Pemberian Obat Parenteral
Pemberian Obat Parenteral
Pemberian Obat Parenteral
Disusun Oleh :
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan tugas makalah ini.
Terwujudnya makalah ini tentu berkat bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan
dengan itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................................................4
Rumusan Masalah ........................................................................................................6
Tujuan ..........................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
Selain itu pada wadah parenteral obat suntik, termasuk tutupnya tidak boleh
berinteraksi dengan sediaan baik secara fisik maupun kimia, sehingga akan mengubah
kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah terbuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak
berwarna atau berwarna kekuningan agar memungkinkan pemeriksaan isi (Lukas S, 2006).
Pada wadah sediaan dosis ganda juga memungkinkan untuk melakukan penarikan isi
4
wadah secara berturut turut tanpa mengubah kekuatan, mutu, atau kemurnian bagian isi
wadah yang tersisa didalam wadah (Buchanan, Schneider P.J 2010).
Selain itu untuk menjaga stabilitas mutu sediaan dosis ganda parenteral, juga
diharuskan mengandung zat pengawet antimikroba. Kapasitasnya tidak boleh lebih besar dari
30 ml kapasitasnya, untuk membatasi jumlah tusukan yang dibuat pada tutup dan untuk
menjaga sterilitas sediaan. Pembatasan ini juga untuk menjaga berlebihnya zat pengawet
antimikroba yang diberikan bersama dengan obat, sediaan dosis ganda yang lazim
mengandung ± 10 dosis lazim obat suntik (Ansel, 2005).
Salah satu zat pengawet antimikroba yang dipakai adalah benzalkonium klorida,
selain sebagai antimikroba pengawet ini juga berfungsi sebagai antiseptik, disinfektan dan zat
pembasah, bezalkonium klorida merupakan salah satu sediaan yang sering digunakan pada
konsentrasi 0.01-0.02. selain syarat-syarat sterilitas dari sediaan tersebut tindakan lain yang
mendukung juga perlu diperhatikan (Raymond, 2006).
Tindakan-tindakan aseptik yang ketat juga harus dilakukan setiap waktu untuk
menghindarkan resiko infeksi. Tidak hanya larutan obat yang harus steril tetapi jarum dan
alat suntik yang digunakan juga harus steril serta titik dimana jarum masuk harus dibersihkan
untuk mengurangi kemungkinan terbawanya bakteri dari kulit ke darah lewat jarum (Ansel,
2005).
Pengontrolan lingkungan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam
industri modern maupun pada rumah sakit, pada ruangan bersih yang ada di rumah sakit
terutama ruang bedah. Kontrol kualitas lingkungan merupakan masalah penting yang dapat
mempengaruhi kualitas sediaan parenteral. Dari penelitian telah dibuktikan bahwa ada
hubungan langsung antara tingkat pengontrolan lingkungan dengan kualitas akhir sediaan
parenteral (Agoes, 2009).
Ruangan aseptik adalah ruangan yang bersih, secara harfiah ruangan aseptik memiliki
arti yang khusus seperti yang didefinisikan oleh International Organization for
Standarization (ISO) 14644-1 yaitu ruangan dimana konsentrasi partikel udara dikendalikan,
dan bangunan yang digunakan harus bisa meminimalisir, generasi, dan penyimpanan di
dalam ruangan dengan parameter yang relevan antara lain suhu, kelembaban, dan tekanan, di
kendalikan sesuai kebutuhan (Whyte, 2001).
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi
dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk
memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan
5
kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindari pencemaran-silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang
dapat menurunkan mutu obat (CPOB, 2006).
Salah satu sediaan parenteral injeksi yang banyak di pakai di rumah sakit di daerah
malang adalah sediaan Difenhidramin yang pemakaiannya digunakan sebagai antialergi,
gejala pusing, panas, serta menggigil (Gerald, 2011) sediaan ini terdiri dari sediaan ampul 2
ml dan sediaan vial yang berisi 15 ml, sediaan ini juga masih banyak dipakai di puskesmas
dalam bentuk wadah ampul.
Pada penggunaan injeksi Difenhidramin dosis ganda, volume 15 ml cenderung
kurang aseptik karena setelah pengambilan sediaan, jarum suntik masih di biarkan menancap
di dalam sediaan tersebut, sehingga kemungkinan timbulnya kontaminasi pada sediaan bisa
terjadi, menurut Voigt Rudolf “kemungkinan adanya pirogen dalam sediaan dapat
menyebabkan munculnya reaksi demam tinggi, yang dihubungkan dengan demam menggigil,
cemas, kesulitan bernapas, lemahnya peredaran darah, nyeri kepala dan nyeri bagian tubuh”.
Selain itu cara penyimpanan sediaan dosis ganda Difenhidramin pada rumah sakit
tersebut di lakukan pada ruangan terbuka tanpa ada ruangan khusus untuk sediaan injeksi
atau sediaan parenteral, dan lama penggunaan sediaan tersebut antara satu Minggu sampai
tiga Minggu hingga habisnya sediaan, untuk itu diperlukan adanya pengujian untuk
membuktikan sterilitas dari sediaan Difenhidramin terkait frekuensi dan perlakuan seperti
pada hasil survey yang telah dilakukan.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Resiko infeksi dapat terjadi bila perawat tidak memperhatikan dan melakukan tekhnik
aseptic dan antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian obat parenteral, obat
diinjeksikan melalui kulit menembus system pertahanan kulit. Komplikasi yang seringv
terjadi adalah bila pH osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang diinjeksikan tidak sesuai
dengan tempat penusukan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar tempat
injeksi.
7
jaringan intra kutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum
dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral.
f. Prosedur Kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Bebaskan daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan pakaian, maka buka pakaian dan di keataskan.
8
3. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu tempatkan
pada bak injeksi.
4. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
5. Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).
6. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat
dari permukaan kulit.
7. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga habis.
8. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan ke
dalam bengkok.
9. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.
10. Cuci tangan.
g. Daerah penyuntikan
Dilengan bawah : bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari
pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.
Di lengan atas : 3 jari di bawah sendi bahu, di tengah daerah muskulus deltoideus.
a. Pengertian
Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan di bawah kulit yang dapat
dilakukan pada daerah lengan bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dairi
bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan sekitar umbilicus (abdomen).
b. Tujuan
Pemberian obat melalui jaringan sub kutan ini pada umumnya dilakukan
dengan program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula
darah. Pemberian insulin terdapat 2 tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena adanya
penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe
lambat.
9
Tempat injeksi
Jenis spuit dan jarum suntik yang akan digunakan
Infeksi nyang mungkin terjadi selama injeksi
Kondisi atau penyakit klien
Apakah pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat
Obat yang akan diberikan harus benar
Dosis yang akan diberikan harus benar
Cara atau rute pemberian yang benar
Waktu yang tepat dan benar
– Kontra indikasi : obat yang merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak larut dalam
air atau minyak.
f. Prosedur kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan pakaian, maka buka pakaian dan di keataskan.
10
4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu
tempatkan pada bak injeksi.
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
6. Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).
7. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45
derajat dari permukaan kulit.
8. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga
habis.
9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan
ke dalam bengkok.
10. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.
11. Cuci tangan.
g. Daerah Penyuntikan
Otot Bokong (musculus gluteus maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah 1/3 bagian
dari Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus)
b. Tujuan
pemberian obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi
langsung dan masuk ke dalam pembuluh darah.
11
setiap injeksi intra vena dilakukan amat perlahan antara 50 sampai 70 detik lamanya.
Tempat injeksi harus tepat kena pada daerha vena.
Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
Kondisi atau penyakit klien.
Obat yang baik dan benar.
Pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat dan benar.
Dosis yang diberikan harus tepat.
Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi harus benar.
– kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan
endapan dengan protein atau butiran darah.
12
4. Ambil obat pada tempatnya sesuai dosi yang telah ditentukan. Apabila obat dalam
bentuk sediaan bubuk, maka larutkan dengan aquades steril.
5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan injeksi.
6. Tempatkan obat yang telah di ambil ke dalam bak injeksi.
7. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung pada bagian atas daerah yang akan
dilakukakn pemberian obat atau minta bantuan untuk membendung daerah yang
akan dilakukan penyuntikan dan lakukan penekanan.
9. Ambil spuit yang berisi obat.
10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke
pembuluh darah.
11. Lakukan aspirasi, bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung
semprotkan hingga habis.
12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik secara perlahan-lahan dan lakukan
masase pada daerah penusukan dengan kapas alcohol, spuit yang telah digunakan
di masukkan ke dalam bengkok.
13. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
14. Cuci tangan.
B. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Vena Secara tidak Langsung.
a. Pengertian
Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke
dalam wadah cairan intra vena.
b. Tujuan
pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk meminimalkan efek
samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.
13
Pasien yang akan di berikan injeksi tidak langsung adalah pasien yang tepat dan
benar.
Dosis yang diberikan harus tepat.
Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi tidak langsung harus tepat dan benar.
– kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan
endapan dengan protein atau butiran darah.
14
10. Cuci tangan.
11. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis pemberian.
g. Daerah Penyuntikan :
Pada Kepala (v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus pada anak – anak
a. Pengertian
Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat
dilakukan pada daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi
berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid).
b. Tujuan
Agar obat di absorbs tubuh dengan cepat.
15
d. Indikasi dan kontra indikasi
– indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit,
jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya.
– kontra indikasi : Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saraf besar di
bawahnya.
g. Daerah Penyuntikan :
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Obat dapat diberikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi pasien,
diantaranya : sub kutan, intra kutan, intra muscular, dan intra vena. Dalam pemberian obat
ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu indikasi dan kontra indikasi pemberian obat.
Sebab ada jenis-jensi obat tertentu yang tidak bereaksi jika diberikan dengan cara yang
salah.
Saran.
Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak
baik jika kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian
bahkan akibatnya bias fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus
melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah
yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun oranglain.
18
DAFTAR PUSTAKA
https://eprints.umm.ac.id/29159/2/jiptummpp-gdl-yayanrusad-31223-2-babi
%20%281%29.pdf
https://materigizidandietsemester2.wordpress.com/2015/05/22/pemberian-obat-
parenteral-injeksi/
https://eprints.umm.ac.id/29159/2/jiptummpp-gdl-yayanrusad-31223-2-babi
%20%281%29.pdf
19