade 4: Berat atau parah, osteofit besar, terdapat deformitas ruang antar sendi yang
berat dengan sklerosis pada tulang subkondral.

2.2.4 Penatalaksanaan Osteoarthritis lutut

Tujuan pengobatan pada pasien Osteoarthritis lutut adalah untuk


mengurangi gejala dan mencegah terjadinya kontraktur atau atrofi otot.
Penanganan pertama yang perlu dilakukan adalah dengan memberikan terapi
non-farmakologis berupa edukasi mengenai penyakitnya secara lengkap, yang
selanjutnya adalah memberikan terapi farmakologis untuk mengurangi nyerinya
yaitu dengan memberikan analgetik lalu dilanjutkan dengan fisioterapi (Imayati,
2018). Penanganan Osteoarthritis lutut berdasarkan atas distribusinya (sendi
mana yang terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Penanganannya
terdiri dari 3 hal :

1) Terapi non-farmakologis

a. Edukasi

b. Terapi fisik dan rehabilitasi

c. Penurunan berat badan (Nur, 2019)

2) Terapi farmakologis

a. Analgesik oral non-opiat

b. Analgesik topikal

c. NSAID

d. Chondroprotective

e. Steroid intra-artikuler (Nur, 2009)


3) Terapi bedah

a. Malaligment, deformitas lutut Valgus-Varus dsb

b. Arthroscopic debridement dan joint lavage

c. Osteotomi

d. Artroplasti sendi total (Nur, 2009)

Terapi fisik berguna untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat
dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi. Terapi fisik membuat
penderita dapat beraktivitas seperti biasanya sekaligus mengurangi resiko fisik
yang tidak berfungsi dengan baik. Terapi fisik pada penderita osteoarthritis dapat
berupa fisioterapi ataupun olahraga ringan seperti bersepeda dan berenang.
Terapi fisik ini berusaha untuk tidak memberikan beban yang terlalu berat pada
penderita (Nur, 2019).

2.2.5 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi apabila Osteoarthritis lutut tidak ditangani


dengan serius. Terdapat dua macam komplikasi yaitu:

Komplikasi Kronis

Komplikasi kronis berupa malfungsi tulang yang signifikan, yang


terparah ialah terjadinya kelumpuhan.

Komplikasi Akut

A. Osteonecrosis

B. Ruptur Baker cyst

C. Bursitis

D. Symptomatic Meniscal Tear (Guermazi et al)

2.3 Konsep Nyeri

2.3.1 Definisi Nyeri

Nyeri adalah bentuk pengalaman sensoris yang dapat mengarah ke


kerusakan di suatu daerah di tubuh (Mangku et al). Rasa nyeri memang penting
bagi tubuh. Provokasi saraf-saraf sensoris nyeri menghasilkan reaksi
ketidaknyamanan, distress, atau penderitaan. Penilaian dan pengukuran derajat
nyeri sangat penting dalam proses diagnosis penyebab nyeri. Dengan penilaian
dan pengukuran derajat nyeri dapat dilakukan tata laksana nyeri yang tepat,
evaluasi serta perubahan tata laksana sesuai dengan respon pasien. Nyeri harus
diperiksa dalam suatu faktor fisiologis, psikologis serta lingkungan. (Yudiyanta
et al, 2015)

2.3.2 Mekanisme Nyeri pada Osteoarthritis

Di dalam kasus Osteoarthritis lutut, nyeri umumnya timbul pada fase 3


dari Osteoarthritis. Di dalam fase ini terdapat 2 jalur yang mungkin terjadi secara
bersamaan. Atau mungkin salah satu dari kedua jalur. Nyeri dapat terjadi
dikarenakan kerusakan jaringan pada persendian yang melepaskan zat-zat yang
merangsang sistem imun tubuh seperti Interleukin, TNF-alfa, dan Prostaglandin.
Nyeri juga dapat dikarenakan penekanan persyarafan di daerah sendi dimana
syaraf harusnya tertutupi oleh jaringan sendi (Sudoyo et al 2020)

2.3.3 Skala Nyeri

• Visual Analog Scale (VAS)

Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak digunakan
untuk menilai nyeri. Skala ini menggambarkan gradasi nyeri dengan linier.
Rentang nyeri diwakili sebagai garis 10 cm, dengan atau tanpa tanda pada tiap
sentimeter . Tanda pada kedua ujung garis ini dapat berupa angka atau
pernyataan deskriptif.

Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang lain
mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala dapat dibuat vertikal
atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa
nyeri. Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS
adalah penggunaannya sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode
pasca bedah, VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi
visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi (Yudiyanta et al)
Gambar 1. Skala Visual Analog Scale (VAS)

• Verbal Rating Scale (VRS)

Skala ini menggunakan angka 0 sampai 10 untuk menggambarkan


keparahan nyeri. Dua ujung polar digunakan pada skala VRS, sama seperti VAS
atau skala reda nyeri. Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode
pascabedah, karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu mengandalkan
koordinasi visual dan motorik. Skala verbal menggunakan kata - kata dan bukan
garis atau angka untuk menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan
dapat berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat
dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang,
baik/ nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan kata pasien,
skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri (Yudiyanta et al)

Gambar 2.Skala Verbal Rating Scale (VRS)

• Numeric Rating Scale (NRS)

Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis


kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS terutama untuk menilai
nyeri akut. Namun, kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk
menggambarkan rasa nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat
nyeri dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang
menggambarkan efek analgesik. (Yudiyanta et al)

Gambar 3 Skala NRS.

2.3.4 Manajemen Nyeri

a. Manajemen Non Farmakologi

Manajemen nyeri non farmakologi merupakan tindakan menurunkan


respon nyeri tanpa menggunakan agen farmakologi. Manajemen non
farmakologi dapat berupa edukasi terhadap pasien bahwa pasien harus
memperbaiki gaya hidup untuk semua derajat osteoarthritis, dan rehabilitasi
hingga terapi bedah bila derajat osteoarthritis dirasakan pasien sudah
mengganggu aktivitas sehari-hari. Terapi bedah pada osteoarthritis dapat berupa
realignment lutut, debridement sendi lutut, osteotomi lutut, dan artroplasti lutut
(Sudoyo et al).

b. Manajemen Farmakologi

Manajemen nyeri farmakologi merupakan metode yang menggunakan


obat- obatan dalam praktik penanganannya. Cara dan metode ini memerlukan
instruksi dari medis. Ada beberapa strategi menggunakan pendekatan
farmakologis dengan manajemen nyeri persendian dengan penggunaan analgesik
dan atau kortikosteroid (Sudoyo et al).

2.4 Kerangka konsep

Pada kerangka konsep ini disusun bertujuan untuk memperoleh gambaran secara
jelas agar penelitian dapat berjalan.
2.4.1 Kerangka Konsep

Penurunan Rasa Asuhan Keperawatan


Nyeri &
Peningkatan 1. Pengkajian
Kinerja Fisik
2. Diagnosa

3. Intervensi

4. Implementasi

5. Evaluasi

6. Penerapan terapi Magnet

2.5 Konsep Dasar

2.5.1 Konsep pemberian Terapi Magnet

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terapi adalah usaha untuk


memulihkan kesehatan orang yang sedang sakit. Salah satu terapi
menggunakan Terapi Magnet Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation .

2.5.2 Manfaat Terapi Magnet Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation.

2.5.3 Kontraindikasi Terapi Magnet Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation


BAB 3
ANALISIS JURNAL

3.1 JURNAL 1
Tabel 3.1

Pengaruh Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation Dengan Dan Tanpa Terapi


Latihan Terhadap Nyeri dan Kinerja Fisik Pada Penderita Osteoathritis Lutut

No Judul Tujuan Metode Hasil


1 Pengaruh Penelitian ini Metode : TENS dengan dan tanpa
Transcutaneous bertujuan untuk Penelitian ini bersifat terapi latihan keduanya
Electrical Nerve membuktikan deskriptif dan dapat mengurangi nyeri
Stimulation pengaruh analitik, Subyek dan meningkatkan kinerja
Dengan Dan Transcutaneous penelitian ialah fisik pada penderita OA
Tanpa Terapi Electrical Nerves penderita OA lutut lutut.
Latihan Terhadap Stimulation lama maupun baru
Nyeri dan (TENS) dengan yang memenuhi
Kinerja Fisik dan tanpa terapi kriteria inklusi yakni
Pada Penderita latihan terhadap OA unilateral dan
Osteoathritis nyeri dan kinerja bilateral, usia 45-65
Lutut fisik pada tahun baik pria
penderita OA maupun wanita, skala
lutut Poliklinik nyeri NRS 4-6 .
Rehabilitasi Pasien dibagi menjadi
Medik RSUP Prof dua kelompok yaitu
Dr. R.D. Kandou. TENS dengan dan
tanpa terapi latihan.
Terapi dilakukan
selama 6 minggu,
dengan interval 2 kali
per minggu.
Tempat :
Instalasi Rehabilitasi
Medik RSUP Prof.
Dr. R.D Kandou
Manado .
Populasi :
Subyek penelitian
berjumlah 35 orang;
18 orang diberi
TENS dengan terapi
latihan, 17 orang
diberi TENS.
3.2 JURNAL 2
Tabel 3.2

Pengaruh Terapi Repetitive Peripheral Magnetik Stimulation Terhadap Nyeri dan


Kemampuang Fungsional Pada Osteoatrhritis Lutut

No Judul Tujuan Metode Hasil


2 Pengaruh Terapi Untuk Penelitian eksperimental Berdasarkan hasil
Repetitive mengetahui efek dengan desain kelompok pr - penelitian ini,
Peripheral Repetitive posttes. Dua puluh empat diamati bahwa
Magnetik Pheripheral pasien (berusia 45 hingga 65 terapi RPMS
Stimulation Magnetic tahun; n = 53,88 tahun), bermanfaat dalam
Terhadap Nyeri Stimulation(RP dengan diagnosis osteoartritis mengurangi rasa
dan Kemampuang MS) terhadap lutut berdasarkan kriteria sakit dan
Fungsional Pada nyeri dan American College of meningkatkan
Osteoatrhritis kemampuan Rheumatology (klinis dan kinerja fungsional
Lutut fungsional pada radiologis), dengan nyeri pada pasien OA
pasien lutut (NPRS >4), kriteria lutut; Oleh karena
osteoartritis KellgrenLawrence II-III itu terapi RPMS
lutut. dilibatkan dalam penelitian dapat menjadi
ini. Penelitian berlokasi di metode pilihan
RSUP Prof. R.D. Kandou, dalam
Manado; dilakukan dari May pengobatan
- July 2019. Setiap pasien osteoarthritis.
diberi terapi RPMS
(menggunakan SIS BTL-
6000) dengan mode arthrosis
kronik yang diaplikasikan
pada daerah nyeri selama 10
menit. Terapi dilakukan 6
kali dalam 2 minggu.
Penilaian nyeri menggunakan
NPRS dan kemampuan
fungsional menggunakan
WOMAC, dinilai sebelum
dan sesudah terapi RPMS.
Hasil: Nyeri, terapi RPMS
secara signifikan mengurangi
tingkat nyeri pada NPRS,
dinilai sebelum dan sesudah
terapi (nilai rata-rata dari 5.0
menjadi 0,78). Kinerja
fungsional (dievaluasi dengan
WOMAC) meningkat secara
signifikan setelah terapi
RPMS (nilai rata-rata dari
61.32 menjadi 13.09).
3.3 JURNAL 3
TABEL 3.3

No Judul Tujuan Metode Hasil


3 INTERVENSI . Tujuan penelitian ini yaitu Penelitian ini Hasil penelitian
FISIOTERAPI untuk mengetahui intervensi adalah studi menunjukkan
PADA KASUS fisioterapi TENS pada kasus kasus yang dengan
OSTEOARTRITI osteoarthritis. Penelitian ini dilakukan bulan menggunakan
S GENU DI merupakan studi kasus yang februari – maret intervensi yang
RSPAD GATOT dilakukan di RSPAD Gatot 2017 di RSPAD sudah dipilih
SOEBROTO Subroto pada bulan Februari- Gatot Subroto. fisioterapi,
Maret tahun 2017. Peneliti mencari keluhan pasien
satu satu sampel mengalami
yang dinginkan, perubahan, yaitu:
diberikan TENS mampu
perlakuan, menurunkan
diobservasi dan nyeri dari vas 7
dievaluasi ke vas 1 untuk
selama 6x lutut kanan dan
pertemuan. dari vas 3 ke vas
0 untuk lutut kiri.
3.4 JURNAL 4
TABEL 3.4

Pengaruh Penambahan Traksi Oscilasi Pada Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation


Terhadap Intensitas Nyeri Pada Penderita Nyeri

N Judul Tujuan Metode Hasil


O
4 Pengaruh Tujuan dari penelitian ini Penelitian ini Adanya
Penambahan Traksi adalah untuk mengetahui merupakan perbedaan
Oscilasi Pada perbedaan pemberian TENS penelitian quasi pemberian TENS
Transcutaneus dengan traksi osilasi eksperimen dengan traksi
Electrical Nerve terhadap intensitas nyeri dengan osilasi terhadap
Stimulation pada pasien osteoarthritis pendekatan intensitas nyeri
Terhadap Intensitas lutut di RSUD Grandmed group pretest dan pada penderita
Nyeri Pada Lubuk Pakam post test. Sampel osteoarthritis
Penderita Nyeri penelitian ini knee dengan p-
sebanyak 12 value = 0,001 <
orang dengan 0,05
menggunakan
teknik purposive
3.5 JURNAL 5
TABEL 3.5
Korelasi antara perubahan lesi tulang dan kehilangan volume tulang rawan pada pasien
dengan osteoarthritis lutut yang dinilai dengan pencitraan resonansi magnetik kuantitatif
selama periode 24 bulan

N Judul Tujuan Metode Hasil


O
5 Korelasi antara Untuk 107 pasien dengan Data ini menunjukkan
perubahan lesi mengevaluasi OA lutut, dipilih bahwa lesi tulang
tulang dan pada pasien dari a sering terjadi pada OA lutut.
kehilangan volume dengan percobaan besar Korelasi edema
tulang rawan pada osteoarthritis mengevaluasi efek dan ukuran kista meningkat
pasien dengan lutut (OA) bifosfonat, adalah di kompartemen medial
osteoarthritis lutut perubahan dianalisis dengan waktu dengan hilangnya
yang dinilai ukuran pada pencitraan volume tulang rawan yang
dengan pencitraan edema tulang resonansi lebih besar di area ini
resonansi dan kista magnetik pada menggarisbawahi
magnetik selama 24 awal dan pentingnya lesi tulang
kuantitatif selama bulan, dan 24 bulan. subkondral dalam
periode 24 bulan untuk Penilaian edema Patofisiologi OA
membandingkan tulang subkondral
perubahan ini dan kista, dan
dengan volume tulang
kehilangan rawan dilakukan.
volume tulang
rawan
menggunakan
magnet
kuantitatif
pencitraan
resonansi
BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka
kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Subjek dengan usia lanjut (≥ 60 tahun) terdapat sebanyak 75% dengan kelompok usia
dengan jumlah terbanyak pada usia 60 – 69 tahun dengan persentase 45,9%.
2. Pasien osteoartritis lutut yang menjadi subjek penelitian dengan berjenis kelamin
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki yaitu 86,5% berbanding 13,5%..
3. Kejadian obesitas pada pasien osteoarthritis lutut lebih banyak dibandingkan dengan yang
normal.
4. Keparahan OA lutut dapat dinilai berdasarkan objektifitas dengan menggunakan
gambaran radiologi sendi lutut dan secara subjektifitas dengan menggunakan instrument
WOMAC yang lebih cenderung menilai intensitas nyeri, kekakuan sendi, dan keterbatasan
fungsi fisik
5. Ada hubungan antara obesitas sentral dengan tingkat keparahan osteoarthritis berdasarkan
objektifitas menurut gambaran radiologis sesuai kriteria kellgren-lawrence (p=0,025). Akan
tetapi, secara subjektif berdasarkan keparahan klinis dengan menggunakan skor WOMAC tidak
terdapat hubungan (p=0, 690).

4.2 SARAN

1. Bagi tenaga kesehatan Tenaga kesehatan memberikan edukasi yang tepat dan jelas
kepada penderita Osteoarthritis dan keluarganya sehingga penderita memahami dan
mengaplikasikan apa yang disarankan dan apa yang harus dihindari. Edukasi yang diberikan
dapat berupa bagaimana dapat hidup dengan sehat baik pola dan jenis makanan yang sehat,
aktivitas olahraga yang tidak membebani terlalu berat untuk keparahan OA bisa berenang
ataupun bersepeda, dan juga edukasi terapi yang sesuai baik farmakologis maupun non-
farmakologis. Sehingga hal-hal tersebut dapat mencegah terjadinya keparahan OA. Diupayakan
edukasi dan informasi tersebut disampaikan dengan jelas dan tepat sehingga dapat dipahami dan
diaplikasikan oleh pasien OA dan dapat memberikan hasil yang optimal sehingga dapat
mencegah terjadinya progresivitas dan keparahan osteoarthritis.

2. Bagi pihak rumah sakit Rumah sakit dapat melakukan suatu program khusus bagi pasien
OA dalam upaya pencegahan dan pengendalian faktor-faktor yang menyebabkan resiko
terjadinya keparahan OA,misalnya mengadakan penyuluhan singkat sebelum poli dan
pengukuran berat badan, tinggi badan, dan lingkar pinggang kepada setiap pasien OA. Rumah
sakit memiliki kewajiban untuk memastikan pasien merasa puas dengan pelayanan kesehatan
yang telah diberikan dan memastikan bahwa semua tenaga kesehatan telah memberikan apa
yang menjadi hak pasien 56 56

3. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian


lebih lanjut melibatkan taraf kuantitas maupun kualitas penelitian. Secara kuantitas dengan
melibatkan sampel yang lebih optimal atau sampel yang lebih banyak sehingga lebih mewakili
gambaran pasien osteoarthritis dan obesitas sentral. Peneliti selanjutnya juga harus
memperhatikan cara pengambilan data dalam bentuk observasi. Observasi yang dilakukan harus
lebih akurat mencakup terapi apa saja yang sudah didapatkan, sehingga dapat menghindarkan
bias yang ada. Peneliti selanjutnya bisa menggunakan jenis penelitian yang lebih tinggi semisal
cohort prospektif,dll dan juga analisis data yang tepat. Selain itu, perlu dalam penelitian
selanjutnya menanyakan riwayat personal terkait obesitas sentral maupun osteoarthritis baik
penggunaan obat dan terapi yang pernah dilakukan. Penelitian ini alangkah baiknya
dikembangkan menjadi penelitian yang berbasis intervensi agar bisa memperkuat hipotesis yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA

Bennell K, Hinman R. A review of the clinical evidence for exercise in osteoarthritis


of the hip and knee. Journal of Science and Medicine in sport. 2010;14: 4-9.

Silva A, Serrao P, Driusso P, Matiello P. The effect of therapeutic exercise on the


balance of woman with knee osteoarthritis: a systematic review. Physical Therapy
Department University Sao Carlos Brazil.

Anwer S, Alghadir A. Effect of Isometric Quadriceps Exercise on Muscle Strength,


Pain, and Function in Patients with Knee Osteoarthritis. J. Phys. Ther. Sci. 26: 745–748,
2014.

Arofah intan Novita. 2007. Fisioterapi dan terapi latihan pada Osteoarthritis. Jurusan
pendidikan kesehatan dan rekreasi FIK UNY, Vol.3, No. 1.( diakses 18 Februari 2017 pukul
21:00 WIB)

Ayling S, Gessal J. Gambaran Faktor Risiko Penderita Osteoartritis Lutut di Instalasi


Rehabilitasi Medik RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode Januari –Juni 2017.
Manado : Universitas Samratulangi; 2017.

Malemud JC. The Medical Therapy of Osteoarthritis :“Thinking Outside the Box”.
Journal of Osteoarthritis. 2016; 1(1) :1-2.

Hart DJ, Doyle DV, Spector TD. Incidence and risk factors for radiographic knee
osteoarthritis in middle-aged women: the Chingford Study. Arthritis Rheum 1999;42:17–24.

Lachance L, Sowers MF, Jamadar D, Hochberg M. The natural history of emergent


osteoarthritis of the knee in women. Osteoarthritis Cartilage 2002;10:849–54.

Kauffmann C, Gravel P, Godbout B, Gravel A, Beaudoin G, Raynauld J-P, et al.


Computer-aided method for quantification of cartilage thickness and volume changes using
MRI: validation study using a synthetic model. IEEE Trans Biomed Eng 2003;50:978–88.

Bingham CO 3rd, Buckland-Wright JC, Garnero P, Cohen SB, Dougados M, Adami


S, et al. Risedronate decreases biochemical markers of cartilage degradation but does not
decrease symptoms or slow radiographic progression in patients with medial compartment
osteoarthritis of the knee: results of the two-year multinational knee osteoarthritis structural
arthritis study. Arthritis Rheum 2006;54:3494–507. s

Anda mungkin juga menyukai