Makalah Filsafat Ibnu Bajjah
Makalah Filsafat Ibnu Bajjah
Makalah Filsafat Ibnu Bajjah
“ ibnu bajjah ”
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
FIAN PRASETYO
Kata Pengantar....................................................................................................................II
Daftar isi..............................................................................................................................III
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang.......................................................................................................................4
Rumusan masalah..................................................................................................................5
Tujuan ....................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan............................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 12
BAB I
Pendahuluan
Islam masuk diAndalusia (Spanyol) pada sekitar permulaan abad-8 M.
Masuknya Islam telah membuka cakrawala baru dalam sejarah Islam. Dalam
rentang waktu selama kurang lebih tujuh setengah abad, umat Islam di
Andalusia telah mencapai kemajuan yang pesat, baik di bidang ilmu
pengetahuan maupun kebudayaan. Berbagai disiplin ilmu berkembang pesat
pada masa itu. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan figur-figur
ilmuwan yang cemerlang di bidangnya masing-masing dan sampai sekarang,
hasil pikiran mereka menjadi bahan rujukan para akademisi, baik di Barat
maupun di Timur. Kemajuan peradaban di Andalusia pada saat itu berimbas
pada bangkitnya Renaisans dunia Barat pada abad pertengahan sehingga
dapat dikatakan bahwa Arab Spanyol adalah guru bagi Eropa dan Universitas
Cordova, Toledo, sedangkan Seville berfungsi sebagai sumber asli
kebudayaan Arab, non-Arab, muslim, Kristen, Yahudi, dan agama
lain sampai beberapa abad kemudian.1 Salah satu kemajuan yang dialami oleh
umat Islam di Andalusia adalah di bidang filsafat. Islam di Andalusia telah
mencatat satu lembaran budaya yang sangat brilian dalam bentangan
sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyeberangan yang dilalui
ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad ke-12. Minat terhadap
filsafat dan ilmu pengetahuan dikembangkan pada abad ke-9 M selama
pemerintahan penguasa Bani Umayyah yang ke-5, Muhammad ibn Abd al-
Rahman (832-886 M). Atas inisiatif al-Hakam, karya-karya ilmiah dan
filosofis diimpor dari Timur dalam jumlah besar, sehingga Cordova dengan
perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad
sebagai pusat utama ilmu pengetahuan di dunia Islam. Tokoh utama dalam
sejarahfilsafat Andalusia adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh yang
lebih dikenal dengan Ibn Bajjah. Karyanya yang terkenal termuat dalam
magnum opum-nya yang berjudul Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh utama
kedua adalah Abu Bakr Ibn Thufail2 yang terkenal
BAB II
PEMBAHASAN
Biografi
Ia adalah Abu Bakr Muhammad ibn al-Sayigh, yang terkenal dengan Ibn
Bajjah. Orang-orang Eropa pada abad-abad pertengahan menamai Ibn
Bajjah dengan “Avempace”,sebagaimana mereka menyebut nama-nama Ibn
Sina, Ibn Gaberol,Ibn Thufail dan Ibn Rusyd, masing-masing dengan
Avicenna,Avicebron, Abubacer, dan Averroes. Ibn Bajjah dilahirkan di
Zaragosa pada abad ke-11 Masehi. Tahun kelahirannya yang pasti tidak
diketahui, demikian pula masa kecil dan masa mudanya. Sejauh yang dapat
dicatat oleh sejarah ialah bahwa ia hidup di Seville, Granada, dan Fez;
menulis beberapa risalah tentang logika di kota Seville pada tahun 1118 M.
beberapa literatur, Ibn Bajjah bukan hanya seorang filosofansich,tetapi juga
seorang saintis yang menguasai beberapa disiplin ilmu pengetahuan, seperti
kedokteran, astronomi, musikus, dan matermatika. Fakta ini dapat diterima
karena di masa itu belum terjadi pemisahan dalam suatu buku antara sains
dan filsafat sehingga seseorang yang mempelajari salah satunya terpaksa
bersentuhan dengan yang lain. Ia juga aktif dalam dunia politik, sehingga
Gubernur Zaragosa Daulat al-Murabith, Abu Bakar ibn Ibrahim al-Sahrawi
mengangkatnya menjadi wazir.Ketika Zaragosa jatuh ke tangan Alfonso I,
Raja Aragon, pada tahun 512 H/1118 M, Ibn Bajjah pergi ke Seville melalui
Valencia dan tinggal di sana sebagai seorang dokter. Sesudah Seville juga
diduduki Raja Alfonso I beberapa waktu kemudian, ia pindah ke Granada.
Tatkala ia transit di Syatibah (Jativa, selatan Valencia, Spanyol), ia
dipenjarakan oleh amir setempat dengan tuduhan membuat bi’dah, tetapi
segera dibebaskan. Setelah ia bebas, ia pergi ke Fez (kini Maroko),
memasuki istana Gubernur Abu Bakar Yahya bin Yusuf bin Tasyfin (Ibn
Tasyfin) dan menjadi pejabat tinggi berkat kemampuan dan
pengetahuannya. Dia memegang jabatan tinggi itu selama 20 tahun. Musuh-
musuhnya mencapnya sebagai ahli bid’ah dan beberapa kali mengadakan
usaha pembunuhan terhadapnya. Semua usaha itu gagal dan baru berhasil
dilakukan oleh seorang dokter termasyhur, Abul Ala bin Zuhr, dengan
racun.7 Dan ia meninggal dunia di Fez pada tahun 1138 M ketika usianya
belum lagi tua.
______________________________________________________
Judul karya ini memang sama dengan buah karya Ibn Sina yang diakuinya
sendiri berisikan Kebijaksanaan Timur ( Oriental Wisdom ). Dalam roman ini, Ibn Thufail berusaha membuktikan kebenaran
tesis kesatuan kebijaksanaan rasional dan mistis melalui kisah fiktif. Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam: Sebuah Peta
Kronologis, penerjemah Zaimul Am,(Bandung: Mizan, 2001), hlm. 103-104 .3 Tidak bisa tidak, tokoh terbesar dalam
sejarah filsafat Andalusia adalah Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd. Dilahirkan diCordova pada 1126 M dan
wafat pada usia 72 tahun. Diantara karya-karyanya adalah Tahafut al-Tahafut, Fash al-Maqal, dan al-Kasyf ‘an Manahij
Karya-Karya Ibn Bajah
Selama hidup Ibn Bajah mendalami ilmu alam, ilmu matematika, ilmu
astronomi dan musik. Ia banyak menulis uraian dan penjelasan tentang
filsafat Aristoteles, dengan demikian ia membuka pintu bagi Ibn Rusyd. Dari
buku-buku Ibn Bajjah, Ibn Rusyd banyak mengambil intisari pemikirannya
bahkan dalam batas-batas tertentu ia terpengaruh olehnya. Ibn Thufail
memuji Ibn Bajjah dengan pernyataan “Di kalangan para filosof zaman
belakangan, Ibn Bajjah adalah paling cerdas fikirannya, paling tepat
pandangannya paling benar pendapatnya.” Akan tetapi, katanya lebih lanjut
“Ia berkecimpung di dalam soal-soal keduniaan. Hingga ia wafat, semua
perbendaharaan ilmunya dan simpanan hikmahnya (filsafatnya) belum
sempat diterbitkan.
Sebagian besar buku-buku yang ditulisnya tidak lengkap dan beberapa
bagian akhirnya hilang dan rusak, seperti bukunya Fian-Nafsi (Tentang jiwa)
dan Tadbirul Mutawahhid. Pernyataan Ibn Thufail itu memang benar, Ibn
Bajjah tidak sempat menulis buku filsafat. Tidak seperti Ibn Sina, sekalipun ia
sibuk kerja sebagai wazir, namun ia sanggup menyelesaikan dua bukunya
yang terbesar, yaitu asy-Syifa dan al-Qanun. Ibn Bajjah masih beruntung
karena buku-bukunya Tadbirul Mutawahhid, Fi an-Nafsi dan Risalatul-Ittishal
telah selesai dicetak. Risalah-risalahnya yang lain masih berupa tulisan
tangan dan belum diterbitkan.
Untuk mengetahui informasi tentang karya Ibn Bajjah, penulis gambarkan
dua karya Ibn Bajjah yang populer, yaitu Tadbirul Mutawahhid dan Risalatul-
Ittishal yang penulis sarikan dari tulisan Ahmad Fuad al-Ahwani. Pertama,
Tadbirul-Mutawahhid adalah sebuah buku tentang moral dan politik
yang disusun menurut buku al-Madinatul-Fadhilah karya al-Farabi.
Kesimpulan pendapat Ibn Bajjah dapat dilihat dari judul buku itu sendiri.
Yang dimaksud dengan mutawahhid ialah manusia yang hidup menyendiri,
hidup di dalam menara gading, merenungkan berbagai ilmu teoritis. Dengan
cara begitu ia dapat berhubungan dengan al-‘Aqlul-Fa’al (Full Force Mind).
Memang benar bahwa tabiat manusia sebagai makhluk yang beradab
menurut kodratnya. Akan tetapi Ibn Bajjah berpendapat bahwa hidup
memencilkan diri pada hakikatnya lebih baik. Seperti yang dikatakan
olehnya: “Untuk itu orang yang hidup menyendiri, dalam beberapa segi
kehidupannya sedapat mungkin harus menjauhkan diri dari orang lain, tidak
mengadakan hubungan dengan orang lain kecuali dalam keadaan mendesak
atau sekedar menurut keperluan, atau ia pergi hijrah ke tempat yang
banyak terdapat ilmu pengetahuan kalau ada. Sikap sedemikian itu tidak
bertentangan dengan apa yang disebut dengan nama
ilmu peradaban, dan tidak bertentangan pula dengan apa yang tampak jelas
di dalam ilmu alam. Telah jelas bahwa manusia adalah berada menurut
kodratnya. Kedua, dalam Risalatul-Ittishal Ibn Bajjah membagi manusia
dalam tiga golongan, yaitu: kaum awam ( al-jumhur), an-nudzdzar (kaum
khawas atau kaum cendekiawan) dan kaum yang bahagia. Kaum awam
dapat menjangkau gambaran yang masuk akal lewat penglihatannya kepada
alam nyata, ataudari ketergantungannya kepada alam wujud. Kaum khawas
berhubungan dengan soal-soal yang masuk akal lebih dulu,barulah
kemudian mereka berhubugan dengan alam nyata. Adapun kaum yang
bahagia—jumlahnya amat sedikit—ialah mereka yang berhubungan
langsung dengan segala yang masuk akal. Mereka adalah orang-orang yang
dapat melihat segala sesuatu dengan jiwa (rohaninya).