Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

LP Gout

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN GOUT ARTHRITIS

OLEH:
HAJIMI

NIM: 891211008

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM
PENDIDIKAN PROFESI NERS
PONTIANAK
2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN/ ASUHAN KEPERAWATAN/
KEPERAWATAN GERONTIK

NAMA MAHASISWA : HAJIMI


NIM : 891211008

Pengesahan:
Singkawang, Maret 2022

Mengetahui,

Preceptor akademik

(Ns. NURUL HIDAYAH,M.Kep)


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP LANSIA
1. Definisi Lansia
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua
bukanlah penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan
perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahun tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh (Kholifah, 2016). Menurut
Nugroho (dalam Kholifah 2016) menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang
terjadi di dalam kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua.
2. Batasan Lansia
a. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO (dalam Khushariyadi, 2012), ada
empat tahapan yaitu:
1) Usia pertengahan (middle age): 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly): 60-75 tahun
3) Lanjut usia tua (old): 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old): >90 tahun
b. Menurut Alm. Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad (dalam Khushariyadi,
2012), guru besar Universitas Gajah Mada Fakultas Kedokteran, periodisasi
biologis perkembangan manusia di bagi menjadi:
1) Masa bayi (0-1 tahun)
2) Masa prasekolah (usia 1-6 tahun)
3) Masa sekolah (usia 6-10 tahun)
4) Masa pubertas (usia 10-20 tahun)
5) Masa setengah umur, presenium (usia 40-65 tahun)
6) Masa lanjut usia, senium (usia >65 tahun)
c. Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (dalam khushariyadi, 2012), psikologi dari
Universitas Indonesia Kedewasaan
1) Fase iuventus (usia 25-40 tahun)
2) Fase vertalitas (usia 40-50 tahun)
3) Fase presenium (usia 55-65 tahun)
4) Fase senium (usia 65 tahun hingga tutup usia)
3. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Soejono 2000, dalam Ratnawati (2017) mengatakan bahwa pada tahap
lansia, individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya. Perubahan fisik yang dimaksud antara lain rambut yang mulai memutih,
muncul kerutan diwajah, ketajaman panca indra menurun, serta terjadi kemunduran
daya tahan tubuh. Dimasa ini lansia juga harus berhadapan dengan kehilangan peran
diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang yang dicintai. Maka dari itu,
dibutuhkan kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi
perubahan di usuia lanjut secara bijak.
4. Karakteristik Lansia
Menurut Kholifah tahun 2016, usia lanjut merupakan usia yang mendekati akhir
siklus kehidupan manusia di dunia. Tahap ini dimulai dari 60 tahun sampai akhir
kehidupan. Lansia merupakan istilah tahap akhir dan proses penuaan. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua (tahap penuaan). Masa tua merupakan masa
hidup yang terakhir, dimana pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental, sosial sedikit demi sedikit sehinggan tidak dapat melakukan tugasnya sehari-
hari (tahap penuaan). Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,
termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas fungsional.
Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan degeneratif pada kulit,
tulang, jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan jaringan tubuh lainnya. Dengan
kemampuan regenaratif yang terbatas, mereka lebih rentan terhadap berbagai
penyakit, sindroma dan kesakitan dengan orang lain.
5. Tipe-Tipe Lansia
a. Tipe Arif Bijaksana
Tipe ini di dasarkan pada orang lanjut usia yang memiliki banyak pengalaman,
kaya dengan hikmah, dapat menyesuaikan diri dengan perubahan zaman
mempunyai kesibukan, memiliki kerendahan hati, sederhana, dermawan dan
dapat menjadi panutan.
b. Tipe Mandiri
Tipe mandiri yaitu mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
c. Tipe Tidak Puas
Tipe tidak puas terjadi karena konflik lahir batin menentang proses penuaan
sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani,
pengkritik dan banyak menuntut.
d. Tipe Pasrah
Tipe pasrah ialah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama
dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe Bingung
Kaget kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, acuh
tak acuh
B. KONSEP GOUT ARTHRITIS
1. Definisi Gout Arthritis
Gout adalah penyakit yang diakibatkan gangguan metabolisme purin yang
ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulangulang. Penyakit ini
paling sering menyerang pria usia pertengahan sampai usia lanjut dan wanita pasca
menopuse. (Nurarif dan kusuma, 2016). Arthritis pirai (Gout) adalah suatu proses
inflamasi yang terjadi karena deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi.
Gout terjadi akibat dari hiperurisemia yang berlangsung lama (asam urat serum
meningkat) disebabkan karena penumpukan purin dan eksresi asam urat kurang dari
ginjal (Sya’diyah, 2018).
2. Etiologi
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit/penimbunan kristal
asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan
metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan purin
dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal. Beberapa factor lain yang
mendukung, seperti:
a. Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkanasam urat
berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya.
b. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan
ginjal yang akan menyebabkan: pemecahan asam yang dapat menyebabkan
hiperuricemia.
c. Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asamurat seperti:
aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat,aseta zolamid dan
etambutol.
d. Pembentukan asam urat yang berlebih
e. Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang bertambah.
f. Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih karana
penyakit lain, seperti leukimia.
g. Kurang asam urat melalui ginjal
h. Gout primer renal terjadi karena ekresi asam urat di tubulus distalginjal yang
sehat. Penyabab tidak diketahui.Gout sekunder renal disebabkan oleh karena
kerusakan ginjal,misalnya glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik.
3. Tanda dan Gejala
Berikut beberapa tanda dan gejala asam urat:
a. Sendi terasa nyeri, ngilu, linu, kesemuatan, bahkan membengkak berwarna
kemerahan (meradang).
b. Biasanya, persendian terasa nyeri saat pagi hari (baru bangun tidur) atau malam
hari.
c. Rasa nyeri pada sendi terjadi berulang-ulang.
d. Yang diserang biasanya sendi jari kaki, jari tangan, lutut, tumit, pergelangan
tangan, dan siku.
e. Pada kasus yang parah, persendian terasa sangat sakit saat bergerak, bahkan
penderita sampai tidak bisa jalan. Tulang di sekitar sendi juga bisa kropos atau
mengalami pengapuran tulang (Prasetyono, 2012, h. 19-20).
4. Patofisiologi
Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang
mengandung asam urat tinggi dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adekuat akan
mengasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah
(hiperurisemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat menumpuk dalam tubuh.
Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon inflamasi
(Sudoyo, dkk, 2009).
Banyak faktor yang berperan dalam mekanisme serangan gout arthritis. Salah
satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam darah.
mekanisme serangan gout arthritis akut berlangsung melalui beberapa fase secara
berurutan yaitu, terjadinya presipitasi kristal monosodium urat dapat terjadi di
jaringan bila kosentrasi dalam plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di
rawan, sonovium, jaringan para-artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya.
Kristal urat yang bermuatan negatif akan dibungkus oleh berbagai macam protein.
Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap
pembentukan kristal. Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang
menimbulkan respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal
oleh leukosit (Nurarif, 2015).
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya
membran vakuala disekeliling oleh kristal dan membram leukositik lisosom yang
dapat menyebabkan kerusakan lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara permukaan kristal membram lisosom. Peristiwa ini menyebabkan
robekan membran dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase radikal kedalam
sitoplasma yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Setelah terjadi kerusakan
sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan sinovial, yang menyebabkan
kenaikan intensitasinflamasi dan kerusakan jaringan (Nurarif, 2015).
Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka
asam urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang
akan berakumulasi atau menumpuk di jaringan konektif di seluruh tubuh,
penumpukan ini disebut tofi. Adanya kristal akan memicu respon inflamasi akut dan
netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom ini tidak hanya merusak jaringan tetapi juga
menyebabkan inflamasi. Serangan gout arthritis akut awalnya biasanya sangat sakit
dan cepat memuncak. Serangan ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan
pertama ini timbul rasa nyeri berat yang menyebabkan tulang sendi terasa panas dan
merah. Tulang sendi metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi,
kemudian mata kaki, tumit, lutut dan tulang sendi pinggang. Kadang- kadang gejala
yang dirasakan disertai dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi
cenderung berulang (Sudoyo, dkk, 2009).
Periode interkritikal adalah periode dimana tidak ada gejala selama serangan gout
arthritis. Kebanyakan penderita mengalami serangan kedua pada bulan ke-6 sampai 2
tahun setelah serangan pertama. Serangan berikutnya disebut dengan poliartikular
yang tanpa kecuali menyerang tulang sendi kaki maupun lengan yang biasanya
disertai dengan demam. Tahap akhir serangan gout arthritis akut atau gout arthritis
kronik ditandai dengan polyarthritis yang berlangsung sakit dengan tofi yang besar
pada kartigo, membrane sinovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari
tangan, kaki, lutut, ulna, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal
seperti ginjal (Sudoyo, dkk, 2009).
5. Pemeriksaan Diagnostik
Ada beberapa pemeriksaan penunjang gout arthritis menurut (Aspiani, 2014):
a. Dapat dilakukan dengan alat tes kadar asam urat, umumnya nilai normal asam
urat dalam darah yaitu 3,5 mg/dl – 7,2 mg/dl namun pada pasien dengan gout
arthritis atau kadar asam urat tinggi nilai asam urat dalam darah lebih dari 7,0
mg/dl untuk pria dan 6,0 mg/dl untuk wanita.
b. Serum asam urat, umumnya meningkat diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini
mengindikasikan hiperurisemia, akibat peningkatan produksi asam urat atau
gangguan ekskresi.
c. Leukosit, menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3
selama serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih dalam
batas normal yaitu 5000-10.000/mm3.
d. Urin specimen 24 jam, urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan
produksi dan ekskresi dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan
250-750mg/24 jam asam urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat meningkat
maka level asam urat urin meningkat. Kadar kurang dari 800 mg/24 jam
mengidentifikasi gangguan ekskresi pada pasien dengan peningkatan serum asam
urat. Instruksikan pasien untuk menampung semua urin dengan peses atau tisu
toilet selama waktu pengumpulan. Biasanya diet purin normal direkomendasikan
selama pengumpulan urin meskipun diet bebas purin pada waktu itudiindikasikan.
e. Pemeriksaan radiografi, pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan
menunjukkan tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah penyakit
berkembang progesif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang yang
berada di bawah sinavial sendi.
6. Pentalaksanaan
Menurut Nurarif (2015) Penanganan gout arthritis biasanya dibagi menjadi
penanganan serangan akut dan penanganan serangan kronis. Ada 3 tahapan dalam
terapi penyakit ini:
a. Terapi Farmakologis
1) NSAID
Merupakan terapi lini pertama yang efektif untuk klien yang mengalami
serangan gout arthritis akut. Hal terpenting yang menentukan keberhasilan
terapi bukanlah pada NSAID yang dipilih melainkan pada seberapa cepat
terapi NSAID mulai diberikan. NSAID harus diberikan dengan dosis
sepenuhnya (full dose) pada 24- 48 jam pertama atau sampai rasa nyeri hilang.
Indometasin banyak diresepkan untuk serangan akut gout arthritis, dengan
dosis awal 75- 100 mg/hari. Dosis ini kemudian diturunkan setelah 5 hari
bersamaan dengan meredanya gejala serangan akut. Efek samping
indometasin antara lain pusingdan gangguan saluran cerna, efek ini akan
sembuh pada saat dosis obat diturunkan. NSAID lain yang umum digunakan
untuk mengatasi gout arthritis akut adalah: ((1)) Naproxen–awal 750 mg,
kemudian 250 mg 3 kali/hari. ((2)) Piroxicam–awal 40 mg, kemudian 10-
20mg/hari. ((3)) Diclofenac–awal 100 mg, kemudian 50 mg 3 kali/hari selama
48 jam. Kemudian 50 mg dua kali/ hari selama 8 hari.
2) COX-2
Inhibitor Etoricoxib merupakan satu-satunya COX-2 inhibitor yang
dilisensikan untuk mengatasi serangan gout arthritis akut. Obat ini efektif tapi
cukup mahal, dan bermanfaat terutama untuk klien yang tidak tahan terhadap
efek gastrointestinal NSAID NonSelektif. COX-2 Inhibitor mempunyai resiko
efek samping gastrointesinal bagian atas yang lebih rendah dibanding NSAID
non selektif.
3) Colchicine
Merupakan terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout arthritis akut.
Namun dibanding NSAID kurang populer karena awal kerjanya (onset) lebih
lambat dan efek samping lebih sering dijumpai.
4) Steroid
Strategi alternatif selain NSAID dan kolkisin adalah pemberian steroid intra-
articular. Cara ini dapat meredakan serangan dengan cepat ketika hanya 1 atau
2 sendi yang terkena namun, harus dipertimbangkan dengan cermat diferensial
diagnosis antara gout arthritis sepsis dan gout arthritis akut karena pemberian
steroid intra-articular akan memperburuk infeksi.
5) Allopurinol
Obat hipourisemik, pilihan untuk gout arthritis kronis adalah allopurinol.
Selain mengontrol gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol
menurunkan produksi asam urat dengan cara menghambat enzim xantin
oksidase. Dosis pada klien dengan fungsi ginjal normal dosis awal allopurinol
tidak boleh melebihi 300 mg/24 jam. Respon terhadap allopurinol dapat
terlihat sebagai penurunan kadar asam urat dalam serum pada 2 hari setelah
terapi dimulai dan maksimum setelah 7-10 hari. Kadar asam urat dalam serum
harus dicek setelah 2-3 minggu penggunaan allopurinol untuk meyakinkan
turunnya kadar asam urat.
6) Obat Urikosurik
Kebanyakan klien dengan hiperurisemia yang sedikit mengekskresikan asam
urat dapat diterapi dengan obat urikosurik. Urikosurik seperti probenesid
(500mg-1 g 2x/hari) dan sulfinpirazon (100mg 3-4 kali/hari) merupakan
alternatif allopurinol. Urikosurik harus dihindari pada klien nefropati urat
yang memproduksi asam urat berlebihan. Obat ini tidak efektif pada klien
dengan fungsi ginjal yang buruk (Klirens Kreatinin <20-30 ml/menit). Sekitar
5% klien yang menggunakan probenesid jangka lama mengalami mual, nyeri
ulu hati, kembung, dan konstipasi (Nurarif, 2015),
b. Terapi Nonfarmakologis
Terapi non-farmakologi merupakan strategi esensial dalam penanganan gout
arthritis, seperti istirahat yang cukup, menggunakan kompres hangat untuk
mengurangi rasa nyeri, modifikasi diet dan menjaga pola makan, mengurangi
asupan alkohol dan menurunkan berat badan.
7. Komplikasi
a. Deformitas atau perubahan bentuk pada persendian yang terserang.
b. Urolitiasis atau batu ginjal akibat deposit kristal urat pada saluran kemih.
c. Nephrophaty atau kelainan ginjal yang mengakibatkan gangguan fungsi ginjal
karena peradangan glomerulus akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal.
d. Hipertensi ringan.
e. Proteinuria atau protein dalam urin
f. Hiperlipidemia yaitu kondisi dimana kadar lipid atau lemak dalam darah tinggi.
g. Gangguan parenkim ginjal dan batu ginjal (Aspiani, 2014).
BAB II
WEB OF CAUTION (WOC)
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dari proses keperawatan, kemudian dalam mengkaji
harus memperhatikan data dasar dari klien, untuk informasi yang diharapakan dari klien
(Iqbal dkk, 2011).
1. Identitas
Meliputi: nama, alamat, tempat tanggal lahir, umur (biasanya asam urat terjadi pada
usia lansia di atas 60 tahun ), Jenis kelamin (laki – laki memiliki resiko lebih besar
untuk terkena gout arthritis dibandingkan perempuan karena laki- laki memiliki kadar
asam urat lebih tinggi daripada perempuan), Pekerjaan (aktivitas yang berat dapat
memperberat penyakit gout arthritis), agama, suku bangsa, tanggal pengkajian, dan
diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien gout arthritis/klien dengan
gangguan musculoskeletal adalah pasien mengeluh nyeri pada persendian yang
terkena, adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan mobilitas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Didapatkan adanya keluhan nyeri yang terjadi di otot sendi. Sifat dari nyerinya
umumnya seperti pegal/di tusuk-tusuk/panas/di tariktarik dan nyeri yang dirasakan
terus menerus atau pada saat bergerak, terdapat kekakuan sendi, keluhan biasanya
dirasakan sejak lama dan sampai menggangu pergerakan dan pada gout arthritis
kronis didapakan benjolan atan Tofi pada sendi atau jaringan sekitar.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit muskuloskeletal sebelumnya,
riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan adanya riwayat penyakit
muskuloskeletal,penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alkohol dan
merokok.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit yang sama
karena faktor genetik/ keturunan.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran: composmentis
b. Teknik pemeriksaan fisik ada inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Inspeksi
dengan cara melihat, kita melihat kelainan yang ada pada pasien tersebut. Palpasi
dengan cara meraba. Perkusi dengan cara mengetuk, macam-macam suara yang
dihasilkan oleh perkusi: sonor (suara normal), hipersonor/timpani (suara daerah
kosong), pekak (adanya cairan), redup (lebih padat). Auskultasi dengan cara
mendengarkan, macam-macam suara auskultasi baca kebutuhan oksigen (Azari,
2018). Dapat dilakukan pemeriksaan dengan IPPA.
c. Pemeriksaan inspeksi untuk mengetahui terjadinya perubahan bentuk/deformitas
pada sendi yang menderita gout arthritis, dan pemeriksaan palpasi untuk
mengetahui apakah ada nyeri tekan atau tidak.
d. Keadaan umum, biasanya klien lansia yang mengalami gangguan musculoskeletal
atau gout arthritis terjadi kelemahan tubuh.
e. Tanda-tanda vital, biasanya suhu meningkat >37oC, nadi meningkat 70- 82
kali/menit, tekanan darah meningkat atau dalam batas normal, pernafasan
biasanya mengalami normal atau meningkat.
f. Pemeriksaan review of system (ROS)
1) Sistem pernafasan (B1: Breathing), dapat ditemukan peningkatan frekuensi
nafas atau masih dalam batas normal.
2) Sistem sirkulasi (B2: Bleeding), kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi
apical, sirkulasi perifer, warna, dan kehangatan.
3) Sistem persarafan (B3: Brain), kaji adanya hilang gerakan/sensasi, spasme
otot, terlihat kelemahan/ hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat,
dilatasi pupil. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas).
4) Sistem perkemihan (B4: Bleder), perubahan pola berkemih, seperti
inkontinensia urin, disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan
keberhasilannya.
5) Sistem pencernaan (B5: Bowel), konstipasi, konsistensi feses, frekuensi
eliminasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri
tekan abdomen.
6) Sistem musculoskeletal (B6: Bone), kaji adanya nyeri berat tibatiba/ mungkin
terlokalisasi pada area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan
otot, kontraktur, atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan warna.
7) Pemeriksaan fisik dengan metode look, feel, and move.
Look (lihat): sama halnya dengan inspeksi pada pemeriksaan dengan posisi
yang lain. Saat posisi terlentang pemeriksaan juga mengamati ada tidaknya
deformitas valgus atauvarus, ada tidaknya pembengkakan, atrofi otot, dan
sebagainya. Perhatikan bila ada memar, luka lama atau sinus, atau juga ada
bekas riwayat oprasi pada lutut.
Feel (palpasi): rasakan temperature kulit dan bandingkan antara satu sendi
lutut dengan lainnya. Palpasi apakah ada benjolan pada lutut.
Move (gerak): pemeriksaan ini sebenarnaya harus masih dipertimbangkan
terutama apabila ada fraktur pada daerah lutut termasuk distal femur maupun
proksimal tibia. Fleksikan dan ekstensikan kaki pasien secara pasif terlebih
dahulu kemudian minta pasien melakukannya secara aktif. Tidak lupa juga
untuk meminta pasien untuk merotasikan sendi lutut kea rah internal maupun
eksternal. Perhatikan ada tidaknya krepitus saat pergerakan. Krepitus dapat
dirasakan dengan meletakkan tangan tepat di depan lutut. (Sembiring, 2018).
g. Pola Fungsi Kesehatan
Yang perlu dikaji adalah aktivitas apa saja yang biasa dilakukan sehubungan
dengan adanya nyeri pada persendian, ketidakmampuan mobilisasi (Kushariyadi,
2011).
1) Pola nutrisi, menggambarkan nutrisi pada lansia, kaji adanya perubahan pola
makan, serta diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan kesukaan
pasien.
2) Pola eliminasi, menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi,
ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter.
3) Pola tidur dan istirahat, menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi
terhadap energy jumlah jam tidur pada siang dan malam, biasanya lansia yang
mengalami gout arthritis mempunyai masalah tidur yaitu pada saat nyeri pada
sendi kakinya kambuh, dan insomnia.
4) Pola aktifitas dan istirahat, menggambarkan pola latihan, aktifitas, fungsi
pernafasan dan sirkulasi riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama dan
kedalaman pernafasan. Pengkajian indeks KATZ.
5) Pola hubungan dan peran, menggambarkan dan mengetahui hubungan dan
peran klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,
pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan. Pengakjian APGAR
keluarga. A: adaptation, P: partnership (hubungan), G: growth (pertumbuhan),
A: affection (afeksi), dan R: resolve (pemecahan). Status sosial lansia dapat
diukur dengan menggunakan APGAR Keluarga. Penilaian: jika pertanyaan-
pertanyaan yang dijawab selalu (poin 2), kadang-kadang (poin 1), hampir
tidak pernah (poin 0) (Kuhariyadi,2011).
6) Pola sensori dan kognitif, menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola
persepsi sensori meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan dan
pembau. Pada klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan
perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap.
Sedangkan tandanya adalah tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil,
peningkatan air mata. Pengkajian status mental menggunakan table short
portable mental status questioner (SPMSQ).
7) Pola persepsi dan konsep diri, menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan
persepsi terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan
gambaran diri, harga diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai system
terbuka dan mahluk bio-psiko-sosio-kultural- spiritual, kecemasan, ketakutan,
dan dampak terhadap sakit. Pengkajian tingkat depresi menggunakan table
interventaris depresi back.
8) Pola seksual dan reproduksi, menggambarkan kepuasan/masalah terhadap
seksualitas.
9) Pola mekanisme/penganggulangan stress dan koping, menggambarkan
kemampuan untuk menangani stress yang dialami pasien. Menurut (Yuzefo,
Sabrina, & Novayelinda, 2015), agama dan spiritual adalah 43 sumber koping
bagi lansia ketika ia mengalami sedih, kesepian dan kehilangan. Hasil studi
menunjukkan bahwa pada lansia yang mencapai usia 70 tahun, maka lansia
tersebut berada pada level dimana penyesalan dan tobat berperan dalam
penebusan dosa-dosa. Tobat dan pengampunan dapat mengurangi kecemasan
yang muncul dari rasa bersalah atau ketidaktaatan dan menumbuhkan
kepercayaan serta kenyamanan pada tahap awal iman. Hal ini memberikan
pandangan baru bagi lansia terhadap kehidupan yang berhubungan dengan
orang lain dan penerimaan yang positif terhadap kematian (Aspiani, 2014)
10) Personal Hygiene Biasanya pada demensia dalam melakukan personal
Hygiene perlu bantuan/tergantung orang lain. Tidak mampu mempertahankan
penampilan, kebiasaan personal yang kurang, kebiasaan pembersihan buruk,
lupa pergi untuk kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk buang air, tidak
dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada
waktu makan dan menyiapkannya dimeja, makan, menggunakan alat makan,
berhias, maupun kemandirian dalam kebersihan merawat tubuh. Uuntuk
mengetahui tingkat ketergantungan pola personal hygine klien dapat
dilakukan dengan pengkajian bathel indeks
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut SDKI (2016) diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasiem gout
arthritis adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Gejala dan tanda mayor:
Subjektif
a. Mengeluh nyeri
Objektif
a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
Gejala dan tanda minor:
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a. Tekanan darah meningkat
b. Pola napas berubah
c. Nafsu makan berubah
d. Proses berpikir terganggu
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaforesis
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
Definisi: keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara
mandiri.
Gejala dan tanda mayor:
Subjektif
a. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif
a. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b. Kekuatan otot menurun
c. Rentang gerak (ROM) menurun
Gejala dan tanda minor:
Subjektif
a. Nyeri saat bergerak
b. Enggan melakukan pergerakan
c. Merasa cemas saat bergerak
Objektif
a. Sendi kaku
b. Gerakan tidak terkoordinasi
c. Gerakan terbatas
d. Fisik lemah
3. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan kekurangan/kelebihan
volume cairan (peradangan kronik akibat adanya kristal urat) (D.0192)
Definisi: kerusakan kulit (dermis dan/ atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/ atauligamen).
Gejala dan tanda mayor:
Subjektif:
(tidak tersedia)
Objektif:
a. Kerusakan jaringan dan/ atau lapisan kulit
Gejala dan tanda minor:
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a. Nyeri
b. Perdarahan
c. Kemerahan
d. Hematoma
4. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi tentang gout
arthritis (D.0111)
Definisi: ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik
tertentu.
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
a. Menanyakan masalah yang dihadapi
Objektif
a. Menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
b. Menunjukkan persepsi yang salah terhadap masalah
Gejala dan tanda minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
a. Menjalani pemeriksaan yang tidak tepat
b. Menunjukksn perilaku berlebihan (mis. Apatis, bermusuhan, agitasi, histeria)
c. Mengeluh tidak puas tidur
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk mengatasi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan klien (Iqbal dkk, 2011). Intervensi
menurut SLKI dan SIKI sebagai berikut:
D.
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik.
Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing
orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil
dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan, evaluasi
merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan.
G.
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani.R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. 1st ed. Jakarta:
CV.Trans Info Media.
Kholifah, Siti Nur. (2016). Keperawatan Gerontik. Jakarta Selatan: Kemenkes RI.
Kushariyadi. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Klien Lanjut Usia: Jakarta: Salemba
Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta: Penerbit Mediaction.
PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia, Edisi 1 Cetakan ke-3. Jakarta:
DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Edisi 1 Cetakan
ke-2. Jakarta: DPP PPNI. PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia,
Edisi 1 Cetakan ke-2. Jakarta: DPP PPNI.
Ratnawati, E. 2017. Asuhan keperawatan gerontik.Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai