Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Dream World

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Dream World

Karya : Aisya Sukma Arum

Di sinilah aku, di lorong gelap waktu. Kesuraman menyelimuti masing-masing tubuh tanpa
raga. Berharap Sang Pencipta segera memanggil namaku untuk keluar dari penyesalan. Air mata
kering kerontang tak mampu membuat takdir semesta berubah. Hidupku, di tanganmu.

Flower POV

Aku mulai menangis kala mengingat kembali peristiwa bodoh yang membawaku sampai ke
dunia ini. Seperti baru kemarin, aku bersama dengan orang-orang yang 'kusayang kemudian hari ini
aku sudah berada di dunia gelap nan suram. Isakanku semakin keras seiring 'ku mengawang masa
lalu, aku menyesal....

Tiba-tiba muncullah asap hitam pekat yang membumbung di depanku. Sepersekian detik
kemudian, asap itu membentuk sosok wanita berpakaian serba hitam. Siapa itu?

"Aku Dewi Kematian," ucapnya seakan-akan tahu apa yang sedang aku pikirkan.

"Isakanmu terlalu kencang, hingga menarik perhatianku. Apa aku boleh tahu, apa yang
membuatmu tidak tenang? Ceritakan....siapa tahu itu bisa membantumu pergi dari sini," ucap Dewi
Kematian dengan tatapan lembut namun sorot matanya begitu suram.

Sebenarnya aku takut, tapi aku dengar jika ruh tersesat seperti diriku menceritakan sebab
kematiannya pada Dewi Kematian, dia bisa menuju dunia keabadian. 'Semoga itu benar' ujar
batinku penuh harap. Segera 'ku usap air mataku, lalu mulai menceritakan kisah yang telah
membawaku ke dalam dunia kegelapan yang begitu suram ini.

Flashback on

"Apa kita jadi pindah honey?" tanya Mama kepada Papa sembari membuat kopi di dapur.

"Tentu saja. Mmm, rumah itu sangat cocok dan dekat dengan tempat kerja baru kita,"
jawab Papa lalu merebahkan tubuhnya di sofa.

"Apa tidak sebaiknya kita membicarakan tentang ini pada Flower? Bagaimana kalau dia
malah menolak?" tanya Mama membuat Papa berfikir dua kali karena ucapan istrinya itu ada
benarnya.

Aku yang tidak sengaja mendengar perbincangan mereka, segera keluar dari kamar. "Aku
sudah mendengar semuanya. Apa yang dikatakan Papa tadi benar? Kita akan pindah ke tempat yang
lebih dekat dengan tempat kerja kalian?"

"Iya benar, sayang. Papa akan sangat senang jika kamu tidak keberatan," jawab Papa lalu ia
bangkit dari sofa menuju meja makan. Menghampiri tempat dimana aku dan Mama berada.

Jujur saja aku tak senang dengan kabar ini, sepanjang makan malam aku memasang raut
masam.

"Maaf ya sayang. Siapa tahu nanti di sana kamu punya teman baru, 'kan?" ucap Mama
menenangkan sambil mengusap lembut puncak kepalaku.

Aku hanya mengangguk menerima. Tapi aku tak yakin dengan ucapan Mama. Selama ini
aku tak pernah mendapatkan teman, lebih tepatnya aku sangat sulit bergaul dengan orang baru.

•••
Tibalah hari itu, hari dimana aku harus pergi meninggalkan rumah lamaku. Rasanya sulit,
namun ini sudah menjadi keputusan yang tak bisa diubah lagi. 'Mungkin di sana aku bisa mendapat
teman, seperti yang diucapkan Mama', ujar batinku.

Aku melihat kembali ke sekeliling kamarku, banyak coretan di dinding yang sengaja aku
gambar hanya untuk sekedar menghilangkan rasa bosan. Bahkan tulisan ceker ayam semasa kecilku
pun masih ada di dinding kamarku. 'Aku akan merindukan tempat ini', ucapku dalam hati. Aku
menghembuskan nafas panjang, kemudian melangkahkan kakiku pergi meninggalkan rumah penuh
kenangan itu.

Mobil Papa berhenti tepat di depan sebuah rumah yang lumayan besar dengan halaman
yang cukup luas. Aku turun dari mobil dan membantu orang tuaku menurunkan beberapa barang
dari mobil.

Aku mengamati rumah itu sejenak, sepertinya sudah sangat lama tak ditempati. Auranya
agak sedikit suram, tapi jujur saja aku suka tempat ini. Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dan
membuyarkan lamunanku. Yap, Mama mengagetkan'ku.

"Ayo masuk sayang, kita lihat kondisi di dalam. Oh iya, kamu bebas memilih kamar yang
mana untuk kamu tempati. Tapi Mama sarankan, kamu pilih kamar yang itu," Mama menunjuk ke
arah jendela dilantai dua. "Sepertinya kamar itu cocok untukmu."

Aku hanya mengangguk lemah mengiyakan ucapan Mama. Ternyata rumah ini tidak seperti
yang terlihat dari luar. Jika dilihat dari dalam, rumah ini terlihat sangat luas dengan terdapat tiga
kamar di sana. Seperti yang mama sarankan, aku segera melihat sebuah kamar yang berada di
lantai dua.

Saat aku membuka pintu kamar, di sana langsung terlihat sebuah kasur dengan ukuran
sedang, lemari besar disertai dengan kaca rias, dan tak lupa ada sebuah laci kecil yang berada tepat
di pinggir kasur. Sejenak aku menyukai kamar ini, Mama memang tak pernah salah memilih apa pun
untukku.

Aku mulai meletakkan beberapa foto kenanganku di atas laci yang terdapat dipinggir kasur.

Akhirnya pekerjaanku hampir selesai, untuk yang terakhir aku menyimpan beberapa
bandoku di dalam laci, namun tiba-tiba aku mendengar sebuah benda kecil yang jatuh tepat di
sampingku. Aku berpikir benda itu adalah salah satu bandoku, tapi ternyata bukan. Itu adalah
sebuah gelang yang indah, sepertinya sangat pas ditanganku. Aku pun mengambilnya dan berniat
menanyakan siapa pemilik gelang itu pada Papa dan Mama.

Aku pun keluar dari kamar dan mencari Papa dan Mama, ternyata mereka berada di dapur
mempersiapkan makan malam. Aku pun menghampiri mereka dengan senyum senang.

"Ma, Pa!" panggilku.

"Eh sudah selesai sayang?" Mama menyambutku dengan senyum yang membuat dia
semakin cantik menurutku.

"Sudah Ma." Ah, aku ingat! Aku harus menanyakan siapa pemilik gelang yang saat ini aku
pakai.

"Ma, ini gelang siapa, ya?" ucapku sambil menunjukkan gelang yang melingkar indah di
tangan kiriku.

"Gelang? Bukannya punya kamu?" Mama berbicara sambil sibuk dengan pekerjaannya
menyiapkan makanan.

"Mana sini Papa lihat," Papa menghampiriku lalu melihat gelang itu, keningnya mengerut.
"Papa tidak pernah melihat gelang ini sebelumnya. Mungkin terbawa dari rumah yang dulu."

Aku tak ingat pernah mempunyai gelang seperti ini, tapi tak apalah. Gelang itu terlihat
sangat cantik saat berada di tanganku. Jadi apa salahnya jika aku pakai?

"Sudah, tidak usah dipikirkan. Sekarang kita makan malam dulu. Kalian kelihatannya sangat
lelah," Mama menyodorkan sebuah piring bersih padaku dan Papa.
Selesai makan malam, aku kembali ke kamar. Aku duduk di tepian kasur sambil
memandangi gelang yang melekat indah di tangan kiriku. Tiba-tiba saja rasa kantuk menyerangku.
Aku menoleh ke dinding di sampingku, tempat sebuah jam tergantung disana. Aneh, padahal baru
pukul 8 malam, tapi kenapa aku sudah mengantuk saja. Padahal, biasanya aku tidur paling cepat
pukul 10 malam.

Aku tidak terlalu memedulikannya. Mungkin saja ini efek kelelahan sudah bekerja sejak pagi
untuk kepindahanku ke rumah ini.

Aku naik ke atas kasur dan memperbaiki posisiku, mencari tempat yang nyaman untuk
tidur. Aku menarik selimut hingga batas leher, kemudian beralih memandangi langit-langit kamar
yang masih terlihat sedikit sisa-sisa debu menempel.

Aku kembali menatap gelang itu, sebelum akhirnya mematikan lampu di atas laci, satu-
satunya penerangan di kamar baruku. Kemudian, tak terasa kedua mataku perlahan menutup,
menutup, sedikit demi sedikit, hingga akhirnya tertutup sempurna. Semuanya sudah gelap, hingga
aku akhirnya masuk dan menyelami dunia mimpi.

Malam itu, aku bermimpi berada di dalam kerajaan. Walaupun agak kuno, tapi tetap saja
terlihat sangat megah. Sepanjang mata memandang ada banyak prajurit gagah yang berbaris
menjaga istana ini.

Dengan hati-hati, aku melangkahkan kaki menyusuri istana. Terdapat banyak lukisan cantik
nan artistik di sepanjang lorong istana. Hingga akhirnya aku sampai di depan pintu sebuah ruangan.
Pintunya tidak tertutup rapat. Karena penasaran, aku pun mengintip dan melihat ada beberapa
orang di dalam ruangan itu. Yang pertama 'ku lihat adalah seorang lelaki berumur 50-an
mengenakan mahkota di atas kepalanya. Lalu di sampingnya ada seorang wanita yang sepertinya
berusia sama dengan lelaki tersebut. Ia juga mengenakan mahkota. Aku bertaruh mereka adalah
raja dan ratu di kerajaan ini. Dan terakhir, aku melihat punggung seorang gadis. Mungkin gadis
tersebut adalah seorang putri, ia juga mengenakan mahkota.

Waktu terasa begitu cepat, sampai akhirnya aku terbangun dan berusaha mengembalikan
kesadaranku sepenuhnya. Aku menyenderkan punggungku di kepala ranjang. Memikirkan
mimpiku semalam yang seperti nyata.

Di malam selanjutnya aku bermimpi berada di tempat yang sama. Istana mimpi yang
megah.

Kali ini aku berdiri di depan pintu keluar yang memperlihatkan sebuah taman. Segera 'ku
langkahkan kakiku menuju taman itu. Aku menghampiri air mancur yang cukup besar dengan
ukiran-ukiran indah di pinggirnya. Di sebelah air mancur terdapat sebuah kursi taman. Kemudian
aku berjalan mendekati bunga mawar berwarna merah yang sangat cantik. Aku mencium aroma
mawar ini, wanginya sungguh harum. Samar-samar telingaku mendengar suara langkah kaki.
Sepertinya akan ada yang datang kemari. Aku langsung berlari ke arah sebuah pohon besar dan
bersembunyi di baliknya. Dengan takut, aku mencoba mengintip dari balik pohon. Oh, itu putri
kerajaan! 'Cantik sekali,' batinku.

Deg!

Oh tidak, dia melihatku! Dengan jantung berdebar aku terbangun dari mimpi. Bersyukur
karena tidak jadi ketahuan oleh Putri. Aku benar-benar merasa takut kalau sampai ada yang
melihatku di kerajaan mimpi.

Aku tahu ini dalam dunia mimpi, tapi aku merasa mimpi ini nyata, tepat hari ini adalah
ketiga kalinya aku mengunjungi kerajaan mimpi.

Aku kembali mengantuk berat malam itu. Tak butuh waktu lama aku pun segera terlelap.
Benar saja, malam ini aku kembali bermimpi di sebuah kerajaan. Aku yang berada di lorong yang
aku tak tahu tempat apa itu. Kemudian aku diperlihatkan beberapa sosok wanita dengan baju
seragam rapi keluar dari sebuah ruangan. Mereka berbisik-bisik. “Putri sangat cantik, ya hari ini?"
ujar mereka. Aku otomatis tahu bahwa tempat ini ada lorong kamar putri. Aku membayangkan
betapa megah dan indah kamarnya. Aku menelisik lukisan cantik yang menempel di dinding lorong,
aku berbalik, dan ....

“Hai!” sapa seorang gadis cantik, dengan mahkota rubi yang bertengger anggun di
kepalanya.
Jantungku terasa hampir lepas dari tempatnya. Apakah ini benar-benar nyata? Putri bisa
melihatku?

"Ya aku bisa," jawabnya seakan-akan tahu dengan apa yang aku pikirkan.

"Kamu ... ?"

"Ya, aku bisa melihatmu, dari awal saat kamu mengawasi kami di meja makan," jelas Putri.

"Oh ya? Maaf tapi aku tidak bermaksud mengintip kalian makan," ujarku seraya menunduk
lemah.

"Hei tak apa! Aku Ivory. Kau?" Putri mengulurkan tangannya padaku.

Ternyata dia jauh lebih baik dari yang aku kira. Segera ku jabat tangan Putri, "Aku Flower."

"Ah, Flower! Tenang, jangan khawatir. Aku bisa mengajakmu berkeliling, apa kamu mau? "
ucap Putri Ivory bungah.

"Sungguh?" tanyaku antusias bercampur heran.

"Ya. Ini pertama kalinya aku punya teman di Istana. Jadi aku sangat senang kamu di sini,
aku akan menjaga rahasia kedatanganmu, Flo," ujarnya.

“Bukankah biasanya seorang Putri punya banyak teman?" tanyaku lagi.

"Orang tuaku sangat pemilih," ucapnya lirih bahkan hampir tak terdengar.

Aku yang mendengar itu hanya manggut-manggut saja. Hari itu juga Putri Ivory
mengajakku berkeliling di sekitar istana. Agar yang lain tidak curiga, Putri memintaku untuk
memakai gaunnya. Sungguh ini adalah sebuah mimpi di dalam mimpi.

"Apa kamu yakin, ini semua hanya mimpi?" tanya Putri Ivory saat kami berada di
perpustakaan istana.

"Em, entahlah. Tapi semua ini terasa begitu nyata."

"Ini memang nyata Flo! Kamu sedang berada di Kerajaan Mimpi!" ungkap Putri Ivory
dengan mengguncang-guncangkan badanku.

"Kerajaan mimpi?" Aku mengernyit heran, dari awal aku bermimpi berada di kerajaan ini,
aku sudah merasa ada yang aneh. Aku seperti benar-benar melakukan semuanya secara sadar.
Tapi, bagaimana mungkin?

"Ya, tapi bagaimana kamu bisa kemari?" tanya Putri tak kalah heran. Ternyata selama ini
pun ia tak tahu di mana asalku berada.

"Entahlah aku juga tak tahu."

Persetan tentang Kerajaan Mimpi, Putri Ivory kembali mengajakku berkeliling.

"Ivory," panggil seorang lelaki tampan yang kurasa seorang Pangeran dari kerajaan ini.

"Oh hai kak!" balas Ivory senang.

"Siapa?" tanya lelaki itu sambil mendongakkan dagunya untuk mengode.

"Oh dia Flower. Tunggu! Dia cantik sekali bukan?" ucap Putri sambil menaik turunkan
alisnya.

Laki-laki itu menelisik Flower dari kaki sampa kepala, tangannya mengusap dagu dan
mengangguk-angguk.

"Kenapa? Bukankah Flower gambaran gadis idamanmu, Kak. Hihi." Putri Ivory berkali-kali
menggoda Sang Kakak.

"Ya, Hentikan omong kosongmu Ivory," bentak laki-laki tampan itu. Detik berikutnya, ia
melenggang pergi meninggalkan kita berdua dengan memutarkan bola matanya. 'Dia
menggemaskan!' batinku.
"Ah maaf ya Flower, kak Charon memang seperti itu," jelas Ivory sambil terus cekikikan.

"Ah tentu saja tidak menjadi masalah bagiku Putri. Jika lelaki tadi Kakakmu, maka dia
Pangeran di kerajaan ini?" tanyaku.

"Benar. Dia tampan, ya? Kau menyukainya?" goda Putri Ivory, lagi-lagi ia tertawa cekikikan,
sesekali tawanya sampai terbahak-bahak. Itu tidak lucu tahu!

"Ah tidak!" bantahku.

Tanpa aku dan Putri Ivory ketahui, Pangeran Charon sedang memandangi kami dari celah
jendela. Senyum simpul tercetak di bibir tegas milik Pangeran tampan itu.

'Gadis yang cantik,' batin Pangeran Charon.

Aku semakin betah di sini. Aku senang akhirnya bisa memiliki teman, yaitu Putri Ivory. Aku
bahkan sering bertemu dengan Pangeran Charon, ya walaupun hanya sekedar menanyai kabar.
Semakin hari Pangeran Charon juga semakin tampan dan ... menggemaskan. Aku hampir gila
dibuatnya.

Hari-demi hari aku dan Pangeran Charon pun semakin dekat. Sampai akhirnya pangeran
Charon menaruh hati padaku. Pangeran Charon juga telah tahu kalau aku bukan berasal dari dunia
mimpi. Alasan Pangeran Charon menyukaiku adalah karena Pangeran merasakan hawa ketulusan
yang lembut dariku.

Aku berpikir kalau kita berdua akan bisa terus bersama seperti ini. Namun di sisi lain aku
tersadar, aku punya kehidupan yang masih harus terus kujalani.

Author POV

Rasa cinta yang dimiliki Pangeran Charon kian hari, kian kuat. Hingga memaksa dirinya,
nekat pergi ke persinggahan Dewi Kematian. Pangeran Charon menginginkan Flower hidup abadi
di Dunia Mimpi bersama dirinya. Ia tahu kalau Flower tidak mungkin selamanya ada di Dunia
Mimpi. Pangeran Charon tidak ingin kehilangan gadis pujaannya. Rasa cintanya pada Flower
mengalahkan kewarasannya.

Pangeran Charon menemui Dewi kematian guna memintanya mencabut nyawa flower.
Karena menurutnya ini adalah cara yang terbaik untuk hidup abadi bersama Flower.

"Wahai Dewi Kematian!" Dengan lantang, Pangeran Charon memanggil Dewi Kematian.
Kemudian asap hitam pekat membumbung dan muncullah sesosok wanita paruh baya dengan
tanduk melengkung layaknya tanduk banteng dengan jubah hitam menjuntai. Wanita itu dikelilingi
asap hitam menambah aura suram padanya.

"Selamat datang pangeran, ada maksud apa kau datang menghampiriku?" tanya Dewi
kematian dengan penuh perhatian.

"Aku tahu, kau sudah tahu maksud kedatanganku Dewi," ujar Pangeran Charon.

"HAHAHA. Rupanya kau seorang detektif ya, Pangeran? Baiklah, kau yakin dengan
keputusanmu. Aku sama sekali tidak menyarankanmu untuk melakukan ini, Pangeran. Tapi aku juga
tidak bisa menolaknya kalau kau memaksa." Sang Dewi Kematian tersenyum penuh misteri.

"Cabut nyawa Flower!" pinta Pangeran Charon.

"Kau sedang tidak bercanda, 'kan Pangeran. Apakah kau sadar, kau sedang
mempermainkan kehidupan seseorang.Kenapa juga kau sangat menginginkan hal itu? Sedangkan
dia masih memiliki kehidupan yang lain." Walaupun aura suram mengelilingi Dewi Kematian namun
jelas saat itu ia jauh lebih waras ketimbang Pangeran Charon.

"Aku mohon padamu, aku mencintai Flower. Aku ingin hidup abadi bersamanya. Jika aku tak
melakukan ini, aku harus berpisah dengannya, Dewi. Aku tak mau hal itu terjadi. 'Ku mohon, Dewi,"
ucapnya meyakinkan sang Dewi Kematian, Pangeran Charon bersimpuh khidmad memohon pada
Dewi agar mengabulkan permintaannya.
Dewi Kematian menghela nafasnya panjang, ada sedikit rasa ketidak tegaan untuk
mencabut nyawa di gadis malang. Kemudian Dewi berkata lemah, "Baik kalau begitu, jika itu yang
kau inginkan, Pangeran. Aku akan mencabut nyawanya sekarang juga."

Dengan kekuatan yang ia punya, Dewi Kematian mencoba mencari letak keberadaan raga
Flower. Setelah menemukan titik raga gadis malang itu, Dewi Kematian segera menarik cahaya yang
ada dalam tubuh Flower dengan sangat mudah.

Pendar cahaya terang menerangi tempat singgah Dewi dari atas. Cahaya itu begitu terang,
menandakan waktu hidup Flower masih sangat lama, dan ia tak semestinya mati saat itu.

"Jangan bersenang-senang terlebih dahulu, Pangeran. Ingat! Ada syarat yang harus kau
pegang teguh. Jika tidak, ruh Flower akan tersesat di Dunia Kegelapan. Syaratnya adalah
jangan sampai kau beri tahu gadis itu jika ia telah tiada. Dan jangan sampai kau biarkan ia
kembali ke raganya. Karena raganya sekarang telah mati. Jika kau melanggar syarat itu,
ruhnya bisa tak terkendali, dan kau juga akan dalam bahaya," ucap Dewi Kematian memberi
peringatan .

Pangeran Charon mengangguk mengiyakan. Ia sama sekali tak merasa itu adalah syarat
yang berat. Pangeran merasa senang dan berterima kasih kepada Dewi Kematian. Kemudian
kembali pulang menuju Istana, untuk segera mempersiapkan acara pertunangannya dengan Flower.
Hatinya begitu berdebar-debar membayangkan hal itu.

Pangeran Charon terlihat sangat bahagia saat itu, sebuah senyuman terukir jelas di sudut
bibirnya. Sekarang impiannya untuk memiliki sang pujaan hati akan segera terwujud, ingin sekali
rasanya dia berteriak memberitahukan kepada seluruh dunia atas kebahagiaannya.

Selepas kepergian Pangeran Charon dari persinggahannya, Dewi Kematian tersenyum getir.
Perasaannya tak karuan, ia merasa bahwa yang Pangeran Charon inginkan tak akan berjalan
semulus yang dibayangkan.

Sesampainya di istana, Pangeran Charon menangkap sosok adiknya yang sedang


bermain dengan kelinci putih di taman mawar. Segera ia menghampiri adiknya.

"Bisakah kau membawa dia ke sini malam nanti?" tanya pangeran Charon tanpa melihat ke
arah Putri Ivory dan matanya yang hanya fokus menatap keindahan pemandangan di depan sana.

"Maksud kau Flower?" Pangeran Charon mengangguk mantap.

"Satu lagi, jangan biarkan dia kembali ke dunianya sampai dia bertemu denganku di sini
nanti malam."

Putri Ivory tersenyum manis dan mengangguk. Gadis itu tidak tahu bahwa ia sudah menjadi
sponsor untuk kakaknya yang membunuh sahabatnya dengan kedok hidup abadi. Dia kembali
melihat ke depan, di mana terlihat berbagai macam bunga mawar merah yang terlihat subur, dan
indah saat ditiup angin.

Pangeran Charon berlalu meninggalkan Putri Ivory dengan senyum lebar untuk kembali
mempersiapkan acara pertunangannya dengan Flower.

Dengan langkah yang anggun putri Ivory juga berjalan meninggalkan taman tersebut, dia
berjalan menuju sebuah ruangan yang sangat besar di mana dia yakin akan bertemu Flower, dan
benar saja gadis itu ada di sana. Tanpa pikir panjang, Putri Ivory menghampiri Flower yang malang.

"Hai, Flo! Hmm, apa kau bisa menunggu aku di taman mawar malam nanti? Tapi kau tidak
boleh kembali dulu ke duniamu, karna aku akan meriasmu," Putri Ivory menatap manik-manik
Flower lekat.

"Ada apa?" hanya itu yang bisa keluar dari bibir munggil Flower.

"Kau akan tahu nanti, aku akan menyiapkan gaun yang cantik untukmu Flo. Kau akan
menjadi Putri nanti malam," ucap Putri Ivory meninggalkan Flower yang tengah kebingungan dengan
ucapannya untuk memilih gaun yang cocok untuk sahabat satu-satunya itu.

Seperti yang direncanakan, taman mawar dihias sangat indah. Dengan kekuatan sihir,
dekorasi itu akan tak terlihat sesaat. Kemudian disaat yang diinginkan barulah dekorasi itu akan
muncul. Sihir itu jelas dikendalikan Pangeran Charon. Pangeran Charon yang melihat itu merasa
sangat bahagia, malam ini adalah malam yang sangat berharga baginya. Dimana Flower akan ia
miliki seutuhnya.

Flower duduk di taman mawar menunggu Putri Ivory seperti pesan yang disampaikan.
Namun Putri Ivory tak kunjung datang, Flower merasa dingin semakin menusuk tulangnya. Ia tak
tahu mengapa malam itu terasa begitu dingin. 'Mungkinkah akan datang musim dingin?' batin
Flower.

"Hai, Flo! Ah apa aku terlambat?" tanya Putri Ivory.

"Tentu saja tidak, Putri. Aku setia menunggumu, di sini." Flower tersenyum tulus seraya
menautkan tangannya dengan tangan Putri.

"Ah, Flo! Kau memang baik sekali. Sebenarnya aku membawamu kemari atas keinginan,
Kakakku." Terlihat raut wajah Putri Ivory yang berharap Flower memaafkan kebohongannya.

"Benarkah? Tapi untuk apa?" tanya Flower penasaran.

"Aku tidak tahu, tapi..." Belum sempat Putri Ivory melanjutkan perkataannya, mereka
berdua dikejutkan dengan taman mawar yang seketika berubah menjadi tempat yang begitu
gemerlap. Taman itu jadi dikelilingi oleh air mancur dengan air berwarna biru menyala, ratusan
kunang-kunang yang berterbangan seperti baru selesai dari hibernasi, ditambah dengan mawar-
mawar di taman itu yang menyala seperti ada lampu di tiap inti kelopak bunganya.

"Apa kau suka, Flo?" tanya seorang pemuda yang tidak lain adalah pangeran Charon.
Pandangannya beralih kepada Putri Ivory sejenak, ia memberi isyarat kepada Putri Ivory menyuruh
ia pergi. Seketika gadis itu paham dan beranjak dari tempat ajaib itu.

Pangeran Charon berhenti melangkah saat dia sudah tepat berada di depan Flower. Dia
menatap Flower dari ujung kaki hingga kepala, sungguh menakjubkan. Gadis itu sangat memukau
dirinya malam ini.

"Kau tau Flower, kau sangat cantik malam ini, bahkan kecantikanmu mengalahkan bunga
mawar yang gemerlap malam ini," ucap Pangeran Charon yang membuat pipi Flower merona.

Pangeran Charon meraih tangan Flower dan menggenggamnya lembut, "Flower, aku
ingin kau tahu bahwa aku aku sangat mencintaimu. Dan aku ingin memilikimu
seutuhnya, Flo. Aku
ingin kita hidup abadi di Dunia Mimpi. Menikahlah denganku, Flower Wynstelle."

"Apa maksud, Pangeran? Pangeran sedang melamarku?" tanya Flower yang dibalas
anggukan antusias oleh Pangeran Charon. Menit pertama Flower merasa sangat senang, namun di
menit selanjutnya ia kembali tersadar ia tidak bisa menerima lamaran Pangeran, walaupun di satu
sisi ia sangat menginginkan menjadi seorang Ratu di sebuah istana.

Dia harus kembali. Ini hanyalah dunia mimpi, dia harus kembali ke dunia nyata. Tidak
mungkin dia bisa bersatu dengan manusia di dunia mimpi, itu mustahil baginya. Dan satu lagi, ia
tidak mungkin meninggalkan Mama dan Papanya. Flower belum sanggup jika harus meninggalkan
mereka berdua.

"Bagaimana? Apa kau bersedia?" tanya Pangeran Charon memastikan, masih dengan
senyum yang mengembang di bibirnya.

Flower menatap pangeran Charon dalam, mulutnya terasa kelu seketika. Dia memberanikan
diri dan menjawab dengan nyali yang ada.

"Ma—maaf kan aku, aku tidak bisa Pangeran," ucap Flower menunduk.

Sungguh ini seperti kilat yang menyambar di hatinya, ucapan itu benar-benar membuat
Charon merasa ada yang salah. Bukankah dia juga memiliki perasaan yang sama, lalu mengapa ia
menolaknya, pikir Pangeran Charon

"Tidak? Apa kau yakin dengan ucapanmu, Flo? Aku tahu kamu juga menyukaiku, 'kan? Aku
tahu itu Flo, lalu apa alasanmu menolakku?" Pangeran Charon telah benar-benar kehilangan
kewarasannya, ia sama sekali tak memikirkan kehidupan nyata Flower. Walaupun yang dia tahu, Flo
sudah tak memiliki kehidupan, hidupnya direnggut paksa olehnya.
"Aku yakin pasti kau sedang bercanda, ini benar-benar tidak lucu Flo," sembari terus
menatap Flower dengan penuh kecemasan.

"Aku yakin dengan ucapanku Pangeran Charon, dan aku sedang tidak bercanda," ucap
Flower memcoba kembali menatap mata Charon.

"Tapi, bukankah kau juga mencintaiku?" tanya Pangeran Charon lagi.

"Itu memang benar, tapi kita tidak mungkin bisa bersatu, Pangeran. Kita punya dunia yang
berbeda, dan tidak seharusnya juga kita saling memiliki rasa. Maaf Pangeran, aku harus pergi."
Flower berkata demikian tanpa tahu, bahwa raganya sedang disemayamkan di peti di dunia nyata.
Siapa sangka bahwa hidupnya telah berakhir beberapa jam yang lalu. Dan penyebab matinya
adalah laki-laki di depannya.

"Tunggu, Flower. Kenapa kamu harus pergi?" tanya Charon dengan raut cemas.

"Karena aku tidak bisa selamanya tinggal di sini. Bagaimana pun juga aku harus kembali ke
dunia nyataku." ucap Flower sedikit menekan ucapannya.

"Tidak, Flo. Itu buka keputusan yang bagus. Percayalah jika kau tetap di sini, itu akan
menjadi keputusan terbaik. Percayalah padaku, aku tidak ingin kau menyesal." Pangeran Charon
yang mencoba meyakinkan Flower agar tidak pergi. Ia menggenggam tangan Flower erat, ia takut
jikalau Flower benar-benar pergi. Flower akan dalam bahaya, dan ia akan menyesal seumur
hidupnya.

"Aku memang mencintaimu Pangeran, tapi bukan berarti kau bisa menjadikan cintaku
sebagai senjata untuk menahanku di sini dan terus bersamamu. Bagaimana pun juga aku harus
kembali, aku punya keluarga. Mereka pasti benar-benar menghawatirkanku jika aku tetap di sini,
ragaku pasti akan mati di sana," jelas Flower untuk memperkuat alasannya untuk tetap kembali.
Asal kau tahu Flower, ragamu memang telah mati di dunia nyata.

"Yakinlah, kau akan benar-benar menyesal jika kau kembali ke dunia nyatamu, Flo!
Kumohon dengarkan aku Flo, aku sangat mencintaimu. Aku ... aku
sudah–,"

"Keputusanku ini sudah bulat, aku benar-benar tidak bisa terus tinggal di sini. Ini bukan
tempatku, meski aku juga merasa sangat bahagia namun aku tak pernah bermimpi untuk
meninggalkan kedua orang tuaku," tukas Flower dengan sedikit terisak. Ia melepas genggaman
tangan Pangeran.

"Dan aku benar-benar yakin, bahwa aku tak akan pernah menyesal untuk kembali ke
pangkuan orang tuaku meski harus kehilangan cinta sejatiku," tambahnya seraya mengusap air
mata yang membasahi pipinya.

Lidah Pangeran Charon kelu, ia tak tahu harus melakukan apalagi sekarang untuk menahan
Flower.

Sebenarnya Flower tak pernah berpikir untuk pergi meninggalkan Pangeran Charon. Namun,
ia juga tak bisa kalau harus benar-benar pergi dari Papa dan Mamanya.

Saat Pangeran Charon akan kembali menggenggam tangan Flower, gadis itu lebih dulu
berlari sambil melambaikan kedua tangannya yang masih sibuk mengusap air mata yang sedari tadi
tumpah. Tamat sudah riwayat gadis malang itu.

Waktu yang begitu cepat itu membuat Pangeran Charon gelagapan, kemudian baru ia
tersadar. Ia telah menghancurkan hidup seorang gadis yang dicintainya. Pangeran Charon terisak
menangkup wajahnya, kemudian berteriak frustasi sambil mengacak-acak rambutnya kasar.

Flower POV

"Dimana aku?"

Senyap dan hening yang kurasakan.

"Aku ingin keluar dari kegelapan

ini."
'Kukerahkan tenagaku untuk berlari, tapi nihil. Aku tidak bisa, kakiku terasa berat. Sinar
redup itupun mulai menghilang.

Saat aku terjaga, aku melihat sekeliling dan yang terlihat hanyalah hitam dan gelap. Aku
tidak menyadari, bahwa aku tidak lagi berada di dunia nyata.

Disinilah aku, berada dalam dunia penuh kepahitan. Hanya kegelapan yang kurasakan dan
banyak sosok tak tenang seperti diriku.

Aku menyadari bahwa aku ternyata aku sudah meninggal. Aku yakin ini adalah alasan
kenapa Pangeran Charon melarangku untuk kembali ke dunia nyata. Ternyata aku sudah tiada. Aku
mengingat semuanya, aku menyesali semua yang terjadi. Aku mulai menangis saat mengingat
perbuatanku pada Pangeran Charon. Aku tertunduk dan menangis menyesali keputusanku yang
bodoh dengan tidak mendengarkan perkataan Pangeran Charon.

Flashback Off

"Jadi begitu ceritanya, Dewi" ujarku lesu.

Dewi kematian tak menunjukkan ekspresi apapun. "Aku tak bisa membuatmu pergi dari sini.
Maaf Flower. Kau gadis baik, suatu saat akan ada mukjizat datang untukmu.Kau hanya tinggal
menunggu saat itu tiba."

"T-tapi kenapa? Bukankah kau seharusnya bisa menolong ruh tersesat sepertiku saat kau
tahu alasan ruh itu meninggal?" tanyaku dengan mulut bergetar.

"Karena kamu mati mendahului takdirmu gadis manis, tunggu 45 tahun lagi ruhmu akan
dengan sendirinya bertemu titik cahaya terang. Jadi bersabarlah, gadis malang..."

Setelah mengucapkan hal tersebut, Dewi Kematian mengibaskan jubahnya yang menjuntai
lebar dan seketika Sang Dewi tak terlihat lagi dari pandangan Flower. Jelas, Flower lemas
mendengar pernyataan Sang Dewi. Namun, sudah tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang ini, ia
hanya perlu bersabar menunggu kemunculan cahaya terang 45 tahun lagi atau jika ia beruntung
mukjizat akan datang padanya.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai