Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Laporan Pendahuluan Ispa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

INSFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

DISUSUN OLEH :
BERTO NOVIANTO
NIM 2022207209470

PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG

TAHUN 2023
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
ISPA merupakan penyakit infeksi yang menyerang lebih dari satu bahkan
lebih pada bagian sistem saluran pernapasan, termasuk sinus, rongga telinga
tengah, dan pleura, mulai dari hidung hingga alveolus, biasanya klien yang
mengalami penyakit tersebut mengalami sakit selama 14 hari dan sering di
jumpai pada anak – anak terutama pada anak yang berusia dibawah 5 tahun,
mulai timbulnya gejala yang ringan dan berat (Jalil, 2018).
ISPA merupakan penyebab utama penyakit dan kematian tertinggi di
dunia dengan menduduki peringkat ke – 3 dengan jumlah persentase 10 – 50
kali pada negara yang berkembang dibandingkan dari negara yang maju
(Lubis, 2019).
Penyakit ISPA biasanya disebabkan oleh berbagai organisme, namun
sebagian besar biasanya disebabkan oleh virus dan bakteri, virus merupakan
penyebab yang paling umum terjadi dan yang paling utama mempengaruhi
untuk masuk dan menginfeksi ke dalam saluran pernapasan bagian atas dan
dapat menimbulkan penyakit infeksi lainnya seperti rhinitis, sinusitis,
faringitis, tansilitis, dan laryngitis, dan hampir 90% dari infeksi ini disebabkan
oleh virus dibandingkan dengan bakteri (Tandi, 2018).

2. Etiologi
ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab, seperti bakteri dan virus.
Bakteri yang dapat menimbulkan penyebab ISPA antara lain diplococcus
penumoniae, pneumococcus, streptococcus aureus, haemophilus, influenza
dan virus yang dapat menyebabkan penyakit ISPA yaitu kelompok
microsovirus, adnovirus, coronavirus, picornavirus, mycoplasma, dan
herpesvirus (Pitriani, 2020).
ISPA yaitu penyakit infeksi yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme yang menyerang sistem saluran pernapasan, biasanya
mikroorganisme tersebut menyerang pada sistem pernapasan bagian atas
mulai dari rongga hidung, faring, dan laring, yang dapat menyebabkan
disfungsi pada saat terjadinya proses pertukaran gas, sehingga timbulah
masaalh penyakit seperti infeksi pada saluran pernapasan, flu, pilek, faringitis,
radang pada tenggorokan, laryngitis, bahkan penyakit sistem pernapasan
lainnya yang tidak menimbulkan tanda – tanda komplikasi (Fatmawati, 2018).
3. Tanda dan Gejala
Secara garis besar, biasanya klien yang mengalami ISPA di dapatkan
tanda secara klinis seperti sakit tenggorokan, batuk disertai dengan dahak
yang berwarna kuning atau putih dengan konsistensi kental (mukoid), nyeri
dada posterior, dan konjungtivitis, mual, muntah, sulit tidur, nyeri otot, sakit
kepala, nafsu makan menurun, dan demam salama 4 – 7 hari disertai dengan
malise dan myalgia (Suriani, 2018).
Menurut (Masriadi, 2017), gejala – gejala ISPA yaitu:
a. Gejala ISPA ringan
Yang dikatakan ISPA ringan terlihat pada anak – anak ketika
timbul masalah lebih dari satu gejala yang ditemukan sebagai berikut:
1. Batuk
2. Timbul suara serak pada saat anak berbicara dan menangis
3. Klien mengalami selesma yang keluar dari rongga hidung berbentuk
lendir dengan konsitensi cair bahkan kental
4. Tubuh klien bahang dan ditandai dengan suhu tubuh meningkat hingga
37 – 38oC
b. Gejala dari ISPA sedang
Yang dikatakan ISPA sedang terlihat pada anak – anak ketika
timbul masalah lebih dari satu gejala yang ditemukan sebagai berikut:
1. Frekuensi napas diatas 50×/menit pada anak yang berusia dibawah 1
tahun dan frekuensi napas diatas 40×/menit pada anak yang berusia
diatas 1 tahun atau lebih
2. Suhu tubuh lebih dari 39oC
3. Tenggorokan berwarna merah
4. Timbul bintik – bintik merah menyerupai seperti campak yang muncul
di kulit
5. Timbulnya cairan seperti nanah dari rongga telinga yang menimbulkan
rasa sakit
6. Suara napas ronci.
c. Gejala dari ISPA berat
Seseorang anak diidentifikasi ISPA berat jika gejala ISPA ringan
atau sedang dijumpai dengan satu atau lebih gejala sebagai berikut:
1. Bibir atau kulit membiru
2. Lubang hidung terlihat bergempul – gempul ketika sedang bernapas
3. Kesadaran menurun
4. Terdapat bunyi napas stridor dan malise
5. Frekuensi nadi cepat >160 x/menit bahkan tidak teraba
6. Tenggorokan tampak memerah

