Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Dry, Semi-Wet and Wet Food Packaging Technology (Teknologi Pengemasan Pangan Kering, Semi Basah Dan Basah)

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TEKNOLOGI DAN KEAMANAN PANGAN

(PENGEMASAN)

Ditulis Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknologi Dan Keamanan Pangan

Disusun Oleh:

Astri Zulfah Azzahra 214102028

PROGRAM STUDI GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SILIWANGI

2022
PRODUK MAKANAN SEMI BASAH
(DAGING AYAM)
A. Deskripsi Produk

Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang sering dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia. Daging ayam mempunyai tekstur basah apabila dipegang dan
terlihat bertekstur kering saat dilihat, karena itulah daging ayam termasuk ke dalam produk
makanan semi basah.

B. Kemasan Produk
Pada produk makanan basah seperti daging ayam, kemasan produk yang sesuai
adalah PE (polyethylene), PP (polyprophylen) dan plastik wrap. Kemasan ini berguna
untuk mengurangi pencemaran akibat mikroorganisme dan untuk mencegah perubahan
kadar air dalam daging. Bahan plastic PE merupakan bahan yang paling sering digunakan
dalam pengemasan daging sapi. Hal ini karena harganya relatif murah, memiliki komposisi
kimia yang baik, tahan terhadap minyak dan lemak, tidak menimbulkan reaksi kimia dan
mempunyai daya serap yang rendap terhadap uap air (Wheaton dan Lawson, 1985).
Pada pengemasan dengan bahan kemasan PE diperoleh rata-rata kuman sebanyak
1,9888 X 10^4 koloni/gr. Kemudian dengan kemasan PP dan plastik wrap diperoleh rata-
rata kuman 1,353 X 10^4 koloni/gr dan 1,7 X 10^4 koloni/gr. Menurut SNI 7388/2009
tentang Batas Cemaran Mikroorganisme Dalam Pangan terutama daging segar, jumlah
rata-rata kuman yang diperbolehkan adalah 1 X10^6 koloni/gr. Maka dari itu, daging ayam
yang dikemas menggunakan kemasan PP, PE dan plastik wrap memenuhi syarat SNI
karena masih dibawah standar SNI. Selain menurut SNI, Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) juga menyatakan bahwa plastik yang berbahan PE (polyethylene) dan
PP (polyprotylen) merupakan plastik paling aman karena masuk ke dalam plastik jenis
food grade.

C. Teknik Pengemasan

Teknik pengemasan yang paling cocok adalah dengan pengemasan pembekuan.


Pengemasan beku merupakan teknik pengemasan yang prinsipnya adalah membekukan
daging ayam di dalam suhu rendah. Pada proses ini, daging ayam akan dikemas dengan
kemasan primer terlebih dahulu yaitu dengan menggunakan plastik PE yang mempunyai
tiga ketebalan yang berbeda lalu setelah itu daging ayam kembali dibungkus menggunakan
kemasan sekunder shirnk film (OPP/LLDPE). Ayam kemudia disimpan pada suhu -18°c.
Teknik pengemasan beku dinilai cocok karena pada jurnal yang melakukan
penelitian pembekuan ayam di suhu -18°c selama 0, 30, 60, 90, dan 120 hari masa simpan
yang berbeda menunjukan pH rata-rata 5,8-0,191. pH digunakan sebagai indikator untuk
mengetahui apakah produk yang disimpan mengalami pembusukan atau tidak. Hal ini
menunjukan bahwa temperature rendah dapat mempertahankan ayam beku dari
pembusukan akibat bakteri yang dapat merusak daging. Selain pH, daya ikat air juga
digunakan sebagai indikator dalam mengukur kekuatan protein daging dalam
mempertahankan air dalam daging tersebut. Menurut Kerh (2013) menuturkan bahwa
factor seperti pendinginan karkas, praktek antemortem, genetic, serta simulasi elektrik
berpengaruh terhadap konversi jaringan otot dan lebih spesifik WHC. Pada pembekuan di
suhu -18°c, daging ayam tidak mengalami penurunan daya ikat air yang artinya protein
dalam daging masih bagus dalam hal mempertahankan jumlah air yang ada pada daging
ayam. Jadi dapat disimpulkan bahwa teknik pengemasan dengan cara pembekuan dinilai
cocok untuk mengemas daging ayam karena tidak mengalami perubahan pH yang drastis
dan tidak terjadi penurunan daya ikat air yang dapat mempengaruhi kesegaran daging
ayam.

D. Tipe Kerusakan
Kerusakan pertama yang bisa terjadi adalah kerusakan kimia. Kerusakan kimia
pada daging ayam meliputi kerusakan pada kandungan gizi. Menurut Prasetyo, dkk (2013)
kandungan gizi bahan pangan berhubungan dengan kualitas bahan pangan itu sendiri.
Kualitas kimia pada daging dipengaruhi oleh kadar air, kadar lemak, dan kadar protein.
Kerusakan pada kadar air dalam daging dapat dipengaruhi oleh kelembapan udara (RH) di
lingkungan sekitar. Kerusakan ini dapat terjadi karena pemanasan, menurut Masyitah etal
(2016) pemanasan bisa menyebabkan melemahnya dinding sel serabut otot daging
sehingga mengakibatkan keluarnya air bebas dan menyebabkan penurunan kadar air dalam
daging. Selanjutnya yaitu kadar protein, kerusakan kadar protein umumnya mempengaruhi
daya ikat air pada daging, hal inilah yang menyebabkan daging dapat mengalami
pembusukan.

Kerusakan yang kedua yaitu kerusakan akibat mikrobiologis. Mikroba merupakan


bakteri yang dapat mengkontaminasi bahan pangan. Pencemaran mikroba pada daging
ayam sering terjadi setelah proses penyembelihan, penjualan yang berkontak dengan pisau

1
E. Triyannanto, et al. “Pengaruh Perbedaan Kemasan Primer pada Kualitas Fisik-Kimia, Mikrobiologi serta
Sensoris Daging Ayam Frozen Utuh Pada Suhu -18°.” Jurnal Sain Perternakan Indonesia, 2021: 2.
atau alas pemotong daging. Selain itu juga, suhu dan masa penyimpanan juga merupakan
salah satu penyebab pertmbuhan bakteri (Elfrida et al, 2012). Pada daging ayam umumnya
bakteri yang sering dijumpai adalah Coliform, E.coli, Salmonella, dan Staphylococcus
aeureus. Bakteri tersebutlah yang merupakan penyebab kerusakan pada daging ayam
akibat mikrobiologi. (Nur 2020).

Tipe kerusakan yang ketiga yaitu kerusakan fisik. Kerusakan pada fisik daging
meruapakan kerusakan yang dapat dirasakan. Kerusakan ini meliputi warna, tekstur dan
aroma. Warna merupakan salah satu indikator penentu kualitas daging. Warna daging
ayam segar adalah putih kekuningan (Asmara et al, 2006). Penyimpanan daging ayam
dapat mempengaruhi kualitas warna pada daging ayam. Masa penyimpanan hingga 6 hari,
daging ayam mengalami penurunan warna dan pada masa penyimpanan 24 hari daging
ayam berubah warna menjadi gelap. Selanjutnya yaitu tekstur, daging ayam mengalami
penurunan tekstur seiring dengan masa penyimpanannya. Daging ayam yang disimpan
selama 6 hari sudah tidak kenyal karena mengalami dekomposisi. Terakhir yaitu aroma.
Aroma pada daging dihasilkan karena adanya protein dan lemak. Aroma juga dipengaruhi
oleh masa penyimpanan, daging ayam yang disimpan lama akan mengalami proses
oksidasi yaitu proses kontraksi dengan udara sehingga penguapan terjadi dan
menimbulkan aroma busuk. Aroma busuk ini ditandai dengan terbentuknya senyawa
berbau busuk seperti aminia, H2S, indom, dan amin yang merupakan hasil pemecahan
protein oleh mikroorganisme (Luthana, 2009).
PRODUK MAKANAN BASAH
(SUSU)
A. Deskripsi Produk
Susu adalah salah satu produk hasil dari peternakan yang ada di Indonesia yang
dibutuhkan oleh manusia. Susu merupakan suatu kompleks disperse koloid yang
mengandung globula lemak, kasein dan protein whey dalam larutan aqueous, dan beberapa
komponen lainnya (Jennes dan Oatton, 1959). Oleh karena itulah susu termasuk ke dalam
produk makanan basah karena berbentuk cair.
B. Kemasan Produk
Jenis bahan kemasan yang cocok untuk digunakan dalam produk susu pasteurisasi
ini adalah gelas, karton berlapis, polyethylene (PE), dan polyethylene terephthalate (PET).
Gelas merupakan bahan kemasan yang baik digunakan karena memiliki sifat tidak bereaksi
dengan bahan yang dikemas (inert), kuat, tahan rusak serta penghalang yang baik bagi
benda cair, padat maupun gas (Syarief et al, 1989). Menurut Girling (2000), kemasan gelas
digunakan karena mudah untuk dibersihkan dan dapat disterilisasi sehingga bisa
digunakan kembali dan didaur ulang. Kemasan gelas terdapat dalam dua warna yaitu gelas
bening dan gelas berwarna. Gelas diwarnai dengan warna amber berguna untuk
melindungi produk dari sinar ultraviolet (UV) dan gelas yang diberi warna hijau berguna
karena mampu memberi perlindungan parsial terhadap sinar UV.
Selanjutnya yaitu kemasan karton berlapis (coated paperboard). Kemasan karton
umumnya dilapisi dengan plastic PE dikedua sisinya (Kirwan, 2000). Untuk menambah
perlindungan pada produk maka kemasan karton dilapisi dengan alumunium foil atau film
plastik PET. Namun seiring dengan perkembangan teknologi, penggunaan alumunium foil
mulai diganti dengan ethylene vinyl alcohol (EVOH). EVOH berguna sebagai penghalang
yang sangat baik untuk oksigen dan limbahnya pun mudah untuk ditangani.
Kemasan yang lain yaitu polyethylene (PE). Berdasarkan densitasnya, PE dibagi
menjadi dua yaitu polietilen densitas rendah (low density polyethylene/LDPE) dan
polietilen densitas tinggi (high density polyethylene/HDPE). Dalam pengemasan susu,
kemasan PE yang baik adalah menggunakan kemasan berbahan dasar HDPE. Hal ini
dikarenakan HDPE merupakan baha plastik yang kaku dan tahan terhadap suhu tinggi
(120°c) sehingga cocok untuk produk yang perlu untuk pengolahan dengan pemanasan
yang tinggi (Syarief et al, 1989). Menurut Marsh dan Bugusu (2007), kemasan HDPE lebih
kuat daripada kemasan plastik yang lain karena lebih tahan terhadap bahan kimia, air dan
mudah diolah serta dibentuk.
Kemasan yang terakhir yaitu polyethylene terephthalate (PET). Kemasan PET baik
digunakan dalam produk ini karena kemasan ini memiliki sifat mekanis yang tinggi seperti
jernih, tahan terhadap sinar UV dan sebagai penghalang oksigen yang baik (Ros-Chumillas
et al, 2007). Menurut Park (2008), kemasan PET cocok digunakan untuk produk susu
karena memiliki permeabilitas yang rendah terhadap oksigen, tidak mudah bereaksi
dengan bahan kimia sehingga bisa mempertahankan nilai nutrisi susu dan kualitas sensoris
bahan pangan.
C. Teknik Penyimpanan Produk
Teknik penyimpanan produk susu yang sesuai adalah pasteurisasi. Teknik
pasteurisasi merupakan teknik yang dapat memperpanjang masa simpan susu tanpa
merubah banyak sifat fisiknya. Pasteurisasi susu dilakukan melalui proses pemanasan
dengan suhu dibawah titk didih susu yaitu 100,16°c. pasteurisasi dinilai cocok sebagai
teknik penyimpanan susu karena pada saat susu dipasteurisasi lama penyimpanan tidak
berpengaruh secara nyata terhadap kandungan protein susu pasteurisasi. Menurut Anema
(2008), kerusakan asam amino pada protein susu pasteurisasi bisa terjadi akan tetapi hanya
sedikit yaitu 1-4% sehingga tidak mempengaruhi nutrisi protein dalam susu pasteurisasi.
Oleh karena itulah, teknik penyimpanan dengan pasteurisasi dinilai tepat dalam
penyimpanan produk susu.
D. Tipe Kerusakan Produk
Tipe kerusakan susu yang pertama yaitu kerusakan mikrobiologi. Dalam susu
pasteurisasi kerusakan mikrobiologi disebabkan oleh bakteri Gram-negatif yang
mengontaminasi susu setelah pasteurisasi maupun bakteri gram-positif yang dapat
bertahan dalam suhu pasteurisasi (Boor dan Murphy, 2002). Bakteri yang tumbuh dalam
bakteri Gram-negatif adalah bakteri psikotropik yang diantaranya yaitu Pseudomonas,
Flavobacterium, Bacilus, Clostridium, dan Myocobacterium (Chye et al, 2004).
Tipe kerusakan yang selanjutnya yaitu kerusakan kimiawi. Pada susu pasteurisasi
kerusakan kimiawi meliputi oksidasi lipid, vitamin A dan riboflavin. Tingkat oksidasi lipid
pada susu pasteurisasi meningkat karena ditimbulkan oleh cahaya sehingga menyebabkan
susu menjadi baud an rasa menjadi tidak enak atau sering disebut tengik (Papachristou et
al, 2006). Vitamin A dan riboflavin juga rusak akibat paparan cahaya karena kedua zat
tersebut sangat sensitive terhadap cahaya (Fanelli et al, 1985).
Tipe kerusakan yang terakhir yaitu kerusakan sensoris. Pada kerusakan sensoris
ditandai dengan rusaknya flavor. Flavor merupakan gabungan antara aroma dan rasa yang
dapat menjadi identitas produk yang dapat membedakan produk satu dengan yang lainnya.
Kerusakan flavor pada susu diakibatkan oleh adanya oksidasi pada komponen bahan
pangan selama masa pengolahan maupun penyimpanan (Rahardjo, 2004).
PRODUK MAKANAN KERING
(KERIPIK TORTILLA)
A. Deskripsi Produk
Keripik tortilla merupakan salah satu olahan jagung yang berasal dari makanan
khas Meksiko. Menurut Santoso (2008), keripik tortilla merupakan sejenis keripik yang
terbuat dari jagung, berbentuk bundar dan gepeng yang memiliki ukuran yang berbeda-
beda. Karena keripik merupakan bahan makanan yang bertekstur kering maka keripik
tortilla termasuk kedalam produk makanan kering.
B. Kemasan Produk
Jenis kemasan yang cocok untuk keripik tortilla yaitu plastik alumunium foil.
Kemasan ini dinilai cocok karena pada keripik yang menggunakan kemasan PET dan PP
keripik mengalami peningkatan bilangan asam daripada keripik dengan kemasan
alumunium foil. Bilangan asam ini menunjukan besarnya kerusakan minyak dalam produk
pangan yang mengalami proses penggorengan. Hal ini terjadi karena PET dan PP bersifat
lebih transparan daripada alumunium foil, sehingga banyak cahaya tembus yang
menyebabkan terjadinya proses oksidasi lemak dalam keripik dan mengakibatkan produk
mengalami penurunan mutu yang lebih cepat (Abong dkk, 2011). Selain itu, pengemasan
dengan bahan alumunium foil lebih lama masa penyimpanannya daripada dengan kemasan
PET dan PP. Oleh karena itu, kemasan alumunium foil merupakan kemasan terbaik untuk
digunakan dalam pengemasan keripik tortilla.
C. Teknik Penyimpanan Produk
Teknik penyimpanan pada produk keripik tortilla yaitu penyimpanan di suhu
ruang. Penyimpanan di suhu ruang dan dengan menggunakan kemasan alumunium foil
merupakan cara terbaik untuk menyimpan keripik tortilla. Hal ini dinilai cocok karena
selama teknik penyimpanan di suhu ruang yang dikombinasikan dengan penggunaan
kemasan berbahan alumunium foil mampu memberikan waktu penyimpanan keripik
tortilla selama enam bulan karena hanya menghasilkan air 9,9%, abu 2,5% dan lemak
24,1% dimana hal ini masih sesuai dengan standar mutu SNI.
D. Tipe Kerusakan Produk
Tipe kerusakan yang pertama yaitu kerusakan kimiawi. Pada kerusakan ini yang
berubah adalah kadar air. Kadar air digunakan untuk mengawetkan pangan. (Winarno,
2020). Kadar air yang tinggi dapat menyebabkan karakteristik suatu pangan yaitu
memperpendek masa penyimpanan dan membuat mikroorganisme dapat merusak pangan.
Kerusakan ini dapat terjadi apabila selama masa perendaman dengan soda kue dan
perebusan.
Tipe kerusakan yang selanjutnya yaitu kerusakan sensoris. Aroma merupakan
suatu zat yang dapat menentukan kelezatan suatu bahan. Aroma terbentuk dari senyawa
yang menguap dari suatu makanan. Aroma yang keluar di setiap makanan berbeda-beda
sesuai dengan cara atau proses pengolahannya (Meilgaard et al, 2000). Oleh karena itulah
cara pengolahan suatu bahan pangan dapat mempengaruhi aroma makanan. Tekstur
merupakan salah satu indikator yang menentukan makanan lezat atau tidak. Tekstur
ditentukan oleh kandungan air, lemak, protein, dan karbohidrat (Fellows, 1990). Tekstur
ini diperoleh dari perendaman menggunakan soda kue. Apabila direndam soda kue dengan
konsentrasi yang banyak maka akan semakin renyah keripik tersebut, begitupun
sebaliknya. Oleh karena itulah tekstur dan aroma merupakan tipe kerusakan sensoris pada
keripik karena kedua factor tersebut menunjukan kelezatan suatu makanan.
REFERENSI

al, Achmad Jaelani et. "Berbagai Lama Penyimpanan Daging Ayam Broiler Segar Dalam
Kemasan Plastik Pada Lemari Es (Suhu 4°c) dan Pengaruhnya Terhadap Sifat Fisik dan
Organoleptik." Ziraa'ah, 2014119-128.
Dedin F Rosida, et al. "Keripik Salak Vacuum Frying Sebagai Alternatif Pengembangan
Produk Inovatif Di Daerah Agroklimat Bangkalan Madura." Jurnal Layanan
Masyarakat, 2020: 23-20.
Deglas, Welly. "Kajian Karakteristik Sifat Fisiko Kimia dan Organoleptik Keripik Singkong
Variasi konsentrasi Larutan Natrium Bikarbonat (NAHCO3) dengan Proses
Pendahuluan." Jurnal Teknologi Pangan , 2018: 157-163.
E. Triyannanto, et al. "Pengaruh Perbedaan Kemasan Primer pada Kualitas Fisik-Kimia,
Mikrobiologi serta Sensoris Daging Ayam Frozen Utus pada Suhu -18°C." Jurnal Sain
Perternakan Indonesia, 2021: 2.
Indrie Ambarsari, et al. "Perubahan Kualitas Susu Pasteurisasi Dalam Berbagai Jenis
Kemasan." Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah , 2012.
Kristanti, Novita Dewi. "Daya Simpan Susu Pasteurisasi Ditinjau Dari Kualitas Mikroba
Termodurik dan Kualitas Kimia." Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 2017: 1-17.
Nina Irawati, Neneng Yetty Hanurawaty. "PENGGUNAAN KEMASAN PLASTIK JENIS PE
(POLYTHYLEN), PP (POLYPROPYLEN) DAN PLASTIK WRAP TERHADAP
ANGKA KUMAN PADA DAGING AYAM." Jurnal Kesehatan, 2014: 1-102.
Nok Afifah, et al. "Pengaruh Kemasan Terhadap Masa Simpan Keripik Tortilla Modifikasi
Tempe dan Tepung Mocaf dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan
Arrhenius." Pusat Penelitian Teknologi Tepat Guna-LIPI, Agustus 2, 2021: 129-135.
Nur, Isye Jean. "Kualitas Kimia dan Mikrobiologis Daging Ayam Broiler Pada Pasar
Tradisional Kota Ambon." Journal of Biology and Applied Biology, 2020: 59-66.
Syarifah, Dewi Amrih dan Atika Nur. "Karakteristik Kimiawi Camilan Keripik Tortilla dengan
Substitusi Sayuran Hijau." Indonesian Journal of Agricultular and Food Research,
2020: 21-32.

Anda mungkin juga menyukai