Bab Iii
Bab Iii
Bab Iii
GEOLOGI
Pada masa miosen tengah dalam cekungan kutai, sub-cekungan Mahakam banyak
terbentuk batuan sedimen, dalam lingkungan laut dalam, laut dangkal, lagun, delta,
ataupun lingkungan transisi dan paparan. Pada lingkungan pengendapan transisi dan
delta, banyak terbentuk lapisan batubara dalam berbagai ketebelan, karakterisasi, dan
kualitas, bersama-sama dengan batuan sedimen pembawa batubara berupa lapisan batu
lempung.
Merujuk hasil kajian geologi yang dilakukan oleh penyelidik sebelumnya (Samuel,
1975), tahap awal pengendapan sedimen di cekungan ini diyakini terjadi pada
waktu Eosen Awal. Proses pengendapan sedimen di cekungan ini hingga Oligosen
Awal berlangsung dalam fase transgresi, di mana kala Oligosen Akhir
pengendapan sedimen di cekungan ini berkembang ke arah timur. Sedimen yang
diendapkan di Cekungan Kutai merupakan komplek lingkungan endapan delta yang
terdiri dari beberapa siklus endapan delta. Tiap siklus dimulai dengan endapan
paparan delta (delta plain) yang umumnya terdiri dari endapan rawa, endapan alur
sungai, point bar, undak-undak sungai (river terrace), dan di kawasan yang lebih
dalam diendapkan sedimen deltafront dan sedimen prodelta. Siklus pengendapan
sedimen di Cekungan Kutai umumnya mengalami dua kali pergantian fase
pengendapan, yaitu fase transgresi dan regresi. Perubahan fase pengedapan tersebut
mengakibatkan terjadinya perbedaan jenis litologi yang dihasilkan oleh endapan
yang ter-sedimentasikan dalam cekungan tersebut. Selama Miosen Bawah ke arah
timur terbentuk delta progradasi yang mengakibatkan terbentuknya endapan delta
dengan ketebalan >4000 meter. Proses sedimentasi delta ini terus berlangsung antara
Miosen Tengah-Miosen Atas. Sedimen yang diendapkan terdiri dari batupasir tepi
laut dan batupasir terestrial, greywacke, batulanau, batulempung, batugamping,
lempung karbonatan, dan batubara akibat proses kompresi, pengangkatan, dan erosi
Secara fisiografi dalam penyelidikan, terletak didalam zona cekungan Kutai, Sub-
cekungan delta Mahakam yang sekarang terletak dekat aliran sungai Mahakam
Samarinda. Pola arah sebaran batuan pembawa batubara, perkembangannya sangat
dipengaruhi oleh struktur geologi regional dan elektronikanya. Struktur geologi dan
tektonika yang berkembang di sekitar daerah penyelidikan adalah berupa perlipatan
dengan kelurusan berarah timur laut – barat daya (Bemmelen, 1949). Secara setempat
ujung – ujung struktur perlipatan tersebut, sebagian ada yang menunjam, terpotong oleh
sesar atau tertimbun oleh batuan yang lebih muda. Struktur antiklin dan sinklin sebagian
besar melipat batuan malihan dan sedimen yang berumur jauh lebih tua.
Di sebelah selatan cekungan ini dibatasi dengan Cekungan Barito oleh sesar yang
mempunyai arah Barat Laut – Tenggara yang di sebut Sesar Adang. Sedangkan
disebelah utara dibatasi oleh pegunungan Mangkaliat.
Cekungan ini terbentuk akibat adanya pemekaran Selat Makassar yang dimulai pada
Eosen, sehingga cekungan ini ideal sebagai tempat pengendapan sedimen terutama
batubara dengan pelamparan yang cukup luas.
Sedimen tersier di Cekungan Kutai merupakan seri endapan delta, yang terdiri dari
beberapa siklus endapan delta. Tiap siklus dimulai dengan endapan paparan delta (delta
pain)yang terdiri atas endapan rawa, endapan alur sungai (channel), point bar, dan
tanggul – tanggul sungai. Di tempat yang lebih dalam diendapkan sedimen delta front
dan prodelta, kemudian terjadi transgesi dan diendapkan sedimen laut di atas endapan
paparan delta, setelah itu regresi dan diendapkan sedimen paparan delta di atas endapan
delta front dan prodelta. Siklus-siklus endapan delta ini terlihat di cekungan kutai mulai
dari Eosen hingga Pleistosen, tetapi pada waktu Oligo-Miosen terdapat ketidak
selarasan akibat adanya pengangkatan di daerah ini (Priyomarsono, dkk, 1994).
Formasi ini merupakan batuan dasar dari Cekungan Kutai yang terdiri dari kelompok
batuan beku (peridotit gabbro dan basalt), batuan sedimen dan batuan metasedimen
berumur pra tersier. Batuan dasar ini di daerah Samarinda merupakan kelanjutan dari
kompleks batuan penyusun pegunungan Meratus. Batuan peridotit tersingkap bagus di
daerah selatan Balikpapan diantara jalan Kuaro dan Tanjung. Peridotit telah mengalami
gesekan (shearing) yang sangat intensif sehingga banyak yang telah mengalami
serpentinisasi.
Formasi Tanjung – Kuaro ini merupakan sedimen tersier tertua yang mengisi Cekungan
Kutai dan tersingkap bagus di Sungai Muru, yang terletak di sebelah barat Kuaro.
Formasi ini terdiri dari konglomerat, serpih dan batu gamping. Bagian paling bawah
dijumpai konglomerat polimik yang menumpang langsung di atas peridotit Pra Tersier.
Fragmen konglomerat berukuran 0,3 hingga 3 cm, terdiri dari batuan peridotit, chert,
kwarsa tersemen dalam batu pasir, serta di dalam konglomerat di jumpai adanya lensa-
lensa batupasir kasar. Di atas konglomerat terdapat litologi serpih warna abu-abu gelap
dengan sisipan batupasir halus, dan di atasnya lagi ditemukan batubara berwarna hitam
dan perselingan antara batulanau, batupasir,dan serpih abu-abu. Di bagian atas formasi
ini dijumpai litologi batugamping yang berwarna abu-abu kekuningan berlapis dan
banyak mengandung foraminifera Besar, yaitu nummulites variolarius, Biplanispira
absurd, dan discocyclina dilata, yang menunjukkan umur Tb (Eosen Akhir).
c. Formasi Tuju-Telaki
Di atas Formasi Tuju-Telaki secara tidak selaras ditemukan serpih, batulempung, dan
batulanau dengan sisipan batupasir, batubara yang dinamakan Formasi Pamaluan.
Berlainan dengan formasi-formasi sedimen Tersier yang lebih tua, formasi ini
tersingkap pada daerah yang luas, menempati daerah dengan topografi rendah.
Singkapan Formasi Pamaluan yang bagus bisa diamati di Daerah Sumber Batu, sebelah
Tenggara Kota bangun, yang terdiri dari serpih berwarna abu-abu gelap, dengan sisipan
batubara setebal 10 cm dan lignit tebal 30 cm. Ke atas ditemukan sisipan batupasir halus
struktur silang siur berselingan dengan batulanau berstruktur pararel laminasi.
Disamping itu ditemukan juga batupasir halus, bersisipan dengan serpih abu-abu, yang
berstruktur pararel laminasi, di atasnya dijumpai batupasir berwarna putih kekuning-
kuningan, berukuran halus sampai sedang, berstrukur silang siur dan pararel laminasi.
Formasi pamaluan ini diendapkan di lingkungan delta plain, dengan umur Miosen
Awal.
e. Formasi Bebuluh
f. Formasi Pulubalang
g. Formasi Balikpapan
Di atas formasi Pulubalang diendapkan secara selaras batuan sedimen yang terdiri dari
beberapa siklus endapan delta, yang dinamakan Formasi Balikpapan. Sedimen ini
mudah dikenal dilapangan karena adanya batubara tebal yang ditambang oleh
perusahaan-perusahaan tambang batubara.
Formasi Balikpapan tersingkap bagus di utara Desa Jonggon. Bagian bawah terdiri dari
batugamping Coquina yang kearah selatan berubah menjadi batugamping terumbu. Di
atasnya ditutupi oleh batulempung abu-abu dengan sisipan batupasir berbutir halus
sampai sedang. Ke atas terdapat batupasir halus berstruktur pararel laminasi dan silang
siur, ada burrow dengan sisipan serpih.
Struktur burrow pada batupasir ini menunjukkan endapan pantai (delta front), kemudian
diatasnya didominasi oleh batulempung dengan sisipan batupasir. Bagian paling atas
ditemuka litologi batupasir dan batulanau yang berselingan dengan serpih dan terdapat
sisipan batubara.
Umur Formasi ini dapat diketahui dengan diamatinya batugamping di bagian bawah
yang mengandung fosil foliminifera besar Myogypsinoides dehaarti, Lepidocyclina
angulosa, Lepidocyclina borneensis, Amphistegina sp. Kumpulan fosil ini berumur
Miosen Tengah.
Perhitungan cadangan dengan menggunakan metode volumn cut and fill. Sehingga
menghasilkan cadangan seperti pada tabel :
Selama Eksplorasi berlangsung telah diambil sebanyak 1 (satu) buah conto batubara,
dikirim ke laboratorium untuk diuji kualitas serta karakteristiknya. Conto batubara
tersebut, dianalisa kualitas di Laboratorium PT. SUCOFINDO Samarinda. Kualitas
batubara daerah penyelidikan dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 3.3 Kualitas batubara daerah penyelidikan di PT. Cahaya Utama Kaltim
Ultimit
Kalori Proximate Analysis
Analysis
Seam
TM IM ASH VM FC S
Kcal/kg (Ar)
(%) (%) (%) (%) (%) (%)
A&B 4450 4.1 2 1.3 37.8 50 1.1
Hasil kajian geoteknik adalah geometri lereng (sudut dan tinggi lereng yang mantap
untuk lereng tunggal dan lereng keseluruhan). Selanjutnya, hasil kajian ini
dipergunakan sebagai parameter masukan dalam rancangan tambang. Untuk
menentukan geometri lereng yang mantap, dilakukan analisis kemantapan lereng.
Dalam analisis ini diperlukan data hasil uji laboratorium material pembentuk lereng,
yaitu: uji sifat fisik dan uji sifat mekanik (uji geser langsung).
Secara teoritis, dalam setiap lereng bekerja dua gaya yang saling berlawanan, yakni
gaya pendorong (stress movement) dan gaya penahan (stress ressistent). Berdasarakan
aspek keteknikan, untuk menilai aman dan tidaknya suatu lereng, perlu ditentukan nilai
Faktor Keamanan (Safety Factor). Terkait dengan kemantapan lereng, nilai Faktor
Keamanan (FK) secara empirik diperoleh dari gaya penahan dibagi oleh gaya
pendorong, yang dinyatakan sebagai persamaan:
Analisis terhadap lereng tunggal dilakukan untuk geometri bukaan tambang dengan
tinggi lereng maksimum 5 m dan sudut lereng disimulasikan sampai memperoleh tinggi
lereng yang aman.
Analisis terhadap lereng total dilakukan untuk geometri bukaan tambang dengan tinggi
lereng keseluruhan yang direncanakan sebagai berikut:
- High Wall: dengan total tinggi jenjang pit maksimum 60 m (X kali tinggi lereng
tunggal) dengan berm selebar maksimum 15 meter untuk pit aktif yang didesain
sebagai jenjang yang berada dibawah lereng total tersebut, ataupun sesuai
perencanaan tahunan, dengan sudut lereng maksimum 55°, dengan FK > 1,3.
- Low Wall: dengan total ketinggian yang menyesuaikan tinggi high wall dengan
sudut lereng dibawah 13° atau sesuai kelerengan zona mineralisasinya, dengan FK
>1,3.
Lereng timbunan (dumping slope) adalah lereng yang dibentuk material campuran.
Maka, parameter yang digunakan untuk menganalisis lereng timbunan adalah data
gabungan. Mengingat tingkat kepadatan (tanah) timbun relatif belum terkonsolidasi
dengan baik dibandingkan dengan lapisan/sedimen aslinya, maka diperlukan beberapa
asumsi, antara lain adalah:
Tinggi Lereng maksimum X meter.
Muka air tanah dianggap sama dengan tanah dasar (mat ± 2,5 m).
Karakteristik batuan yang digunakan untuk perhitungan lereng timbunan
umumnya adalah 75 % dari nilai kohesi semu (Capp) dan sudut geser dalam semu
(Φapp) serta nilai density jenuh (sat).