Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Pemberian Obat Parenteral

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

PEMBERIAN OBAT PARENTERAL

Disusun Oleh :

Sandi Setiawan E2214401005

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA


Jl.Tamansari Km 2,5 Mulyasari,Kec.Tamansari,Kab.Tasikmalaya,Jawa Barat
2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan tugas makalah ini.

Makalah disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan


Farmakologi. Selain itu, penulis berharap dengan adanya penulisan makalah ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan bagi para pembaca dan juga penulis

Terwujudnya makalah ini tentu berkat bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan
dengan itu, ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini.

Penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis
menerima saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang..............................................................................................................4
Rumusan Masalah ........................................................................................................6
Tujuan ..........................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN

1. Pemberian Obat Secara Parenteral...........................................................................7


2. Pemberian obat via jaringan intra kutan..................................................................7
3. Pemberian Obat Via Jaringan SubKutan.................................................................9
4. Pemberian Obat Via Intra Vena...............................................................................11
5. Pemberian Obat Via Intra Muskular........................................................................15
BAB III PENUTUP
Kesimpulan...................................................................................................................18
Saran.............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengenalan injeksi untuk pertama kalinya pada manusia sudah terjadi sejak tahun
1660, meskipun begitu perkembangan sediaan injeksi terjadi pada tahun (1852), sediaan
injeksi yang pertama kali di perkenalkan adalah sediaan ampul gelas, dan selanjutnya, ampul
gelas telah dijelaskan oleh apoteker limousin (Perancis, 1886) dan oleh Friedlaender (Jerman)
(Voight, 1994).
Untuk perkembangan selanjutnya, pada sediaan parenteral pemberian utamanya
adalah melalui penyuntikan intravena, subkutan, dan intramuskular yang merupakan rute
pemberian obat yang cukup kritis jika di bandingkan dengan pemberian obat secara oral
ataupun pemberian melalui rute yang lain (Agoes, 2009).
Karena pemberian sediaan parenteral langsung menuju jaringan, maka sediaan
parenteral disyaratkan harus bebas kontaminan dan mikroorganisme, sehingga perlu adanya
sterilisasi. Sterilisasi adalah menghilangkan semua bentuk kehidupan, baik bentuk patogen,
nonpatogen, vegetatif, maupun nonvegetatif dari suatu objek atau material. Hal tersebut dapat
dicapai melalui cara penghilangan secara fisika semua organisme hidup, misalnya
penyaringan atau pembunuhan organisme dengan panas, bahan kimia, atau dengan cara
lainnya (Agoes, 2009).
Dalam perkembangan terapi parenteral, terjadi perubahan dalam 2 hal. Pertama pada
kemasan sediaan parenteral dan kedua pada cara pemberian sediaan parenteral. Ampul pada
dosis tunggal sudah berubah sedikit dari rancangan asli limousin. Perubahan selanjutnya
adalah penggunaan penutup karet pada vial dari gelas. Karena penutup karet dapat di tembus
secara berulang oleh jarum suntik, dimana sesudah itu dapat menutup kembali, maka
berkembanglah penutup karet untuk vial yang memungkinkan vial digunakan sebagai
kemasan sediaan multiguna (Agoes, 2009).

Selain itu pada wadah parenteral obat suntik, termasuk tutupnya tidak boleh
berinteraksi dengan sediaan baik secara fisik maupun kimia, sehingga akan mengubah
kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah terbuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak
berwarna atau berwarna kekuningan agar memungkinkan pemeriksaan isi (Lukas S, 2006).
Pada wadah sediaan dosis ganda juga memungkinkan untuk melakukan penarikan isi

4
wadah secara berturut turut tanpa mengubah kekuatan, mutu, atau kemurnian bagian isi
wadah yang tersisa didalam wadah (Buchanan, Schneider P.J 2010).
Selain itu untuk menjaga stabilitas mutu sediaan dosis ganda parenteral, juga
diharuskan mengandung zat pengawet antimikroba. Kapasitasnya tidak boleh lebih besar dari
30 ml kapasitasnya, untuk membatasi jumlah tusukan yang dibuat pada tutup dan untuk
menjaga sterilitas sediaan. Pembatasan ini juga untuk menjaga berlebihnya zat pengawet
antimikroba yang diberikan bersama dengan obat, sediaan dosis ganda yang lazim
mengandung ± 10 dosis lazim obat suntik (Ansel, 2005).
Salah satu zat pengawet antimikroba yang dipakai adalah benzalkonium klorida,
selain sebagai antimikroba pengawet ini juga berfungsi sebagai antiseptik, disinfektan dan zat
pembasah, bezalkonium klorida merupakan salah satu sediaan yang sering digunakan pada
konsentrasi 0.01-0.02. selain syarat-syarat sterilitas dari sediaan tersebut tindakan lain yang
mendukung juga perlu diperhatikan (Raymond, 2006).
Tindakan-tindakan aseptik yang ketat juga harus dilakukan setiap waktu untuk
menghindarkan resiko infeksi. Tidak hanya larutan obat yang harus steril tetapi jarum dan
alat suntik yang digunakan juga harus steril serta titik dimana jarum masuk harus dibersihkan
untuk mengurangi kemungkinan terbawanya bakteri dari kulit ke darah lewat jarum (Ansel,
2005).
Pengontrolan lingkungan merupakan salah satu elemen yang sangat penting dalam
industri modern maupun pada rumah sakit, pada ruangan bersih yang ada di rumah sakit
terutama ruang bedah. Kontrol kualitas lingkungan merupakan masalah penting yang dapat
mempengaruhi kualitas sediaan parenteral. Dari penelitian telah dibuktikan bahwa ada
hubungan langsung antara tingkat pengontrolan lingkungan dengan kualitas akhir sediaan
parenteral (Agoes, 2009).
Ruangan aseptik adalah ruangan yang bersih, secara harfiah ruangan aseptik memiliki
arti yang khusus seperti yang didefinisikan oleh International Organization for
Standarization (ISO) 14644-1 yaitu ruangan dimana konsentrasi partikel udara dikendalikan,
dan bangunan yang digunakan harus bisa meminimalisir, generasi, dan penyimpanan di
dalam ruangan dengan parameter yang relevan antara lain suhu, kelembaban, dan tekanan, di
kendalikan sesuai kebutuhan (Whyte, 2001).
Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain, konstruksi
dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk
memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan ruangan harus dibuat
sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran-silang dan
5
kesalahan lain, dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindari pencemaran-silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang
dapat menurunkan mutu obat (CPOB, 2006).
Salah satu sediaan parenteral injeksi yang banyak di pakai di rumah sakit di daerah
malang adalah sediaan Difenhidramin yang pemakaiannya digunakan sebagai antialergi,
gejala pusing, panas, serta menggigil (Gerald, 2011) sediaan ini terdiri dari sediaan ampul 2
ml dan sediaan vial yang berisi 15 ml, sediaan ini juga masih banyak dipakai di puskesmas
dalam bentuk wadah ampul.
Pada penggunaan injeksi Difenhidramin dosis ganda, volume 15 ml cenderung
kurang aseptik karena setelah pengambilan sediaan, jarum suntik masih di biarkan menancap
di dalam sediaan tersebut, sehingga kemungkinan timbulnya kontaminasi pada sediaan bisa
terjadi, menurut Voigt Rudolf “kemungkinan adanya pirogen dalam sediaan dapat
menyebabkan munculnya reaksi demam tinggi, yang dihubungkan dengan demam menggigil,
cemas, kesulitan bernapas, lemahnya peredaran darah, nyeri kepala dan nyeri bagian tubuh”.
Selain itu cara penyimpanan sediaan dosis ganda Difenhidramin pada rumah sakit
tersebut di lakukan pada ruangan terbuka tanpa ada ruangan khusus untuk sediaan injeksi
atau sediaan parenteral, dan lama penggunaan sediaan tersebut antara satu Minggu sampai
tiga Minggu hingga habisnya sediaan, untuk itu diperlukan adanya pengujian untuk
membuktikan sterilitas dari sediaan Difenhidramin terkait frekuensi dan perlakuan seperti
pada hasil survey yang telah dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud obat parenteral
 Apa tujuan pemberian obat secara parenteral
 Bagaimana cara memberikannya ?
 Mengenal tindakan sesuai SOP
1.3 Tujuan Penelitian
 Menjelaskan bagaimana harus melakukan persiapan pemberian obat parenteral
 Menjelaskan macam-macam cara pemberian obat
 Menjelaskan indikasi dan kontra indikasi
 Menjelaskan hal-hal yang harus diperhatikan dan cara pemberiannya

6
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pemberian Obat Secara Parenteral


Pemberian obat secara parenteral merupakan pemberian obat melalui injeksi atau
infuse. Sediaan parenteral merupakan sediaan steril. Sediaan ini diberikan melalui beberapa
rute pemberian, yaitu Intra Vena (IV), Intra Spinal (IS), Intra Muskular (IM), Subcutaneus
(SC), dan Intra Cutaneus (IC). Obat yang diberikan secara parenteral akan di absorbs lebih
banyak dan bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan obat yang diberikan secara topical atau
oral. Perlu juga diketahui bahwa pemberian obat parenteral dapat menyebabkan resiko
infeksi.

Resiko infeksi dapat terjadi bila perawat tidak memperhatikan dan melakukan tekhnik
aseptic dan antiseptic pada saat pemberian obat. Karena pada pemberian obat parenteral, obat
diinjeksikan melalui kulit menembus system pertahanan kulit. Komplikasi yang seringv
terjadi adalah bila pH osmolalitas dan kepekatan cairan obat yang diinjeksikan tidak sesuai
dengan tempat penusukan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan jaringan sekitar tempat
injeksi.

Pada umumnya pemberian obat secara parenteral di bagi menjadi 4, yaitu :

1. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Kutan


2. Pemberian Obat Via Jaringan Subkutan
3. Pemberian Obat Via Intra Vena : Intra Vena Langsung dan tak langsung
4. Pemberian Obat Via Intramuskular

2. Pemberian obat via jaringan intra kutan


a. Pengertian intra kutan
Merupakan cara memberikan atau memasukkan obat ke dalam jaringan kulit.
Intra kutan biasanya di gunakan untuk mengetahui sensivitas tubuh terhadap obat
yang disuntikkan.
b. Tujuan
Pemberian obat intra kutan bertujuan untuk melakukan skintest atau tes
terhadap reaksi alergi jenis obat yang akan digunakan. Pemberian obat melalui

7
jaringan intra kutan ini dilakukan di bawah dermis atau epidermis, secara umum
dilakukan pada daerah lengan tangan bagian ventral.

c. Hal-hal yang perlu diperhatikan


1. Tempat injeksi
2. Jenis spuit dan jarum yang digunakan
3. Infeksi yang mungkin terjadi selama infeksi
4. Kondisi atau penyakit klien
5. Pasien yang benar
6. Obat yang benar
7. Dosis yang benar
8. Cara atau rute pemberian obat yang benar
9. Waktu yang benar

d. Indikasi dan kontra indikasi


Indikasi dan kontra indikasi bisa dilkakukan pada pasien yang tidak sadar,
tidak mau bekerja sama karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral,
tidak alergi. Lokasinya yang ideal adalah lengan bawah dalam dan pungguang bagian
atas. – Kontra Indikasi : luka, berbulu, alergi, infeksi kulit.

e. Alat dan Bahan


 Daftar buku obat/catatan, jadwal pemberian obat.
 Obat dalam tempatnya
 Spuit 1 cc/spuit insulin
 Cairan pelarut
 Bak steril dilapisi kas steril (tempat spuit)
 Bengkok
 Perlak dan alasnya.

f. Prosedur Kerja
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Bebaskan daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan pakaian, maka buka pakaian dan di keataskan.

8
3. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu tempatkan
pada bak injeksi.
4. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
5. Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).
6. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45 derajat
dari permukaan kulit.
7. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga habis.
8. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan ke
dalam bengkok.
9. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.
10. Cuci tangan.

g. Daerah penyuntikan

 Dilengan bawah : bagian depan lengan bawah 1/3 dari lekukan siku atau 2/3 dari
pergelangan tangan pada kulit yang sehat, jauh dari PD.

 Di lengan atas : 3 jari di bawah sendi bahu, di tengah daerah muskulus deltoideus.

3. Pemberian Obat Via Jaringan SubKutan

a. Pengertian
Merupakan cara memberikan obat melalui suntikan di bawah kulit yang dapat
dilakukan pada daerah lengan bagian atas sebelah luar atau sepertiga bagian dairi
bahu, paha sebelah luar, daerah dada dan sekitar umbilicus (abdomen).

b. Tujuan
Pemberian obat melalui jaringan sub kutan ini pada umumnya dilakukan
dengan program pemberian insulin yang digunakan untuk mengontrol kadar gula
darah. Pemberian insulin terdapat 2 tipe larutan yaitu jernih dan keruh karena adanya
penambahan protein sehingga memperlambat absorbs obat atau juga termasuk tipe
lambat.

c. Hal-hal yang harus diperhatikan

9
 Tempat injeksi
 Jenis spuit dan jarum suntik yang akan digunakan
 Infeksi nyang mungkin terjadi selama injeksi
 Kondisi atau penyakit klien
 Apakah pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat
 Obat yang akan diberikan harus benar
 Dosis yang akan diberikan harus benar
 Cara atau rute pemberian yang benar
 Waktu yang tepat dan benar

d. Indikasi dan kontra indikasi


– Indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama,
karena tidak memungkinkan diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit,
jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya, obat dosis kecil yang
larut dalam air.

– Kontra indikasi : obat yang merangsang, obat dalam dosis besar dan tidak larut dalam
air atau minyak.

e. Alat dan bahan


1) Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat
2) Obat dalam tempatnya
3) Spuit insulin
4) Kapas alcohol dalam tempatnya
5) Cairan pelarut
6) Bak injeksi
7) Bengkok perlak dan alasnya

f. Prosedur kerja
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik atau bebaskan suntikan dari pakaian. Apabila
menggunakan pakaian, maka buka pakaian dan di keataskan.

10
4. Ambil obat dalam tempatnya sesuai dosis yang akan diberikan. Setelah itu
tempatkan pada bak injeksi.
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
6. Regangkan dengan tangan kiri (daerah yang akan dilakukan suntikan subkutan).
7. Lakukan penusukan dengan lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 45
derajat dari permukaan kulit.
8. Lakukan aspirasi, bila tidak ada darah, suntikkan secara perlahan-lahan hingga
habis.
9. Tarik spuit dan tahan dengan kapas alcohol dan spuit yang telah dipakai masukkan
ke dalam bengkok.
10. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu pemberian, dan jenis serta dosis obat.
11. Cuci tangan.

g. Daerah Penyuntikan
 Otot Bokong (musculus gluteus maximus) kanan & kiri ; yang tepat adalah 1/3 bagian
dari Spina Iliaca Anterior Superior ke tulang ekor (os coxygeus)

 Otot paha bagian luar (muskulus quadriceps femoris)

 Otot pangkal lengan (muskulus deltoideus)

4 Pemberian Obat Via Intra Vena


A. Pemberian Obat Via Intra Vena Langsung
a. Pengertian
Cara memberikan obat pada vena secara langsung. Diantaranya vena mediana
kubiti/vena cephalika (lengan), vena sephanous (tungkai), vena jugularis (leher), vena
frontalis/temporalis (kepala).

b. Tujuan

pemberian obat intra vena secara langsung bertujuan agar obat dapat bereaksi
langsung dan masuk ke dalam pembuluh darah.

c. Hal-hal yang harus diperhatikan

11
 setiap injeksi intra vena dilakukan amat perlahan antara 50 sampai 70 detik lamanya.
 Tempat injeksi harus tepat kena pada daerha vena.
 Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
 Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
 Kondisi atau penyakit klien.
 Obat yang baik dan benar.
 Pasien yang akan di injeksi adalah pasien yang tepat dan benar.
 Dosis yang diberikan harus tepat.
 Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi harus benar.

d. Indikasi dan kontra indikasi


– indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.

– kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan
endapan dengan protein atau butiran darah.

e. Alat dan bahan


1. Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit sesuai dengan jenis ukuran
4. Kapas alcohol dalam tempatnya.
5. Cairan pelarut (aquades).
6. Bak injeksi.
7. Bengkok.
8. Perlak dan alasnya.
9. Karen pembendung.
f. Prosedur kerja
1. cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Bebaskan daerah yang akan disuntik dengan cara membebaskan pakaian pada
daerah penyuntikan, apabila tertutup, buka dan ke ataskan.

12
4. Ambil obat pada tempatnya sesuai dosi yang telah ditentukan. Apabila obat dalam
bentuk sediaan bubuk, maka larutkan dengan aquades steril.
5. Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan injeksi.
6. Tempatkan obat yang telah di ambil ke dalam bak injeksi.
7. Desinfeksi dengan kapas alcohol.
8. Lakukan pengikatan dengan karet pembendung pada bagian atas daerah yang akan
dilakukakn pemberian obat atau minta bantuan untuk membendung daerah yang
akan dilakukan penyuntikan dan lakukan penekanan.
9. Ambil spuit yang berisi obat.
10. Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan memasukkan ke
pembuluh darah.
11. Lakukan aspirasi, bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung dan langsung
semprotkan hingga habis.
12. Setelah selesai ambil spuit dengan menarik secara perlahan-lahan dan lakukan
masase pada daerah penusukan dengan kapas alcohol, spuit yang telah digunakan
di masukkan ke dalam bengkok.
13. Catat hasil pemberian, tanggal, waktu, dan dosis pemberian obat.
14. Cuci tangan.
B. Pemberian Obat Via Jaringan Intra Vena Secara tidak Langsung.
a. Pengertian
Merupakan cara memberikan obat dengan menambahkan atau memasukkan obat ke
dalam wadah cairan intra vena.

b. Tujuan
pemberian obat intra vena secara tidak langsung bertujuan untuk meminimalkan efek
samping dan mempertahankan kadar terapeutik dalam darah.

c. Hal-hal yang perlu diperhatikan


 injeksi intra vena secara tidak langsung hanya dengan memasukkan cairan obat ke
dalam botol infuse yang telah di pasang sebelumnya dengan hati-hati.
 Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
 Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
 Obat yang baik dan benar.

13
 Pasien yang akan di berikan injeksi tidak langsung adalah pasien yang tepat dan
benar.
 Dosis yang diberikan harus tepat.
 Cara atau rute pemberian obat melalui injeksi tidak langsung harus tepat dan benar.

d. Indikasi dan kontra indikasi


– indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral dan steril.

– kontra indikasi : tidak steril, obat yang tidak dapat larut dalam air, atau menimbulkan
endapan dengan protein atau butiran darah.

e. Alat dan bahan


1. Spuit dan jarum sesuai ukuran
2. Obat dalam tempatnya.
3. Wadah cairan (kantung/botol).
4. Kapas alcohol dalam tempatnya..
f. Prosedur kerja
1. cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Periksa identitas pasien dan ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
4. Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantung. Alangkah baiknya penyuntikan
pada kantung infuse ini dilakukan pada bagian atas kantung/botol infuse.
5. Lakukan desinfeksi dengan kapas alcohol pada kantung/botol dan kunci aliran
infuse.
6. Lakukan penyuntikan dengan memasukkan jarum spuit hingga menembus bagian
tengah dan masukkan obat secara perlahan-lahan ke dalam kantong/botol
infuse/cairan.
7. Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan membalikkan kantung cairan
dengan perlahan-lahan dari satu ujung ke ujung yang lain.
8. Ganti wadah atau botol infuse dengan cairan yang sudah di injeksikan obat di
dalamnya. Kemudian gantungkan pada tiang infuse.
9. Periksa kecepatan infuse.

14
10. Cuci tangan.
11. Catat reaksi pemberian, tanggal, waktu dan dosis pemberian.

g. Daerah Penyuntikan :

 Pada Lengan (v. mediana cubiti / v. cephalika)

 Pada Tungkai (v. Spahenous)

 Pada Leher (v. Jugularis)

 Pada Kepala (v. Frontalis atau v. Temporalis) khusus pada anak – anak

5. Pemberian Obat Via Intra Muskular

a. Pengertian
Merupakan cara memasukkan obat ke dalam jaringan otot. Lokasi penyuntikan dapat
dilakukan pada daerah paha (vastus lateralis) dengan posisi ventrogluteal (posisi
berbaring), dorsogluteal (posisi tengkurap), atau lengan atas (deltoid).

b. Tujuan
Agar obat di absorbs tubuh dengan cepat.

c. Hal-hal yang perlu diperhatikan


 Tempat injeksi.
 Jenis spuit dan jarum yang digunakan.
 Infeksi yang mungkin terjadi selama injeksi.
 Kondisi atau penyakit klien.
 Obat yang tepat dan benar.
 Dosis yang diberikan harus tepat.
 Pasien yang tepat.
 Cara atau rute pemberian obat harus tepat dan benar.

15
d. Indikasi dan kontra indikasi
– indikasi : bias dilakukan pada pasien yang tidak sadar dan tidak mau bekerja sama
karena tidak memungkinkan untuk diberikan obat secara oral, bebas dari infeksi, lesi kulit,
jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saras besar di bawahnya.
– kontra indikasi : Infeksi, lesi kulit, jaringan parut, tonjolan tulang, otot atau saraf besar di
bawahnya.

e. Alat dan bahan


1. Daftar buku obat/catatan dan jadual pemberian obat.
2. Obat dalam tempatnya.
3. Spuit da jarum suntik sesuai dengan ukuran. Untuk dewasa panjangnya 2,5-3 cm,
untuk anak-anak panjangnya 1,25-2,5 cm.
4. Kapas alcohol dalam tempatnya.
5. Cairan pelarut.
6. Bak injeksi.
7. Bengkok.
f. Prosedur kerja
1. cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Ambil obat dan masukkan ke dalam spuit sesuai dengan dosisnya. Setelah itu
letakkan dalam bak injeksi.
4. Periksa tempat yang akan di lakukan penyuntikan (perhatikan lokasi penyuntikan).
5. Desinfeksi dengan kapas alcohol pada tempat yang akan dilakukan injeksi.
6. Lakukan penyuntikan :
7. Pada daerah paha (vastus lateralis) dengan cara, anjurkan pasien untuk berbaring
telentang dengan lutut sedikit fleksi.
8. Pada ventrogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk miring, tengkurap atau
telentang dengan lutut dan pinggul pada sisi yang akan dilakukan penyuntikan
dalam keadaan fleksi.
9. Pada daerah dorsogluteal dengan cara, anjurkan pasien untuk tengkurap dengan
lutut di putar kea rah dalam atau miring dengan lutut bagian atas dan diletakkan di
depan tungkai bawah.
10. Pada daerah deltoid (lengan atas) dilakukan dengan cara, anjurkan pasien untuk
duduk atau berbaring mendatar lengan atas fleksi.
16
11. Lakukan penusukan dengan posisi jarum tegak lurus.
12. Setelah jarum masuk, lakukan aspirasi spuit, bila tidak ada darah yang tertarik
dalam spuit, maka tekanlah spuit hingga obat masuk secara perlahan-lahan hingga
habis.
13. Setelah selesai, tarik spuit dan tekan sambuil di masase daerah penyuntikan dengan
kapas alcohol, kemudian spuit yang telah di gunakan letakkan dalam bengkok.
14. Catat reaksi pemberian, jumlah dosis, dan waktu pemberian.
15. Cuci tangan

g. Daerah Penyuntikan :

 Bagian lateral bokong (vastus lateralis)


 Butoks (bagian lateral gluteus maksimus)
 Lengan atas (deltpid)

17
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Obat dapat diberikan dengan berbagai cara disesuaikan dengan kondisi pasien,
diantaranya : sub kutan, intra kutan, intra muscular, dan intra vena. Dalam pemberian obat
ada hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu indikasi dan kontra indikasi pemberian obat.
Sebab ada jenis-jensi obat tertentu yang tidak bereaksi jika diberikan dengan cara yang
salah.

Saran.
Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak
baik jika kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian
bahkan akibatnya bias fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus
melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah
yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun oranglain.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://eprints.umm.ac.id/29159/2/jiptummpp-gdl-yayanrusad-31223-2-babi
%20%281%29.pdf
https://materigizidandietsemester2.wordpress.com/2015/05/22/pemberian-obat-
parenteral-injeksi/
https://eprints.umm.ac.id/29159/2/jiptummpp-gdl-yayanrusad-31223-2-babi
%20%281%29.pdf

19

Anda mungkin juga menyukai