Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

LP Atresia Ani R.bedah Anak

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ATRESIA ANI DI RUANG BEDAH ANAK


RSD GUNUNG JATI KOTA CIREBON

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Praktikum Klinik Mahasiswa Stase Keperawatan Anak

Pembimbing Akademik:
Ns. Nanang Saprudin, S. Kep., M. Kep.
Ns. Neneng Aria Nengsih, S. Kep., M. Kep.

Disusun Oleh :
Yani Triyani
JNR0220109

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN
TAHUN 2022/2023
A. Definisi
Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna.  Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2018).
Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya perforasi membran yang
memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus
namun tidak berhubungan langsung dengan rectum. ( agung hidayat, 2019 )
Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau
tertutupnya anus secara abnormal (Suriadi & Yuliani, R, 2019).

B. Anatomi Fisiologi
Pencernaan adalah proses pemecahan molekul-molekul zat makanan dari yang lebih
besar menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga dapat diserap oleh dinding usus
halus. Proses pencernaan makanan dibantu oleh HCl, garam empedu dan berbagai enzim
pencernaan yang disekresikan oleh kelenjar pencernaan. Selain kelenjar pencernaan, proses
ini juga memerlukan alat-alat pencernaan.

Berikut dijelaskan proses pencernaan makanan secara berurutan dari mulut hingga usus
besar:
a. Mulut
Di dalam rongga mulut, makanan dicerna secara mekanik dan kimiawi. Pencernaan
mekanik dibantu beberapa organ yaitu gigi dan lidah. Gigi berfungsi untuk memotong
dan penghalus makanan. Lidah digunakan untuk mengatur letak makanan dalam
mulut, sebagai indra perasa dan mendorong makan masuk ke kerongkongan. Adanya
kelenjar ludah di sekitar mulut dapat membantu pencernaan secara kimiawi. Kelenjar
tersebut menghasilkan enzim ptialin yang berfungsi memecah amilum menjadi
disakarida.
b. Kerongkongan (Oesophagus)
Organ ini berfungsi menghubungkan mulut dengan lambung (panjang: sekitar 20 cm).
Selama di kerongkongan makanan tidak mengalami proses pencernaan, karena di
kerongkongan hanya terjadi gerak peristable.
c. Lambung (Gaster)
Lambung berbentuk seperti kantung yang terdiri dari fundus, kardiak dan pilorus. Di
organ ini makanan dicerna secara kimiawi dengan bantuan getah lambung. Sekresi
getah lambung dipacu oleh hormon Gastrin.
d. Usus Halus (Intestin)
Saluran usus halus merupakan saluran terpanjang yang terdiri dari duodenum (usus
dua belas jari),  jejunum (usus kosong) dan ileum (usus penyerapan). Dalam usus
duodenum bermuara dua saluran dari pankreas dan hepar. Hepar akan mengirimkan
getah empedu ke duodenum untuk mengemulsikan lemak. Usus halus juga bisa
mensekresi enzim antara lain erepsinogen dan enterokinase. Enterokinase adalah
enzim pengaktif, yang dapat mengaktifkan tripsinogen menjadi tripsin dan
erepsinogen menjadi erepsin. 
Hasil pencernaan di usus halus akan diserap oleh jonjot usus (villi) yang ada di illeum
dan kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Sebelum beredar, sari makanan dialirkan
dulu ke hepar melalui vena porta hepatica. Khusus untuk lemak dan vitamin yang
larut dalam lemak tidak diangkut melalui darah tapi melalui pembuluh getah bening.
e. Usus Besar (Colon)
Di dalam colon tidak ada lagi proses pencernaan. Dengan adanya Escherichia coli,
sisa pencernaan akan dibusukkan dan diperoleh vitamin K dari proses tersebut.
Fungsi utama colon adalah mengatur keadaan air sisa makanan.
f. Rektum
Rektum ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai dari pertengahan sakrum sampai
kanalis anus.
Rektum terletak dalam rongga pelvis didepan os sarkum dan os koksigis.
Rektum terdiri atas dua bagian yaitu :
1) Rektum propia : bagian yang melebar disisa sebut ampula rekti, jika terisi
makanan akan timbul hasrat defekasi
2) Rektum analis rekti : sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos (muskulus
spingter ani  internus dan muskulus sfingter ani eksternus). Kedua otot ini
berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rektum mengandung pembuluh
darah, jaringan mukosa dan jaringan otot yang membentuk lipatan  disebut
kolumna rektalis. Bagian bawah terdapat vene rektalis (hemoroidalis superior dan
inferior) yang sering mengalami pelebaran atau varises yang disebut wasir
(ambeyen).
g. Anus
Anus merupakan saluran pencernaan yag berhubungan dengan dunia luar terletak
didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh spingter ani yang terdiri atas :
1) Spingter ani internus : terletak disebelah dalam bekerja tidak menurut kehendak
2) Spingter lefatomi : bagian tengaah bekerja tidak menurut kehendak
3) Spingter ani eksternus : sebelah luar bekerja menurut kehendak
Defekasi adalah hasil refleks. Apabila bahan feses masuk kedalam rektum,
dinding rektum akan meregang menimbulkan impuls aferens disalurkan melalui pleksus
mesentrikus sehingga menimbulkan gelombang peristaltik pada kolon desenden dan
kolon sigmoid yang akan mendorong feses ke arah anus. Apabila gelombang peristaltiik
sampai di anus, spfingter ani internus akan menghambat feses sementara dan sfingter ani
eksternus melemas sehingga terjadi defekasii.
C. Etiologi
Penyebab sebenarnya dari atresia ani ini belum di ketahui pasti, namun ada sumber yang
mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan oleh :
a. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan
pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
b. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang
anus.
c. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.
d. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter, dan otot dasar
panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter internal mungkin tidak
memadai. Menurut penelitian beberapa ahli masih jarang terjadi bahwa gen autosomal
resesif yang menjadi penyebab atresia ani. Orang tua tidak diketahui apakah mempunyai
gen carier penyakit ini. Janin yang diturunkan dari kedua orang tua yang menjadi carier
saat kehamilan mempunyai peluang sekitar 25 % - 30 % dari bayi yang mempunyai
sindrom genetik, abnormalitas kromosom, atau kelainan kongenital lain juga beresiko
untuk menderita atresia ani (Purwanto, 2019).

D. Tanda Dan Gejala


Tanda dan gejala yang khas pada klien antresia ani seperti :
1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi.
3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah letaknya
4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula).
5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
7. Perut kembung. ( Amin Huda & hardhi Kusuma, 2015 )

E. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi antra lain:
a. Asidosis hiperkioremia
b. Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
c. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah)
d. Komplikasi jangka panjang : Eversi mukosa anal, stenosis (akibat kontriksi jaringan
perut dianastomosis)
e. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training
f. Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
g. Prolaps mukosa anorektal
h. Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dean infeksi

F. Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :
1. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan
4. Berkaitan dengan sindrom down
5. Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan

Terdapat tiga macam letak


1. Tinggi (supralevator): rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan
jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator
biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
2. Intermediate: rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya
3. Rendah: rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung
rectum paling jauh 1 cm.
4. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum
5. Pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostik yang umum
dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice) dapat menunjukkan
adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada mekonium yang mencegah
udara sampai keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal kantong.
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan menusukan jarum tersebut
sampai melakukan aspirasi, jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5
cm Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan
a. Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di daerah tersebut.
b. Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir dan gambaran
ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan
anus impoefartus. Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c. Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan kepala dibawah dan
kaki diatas pada anus benda bang radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda
radio-opak dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur.

H. Penatalaksanaan Medis
Ada dua beeberapa penatalksanaan antra lain :
1) Pemedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan
kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit prosedur pengobatanya.Untuk kelainan
dilakukan kolostomi beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus
permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan pada bayi berusia 12 bulan.
Pembedahan ini dilakukan pada usia 12 bulan dimaksudkan untuk member waktu pada
pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah
Berat badan dan bertambah baik status nutrisiny. Gangguan ringan diatas dengan
menarik kantong rectal melalui afingter sampai lubang pada kulit anal fistula, bila ada
harus di tutup kelainan membrane mukosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang
minimal membrane tersebut dilubangi dengan hemostratau skapel

2) Pengobatan
a) Aksisi membrane anal (membuat anus buatan)
b) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah 3 bulan dilakukan
korksi sekaligus (pembuatan anus permanen)

I. Konsep Asuhan Keperawatan


A. PENGKAJIAN

1.   Biodata klien
2.   Riwayat keperawatan
a.  Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang
b.  Riwayat kesehatan masa lalu
3.   Riwayat tumbuh kembang
a.  BB lahir abnormal
b.  Kemampuan motorik halus, motorik kasar, kognitif dan tumbuh kembang pernah
mengalami trauma saat sakit
c.  Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal
d.  Sakit kehamilan tidak keluar mekonium
4.   Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani
post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan
munta dampak dari anestesi.
5.   Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh
dibersihkan dari bahan – bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan.
Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien
akan mengalami kesulitan dalam defekasi
6.  Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
7.   Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa
lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
8.  Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
9.   Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort.
Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi
10.  Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit.
Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk
melaksanakan peran
11.  Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi
12.  Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi, Adanya faktor stress lama, efek
hospitalisasi, masalah keuangan
13.  Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam
memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan
ibadah.
14.  Pemeriksaan fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak
merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang
dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan
hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin
dan vagina. (Mediana,2011)

B. Diagnosa
1. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
akibat pembedahan
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari
kolostomi.
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.
C. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 Gangguan Rasa Nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan akibat pembedahan
Tujuan: Nyeri Berkurang
Kriteria hasil:
a. Skala nyeri 1-3
b. Klien rileks
Intervensi:
a. Kaji tingkat nyeri klien, frekuensi dan intensitas nyeri
b. Ajarkan teknik relaksasi distraksi
c. Berikan posisi yang nyaman pada pasien
d. Jelaskan penyebab nyeri dan awasi perubahan kejadian
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikas

2. Dx 2 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terdapat stoma sekunder dari


kolostomi.
Tujuan : Klien tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan kulit lebih lanjut.
Intervensi :
a. Gunakan kantong kolostomi yang baik
b. Kosongkan kantong ortomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong
c. Lakukan perawatan luka sesuai order dokter

3. Dx 3 Kurang pengetahuan berhubungan dengan perawatan di rumah.


Tujuan : Orang tua dapat meningkatkan pengetahuannya tentang perawatan di rumah.
Intervensi :
a. Ajarkan pada orang tua tentang pentingnya pemberian makan tinggi kalori tinggi
protein.
b. Ajarkan orang tua tentang perawatan kolostomi.
Pathway Atresia Ani
Daftar Pustaka

Adriana (2018), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta : Salemba Medika

Coyne (2019), Terapi bermain Terhadap Anak Prasekolah. Jakarta : EGC Dalami, E.,
Suliswati, dkk (2019). Asihan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial.Jakarta
: Trans Info Medika
Herdman,T.Heather.(2019).Diagnosiskeperawatandefinisi&klasifikasi2015-2017 edisi10.Jakarta:
EGC.
Parker & Wampler (2018) Keperawatan Anak Jakarta : Salemba Medika Kartika (2013), Terapi
bermain anak prasekolah : Salemba Medika.
Sherwood,L. (2018) FisiologiManusia: Dari Selke Sistem. Jakarta: EGC.
Sekriptini, A.Y.(2013).Pengaruh terapi bermain boneka tangan terhadap Penurunan kecemasan
pada anakdi Ruang UGDRSUDKotaCirebon. Tesis.FIK UniversitasIndonesia.

SueMoorhead,dkk. (2018).Nursing Outcomes Classification (NOC)edisibahasa Indonesia.:


ELSEVER.
Wong dkk (2019).Buku Ajar Keperwatan Pediatrik.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai