Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Resiko Robekan Perineum Karateristik Prilaku Antenatal Care Intranatal Care Pada Ibu Bersalin

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 37

RESIKO ROBEKAN PERINEUM KARATERISTIK PRILAKU

ANTENATAL CARE INTRANATAL CARE PADA IBU


BERSALIN

OLEH
PEBI HELWINANDA
(190208013)

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN


FAKULTAS PENDIDIKAN VOKASI
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
MEDAN
2022
PENDAHULUAN
BAB I
1.1 Latar Belakang
Persalinan diartikan sebagai proses pengeluaran hasil konsepsi atau yang
biasa disebut sebagai janin atau kandungan, Persalinan merupakan hal yang
normal, akan tetapi pada proses persalinan juga bisa timbul penyulit. Salah satu
penyulit pada proses persalinan adalah robekan perineum pada jalan lahir atau
rupture perineum (Anggraini, 2019).
Perlukaan jalan lahir (ruptur perineum) yang terjadi pada saat kelahiran
bayi baik menggunakan alat maupun tidak menggunakan alat. Ruptur perineum
disebabkan paritas, jarak kelahiran, berat badan bayi, pimpinan persalinan tidak
sebagaimana mestinya, ekstraksi cunam, ekstraksi fakum, trauma alat dan
episiotomy (Mutmainah dkk 2019).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya rupture perineum antara lain
faktor ibu yang terdiri dari paritas, jarak kelahiran, cara meneran yang tidak tepat,
dan umur ibu. Faktor janin yang terdiri dari berat badan janin yang besar dan
presentasi. Faktor lain yang mendukung adalah faktor persalinan pervaginam yang
terdiri dari ekstraksi forceps, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomy
kemudian faktor penolong persalinan yaitu pimpinan yang tidak tepat.
(Mutmainah dkk 2019).
Ruptur perineum dapat terjadi karena adanya robekan spontan maupun
episiotomi. Ruptur perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri
harus dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku,
persalinan yang kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat baik
forceps maupun vacum. Karena apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas
indikasi dalam keadaan yang tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas,
maka menyebabkan peningkatan kejadian dan beratnya kerusakan pada
daerah perineum yang lebih berat. (Trianti dkk, 2017).
Salah satu upaya yang bisa di lakukan untuk mencegah robekan pada
perineum saat bersalin adalah dengan atau pijat perineum.Pijat perineum adalah
salah satu cara yang paling kuno dan paling pasti untuk meningkatkan kesehatan,
aliran darah, elastisitas, dan relaksasi otot-otot dasar panggul. Jika sampai terjadi
ruptur perineum, pemijatan perineum dapat mempercepat proses penyembuhan
perineum. Teknik ini, jika dilatih pada tahap akhir kehamilan (mulai minggu ke
34) sebelum persalinan, juga akan membantu mengenali dan membiasakan diri
dengan jaringan yang akan dibuat rileks dan bagian yang akan dilalui oleh bayi
(Mutmainah, 2019).
Tindakan pijat perineum bisa diberikan atau dilakukan pada saat ibu hamil
mengikuti kelas ibu. Tujuan dari antenatal kelas yaitu meningkatkan pengetahuan,
sikap dan praktik (perilaku) ibu hamil tentang pemeriksaan kehamilan, perawatan
payudara, senam hamil, pijat perineum, perawatan persalinan yang meliputi tanda
persalinan dan proses persalinan. Jadi dengan mengikuti kelas diharapkan ibu
hamil dapat mempraktekkan kembali apa yang sudah diajarkan dan mulai
mempersiapkan persalinan sedini mungkin (Mutmainah, 2019).
Salah satu metode untuk mengurangi ruptur perineum antara lain metode
akupuntur, lamaze, dick read dan water birth dan senam hamil, Sehingga salah
satu cara yang dilakukan untuk mengatasi kejadian rupture perineum dengan
melakukan senam hamil secara rutin, Sehingga salah satu cara yang dilakukan
untuk mengatasi kejadian rupture perineum dengan melakukan secara rutin (Esti
dkk, 2017).
Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya ruptur perineum adalah
melindungi perineum pada kala II persalinan saat kepala bayi membuka vulva
(diameter 5-6 cm), yaitu saat diameter terbesar kepala melewati vulva dengan
menggunakan telapak tangan penolong. Tujuan melindungi perineum adalah
untuk mengurangi peregangan berlebihan Melindungi perineum harus dilakukan
dengan benar, tidak benar jika meletakkan tangan penolong pada perineum dan
menekannya, karena dengan menekan akan memberikan stress pada perineum dan
menghalangi pandangan penolong (Priyanti dkk, 2017).
Dalam proses persalinan pengaturan posisi ikut berperan penting di dalam
persalinan, posisi yang dimaksudkan disini yaitu menganjurkan ibu mencoba
posisi-posisi yang nyaman selama persalinan dan melahirkan bayi. Posisi meneran
yang nyaman dapat mempersingkat kala II, dengan membiarkan ibu memilih
posisi yang diinginkan selama meneran dan melahirkan akan memberikan banyak
manfaat termasuk memberikan sedikit rasa sakit dan ketidaknyamanan, lama kala
II lebih pendek, laserasi perineum yang lebih sedikit (Norhapifah dkk, 2017).
Menurut WHO AKI di dunia yaitu 289.000 jiwa dan Asia Tenggara
menjadi Negara ke 4 yang memiliki jumlah AKI terbesar yaitu 16.000 jiwa. Salah
satu penyebab AKI yaitu perdarahan post partum. Ruptur perineum menjadi
penyebab utamanya.
Di ASIA rupture perineum juga merupakan masalah yang cukup banyak
dalam masyarakat. 50% dari kejadian rupture perineum di dunia terjadi di ASIA.
Sedangkan di Indonesia Prevalensi ibu bersalin yang mengalami rupture perineum
pada golongan umur 25-30 tahun yaitu 24%.Sedang ibu beralin usia 32-39 tahun
sebesar 62%. Ibu bersalin yang mengalami perlukaan jalan lahir terdapat 85% dari
20 juta ibu bersalin di Indonesia. Dari presentase 85% julah ibu bersalin
mengalami perlukaan, 35% ibu bersalin yang mengalami rupture perineum, 25%
mengalami robekanservik, 22% mengalami perlukaan vagina dan 3% mengalami
ruptur uretra. (Malinda 2018).
Menurut Dinas Kesehatan Sumatera Utara Alwi Mujahid Hasibuan
menjelaskan sepanjang tahun 2019 capaian indikator kesehatan di Sumatera Utara
mulai membaik. Hal ini dapat dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI) yang terus
menurun. Tahun 2019, AKI sebanyak 179 dari 302.555 kelahiran hidup atau
59,16 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menurun dibanding AKI tahun 2018
sebanyak 186 dari 305.935 kelahiran hidup atau 60,79 per 100.000 kelahiran
hidup. Berdasarkan Data Survei Awal yang dilakukan oleh peneliti diklink Niar
Medan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2018 terdapat 103 ibu yang
bersalin dimana ibu yang mengalami rupture perineum sebanyak 37 ibu
sedangkan 66 ibu yang bersalin tidak mengalami ruptur perineum. (Diah dkk,
2019).
Berdasarkan Data Survei yang di lakukan oleh penulis di klinik Pratama
Matahari dari bulan Mei 2019 – Januari 2022 terdapat 67 ibu bersalin dimana ibu
yang mengalami rupture perineum sebanyak 24 sedangkan 43 ibu yang bersalin
tidak mengalami rupture perineum.
Berdasarkan Latar Belakang diatas bahwa kejadian Ruptur Perineum basih
banyak terjadi di Indonesia, maka penulis tertarik untuk melakukan Manajemen
Asuhan Kebidanan pada Ibu Postpartum dengan Rupture Perineum.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini terdiri dari rumusan masalah umum
dan rumusan masalah khusus, sebagai berikut:
1.2.1.Rumusan Masalah Umum

Apakah faktor-faktor risiko Ruptur Perineum Derajat II.

1.2.2.Rumusan Masalah Khusus


1.Apakah terdapat hubungan posisi meneran dengan Ruptur Perineum?
2.Apakah terdapat hubungan senam hamil pada Ruptur Perineum?
3.Apakah terdapat hubungan pijat oksitosin dengan Ruptur Perineum ?
4.Apakah terdapat kompres air hangat dengan Ruptur Perineum?
1.3.Tujuan
Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan penelitian secara umum dan tujuan
penelitian secara khusus sebagai berikut:
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis faktor- faktor Ruptur Perineum
1.3.2 Tujuan Khusus
1.Untuk mengetahui hubungan senam hamil pada ruptup perineum
2. Untuk mengetahui hubungaan pijat oksitosin pada ruptur perineum
3.Untuk mengetahui hubungan posisi meneran dengan Ruptur Perineum
4.Untuk mengetahui posisi tangan penolong
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.4.1 Bagi Peneliti
Menambah wawasan, pengetahuan, pengalaman serta dapat mengaplikasikan ilmu
yang didapat selama perkuliahan.
1.4.2 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat agar kasus Ruptur Peri
eum Derajat II dapat dicegah dan tidak menimbulkan komplikasi pada ibu.
1.4.4 Bagi Peneliti Lain
Memberikan informasi dan dapat digunakan sebagai bahan masukan dalam
penyusunan penelitian selanjutnya.
Bagi bidan klinik
1. Dapat memberikan informasi
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Definisi Persalinan

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar

dari uterus ibu. Persalinan disebut normal apabila prosesnya terjadi pada cukup

bulan (setelah 37 mingu) tanpa disertai adanya penyulit atau tanpa bantuan

(kekuatan sendiri) (Johari 2017).Definisi persalinan normal menurut WHO

adalah persalinan yang dimulai secara spontan, beresiko rendah pada awal

persalinan dan tetap demikian selama proses persalinan. Bayi dilahirkan secara

spontan dalam presentase belakang kepala pada usia kehamilan Antara 37 hingga

42 minggu lengkap. Setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi

sehat.

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil kontrasepsi yang dapat

hidup, dari dalam uterus melalui jalan lahir atau jalan lain kedunia luar. Secara

umum persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran

bayi yang cukup bulan 37-42 minggu lahir spontan, tanpa komplikasi baik ibu

maupun janin dususul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh

ibu (Anik, 2016).

Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung

sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung lima factor

yaitu : power, passage, passanger, psikologis ibu dan penolong saat bersalin dan

posisi ibu saat bersalin. Dengan adanya keseimbangan atau kesesuaian Antara
factor-faktor tersebut persalinan nofrmal diharapkan dapat berlangsung (Riyanti,

2016).

Bentuk-bentuk persalinan berdasarkan definisi adalah persalinan spontan

yaitu dimana bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri,

persalinan buatan yaitu bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar,

persalinan anjuran yaitu bila kekyuatan yang diperlukan untuk persalinan

ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan.

2.1.2 Macam-macam Persalinan

1. Persalinan spontan (normal/biasa)

Yaitu persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan

melalui jalan lahir.

2. Persalinan buatan

Yaitu persalinan yang dibantu dari luar misalnya vaccumekstraksi,

forceps, SC.

3. Persalinan anjuran

Yaitu terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk hidup di luar, tetapi

tidak sedemikian besaranya sehingga menimbulkankesulitan dalam

persalinan, misal dengan induksi persalinan.

2.1.3 Sebab Mulanya Persalinan

1. Ada dua hormon yang dominan pada saat hamil yaitu

1) Estrogen

a) Meningkatkan sensitivitas otot Rahim

b) Memudahkan penerimaan ransangan dari luar seperti ransangan

oksitosin, ransangan prostaglandin, dan ransangan mekanik


2) Progesterone

a) Menurunkan sensitivitas otot Rahim

b) Menyulitkan penerimaan ransangan dari luar seperti ransangan

oksitosin, ransangan prostaglandin, dan ransangan mekanik

c) Menyebabkan otot Rahim dan otot polos relaksi

2. Teori tentang penyebab persalian :

1) Teori peregangan

a) Otot Rahim mempunyai kemampuan merengan dalam batas

tertentu

b) Setelah melewati batas tersebut terjadi kontrasi sehingga

persalinan dapat dimulai

c) Contohnya, pada hamil ganda sering terjadi kontraksi setelah

peregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan

2) Teori penurunan progesterone

a) Proses penuan plasenta mulai umur kehamilan 28 minggu,

dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah

mengalami penyempitan dan buntu.

b) Produksi progesterone mengalami penurunan, sehingga otot

Rahim menjadi lebih sensitive terhadap oksitosin

3) Teori oksitosin internal

a) Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior

b) Perubahan keseimbangan estrogen dan progesterone dapat

mengubah sensitivitas otot Rahim, sehingga sering terjadi

kontraksi Braxton Hicks.


4) Teori prostaglandin

a) Konsentrasi prostaglandin meningkat sejak umur 15 minggu,

yang dikeluarkan oleh desidua

b) Prostaglandin dianggap dapat menjadi pemicu persalinan.

5) Teori hipotalamus-pituitari dan glandula suprarenalis

a) Teori ini menunjukan pada kehamilan dengan anancepalus

sering terjadi keterlambatan persalinan karena tidak terbentuk

hipotalamus.

b) Glandula Suprarenalis merupakan pemicu terjai persalinan

bagaimana terjadi persalinan tetap belum diketahui dengan

pasti, besar kemungkuinan semua factor bekerja sama,

sehingga pemicu persalinan menjadi multifactor.

2.1.4 Tahap persalinan ( Kala I, II, III, IV)

1. Kala I

a) Yang dimaksud dengan kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung

dari pembukaan nol sampai pembukaan lengkap.

b) Kala I dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus teratur dan meningkat

( frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap.

c) Kala I dibagi menjadi dua fase yaitu :

1) Fase Laten

a) Dimulai sejak awal kontraksi yang menyebabkan penipisan

dan pembukaan serviks secara bertahap

b) Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.


c) Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8

jam

d) Kontraksi mulai teratur tetapimasih Antara 20-30 detik.

2) Fase Aktif dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

a) Fase akselerasi dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi

4 cm.

b) Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan

berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.

c) Fase deselerasi pemnbukaan menjadi lambat. Dalam waktu 2

jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.

2. Kala II ( Kala Pengeluaran)

Pada kala II his terkordinir, kuat, cepat, dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit

sekali. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka, dan

perineum menegang. Lama ksala II pada Primigravida adalah dari 1,5 jam

samapai dengan 2jam, sedangkan pada multigravida adalah 0,5 jam sampai

dengan 1 jam. Kala II dimulai dari pembukaan lengkap sampai dengan bayi

lahir, gejala dan tanda kala II persalinan yaitu : his semakin kuat dengan

interval 2 sampai 3 menit dengan durasi 50 sampai 100detik, menjelang kala I

berakhir ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara

mendadak, ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan adanya kontraksi,

ibu merasakan peningkatan tekanan rectum atau vagina , perineum menonjol,

peningkatan pengeluaran lendir bercampur darah, tanda pasti kala II

pembukaan serviks telah lengkap atau terlihatnya bagian terendah janin di

introitus vagina.
3. Kala III (Kala Uri)

Kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan

lahirnyaplasenta dan selaput ketuban. Pada kala III Persalinan myometrium

berkontraksi mengikuti penyusunan volume rongga uterus setelah kelahiran

bayi penyusutan ukuran ini menyebabkan berkekurangnya ukuran tempat

perlekatan plasenta, karena perlekatan plasenta berubah maka, plasenta akan

terlipat, menebal dan akhirnya lepas dari dinding uterus. Setelah lepas plasenta

akan turun kebawah uterus atau kedalam vagina. Tanda tanda lepasnya

plasenta uterus menjadi membundar, uterus terdorong keatas, karena plasenta

dilepas kesegmen bawah Rahim, tali pusat bertambah panjang, terjadi

perdarahan.

4. Kala IV ( Kala Observasi)

Kala IV adalah kala pengawasan selama 2 jam setelah bayi lahir untuk

mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum.

Kala IV dimulai sejak ibu dinyatakan aman dan aman selama 2 jam. Kala IV

dimaksud untuk melakukan observasi karena perdarahan pasca persalinan

sering terjadi selama 2 jam observasi yang dilakukan adalah tingkat kesadaran

penderita, pemeriksaan tanda-tanda vital TD nadi suhu dan pernapasan, kontras

uterus dan tinggi fundus, terjadinya perdarahan perdarahan normal apabila

tidak lebih dari 400 sampai 500 cc.

Pemantauan selama kala IV karena terjadi perubahan fisiologis, maka

pemantauan dan penanganan tenaga medis adalah :

a. Pemeriksaan kelengkapan plasenta dan selaput ketuban setelah

kelahiran plasenta periksa bagian maternal plasenta untuk


memastikan kotiledon lengkap, upaya untuk menyatukan bagian-

bagian yang robek atau terpisah untuk memastikan bahwa tidak

ada bagian yang hilang, pemeriksaan fetal plasenta untuk

memastikan tidak adanya kemungkinanan suksenturiola.

b. Memperhatikan jumlah darah yang keluar sangat sulit untuk

memperhatikan jumlah darah yang keluar secara tepat. Biasanya

darah bercampur dengan air ketuban, salah satu cara

memperkirakan banyaknya darah yang keluar adalah dengan

menghitung jumlah kain yang dipakai. Jumlah darah yang keluar

juga dapat diperkirakan dengan bertanya kepada diri sendiri berapa

botolkah ukuran 500 cc yang akan dapat di isi oleh darah tersebut

jika jawabanya 2 botol maka ibu telah kehilangan darah 1 liter jika

½ botol ibu telah kehilangan darah 250 cc, perkiraan darah yang

keluar hanya merupakan salah satu cara untuk menilai kondisi ibu.

Adalah jauh lebih penting seringn kali memeriksa ibu selama kala

IV dan menilai jumlah darah yang keluar melalui tanda-tanda vital.

dan pengamatan darah yang keluar dari vagina serta penilaian

kontraksi uterus.

c. Pemeriksaan perineum lihat adakan perdarahan aktif dan laserasi

perineum.

d. Pemantauan keadaan umum ibu sebagian kejadian kematian ibu

kjarena perdarahan post partum terjadi pada 1 jam pertama setelah

persalinan karena sangat enting diadakan pemantauan setealha

persalinan. Pemantauan tekanan darah, nadi, tinggi fundus uteri,


kandung kemih, kontraksi uterus, dan tanda-tanda adanya

perdarahan setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit

pada jam kedua selama kala IV. Jika didapatkan temuan-temuan

abnormal, maka nilai kembali lebih sering. Disamping pemantauan

pemantauan diatas nilai kembali apakah ibu merasa nyaman, lapar

atua haus atau ingin menggendong bayinya. Bila kandung kemih

ibi penuh, bantu ibu untuk mrngosongkan kandung kemihnya

secara spontan, penolong dapat dapat membantu ibu dengan cara

membasuh daerah vagina menggunakan air hangat untuk

merangsang keinginan berkemih secara spontan. Bila dengan cara

ini tidak berhasil berkemih penolong dapat melakukan kateterisasi.

Asuhan dalam 2 jam post partum :

1. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan

pervaginam:

a. 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan

b. Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan

c. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan

d. Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik melaksankan

perawatn yang sesuai untuk menatalksankan atonia uteri.

e. Jika ditemukan laserasi yang memerllukan penjahitan

lakukan penjahitan dengan anestesi local dan

menggunakan teknik yang sesuai.

2. Mengajarkan pada ibu dan keluarga bagiman melakukan masase

uterus dan memriksa kontraksi uterus.


3. Mengevaluasi kehilangan darah

4. Memeriksa tekan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih, setiap

15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan 2 jam pasca

persalinan.

5. Melakukan tindakan yang sesui untuk temuan yang normal.

2.1.5 Faktor yang Berperan dalam Persalinan

Faktor-faktor yang berperan dalam persalinan yaitu :

Persalinan dapat berjalan normal apabila ketiga faktor fisik 3 P yaitu

power,passage, passanger dapat bekerjasama dengan baik. Selain itu terdapat 2

P yang merupakan faktor lain yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi

jalannya persalinan terdiri atas psikologi dan penolong.

1. Power (Tenaga/Kekuatan)

Kekuatan yang mendorong janin dalam persalinan adalah his, kontraksi otot-

otot perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari ligamen. Kekuatan primer yang

diperlukan dalam persalinan adalah his, sedangkan selaku kekuatan sekundernya

adalah tenaga meneran ibu (Rohani, Dkk, 2015).

a. His (Kontraksi Uterus)

His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. Pada bulan terakhir dari

kehamilan dan sebelum persalinan dimulai, sudah ada kontraksi rahim yang

disebut his. His dibedakan selaku berikut :

b. His Pendahuluan

His pendahuluan atau his palsu, yang sebetulnya hanya peningkatan dari

kontraksi Braxton Hicks. His pendahuluan bersifat tidak teratur dan

menyebabkan nyeri di perut bagian bawah dan lipat paha, tidak menyebabkan
nyeri yang memancar dari pinggang ke perut bagian bawah seperti his

persalinan.

c. His Persalinan

Perasaan nyeri tergantung juga pada ambang nyeri dari penderita, yang

ditentukan oleh kondisi jiwanya. kontraksi rahim bersifat otonom, artinya

tidak dipengaruhi oleh kemauan, namun dapat dipengaruhi dari luar, misalnya

rangsangan oleh jari-jari tangan.

2. Passage (Jalan Lahir)

Jalan lahir terdiri atas panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar

panggul, vagina dan introitus. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap

jalan lahir yang relatif kaku, oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus

ditentukan sebelum persalinan dimulai.Jalan lahir dibagi atas :

a. Bagian keras : tulang-tulang panggul

b. Bagian lunak : uterus, otot dasar panggul, dan perineum.

3. Passanger (Janin dan Plasenta)

Janin bergerak di sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi

beberapa faktor, yaitu ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi

janin. Janin dapat mempengaruhi jalannya kelahiran karena ukuran dan

presentasinya. Kepala banyak mengalami cedera pada persalinan sehingga dapat

membahayakan hidup dan kehidupan janin. Pada persalinan, oleh karena tulang-

tulang masih dibatasi fontanel dan sutura yang belum keras, maka pinggir tulang

dapat menyisip antara tulang yang satu dengan yang lainnya (disebut

moulage/molase) sehingga kepala bayi bertambah kecil.

4. Psikis (Psikologis)
Banyak wanita normal bisa merasakan kegembiraan saat merasa kesakitan

di awal menjelang kelahiran bayinya. Faktor psikologis meliputi hal-hal selaku

berikut:

a. Melibatkan psikologis ibu, emosi, dan persiapan intelektual

b. Pengalaman melahirkan bayi sebelumnya

c. Kebiasaan adat

d. Dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu

5. Penolong

Peran penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani

komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin, dalam hal ini tergantung dari

kemampuan dan kesiapan penolong dalam menghadapi persalinan.

2.1.6 Tujuan Asuhan Persalinan

Focus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta

mencegah terjadinya komplikasi. Focus utama asuhan persalinan normal telah

mengalami pergeseran paradigm dari menunggu terjadinya komplikasi dan

mengalami komplikasi, menjadi pencegahan komplikasi dan selama pasca

persalinan terbukti mengurangi kesakitan dan kematian ibu dan bayi.

Tujuan asuhan persalinan normal adalah :

1. Memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya

mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman dengan

memberikan aspek saying ibu dan saying anak.

2. Mengupayakan kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan

yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya yang

terintergrasi dan lengkap serta intervensi minimal.


Berdasarkan kebijakan tersebut, maka rekomendasi kebijakan teknis

asuhan persalinan dan kelahiran :

a) Semua persalinan harus dihadiri dan dipantau petugas kesehatan

terlatih.

b) Rumah bersalin dan tempat rujukan dengan fasilitas memadai

untuk menangani kegawatdaruratan obsetrik dan neonatal harus

tersedia 24 jam.

c) Obat-obatan esensial, bahan dan perlengkapan harus tersedia bagi

seluruh petugas terlatih.

2.2 Robekan Perineum

2.2.1 Definisi Robekan Perineum

Ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir yang terjadi pada saat

kelahiran bayi baik menggunakan alat ataupun tidak menggunakan alat.

Pengaturan jarak kehamilan yang ideal juga akan berdampak terhadap kesehatan

ibu. Kesehatan reproduksi ibu akan mengalami pemulihan yang optimal jika jarak

kehamilan tidak terlalu dekat. Akan tetapi jika jarak terlalu jauh atau terlalu lama

juga kurang bagus bagi kesehatan ibu. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian

bahwa ibu dengan jarak anak >5 tahun lebih banyak mengalami ruptur perenium.

Hal itu terjadi karena perenium sudah kaku dan otot tidak elastis seperti pada

kehamilan kedua atau ketiga (Sigalingging et.al, 2018).

Ruptur perineum dapat terjadi karena adanya robekan spontan maupun

episiotomi. Ruptur perineum yang dilakukan dengan episiotomi itu sendiri harus

dilakukan atas indikasi antara lain: bayi besar, perineum kaku, persalinan yang

kelainan letak, persalinan dengan menggunakan alat baik forceps maupun vacum.
Karena apabila episiotomi itu tidak dilakukan atas indikasi dalam keadaan yang

tidak perlu dilakukan dengan indikasi di atas, maka menyebabkan peningkatan

kejadian dan beratnya kerusakan pada daerah perineum yang lebih berat.

Sedangkan luka perineum itu sendiri akan mempunyai dampak tersendiri bagi ibu

yaitu gangguan ketidaknyamanan dan perdarahan, sedangkan Ruptur perineum

spontan terjadi karena ketegangan pada daerah vagina pada saat melahirkan, juga

bisa terjadi karena beban psikologis mengahadapi proses persalinan dan yang

lebih penting lagi Ruptur perineum terjadi karena ketidaksesuaian antara jalan

lahir dan janinnya, oleh karena efek yang ditimbulkan dari Ruptur perineum

sangat kompleks (Triyanti dkk, 2017).

Laserasi perineum merupakan penyebab perdarahan kedua setelah atonia

uteri, hal ini sering terjadi pada primigravida karena pada primigravida perineum

masih utuh, belum terlewati oleh kepala janin sehingga akan mudah terjadi

robekan perineum. Jaringan perineum pada primigravida lebih padat dan lebih

resisten dari pada multipara. Luka laserasi biasanya ringan tetapi dapat juga

terjadi luka yang luas yang dapat menimbulkan perdarahan sehingga

membahayakan jiwa ibu (Hera Mutmainah, 2019).

Menurut Rukiyah (2019), Tingkat robekan perineum dibagi menjadi 4

tingkatan, tingkatan pertama robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina

dengan atau tanpa mengenai kulit perineum sedikit, tingkatan kedua robekan yang

terjadi lebih dalam yaitu mengenai selaput lender vagina dan muskulus perinea

transversialis terapi tidak mengenai otot – otot sfinter ani. Tingkatan tiga robekan

yang terjadi mengenai seluruh perineum sampai mengenai otot sfinter


ani.Tingkatan empat robekan meluas ke seluruh kulit perenium membran mukosa

vagina, centrum tendineum perinei, sfingter ani, dan mukosa rectum.

2.2.1. Etiologi Ruptur Perineum

Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang

juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi

dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan

cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan

lama karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin

dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan

terlalu lama Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi

luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada

biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala

janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada

sirkum ferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan

vaginial. (Ai Yeyeh Rukiyah dkk, 2019).

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya ruptur perineum (Eka

Prawitasari,dkk 2017):

1. Faktor Ibu

a. Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong

(sebab  paling sering).

b. Pasien tidak mampu berhenti mengejan.

c. Partus diselesaikan secara tergesa-gesa dengan dorongan fundus yang

berlebihan.

d. Edema dan kerapuhan pada perineum.


e. Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum.

f. Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula

sehingga menekan kepala bayi kearah posterior.

g. Perluasan episiotomi.

h. Usia

2. Faktor Bayi

a. Bayi yang besar.

b. Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan

occipitoposterior.

c. Kelahiran bokong.

d. Ekstaksi forceps yang sukar.

e. Distosia bahu.

f. Anomaly kongenital, seperti hydrocephalus.

2.2.2. Tanda dan Gejala Ruptur Perenium

Menurut (Manuaba, 2017) tanda dan gejala rupture perineum adalah

sebagai berikut :

1. Tanda-tanda ruptur perineum

a. Darah segar yang mengalir setelah bayi lahir.

b. Uterus berkontraksibaik.

c. Plasenta normal

2. Gejala yang terjadi rupture perineum

a. Pucat

b. Lemah

c. Pasien menggigil
2.2.3. Patofisiologis

Robekan perineum terjadi pada semua persalinan pertama dan tidak jarang

juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi

dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan

cepat, sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlampau kuat dan

lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan pendarahan dalam tengkorok janin,

dan melemahkan otot-otot dan fasia pada dasar panggul karena diregangkan

terlalu lama.Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bias menjadi

luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada

biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala

janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada

sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan

vaginial.

2.2.4 Klasifikasi Derajat Robekan Perineum

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (JNKP-KR, 2017),

derajat ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :

Derajat 1 : Robekan derajat pertama meliputi mukosa vagina, fourchette

dan  kulit perineum tepat dibawahnya.

Derajat 2 : Robekan derajat kedua meliputi mukosa

vagina,  fauchette posterior, kulit perineum,otot perineum.

Derajat 3 : Robekan derajat ketiga meluas sampai mukosa vagina, fauchette

posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spinter ani eksterna.

Derajat 4 : Robekan derajat keempat mengenai mukosa vagina, fauhette

posterior, kulit perineum, otot perineum,otot spinter ani eksterna,


dinding rectum anterior.

Robekan derajat pertama ini kecil dan diperbaiki sederhana mungkin.

Tujuannya adalah merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan

hemostatis. Pada rata- rata kasus, beberapa jahitan terputus lewat mukosa vagina,

fourchette dan kulit perineum sudah memadai. Jika perdarahannya banyak

dilakukan penjahitan angka 8. Jahitan ini kurang disimpul secara longgar paling

baik bagi kulit karena jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih

menyenangkan bagi pasien.

Robekan perineum yang melebihi derajat 1 harus di jahit. Hal ini dapat

dilakukan sebelum placenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan placenta harus

dikeluarkan secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai menunggu

plasenta lahir. Dengan penderita berbaring secara lithotomi dilakukan

pembersihan luka dengan cairan antiseptik dan luas robekan ditentukan secara

seksama. Pada robekan perineum derajat 2 setelah diberi anestesi lokal, otot- otot

diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian

luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikutsertakan jaringan-

jaringan bawahnya.

Men'jahit robekan perineum derajat 3 harus dilakukan dengan teliti. Mula-

mula dinding depan  rectum yang robek dijahit, kemudian fasia parektal ditutup,

dan muskulus sfringter ani aksternus yang robek dijahit. Selanjutnya dilakukan

penutupan robekan seperti pada robekan perineum derajat 2. Untuk mendapat

hasil yang baik pada robekan perineum total perlu tindakan penanganan pasca

pembedahan yang sempurna.


Robekan derajat 3 yang total diperbaiki lapis demi lapis. Perbaikan pada

robekan partial derajat 3 serupa dengan perbaikan pada robekan total, kecuali

dinding rectum masih utuh dan perbaikan dimulai dengan mendapatkan kembali

kedua ujung sfringter recti yang robek.

Robekan derajat 4 robekan meluas keseluruh kulit perenium membrane

mukosa vagina, centrum tendineum parinei, sfinter ani, dan mukosa rectum.

2.2.5 Diagnosis

Aspek yang penting dari Robekan jalan lahir selalu menyebabkan

perdarahan yang berasal dari perineum, vagina, serviks dan Penanganan yang

dapat dilakukan dalam hal ini adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sumber

dan jumlah perdarahan serta melihat robekan perenium yang terjadi pada vagina .

Jenis robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan sampai dengan

robekan yang terjadi pada seluruh perineum yaitu mulai dari derajat satu sampai

dengan derajat empat. Rupture perineum dapat diketahui dari tanda dan gejala

yang muncul serta penyebab terjadinya. Dengan diketahuinya tanda dan gejala

terjadinya rupture perineum, maka tindakan dan penanganan selanjutnya

(Mochtar, 2017).

2.2.6 Pencegahan Terjadinya Ruptur Perineum

1. Rutin berolahraga selama hamil

Berolahraga secara rutin dan melakukan senam kegel dapat meningkatkan

kekuatan panggul dan otot jalan lahir. hal ini berguna untuk mempersiapkan

tubuh ibu hamil menjalani persalinan. beberapa penelitian juga menunjukkan

bahwa wanita yang rutin berolahraga dan melakukan senam kegel selama
hamil memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami robekan jalan lahir yang

berat.

2. Pijat perineum

Lakukan pijat area perineum secara rutin mulai dari 3-4 minggu sebelum

tanggal prediksi kelahiran. tindakan ini dapat melenturkan jaringan perineum

untuk persalinan nanti. iSbu hanya perlu melakukannya selama sekitar 5

menit per hari. gunakan minyak atau pelumas khusus berbahan dasar air saat

memijat.

3. Kompres air hangat

Kompres area perineum dengan kain yang dibasahi air hangat sebelum

persalinan bisa membuat otot jalan lahir menjadi lebih lentur, sehingga

mengurangi risiko untuk mengalami robekan saat melahirkan.Anda bisa

meminta bantuan perawat untuk melakukan pengompresan ini.

4. Mengejan dengan baik

Saat persalinan tahap kedua atau tahap dorongan, jangan tergesa-gesa atau

terlalu memaksakan diri. Agar proses mendorong bayi keluar dapat lebih

lancar dan efektif, bidan atau dokterakan memandu Anda untuk

mengejan.Ikutilah petunjuk atau aba-aba dari bidan atau dokter selama proses

bersalin. cara mengejan yang baik ini penting dilakukan agar jaringan di

sekitar jalan lahir dapat meregang sempurna dan memberi ruang untuk bayi

keluar.

5. Mengoleskan minyak atau pelumas

Saat proses persalinan, mengoleskan area perineum dengan minyak atau

pelumas, seperti minyak zaitun dan minyak vitamin E, juga dapat membantu

melancarkan persalinan. cara ini akan membantu bayi keluar lebih mudah dan

mengurangi gesekan.
2.2.7 Penatalaksanaan

Menurut mochtar (2018). Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan pada

saat melakukan penjahitan Ruptur perineum derajat II adalah sebagai berikut:

a. Bidan memiliki penglihatan yang baik terhadap lapang kerja penjahitan

perineum

b. Posisi pasien memungkinkan bidan dapat dengan nyaman dan leluasa

melakukan penjahitan, yaitu litotomi. Jika diperlukan dapat ditambahkan

pengganjal dibawah bokong dengan kekebalan beberapa cm

c. penggunaan cahaya yang cukup terang

d. Anatomi dapat terlihat jelas

e. Teknik yang steril

f. Tindakan cepat

g. Bekerja hati-hati

Penatalaksanaan dan teknik pada penjahitan robekan perineum pada

tingkatan menurut Mochtar (2017) adalah :

a. Tingkat I

Rupture perineum tingkat I merupakan tipe robekan yang sangat kecil dan

paling ringan, pada tingkat ini, bagian yang robek adalah kulit disekitar

permukaan mulut vagina atau kulit perineum, rupture perineum tingkat I

biasanya tidak memerlukan jahitan dan bisa sembuh dalam waktu sekitar 1

minggu.

b. Tingkat II

Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perineum tingkat II maupun

tingkat III, jika dijumpai pinggir yang tidak rata atau bergerigi tersebut harus

diratakan terlebih dahulu.Pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-


masing diklem terlebih dahulu kemudian digunting. Setelah pinggir robekan

rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit

dengan cutgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan cutgut secara

terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina mulai dari puncak

robekan.terakhir kulit perineum dijahit dengan benang sutera secara terputus-

putus.

c. Tingkat III

Mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit. kemudian fasia perektal

dan fasia septum retrovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu

kembali.Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan

diklem dengan klem peanlurus. kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan cutgut

kromik sehingga bertemu kembali. selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis

seperti menjahit robekan perineum tingkat II.

d. Tingkat IV

Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai.

Penanganan Ruptur Perineum

Menurut (Nugroho, 2017) ada beberapa langka untuk menangani rupture

perineum.

1. Sebelum merepair luka episiotomi laserasi, jalan lahir harus

diekpose/ditampilkan dengan jelas, bila diperlukan dapat menggunakan

bantuan speculum sims

2. Identifikasi apakah terdapat laserasi serviks, jika harus direpair terlebih

dahulu.

3. Masukkan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan perdarahan

dari dalam uterus untuk sementara sehingga luka episiotomi tampak jelas.
4. Masukkan jari ke II dan III dalam vagina dan regangkan untuk dinding vagina

untuk mengekpose batas atas (ujung) luka.

5. Jahitan dimulai 1 cm prosimal puncak luka, luka dinding vagina dijahit

kearah distal hingga batas commissura posterior.

6. Rekontruksi diapgrama urogenital (otot perineum) dengan cromic catgut 2-0.

7. Jahitan diteruskan dengan penjahitan perineum.

Menurut (0xorn, 2018) ada beberapa langkah menangani ruptur perineum

1. Robekan derajat pertama

Robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin.Tujuannya adalah

merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan

hemostatis.Pada rata-rata kasus beberapa jahitan terputus lewat mukosa

vagina, fourchette dan kulit perineum sudah memadai. jika perdarahannya

banyak dapat digunakan jahitan angka-8, jahitan karena jahitan ini kurang

menimbulkan tegangan dan lebih menyenagkan bagi pasiennya.

2. Robekan derajat kedua lapis demi lapis:

a. Jahitan terputus, menerus ataupun jahitan simpul digunakan untuk

merapatkan tepi mukosa vagina dan submukosanya;

b. Otot-otot yang dalam corpus perineum dijahit menjadi satu dengan

terputus;

c. Jahitan subcutis bersambung atau jahitan terputus, yang disimpulkan

secara longgar menyatukan kedua tepi kulit.

3. Robekan derajat ketiga yang total diperbaiki lapis demi lapis:

a. Dinding anterior rectum diperbaiki dengan jahitan memakai chromic

catgut halus 000 atau 0000 yang menyatu dengan jarum. Mulai pada
apex, jahitan terputus dilakukan pada submukosa sehingga tunica

serosa,musculusdan submukosa rectum tertutup rapat.

b. Garis perbaiki ulang dengan merapatkanfascia perirectal dan fascia

septum rectovaginalis. Digunakan jahitan menurus atau jahitan terputus.

c. Pinggir robekan spincter recti (yang telah mengerut) diidentifikasi dijepit

dengan forceps allis dan dirapatkan dengan jahitan terputus atau jahitan

berbentuk angka- 8 sebanyak dua buah.

d. Mukosa vagina kemudian diperbaiki seperti pada episotomi garis tengah,

dengan jahitan menerus atauterputus.

e. Musculusperineus dijahit menjadi satu dengan jahitan terputus.

f. Kedua tepi kulit dijahit menjadi satu dengan jahitan subculus menerus

atau jahitan terputus yang disimpulkan secara longgar.

g. Perbaikan pada robekan partial.Perbaikanpada robekan partial derajat

ketiga serupa denganperbaikan pada robekan total, kecuali dinding

rectum masih utuh dan perbaikan dimulai dengan menerapkan kembali

kedua ujung spchinter rectiterobek .

Asuhan Perawatan Luka pada Ruptur Perineum

Beberapa asuhan yang dapat dilakukan untuk proses perawatan luka

perineum yaitu (Pudiastuti 2020) :

1. Makanan yang bergizi, kaya akan protein dan sesuai porsi akan Jaga

perineum tetap kering

2. Gizi

Menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan segar. Dan akan mempercepat

masapenyembuhan luka perineum.Makanan yang kaya akan protein akan

mempercepat pertumbuhan jaringan baru pada luka perineum

3. Melakukan vulva hiegine yang benar


Kebersihanvulva sangat mempengaruhi penyembuhan luka perineum.Oleh

sesbab itu ibu yang melakukan perawatan luka perineum harus melakukan

cara yang benar untuk membersihkan vulva agar terhindar dari

mikroorganisme.

Cara melakukan vulva hiegine yang benar adalah:

a. Lepas semua pembalut dan cebok dari arah depan ke belakang

b. Waslap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahanwaslap yang

sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan. Jangan

takut dengan rasa nyeri, bila tidak dibersihkan dengan benar maka darah

kotor akan menempel pada luka jahittan dan menjadi tempat kuman

berkembang biak.

c. Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa benar

– benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil.

d. Setelah luka bersih boleh berendam dalam air hangat dengan

menggunakan tempat rendam khusus. Atau bila tidak bisa melakukan

perendaman dengan air hangat cukup disiram dengan air hangat.

e. Mengenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman dan celana dalam

yang bersih dari bahan katun. Jangan mengenakan celana dalam yang

bisa menimbulkan reaksi alergi.

f. Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih luka

jahitanmaka akan semakin cepat sembuh dan kering. Lakukan perawatan

yang benar setiap kali ibu buang air kecil atau saat mandi dan bila

mengganti pembalut.
g. Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat

sembuh. Makanan berprotein ini bisa diperoleh dari telur, ikan, ayam dan

daging, tahu, tempe. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan semua

makanan kecuali  bila ada riwayat alergi.

h. Luka tidak perlu dikompres obat antiseptik cair tanpa seizin dokter atau

bidan

4. Lakukan  latihan kegel dan senam nifas.

a. Yaitu senam untuk ibu setelah melahirkan, latihan kegel ini berguna

untuk menguatkan kembali otot dasar panggul setelah proses persalinan.

Untuk senam bisa diawali di tempat tidur dengan gerakan sederhana,

misalnya boleh mengangkat kaki saat tiduran secara bergantian. Kaki

diangkat satu persatu secara bergantian mulai setinggi  45˚ sampai 90˚.

b. Perbanyak latihan jalan dengan posisi badan lurus jangan membungkuk.

i. Setelah luka bersih boleh berendam dalam air hangat dengan

menggunakan tempat rendam khusus. Atau bila tidak bisa melakukan

perendaman dengan air hangat cukup disiram dengan air hangat.

j. Mengenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman dan celana dalam

yang bersih dari bahan katun. Jangan mengenakan celana dalam yang

bisa menimbulkan reaksi alergi.

k. Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih luka

jahitanmaka akan semakin cepat sembuh dan kering. Lakukan perawatan

yang benar setiap kali ibu buang air kecil atau saat mandi dan bila

mengganti pembalut.
l. Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat

sembuh. Makanan berprotein ini bisa diperoleh dari telur, ikan, ayam dan

daging, tahu, tempe. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan semua

makanan kecuali  bila ada riwayat alergi.

m. Luka tidak perlu dikompres obat antiseptik cair tanpa seizin dokter atau

bidan

5. Lakukan  latihan kegel dan senam nifas.

c. Yaitu senam untuk ibu setelah melahirkan, latihan kegel ini berguna

untuk menguatkan kembali otot dasar panggul setelah proses persalinan.

Untuk senam bisa diawali di tempat tidur dengan gerakan sederhana,

misalnya boleh mengangkat kaki saat tiduran secara bergantian. Kaki

diangkat satu persatu secara bergantian mulai setinggi  45˚ sampai 90˚.

d. Perbanyak latihan jalan dengan posisi badan lurus jangan membungkuk.

e. Boleh jongkok pelan-pelan. Jangan kuatir jahitan akan lepas karena

jahitan sangat kuat.

6. Mobilisasi

Karena lelah setelah bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8

jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri

untuk mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua

diperbolehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan, dan hari keempat atau lima

sudah diperbolehkan pulang. Mobilisasi di atas mempunyai variasi,

tergantung pada komplikasi persalinan, nifas, dan sembuhnya luka-luka.

7. Pemberian antibiotik sesuai anjuran bidan


Betadine Salep Antiseptic adalah salah satu salep antibiotik yang mampu

mengeringkan luka bekas jahitan dengan cepat. Salep ini mengandung

Povidone-iodine 10% yang dipercaya mencegah infeksi pada bekas-bekas

luka. cara pemakaian salep ini cukup mudah, yaitu Anda hanya perlu

mengoleskan pada bagian yang mengalami luka secara merata. Untuk orang

dewasa dan anak-anak, oleskan 3-4 kali sehari hingga sembuh.

1.2 Hipotesa Penelitian


1. Ada hubungan aktifitas ibu dengan resiko Ruptur Perineum
2. Ada hubungan senam ibu dengan resiko Ruptur Perineum
3. Ada hubungan pijat Perineum dengan resiko Rupyur Perineum
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian


observasional . Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Survey Cross Sectional.
3.2Tempat dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di klinik Pratama Matahari, Jangka waktu


penelitian dilakukan selama ..........................

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh ibu
hamil yang ada di Pratama Matahari
3.3.2 Sampel
Sampel adalah seluruh ibu hamil yang menjadi populasi

3.4 Data Penelitian

3.4.1 Jenis Dan Sumber Data


Jenis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer.
Menurut (Pratiwi 2017) data primer ialah sumber data yang langsung
memberikan data kepada pengumpul data. Oleh karena itu Data
primer yang digunakan pada penelitian ini yaitu, hasil wawancara
dan juga obeservasi yang dilakukan di klinik
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data
1.1 Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan data primer dan juga buku ANC yang ada di klinik
yang menjadi tempat penelitian. Teknik pngumpulan data ini
menggunakan buku catatan dan juga pulpen untuk menuliskan data
responden yang menjadi subyektif penelitian. Teknik Pengumpulan Data
Alat yang diggunakan penelitian ini adalah kuesioner,kuesioner suatu
teknik pengumpulan data dengan memberikan dan menyebarkan daftar pertanyaan
kepada responden untuk di jawab
1.1.1 Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara langsung dengan
menggunakan kuesioner. Data yang diambil meliputi data tentang identitas
ibu,pola makan saat hamil,kenaikan berat badan selama hamil, frekuensi
kunjungan ANC ibu selama hamil,aktivitas ibu sehari hari,senam selama hamil.
1.1.2 Data Sekunder
Data sekunder dimanfaatkan sebagai pelengkap/ pendukung data primer
yang berhubungan dengan keperluan penelitian. Data sekunder diperoleh dari data
rekam medis di Klinik Mars Pagar Merbau tentang data jumlah kasus bayi
makrosomia.
3.7.Aspek Pengukuran
Skala digunakan untuk mengukur perilaku asupan gizi dibuat 10
kunsioner,dengan pertanyaan bila menjawab ya dibeli score 1,bila di jawab tidak
diberi score 0.
3.8. Langkah Pengelolahan Data
Sebelum melakukan analisis data, maka dilakukan pengolahan data yang
meliputi :
3.8.1. Editing
Hasil wawancara harus melalui proses penyuntingan (editing) terlebih dahulu.
Secara umum editing adalah kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian
kuesioner, yaitu meliputi :
1. Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi.
2. Apakah jawaban cukup jelas dan relevan dengan pertanyaanya.
3. Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan
yang lainnya (Notoatmodjo, 2010).
3.8.2. Coding
Pengkodean atau coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan
JUDUL: RESIKO ROBEKAN PERINEUM KARATERISTIK PRILAKU
ANTENATAL CARE INTRANATAL CARE PADA IBU BERSALIN

Kerangka Teori

Prilaku ANC Prilaku INC


1. Posisi meneran
1. Senam kagel Resiko Ruptur
selama kehamilan 2. Posisi tangan Perineum
penolong
2. Pijat perineum
3. Oles
minyak/pelumas

1.3 Hipotesa Penelitian


1. Ada hubungan senam hamil pada ruptur perineum
2. Ada hubungan pijat perineum pada ruptur perineum
3. Ada hubungan posisi mengedan pada ruptur perineum
Defenisi Operasional

NO Variabel Definisi Alat Ukur Katagori Skala Data

1 Resiko Ruptur Ruptur perineum adalah robekan Kuesioner Ordinal

Perineum yang terjadi pada perineum


 sewaktu persalinan yang dapat
mengakibatkan komplikasi
persalinan dan nifas yang dapat
membahayakan ibu.
Bahaya dan komplikasi ruptur
perineum antara lain adalah
perdarahan, hematoma, fistula, dan
infeksi.
2 Senam kagel Senam Kagel adalah latihan Kuesioner
dasar pangul yang di lakukan
untuk membantu memperkuat
otot-otot penopang rahim dan
memperkuat otot-otot vagina.
3 Pijat Perineum Pijat Perineum antenal atau Kuesioner
pelebaran saluran kelahiran adalah
pijatan pada perineum wanita
hamil-kulit di sekitar lubang
vagina atau di lakukan dimana saja
dalam 4 hingga 6 minggu sebelum
melahrkan.
4 Posisi mengeden Mengeden atau mengejan Kuesioner
adalah proses dimana ibu
menggunakan tekanan dari
dalam tubuh untuk mendorong
bayi keluar menuju jalan lahir.
Mengejan diperlukan saat ibu
melahirkan secara normal.

Anda mungkin juga menyukai