4. Patofisiologi
ISPA adalah penyakit yang penularannya melalui udara dan disebabkan
oleh pantogen seperti virus, bakteri, jamur, dan polutan, yang menyerang
sistem saluran pernapasan sehingga dapat menyebabkan pembengkakan pada
dinding mukosa sehingga terjadi penyempitan di saluran pernapasan. Deposisi
agen pantogen yang masuk pada transport cilia mucus (jalur pembentukan
mucus) menyebabkan reaksi mucus yang berlebihan, sehingga menyebabkan
over produksi lendir yang larut melalui hidung, sehingga lendir yang
dikeluarkan dari hidung menandakan bahwa seseorang sudah terpapar Infeksi
Saluran Pernapasan.
Seorang yang terpapar ISPA dapat menginfeksikan penularan ISPA
melalui kontak biasanya melalui kontak kulit secara langsung antara orang
yang sakit dengan orang sehat dan seperti tangan yang telah terkontaminasi
droplet setalah bersin, dan droplet tersebut menyebar di udara dan mengendap
di selaput lendir mata, mulut, dan hidung, sehingga akibat dari penularan
tersebut menajdikan seseorang yang seharusnya tidak terjangkit penyakit
tersebut menjadi terjangkit ISPA (Noviantari, 2018).

5. Klasifikasi
Berdasarkan (Halimah, 2019), klasifikasi ISPA dikategorikan berdasarkan
tipe dan umur yaitu :

a. ISPA berdasarkan tipenya:

1. Pneumonia, suatu proses infeksi yang sangat akut yang dapat merusak
jaringan paru – paru di bagian alveoli.
2. Bukan Pneumonia yaitu, (common cold) batuk pilek (pharyngitis)
radang tenggorokan, dan tonsilitis.

b. ISPA berdasarkan tipe umurnya yaitu:

1. Anak usia 2 – 59 bulan (2 – 4,5 tahun):


a. Bagi anak yang berusia 2 – 11 bulan yang dikatan lain pneumonia
jika frekuensi napasnya <50x/menit dan jika anak tersebut berumur
12-59 bulan dikatakan bukan pneumonia jika frekuensi nafasnya
kurang dari 40x/menit dan tidak ditemukan tanda tarikan pada
dinding dada.
b. Untuk anak yang berusia 2 – 11 bulan dikatakan pneumonia jika di
temukan tanda seperti napas cepat dan frekuensi napasnya diatas
50x/menit. Dan untuk anak yang berusia 2 – 59 bulan pernapasan
cepat dan frekuensinya napasnya diatas 40x/menit dan tidak
ditemukan tanda pada dinding dada. Pneumonia berat, ditandai
dengan batuk dan frekuensi napas yang cepat dan terdapat retraksi
dinding dada pada bagian bawah menuju ke dalam.

6. Faktor Resiko

Menurut (Ariano, 2019) dalam (Basuki, 2017) menyatakan secara

umum terdapat tiga faktor resiko terjadinya ISPA yaitu faktor lingkungan

yang meliputi pencemaran udara dalam ruangan, kondisi fisik rumah, dan

kepadatan rumah. Faktor yang pertama yaitu faktor lingkungan yang

dimaksud adalah kebiasaan merokok, diamana perilaku merokok dapat

menimbulkan bahaya bagi keluarga, terutama pada anak dan balita,

dimana jika balita menghirup asap rokok yang mengandung nikotin

tersebut dapat beresiko 2 kali lebih berbahaya dibandingkan orang dewasa,

hal ini disebabkan karena balita memiliki daya tahan tubuh yang masih

rentan terhadap penyakit. Dan faktor yang kedua yaitu faktor individu

seorang anak yang meliputi usia anak, berat badan lahir rendah (BBLR),

gizi, dan imun, dan faktor yang ketiga yaitu faktor perilaku yang

berhubungan cara penanganan ISPA di keluarga, baik yang dilakukan oleh

ibu maupun anggota keluarga lainnya. dari ketiga faktor tersebut dapat

disimpulkan bahwa faktor pencetus terjadinya penyakit ISPA dapat

disebabkan dari faktor luar maupun luar.

7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut:

a. Otitis media akut


Otitis media adalah infeksi telinga tengah yang menyebabkan
peradangan atau timbul kemerahan dan pembengkakan, sehingga
menyebabkan akumulasi cairan di belakang gendang telinga. Otoitis
media akut merupakan salah satu penyebab komplikasi yang
menyebabkan penuruna fungsi tuba eustachius yang menyebabkan
terjadinya infeksi pada saluran pernapasan bagian atas (Haryono,
2019).
b. Rinosinusitis Kronik

Rhinitis kronis adalah penyakit inflamasi yang menyebabkan

infeksi pada rongga sinus paranasal dengan tanda dan gejala yang

muncul seperti hidung tersumbat, terdapat nyeri tekan pada area

sekitaran wajah, terdapat secret pada area nasal dan serta

menghilangnya penciuman dan secara obyektif rhinitis kronis

ditemukan tanda dan gejala seperti polip hidung, dan terdapat

produksi mucus yang tidak memiliki warna (Kasim, 2020).

c. Pneumonia

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi yang


menyerang bagian jaringan paru – paru (Alveoli). Penyebab terjadi
pneumonia diakibatkan oleh infeksi dan berbagai agen infeksius
seperti jamur, bakteri, dan virus. Program untuk pengendalian
pneumonia saat ini lebih memprioritaskan balita sakit yang memiliki
tanda gejala kesulitan bernapas yaitu batuk, frekuensi napas cepat,
diikuti Tarikan Dada Bagian Bawah Kedalam (TDDK) dan pernafasan
cepat (Kemenkes, 2019).

d. Epitaksis

Epitaksis atau yang sering disebut mimisan, merupakan suatu

pendarahan yang keluar dari saluran hidung. Mimisan sering terjadi

pada beberapa kasus sembuh secara sewaktu, dan melainkan 6% saja


kasus yang memerlukan tindakan intervensi secara medis (Marbun,

2017).

e. Konjungtivitis

Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang sering dijumpai

baik secara umum maupun global, ditandai dengan gejala seperti

kemerahan ringan dengan mata berair hingga konjungtivitis berat

ditandai dengan keluarnya cairan purulent yang kental penyakit ini

dapat mengenai semua kalangan umur dari gejala akut hingg kronis

dan dapat disebabkan oleh beberapa faktor intrinsic dan ekstrinsik

(Insani, 2017).

f. Faringitis

Faringitis atau yang sering disebut faringitis streptococcus merupakan

penyakit yang memiliki akumulasi cukup tertinggi secara nasioanl

maupun global dan hampir semua orang mengalami penyakit tersebut.

Penularan penyakit ini dapat disebabkan oleh inhalsasi secret yang

keluar melalui saluran pernafasan atas dan merupakan infeksi saluran

pernafasan yang disebabkan oleh pantogen infeksi bakteri (Sari, 2020)

dalam (Faroh, 2020).

8. Pemeriksaan Penunjang

i. CT – Scan, dilakukan untuk mengecek adakah penebalan pada area

dinding hidung, penebalan rongga mucosa sinus bagian dalam dan hal

tersebut menunjukan adanya flu biasa.

ii. Foto polos, dilakukan untuk menemukan adanya perubahan atau tidak

pada area sinus

iii. Menganalisa secret, yang bertujuan untuk mengetahui organismus apa

yang menimbulkan penyebab penyakit tersebut muncul


(Rahajoe, 2016)

9. Penatalaksanaan
Menurut Susanto dalam (Widianti, 2020) menjelaskan bahwa
penatalaksanaan yang baik untuk mengatasi ISPA memerlukan sosok
seorang orang tau atau keluarga terdekat sebagai mekanisme untuk
mengurangi dampak gangguan Kesehatan pada anak dan keluarganya.
Pengetahuan orang tua terutama ibu tentang penanganan ISPA yang baik
mampu membantu dalam mendeteksi dini untuk pencegahan penyakit
ISPA. Penanganan ISPA biasanya ditandai dengan resiko dari yang ringan
hingga yang berat yang sangat memerlukan penanggulangan ekstra dengan
cara penurunan demam, memberikan nutrisi yang cukup, pemberian
mineral yang cukup, memberikan rasa nyaman, dan mendapatkan
pendampingan khusus dari tenanga kesehatan. Hasil dari tinjaun Pustaka
tentang penatalaksanaan ISPA pada anak yang berusia dibawah 5 tahun,
didapat bahwa Infeksi Saluran Pernafasan Akut merupakan kondisi
penyakit yang sangat serius dan dapat berdampak buruk jika ditangani
secara lambat dan salah. Oleh karena itu, orang tua dirumah harus lebih
teliti dan memahami cara penanganan yang baik dan benar ketika di
rumah.
Berdasarkan litelatur review yang dikutip melalui jurnal Padil dalam
(Widanti, 2020) karena keluarga paling dekat dengan klien, maka peran
keluarga disini sangat dibutuhkan dalam mengambil keputusan untuk
dilakukannya pengobatan klien ketika dirumah, sekalipun pengobatan
yang dilakukan di pelayanan kesehatan membuahkan hasil yang baik,
tetapi ketika pengobatan di rumah tidak dilanjutkan , maka keberhasilan
tenaga
kesehatan dalam merawat klien yang sakit akan sia – sia dan tidak
menutup kemungkinan akan terjadinya pengulangan kambuh penyakit oleh
klien (Widianti, 2020).

B. Proses keperawatan
1.Pengkajian dan Data Dasar
a. Pengkajian
Pengkajian menurut (Amalia Nurin, 2014)

1) Status Klien

2) Usia

Sebagian besar infeksi pernafasan biasanya menyerang kalangan

anak – anak yang berusia dibawah 3 tahun, terutama pada bayi

yang berusia di bawah 1 tahun, beberapa hasil yang didapatkan

oleh peneliti menunjukkan hasil bawah anak – anak pada umur di

bawah 3 – 1 tahun lebih mudah terjangkit penyakit infeksi terutama

ISPA dibandingkan pada orang yang lanjut usia.

3) Jenis Genitalia

Angka kematian ISPA sering dijumpai pada kalangan usia < 2

tahun, dimana angka kematian anak akibat ISPA paling besar pada

kalangan anak - anak yang berjenis kelamin Wanita sedangkan laki

– laki cenderung lebih rendah di bangdingkan perempuan.

4) Alamat

Kepadatan hunian seperti jumlah anggota keluarga yang tidak

sesuai dan padat nya masyarakat di tempat tinggal tersebut

merupakan salah satu faktor risiko penyebar penyakit ISPA.

Mengapa demikian,karena penyebab awal terjadinya gangguan

pernafasan maupun ISPA tersendiri disebabkan oleh rendahnya

ventilasi udara di dalam rumah ataupun diluar rumah,baik secara

biologi, fisik, maupun kimia.

b. Keluhan Utama

Biasanya pasien yang mengalami ISPA di dapatkan keluhan utamanya

adalah demam, kejang, sesak napas, batuk, nafsu makan menurun,

gelisah atau rewel, dan kepala terasa sakit.

c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya pasien sebelumnya merasakan panas yang tinggi secara

tiba -tiba, sakit kepala, malise, nyeri pada area sendi dan otot,

kehilangan nafsu makan, flu dan batuk, dan sakit tenggorokan.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pasien sudah pernah mengidap penyakit yang serupa.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Klien yang mengalami ISPA biasanya memiliki riwayat penyakit

infeksi, seperti TBC, Pneumonia, dan Ifeksi saluran pernafasan

lainnya. Bahkan kemungkinan keluarga klien sendiri memiliki

riwayat penyakit yang serupa.

4) Riwayat Sosial

Biasanya ditemukan klien yang mengalami penyakit seperti ini

karena biasanya mereka tinggal di lingkungan yang berdebu dan

padat oleh penduduk.

d. Kebutuhan Dasar

1) Makan Dan Minum

Pada saat dilakukan pengkajian klien mengalami penurunan intake

cairan dan nutrisi, diare, serta penurunan berat badan dan anoreksia.

2) Aktivitas Dan Istirahat

Klien biasanya terlihat lemas, aktivitas berkurang, dan menghabiskan

waktu nya untuk berbaring.

3) BAK

Klien jarang berkemih.

4) Kenyamanan

Biasanya klien mengeluh myeri pada area otot dan sendi disertai
dengan kepala sakit.

5) Hygine

Biasanya kondisi diri klien lemah dan kusut.

e. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Bagaiamana keadaan umum pasien, biasanya pasien terlihat lemas,

letih, lesu dan merasa berat atas penyakit yang dialaminya saat itu.

2) Tanda Vital

Seperti apa suhu tubuh, frekuensi nadi, frekuensi nafas, dan

tekanan darah klien. Biasanya pada klien yang mengalami ISPA

Tekanan darah menurun, sesak nafas, nadi teraba lemah dan cepat,

suhu tubuh meningkat, sianosis.

3) TB/BB

Disesuaikan dengan umur dan tumbuh kembang pada anak.

4) Kuku

Bagaimana kondisi kuku, apakah terlihat bersih atau kotor, terdapat

sianosis atau tidak, dan terdapat kelainan pada kuku jari klien atau

tidak.

5) Kepala

Bagaimana kebersihan kulit kepala klien apakah terdapat ketombe

atau tidak, ada lesi atau tidak, warna rambut, serta bentuk kepala

apakah ada kelainan pada kepala.

6) Wajah

Bagaimana bentuk wajah apakah simetris atau tidak, kulit wajah

terlihat pucat atau tidak.

7) Mata

Bagaimana bentuk mata, apakah konjungtiva anemis atau tidak,


sklera ikterik atau tidak, reaksi pupil terhadap cahaya seperti apa,

terdapat palpebra atau tidak, dan terdapat gangguan dalam

penglihatan atau tidak.

8) Hidung

Seperti apa bentuk hidung klien simetris atau tidak,terdapat sekret

atau tidak pada hidung serta adakah cairan yang keluar melalui

hidung, terdapat sinus atau tidak dan apakah terdapat masalah

dalam penciuman atau tidak.

9) Mulut

Bentuk mulut, apakah membrane mukosa bibir terlihat lembab atau

kering, terdapatbercak kemerahan pada lidah atau tidak, apakah

terdapat kesulitan pada saat menelan, dan adakah masalah dalam

berbicara.

10) Leher

Apakah terdapat pembengkakan kelenjar tyroid, dan apakah

ditemukan pembengkakan vena jugularis.

11) Telinga

Apakah ada kotoran atau secret didalam telinga, bagaiaman bentuk

telinganya simetris kika atau tidak, terdapat kelainan atau tidak

pada daun telinga, apakah terdapat respon nyeri pada telinga,dan

terdapat gangguan pendengaran atau tidak.

12) Thorax

Bagaimana bentuk dada apakah simetris atau tidak, cek pola nafas

nya apakah terdapat suara nafas tambahan atau tidak seperti

wheezing, dan apakah terdapat kesulitan dalam bernafas.

Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan

a) Melihat
(1) Membrane mukosa – faring tampak kemerahan

(2) Tonsil terlihat memerah dan terdapat pembengkakan pada

tonsil

(3) Batuk tampak aktif atau terus menerus

(4) Tidak ada jaringan luka yang membekas di dada

(5) Tidak terdapat penggunaan otot bantu pernafasan dan

pernafasan cuping hidung

b) Meraba

(1) Terdapat demam pada klien

(2) Terdapat nyeri tekan pada bagian leher dan pada bagain

kelenjar getah bening

(3) Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid

c) Mengetuk

Didapatkan suara paru resonan

d) Mendengar

Suara nafas vesikuler dan bukan suara ronchi yang terdengar

pada kedua sisi lapang paru. Jika suara ronchi tersebut muncul

biasanya ditandai dengan adanya stridor atau wheezing berarti

hal tersebut menunjukkan tanda bahaya pada klien (Suriani,

2018).

13) Abdomen

Seperti apa bentuk abdomen,turgor kulit kering atau tidak, terdapat

nyeri tekan atau tidak pada abdomen, apakah perut terasa

kembung, lakukan pemeriksaan bising usus apakah terdapat

peningkatan bising usus atau tidak.

14) Genetalia

Bagaimana bentuk alat kelamin dan distribusi rambut kelamin,


warna rambut kelamin. Jika pada laki – laki lihat keadaan penisnya

terdapat kelainan atau tidak. Sebaliknya pada wanita lihat keadaan

labia minoranya, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.

15) Integument

Lihat warna kulitnya, terdapat lesi atau tidak, CRT < 3 detik, turgor

kulit kering atau tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada permukaan

kulit dan kulit terasa panas atau tidak.

16) Ekstremitas

(1) Melihat

Terdapat pembengkakan atau tidak, terdapat tanda sianosis atau

tidak, dan ada kesulitan dalam bergerak atau tidak.

(2) Meraba

Biasanya ditemukan nyeri tekan atau benjolan pada area yang

merasa sakit

(3) Mengetuk

Melakukan pengecekan reflek patella dengan menggunakan

alat hummer.

b. Analisa Data

Dari hasil survey yang dilakukan oleh perawat tersebut, perawat akan

mengelompokkan data yang terbaru dengan yang sudah ada untuk

mencocokan dan menarik kesimpulan yang sesuai agar dapat

merumuskan permasalahan yang aktual dan melakukan pearwatan pada

klien.

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penelitian tentang respon klien

terhadap masalah kesehatan yang dialami oleh klien, yang dimana

didalamnya terdapat suatu proses kehidupan individu, keluarga, maupun


komunitas dengan peristiwa potensial mengenai riwayat kesehatan klien.

Diagnosa yang biasanya muncul pada pasien ISPA menurut SDKI (Pokja,

2017) adalah sebagai berikut:

a. Bersihan Jalan Napas Tidak efektif (D.0149)

b. Nyeri Akut (D.0077)

c. Resiko Infeksi (D.0142)

d. Hipertermia (D.0130)

e. Intoleransi aktivitas (D.0056)

f. Ansietas (D.0080)

3. Rencana tindakan keperawatan

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi Keperawatan


Keperawatan Hasil (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
1 Bersihan Jalana Bersihan Jalan Napas Latihan Batuk Efektif (I.01006)
Napas Tidak (L.01001) Obsevasi
Efektif Setelah dilakukan 1.1 Identifikasi kemampuan batuk
Tindakan keperawatan 1.2 Monitor adanya retensi sputum
selama … x … jam 1.3 Monitor tanda dan gejala infeksi
diharapkan bersihan saluran napas
jalan napas menurun 1.4 Monitor input dan output cairan
dengan kriteria hasil : (mis. Jumlah dan karakteristi)
- Produksi sputum dari
skala … ke skala … Terapeutik
- Mengi dari skala … 1.5 Atur posisi semi – Fowler atau
ke skala … Fowler
- Wheezing dari skala 1.6 Pasang perlak dan bengkok di
… ke skala … pangkuan pasien
- Mekonium dari skala 1.7 Buang secret pada tempat sputum
… ke skala …
Dengan Skala Edukasi
Indikator: 1.8 Jelaskan tujuan dan procedure batuk
1. Meningkat efektif
2. Cukup Meningkat 1.9 Anjurkan Tarik nafas dalam melalui
3. Sedang hidung selama 4 detik, ditahan
4. Cukup Menurun selama 2 detik, kemudian keluarkan
5. Menurun melalui mulut dengar bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
1.10 Anjurkan mengulangi Tarik napas
dalam hingga 3 kali
1.11 Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah Tarik napas dalam
yang ke -3

Kolaborasi
1.12 Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspetoran, jika perlu
2 Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri (I. 08238)
(L.08006) Observasi
Setelah dilakukan 3.1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
tindakan keperawatan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
selama … x … jam nyeri
diharapkan tingkat 3.2. Identifikasi skala nyeri
nyeri menurun dengan 3.3. Identifikasi respon nyeri non verbal
kriteria hasil : 3.4. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
-Keluhan nyeri dari 3.5. Identifikasi pengetahuan dan
skala … ke skala … kenyakinan tentang nyeri
-Meringis dari skala … 3.6. Identifikasi pengaruh budaya
ke skala … terhadap respon nyeri
-Sikap protektif dari 3.7. Identifikasi pengaruh nyeri pada
skala … ke skala … kualitas hidup
-Gelisah dari skala … 3.8. Monitor keberhasilan terapi
ke skala … komplementer yang sudah diberikan
-Kesulitan tidur dari 3.9. Monitor efek samping penggunaan
skala … ke skala … analgetik
-Frekuensi nadi dari Terapeutik
skla … ke skala … 3.10. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
Dengan Skala TENS, hypnosis, akupresure,
Indikator: terapi musik, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik
1. Meningkat imajinasi terbimbing, kompres
2. Cukup Meningkat hangat/dingin, terapi bermain
3. Sedang 3.11. Kontrol lingkungan yang
4. Cukup Menurun memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
5. Menurun ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3.12. Fasilitas istirahat dan tidur
3.13. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

3.14. Jelaskan penyebab, periode, dan


pemicu nyeri
3.15. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3.16. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
3.17. Anjurkan menggunakan analgetic
secara tepat
3.18. Ajarkan Teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

3.19. Kolaborasi pemberian analgetic,


jika perlu
3 Risiko Infeksi Tingkat Infeksi Manajemen Imunisasi / Vaksinasi
(L.14137) (I.14508)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan keperawatan 4.1. Identifikasi Riwayat Kesehatan
selama … x … jam dan Riwayat alergi
diharapkan tingkat 4.2. Identifikasi kontraindikasi
infeksi menurun pemberian imunisasi (mis. reaksi
dengan kriteria hasil : anafilaksis terhadap vaksin
vaksin sebelumnya dan atau sakit
- Demam dari skala … parah dengan atau tanpa demam)
ke skala … 4.3. Identifikasi statsu imunisasi setiap
- Kemerahan dari skala kunjungan ke pelayanan
… ke skala … Kesehatan
Terapeutik
- Nyeri dari skala … ke 4.4. Berikan suntikan pada bayi di
skala … bagian paha anterolateral
- Bengkak dari skala … 4.5. Dokumentasikan informasi
ke skala … vaksinansi (mis. nama produsen,
- Kadar sel darah putih tanggal kadaluarsa)
dari skala … ke skala 4.6. Jadwalkan imunisasi pada
… interval waktu yang tepat
- Kadar sel darah putih Edukasi
dari skala … ke skala 4.7. Jelaskan tujuan, manfaat, reaksi
… yang terjadi, jadwal, dan efek
samping
Dengan Skala 4.8. Informasikan imunisas yan
Indikator : diwajibkan pemerintah (mis.
Hepatitis B, BCG, difteri, tetanus,
1. Meningkat pertusi, H. influenza, polio, campak,
2. Cukup Meningkat measles, rubela)
3. Sedang 4.9. Informaikan imunisasi yang
4. Cukup Menurun melindungi terhadap penyakit
5. Menurun namun saat ini tidak diwajibkan
pemerintah (mis.
influenza,pneumokokus)
4.10. Informasikan vaksinasi untuk
kejadian khusus (mis. rabies,
tetanus)
4.11. Informasikan penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti mengulang
jadwal imunisasi Kembali
4.12. Informasikan penyedia layanan
pekan imunisasi nasional yang
menyediakan vaksin gratis
4 Hipertermia Termoregulasi Manajemen Hipertermia (I.15506)
(L.14134) Observasi
Setelah dilakukan 5.1. Identifikasi penyebab hipertermia
tindakan keperawatan (mis. Dehidrasi, terpapar lingkungan
salama … x … jam panas, penggunaan inkubator)
diharapkan hipertermia 5.2. Monitor suhu tubuh
membaik dengan 5.3. Monitor kadar elektrolit
kriteria hasil : 5.4. Monitor haluaran urine
- Menggigil dari skala 5.5. Monitor komplikasi akibat
… ke skala … hipertermia
-Kulit merah dari
skala … ke skala … Teraputik
-Kejang dari skala …
ke skala … 5.6. Sediakan lingkungan yang dingin
- Suhu tubuh dari skla 5.7. Longgarkan atau lepaskan pakaian
… ke skala … 5.8. Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Dengan Skala 5.9. Berikan cairan oral
Indikator : 5.10. Ganti linen setiap hari atau lebih
1. Memburuk sering jika mengalami hyperhidrosis
2. Cukup Memburuk (keringat berlebih)
3. Sedang 5.11. Lakukan pendinginan eksternal
4. Cukup Membaik (mis. Selimut hipotermia atau
5. Membaik kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
5.12. Hindari pemberian antipiretik atau
ispirin
5.13. Berikan oksigen,jika perlu

Edukasi

5.14. Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

5.15. Kolaborasi pemberian cairan dan


elektrolit intravena,jika perlu

5 Intoleransi Toleransi Aktivitas Manajemen Energi (I.05178)


Aktivitas (L.05047) Observasi
Setelah dilakukan 6.1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh
tindakan keperawatan yang mengakibatkan kelelahan
selama … x … jam 6.2. Monitor kelelahan fisik dan
diharapkan intoleransi emosional
aktivitas meningkat 6.3. Monitor pola dan jam tidur
dengan kriteria hasil : 6.4. Monitor lokasi dan ketidak
- Frekuensi nadi dari nyamanan selama
skal … ke skala … melakukan aktivitas
- Keluhan Lelah dari
skala … ke skala … Terapeutik
- Dispnea saat
aktivitas dari skala … 6.5. Sediakan lingkungan nyaman dan
ke skala rendah stimulus (mis. Cahaya,
… suara,kunjungan)
- Dispnea setelah 6.6. Lakukan latihan rentang gerak pasif
aktivitas dari skala … dan/atau aktif
ke skala … 6.7. Berikan aktivitas distraksi yang
Dengan Skala menenangkan
Indikator: 6.8. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur,
1. Meningkat jika tidak dapat berpindah atau
2. Cukup Meningkat berjalan
3. Sedang
4. Cukup Menurun Edukasi
5. Menurun
6.9. Anjurkan tirah baring
6.10. Anjurkan aktivitas secara bertahap
6.11. Anjurkan menghubungi perawat
jika tanda dan gejala kelelahan
berkurang
6.12. Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi

6.13. Kolaborasi dengan ahli gizi


tentang cara meningkatkan asupan
makanan
6 Ansietas Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas (I.09314)
(L.09093) Observasi
Setelah dilakukan 7.1. Identifikasi saat tingkat ansietas
Tindakan keperawatan berubah (mis. Kondisi, waktu,
selama … x … jam stressor)
diharapkan ansietas 7.2. Identifikasi kemampuan mengambil
menurun dengan keputusan
kriteria hasil : 7.3. Monitor tanda – tanda ansietas
-Verbalisasi (verbal dan nonverbal)
kebingungan dari Terapeutik
skala … ke skala … 7.4. Ciptakan suasana terapeutik untuk
-Verbalisasi khawatir mengurangi kecemasan, jika
dari skala …. ke memungkinkan
sakala … 7.5. Temani pasien untuk mengurangi
-Kondisi yang kecemasan, jika memungkinkan
dihadapi dari skala … 7.6. Pahami situasi yang membuat
ke skala … ansietas
-Perilaku gelisah dari 7.7. Dengarkan dengan penuh perhatian
skala … ke skala … 7.8. Gunakan pendekatan yang tenang
- Perilaku tegang dari dan menyakinkan
skala … ke skala … 7.9. Tempatkan barang pribadi yang
Dengan Skala memberikan kenyamanan
Indikator: 7.10. Motivasi mengidentivikasi
1. Meningkat situasi yang memicu kecemasan
2. Cukup Meningkat 7.11. Diskusikan perencanaan realistis
3. Sedang tentang peristiwa yang akan dating
4. Cukup menurun Edukasi
5. Menurun 7.12. Jelaskan procedure,
termasuk sensasi yang
memungkinkan dialami
7.13. Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis
7.14. Anjurkan keluarga untuk tetap
Bersama pasien, jika perlu
7.15. Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
7.16. Anjufrkan mengungkapkan
perasaan dan presepsi
7.17. Latih kegiatan pengalih untuk
mengurangi ketegangan
7.18. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
7.19. Latih teknik
relaksasi Kolaborasi
7.20. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Halimah. 2019. Kondisi Lingkungan Rumah Pada Balita Penderita Infeksi Saluran
Pernafasan Akut ( ISPA ) di Desa Teke Kecamatan Palibelo Kabupaten
Bima Tahun 2019 . Tersedia dalam
http://repository.poltekeskupang.ac.id. Diakses tanggal 10 September
2019.
Jalil, R. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabangka Kecamatan Kabangka
Kabupaten Muna. Tersedia dalam http://ojs.uho.ac.id. Diakses tanggal
10 September 2019.
Lubis Ira, I., Ferusgel, 2019. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Keberadaan
Perokok dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Silo
Bonto, Kecamatan Silau Laut, Kabupaten Asahan . Jurnal Ilmiah
Kesehatan Masyarakat, 11, 166–173. Diakses tanggal 10 September
2019.
Tandi, J. (2018). Kajian Peresepan Obat Antibiotik Penyakit Pada ISPA Anak di
RSU Anutapura Palu Tahun 2017. 7(4). Tersedia dalam
https://ejournal.unsrat.ac.id/. Diakses tanggal 10 September 2019.
Masriadi (2017) Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia:Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III
(Revisi). Jakarta: PPNI.
.

Anda mungkin juga menyukai