Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

PH Tanah

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Tanah digunakan


manusia dalam berbagai bidang, sebagai contoh bidang pertanian, perkebunan, transportasi,
perumahan, pariwisata dan lainlain. Dalam bidang pertanian, pemilihan jenis tanah dapat
menentukan tingkat keberhasilan bercocok tanam. Lahan pertanian yang akan digunakan
untuk bercocok tanam membutuhkan pengkajian tentang sifat-sifat fisiknya agar lahan
tersebut dapat digunakan secara optimal. Parameter yang terukur dapat digunakan sebagai
data acuan untuk para petani untuk menentukan jenis tanaman. Beberapa parameter tanah
yang perlu dikaji adalah suhu, kelembaban dan pH, karena ketiga paramater tersebut
memiliki peranan sangat penting dalam kesuburan tanaman.

Pupuk fosfat merupakan salah satu pupuk utama yang diperlukan oleh tanaman padi
dan sudah dikenal sebagian besar petani. Efisiensi pemakaian pupuk tersebut ditingkat petani
sangat rendah. Hal ini terjadi karena ketidaktahuan para petani tentang bagaimana sebenarnya
cara pemupukan fosfat yang efisien sesuai dengan tanaman dan agroekologi yang diusahakan.
Petani cenderung memberi fosfat setiap musim tanam, tanpa mengetahui bahwa pupuk fosfat
yang diberikan mampu memberi residu pada penanaman berikutnya, pada kandungan fosfat
tanah yang tinggi tidak diperlukan pemupukan, terutama untuk padi sawah. Usaha untuk
mengubah kebiasaan para petani supaya mengurangi pemberian fosfat dalam rangka
meningkatkan efisiensi masih sulit dilakukan. Oleh karena itu, pihak pemerintah melakukan
kebijakan menaikkan harga pupuk fosfat yang jauh lebih besar dari pupuk N (urea) dengan
harapan petani akan mengurangi pemberian pupuk fosfat pada setiap musim tanam (Anwar et
al., 2009).

Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting dalam
fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan P dalam tanah jarang yang melebihi 0,01
% dari total P. Sebagian besar bentuk P terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi
tanaman. Tanah dengan kandungan organik rendah seperti Oksisols dan Ultisols yang banyak
terdapat di Indonesia kandungan P dalam organik bervariasi dari 20– 80%, bahkan bisa
kurang dari 20% tergantung tempatnya. P tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara efektif
oleh tanaman, karena P dalam tanah dalam bentuk P terikat di dalam tanah, sehingga petani
harus terus melakukan pemupukan P di lahan sawah walaupun sudah terdapat kandungan P
yang cukup memadai. Pada tanah masam, P bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al—P dan Fe
—P, sedangkan pada tanah alkali (basa) P akan membentuk senyawa Ca—P dengan kalsium
membentuk senyawa kompleks yang sukar larut (Simanungkalit et al., 2006).

Penetapan jumlah P tersedia dalam tanah harus ditentukan dengan metode yang tepat.
Permasalahan P di dalam tanah cukup kompleks, salah satunya adalah sumbernya terbatas
dan amat dipengaruhi oleh pH tanah sehingga ketersediannya bagi tanaman sangat kecil. Ada
beberapa metode penentuan P tersedia dalam tanah, yaitu Truog, Bray I, Bray II, North
Caroline, dan Olsen. Setiap metode mempunyai sifat tersendiri dalam mengekstrak P.

Metode yang paling baik adalah metode yang ekstraktannya benar mampu
mengekstrak P – tersedia di dalam tanah ataupun paling mendekati P yang terserap oleh
tanaman (Ilahi, 2000). Kondisi pH tanah merupakan faktor penting yang menentukan
kelarutan unsur yang cenderung berkesetimbangan dengan fase padatan. Kelarutan oksida-
oksida hidrous dari Fe dan Al secara langsung tergantung pada konsentrasi ion hidroksil
(OH-- ) dan menurun ketika pH meningkat.

Kation hidrogen (H+) bersaing secara langsung dengan kation-kation asam Lewis
lainnya dan oleh karenanya kelarutan kation kompleks seperti Cu dan Zn akan meningkat
dengan menurunnya pH (Soemarno, 2011). Pengaruh parameter pH terhadap ketersediaan
fosfat dapat digunakan sebagai salah satu tolak ukur untuk membandingkan hasil uji P dari
metode uji tanah yang ada. Perbandingan hasil uji P tersedia dari dua metode yang berbeda
dalam penerapan uji terhadap suasana pH tanah dapat memberikan rekomendasi pemupukan.
Metode Olsen biasanya digunakan untuk tanah ber-pH >5,5, sedangkan metode bray biasanya
digunakan untuk tanah berpH.
BAB II

METODOLOGI

2.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di lahan sawah Desa Konarom Barat, Laboratorium Kimia
dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi Manado dan
Laboratorium Advance Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi Manado sejak September
hingga Oktober 2013.

2.2. Bahan dan Alat

Bahan atau sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah sawah dari desa
Konarom Barat, Kecamatan Dumoga Utara. Bahan kimia untuk keperluan analisis di
laboratorium, yaitu, NH4F, HCl 5N, NaHCO3, NaOH, asam askorbat, dan aquades. Alat
yang digunakan dalam penelitian yaitu sekop, kantong plastik, pisau, baskom plastik, botol
selai bertutup, selotip, neraca analitik, dispenser, labu ukur tabung reaksi, pipet, kertas saring,
botol kocok 50 mL, spektrofotometer UV-VIS.

2.3. Prosedur Penelitian

(1) Pengambilan Tanah Sampel

Sampel diambil dengan metode purposive sampling dari tanah sawah desa Konarom
Barat, Kecamatan Dumoga Utara dan diletakkan di polybag. Diambil 6 titik sampel. Dicatat
juga keadaan umum fisik lingkungan pengambilan sampel.

(2) Persiapan Tanah Sampel

Dibersihkan permukaan tanah di lokasi/titik pengambilan contoh dari tanaman dan


serasah (litter). Setelah itu, ditetapkan volume penggalian tanah 10 x 10 x 20 cm (panjang,
lebar dan kedalaman) dan digali dengan sendok dan bor tanah. Dimasukkan sejumlah tanah
dengan volume atau berat tertentu (sesuai kebutuhan) ke dalam kantong plastik dan diberi
label (Saraswati et al., 2007).

(3) Pengukuran pH Tanah

Ditimbang 10 g tanah kering udara yang sudah lolos ayakan 2 mm kemudian


dimasukkan dalam erlenmeyer. Ditambahkan 10 mL aquadest (untuk penetapan pH H2O).
Dikocok dengan mesin pengocok selama 60 menit kemudian diukur menggunakan pH meter
yang sudah dikalibrasi dengan larutan penyangga pH = 4 dan pH = 7. Dicatat pH yang
ditampilkan pada pH meter (Prijono dan Kusuma, 2012).

(4) Pengukuran Kadar AIr

Ditimbang kaleng kadar air dan dicatat beratnya, kemudian ditimbang 2 g sampel
tanah dan dimasukkan ke dalam kaleng kadar air. Sampel dioven pada suhu 1100 C selama
24 jam. Setelah itu, dimasukkan ke dalam desikator dan setelah dingin ditimbang kaleng
beserta tanahnya (Prijono dan Kusuma, 2012).

(5) Penetapan Fosfat Tersedia dengan Metode Olsen

Ditimbang 1 g contoh tanah < 2 mm, dimasukkan ke dalam botol kocok, ditambah 20
mL pengekstrak Olsen, kemudian dikocok selama 30 menit dan disaring. Bila larutan keruh
dikembalikan lagi ke atas saringan semula. Ekstrak dipipet 2 mL ke dalam tabung reaksi dan
selanjutnya bersama deret standar ditambahkan 10 mL pereaksi pewarna fosfat, kocok hingga
homogen dan biarkan 30 menit. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 693 nm.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

pH tanah dari 6 titik sampel berkisar dari 5,77–6,27 dan kadar air dari 6 sampel
adalah 1,00028–1,00048%. Berdasarkan hasil fosfat tersedia yang didapatkan dari metode
Olsen yang dapat dilihat pada Tabel 1, terlihat bahwa hasilnya menunjukkan angka yang
cukup besar. Hal ini disebabkan oleh naiknya pH yang berasal dari penggenangan dan
penggunaan pengekstrak NaHCO3.

Menurut Agus et al (2005) reaksi reduksi mengkonsumsi proton, sehingga pada


umumnya pH tanah yang digenangi akan meningkat mendekati netral. Penggenangan pada
tanah menyebabkan terjadinya reduksi besi ferri menjadi besi ferro. Kondisi reduktif ini dapat
berpengaruh positif dalam peningkatan pH tanah dan ketersediaan hara P. Reduksi Fe3+
menjadi Fe2+ menurunkan ketersediaan P, karena P tanah dalam bentuk FePO4 yang sukar
larut (ksp=10-26) berubah menjadi Fe3(PO4)2 yang sangat sukar larut (ksp=10-36). Namun
demikian reaksi ini berlangsung jauh lebih lambat daripada pengendapan Al(OH)3 yang
membebaskan P dari senyawa Al—P yang sukar larut, sehingga pada penggenangan tanah
banyak dilaporkan adanya kenaikan P tersedia.

Fosfat dalam suasana netral/alkali dalam tanah akan terikat sebagai HPO42- . Dengan
menggunakan pengesktrak NaHCO3 dengan pH 8.5 maka akan terjadi pertukaran kation
sehingga membentuk PO43- . Anion fosfat dalam ekstrak bereaksi dengan amonium
molybdat dalam suasana asam membentuk asam fosmomolybdat, selanjutnya direduksi oleh
asam askorbat membentuk warna biru molybdat (Prijono dan Kusuma, 2012)

Penggunaan pengekstrak NaHCO3 pada pH 8,5 akan lebih menaikkan pH tanah yang
telah naik akibat pengaruh penggenangan. pH naik menyebabkan konsentrasi OH- (hidroksil)
akan naik dan bersaing dalam pertukaran ion. Menurut Sulaeman et al. (2005) dengan
pennambahan pengekstrak NaHCO3 menyebabkan terbentuknya Fe- atau Al-hidroksida,
sehingga fosfat dibebaskan. Unsur fosfor di dalam tanah terdapat dalam tiga bentuk, tetapi
yang paling penting mudah diserap oleh tanaman adalah bentuk ion ortofosfat primer
(H2PO4 - ) dan ortofosfat sekunder (HPO4 2- ), sedangkan bentuk PO43- lebih sulit diserap
oleh tanaman. Metode Olsen dapat digunakan pada tanah masam dan basa, sehingga ketiga
bentuk ion fosfat tersebut dapat terbaca (Surya dan Suyono, 2013). Menurut Nursyamsi dan
Setyorini (2009) ketersediaan P di dalam tanah tergantung reaksi keseimbangan antara
berbagai bentuk P tanah, yakni P dapat larut, P terjerap (P labile), P mineral sekunder dan
primer (P non labile), dan P organik. P tersedia merupakan P yang siap diambil tanaman yaitu
bentuk H2PO4- , HPO4 2- , dan PO43- dalam larutan tanah. P-labil merupakan bentuk
H2PO4 - , HPO4 2- , dan PO43 - yang berada dalam kompleks jerapan tanah (Anwar et al,.,
2009).

Tingginya hasil dari penggunaan metode Olsen pada penelitian ini disebabkan oleh
tingginya pH dan kemampuan pengekstrak Olsen yang dapat mengukur ketiga bentuk fosfat
baik dalam bentuk P larut ataupun P terjerap. Meskipun hasil dari metode ini tinggi, tapi
belum bisa dijadikan tolak ukur ketersediaan P karena adanya gangguan dari pengaruh
tingginya pH tanah dan adanya bentuk fosfat yang terbaca yang masih sulit untuk diserap
oleh tanaman yaitu PO4 3- .

Hasil yang didapatkan dari metode Bray dapat dilihat nilainya terlihat lebih kecil
dibandingkan hasil dari metode Olsen. Hasil ini tidak bisa dijadikan tolak ukur mengingat
bahwa metode Olsen lebih efektif dalam menentukan P tersedia daripada metode Bray untuk
sampel tanah sawah ini. Pengaruh gangguan dari parameter lain menyebabkan hasil dari
kedua metode belum bisa dijadikan perbandingan efektifitas penentuan P tersedia.
Penggunaan pengekstrak NH4F dan HCl akan menyebabkan turunnya pH sampel. Menurut
Buckman dan Brady (1982, dalam keadaan asam sebagian besar P dalam bentuk H2PO4 - .
BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan

Kuantitas fosfat tersedia dari tanah sawah Desa Konarom Barat Kecamatan Dumoga
Utara berdasarkan metode Olsen adalah berturut – turut 422,861; 771,614; 1389,464;
1607,386; 821,591; dan 1139,925 ppm, sedangkan metode Bray adalah 16,102; 13,899;
11,307; 7,181; 7,183; dan 9,073 ppm.

Perbedaan sangat nampak dapat terlihat dari kedua metode ini karena dipengaruhi
oleh pengaruh dari masing–masing pengekstrak yang digunakan oleh setiap metode dan
bentuk fosfat yang terbaca. Pengekstrak NaHCO3 (metode Olsen) menyebabkan pH naik
sehingga menyebabkan banyak P yang terlepas, sedangkan pengekstrak NH4 + yang
ditambahkan juga dengan HCl (metode Bray) menyebabkan pH turun dan P yang terbaca
tidak sebesar metode Olsen. Metode Olsen dapat membaca ketiga bentuk P dalam tanah,
yaitu H2PO4 - , HPO4 2- , dan PO4 3- , sedangkan metode Bray hanya dapat membaca
bentuk H2PO4 - dan PO43 - .
DAFTAR PUSTAKA

Apriyanti Hesti, Candra I Nyoman, & Elvinawati. 2018. KARAKTERISASI ISOTERM


ADSORPSI DARI ION LOGAM BESI (Fe) PADA TANAH DI KOTA BENGKULU.
Jurnal Pendidikan dan Ilmu Kimia, 2018:2(1):14–19

Hayat E.S & Andayani Sri. 2014. PENGELOLAAN LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA
SAWIT DAN APLIKASI BIOMASSA Chromolaena odorata TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN PADI SERTA SIFAT TANAH SULFAQUENT.
Jurnal Teknologi Pengelolaan Limbah. 17 (2), Desember 2014.

Irfan Mokhammad. 2014. ISOLASI DAN ENUMERASI BAKTERI TANAH GAMBUT DI


PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PT. TAMBANG HIJAU KECAMATAN TAMBANG
KABUPATEN KAMPAR. Jurnal Agroteknologi. 5, (1), Agustus 2014 : 1 – 8

Jupri Ahmad, Muid Abdul & Muliadi. 2017. Rancang Bangun Alat Ukur Suhu, Kelembaban,
dan pH pada Tanah Berbasis Mikrokontroler ATMega328P. Jurnal Edukasi dan Penelitian
Informatika. 3, (2), 2460-0741

Rima R.D, Wildian & Firmawati N. 2018. Rancang Bangun Prototipe Sistem Kontrol pH
Tanah Untuk Tanaman Bawang Merah Menggunakan Sensor E201-C. Jurnal Fisika Unand.
7, (1)

Rohmah Nuzulul, Muslihatin Wirdhatul, & Nurhidayati Tutik. 2016. Pengaruh Kombinasi
Media Pembawa Pupuk Hayati Bakteri Penambat Nitrogen Tehadap pH dan Unsur Hara
Nitrogen dalam Tanah. JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2016) 2337-
3520

Sagala Danner. 2010. PENINGKATAN pH TANAH MASAM DI LAHAN RAWA PASANG


SURUT PADA BERBAGAI DOSIS KAPUR UNTUK BUDIDAYA KEDELAI.
JURNAL AGROQUA 8, (2), 0216-6585

Seputra INA, Wijaya IWA & Janardana IGN. 2019. PENGARUH POTENSIAL HIDROGEN
(pH) TANAH TERHADAP TAHANAN JENIS TANAH UNTUK MENDAPATKAN BENTUK
SISTEM PEMBUMIAN. Jurnal SPEKTRUM 6, (4), Desember 2019

Suparjo M.N. 2008. DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN TAMBAK DESA


MOROREJO KABUPATEN KENDAL. Jurnal Saintek Perikanan 4, (1), 2008 : 50 – 55
Umaternatea Ghazaly R, Abidjulua Jemmy, & Wuntu Audy D. 2014. Uji Metode Olsen dan
Bray dalam Menganalisis Kandungan Fosfat Tersedia pada Tanah Sawah di Desa
Konarom Barat Kecamatan Dumoga Utara. JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 3 (1) 6-
10

Anda mungkin juga menyukai