Laporan Pkpa Medika Antapani Novia Norlyta Anggraini (202FF05024)
Laporan Pkpa Medika Antapani Novia Norlyta Anggraini (202FF05024)
Laporan Pkpa Medika Antapani Novia Norlyta Anggraini (202FF05024)
Disusun Oleh :
1
HALAMA PENGESAHAN
Laporan ini disusun untuk memenuhi persyaratan mata kuliah PKPA Program
Studi Profesi Apoteker Fakultan Farmasi Universitas Bhakti kencana
Disetujui oleh:
Pembimbing Pembimbing
Apotek Medika Antapani Universitas Bhakti Kencana
apt. Iqbal Sujida Ramadhan, S. Farm Dr. apt. Yani Mulyani M.Si
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME sehingga Praktik Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) dan penulisan laporan dapat diselesaikan. Laporan ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat pada Program Studi Profesi Apoteker.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu proses dalam
penyusunan laporan ini:
1. Bapak Dr. Entris Sutrisno, S.Farm., MH.Kes., Apt., selaku Rektor Universitas Bhakti
Kencana
2. Ibu Dr. apt. Patonah, M.Si., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Bhakti
Kencana Bandung.
3. Bapak apt. Dr. apt. Dadang Juanda, M.Si selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Universitas Bhakti Kencana Bandung.
4. Ibu Dr. apt. Yani Mulyani, M.Si., selaku Dosen Wali sekaligus Pembimbing Praktik
Kerja Profesi Apoteker dari Universitas Bhakti Kencana
5. Ibu apt. Iqbal Sujida Ramadhan, S.Farm selaku pembimbing Praktik Kerja Profesi
Apoteker di apotek Medika Antapani.
6. Apoteker Pendamping, Tenaga Teknis Kefarmasian dan Staff di apotek Medika
Antapani yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama
pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker
7. Seluruh Staf Pengajar dan Karyawan Universitas Bhakti Kencana Bandung yang juga
banyak membantu mahasiswa hingga dapat menyelesaikan praktek dan laporan akhir
ini.
Laporan ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu, pendapat, kritik, dan
saran diterima agar PKPA dapat lebih baik lagi. Semoga PKPA yang dipaparkan pada
laporan ini dapat memberi manfaat khususnya dalam bidang kefarmasian.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................................ v
DAFTAR TABEL…….............................................................................................vi
SUMPAH APOTEKER.......................................................................................... vii
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA............................................................. i
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA........................................... i
STANDAR KOMPETENSI.................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Tujuan PKPA di Apotek............................................................................ 2
BAB II TINJAUAN UMUM APOTEK................................................................. 3
2.1 Sejarah Apotek……………...................................................................... 3
2.2 Pengertian Apotek..................................................................................... 5
2.3 Persyaratan Apotek.................................................................................... 5
2.4 Tugas dan Fungsi Apotek....................................................................... 6
2.5 Pengelolaan Apotek................................................................................... 7
2.6 Peran Apoteker di Apotek.......................................................................... 8
2.7 Susunan Organisasi………..................................................................... 10
2.8 Tata Cara Pendirian Apotek....................................................................... 11
2.9 Laporan-Laporan di Apotek/KlinikUtama/BPJS..................................... 15
BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK PT. MEDIKA ANTAPANI.............. 16
3.1 Sejarah PT. Medika Antapani.................................................................... 16
3.2 Visi dan Misi PT. Medika Antapani.......................................................... 18
3.3 Lokasi dan Bangunan................................................................................ 19
3.4 Struktur Organisasi.................................................................................... 22
3.5 Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker....................................................... 25
3.6 Pengelolaan Apotek................................................................................... 29
3.7 Managemen Pengadaan Barang dan Jasa.................................................. 58
3.8 Pembukuan dan Pengelolaan Keuangan................................................... 63
BAB IV TUGAS KHUSUS………….................................................................... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 79
iii
5.1 Kesimpulan............................................................................................... 79
5.2 Saran......................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 80
LAMPIRAN............................................................................................................ 81
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
SUMPAH APOTEKER
viii
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
MUKADIMAH
ix
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundangundangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi
pada khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan
kepentingan masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk
hidup insani.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya sebagaimana ia
sendiriingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk
mematuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.
Pasal 12
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan
kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat
jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam
menunaikan tugasnya.
x
BAB IV
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN
Pasal 13
Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun
dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan
menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
Pasal 14
Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang
dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada sejawat petugas kesehatan lain.
BAB V PENUTUP
Pasal 15
Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan kode etik
Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika
seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak
mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima
sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya
(IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
xi
PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
Apoteker Indonesia merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang dianugerahi bekal
ilmu pengetahuan dan teknologi serta keahlian di bidang kefarmasian, yang dapat
dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kesejahteraan rakyat dan
pengembangan pribadi warga negara Republik Indonesia, untuk mewujudkan masyarakat
yang adil dan makmur, berazaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Disiplin Apoteker merupakan tampilan kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban
dan menghindari larangan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan dan/atau peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dapat
dijatuhi hukuman disiplin. Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan-
aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan, yang pada hakikatnya dapat
dikelompokkan dalam tiga hal, yaitu:
1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten.
2. Tugas dan tanggungjawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik.
3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker. Pelanggaran
disiplin berupa setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Apoteker yang tidak menaati
kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin Apoteker.
BAB II
KETENTUAN UMUM
1. Disiplin Apoteker adalah kesanggupan Apoteker untuk menaati kewajiban dan
menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atau
peraturan praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
2. Penegakan Disiplin adalah penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan
keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh Apoteker.
xii
3. Majelis Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia yang disingkat MEDAI, adalah organ
organisasi profesi Ikatan Apoteker Indonesia yang bertugas membina, mengawasi dan
menilai pelaksanaan Kode Etik Apoteker Indonesia oleh Anggota maupun oleh
Pengurus, dan menjaga, meningkatkan dan menegakkan disiplin apoteker Indonesia.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional, harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
6. Tenaga kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang melakukan pekerjaan kefarmasian,
yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
7. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga kesehatan yang membantu Apoteker dalam
menjalankan pekerjaan kefarmasian, terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi, Analis Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisten Apoteker;
8. Standar Pendidikan Apoteker Indonesia, yang selanjutnya disingkat SPAI adalah
pendidikan akademik dan pendidikan profesional yang diarahkan guna mencapai
kriteria minimal sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Kode Etik adalah Kode Etik Apoteker Indonesia yang menjadi landasan etik Apoteker
Indonesia.
10. Kompetensi adalah seperangkat kemampuan profesional yang meliputi penguasaan
ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai (knowledge, skill dan attitude), dalam
melaksanakan tugas profesionalnya.
11. Standar Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas dan bertanggungjawab yang
dimiliki oleh seorang Apoteker sebagai syarat untuk dinyatakan mampu oleh
masyarakat dalam melaksanakan profesinya.
xiii
12. Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi
seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik profesinya di seluruh
Indonesia setelah lulus uji kompetensi.
13. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kefarmasian yang telah memiliki
sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu serta diakui secara
hukum untuk menjalankan pekerjaan/praktik profesinya.
14. Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi.
15. Praktik Apoteker adalah upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
16. Standar Praktik Apoteker adalah pedoman bagi Apoteker dalam menjalankan
praktiknya yang berisi prosedur-prosedur yang dilaksanakan apoteker dalam upaya
untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.
17. Surat Izin Praktik Apoteker, yang selanjutnya disingkat SIPA adalah surat izin yang
diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan praktik kefarmasian pada
fasilitas pelayanan kefarmasian.
18. Standar Prosedur Operasional, yang selanjutnya disingkat SPO adalah serangkaian
instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan aktivitas
organisasi, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan.
19. Surat Izin Kerja Apoteker, yang selanjutnya disebut SIKA adalah surat izin praktik
yang diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian
pada fasilitas produksi atau fasilitas distribusi atau penyaluran.
20. Organisasi profesi adalah organisasi tempat berhimpun para Apoteker di Indonesia.
xiv
BAB III
LANDASAN FORMAL
1. Undang-Undang Nomor 419 Tahun 1949 tentang Obat Keras.
2. Undang-Undang tentang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
3. Undang-Undang tentang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 tentang Sumpah Apoteker.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan
Farmasi dan Alat Kesehatan.
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
8. Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan, dan peraturan
turunannya.
9. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Apoteker Indonesia
(IAI), Kode Etik Apoteker Indonesia, serta peraturan-peraturan organisasi
lainnya yang dikeluarkan oleh IAI.
BAB IV
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN APOTEKER
1. Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten. Penjelasan:
Melakukan Praktek kefarmasian tidak dengan standar praktek Profesi/standar
kompetensi yang benar, sehingga berpotensi menimbulkan/ mengakibatkan
kerusakan, kerugian pasien atau masyarakat.
2. Membiarkan berlangsungnya praktek kefarmasian yang menjadi tanggung
jawabnya, tanpa kehadirannya, ataupun tanpa Apoteker pengganti dan/ atau
Apoteker pendamping yang sah.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu dan/ atau tenaga-
tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan
tersebut.
4. Membuat keputusan profesional yang tidak berpihak kepada kepentingan
pasien/ masyarakat.
5. Tidak memberikan informasi yang sesuai, relevan dan “up to date” dengan cara
yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga berpotensi
xv
6. menimbulkan kerusakan dan/ atau kerugian pasien.
7. Tidak membuat dan/atau tidak melaksanakan Standar Prosedur Operasional sebagai
Pedoman Kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian,
sesuai dengan kewenangannya.
8. Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin, mutu‟, ‟keamanan‟,
“khasiat/manfaat” kepada pasien.
9. Melakukan pengadaan (termasuk produksi dan distribusi) obat dan/atau bahan baku
obat, tanpa prosedur yang berlaku, sehingga berpotensi menimbulkan tidak
terjaminnya mutu, khasiat obat
10. Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat menimbulkan kerusakan
atau kerugian kepada pasien.
11. Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standar, sehingga berpotensi
menimbulkan penurunan kualitas obat.
12. Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun
mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi.
13. Dalam penatalaksanaan praktik kefarmasian, melakukan yang seharusnya tidak
dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan tanggung
jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah, sehingga dapat
membahayakan pasien.
14. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan praktik swa- medikasi
(self medication) yang tidak sesuai dengan kaidah pelayanan kefarmasian.
15. Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/ atau tidak etis, dan/atau tidak objektif
kepada yang membutuhkan.
16. Menolak atau menghentikan pelayanan kefarmasian terhadap pasien tanpa alasan
yang layak dan sah.
17. Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak.
18. Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya.
19. Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak baik dan tidak benar.
20. Berpraktik dengan menggunakan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
xvi
21. atau Surat Izin Praktik Apoteker/Surat Izin kerja Apoteker (SIPA/SIKA) dan/atau
sertifikat kompetensi yang tidak sah.
22. Tidak memberikan informasi, dokumen dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MEDAI untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin.
23. Mengiklankan kemampuan / pelayanan atau kelebihan kemampuan / pelayanan yang
dimiliki, baik lisan ataupun tulisan, yang tidak benar atau menyesatkan.
24. Membuat keterangan farmasi yang tidak didasarkan kepada hasil pekerjaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.
BAB V
SANKSI DISIPLIN
Sanksi disiplin yang dapat dikenakan oleh MEDAI berdasarkan Peraturan per Undang –
undangan yang berlaku adalah:
1. Pemberian peringatan tertulis;
2. Rekomendasi pembekuan dan/atau pencabutan Surat Tanda Registrasi Apoteker, atau
Surat Izin Praktik Apoteker, atau Surat Izin Kerja Apoteker; dan/atau
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker.
Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik yang dimaksud
dapat berupa:
1. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik sementara
selamalamanya 1 (satu) tahun, atau
2. Rekomendasi pencabutan Surat Tanda Registrasi atau Surat Izin Praktik tetap atau
selamanya;
Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan apoteker yang
dimaksud dapat berupa:
1. Pendidikan formal; atau
2. Pelatihan dalam pengetahuan dan atau ketrampilan, magang di institusi pendidikan
atau sarana pelayanan kesehatan jejaringnya atau sarana pelayanan kesehatan yang
ditunjuk, sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan dan paling lama1 (satu) tahun.
xvii
BAB VI
PENUTUP
Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia ini disusun untuk menjadi pedoman bagi Majelis
Etik dan Disiplin Apoteker Indonesia (MEDAI) dalam menetapkan ada/atau tidak adanya
pelanggaran disiplin oleh para praktisi dibidang farmasi, serta menjadi rambu-rambu yang
tidak boleh dilanggar oleh para praktisi tersebut agar dapat menjalankan praktik
kefarmasian secara profesional. Dengan ditegakkannya disiplin kefarmasian diharapkan
pasien akan terlindungi dari pelayanan kefarmasian yang kurang bermutu; dan
meningkatnya mutu pelayanan apoteker; serta terpeliharanya martabat dan kehormatan
profesi kefarmasian.
xviii
STANDAR KOMPETISI APOTEKER
1. Mampu Melakukan Praktik Kefarmasian secara Profesional Dan Etik
2. Mampu Menyelesaikan Masalah Terkait dengan Penggunaan Sediaan Farmasi
3. Mampu Melakukan Dispensing Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
4. Mampu Memformulasi dan Memproduksi Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan sesuai Standar yang Berlaku
5. Mempunyai Keterampilan Komunikasidalam Pemberian Informasi Sediaan
Farmasi Dan Alat Kesehatan
6. Mampu Berkontribusi Dalam Upaya Preventif dan Promotif Kesehatan
Masyarakat
7. Mampu Mengelola Sediaan Farmasi Dan Alat Kesehatansesuai Standar yang
Berlaku
8. Mempunyai Keterampilan Organisasi dan Mampu Membangun Hubungan
Interpersonal Dalam Melakukan Praktik Profesionai Kefarmasian
9. Mampu mengikuti Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang
berhubungan dengan kefarmasian.
xix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan menurut UU RI Nomor 36 tahun 2009 adalah keadaan
sehat, baik raga, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan
setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Dalam
upaya kesehatan pemerintah memiliki beberapa program-program untuk
mensejahterakan masyarakat, salah satunya yaitu kesehatan. yang dapat
dilakukan meliputi pencegahan terhadap suatu penyakit (preventif),
promosi kesehatan (promotif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan upaya
pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Untuk melakukan 4 (empat) upaya
kesehatan tersebut dibutuhkan ketersediaan sarana dan prasarana
kesehatan yang memadai. Sarana untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan masyarakat salah satunya adalah Apotek. Apotek merupakan
sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
Apoteker.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9
Tahun 2017, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian saat
ini telah berkembang dari pelayanan yang berorientasi pada pelayanan
produk (product oriented) menjadi pelayanan yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Apoteker dituntut
untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, mampu
berkomunikasi dengan pasien, keluarga pasien, sejawat, tenaga kesehatan
lain, serta menerapkan keilmuannya di bidang manajerial dan pelayanan
farmasi klinik sebagai konsekuensi dari perkembangan orientasi tersebut
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016 tentang
standar pelayanan kefarmasian di apotek, merupakan tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. pelayanan kefarmasian terbagi
menjadi dua kegiatan yaitu pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai serta pelayanan farmasi klinik. Kedua
1
kegiatan tersebut merupakan satu rangkaian kegiatan yang saling terkait
satu dengan yang lain. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya
manusia serta sarana dan prasarana sesuai standar dalam rangka
peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
Oleh karena itu sebagai bentuk proses pembekalan bagi para calon
apoteker maka Program Pendidikan Profesi Apoteker melakukan kerja
sama dengan Apotek Medika Antapani dalam rangka memberikan
kesempatan bagi mahasiswa tingkat Profesi Apoteker dalam
menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Sesuai Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasin. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diharapkan dapat untuk
mengetahui tugas, tanggung jawab dan wewenang Apoteker di Apotek.
2
BAB II
TINJAUAN UMUM
3
dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek-dokter dan semua izin
apotek-dokter dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 1 Januar1963.
Berakhirnya apotek darurat ditetapkan dengan Surat Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 770/Ph/63/b tanggal 29 Oktober 1963 yang
isinya: Tidak dikeluarkan lagi izin baru untuk pembukaan apotek darurat,
semua izin apotek darurat Ibukota Daerah Tingkat I dinyatakan tidak
berlaku lagi sejak tanggal 1 Februari 1964, dan semua izin apotek darurat
di ibukota Daerah Tingka II dan kota-kota lainnya dinyatakan tidak
berlaku lagi sejak tanggal 1 Mei 1964.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan Republik Indonesia
sesungguhnya menaruh harapan yang besar kepada peran serta profesi
apoteker (khususnya apoteker pengelola apotek) yang merupakan ujung
tombak dalampen distribusian perbekalan farmasi kepada masyarakat
untuk membantu pemerintah dalam mengawasi, mengendalikan
pendistribusian dan penggunaan perbekalan farmasi di masyarakat. Hal ini
telah diamanatkan melalui Undang-undang No. 7 tahun 1963 tentang
Farmasi, PP 26 tahun 1965 tentang apotek.
Dalam rangka menunjang pembangunan nasional bidang kesehatan
maka dibuat PP No. 25 tahun 1980 tentang perubahan PP No. 26 tahun
1965 tentang Apotek.
Peraturan pelaksanaan PP No. 25 tahun 1980 yaitu:
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 26/Menkes/SK/V/1981 tentang
pengelolaan dan perizinan apotek.
2. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 278/Menkes/SK/V/1981
tentang persyaratan apotek.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 279/Menkes/SK/V/1981
tentang ketentuan dan tata cara perizinan apotek.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 280/Menkes/SK/V/1981
tentang ketentuan dan tata cara pengelolaan apotek.
Adanya paket deregulasi 28 Mei 1990, petunjuk pelaksanaan
peraturan tersebut dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RINo.244/Menkes/SK/V/1990 tentang Tata Cara Pemberian
4
Izin Apotek kemudian dicabut lagi dengan Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek. Pada tahun 2002 karena adanya otonomi daerah
maka dibuat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Mentri
Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotek, yang mempercayakan kepada profesi
apoteker untuk mengelola perbekalan farmasi di apotek, kemudian
dikeluarkan PERMENKES No.9 tahun 2017 tentang Apotek, peratutan
ini dibuat dan dalamnya dijelaskan tentang tata cara pemberian izin
apotek.
5
penyandang cacat, anak-anak dan orang lanjut usia. Bangunan apotek
bersifat permanen yaitu harus terpisah dari pusat perbelanjaan,
apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun dan bangunan
yang sejenis
c. Sarana, prasarana dan peralatan
Sarana Apotek paling sedikit memiliki ruang yang berfungsi :
- Penerimaan resep
- Pelayanan resep dan peracikan
- Penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan
- Ruang konseling
- Penyimpanan sediaan farmasi dan alkes
- Ruang arsip
Prasarana apotek paling sedikit terdiri dari :
- Instalasi air bersih
- Instalasi listrik
- Sistem tata udara
- Sistem produksi kebakaran
Peralatan apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian yaitu rak obat, alat peracikan, bahan
pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, computer, sistem pencatatan
mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien (catatan mengenai riwayat
penggunaan sediaan farmasi atau alat kesehatan atas permintaan tenaga
medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada pasien) dan
peralatan lain sesuai dengan kebutuhan. Sarana, prasarana dan peralatan
tersebut harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.
6
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai termasuk
pengendalian mutu, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran, dan pengelolaan barang. Selain itu,
Apotek juga memiliki fungsi sebagai sarana pelayanan farmasi klinik yang
dilakukan Apoteker seperti pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat, konseling, monitoring efek samping obat, dan pemantauan
terapi obat.
2.5. Pengelolaan Apotek
Dalam pengelolaan sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku meliputi:
a. Perencanaan
Dalam melakukan perencanaan pengadaan sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai perlu di perhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan
Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera
dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
Semua obat harus disimpan pada kondisi yang telah ditentukan
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya. Sistem penyimpanan
dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan farmakologi
serta disusun secara alfabetis. Pengeluaran obat menggunakan sistem
FEFO (first expired first out) dan FIFO (first in first out).
e. Pemusnahan dan penarikan
Sediaan obat yang telah kadaluarsa dan rusak harus di musnahkan.
Pemusnahan obat yang mengandung narkotika atau psikotropika
7
dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kab/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika
dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian yang
memiliki surat izin praktek atau surat izin kerja. Pemusnahan resep
narkotika dan psikotropika dilakukan setiap 3 tahun sedangkan resep
yangtidak mengandung narkotika dan psikotropika dimusnahkan setiap
5 tahun.
f. Pencatatan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan dan pengeluaran
(kartu stok), penyerahan (sturk penjualan), dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan.
g. Pelaporan
8
b. Pengambil keputusan (Decision Maker)
Apoteker harus memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan bijak, tepat dan cepat menggunakan seluruh sumber daya
yang ada secara efektif dan efisien. keputusan yang diambil
haruslah berdasarkan data dan bersifat rasional
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan baik terhadap
pasien maupun profesi kesehatan lainnya yang sehubungan
dengan terapi pasien. sehingga pelayanan yang diberikan
kepada pasien dapat berjalan dengan baik.
d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki jiwa kepemimpinan.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian dalam
mengambil keputusan yang empati dan efektif, dan
kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil
keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sistem yang sudah ada dan
melakukan kontrol terhadap sistem yang sudah ada, meliputi
aspek sumber daya manusia, fisik, anggaran dan informasi
secara efektif. dalam prosesnya Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi
tentangobat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
f. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus memiliki semangat belajar sepanjang waktu,
terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing
Professional Development).
g. Pengajar (Teacher)
Apoteker memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan melatih
maupun memberikan pengalaman kepada generasi apoteker yang
baru. apoteker sudah seharusnya dapat menyampaikan informasi
9
terkait dengan pengobatan pasien untuk meningkatkan kualitas
hidup dari pasien tersebut.
h. Peneliti
10
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi
kriteria: Persyaratan administrasi
1. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
2. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
3. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
4. Memiliki Surat Izin Praktik Apotek (SIPA)
2.8. Perizinan Apotek
Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau
modal dari pemilik baik perorangan maupun perusahaan. Setiap pendirian
Apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) dari menteri melalui
Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang berlaku selama 5 (lima tahun)
dan dapat diperpanjang dengan persyaratan tertentu. Sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017
Tentang Apotek, untuk memperoleh SIA, Apoteker dapat mengajukan
permohonan tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota yang
ditandatangani oleh Apoteker dengan mencantumkan beberapa dokumen,
yaitu:
a. Fotocopy Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
b. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
c. Fotocopy Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Apoteker
d. Fotocopy peta lokasi dan denah bangunan
e. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan
11
Namun, bila persyaratan masih belum dapat dilengkapi dalam kurun
waktu tersebut permohonan SIA ditolak dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan. Bila dilakukan perubahan
alamat lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, dan perubahan nama
Apotek perlu dilakukan perubahan izin dengan tata cara seperti
permohonan SIA baru. Alur permohonan SIA dapat dilihat pada gambar
berikut:
12
Berdasarkan SIPP KEMENPAN RB, untuk memperoleh izin pendirian
Apotek, ada beberapa persyaratan yang harus dilengkapi, yaitu:
Fotocopy KTP Penanggung jawab / pemilik
Fotocopy Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
Surat Pernyataan Apoteker Pengelolah Tidak Sebagai Karyawan
Tetap pada Perusahaan Farmasi dan Apotek Lain
Fotocopy Akte Pendirian Perusahaan Bagi Usaha Berbadan
Hukum Atau Akte Perjanjian Kerjasama Pengelolah Apotek
Dengan Pemilik Sarana.
Daftar obat-obatan, perbekalan kesehatan, sarana dan prasarana
yang digunakan
Fotocopy SIUP/TDP
Surat Pernyataan Pemilik Sarana Tidak Pernah Melanggara
Perundang- Undangan di Bidang Obat.
Fotocopy NPWP perusahaan atau pemohon dan Konfirmasi Status
wajib pajak (KSWP)
Denah Lokasi Tempat Usaha
Rekomendasi BPJS Ketenagakerjaan
Rekomendasi BPJS Kesehatan
Adapun sistem, mekanisme dan prosedurnya meliputi :
13
Gambar 2. 2 Alur Pelayanan Perizinan Non Retribusi
Pemohon mengambil Formulir Permohonan di Loket Informasi
atau ditempat yang telah ditetapkan oleh DPM-PTSP
Pemohon melakukan pendaftaran permohonan perizinan di Loket
Pendaftaran.
Staf Loket Pendaftaran memeriksa kelengkapan berkas
permohonan.
Tim Teknis memverifikasi berkas permohonan dan melakukan
kunjungan lapangan apabila memerlukan tinjauan lapangan
Staf Pemprosesan mencetak surat izin.
Penandatanganan Surat Izin oleh Kepala DPM-PTSP.
Pemohon mengambil Izin di Loket Penyerahan Izin.
Apabila melakukan daftar ulang (Herregistrasi) wajib melampirkan
surat izin yang lama, dan prosesnya sama dengan pengurusan baru
Apabila terjadi penolakan permohonan dalam pemrosesan,
pemberitahuan penolakan maksimal 3 (tiga) hari kerja.
14
2.9. Laporan-laporan di Apotek
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk
penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan
terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi
keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan
pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika
dan pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan
akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
15
BAB III
TINJAUAN KHUSUS PT MEDIKA ANTAPANI
16
dikenal sebagai KUMA-1. Pada tahun 2013 dibuka Klinik Utama baru
yang berfokus terhadap rehabilitasi pasien Napza, sehingga terbentuklah
Poliklinik Napza yang berawal dari kerja sama Medika Antapani dengan
Badan Narkotika Nasional BNN) dengan membuka detoksifikasi rawat
jalan dan inap selama 7 hari yang dikenal sebagai KUMA-2. Namun pada
Tahun 2014 KUMA-2 hanya memberikan pelayanan rawat jalan medis
saja.
Pada tahun 2014 seiring dengan bertambahnya jumlah pasien yang
berkunjung dan Pemerintah mengeluarkan sebuah program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) maka Medika Antapani juga bergabung dengan
Program Pemerintah tersebut yaitu BPJS Kesehatan dengan mendirikan
Klinik Pratama Medika Antapani (KPMA) di Jalan Purwakarta No. 1
Antapani yang mulai beroperasi dari tahun 2015 hingga sekarang yang
sudah beralamat di Jl Terusan Jakarta no 50. Pelayanan kesehatan akan
dibuat berjenjang dimulai dari fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
memberikan pelayanan kesehatan dasar dilanjutkan dengan sistem rujukan
pada fasilitas kesehatan tingkat dua dan tiga. Pendirian Klinik Pratama
Medika Antapani ini bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan
dasar.
Kemudian pada Tahun 2016, PT. Medika Antapani juga mendirikan
Bidan Praktek Mandiri di Jalan Terusan Jakarta Antapani untuk
memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan baru melahirkan
serta program imunisasi untuk bayi. Pendirian praktek bidan mandiri ini
bertujuan agar dapat memisahkan pasien ibu dan anak dengan pasien
umum yang dapat memicu penularan penyakit pada bayi. Pada tahun 2016
juga didirikan Klinik Pratama Medika Antapani 2 (KPMA-2) di Jl
Parakansaat agar akses pelayanan dasar dapat lebih mudah dijangkau dan
membagi jumlah peserta BPJS yang terdaftar di Klinik Pratama Medika 1.
Pada tahun 2021 didirikan Medlab Farma di Jl. Purwakarta No.1.
PT. Medika Antapani merupakan perusahaan swasta milik
perseorangan yang bergerak dibidang kesehatan yang berorientasi kepada
pelayanan pasien. PT. Medika Antapani merupakan klinik swasta yang
17
memiliki pelayanan yang lengkap. Berbagai prestasi juga sudah ditorehkan
oleh PT Medika Antapani dalam memberikannya pelayanannya,
diantaranya Juara ke-1 Klinik Pratama Berprestasi Tingkat Kota Bandung
pada Tahun 2016, Juara ke-1 Klinik Pratama Berprestasi Tingkat Kota
Bandung pada Tahun 2017 dan Peringkat ke-2 untuk tingkat Jawa Barat.
Hingga saat ini Klinik Pratama Medika Antapani sudah mendapat predikat
paripurna sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama. PT. Medika
Antapani menyediakan berbagai layanan yaitu Poli Umum, Poli Gigi,
Praktek Berkelompok Dokter Spesialis (PBDS), Apotek Reguler, Apotek
BPJS, Laboratorium, EKG, Psy Center, Klinik Rehabilitasi Medis dan
Pelayanan Home Care. Selain itu, PT. Medika Antapani juga membuka
layanan kerjasama dalam membangun dan mengembangkan usaha di
bidan kesehatan.
3.2.2. Misi
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui pelayanan yang
bermutu
dengan biaya yang terjangkau.
b. Mencapai pertumbuhan dan keuntungan yang berkesinambungan.
c. Meningkatkan nilai bagi pemegang saham dan karyawan serta
memberikan manfaat bagi masyarakat luas.
d. Memiliki sinergi dengan mitra usaha untuk bersama-sama
meningkatkan daya saing agar menjadi klinik kesehatan keluarga yang
terkemuka di Bandung.
e. Memiliki sumber daya manusia yang profesional dengan terus
menerus
f. mengembangkan kompetensi.
18
3.3. Lokasi dan Bangunan
PT.Medika Antapani memiliki beberapa unit kesehatan yang
terbagi menjadi Klinik Pratama Medika Antapani 1 (KPMA-1), Klinik
Pratama Medika Antapani 2 (KPMA-2), Klinik Utama Medika
Antapani 1 (KUMA-1), Klinik Utama Medika Antapani 2 (KUMA-2),
Apotek Reguler dan Apotek BPJS. Berikut ini merupakan alamat unit
kesehatan yang dimiliki PT. Medika Antapani:
a. Klinik Pratama Medika Antapani 1 (KPMA-1), berada di Jl.
Terusan Jakarta No. 50, Babakan Surabaya, Kec.Kiaracondong,
Kota Bandung, Jawa Barat 40281.
b. Klinik Pratama Medika Antapani 2 (KPMA-2), berada di Jl.
Parakan Saat No. 50, Antapani Tengah, Kec.Antapani, Kota
Bandung, Jawa Barat 40291.
c. Klinik Utama Medika Antapani 1 (KUMA-1), Apotek Reguler
dan Apotek BPJS berada di Jl. Purwakarta No.3, Babakan
Surabaya, Kiaracondong, Kota Bandung, Jawa Barat.
d. Klinik Utama Medika Antapani 2 (KUMA-2) atau Klinik
NAPZA, berada di Jl. Terusan Jakarta No. 181 Ruko Harmoni
Kav. 19, Antapani Kulon, Kec. Antapani, Kota Bandung 40291.
19
Berikut merupakan peta lokasi Klinik Medika Antapani:
20
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 7 tahun 2014 tentang klinik, Bangunan
Klinik harus bersifat permanen dan tidak bergabung fisik bangunannya dengan tempat
tinggal perorangan seperti apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan
bangunan yang sejenis. Hal yang harus diperhatikan dalam bangunan klinik yaitu
fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta
perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, anak-anak dan orang usia lanjut. Bangunan Klinik paling sedikit terdiri atas.
ruang pendaftaran/ruang tunggu, ruang konsultasi, ruang administrasi, ruang obat dan
bahan habis pakai untuk klinik yang melaksanakan pelayanan farmasi, ruang tindakan,
ruang/pojok ASI, kamar mandi/wc, dan ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.
Berdasarkan Permenkes RI Nomor 9 tahun 2019 tentang Apotek, Bangunan
Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam
pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua
orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia. Bangunan Apotek
harus bersifat permanen (bagian atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen,
rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis). Pendirian
apotek ini harus memenuhi persyaratan seperti Lokasi, bangunan, sarana, prasarana,
dan peralatan, dan ketenagaan.
PT. Medika Antapani memiliki bangunan yang dapat dikenali dengan baik
karena memiliki papan nama “Klinik” dan “Apotek” yang cukup besar. Selain terdapat
unit kesehatan, PT. Medika Antapani juga menyediakan fasilitas penunjang seperti area
parkir untuk menampung kendaraan milik pengunjung klinik dan apotek. Sedangkan
dari segi konstruksi bangunan PT. Medika Antapani tampak kokoh dan kuat.
21
3.4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi secara umum di PT. Medika Antapani dipimpin oleh Direktur
Utama yang dibantu oleh kepala departemen masing-masing bidang. Setiap jabatan
memiliki tugas pokok dan fungsi sesuai dengan bidangnya yang dapat dilihat sebagai
berikut :
DIREKTUR UTAMA
apt. Dra. Hj. Lente Melanie
WAKIL DIREKTUR
Arman Hidayat, S.T
PI. KLINIK PI. KLINIK PI. KLINIK PI.APOTEK MEDIKA APOTEK BPJS
Apotek BPJS
UTAMA I UTAMA 2 PRATAMA 1 ANTAPANI apt. Shifana Tri A, S.Farm
apt. Dra. Hj. Lente Melani
dr. Gunawan Day, Sp.THT dr. Benny Ardjil, Sp. KI dr. Anggia Karina apt. Dra. Hj. Lente Melanie
BidanPRAKTEK
BIDAN Praktek
Mandiri
MANDIRI
Ida
IdaHidayah, Amd.Keb
Hidayah, Amd.Keb
PT. Medika Antapani dipimpin oleh Direktur Utama yang menjadi koordinator,
komunikator, pengambil keputusan, pemimpin, pengelola, sekaligus eksekutor dalam
sebuah perusahaan. Disamping itu, tugas direktur adalah memimpin dan bertanggung
jawab menjalankan perusahaan dimana dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh
kepala divisi atau departemen. Kepala divisi tersebut bertanggung jawab membawahi
bidang tugas masing-masing dan memegang beberapa staf yang membantu seluruh
pengelolaan di dalamnya. Berikut adalah jajaran direksi PT. Medika Antapani, antara
lain:
1. Ir. H. Agus Hidayat Gandapura, MBA. sebagai Komisaris
22
3. dr. H. Gunawan Day, Sp. THT, MARS. sebagai Penanggung Jawab Klinik
Utama
PT. Medika Antapani memiliki beberapa fasilitas untuk mendukung Indonesia Sehat.
Diantaranya adalah Fasilitas Klinik dengan Dokter Umum, Dokter Spesialis.
23
Gambar 3. 4 Struktur Organisasi KPMA
24
Gambar 3. 6 Struktur Organisasi Apotek Reguler
25
e. Home pharmacy care
f. Pemantauan terapi obat (PTO)
g. Monitoring efek samping obat (MESO)
3.5.2. Tugas dan tanggung jawab apoteker secara umum pada tiap unit Medika
Antapani
a. Melakukan pekerjaan kefarmasian sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.
73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
b. Menjadi pemimpin dan manajer untuk pekerjaan berkaitan dengan kefarmasian
pada unit yang di tertentu
c. Melakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja anggota operasional unit
pelayanan dan mempersiapkan unit untuk evaluasi internal dan eksternal
d. Menjalin hubungan profesional dan terlibat dalam manajemen dan pengelolaan
yang tidak berkaitan dengan medis terutama dengan keuangan
26
e. Menjalin hubungan yang baik dan profesional dengan profesi dan tenaga kesehatan
yang ada di PT. Medika Antapani dan anggota yang bekerja sama dengan PT.
Medika Antapani
f. Melakukan dokumentasi dan pelaporan wajib sesuai standar pelayanan dan
dokumentasi dan pengelolaan data berkaitan dengan pengembangan unit bisnis
g. Melakukan tindakan promotif dan preventif serta rehabilitatif pada pasien
a. Melakukan pengadaan obat sesuai dengan formularium nasional dan obat klaim
yang dibutuhkan oleh apotek, klinik, atau rumah sakit jejaring
b. Melayani pasien BPJS Kesehatan kategori pasien rujuk balik dan pasien kronis
dari apotek, klinik, atau rumah sakit jejaring
c. Melakukan pengelolaan obat dan melakukan klaim kepada BPJS Kesehatan
27
3.5.4. Jadwal PKPA di PT Medika Antapani
Tabel 3. 1 Jadwal PKPA Apotek Medika Antapani
14 Juli 2021 16.00 – 20.40 Apotek BPJS Evaluasi dan Diskusi Aspek
Legal, Materi Apotek BPJS
15 Juli 2021 19.00 – 21.30 Apotek BPJS Materi lanjutan Apotek BPJS,
Evaluasi
28
24 Juli 2021 09.30 – 11.30 Apotek Overview Unit Apotek Reguler
Reguler Medika Antapani
27 Juli 2021 09.30 – 11.10 Bisnis dan Bisnis dan Pelayanan Non
Pelayanan Medis
Non Medis
29
dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi, dikarenakan medika
antapani telah lama berdiri sehingga data yang dimiliki telah cukup
untuk melakukan perencanaan dengan menggunakan metode konsumsi.
Metode konsumsi dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari tahun
sebelumnya, menganalisis data untuk mendapatkan informasi yang
dibutuhkan, menghitung perkiraan kebutuhan obat serta menyesuaikan
kebutuhan dengan alokasi dana. Berikut merupakan rumus metode
konsumi:
A = (B+C+D)-E
Keterangan:
A = Rencana pengadaan
B = Pemakaian rata rata per bulan
C = Buffer stock
D = Lead stock
E = Sisa stock
2. Pengadaan
Pengadaan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
memperoleh perbekalan farmasi dengan harga layak, mutu yang baik,
pengiriman terjamin dan tepat waktu, proses yang berjalan lancar, serta
tidak membutuhkan tenaga maupun waktu yang berlebihan. Dalam
pelaksanaan pengadaan yang dilakukan oleh apotek BPJS medika
antapani, pemilihan obatnya dilakukan dengan mempertimbangkan obat
yang terdapat didalam formularium nasional dan obat yang terdaftar
didalam e-katalog, dikarenakan umumnya obat yang terdaat di apotek
BPJS medika antapani merupakan obat obatan yang kemudian akan
discover oleh BPJS. Apotek BPJS melakukan pengadaan melalui 2 cara
yaitu pemesanan langsung kepada PBF dan pemesanan tidak langsung
yaitu melalui e-purchasing dengan melihat ketersediaan dan harga
sesuai dari e-katalog. Apotek BPJS medika antapani, tiap tahunnya
menyusun Rencana Kebutuhan Obat (RKO) yang digunakan untuk
memproyeksikan kebutuhan apotek selama satu tahun kedepan yang
didasarkan perhitungan dengan metode konsumsi serta perkiraan
30
peningkatan/ penurunan kebutuhan obat pada tahun tersebut. RKO yang
disusun tersebut kemudian akan dilaporkan kepada kemenkes, RKO
yang dilaporkan tiap tahunnya digunakan oleh kemenkes untuk
memetakan kebutuhan sediaan farmasi oleh fasilitas pelayanan
kesahatan di negara Indonesia dalam 1 tahun. Umumnya jenis sediaan
farmasi yang diadakan oleh apotek BPJS medika antapani adalah obat
obatan untuk pasien enyakit kronis, seperti obat hipertensi, diabetes
melitus, epilepsy, asma dan lain lain.
3. Penerimaan
Menurut Permenkes no 73 tahun 2017, penerimaan merupakan
kegiatan yang menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah, mutu,
waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan
kondisi fisik yang diterima. Proses penerimaan bertujuan untuk
melaksanakan pengawasan dan penerimaan sediaan farmasi dan alat
kesehatan. Proses penerimaan barang dari PBF di apotek medika
antapani tidak dilakukan secara langsung oleh unit unitnya, namun
dilakukan oleh gudang pusat. Apotek BPJS medika antapani
bertanggung jawab untuk menyampaikan defekta setiap minggunya
kepada gudang pusat, yang dimana gudang pusat kemudian akan
melakukan picking produk yang diminta, mengeluarkan faktur dan
stockout serta mengirimkan produk ke apotek BPJS medika antapani.
Saat barang sampai, Apotek BPJS medika antapani bertugas untuk
memeriksa barang yang sampai meliputi kesesuaian antara defekta dan
faktur serta fisik dari barang yang sampai. Bila barang yang ampai
sudah sesuai maka akang melakukan “approval” pada system MACS
agar stok yang tercatatat pada gudang pusat dan gudang unit sesuai.
4. Penyimpanan
Penyimpanan sediaan farmasi pada apotek BPJS medika antapani
memperhatikan beberapa hal seperti kesesuaian dengan aspek hukum,
kemudahan dalam mencari barang, kestabilan dari barang, serta
keamanan penyimpanan bagi pasien, petugas kefarmasian, dan sediaan
farmasi. Sediaan farmasi yang disimpan pada apotek BPJS medika
31
antapani haruslah aman, tidak menyentuh lantai, serta memperhatikan
faktor eksternal seperti suhu, kelembapan, dan paparan cahaya
langsung. Sediaan farmasi disimpan berdasarkan pada golongan
farmakologinya serta diususun secara alfabetis. Obat obatan narkotika
dan psikotropika, disimpan pada lemari dengan 2 kunci yang dimana
kunci dipegang oleh apoteker yang bertanggun jawab. Obat obat seperti
inuin yang tergolong pada “cold chain product” harus disimpan pada
chiller yang suhu nya terkontrol pada 2 – 8°C. obatan obatan high alert,
seperti obat LASA perlu diberikan perlakuan khusus dengan cara
menepelkan stiker LASA, menempel stiker doublechek dan penulisan
menggunakan tallmanlettering.
5. Pemusnahan dan Penarikan
Pemusnahan sediaan berpegang pada prinsip keamanan (tidak
mencemari lingkungan dan tidak membahayakan kesehatan).
Obat/bahan obat yang dimusnahkan umumnya telah kedaluwarsa,
mengalami kerusakan serta resep obat yang telah disimpn lebih dari 5
tahun. Obat obat reguler yang telah kadaluarsa atau megalami
kerusakan ada dimusnahkan dengan cara menggolongkan terlebih
dahulu jenis obat yang akan dimusnahkan, kemudian obat
dimusnahkan oleh apoeteker dan didampingi oleh tenaga teknis
kefarmasian. Setelah obat dimusnahkan apoteker akan membuat berita
acara pemusnahan (BAP). Khusus obat obatan narkotika dan
psikotropika obat sebelum obat dimusnahkan makan apoteker wajinb
untuk mengajukan permohonan ke dinas Kesehatan kabupaten/ kota
dan BPOM. Kemudian obat narkotika dan psikotropika dimusnahkan
oleh apoeteker dan didampingi oleh dinas Kesehatan kabupaten/ kota
dan BPOM. Resep obat regular yang telah disimpan lebih dari 5 tahun,
dimusnahkan dengan cara resep ditimbang perkilo kemudian dibakar.
Sedangkan, Resep obat narkotika dan psikotropika yang telah
disimpan lebih dari 3 tahun, dimusnahkan dengan cara resep dihitung
perlembar kemudian dibakar. Apotek BPJS medika antapani tidak
melakukan pemusnahan sendiri, tapi menggunakan pihak ketiga yaitu
32
medifest (untuk pemusnahan obat obatan) dan Indoarsip (untuk
pemusnahan resep). Penarikan secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori yaitu mandatory recall dan voluntary recall.
Mandatory recall adalah penarikan yang dilakukan oleh pemilik izin
edar dengan inisiasi dari lembaga pemerintah yang berwenang, seperti
BPOM. Voluntary Recall adalah penarikan yang dilakukan oleh
pemilik izin edar dari produk yang bersangkutan.
6. Pengendalian
Menurut Permenkes 73 tahun 2016 pengendalian merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Pegendalian
bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian
pesanan. Kegaiatan pengendalian yang dilakukan apotek BPJS medika
antapani, dilakukan dengan menggunakan 2 metode yaitu adalah
system komputerisasi MACS dan system manual dengan kartu stok.
Pengendalian secara manual dengan menggunakan kartu stok umunya
digunakan untuk mengendalikan stok obat obatan narkotika,
psikotropika dan obat obat tertentu. Selain itu juga apotek BPJS
medika antapani juga melakukan pengendalian dengan cara melakukan
stok opname. Stok opname dilakukan 1 bulan sekali. Stok opname
berfungsi untuk menentukan produk mana yang tergolong kedalam
slow moving, fast moving dan unmoving. Obat-obat slow moving perlu
diperhatikan secara khusus, untuk memastikan apabila terdapat obat
yang sudah mendekati expired date nya dan dapat diretur ke PBF
(sebelum kadaluarsanya mendekati 6 bulan).
7. Pencatatan dan Pelaporan
Menurut Permenkes 73 tahun 2016, Pencatatan dilakukan di setiap
proses pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai yang mencakup pengadaan (surat pesanan, faktur),
penyimpanan (kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
33
pencatatan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan. Pencatatan
yang dilakukan oleh apotek BPJS terkait transaksi dan dokumen
alainnya yang dipersyaratkan pada standar pelayanan kefarmasian pada
Permenkes 73 tahun 2016. Pada apotek BPJS medika antapani
Terdapat dua jenis Pelaporan yang dilakukan yaitu adalah pelaporan
secara internal dan eksternal. Pelaporan secara internal dapat berupa
RKO bulanan, laporan analisis stok opname, pertanggung jaaban dari
RKAP, laporan periodik perkembangan apotek (laba, rugi, dll).
Pelaporan secara eksternal dapat berupa SIPNAP, MESO (apabila
ditemukan kasus MESO) dan RKO tahunan.
b. Pelayanan Farmasi Klinis di Apotek BPJS
1. Pra-screening
Pra-screening dilakukan oleh petugas keamanan yang telah
ditunjuk dan telah melakukan training sebelumnya. Petugas keamanan
akan mengecek persyaratan berkas pasien jika belum lengkap maka
pasien akan diminta untuk melengkapinya, petugas keamanan juga
akan mengecek ketersediaan obat yang dibutuhkan pasien. Apabila
ketersediaan obat kosong maka petugas keamanan akan
menginformasikan kepada pasien sehingga pasien akan paham apabila
nanti obat yang didapatkan ada yang tidak tersedia.
2. Screening (Pengkajian Resep)
Setelah menerima nomor antrean, pasien kemudian menyerahkan
resep kepada petugas farmasi. Kemudian akan dilakukan pengkajian
resep dengan meninjau 4 aspek, yaitu:
a. Admnistratif
- Pengkajian secara administratif meliputi : Nama pasien, umur,
jenis kelamin dan berat badan.
- Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor
telepon dan paraf.
- Tanggal penulisan Resep.
34
Adapun pengkajian secara administratif dilakukan dengan cara
membubuhi tanda ceklis pada unsur- unsur yang sudah sesuai
criteria.
b. Farmasetik
Pengkajian secara farmasetik meliputi :
- Bentuk dan kekuatan sediaan.
- Stabilitas.
- Kompatibilitas (ketercampuran Obat).
c. Klinis
Pengkajian secara klinis meliputi :
- Ketepatan indikasi dan dosis Obat
- Aturan, cara dan lama penggunaan Obat
- Duplikasi dan/atau polifarmasi
- Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat,
manifestasi klinis lain)
- Kontra indikasi
- Interaksi
Dalam aspek klinis sering terjadi duplikasi atau polifarmasi
diantaranya peresepan obat golongan fibrat dan statin pada kasus
ini obat tidak bisa dicover bersamaan karena tidak lazim digunakan
bersamaan karena efek samping obat yang lebih besar maka apotek
akan mengklaimkan obat yang lebih spesifik dilihat dari data hasil
pemeriksaan apabila LDL tinggi maka diklaimkan statin tetapi
apabila Trigliserida lebih tinggi maka diklaimkan fibrat. Jika obat
yang tersedia merk dagang lain atau generik maka petugas akan
mengkonfirmasi kesediaan untuk subtitusi obat ke obat generik
dengan persetujuan pasien.
Menghitung kebutuhan unit obat yaitu untuk asam valproate,
insulin, unit dose inhaler, kebutuhan obat dalam racikan.
Contoh perhitungan kebutuhan insulin :
R/ Novorapid No X
S. 30-30-30
35
1 pen = 3 ml/100 U = 300 U
Kebutuhan Harian = 3 x 30 U = 90 U
Kebutuhan Bulanan = 90 x 30 = 2700 U / 300 U = 9 Pen
Untuk kebutuhan 7 hari = 90 U x 7 / 300 U = 3 pen
Untuk kebutuhan 23 hari = 9-3 = 6 pen
41
5) Pengendalian
Pengendalian persediaan di Apotek reguler dilakukan dengan
pencatatan di kartu stok. Pencatatan dilakukan secara manual atau
otomatis. Pencatatan secara otomatis dilakukan melalui MACS
dimana ketika barang yang keluar di input dalam sistem oleh kasir,
maka secara otomatis jumlah persediaan akan berkurang.
6) Distribusi
Disribusi di Apotek reguler dilakukan diantaranya ke pasien
swamedikasi yaitu yang memesan obat DOWA dan OTC, pasien
yang membawa resep, pasien online serta disribusi juga dapat
dilakukan ke antar unit Media Antapani misalnya memutasikan
obat tersisa (barang unmoving) tersebut ke unit lain jika sangat
mendesak atau dikeluarkan dari resep umum. Hal ini menjadi
keunggulan unit bisnis PT. Medika Antapani yang memiliki unit-
unit bisnis yang saling berkaitan.
7) Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, meliputi pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan
(kartu stok), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan pencatatan
lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari
pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal merupakan
pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan
eksternal merupakan laporan yang dibuat untuk memenuhi
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan,
meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya.
Dalam hal pelaporan, pelaporan yang dilakukan oleh Apotek
reguler antara lain ke SIPNAP, SIMO In Health untuk kebutuhan
klaim, Omset, Barang ED/rusak/return, hasil sok opname yang
dilakukan 3 bulan sekali. Pelaporan untuk obat-obat narkotik
memiliki perbedaan dengan obat non narkotik. Untuk obat
narkotika, psikotropika dan prekursor dilaporkan ke SIPNAP setiap
42
satu bulan sekali dengan menggunakan akun resmi yang
didapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
8) Pemusnahan
Adapun kategori pemusnahan antara lain barang rusak/ED,
resep umum dan resep narkotik serta dokumen-dokumen lain.
Sediaan farmasi kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai
dengan jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan sediaan farmasi
kadaluarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau
psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan sediaan farmasi selain
narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan
oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau
surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara
pemusnahan. Sedangkan pemusnahan resep umum dilakukan
setiap 5 tahun sekali sehingga berkas resep harus diarsipkan
dengan benar dan rapi. Tujuan dilakukannya penyimpanan resep
selama 5 tahun adalah untuk memudahkan penelusuran resep
apabila memang dibutuhkan. Pemusnahan Resep umum dilakukan
dengan menimbang resep, sedangkan untuk resep narkotika
dilakukan dengan menghitung perlembar jumlah resep narkotika,
karena di PT Medika Antapani sudah menggunakan MACS, jadi
jumlah resep narkotika dapat dalngsung dilihat dan di print untuk
dilaporkan dan dimusnahkan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek yang dibuktikan
dengan Berita Acara Pemusnahan, selanjutnya dilaporkan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b. Pelayanan Farmasi Klinis Apotek Reguler
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, menyebutkan bahwa salah satu
standar dalam pelayanan kefarmasian adalah standar pelayanan farmasi
klinik, yang terdiri dari pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi
obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy
43
care), pemantauan terapi obat (PTO), dan monitoring efek samping obat
(MESO).
1) Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian Resep di apotek reguler meliputi administrasi,
kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administrasi
meliputi identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan
alamat pasien); identitas dokter, dokter (nama dokter, SIP, alamat atau
tempat praktik dokter dan tanda tangan/paraf dokter) serta tanggal
penulisan resep. Kajian farmasetika meliputi bentuk dan kekuatan
sediaan, kompatibilitas atau ketercampuran obat dan stabilitas.
Sedangkan, kajian klinis meliputi ketepatan dosis dan indikasi, aturan
pakai, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi,
reaksi tidak diinginkan terkait obat seperti efek samping atau alergi,
kontraindikasi dan interaksi obat. Aspek tambahan untuk apotek
reguler salah satunya yaitu memastikan resep datang dari pasien
golongan apa, dikarenakan apotek reguler melayani resep-resep dari
pasien umum (di dalam maupun di luar klinik Medika Antapani), dan
pasien asuransi swasta (seperti Inhealth, PLN, BJB, Nayaka dan Mi
Tap). Hal ini dikarenakan pasien asuransi Inhealth memiliki stok obat
terpisah dari pasien lainnya.
2) Dispensing
Setelah dilakukan pengkajian resep, selanjutnya dilakukan tahap
dispensing yang terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi obat. Tahapan dispensing pada apotek reguler meliputi :
a. Tenaga teknis kefarmasian menyiapkan obat sesuai dengan
permintaan resep dengan menghitung kebutuhan jumlah obat
sesuai dengan resep dan mengambil obat yang dibutuhkan pada
rak penyimpanan yang disusun berdasarkan farmakologinya,
dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa dan
keadaan fisik obat.
44
b. Tenaga teknis kefarmasian melakukan peracikan obat bila terdapat
obat racik pada resep yang diberikan.
c. Tenaga teknis kefarmasian memberikan etiket sesuai dengan resep
yang meliputi:
d. Warna putih untuk obat dalam/oral
e. Warna biru untuk obat luar dan suntik
f. Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi
atau emulsi
g. Tenaga teknis kefarmasian memasukkan obat yang berbeda ke
dalam wadah yang tepat dan dipisah agar menghindari penggunaan
yang salah dan mutu obat.
h. Sebelum obat diserahkan kepada pasien, tenaga teknis kefarmasian
melakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien
pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat
(kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).
i. Apoteker/Tenaga teknis kefarmasian memanggil nama dan nomor
tunggu pasien.
j. Apoteker/Tenaga teknis kefarmasian memeriksa ulang identitas dan
alamat pasien.
k. Apoteker/Tenaga teknis kefarmasian menyerahkan obat yang
disertai pemberian informasi obat.
l. Apoteker/Tenaga teknis kefarmasian menanyakan terlebih dahulu
apakah pasien memiliki alergi terhadap obat.
m. Apoteker/Tenaga teknis kefarmasian memberikan informasi cara
penggunaan dan hal-hal tentang obat, antara lain manfaat obat,
makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek
samping, cara penyimpanan obat, dan lain-lain.
n. Penyerahan obat kepada pasien dengan cara yang baik.
o. Apoteker memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien
atau keluarganya.
p. Apoteker/tenaga teknis kefarmasian membuat salinan resep sesuai
dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker (apabila diperlukan).
45
Apoteker/Tenaga teknis kefarmasian menyimpan resep pada
tempatnya.
q. Apoteker Membuat catatan pengobatan pasien.
Dispensing selain cepat juga harus dilakukan dengan tepat agar
tidak terjadi kesalahan fatal yang dapat mengancam keselamatan
pasien, kesalahan yang dapat terjadi seperti keliru mengambil dosis
obat, mengambil bentuk sediaan yang berbeda, jumlah obat yang
diberikan kurang atau lebih, salah memberikan aturan pakai, dan
salah mengidentifikasi pasien. Apoteker di apotek reguler juga
dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi.
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan
memilihkan obat bebas, obat bebas terbatas atau DOWA yang
sesuai.
3) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat kepada profesi
kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Hal tersebut yang
membedakan antara pelayanan informasi obat dengan konseling. PIO
berisikan informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan
herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,
rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik
dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan
menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat
fisika atau kimia dari obat dan lain-lain. Apotek reguler PT Medika
Antapani melakukan pelayanan informasi obat dengan berbagai
metode, diantaranya melalui promosi kesehatan, seminar internal antar
karyawan dengan mengundang narasumber atau bertukar informasi
mengenai suatu topik, dilakukan secara personal, membuat dan
menyebarkan buletin/brosur/leaflet atau poster yang ditempelkan di
sekitar apotek atau seperti saat ini dengan memberikan pengetahuan
46
dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik
profesi.
4) Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam
penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime
questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu
dilanjutkan dengan metode Health Belief Model. Apoteker harus
melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah
memahami Obat yang digunakan. Di Apotek reguler Medika Antapani
belum terdapat ruang konseling, ruangan konseling harus bersifat
tertutup sehingga kondisi kesehatan pasien dapat terjaga
kerahasiaannya. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi
konseling diantaranya Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri,
gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). Pasien
dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi). Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi
khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). Pasien
yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin). Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima
beberapa Obat untuk indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok
ini juga termasuk pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang
diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis Obat. Pasien dengan
tingkat kepatuhan rendah.
Three Prime Questions, yaitu :
Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat Anda?
Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah
Anda menerima terapi Obat tersebut?
47
5) Home Pharmacy Care
Apoteker sebagai care giverdiharapkandapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya. Untuk aktivitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa
catatan pengobatan pasien (patient medication record). Pada
pelaksanaanpelayanan home pharmacy caredimulai dari memilih
pasien yang sesuai dengan kriteria yaitu pasien PRB yang sudah lanjut
usia, kemudian mengonfirmasi alamat dengan menelpon
pasien/keluarga pasien. Sebelum melakukan kunjungan Home
Pharmacy Care, petugas/apoteker mempersiapkan form dokumentasi
home pharmacy care. Saat kunjungan, apoteker menanyakan kepada
pasien terkait pengobatan pasien, kepatuhan pasien, konsultasi masalah
obat dan kesehatan secara umum serta monitoring pengobatan.
6) Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat merupakan proses yang memastikan
bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan
terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek
samping. PTO di PT. Medika Antapani sudah berjalan di KPMA dan
Apotek BPJS, namun belum dilaksanakan pada apotek reguler. Pasien
yang tergolong disarankan menerima PTO yaitu pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui
b. Menerima obat lebih dari lima jenis
c. Adanya multidiagnosis
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
e. Menerima obat dengan indeks terapi sempit
f. Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat
yang merugikan
Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Apoteker mencatat pengobatan pasien yang meliputi riwayat
penyakit, riwayat alergi dan riwayat penggunaan obat. Hal ini
dilakukan melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien.
48
b. Melakukan identifikasi masalah terkait obat berdasarkan klasifikasi
Drug Related Problems (DRP) yang terdiri dari 8 jenis, yaitu
indikasi tidak tertangani, obat tanpa indikasi, dosis obat terlalu
besar, dosis obat terlalu kecil, interaksi obat, pasien gagal
menerima obat, obat kurang tepat dan reaksi obat yang tidak
diinginkan.
c. Menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan
menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi terjadi.
d. Memberikan rekomendasi tindak lanjut yang terdiri dari target
parameter yang akan dicapai dari terapi yang sedang dijalankan
oleh pasien dan membuat rencana pemantauan untuk memastikan
efektivitas terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
7) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi
atau memodifikasi fungsi fisiologis. MESO dapat dilakukan dengan
analisis skala naranjo dengan mewawancarai pasien yang
menggunakan obat yang dilaporkan memiliki efek samping. Kegiatan
MESO di PT. Medika Antapani dilakukan melalui pengisian form
kuning oleh dokter berdasarkan keluhan munculnya efek samping yang
disampaikan pasien di ruang pemeriksaan. Form kuning yang telah
diisi kemudian diserahkan ke bagian farmasi untuk dilakukan
rekapitulasi.
49
penumpukan stok obat. Pada unit IF KUMA Medika Antapani
perencanaan dilakukan dengan:
a. Persiapan
- Daftar obat sesuai FORNAS dan Formularium klinik
- Memperhatikan lama waktu estimasi periode pengadaan, safety
stok dan leadtime.
- Memperhatikan anggaran dan rencana pengembangan. -
Pengumpulan data Data konsumsi, sisa stock, data morbiditas dan
usulan kebutuhan obat dari unit pelayanan - Analisa terhadap
ususlan kebutuhan
- Apabila spesifikasi item obat dan kuantitas kebutuhan yang
diusulkan berbeda dengan data penggunaan sebelumnya,
dilakukan konfirmasi kembali.
- Rumus perencanaan (metode konsumsi) :
A=(B+C+D)-E
A= Perencanaan pengadaan
B= Pemakaian rata-rata perbulan
C= Buffer stock
D=Leadtime stock
E= Sisa stock
Menghitung kebutuhan berdasarkan metode konsumsi
diperhatikan.
b. Pengumpulan dan pengolahan data
c. Analisa data untuk informasi dan evaluasi
d. Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi
e. Penyesuaian jumlah kebutuhan dengan alokasi dana
50
2) Pengadaan
Pengadaan obat di IF KUMA Medika Antapani dilakukan dengan
mengacu pada Formularium Nasional (ForNas) dan E-Katalog untuk obat
- obat yang di cover oleh pihak BPJS. Obat - obat yang digunakan yaitu
obat - obat untuk penyakit kronis seperti, diabetes, hipertensi, PPOK,
jantung, stroke, asma, skizofrenia, epilepsi dan lainnya. Pengadaan di unit
IF KUMA dilakukan setiap bulan dan juga saat stok obat habis melalui
bagian pengadaan di PT. Medika Antapani sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Sebelum melakukan pengadaan, bagian pengadaan membuat
Rencana Kebutuhan Obat (RKO). RKO dibuat untuk memenuhi
kebutuhan apotek selama 1 tahun ke depan dengan mengacu pada data
konsumsi obat sebelumnya dan ditambah dengan perkiraan peningkatan /
penurunan jumlah konsumsi obat serta RKO di upload di e-monev. Untuk
unit KUMA sendiri untuk pengadaan obat dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu pemesanan langsung ke distributor (PBF) maupun menggunakan E-
Purchasing dengan melihat E-Catalog dan mengacu pada Formularium
Nasional
3) Penerimaan
51
4) Penyimpanan
Penyimpanan obat-obat di IF KUMA Medika Antapani dilakukan
dengan memperhatikan stabilitas, keamanan, mutu dan ketelusuran obat.
Kondisi penyimpanan dibuat rapi dan tidak bersinggungan langsung antara
kemasan obat dengan lantai, terlindungi dari cahaya matahari, suhu dan
kelembaban juga terkendali. Urutan obat disusun berdasarkan obat-obatan
penunjang, obat-obat kronik, sesuai alfabetis dan dengan bentuk sediaan
dan suhu stabil penyimpanan. Obat tablet, kapsul, sirup, suspensi dan obat
dengan penggunaan khusus (inhaler) disimpan pada rak obat, obat
narkotik, dan OOT disimpan terpisah pada lemari dua kunci, serta untuk
obat - obat seperti insulin disimpan pada lemari pendingin atau chiller
dengan suhu 2 - 8 derajat Celcius. Penanganan obat LASA dilakukan
dengan memberi stiker LASA dan double chek
6) Pengendalian
Dalam mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai dengan
kebutuhan pelayanan dilakukan pengendalian. Pengendalian dilakukan
melalui sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran.
Hal ini bertujuan untuk menghindari selisih obat, kehilangan obat,
kelebihan obat, dan ketelusuran pemakaian obat. Pengendalian ini di IF
KUMA Medika Antapani dilakukan menggunakan 2 cara yaitu dengan
sistem komputerisasi dengan menggunakan MAC-System dan juga secara
52
manual menggunakan kartu stock. Kartu stock khususnya digunakan pada
obat tertentu (OOT) dan narkotik. Kartu stok memuat nama obat, tanggal
kadaluarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran, sisa persediaan dan
juga nama penerima obat / nama pasien. Selain 2 cara itu dilakukan juga
Stock Opname setiap 3 bulan sekali untuk kegiatan pengendalian.
2) Dispensing
Resep dilakukan skrining selesai selanjutnya resep masuk ke
tahap dispensing yang terdiri dari proses penyiapan obat, menghitung
kebutuhan obat sesuai resep, mengambil obat sesuai resep, melakukan
peracikan untuk obat yang perlu diracik, memberikan etiket, mengemas
obat dan membuat copy resep bila diperlukan. Pada proses ini juga
dilakukan cek berulang oleh tenaga kefarmasian yang berbeda yang
bertujuan untuk meminimalisir kesalahan penyiapan obat. Perhitungan
jumlah obat juga harus diperhatikan dengan persyaratan klaim yang
telah ditentukan oleh BPJS seperti, untuk obat penyakit kronis
kebutuhannya untuk 30 hari disediakan oleh BPJS. IF KUMA
menyediakan 7 hari obat penunjang untuk pasien. Dan apotek jejaring
BPJS menyediakan obat sebanyak 23 hari untuk pasien.
4) Konseling
55
pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat
disembuhkan dengan satu jenis Obat.
f. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling :
a. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
b. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui
Three Prime Questions,yaitu:
- Apa yang disampaikan dokter tentang ObatAnda?
- Apa yang dijelaskan dokter tentang harapan setelah minum obat ini?
- Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat
Anda?
57
3.7. Manajemen Pengadaan Barang dan Jasa
3.7.1. Pengertian, dan fungsi Pengadaan
Pengadaan merupakan proses penyediaan barang dan jasa yang
dibutuhkan, yang diperoleh dari pemasok/supplier melalui pembelian dari
manufaktur, distributor, atau Pedagang Besar Farmasi, dengan kualitas
harga yang dapat dipertanggung jawabkan dalam waktu dan tempat
tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang
berlaku. Adapun fungsi pengadaan diantaranya:
1. Pemilihan sumber lokasi pasokan
2. Penentuan kondisi material yang harus diperoleh
3. Waktu pembelian
4. Penentuan harga
5. Kontrol kualitas/ pengawasan mutu
Proses pembelian atau pengadaan barang/ jasa disebut Procurement
atau purchasing. Pengadaan barang atau jasa di PT. Medika Antapani
menggunakan metode konsumtif yaitu dengan melihat jumlah rata-rata
pemakaian obat sebelumnya.
PT. Medika Antapani memiliki Departemen pengadaan atau
Departemen Procurement. Departemen pengadaan merupakan
penghubung resmi utama dalam urusan komersial antara perusahaan
dengan supplier/market. Tugas utama departemen pengadaan adalah:
1. Merumuskan strategi procurement.
2. Inplementasi strategi seperti pemilihan supplier, pembuatan kontrak,
dan implementasi kontrak.
3. Menjaga proses procurement sesuai prosedur kebijakan.
3.7.2. Jenis – Jenis Pengadaan
Berdasarkan frekuensi dan waktu, jenis pengadaan dibagi menjadi
empat diantaranya;
1. Annual purchasing yaitu pengadaan pemesanan satu kali dalam satu
tahun
2. Scheduled purchasing: pemesanan secara periodik dalam waktu
tertentu, mislanya mingguan, bulanan dan sebagainya
58
3. Perpetual purchasing : pemesanan dilakukan setiap kali tingkat
persidiaan rendah
4. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan
perpetual purchasing, yaitu pengadaan dengan pemesanan yang
bervariasi waktunya. Obat-obatan slow moving dapat dipesan secara
scheduled purchasing, obat-obatan yang banyak diminati oleh pembeli
(fast moving) dipesan secara perpetual purchasing.
Departemen pengadaan PT. Medika Antapani menggunakan jenis
pengadaan kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing,
dan perpetual purchasing, berdasarkan jenis obat fast moving dan slow
moving.
3.7.3. Jenis Barang atau Jasa dan kriteria pemasok
Jenis barang yang diadakan di PT Medika Antapani :
a. Sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika)
b. Alat kesehatan seperti peralatan medis
c. Bahan medis habis pakai (Single use/disposable)
d. Suplemen makanan
e. Alat tulis kantor (ATK)
Kriteria supplier/pemasok:
a. Memiliki izin PBF yang telah terdaftar di Kemenkes dan telah
mendapatkan sertifikat CDOB dari BPOM
b. Memiliki izin PAK (Penyalur Alat Alkes) dan telah mendapat sertifikat
CDAKB
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
59
d . Memberikan diskon yang besar
e. Memebrikan TOP (Term of Payment) yang lama
f. Pengiriman yang cepat
3.7.4. Cara Pemesanan
Cara pemesanan Baran di PT. Medika Antapani ada beberapa cara yaitu;
1. Pemesanan Lansung Melalui distributor menggunakan surat
pesanan berupa surat pesanan obat ethical, surat pesanan obat
narkotika (model N.9), surat pesanan psikotropika, surat pesanan
precursor, dan surat pesanan OOT.
2. Pemesanan melalaui e-catalouge (via e-purchasing)
3. Pemesanan obat-obat inhealth melalui aplikasi simo.inhealth
3.7.5. Kegiatan Pengadaan di Departement
Kegiatan pengadaan di department pengadaan PT. Medika Antapani,
meliputi:
1. Setiap apotek perunit membuat rencana kebutuhan obat pertahun
(RKO) dilanjutkan pembuatan RKO perbulan dan diserahkan ke
department pengadaan .
2. Departement pengadaan melakukan analisis kesesuaian jumlah, jenis
obata, dan budget.
3. Departement pengadaan melakukan negosiasi dengan supplier.
4. Departemen pengadaan melakukan pembelian baik menggunkan surat
pesanan maupun dengan e-purchasing.
5. Kemudian dilakukan delivery order/pengantaran barang oleh supplier.
6. Barang diterima dibagian pengadaan Oleh derpartement pengadaan
dan diperiksakesesuaian barang dengan faktur:
- Kesesuaian nomor batch
- Expied date
- Fisik Obat (Nama obat, kekuatan dan jumlah obat)
- Tanggal jatuh tempo pembayaran.
7. Jika barang sudah sesuai dengan surat pemesana dan faktur barang
diterima dan dilakukan pembayaran oleh pihak keuangan sesuai
tempo.
60
3.7.6. Aktivitas Gudang
Aktivtas gudang yang dilakukan di PT. Medika Antapani sebagai berikut :
Menyiapkan obat
berdasarkan pesanan unit
Melakukan pengiriman ke
masing-masing unit
61
3.7.7. Alur Distribusi Barang
Alur distribusi barang di Gudang dilakukan di PT. Medika Antapani sebagai
berikut :
Barang
62
3.8. Pembukuan dan Pengelolaan Keuangan
3.8.1. Definisi
a. Aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan bagaimana cara
memperoleh pendanaan/ modal kerja, mengalokasikan dana, dan
mengelola aset yang dimiliki untuk mencapai tujuan utama
perusahaan.
b. Aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha mendapatkan
dana yang diperlukan dengan biaya yang minimal, usaha untuk
menggunakan dana tersebut seefisiensi mungkin.
3.8.2. Tujuan
Memaksimalkan yang dimiliki perusahaan atau memberikan nilai tambah
terhadap.
3.8.3. Pelaksana
a. Treasurer/ Finance : bertindak sebagai pelaksana langsung
pengelolaan dana.
b. Controler/ Accounting : memiliki tugas sebagai perencana dan
menyiapkan laporan keuangan.
3.8.4. Sumber Dana
a. Internal : setoran modal dan laba perusahaan.
b. Eksternal : Pinjaman kredit dari pihak ketiga, saham, obligasi
63
Laporan neraca adalah laporan yang menyajikan akun aktiva, modal,
dan kewajiban dalam suatu periode tertentu. Nilai modal pada neraca
adalah nilai yang tercatat dalam laporan perubahan modal.
Keseimbangan yang didapat pada neraca dipengaruhi oleh pendapatan
dan biaya yang tercatat di laporan laba rugi.
Aktiva = Kewajiban + Modal.
d. Perubahan modal
e. Catatan atas Laporan keuangan
64
3.8.10. Metode Analisis Keuangan
a. Metode Analisi Pertumbuhan
Teknik Analisa yang disusun dengan membandingkan posisi
laporan periode tertentu dengan periode lainnya dari masing-
masing pos yang terdapat dalam laporan keuangan tersebut
dengan menggunakan nilai persentase.
b. Metode Trend dan Indeks
Hampir sama dengan metode analisa pertumbuhan, hanya saja
dibandingkannya selalu dengan periode tertentu dijadikan indeks
dan dipilih sebagai tahun dasar.
c. Metode Analisis Rasio
Teknik analisis dengan membandingkan masing-masing pos
laporan keuangan yang relevan.
3.8.11. Pajak
Perhitungan pajak Menurut subjeknya terbagi atas dua, yakni Wajib
pajak orang pribadi (OP) dan Wajib pajak badan. Adapun tarif pajak
OP progresif diatur berdasarkan pendapatan per tahun nominal serta
aturannya antara lain :
1. PPH 21 Karyawan
a. Pendapatan ≥ 54 juta per tahun dikenakan pajak sebesar 2,5%
(Tanpa Tanggungan/single)
b. Pendapatan dengan tanggunan ≥ 54 juta per tahun + 4,5 juta
pertanggungan dikenakan pajak sebesar 2,5%
2. PPH 21 Dokter
a. Penghasilan Rp. 0-50 juta dikenakan 5%
b. Penghasilan Rp. 50-250 juta dikenakan 15%
c. Penghasilan Rp. 250-500 juta dikenakan 25%
d. Penghasilan > Rp. 500 juta dikenakan 30%
Perhitungan jumlah pajak diatas dihitung dengan rumus :
Pendapatan x DPP x pajak
DPP adalah dasar penggunaan pajak yaitu sebesar 50%
65
3. PPH25 / BADAN
Jumlah pajak untuk badan adalah pendapatan Perusahaan x 25%
4. PPN
Jumlah pajak dari tiap item obat di kalikan dengan 10%
66
BAB IV
TUGAS KHUSUS PENGKAJIAN RESEP (PELAYANAN RESEP BPJS KRONIS)
4.1. Pendahuluan
Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan
Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan
dengan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien. Salah satu dari pelayanan farmasi klinik adalah pengkajian
Resep.
Pengkajian resep adalah suatu kegiatan melalukan skrining resep,
dilakukannya pengkajian resep bertujuan agar menghindari terjadinya
potensi medication error akibat skrining resep. Kegiatan pengkajian Resep
yaitu meliputi ;
1. Kajian administrasi berupa nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat
badan, nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor
telepon dan paraf, tanggal penulisan Resep.
2. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi bentuk dan kekuatan sediaan
stabilitas, dan kompatibilitas (ketercampuran Obat) dan,
3. Pertimbangan klinis meliputi ketepatan indikasi dan dosis Obat, aturan,
cara dan lama penggunaan Obat, duplikasi dan/ atau polifarmasi,
reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat,
manifestasi klinis lain), kontra indikasi, dan interaksi. Jika ditemukan
adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka Apoteker harus
menghubungi dokter penulis Resep.
Pada kasus ini dilakukan pengkajian resep sesuai dengan Standar
Pelayanan Kefarmasian Nomor 73 tahun 2016 dan pengambilan data
dilakukan secara retrospektif yaitu data yang diambil dari rekam medik
rujukan pasien yang telah dilampirkan bersama dengan resep pasien.
Resep ini merupakan resep pasien kronis, diman yang dimaksud dengan
resep kronis adalah resep yang berasal dari pasien Instalasi Farmasi Rumah
Sakit yang hanya melayani kebutuhan obat selama 7 hari (INA CBGs) untuk
67
kebutuhan resep selama 1 bulan. Sedangkan untuk sisa kebutuhan obat
selama 23 hari dapat ditebus di Apotek Jejaring BPJS dan penebusan obat
disesuaikan dengan retriksi dalam Formularium Nasional BPJS. Untuk
pasien kronis yang mempunyai riwayat kunjungan ke Fasilitas Kesehatan
Tingkat Lanjut (FKTL) namun Instalasi Farmasi FKTL tidak dapat
melengkapi kebutuhan obat untuk 23 hari maka pasien akan menebus
obatnya di Apotek Medika Antapani 2 yang merupakan Apotek Jejaring
BPJS dengan kredentialing pelayanan resep kronis dan pelayanan resep
rujuk balik.
Pasien yang telah rujuk balik dan dinyatakan stabil kondisinya, maka
akan dilayani di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan
digabungkan ke kelompok atau komunitas Program Pengelolaan Penyakit
Kronis (Prolanis). Prolanis adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan
pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan
Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka
pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita
penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal. Prolanis
dilakukan dengan tujuan untuk mendorong peserta penyandang penyakit
kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta
terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik”
pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit Diabetes Melitus (DM) Tipe 2
dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah
timbulnya komplikasi penyakit. Selain itu tujuan adanya prolanis agar
pasien tidak hanya mendapat terapi dari obat-obatan saja tetapi diberikan
panduan gaya hidup agar lebih baik dan tidak terjadi relaps atau
kekambuhan penyakit yang mengharuskan penanganan dokter spesialis.
Aktifitas dalam Prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis/ edukasi, Home
Visit, Reminder, aktifitas klub dan pemantauan status kesehatan.
68
4.2. Pembahasan
Pada diagnosa awal Pasien di diagnosa Chronic ischemic heart diasses
atau yang disebut juga dengan iskemia jantung yang terjadi akibat ketidak
seimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen miokard. Penyakit jantung
iskemik yang diakibatkan adanya kerusakan pada lapisan dalam arteri
coroner. Kerusakan ini mengakibatkan terjadinya penumpukan lemak
berlebih di lokasi cedera. Penumpukan ini terdiri dari kolestrol dan produk
limbah sel lainya. Sehingga arteri coroner menyimpit dan tidak dapat
memasok cukup darah yang disertai oksigen ke jantung.
Ada beberapa factor resiko yang menyebabkan terjadinya jantung iskemik
sendiri terbagi menjadi dua yaitu ;
1. Faktor yang bisa dirubah :
Dislipidemia
Hipertensi
Rokok
Diabetes mellitus
Inaktivitas Fisik
Stress Psikososial
2. Faktor yang tidak bisa dirubah :
Faktor keturunan (Riwayat penyakit jantung dalam keluarga)
Berdsarkan hasil data lab pasien diketahui nilai LDL pasien 123 mg/dL
dimana nilai kadar normal kolestrol LDL adalah < 100 mg/dL diketahui juga
pasien sudah mengkonsumsi obat simvastatin selama 3 bulan berturut-turut
tetapi pasien belum mencapai nilai target terapi.
Untuk pengobatan jantuk iskemik pemberian aspirin dan clopidogrel
perlu pemantauan/ monitoring terjadinya pendarahan. Penggunaan rampril
untuk hipertensi sudah tepat karena merupakan firstline terapi Hipertensi
dengan komplikasi infark miocard dan Diabetes mellitus ACEI/ARB. Dan
penggunaan allopurinol untuk penuruan kadar asam urat pasien.
69
4.2.1. Pengkajian Resep
R/ cardio aspirin 100 mg no. XXX
S 1 dd 1 tab
Ramipril 2,5 mg no. XXX
S 1 dd 1 tab
Atorvastatin 20 mh no LX
S 0-0-2 tab
Clopidogrel 75 mg no. XXX
S 1 dd 1 tab
Metformin 500 mg no XC
S 3 dd 1 tab
Allopurinol 300 mg no. XV
S 1 dd ½ tab
Ezetimib no. XXX
S 1 dd 1 tab
----------------------------------------- det 7 -----------
1. Kajian Administratif
Kajian administrasi meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin
dan berat badan, nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat,
nomor telepon dan paraf, tanggal penulisan Resep. Pengkajian
administrasi diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas
pelayanan kepada pasien yang bertujuan untuk menyatakan kebenaran
data pasien dan keabsahan resep sehingga tidak terjadi kesalahan
pemberian obat ke pasien yang tidak tepat dan menghindari resep
palsu. Selain itu, kajian administrasi untuk melakukan konfirmasi ke
dokter jika ada hal yang kurang jelas atau perlu dikomunikasikan.
SIP -
Alamat Praktik
Nomor Telepon
Paraf Dokter
70
Identitas Pasien Nama Pasien
Jenis Kelamin
Alamat Pasien -
Usia Pasien
Superscription (/R)
Dosis (kekuatan)
Bentuk Sediaan
Jumlah
Cara Pembuatan -
Aturan Pakai
2. Farmasetik
Kajian farmasetik meliputi bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas,
dan kompatibilitas (ketercampuran Obat). Perlu dilakukannya kajian
farmasetik agar obat yang diberikan tepat sesuai permintaan dokter dan
agar obat yang diberikan dapat mencapai target terapi yang sesuai
dengan kebutuhan pasien. Informasi mengenai bentuk dan kekuatan
sediaan perlu dituliskan terutama untuk obat-obatan yang tersedia dalam
71
beragam bentuk sediaan dan dosis karena tidak adanya informasi
tersebut dapat menyebabkan kesalahan di tahap dispensing.
3. Klinis
Pertimbangan klinis meliputi ketepatan indikasi dan dosis Obat,
aturan, cara dan lama penggunaan Obat, duplikasi dan/ atau polifarmasi,
reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat,
manifestasi klinis lain), kontra indikasi, dan interaksi. Perlu dilakukan
kajian klinis untuk menganalisa adanya interaksi antar obat, reaksi
farmakodinamik dan farmakokinetik yang kemungkinan dapat terjadi.
Aspek yang berefek kritikal terhadap pertimbangan klinis adalah kontra
indikasi, interaksi antar obat, dan riwayat alergi. Sedangkan untuk
aspek yang dapat ditolerir adalah efek samping penggunaan obat karena
sifatnya dapat diprediksi.
72
Tabel 4.3 Kajian Klinis Resep
c Nama obat Indikasi Efek samping Kontraindikasi Riwayat
alergi
1 Cardio Antiplatelet mual, muntah, -
aspirin pendarahan -
saluran cerna
2 Ramipril Antihipertensi - - -
3 Atorvastatin Terapi kolesterol - - -
4 Clopidogrel Antiplatelet pendarahan, -
-
mual, muntah,
5 Metformin Diabetes militus - PPOK, gagal
-
jantung
6 Allupurinol Hiperurisemia - - -
7 Ezetemibe Hiperkolesterolemia - - -
4. Interaksi Obat
Jenis interaksi yang terjadi adalah interaksi farmakokinetok yaitu
interaksi antar obat yang menyebabkan peningkatan atau penurunan
absorbsi, metabolism, distribusi, eliminasi, penanganannya bisa di
lakukan jeda ketika meminum obat tersebut.
73
mg (asetosal/ Pemberian tanpa
asam restriksi
asetilsalisilat) Maka obat tersebut
di berikan dengan
penggunaan : sekali
sehari 100 mg
setelah makan
2. Ramipril 2,5 Antihipertensi Faskes : TK2 dan
mg TK3
Peresepan maksimal
= 30 tab/bulan
Pemberian tanpa
restriksi
Maka obat tersebut
diberikan dengan
Penggunaan : sekali
sehari sesudah
makan
75
yang harus
diperiksa
setiap 6
bulan.
4. Clopidogrel Anti agresi platelet a. Hanya Faskes : TK2 dan
digunakan
75 mg TK3
untuk
pemasangan Peresepan maksimal
sten jantung.
:
b. Saat akan
dilakukan Saat akan dilakukan
tindakan
tindakan PTCA di
PTCA
diberikan berikan 4-8 tab
600 mg.
Maintenance : 1 tab /
Rumatan 75
mg/hari hari
selama 1
Pemberian dengan
tahun
c. Pasien yang restriksi C, yaitu:
menderita
Pasien yang
recent
menderita recent
myocardial
myocardial
infarction,
infarction, ischaemic
ischaemic
stroke atau
stroke atau
established
established
Peripheral Arterial
Periphera
Disease (PAD).
Arterial
Penggunaan : sehari
Disease
(PAD). sekali sesudah
d. Pasien yang
makan
menderita
sindrom
koroner
akut: NON
STEMI
(unstable
angina) dan
STEMI.
e. Hati-hati
interaksi
obat pada
pasien yang
menggunaka
n obatobat
golongan
76
Proton
Pump
Inhibitor
(PPI).
5. Metformin Antidiabetes oral Faskes : TK1, TK2
500 mg dan TK3
Peresepan maksimal
: 90 tab/ bulan
Dosis efektif :1500 –
2500/ hari
Pemberian di
berikan tanpa
restriksi namun perlu
di lakukan
monitoring kenaikan
SGOT dan SGPT
Penggunaan : tiga
kali sehari setelah
makan
6. Allupurinol Anti hiperurisemia Faskes : TK1, TK2
300 mg dan TK3
Peresepan maksimal
: 30 tab/bulan
Pemberian diberikan
tanpa restriksi
khusus
Penggunaan : sehari
sekali setengan
tablet, sesudah
makan
7. Ezetimibe Penghambat Tidak terdapat di
absorpsi kolesterol fornas dan obat
tersebut tidak bisa di
77
cover BPJS,
sehingga harus di
lakukan konfirmasi
kepada dokter
apakah obat tersebut
sangat diperlukan
untuk efek terapi
LDL
Dan menurut saya
tidak perlu di
berikan lagi
ezetimibe karena
sudah di berikan
atorvastatin yang
indikasinya untuk
menurunkan LDL,
dan LDL pasien 123
mg/dL dengan kadar
normal adalah <100
mg/dL
78
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
79
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang Apotek. Jakarta: Kementrerian
Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek. Jakarta: Kementrerian Kesehatan RI
Peraturan Pemerintah. 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Presiden Republik Indonesia
Peraturan Pemerintah. 2016. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016
tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Presiden Republik
Indonesia
Undang-undang RI. 2009. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Republik Indonesia.
Kementrian Kesehatan RI. 2019. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 813 Tahun 2019 tentang Formularium Nasional. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI
Carl J phepine dan Wilmer W Nichols, 2007. The Pathophysiology of Chronic
Ischemic Heart Disease Clin. Cardio Vol. 30
80
LAMPIRAN
81
Lampiran 2. Surat Pesanan
82
Lampiran 3. Copy Resep Apotek Medika Antapani
83
Lampiran 4. Resep Elektronik/ e-Resep
84
Lampiran 5. Surat Elegibilitas Peserta BPJS
85
Lampiran 6. Surat Pesanan Unit Kebagian Gudang
86
Lampiran 7. Catatan Retriksi Fornas BPJS
87
Lampiran 8. Pelaporan SIPNAP PSikotropika dan Narkotika Klinik Utama
Medika Antapani
88
Lampiran 9. Etiket Klinik Utama Medika Antapani
89