Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Makalah Keperawatan Anak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN ANEMIA

Dosen pembimbing:

Ns. Zakiyah Mujahidah, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh:

KELOMPOK 5

Nabella Khofifah Fauziah (1033222038)

Nesia Rossamurti (1033222070)

Virginia Pipit Damayanti (1033222103)

Yuyun Hayatun (1033222057)


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufik, dan ilham-Nya. Sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan tugas
makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Anak dengan Anemia”.

Dalam menyusun makalah ini kami banyak mendapat hambatan dan kesulitan.
Namun berkat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya kami
dapat menyelesaikan penulisan makalah ini tepat pada waktunya.

Kami menyadari bahwa sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan
makalah ini.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
Mahasiswa dan Khususnya bagi kami sendiri.

Jakarta, 12 Maret 2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Tujuan Penulisan
1.3 Manfaat Penulisan

BAB 2 TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Klasifikasi Anemia
2.5 Manifestasi Klinis
2.6 Penatalaksanaan
2.7 Pengkajian Keperawatan
2.8 Diagnosa Keperawatan
2.9 Perencanaan, penatalaksanaan, evaluasi keperawatan

BAB 3 TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian keperawatan


3.2 Diagnosa keperawatan
3.3 Perencanaan, pelaksanaan, evaluasi keperawatan

BAB 4 PENUTUP

4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anemia adalah suatu istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen kejaringan
(Brunner & suddarth, 2001).

Penyebab anemia yang paling sering terjadi pada anak-anak adalah akibat
kekurangan vitamin B12 dan asam folat. Selain itu, anemia yang paling banyak
ditemukan pada anak-anak diberbagai negara didunia adalah anemia gizi besi.
Anemia gizi besi merupakan anemia yang disebabkan oleh defisiensi zat besi
dimana zat besi dalam tubuh tidak cukup untuk mempertahankan fungsi
fisiologis normal jaringan darah, otak, dan otot. Selain itu anemia gizi besi
juga dapat disebabkan karena kekurangan zat gizi mikro lainnya seperti
vitamin C, yang berfungsi sebagai enhancer untuk mencegah pengendapan
zat besi di dalam usus. Oleh karena itu, asupan zat gizi mikro harus seimbang
untuk menghindari terjadinya anemia gizi besi (izzania et al., 2021)

Anemia merupakan masalah kesehatan yang ekstrim diseluruh dunia dengan


prevalensi 37%, yang Sebagian besar terjadi pada masyarakat di negara-
negara berkembang seperti Asia Tenggara dan Afrika. Hasil Riskesdas tahun
2018 prevalensi anemia di Indonesia yaitu 23,7% dengan proporsi 22,7%
diperkotaan dan 25,0% dipedesaan dan 23,9% perempuan. Berdasarkan
kelompok umur, penderita anemia pada umur 15-24 tahun sebesar 32,0%
serta pada remaja putri dan Wanita pada usia subur 13-49 tahun masing-
masing sebesar 22,7% (Mataram & Antarini, 2020). Nilai ambang batas untuk
anemia menurut WHO (2001) adalah untuk umur 5-11 tahun < 11,5 g/L, untuk
umur 11-14 tahun ≤ 2,0 g/L, remaja diatas 15 tahun untuk anak perempuan <
12,0 g/L dan anak laki-laki < 3,0 g/L.

Penyebab mendasar kejadian anemia adalah rendahnya asupan zat besi serta
kesalah dalam konsumsi zat besi (Nasrudin et al., 2021). Faktor lain terjadinya
anemia gizi besi pada remaja putri yaitu pengetahuan yang kurang tentang
anemia, dan sikap yang tidak mendukung (Listiana, 2016).

Hasil penelitian Safitri dan Sri Maharani (2019), menunjukkan terdapat


hubungan antara pengetahuan gizi terhadap kejadian anemia pada remaja
putri di SMP Negeri 13 Kota Jambi. Sehingga dapat dikatakan bahwa remaja
putri yang memiliki pengetahuan tentang gizi kurang baik akan mengalami
anemia, dibandingkan mereka yang memiliki pengetahuan tentang gizi baik.

Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran


pengetahuan dan sikap tentang gizi seimbang pada remaja putri sebagai
upaya pencegahan anemia pada anak.

1.2 Tujuan Penulisan


1. Tujuan Umum
Dapat mengetahui gambaran pengetahuan dan asuhan keperawatan pada
anak remaja sebagai upaya pencegahan anemia.

2. Tujuan Khusus
a. Dapat memahami tentang definisi anemia pada anak.
b. Dapat memahami tentang penyebab anemia pada anak.
c. Dapat memahami tentang proses anemia pada anak.
d. Dapat memahami tentang tanda-tanda gejala pada anemia pada anak.
e. Dapat memahami asuhan keperawatan dengan anemia pada anak.

1.3 Manfaat Penulisan


a. Bagi masyarakat
Diharapakan makalah keperawatan dengan masalah anemia pada anak ini
dapat menjadi sarana untuk mengetahui status kesehatan anak dikalangan
masyarakat.

b. Bagi pengembangan ilmu dan teknologi keperawatan


Diharapkan dapat menjadi bahan/referensi bagi perpustakaan dan
pedoman atau acuan bagi peneliti selanjutnya.

c. Bagi penulis
Menambah wawasan dalam melaksanakan praktik keperawatan anak yang
dapat dipakai sebagai acuan dalam bekerja.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Anemia adalah kondisi berkurangnya sel darah merah atau yang biasa
disebut dengan eritrosit dalam sirkulasi darah atau hemoglobin sehingga
tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh
jaringan (Astuti & Ertiana, 2018).

Anemia merupakan istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah merah


dan kadar hematokrit di bawah nilai normal. Anemia bukan merupakan
penyakit tetapi merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin sebagai mengangkut oksigen ke seluruh
jaringan tubuh (Wijaya & Putri, 2013).

2.2 Etiologi
Jenis anemia berdasarkan penyebabnya yaitu (Wijaya & Putri, 2013).
a. Anemia pasca pendarahan
Terjadi akibat pendarahan massif seperti kecelakaan, operasi dan
persalinan dengan pendarahan.

b. Anemia defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
Hasil Penelitian di bagian Ilmu Kesehatan Anak penyebab anemia
defisiensi besi menurut umur adalah:
1. Bayi dibawah umur 1 tahun
Persediaan zat besi kurang karena berat badan lahir rendah atau
lahir kembar.
2. Anak berumur 1-2 tahun
Masukan besi yang kurang karena tidak mendapat makanan
tambahan, kebutuhan meningkat akibat infeksi berulang,
malabsorbsi, kehilangan darah berlebihan akibat pendarahan karena
infeksi parasite dan diverticulum meckeli.
3. Anak berumur 2-5 tahun
Masukan besi kurang karena jenis makanan, kebutuhan meningkat
karena infeksi berulang, kehilangan darah berlebihan akibat
pendarahan karena infeksi parasite dan diverticulum meckeli.
4. Anak berumur 5 tahun – masa remaja
Kehilangan berlebihan karena pendarahan antara lain akibat
infestasi parasit dan poliposis.
5. Usia remaja – dewasa
Pada wanita yaitu karena menstruasi berlebihan.

c. Anemia hematolik
Terjadi karena penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
1. Faktor intrasel
Faktor yang berasal dari dalam sel seperti, talasemia,
hemoglobnopatia (talasemia HbE, sickle cell anemia) sterositas,
defisiensi enzim eritrosit (G-6PD, piruvatkinase, glutation reductase).
2. Faktor ekstrasel
Faktor yang berasal dari luar sel seperti, Intoksikas, infeksi (malaria),
Imunologis (inkompatibilitas golongan darah, reaksi hematolik pada
transfusi darah).

d. Anemia aplastic
Terjadi karena terhentinya pembuatan sel darah sumsum tulang atau
kerusakan sumsung tulang.

2.3 Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum tulang atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan. Kegagalan sumsum tulang
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, invasi tumor atau kebanyakan
akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui pendarahan destruksi, dapat mengakibatkan defek sel merah yang
tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
Pecah atau rusaknya sel darah merah terjadi terutama dalam hati dan
limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran
darah. Setiap kenaikan destruksi sel merah atau hemolisis segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal
kurang lebih 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada
sklera). Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi
(pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
hemoglobinemia.
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma
(Protein pengikat hemoglobin yang terlepas dari sel darah merah yang
telah rusak) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam
glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). Anemia pada pasien
disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah
merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar
menghitung retikulosit dalam sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah
merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematanganya, seperti yang
terlihat dalam biopsy dan ada tidaknya hyperbilirubinemia dan
hemoglobinemia.

Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang
anak-anak, bayi cukup bulan yang lahir dari ibu nonanemik dan bergizi
baik, memiliki cukup persediaa zat besi sampai berat badan lahirnya
menjadi dua kali lipat pada umumnya saat berusia 46 bulan. Sesudah itu
zat besi harus tersedia dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan anak.
Jika asupan zat besi dari makanan tidak mencukupi maka terjadi anemia
defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi karena pengenalan
makanan padat yang terlalu dini (sebelum usia 4-6 bulan) dihentikannya
susu formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum usia 1
tahun dan minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan pada
kaya besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal
berlebihan atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga
tidak memiliki cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi
menderita anemia defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan. Anemia
defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan darah yang kronik.
Pada Bayi terjadi karena perdarahan usus kronik yang disebabkan oleh
protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak sembarang
umur kehilangan darah sebanyak 1-7 ml dari saluran cerna setiap hari
menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja putri anemia
defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi yang berlebihan.

Anemia aplastik diakibatkan karena rusaknya sumsum tulang.


Gangguannya berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai
akibat terhentinya pembentukan sel hemopoetik (sel-sel sumsum tulang
yang memproduksi sel darah merah, sel darah putih, dan kepingan darah)
dalam sumsum tulang.
Aplasia dapat terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga sistem hemopoetik
(eritropoetik, granulopoetik dan trombopoetik). Aplasia hanya mengenai
sistem eritropoetik disebut eritroblastopenia (anemia hipoplastik). Aplasia
mengenai sistem granulopoetik disebut agranulosistosis (Penyakit
Schultz), dan aplasia mengenai sistem trombopoetik disebut
amegakariositik trombositopenik (ATP). Bila mengenai ketiga-tiga sistem
disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam
folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA (Desoxyri bonucleic
acid) dan RNA (Ribonucleid acid), yang penting sekali untuk metabolisme
inti sel dan pematangan sel (Wijaya & Putri, 2013).
2.3.1 Pathway Anemia
Defisiensi B12, Kegagalan produksi SDM Destruksi SDM Perdarahan /
folat, besi oleh sumsum tulang berlebih hemofilia

Penurunan SDM

Hb berkurang

Anemia

Suplai O2 dan nutrisi ke


jaringan berkurang

Gastrointestinal Hipoksia SSP

Penurunan kerja Kerja lambung Mekanisme an aerob Reaksi


gastrointestinal menurun antar saraf
berkurang
ATP berkurang Asam laktat
Peristaltic Asam lambung
menurun meningkat pusing

Makanan kelelahan Energi untuk


Anoreksia
sulit dicerna membentuk
mual
antibodi
Intoleransi Gangguan
berkurang
konstipasi aktivitas perfusi jaringan
Perubahan nutrisi
kurang dari
Risiko
kebutuhan tubuh
infeksi

Sumber : https://www.scribd.com/document/248448707/Pathway-Anemia
2.4 Klasifikasi Anemia
Berdasarkan faktor morfologik SDM dan indeksnya, antara lain (Wijaya &
Putri, 2013).
a. Anemia Makroskopik atau Normositik Makrositik
Memiliki SDM lebih besar dari normal (MCV>100) tetapi normokromik
konsentrasi hemoglobin normal (MCHC normal). Keadaan ini
disebabkan terganggunya atau terhentinya sitesis asam
deoksibonukleat (DNA) yang ditemukan pada defisiensi B12, asam
folat, dan pada pasien yang mengalami kemoterapi kanker disebabkan
agen-agen menggangu sintesis DNA.
1. Anemia yang Megaloblastic berkaitan dengan kekurangan dari
vitamin B12 dan asam folic tidak cukup atau penyerapan yang tidak
mencukupi, kekurangan folate secara normal tidak menghasilkan
gejala jika B12 cukup. Anemia megaloblastic merupakan penyebab
paling umum anemia macroytic.
2. Anemia pernisiosa merupakan suatu kondisi autoimmune yang
melawan sel parietal dari perut. Sel parietal menghasilkan factor
intrinsic, diperlukan dalam menyerap vitamin B12 dari makanan.
Penghancuran dari sel parietal menyebabkan kematian factor
intrinsic dan tidak dapat menyerap vitamin B12.

b. Anemia Mikrositik
Anemia Hipokromik mikroskotik, Mikroskotik adalah sel kecil, hipokronik
adalah pewarna yang berkurang. Sel-sel ini mengandung hemoglobin
dalam jumlah yang kurang dari jumlah normal, keadaan ini
menyebabkan kekurangan zat besi seperti anemia pada defisiensi besi,
kehilangan darah kronis dan gangguan sintesis globin.
1. Anemia kekurangan besi merupakan jenis anemia yang paling
umum dari semua jenis anemia dan yang paling sering adalah
microytic hypochromic. Anemia kekurangan besi disebabkan Ketika
penyerapan atau masukan dari zat besi tidak cukup. Zat besi adalah
suatu zat di dalam tubuh yang erat dengan ketersediaan jumlah
darah yang diperlukan dan kekurangan zat besi mengakibatkan
berkurangnya hemoglobin di dalam sel darah merah.
2. Hemoglobinopathies lebih jarang. Di masyarakat kondisi ini adalah
lazim seperti anemia sel sabit merupakan kondisi sel-sel darah
merah berbentuk bulan sabit, dan thalassemia merupakan penyakit
kelainan darah.

c. Anemia Normositik
SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah
hemoglobin normal. (MCV dan MHCH normal atau rendah) tetapi
mengalami anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah pendarahan
yang akut, anemia dari penyakit yang kronis, anemia yang aplastic
(kegagalan sumsum tulang).

2.5 Manifestasi Klinik


Menurut (Handayani & Haribowo, 2008) tanda dan gejala anemia yaitu:
a. Gejala umum pada anemia Gejala umum anemia disebut sindrom
anemia. Gejala umum anemia merupakan gejala yang timbul pada
semua anemia pada kadar hemoglobin yang sudah menurun di bawah
nilai normal.
Gejala-gejala tersebut diklasifikasikan menurut organ yang terkena:
1. Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak
nafas, saat beraktivitas, gagal jantung.
2. Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata
berkunang, kelemahan otot, iritabilitasi, lesu, serta perasaan dingin
pada akstermitas.
3. Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
4. Epitel: warna kulit pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun, rambut tipis dan halus.
b. Gejala khas masing-masing anemia
Gejala khas menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah:
1. Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis.
2. Anemia defisiensi asam folat: lidah merah.
3. Anemia hemolitik: icterus dan hepatosplenomegaly.
4. Anemia aplastic: pendarahan kulit atau mukosa dan tanda infeksi.
2.6 Penatalaksanaan
2.6.1 Terapi
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat pemberian terapi
pada penderita anemia antara lain (Bakta, 2017).
a. Pengobatan diberikan berdasarkan hasil diagnose yang telah
ditegakkan.
b. Pemberian hematinik (obat yang membantu proses
pembentukan sel darah merah) tidak dianjurkan untuk pemberian
tanpa indikasi yang jelas.
c. Pengobatan anemia dapat berupa sebagai berikut:
1. Terapi untuk keadaan darurat misalnya pendarahan akut
akibat anemia aplastic yang mengancam jiwa atau anemia
pasca pendarahan akut yang disertai dengan gangguan
hemodinamik.
2. Terapi suportif, memberikan makan gizi seimbang terutama
mengandung kadar besi yang tinggi yang bersumber dari
hewani, yaitu hati, limfa, daging dan dari nabati yaitu bayam,
kacangkacangan.
3. Terapi untuk khusus untuk masing-masing jenis anemia.
4. Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menjadi
penyebab anemia tersebut.
d. Dalam keadaan diagnose akurat tidak dapat ditegakkan,
terpaksa memberikan terapi percobaan ex juvantivus. Kita harus
melakukan pemantauan yang ketat pada respon terapi dan
perubahan perjalanan penyakit dan melakukan evaluasi tentang
kemungkinan perubahan diagnosis.
e. Transfusi darah diberikan pada anemia setelah pendarahan
akut dengan tanda-tanda gangguan hemodinamik. Pada anemia
kronik transfuse hanya diberikan jika anemia bersifat adanya
ancaman payah jantung diberikan packed red cell jangan whole
blood. Anemia kronik sering dijumpai peningkatan volume darah
oleh karena itu transfusi darah harus diberikan tetesan secara
pelan. Dapat juga diberikan diuretika kerja cepat misalnya
furosemide sebelum transfusi.
2.6.2 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Muscari (2005), pemeriksaan diagnostik pada anemia
adalah:
a. Jumlah pemeriksaan darah lengkap dibawah normal (Hemoglobin
<12 g/dL, Hematokrit < 33%, dan sel darah merah).
b. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
c. Kadar B12 serum rendah pada anemia pernisiosa.
d. Tes comb direk positif menandakan anemia hemolitik autoimun.
e. Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe hemoglobin
abnormal pada penyakit sel sabit.
f. Tes schilling digunakan untuk mendiagnosa defisiensi vitamin
B12.

2.7 Pengkajian Keperawatan


a. Usia anak: Fe ↓ biasanya pada usia 6-24 bulan.
b. Pucat : pasca perdarahan, pada difisiensi zat besi, anemia hemolistik,
anemia aplastic.
c. Mudah Lelah: kurangnya kadar oksigen dalam tubuh.
d. Pusing kepala: kurangnya asupan atau aliran darah keotak.
e. Napas pendek: rendahnya kadar Hb.
f. Nadi cepat: Kompensasi dari refleks cardiovascular.
g. Eliminasi urnie dan kadang-kadang terjadi penurunan produksi urine:
Penurunan aliran darah ke ginjal sehingga hormon renin angiotensin
aktif untuk menahan garam dan air sebagai kompensasi untuk
memperbaiki perpusi dengan manefestasi penurunan produksi urine.
h. Gangguan pada sistem saraf: Anemia difisiensi B 12.
i. Gangguan cerna: Pada anemia berat sering nyeri timbul nyeri perut,
mual, muntah dan penurunan nafsu makan.
j. Iritabel (cengeng, rewel atau mudah tersinggung).
k. Suhu tubuh meningkat: Karena dikeluarkanya leokosit dari jaringan
iskemik.
l. Pola makan.
m. Pemeriksaan penunjang: Nilai normal sel darah: Jenis sel darah:
Eritrosit (juta/mikro lt) umur bbl 5,9 (4,1 – 7,5), 1 Tahun 4,6 (4,1 – 5,1),
5 Tahun 4,7 (4,2 -5,2), 8 – 12 Tahun 5 (4,5 -5,4).
Hb (gr/dl) Bayi baru lahir 19 (14 – 24), 1 Tahun 12 (11 – 15), 5 Tahun
13,5 (12,5 – 15), 8 – 12Tahun 14 (13 – 15,5).
Leokosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 17.000 (8-38), 1 Tahun 10.000 (5
– 15), 5 Tahun 8000 (5 – 13), 8 – 12 Tahun 8000 (5-12).
Trombosit (per mikro lt) Bayi baru lahir 200.000, 1 Tahun 260.000, 5
Tahun 260.000, 8 – 12Tahun 260.0004.
Hemotokrit (%0) Bayi baru lahir 54, 1 Tahun 36, 5 Tahun 38, 8 – 12
Tahun 40.

2.8 Diagnosa Keperawatan


Menurut Wijaya (2013) dari hasil pengkajian di atas dapat disimpulkan
diagnosa keperawatan sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah.
b. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan inadekuat intake makanan
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
e. Kecemasan orang tua berhubungan dengan proses penyakit anak.
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar dengan
informasi.
g. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh sekunder
menurun (penurunan Hb), prosedur invasif.

2.9 Evaluasi Keperawatan


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


Data subyektif:

Data obyektif:

3.2 Diagnosa Keperawatan


3.3 Perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan, evaluasi
keperawatan
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Anemia adalah keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin
(protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal.Sel
darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka
mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh bagian
tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat mengangkut
oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.

4.2 Saran
a. Semoga makalah ini dapat bermamfaat bagi yang pembaca, terutama
mahasiswa keperawatan.
b. Semoga dapat menjadi bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa
keperawatan.
BAB V

DAFTAR ISI

Brunner and Suddarth. (2001). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Oktaviani, I., Rahmawati, D., & Kana, Y. (2021). Prevalensi dan factor risiko anemia
pada anak di Negara Maju. Jurnal Kesehatan masyarakat Indonesia, 16(4), 218-
226. Diambil dari
https://www.researchgate.net/publication/357467913_Prevalensi_dan_Faktor_Risi
ko_Anemia_pada_Anak_di_Negara_Maju

Wijaya, A, S & Putri, Y, M. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan


Dewasa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai