Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Sosial Budaya Yang Berkaitan Dengan Kesehatan Anak (Suksma Indah)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

ASPEK SOSIAL BUDAYA TERHADAP PELAYANAN

KESEHATAN ANAK
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah Studi Sosial Budaya
dosen pengampu Dra.Tri Sulastri, M.Kes

disusun oleh :
Suksma Indah Dianita (1540120018)

D3 KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Aspek Sosial Budaya terhadap
Kesehatan Anak” tepat pada waktunya
Makalah ini sudah saya susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai
pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut,saya sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca untuk memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi
Hidup Sehat yang Berhubungan dengan Kesehatan Ibu semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat dan inspirasi untuk pembaca.

Bandung,21 Mei 2022

Suksma Indah Dianita

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................................................1
1.3 Sistematika Penulisan............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................................3
2.1 Aspek Sosial Budaya............................................................................................................3
2.2 Pelayanan Kesehatan Budaya................................................................................................3
2.3 Kesehatan Anak.....................................................................................................................4
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Sosial Budaya tentang Pelayanan Kesehatan...........................5
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Sosial Budaya tentang Kesehatan Anak...................................5
BAB III PENUTUP.........................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................8
3.2 Saran.......................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan. Konsep kesehatan tidak saja berorientasi
pada aspek klinis saja, tetapi lebih berorientasi pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan
kesehatan & kemasyarakatan, adalah : Ilmu Sosiologi, Psikologi, Perilaku dll yang kegunaannya
sebagai penunjang yang sekaligus sebagai faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan.
Salah satu cabang sosiologi yang membahas kebudayaan termasuk didalamnya adalah :
Pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat yang dilakukan oleh
masyarakat. Di negara maju terdapat unsur kebudayaan yang dapat menunjang peningkatan
status kesehatan seperti tingkat pendidikan yang optimal sosial ekonomi yang tinggi, lingkungan
hidup yang baik. Di Negara berkembang terjadi sebaliknya. Melihat luasnya masalah tersebut
maka BIDAN sebagai salah satu petugas kesehatan harus mempelajari ilmu tersebut diatas agar
mengenal pengaruh dari masing-masing faktor.
Aspek sosial dan budaya sangat mempengaruhi pola kehidupan manusia. Di era
globalisasi sekarang ini dengan berbagai perubahan yang begitu ekstrem menuntut serie manusia
harus memperhatikan aspek sosial budaya. Salah satu masalah yang kini banyak merebak di
kalangan masyarakat adalah kematian ataupun kesakitan pada ibu dan anak yang sesungguhnya
tidak terlepas dari faktor-faktor sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana
mereka berada.Disadari atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti
lonsepsi loonsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab akibat antam makanan dan
kondisi sehat-sakit, lebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali membaca dampak baik positif
maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak
Angka kematian bayi masih tinggi yaitu 58/1000 kelahiran hidup. Jenis kematian adalah
jenis penyakit D.3 I antara lain Tetanus, campak, pertusis, dan sebab lain yaitu BBLR. Angka
kematian balita masih 10,6/1000 31% dari jumlah tersebut disebabkan PD31 dan folio Angka
kelahiran dan angka kesuburan dirasa masih cukup tinggi, angka kelahiran kasar berkisar antara
26-32/ 1000 penduduk
Kematian tersebut berkaitan erat dengan faktor sosial budaya dimasyarakat seperti halnya
tingkat pendidikan yang rendah pada wanita, sosek, kepercayaan pada pelayanan tenaga
kesehatan masih rendah
Menjadi seorang bidan bukanlah hal yang mudah Seorang bidan harus siap fisik maupun
mental, karena tugas seccang bidan sangatlah berat Bidan yang siap mengabdi di lawasan
pedesaan mempunyai tantangan yang besar dalam mengubah pola kehidupan masyarakat yang
mempunyai dampak negatif tehadap kesehatan masyarakat. Tidak mudah mengubah pola piker
ataupun sosial budaya masyarakat. Apalagi masalah proses penalinan yang umum masih banyak
menggunakan dukun beranak.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa itu pelayanan kesehatan budaya
2. Untuk mengetahui apa itu kesehatan anak
3. Untuk mengetahui Faktor yang mempengaruhi Sosial Budaya tentang pelayanan
Kesehatan
4. Untuk mengetahui Faktior yang memperngaruhi Sosial Budaya tentang kesehatan anak

7
1.3 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Pendahuluan hal ini merupakan salah satu metode dalam penulisan makalah yang berisikan
latar belakang,tujuan penulisan,rumusan masalah,dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Teori


Tinjauan teori hal ini merupakan salah satu metode dalam penulisan makalah berupa
pengertian atau definisi dengan topik yang sudah ditentukan.

Bab III Penutup


Penutup hal ini merupakan salah satu metode penulisan yang berisi kesimpulan dan saran
sehingga dapat menganalisis dan mengoptimalkan sistem yang berdasarkan pada bab yang
sebelumnya.

Daftar Pustaka
Daftar Pustaka adalah daftar yang menunjukkan bahwa penulis makalah memiliki sumber
makalah secara rinci dan jelas.pemilihan sumber dapat disimpulkan dari hasil makalah serta dari
blogspot atau jurnal.

7
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Aspek Sosial Budaya


Aspek sosial budaya adalah segala sesuatu yang di ciptakan oleh manusia dengan
pemikiran dan akal budinya serta hati nuraninya dalan kehidupan bermasyarakat serta asepek
tersebut telah melekat dalam diri manusia.Aspek Sosial Budaya yang ada di indonesia adalah
bangsa besar, secara geografis wilayahnya terdiri dari banyak pulau yang dihuni oleh beraneka
etnis,agama,budaya,bahasa daerah, hingga warna kulit. Budaya atau kebudayaan adalah sesuatu
yang dihasilkan oleh kekuatan citra, rasa, dan karsa (budi,perasaan, dan kehendak) manusia.
Budaya merupakan suatu keyakinan yang mempengaruhi gaya hidup seseorang yang
dapat mempengaruhi berperilaku serta bersikap. Budaya dapat membentuk kebiasaan dan respon
terhadap kesehatan meliputi kesadaran budaya, pengetahuan budaya, kepekaan terhadap budaya,
hingga saat ini sistem kepercayaan atau budaya di Indonesia memiliki adat istiadat tertentu yang
dapat mempengaruhi status Kesehatan anak. (Yuarnistira et al., 2019).
2.2 Pengertian Pelayanan Kesehatan budaya
Pelayanan kesehatan (health care service) merupakan hak setiap orang yang dijamin
dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan derajat kesehatan baik
perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. (Veronika komalawati.
Op,Cit. hlm. 77)
Kebudayaan adalah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal
budinya yang mengandung cinta, rasa dan karsa. Aspek sosial budaya memengaruhi pelayanan
kesehatan. Dimana terdapat dua faktor di dalamnya, yakni faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal terdiri dari faktor predisposing, faktor enabling, dan faktor need(Musadad,
1997).Selain itu,faktor psikologis juga mendorong seorang pasien untuk melakukan decision
making, yakni berupa motivation, perception, attitude, dan knowledge. Sedangkan faktor
eksternal terdiri dari pengaruh agama dan etnis, kelompok referensi, dan status sosial berupa
pedidikan, pekerjaan, pendapatan.
Mengenali aspek sosial budaya masyarakat dalam pengimplementasiannya pada
pelayanan kesehatan bagi petugas kesehatan adalah dapat mencapai tujuan bagi pemeliharaan
kesehatan dan pendidikan kesehatan masyarakat. Pemeliharaan kesehatan melingkupi tindakan
penanggulangan dan pencegahan. Sedangkan pendidikan kesehatan lebih mengarah pada
tindakan promotif. Orang sakit pasti membutuhkan penyembuhan (kuratif), sedangkan orang
sehat membutuhkan adanya tindakan peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), perbaikan
(rehabilitatif), dan konservatif (pemeliharaan) (Momon, 2008).
Paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat
pencegahan dan promosi kesehatan melalui pendidikan kesehatan, memberikan dukungan dan
alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat namun tetap mengupayakan yang
sakit segera sehat. Pada prinsipnya kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat untuk
mengutamakan kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit (Sunanti, 2005).

3
2.3 Pengertian Kesehatan Anak
Menurut WHO pengertian kesehatan ibu dan anak ialah kesehatan seorang perempuan
ketika masa kehamilan, masa persalinan, dan pasca melahirkan. Dari pengertian kesehatan ibu
dan anak, ini mencakup adanya dimensi, kesehatan keluarga berencana, prakonsepsi, kehamilan,
dan perawatan postnatal. Pada dasarnya kesehatan ibu dan anak lebih diutamakan dalam
pelayanan umum, bagi perempuan, anak-anak dan juga beserta keluarga.
Tahap Perkembangan Bayi dan Balita
Pertumbuhan anak adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, dapat diukur, dan terjadi
secara fisik. Pertumbuhan dan perkembangan balita 1-5 tahun dapat dipantau melalui
pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, dan ukuran lainnya sesuai usia dengan
standarisasi alat ukur tertentu. Sedangkan perkembangan adalah pertambahan kemampuan
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, misalnya si Kecil dapat berjalan atau berbicara.
Perkembangan dapat diamati dari cara ia bermain, belajar, berbicara, dan bersikap.
Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi jenis kelamin, perbedaan ras, usia, genetik, dan kromosom. Sedangkan
faktor eksternal tumbuh kembang anak meliputi keadaan lingkungan sosial, ekonomi, nutrisi, dan
stimulasi psikologis.
Periode emas anak berlangsung pada rentang usia 0-5 tahun. Usia ini merupakan fase
awal tahap tumbuh kembang anak dan akan berpengaruh pada fase selanjutnya. Di masa ini,
Mama harus semakin cermat untuk mendapatkan hasil optimal dan mencegah terjadinya kelainan
sedini mungkin.
Pertumbuhan dan perkembangan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi jenis kelamin, perbedaan ras, usia, genetik, dan kromosom. Sedangkan
faktor eksternal tumbuh kembang anak meliputi keadaan lingkungan sosial, ekonomi, nutrisi, dan
stimulasi psikologis.
Periode emas anak berlangsung pada rentang usia 0-5 tahun. Usia ini merupakan fase
awal tumbuh kembang si Kecil dan akan berpengaruh pada fase selanjutnya. Di masa ini, Ibu
harus semakin cermat untuk mendapatkan hasil optimal dan mencegah terjadinya kelainan sedini
mungkin.
Stimulasi Tumbuh Kembang Otak Si Kecil
Stimulasi jaringan otak sangat penting selama periode emas si Kecil. Semakin banyak
stimulasi yang Mama berikan kepada si Kecil, jaringan otak akan berkembang hingga mencapai
80% pada usia 3 tahun. Sebaliknya, jika si Kecil tidak pernah diberi stimulasi yang cukup, maka
jaringan otaknya akan mengecil sehingga fungsi otak akan menurun. Hal inilah yang
menyebabkan perkembangan si Kecil menjadi terhambat. Stimulasi yang kurang pada si Kecil
dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan otak, penyimpangan tumbuh kembang, bahkan
gangguan perkembangan yang menetap. Berikut ini tahap pertumbuhan dan perkembangan balita
1-5 tahun:
1. Usia 0-4 Bulan

7
Sering memeluk dan menimang dengan penuh kasih sayang. Gantung benda berwarna
cerah yang bergerak dan bisa dilihat oleh si Kecil. Ajak si Kecil tersenyum, bicara, dan
mendengarkan musik.
2. Usia 4-6 Bulan
Sering tengkurapkan si Kecil. Gerakkan benda ke kiri dan kanan, di depan matanya.
Perdengarkan berbagai bunyi-bunyian. Beri mainan benda yang besar dan berwarna.
3. Usia 6-12 Bulan
Ajari si Kecil untuk duduk, ajak main ci-luk-ba, ajari memegang dan makan biskuit,
ajarimemegang benda kecil dengan 2 jari, aari berdiri dan berjalan dengan berpegangan, ajak
bicara sesering mungkin, latih mengucapkan ma.. ma.. pa.. pa, beri mainan yang aman dipukul-
pukul.
4. Usia 1-2 Tahun
Ajari berjalan di undakan/tangga, ajak membersihkan meja dan menyapu, ajak
membereskan mainan, ajari mencoret-coret di kertas, ajari menyebut bagian tubuhnya, bacakan
cerita anak, ajak bernyanyi, ajak bermain
5. Usia 2-3 Tahun
Ajari berpakaian sendiri, ajak melihat buku bergambar, bacakan cerita anak, ajari makan
di piringnya sendiri, ajari cuci tangan, ajari buang air besar dan kecil di tempatnya
6. Usia 3-5 Tahun
Minta si Kecil menceritakan apa yang ia lakukan, dengarkan ia ketika bicara, jika ia
gagap, ajari bicara pelan-pelan, awasi si Kecil ketika mencoba hal-hal baru.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Sosial Budaya tentang Pelayanan Kesehatan


faktornya yang mempengaruhinya adalah Kebudayaan (Culture) masyarakat itu sendiri
yaitu Berupa norma-norma yang ada di masyarakat dalam kaitannya dengan konsep sehat sakit.
-Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masih rendah ini tertera pada
Bumil dengan ANC frekuensi kunjungan berkisar 3.17 kali sebasar 54 %
Masyarakat yang memeriksakan diri ke Puskesmas 59,7% swasta 28,9% Posyandu 11,2%.
-Pelayanan di Posyandu tidak/ kurang tersedia ruangan
yang tertutup dan memadai untuk menjaga privacy
-Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan masih rendah, yang disebabkan
karena relasi interpersonal yang dirasa masih ada batas. Petugas kesehatan pada umumnya
pendatang sehingga ada perbedaan pengakuan dan penerimaan sebagai keluarga, Imbalan jasa
kepada petugas kesehatan relatif mahal serta dibatasi dengan tarif

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Sosial Budaya tentang Kesehatan Anak


-Pandangan sebagian masyarakat bahwa kelahiran anak adalah sumber rezeki, maka semakin banyak anak
akan bertambah rezekinya. Anak itu lahir di usia tuanya
-Kurangnya pemenuhan nutrisi bagi anak & bayi karena mempreoritaskan ayah sebab ayah adalah pencari
nafkah

7
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan melalui beberapa sumber data maka didapatkan hasil
variasi faktor budaya Kesehatan anak di Indonesia adalah
1. Persepsi Dalam Pemberian Air Susu Ibu
Masyarakat di Indonesia melihat pandangan budaya tercermin didalam perilakunya mempunyai persepsi
yang berbeda yang berkaitan dalam pola memberikan makanan pada bayi. Dalam memberikan air susu
ibu (ASI) bagi masyarakat bukan masalah yang besar karena ibu selalu memberikan bayi ASI, yang
menjadinmasalah adalah pola pemberian tidak sesuai atau salah dengan konsep medis sehingga dapat
menimbulkan dampak negative terhadap pertumbuhan dan kesehatan bayi. Selain itu produksi dan
kualitas ASInya kurang dikarenakan banyak pantangan makanan yang dikonsumsi ibu pada saat hamil
maupun sesudah melahirkan. (Khasanah Nur, 2011)
2. Faktor Sosial Ekonomi
Faktor kesehatan sosial, seperti kemiskinan, kurangnya akses ke layanan kesehatan, kurangnya akses ke
pendidikan, stigma, rasisme, dan bias gender, diidentifikasi sebagai beberapa faktor utama yang
berkontribusi terhadap ketidaksetaraan kesehatan. Faktor sosial ekonomi keluarga dapat dilihat dengan
dari jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga menjadi aspek yang bisa dilihat didalam
faktor sosial ekonomi. Faktor sosial ekonomi sangat mempengaruhi angka kematian bayi serta balita
(Sumampouw et al., 2019)
3. Pemberian Susu Formula
Di Indonesia, pemberian ASI dini dan ASI eksklusif menunjukkan trend yang meningkat. Data
tentang menyusui menunjukkan bahwa rata-rata durasi menyusui adalah 20,6 bulan dan rata-rata
pemberian ASI eksklusif adalah 4,4 bulan. Namun, penggunaan susu formula meningkat pesat. Data
menunjukkan peningkatan yang luar biasa dalam penggunaan susu formula yang bertentangan dengan
program pemerintah untuk meminimalkan prevalensi pemberian makanan bayi jenis ini. Penelitian yang
telah dilakukan melihat efek negatif dari mengkonsumsi susu formula dalam hal mortalitas dan
morbiditas. Susu formula biasanya memberikan ASI secara berbeda dari menyusui dengan cara yang
dianggap menghambat transisi ke menyusui penuh.
Karakteristik botol dan gigi telah terbukti mempengaruhi pemberian makan bayi dan asupan susu
dan pemberian susu formula merupakan faktor risiko kenaikan berat badan yang cepat selama enam bulan
pertama kehidupan bayi. Bayi yang diberi susu formula memiliki resiko kenaikan berat badan yang
cepatselama enam bulan pertama kehidupan bayi. Bayi yang diberi susu formula memiliki resiko
kenaikan berat badan yang cepat dibandingkan dengan bayi yang diberi air susu ibu (ASI). Hal ini juga
dapat menyebabkan faktor risiko yang lebih tinggi untuk obesitas.
Pemberian susu botol telah dikaitkan dengan efek kesehatan yang merugikan, seperti risiko
mengembangkan hubungan yang salah antara gigi. Penelitian telah menunjukkan bahwa pemberian susu
botol dapat menyebabkan karies gigi. Faktor yang berhubungan dengan pemberian susu botol adalah
status pendidikan ibu, Ibu yang bekerja, Pendapatan keluarga, ibu yang tinggal di perkotaan lebih
cenderung menggunakan botol untuk menyusui dibandingkan dengan ibu yang tinggal di pedesaan. Untuk
mengatasi masalah ini, diperlukan kampanye pendidikan di semua lapisan masyarakat tanpa memandang
status ekonomi(Nasrul et al., 2020)
4. Pola Pemberian Makan
Pola pemberian makan ibu pada anak sangat dipengaruhi oleh interaksi antara individu dengan
keluarga, faktor sosial ekonomi, budaya dan faktor Pendidikan. Pandangan budaya dapat mempengaruhi
pemberian makan pada anak, hal ini berdampak pada sikap, perilaku, dan respon yang diberikan ibu
kepada anaknya. Ibu sebagai mediator penting antara nilai budaya anak dan pemberian makan karena
kebiasaan makan pada orang tua memungkinkan orang tuanmelakukan hal yang sama terhadap anaknya.
Norma budaya dapat menjadi acuan orang tua dalam pemberian makan pada anak. Salah satu perilaku
yang dipengaruhi oleh tradisi di Indonesia adalah menganggap bahwa anak yang sehat adalah anak yang

7
gemuk. Salah satu kebiasaannya adalah memberikan makanan tambahan pada bayi yang berusia kurang
dari 6 bulan dengan makanan yang disebut lotek (nasi yang dihancurkan pisang) menjadi anak yang
gemuk, hal ini mengakibatkan kerusakan pada saluran pencernaan bayi dan memicu terjadinya infeksi
yang mengakibatkan anak menderita gizi buruk. Beberapa literatur dari penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa pola makan dan perilaku orang tua seperti pemantauan asupan gizi, pembatasan
jumlah makanan, respon diet, dan memperhatikan status gizi anak memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap status gizi anak. Ada dua faktor yang mempengaruhi status gizi pada balita, yaitu faktor
langsung yang terdiri dari asupan gizi dan penyakit infeksi, sedangkan faktor tidak langsung meliputi
ketersediaan makanan, pola asuh, pelayanan kesehatan, dan sanitasi lingkungan(Yuarnistira et al., 2019).
Fenomena lain menunjukkan bahwa ibu kurang memperhatikan tanda-tanda anak lapar,
memberikan makanan yang tidak sesuai dengan selera yang diharapkan anak, serta mendorong anak
untuk makan banyak atau membatasi makannya. Kurangnya kemampuan ibu dalam memilih makanan
yang tepat untuk anaknya ibu membujuk anak dengan berbagai cara tanpa memperhatikan tanda-tanda
lapar dan kenyang. pembatasan keinginan makan anak juga ditemukan masih dominan dilakukan oleh
ibu-ibu. Pembatasan asupan makanan mempengaruhi jumlah gizi yang dapat diterima anak dan
berhubungan dengan status gizi anak. Pembatasan ini dilakukan oleh para ibu karena persepsi dan
kekhawatiran mereka bahwa anak mungkin mengonsumsi makanan dalam jumlah berlebihan. tindakan
pemberian makan yang tidak responsif ini meningkat ketika ibu merasa anaknya kelebihan berat badan.
Pembatasan ini menjadi salah satu faktor penyebab stunting (Novitasari & Wanda, 2020)
Mayoritas ibu membeli makanan bayi instan dan bubur nasi kukus instan sebagai makanan
pendamping. Beberapa alasan mereka memberikan makanan bayi instan kepada anak-anak mereka adalah
rasa dan kurangnya waktu untuk memasak. Ini menggambarkan praktik dan perilaku pemberian makan
ibu tentang anak 6-36 bulan. Kepatuhan untuk tidak memberikan ASI dan pengakuan akan kebutuhan
makanan tambahan relatif tinggi; namun, keragaman diet dan frekuensi pemberian makan yang tepat
tidak dipatuhi dengan baik. Makanan kemasan dan instan misalnya., sup instan, dan mie, telur, susu, oat,
dan sereal bayi Nestlé, juga dikonsumsi secara teratur. frekuensi pemberian makan berhubungan dengan
status gizi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa frekuensi makan yang lebih rendah meningkatkan
kemungkinan stunting. Bayi yang tidak menerima keragaman diet minimum dan frekuensi makan secara
signifikan lebih mungkin menderita stunting. Anak-anak dari ibu yang tidak mengonsumsi cukup
makanan selama kehamilan dan menyusui memiliki risiko 1,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
yang mengonsumsi cukup makanan selama periode tersebut. Keterbatasan akses pangan, rendahnya
ketersediaan pangan, dan kurangnya pengetahuan gizi menjadi faktor penyebabnya. Diantaranya adalah
sebagai berikut: pemberian makanan bayi instan dan bubur kukus instan sebagai makanan pendamping;
jadwal makan porsi kecil 2-3 kali per hari; variasi makanan yang tidak memadai; dan kekurangan zat
besi.(Damanik et al., 2020)

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Aspek sosial budaya adalah segala sesuatu yang di ciptakan oleh manusia dengan
pemikiran dan akal budinya serta hati nuraninya dalan kehidupan bermasyarakat serta asepek
tersebut telah melekat dalam diri manusia.Aspek Sosial Budaya yang ada di indonesia adalah
bangsa besar, secara geografis wilayahnya terdiri dari banyak pulau yang dihuni oleh beraneka
etnis,agama,budaya,bahasa daerah, hingga warna kulit. Budaya atau kebudayaan adalah sesuatu
yang dihasilkan oleh kekuatan citra, rasa, dan karsa (budi,perasaan, dan kehendak) manusia.
Kesehatan merupakan unsur kesejahteraan manusianyyang harus terwujud sesuai dengan
cita bangsa Indonesia. Anak yang sehat adalah merupakan anak yang secara fisik dan psikis
sehat. Pertumbuhan anak adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, dapat diukur, dan terjadi
secara fisik. Pertumbuhan dan perkembangan balita 1-5 tahun dapat dipantau melalui
pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, dan ukuran lainnya sesuai usia dengan
standarisasi alat ukur tertentu. Sedangkan perkembangan adalah pertambahan kemampuan
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, misalnya si Kecil dapat berjalan atau berbicara.
Perkembangan dapat diamati dari cara ia bermain, belajar, berbicara, dan bersikap.
Mengenali aspek sosial budaya masyarakat dalam pengimplementasiannya pada
pelayanan kesehatan bagi petugas kesehatan adalah dapat mencapai tujuan bagi pemeliharaan
kesehatan dan pendidikan kesehatan masyarakat. Pemeliharaan kesehatan melingkupi tindakan
penanggulangan dan pencegahan. Sedangkan pendidikan kesehatan lebih mengarah pada
tindakan promotif. Orang sakit pasti membutuhkan penyembuhan (kuratif), sedangkan orang
sehat membutuhkan adanya tindakan peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), perbaikan
(rehabilitatif), dan konservatif (pemeliharaan) (Momon, 2008).

3.2 Saran
Sebagai tenaga Kesehatan pentingnya untuk memahami tentang aspek social di masyarakat
dan juga penting untuk memahami kesehatan pada anak dan factor yang mempengaruhinya
sebagai pengetahuan untuk pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat

8
DAFTAR PUSTAKA

http://lipi.go.id/publikasi/peningkatan-kesehatan-ibu-dan-anak-tantangan-sosial-budaya/
32880
https://mahakarya.academy/2021/10/27/variasi-faktor-budaya-yang-mempengaruhi-kesehatan-
anak-di-indonesia/
https://www.nutriclub.co.id/article-balita/stimulasi/tumbuh-kembang-anak/mengoptimalkan-
tumbuh-kembang
https://id.scribd.com/document/365869360/Aspek-Sosial-Budaya-Terhadap-Pelayanan-Kesehatan-
Kelas-b

Anda mungkin juga menyukai