Makalah Pendidikan SD Berbasis Budaya Lokal Kay
Makalah Pendidikan SD Berbasis Budaya Lokal Kay
Makalah Pendidikan SD Berbasis Budaya Lokal Kay
Dosen Pembimbing
BANDA ACEH
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu dan senang tiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
limpahan dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendidikan SD
Berbasis Budaya Lokal” saya berusaha dengan penuh kesabaran dan keuletan untuk dapat
memaksimalkan tugas ini.
Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik mungkin. Akan tetapi kami menyadari
makalah kami ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritikan yang
sifatnya membangun sangat kami harapkan demi memperbaiki makalah ini nantinya.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 rumusan masaalah........................................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
2.1 Latar Belakang Pendidikan Berbasis Budaya Lokal....................................................................2
2.2 Pengertian Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal........................................................................3
2.3 Model-Model Yang Dapat Digunakan dalam Pembelajaran Berbasis Budaya Lokal.................4
2.4 Landasan Teori Pembelajaran Berbasis Budaya..........................................................................6
2.5 Jenis-Jenis Pembelajaran Berbasis Budaya..................................................................................6
2.6 Proses Pembelajaran Belajar dengan Pembelajaran Berbasis Budaya........................................11
BAB III.....................................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Ki Hajar Dewantoro, kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yaitu alam dan zaman (kodrat dan masyarakat)
yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan
kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai. Pendidikan dan kebudayaan adalah sesuatu yang
selalu hadir dalam kehidupan sehari-hari, karena budaya merupakan kesatuan utuh dan
menyeluruh yang berlaku dalam suatu masyarakat dan pendidikan merupakan kebutuhan yang
mendasar bagi setiap individu dalam masyarakat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pembelajaran berbasis budaya, budaya menjadi sebuah metode bagi siswa untuk
mentransformasikan hasil observasi mereka ke dalam bentuk-bentuk dan prinsip-prinsip yang
kreatif tentang alam. Dengan demikian, melalui pembelajaran berbasis budaya, siswa bukan
sekadar meniru dan atau menerima saja informasi yang disampaikan, tetapi siswa menciptakan
makna, pemahaman,dan arti dari informasi yang diperolehnya. Pengetahuan, bukan sekadar
rangkuman naratif dari pengetahuan yang dimiliki orang lain, tetapi suatu koleksi (repertoire)
yang dimiliki seseorang tentang pemikiran, perilaku, keterkaitan, prediksi dan perasaan, hasil
transformasi dari beragam informasi yang diterimanya.
4
Pembelajaran berbasis budaya merupakan salah satu cara yang dipersepsikan dapat
(1) menjadikan pembelajaran bermakna dan kontekstual yang sangat terkaitdengan komunitas
budaya, di mana suatu bidang ilmu dipelajari dan akan diterapkan nantinya, dan dengan
komunitas budaya dari mana kita berasal.
(2) menjadikan pembelajaran menarik dan menyenangkan. Kondisi belajar yang memungkinkan
terjadinya penciptaan makna secara kontekstual berdasarkan pada pengalaman awal sebagai
seorang anggota suatu masyarakat budaya. Hal ini sejalan dengan pemikiran aliran
konstruktivisme.
Pembelajaran berbasis budaya bermula dari pendekatan experiental learning, yang berarti
belajar melalui penghayatan langsung atas pengalaman yang dialami. Mikarsa (2007: 7.20),
menerangkan syarat dalam pendekatan experiental learning, yaitu
(1) Siswa memikul tanggung jawab pribadi untuk belajar apa yang ingin dicapainya,
5
(2) lebih dari hanya sekedar melibatkan proses-proses kognitif,
(3) tujuan belajarnya meliputi pula aspek keterampilan dan aspek afektif,
(4) siswa aktif dalam proses pembelajaran, baik secara fisik maupun psikologis.
b. Etno Matematika
Pembelajaran ini digunakan dalam mempelajari struktur teori aljabar yang ada dalam
pola tenun tradisional, pola musik, dan sistem persaudaraan dalam budaya.
Inovasi ini dikembangkan untuk sekolah menengah dalam pembelajaran biologi, fisika,
dan kimia dengan cara menggunakan lingkungan sekitar sebagai laboratorium pembelajaran IPA
Pembelajaran berbasis budaya dalam tulisan ini dikhususkan pada mata pelajaran SBK
Seni rupa, lebih khususnya materi menggambar motif batik. Dalam pembelajaran berbasis
budaya ini karya seni gambar yang dirancang berhubungan dengan budaya siswa yaitu batik.
Batik merupakan budaya asli Indonesia yang harus dilestarikan, dengan pembelajaran berbasis
budaya diharapkan siswa dapat lebih mengenal batik dan membanggakan batik sebagai karya
budaya bangsa Indonesia.
6
Suprayekti (2008: 12), mengemukakan pendekatan berbasis budaya merupakan cara
penciptaan lingkungan belajar dan perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan
budaya sebagai bagian dari proses pembelajaran. Dapat diartikan bahwa pembelajaran berbasis
budaya merupakan sebuah strategi pembelajaran yang relevan dan menarik untuk dikembangkan
pada mata pelajaran seni rupa, proses pembelajaran ini mengenalkan siswa kepada budaya yang
ada di lingkungan sekitar.
Sesuai dengan teori konstruktivisme, proses belajar dalam pembelajaran berbasis budaya
tidak dapat dirancang dengan guru berperan sebagai penceramah, sementara siswa duduk dengan
pasif mendengarkan, mencatat materi pelajaran yang disampaikan guru, melainkan proses belajar
difokuskan pada strategi atau cara agar siswa dapat:
b) memperoleh pemahaman terpadu tentang bidang ilmu dan budaya sebagai landasan
untuk berpikir kritis.
c) berpartisipasi aktif, senang, dan bangga untuk belajar bidang ilmu dalam belajar
berbasis budaya.
7
2.4 Landasan Teori Pembelajaran Berbasis Budaya
Semua bentuk atau pendekatan dalam pembelajaran memiliki landasan tori tersendiri.
Pembelajaran berbasis budaya merupakan salah satu cara yang dipersepsikan dapat:
Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Menurut Sardjiyo dan Panen
(2005: 88), budaya sebagai ilmu berarti budaya dipelajari dalam satu mata pelajaran khusus
tentang budaya untuk budaya. Mata pelajaran tersebut tidak diintegrasikan dengan mata
pelajaran yang lain dan tidak berhubungan satu sama lain. Mata pelajaran yang menempatkan
budaya sebagai ilmu adalah mata pelajaran Seni Rupa, Seni Tari, Seni Musik, Seni Budaya dan
8
Keterampilan, dan sebagainya. Pembelajaran berbasis budaya yang menempatkan budaya
sebagai ilmu cenderung bergantung pada media kebudayaan yang disediakan guru.
Di sekolah yang menyediakan sumber belajar seperti alat musik dan peralatan drama
dalam mempelajari budaya maka mata pelajaran budaya di sekolah tersebut akan berkembang
relatif lebih baik. Namun banyak sekolah yang tidak memiliki sumber belajar yang memadai
sehingga mata pelajaran tersebut menjadi matapelajaran hafalan dari buku atau dari cerita guru
(yang belum tentu benar). Dengan kondisi seperti itu pada akhirnya, mata pelajaran budaya
menjadi tidak bermakna baik bagi siswa, guru, sekolah, maupun pengembang budaya dalam
komunitas tempat sekolah berada. Inilah gambaran tentang ketidakberhasilan mata pelajaran
budaya yang sekarang ini ada.
Dalam belajar dengan budaya, budaya dan perwujudannya menjadi media pembelajaran
dalam proses belajar, menjadi konteks dari contoh-contoh tentang konsep atau prinsip dalam
suatu mata pelajaran, serta menjadi konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata
pelajaran. Misalnya, untuk memperkenalkan bentuk bilangan (bilangan positif, bilangan negatif)
dalam suatu garis bilangan, digunakan Cepot (tokoh jenaka dalam wayang Sunda). Cepot akan
memandu siswa berinteraksi dengan garis bilangan dan operasi bilangan dalam pembelajaran
matematika.
Contoh lain, diwujudkan ketika seorang pengajar mempergunakan sempoa (alat untuk
menghitung yang biasa digunakan oleh orang Tionghoa). Pengajar dapat menunjukkan
kedudukan satuan, puluhan, ratusan, ribuan dan seterusnya dan menunjukkan cara penambahan
dan pengurangan bahkan untuk perkalian dan pembagian. Contoh lain, seorang pengajar
pelajaran fisika menggunakan angklung, calung atau berbagai bentuk dan ukuran gong untuk
memperkenalkan konsep bunyi, gelombang bunyi, dan gema. Guru seni suara pun bisa
menggunakan angklung itu untuk memperkenalkan nada dan mengiringi lagu.
9
bidang mata pelajaran IPA dan juga menambah wawasan siswa dalam mengenal bentuk dan
jenis-jenis alat musik tradisional.
Belajar melalui budaya merupakan salah satu bentuk multiple representation of learning
(Dirjen Dikti, 2004: 15), atau bentuk menilaian pemahaman dalam beragam bentuk. Misalnya
siswa tidak perlu mengerjakan tes untuk mengerjakan topik tentang lingkungan hidup, tetapi
siswa dapat membuat poster, membuat karangan, lukisan, lagu atau puisi yang melukiskan
tentang lingkungan hidup. Mereka bebas mengekspresikan lewat karyanya tentang kekeringan,
banjir, hutan yang gundul, gunung yang asri dan sebagainya. Dengan menganalisis produk
budaya yang diwujudkan siswa, pengajar dapat menilai sejauh mana siswa memperoleh
pemahaman dalam topik lingkungan, dan bagaimana siswa menjiwai topik tersebut.
Suprayekti (2008: 16) menerangkan bahwa belajar melalui budaya merupakan metode
yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau
makna yang diciptakan dalam suatu mata pelajaran melalui ragam perwujudan budaya.
Penerapan pembelajaran berbasis budaya ini misalnya pada mata pelajaran IPS materi mata
angin, siswa dapat menyanyikan lagu mata angin dengan memberikan gerakan untuk
menunjukkan arah mata angin serta siswa juga dapat menggambarkan arah mata angin.
Sementara itu, ahli lain membagi jenis-jenis pembelajaran berbasis budaya menjadi
empat macam sebagai berikut.
Belajar tentang budaya menempatkan budaya sebagai bidang ilmu. Budaya dipelajari
dalam program studi khusus, tentang budaya dan untuk budaya. Dalam hal ini, budaya tidak
terintegrasi dengan bidang ilmu lain. Proses belajar tentang budaya, sudah cukup dikenal selama
ini, misalnya mata pelajaran kesenian dan kerajinan tangan, seni dan sastra, seni suara, melukis
atau menggambar, seni musik, seni drama, tari dan lain-lain. Budaya dipelajari dalam satu mata
pelajaran khusus, tentang budaya. Mata pelajaran tersebut tidak terintegrasi dengan mata
pelajaran lain, dan tidak berhubungan satu sama lain.
10
b. Belajar dengan budaya
Belajar dengan budaya terjadi pada saat budaya diperkenalkan kepada siswa sebagai cara
atau metode untuk mempelajari pokok bahasan tertentu. Belajar dengan budaya meliputi
pemanfaatan beragam bentuk perwujudan budaya. Dalam belajar dengan budaya, budaya dan
perwujudannya menjadi media pembelajaran dalam proses belajar, menjadi konteks dari contoh-
contoh tentang konsep atau prinsip dalam suatu mata pelajaran, serta menjadi konteks penerapan
prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran.
Belajar melalui budaya merupakan strategi yang memberikan kesempatan siswa untuk
menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata
pelajaran melalui ragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya merupakan salah satu
bentuk multiple representation of learning (Dirjen Dikti, 2004: 15), atau bentuk menilaian
pemahaman dalam beragam bentuk. Misalnya siswa tidak perlu mengerjakan tes untuk
mengerjakan topik tentang lingkungan hidup, tetapi siswa dapat membuat poster, membuat
karangan, lukisan, lagu atau puisi yang melukiskan tentang lingkungan hidup. Mereka bebas
mengekspresikan lewat karyanya tentang kekeringan, banjir, hutan yang gundul, gunung yang
asri dan sebagainya. Dengan menganalisis produk budaya yang diwujudkan siswa, pengajar
dapat menilai sejauh mana siswa memperoleh pemahaman dalam topik lingkungan, dan
bagaimana siswa menjiwai topik tersebut.
11
d. Belajar berbudaya
Belajar berbudaya merupakan bentuk pengejawantahan budaya itu dalam perilaku nyata
sehari-hari siswa. Misalnya, anak dibudayakan untuk selalu menggunakan bahasa Krama Inggil
pada hari Sabtu melalui Program Sabtu Budaya. Anak juga dapat melaksanakan kebersihan
lingkungan sekolah pada hari Jumat melalui program Jumat Bersih.
Belajar melalui budaya merupakan metode yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang diciptakannya dalam suatu mata
pelajaran melalui ragam perwujudan budaya. Belajar melalui budaya merupakan salah satu
bentuk multiple representation of learning assessment atau bentuk penilaian pemahaman dalam
beragam bentuk.
Goldberg dalam bukunya yang berjdudul Art and learning: An integrated approach to
teaching and learning in multicultural and multilingual setting membedakan pembelajaran
berbasis budaya menjadi tiga macam yaitu sebagai berikut.
a. Belajar tentang budaya (menempatkan budaya sebagai bidang ilmu). Budaya dipelajari
dalam satu mata pelajaran khusus dan tidak diintegrasikan dengan mata pelajaran yang lain.
Namun, banyak sekolah yang tidak memiliki sumber belajar yang memadai sehingga mata
pelajaran tersebut menjadi mata pelajaran hafalan dari buku atau cerita guru yang belum pasti
kebenarannya.
b. Belajar dengan budaya. Belajar dengan budaya terjadi pada saat budaya diperkenalkan
kepada siswa sebagai cara atau metode untuk mempelajari suatu mata pelajaran tertentu. Belajar
dengan budaya menjadikan budaya dan perwujudannya sebagai media pembelajaran dalam
proses belajar, konteks dari contoh tentang konsep atau prinsip dalam mata pelajaran, serta
konteks penerapan prinsip atau prosedur dalam suatu mata pelajaran.
c. Belajar melalui budaya. Belajar melalui budaya merupakan metode yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan pencapaian pemahaman atau makna yang
diciptakannya dalam suatu mata pelajaran melalui ragam perwujudan budaya (2000).
12
2.6 Proses Pembelajaran Belajar dengan Pembelajaran Berbasis Budaya
Budaya diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya dalam suatu proses yang disebut
pewarisan budaya, selain diwariskan proses pembudayaan juga tercipta dalam bentuk adopsi
tradisi budaya oleh orang yang belum mengetahui suatu budaya. Pewarisan tradisi budaya
dikenal dengan enkulturasi (enculturation) sedangkan adopsi budaya disebut akulturasi
(acculturation).
Pendidikan berperan dalam adopsi budaya, transmisi, konservasi, serta pelestarian budaya. Jika
guru bermaksud untuk menerapkan pembelajaran berbasis budaya dalam mata pelajaran seni
rupa (misalnya membatik), maka proses pembelajaran dapat dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut.
a. Proses pembudayaan
13
b. Observasi hasil budaya
Siswa mengamati berbagai karya seni motif batik dari berbagai daerah. Transformasi
budaya memicu siswa untuk sekedar meniru atau menciptakan karya seni motif batik yang baru
dengan memadukan dan kreativitas siswa itu sendiri. Pengamatan siswa terhadap motif-motif
batik yang telah dipilih untuk menjadi contoh dalam proses pembelajaran ini. Dengan mengamati
berbagai bentuk motif maka pelaksanaan pemeblajaran dalam pembuatan karya motif batik akan
berlangsung dengan baik karena siswa telah mendapat gambaran yang mengenai bentuk-bentuk
motif batik.
Dengan melihat contoh-contoh hasil karya motif batik dari berbagai daerah di Indonesia,
siswa menganalisis perbedaan corak yang ada dan mengetahui ciri khusus dalam karya batik
suatu daerah. Misalnya menurut Sunaryo (2009: 28) motif kawung terjadi dari bentuk-bentuk
lingkaran yang saling berpotongan berjajar, motif kawung (Pa’bombo uai) memiliki makna
nasihat agar giat bekerja serta sebagai simbol ketabahan.
d. Pembuatan karya
Siswa membuat karya seni rupa dalam bentuk gambar batik dengan corak sesuai
kreativitas siswa yang dibatasi pada corak motif batik daerah sekitar, yaitu motif batik Pemalang
karena sekolah tempat dilaksanakan penelitian terletak di kabupaten Pemalang. Pada pembuatan
karya, teknik transformasi dapat digunakan karena siswa telah mengamati contoh-contoh motif
batik dan telah melihat bentuk serta ciri-ciri yang menonjol pada jenis motif batik, dengan
demikian siswa dapat menggabungkan beberapa contoh jenis motif atau siswa dapat memadukan
serta mengembangkan suatu motif dengan kreasi siswa sendiri sesuai kreativitas siswa.
e. Tindak lanjut
Karya yang sudah dibuat siswa dipamerkan di majalah dinding sekolah atau papan pamer
kelas untuk memicu dan memotivasi siswa berkaya serta mencintai kebudayaan batik.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran berbasis budaya merupakan strategi penciptaan lingkungan belajar dan
perancangan pengalaman belajar yang mengintegrasikan budaya sebagai bagian dari proses
pembelajaran (Sutarno, 2012). Pembelajaran berbasis budaya dilandaskan pada pengakuan
terhadap budaya sebagai bagian yang fundamental bagi pendidikan, ekspresi dan komunikasi
suatu gagasan, serta perkembangan pengetahuan. Lebih lanjut Sutarno (2012) menjelaskan
bahwa pembelajaran berbasis budaya sangat bermanfaat bagi pemaknaan proses dan hasil belajar
bagi peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar yang kontekstual dan bahan apersepsi
untuk memahami konsep ilmu pengetahuan dalam budaya lokal (etnis) yang dimiliki.
b. Etno Matematika
Teori konstruktivisme dalam pendidikan terutama berkembang dari hasil pemikiran Vygotsky
yang menyimpulkan bahwa siswa mengkontruksikan pengetahuan atau menciptakan makna
sebagai hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam suatu konteks sosial. Konstruktivisme juga
dikembangkan oleh piaget yang menyatakan bahwa setiap individu menciptakan makna dan
pengertian baru, berdasarkan interaksi antara apa yang telah dimiliki, diketahui, dan dipercayai
dengan fenomena ide atau informasi baru yang dipelajari.
15
DAFTAR PUSTAKA
Pembelajaran Berbasis Budaya. (2018, January 12). Wong Kapetakan’s Blog; Wong
berbasis-budaya/
16