Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

Apotek & Prolanis

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 25

APOTEK

1. Bagaimana alur perencanaan di apotek?


Jawab :
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP merupakan tahap awal
untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang
sesuai dengan kebutuhan. Adapun tahapan dalam proses perencanaan sebagai berikut:

Persiapan
1) Komoditas yang akan disusun
2) Daftar spesifik sediaan farmasi, alkes, BMHP termasuk
kombinasi antara obat generik dan bermerek.
3) Waktu yang dibutuhkan (estimasi periode pengadaan,
safety stock, dan lead time.

Pengumpulan Data
Data penggunaan sediaan farmasi, alkes, BMHP periode
sebelumnya (sisa stok & morbiditas).

Pengumpulan Data
Data penggunaan sediaan farmasi, alkes, BMHP periode
sebelumnya (sisa stok & morbiditas).

Penetapan jenis dan jumlah


menggunakan metode perhitungan kebutuhan

Evaluasi perencanaan

Revisi rencana kebutuhan (prn)

khusus klinik yang bekerjasama dengan BPJS :


mengirimkan RKO yang telah disetujui ke aplikasi
E-Monev
Klinik Media Farma menggunakan metode perencanaan konsumsi yang
didasarkan pada data konsumsi sediaan farmasi berdasarkan penggunaan periode
sebelumnya dengan penyesuaian yang dibutuhkan. Perhitungan metode ini didasarkan
pada penggunaan periode sebelumnya ditambah stok penyangga (buffer stock), stok
waktu tunggu (lead time) dan memperhatikan sisa stok. Buffer stock
mempertimbangkan perubahan pola penyakit dan kenaikan jumlah kunjungan (apabila
terjadi kejadian luar biasa/kejadian diluar dugaan). Jumlah buffer stock bervariasi
antara 10% hingga 20% dari kebutuhan (tergantung kebijakan apotek). Stok lead time
adalah stok obat yang dibutuhkan selama waktu tunggu sejak obat dipesan sampai obat
diterima.
Hal yang perlu diperhatikan berdasarkan metode konsumsi:
a) Pengumpulan dan pengolahan data
b) Analisa data untuk informasi dan evaluasi
c) Perhitungan perkiraan kebutuhan sediaan farmasi
d) Penyesuaian jumlah kebutuhan sediaan farmasi dengan alokasi dana

Data yang perlu disiapkan:

a) Daftar nama sediaan farmasi


b) Stok awal
c) Penerimaan
d) Pengeluaran
e) Sisa stok
f) Daftar sediaan farmasi hilang, rusak, kadaluarsa
g) Kekosongan sediaan farmasi
h) Pemakaian rata-rata sediaan per tahun
i) Waktu tunggu
j) Stok pengaman (buffer stock)
k) Pola kunjungan.

Rumus

A=(B+C+D)-E

Dimana,

A = Rencana Pengadaan
B = Pemakaian rata-rata per bulan

C = Buffer stock

D = Lead time

E = Sisa stock

(Kemenkes RI, 2019)

2. Bagaimana alur pengadaan di apotek?


Jawab :
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui, melalui pembelian. Untuk menjamin kualitas pelayanan
kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP harus melalui
jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila ada dua atau lebih
pemasok, apoteker harus mendasarkan pada kriteria berikut:
• mutu produk (kualitas produk terjamin ada NIE/Nomor Izin Edar)
• reputasi produsen (distributor berijin dengan penanggung jawab Apoteker dan
mampu memenuhi jumlah pesanan)
• harga
• ketepatan waktu pengiriman (lead time cepat)
• mutu pelayanan pemasok
• dapat dipercaya
• kebijakan tentang barang yang dikembalikan
• pengemasan

Hal yang harus diperhatikan dalam proses pengadaan:

• Sediaan farmasi, alkes, BMHP diperoleh dari PBF dan PAK berizin
• Terjamin keaslian, legalitas dan kualitas sediaan farmasi, alkes, BMHP
• Barang dating tepat waktu
• Dokumen mudah ditelusuri
• Barang datang sesuai dengan perencanaan
Waktu pengadaan mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut;

• Sisa stok dengan memperhatikan waktu (kecukupan obat)


• Kapasitas sarana penyimpanan
• Waktu tunggu

Syarat apoteker dalam melakukan pengadaan:

• SP yang ditandatangani APA (minimal 2 rangkap, 1 distributor 1 arsip)


• SP tidak dilayani (barang kosong) → APA wajib meminta surat penolakan
• SP Narkotika → hanya dari KFTD (minimal 3 rangkap)
• SP Psikotropika (minimal 3 rangkap)
• SP dapat berupa elektronik (terjamin ketelusuran produknya sekurang-kurangnya
5 tahun, memiliki sistem back up data elektronik)
SP elektronik harus terjamin telah diterima oleh distributor/pemasok dengan
adanya pemberitahuan atau tanda terima SP elektronik
• Kekurangan karena kelangkaan → apotek boleh membeli ke apotek lain
• Pemantauan dan evaluasi pesanan
• Memperhatikan nama obat, kemasan, jumlah obat diadakan, obat yang diterima
dan obat yang belum diterima
Apotek PBF yang bekerjasama dengan BPJS pengadaan dilakukan melalui e-catalog
dengan tahapan:

• Apoteker membuat RKO yang dikirim melalui aplikasi e-monev


• Apoteker melakukan pembelian obat melalui e-purchasing terhadap obat yang
sudah dimuat dalam sistem katalog elektronik portal pengadaan nasional (sesuai
dengan RKO)
• Apabila terjadi penolakan dari penyedia/industri, apotek PRB dapat melakukan
cara lain
• Apotek melakukan perjanjian jual beli terhadap obat yang telah disetujui

(Kemenkes RI, 2019)

Usulan kebutuhan Laporan stok dan pemakaian


perbekalan farmasi dari poli obat dan alkes berdasarkan
pemeriksaan sistem klinik

Usulan rencana kebutuhan

Pengajuan usulan rencana


kebutuhan kepada
PSA/direktur klinik

Revisi Rencana Kebutuhan


(prn)

Disetujui oleh direktur klinik

Dibuat surat pesanan (SP)

Ditandatangani Apoteker
Penanggung Jawab Apotek

Dilakukan pemesanan ke
PBF
3. Bagaimana alur penerimaan di apotek?
Jawab :
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam faktur pembelian
dan/atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Penerimaan dilakukan
dengan pemeriksaan sebagai berikut:
• Kondisi kemasan termasuk segel, label/penandaan dalam keadaan baik
• Kesesuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan obat, isi kemasan antara arsip surat
pesanan dengan obat yang diterima
• Kesesuaian antara fisik obat dengan Faktur pembelian dan/atau Surat Pengiriman
Barang (SPB) yang meliputi: kebenaran nama produsen, nama pemasok, nama
obat, jumlah, bentuk, kekuatan sediaan obat dan isi kemasan; dan nomor bets dan
tanggal kedaluwarsa

Apabila produk yang datang tidak sesuai dapat dilakukan pengembalian pada hari
saat produk datang. Apabila tidak bisa di hari yang sama, maka dilakukan pembuatan
berita acara penerimaan tidak sesuai dan disampaikan bahwa produk harus
dikembalikan. Apabila telah sesuai apoteker melakukan ttd di faktur pembelian
mencantumkan nama, SIP dan SIPA, stempel sarana.

Penerimaan sediaan farmasi di Apotek harus dilakukan oleh Apoteker. Bila


Apoteker berhalangan hadir, penerimaan sediaan farmasi dapat didelegasikan kepada
Tenaga Kefarmasian yang ditunjuk oleh Apoteker Pemegang SIA. Pendelegasian
dilengkapi dengan Surat Pendelegasian Penerimaan sediaan farmasi.
(Kemenkes RI, 2019)

4. Bagaimana alur penyimpanan di apotek?


Jawab :
Penyimpanan sediaan farmasi, BMHP dan Alkes harus dilakukan pencatatan
dengan kartu stok. Pencatatan di kartu stok meliputi nama, bentuk sediaan dan kekuatan
sediaan farmasi, jumlah persediaan, tanggal, nomor dokumen dan sumber penerimaan,
jumlah yang diterima, tanggal, nomor dokumen dan tujuan penyerahan, jumlah yang
diserahkan, nomor bets dan kedaluwarsa setiap penerimaan atau penyerahan, dan paraf
atau identitas petugas yang ditunjuk. Pencatatan stok dilakukan secara manual ataupun
dapat secara elektronik dengan sistem yang tervalidasi, mampu telusur dan dapat
dicetak.
Stock opname sediaan farmasi, BMHP dan alkes dilakukan secara berkala
sekurang-kurangnya sekali dalam 6 (enam) bulan.
Aspek yang harus diperhatikan:
• Obat High Alert
Obat High Alert adalah obat yang perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan
terjadinya kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), dan berisiko tinggi
menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome).
- obat risiko tinggi yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error) dapat
mengakibatkan kematian atau kecacatan seperti, insulin, antidiabetik oral atau
obat kemoterapeutik
- obat dengan nama, kemasan, label, penggunaan klinik tampak/kelihatan sama
(look alike), bunyi ucapan sama (sound alike) biasa disebut lasa, atau disebut
juga Nama Obat Rupa Ucapan Mirip (NORUM), contohnya tetrasiklin dan
tetrakain. Apotek menetapkan daftar obat Look Alike Sound Alike
(LASA)/Nama-Obat-Rupa-Ucapan-Mirip (NORUM). Penyimpanan obat
LASA/NORUM tidak saling berdekatan dan diberi label khusus sehingga
petugas dapat lebih mewaspadai adanya obat LASA/NORUM
- elektrolit konsentrat seperti natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari
0,9% dan magnesium sulfat injeksi
• Obat Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
- Terjaga keamanan, khasiat, mutu dan tidak digunakan untuk menyimpan
barang lain
- Lemari khusus dengan pengawasan apoteker
- 2 buah kunci, 1 apoteker 1 petugas yang diberi kuasa
- Prekursor farmasi harus disimpan dalam bentuk obat jadi di tempat
penyimpanan obat yang aman berdasar analisis resiko
(Kemenkes RI, 2019)

5. Bagaimana alur pelaporan di apotek?


Jawab :
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi
keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang
dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan lainnya. Pelaporan
narkotik, psikotropika dan prekursor farmasi dalam bentuk obat jadi dilaporkan ke
Dinas Kesehatan Kota/Provinsi dengan tembusan Balai POM. Pelaporan dilakukan
paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
• Alur pelaporan SIPNAP

PELAPORAN PENGGUNAAN NARKOTIKA MELALUI SIPNAP

Untuk menginput pelaporan narkotika, melalui menu LAPORAN → Upload/Input Pelaporan →


Narkotika. (terdapat 2 jenis entry pelaporan yaitu dengan input data penggunaan Narkotika
secara manual pada web atau dengan Upload file data dalam format excel).
PELAPORAN PENGGUNAAN PSIKOTROPIKA MELALUI SIPNAP

Untuk menginput pelaporan psikotropika, melalui menu LAPORAN → Upload/Input Pelaporan


→ Psikotropika. (terdapat 2 jenis entry pelaporan yaitu dengan input data penggunaan
Psikotropika secara manual pada web atau dengan Upload file data dalam format excel).
(Kemenkes RI, 2019)

6. Fungsi SIPNAP? SS gambar tampilan SIPNAP?


Jawab :
SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) merupakan bagian dari
upaya pemerintah untuk memantau dan mengatasi masalah penyalahgunaan narkoba di
Indonesia. Penggunaan SIPNAP bertujuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data
penggunaan narkoba dan psikotropika di seluruh Indonesia.

(Kemenkes RI, 2014)


7. Fungsi SIMONA? SS gambar tampilan SIMONA?
Jawab :
Aplikasi SIMONA Kemkes (Sistem Informasi Monitoring dan Pembinaan
Fasilitas Pelayanan Kefarmasiaan) adalah aplikasi berbasis web yang berfungsi sebagai
sistem pembinaan serta monitoring bagi fasilitas pelayanan kefarmasian termasuk
apotek, dalam menjalankan fungsi tugasnya. Setiap apotek punya kewajiban membuat
laporan pelayanan kefarmasian melalui aplikasi SIMONA. Pelaporan mulai berlaku
untuk pelaporan bulan Januari 2023. Laporan bulanan harus dikirim paling lambat
setiap tanggal 5 pada bulan berikutnya. Kecuali, untuk bulan Desember dilaporkan
paling lambat tanggal 30 Desember 2023.

(Kemenkes RI, 2020)


PROLANIS

1. Apa itu prolanis?


Jawab :

PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit Kronis) adalah suatu sistem


pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi
yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka
pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang
efektif dan efisien.

Tujuan prolanis yaitu, untuk mendorong peserta penyandang penyakit kronis


mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang
berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada pemeriksaan spesifik
terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga
dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit.
(BPJS Kesehatan, 2015)
Ada 6 Kegiatan Prolanis yang terdiri dari:
(1) konsultasi medis
(2) edukasi peserta prolanis
(3) Reminder SMS gateway
(4) home visite
(5) aktivitas club (senam)
6) pemantauan status kesehatan.

Pemantauan status Kesehatan pasien prolanis terhadap penyakit DM Tipe 2


dilakukan dengan pengecekan rutin gdp + gd2pp setiap satu bulan sekali, HbA1c untuk
pasien dengan nilai > 7 setiap 3 bulan sekali, dan pengecekan rutin lemak darah (HDL,
LDL, Trigliserida, dan Kolesterol Total), fungsi ginjal (BUN, Creatinin, dan
Microalbumin) setiap 6 bulan sekali untuk pasien DM dan Hipertensi. Pasien Hipertensi
juga mendapatkan pengekan gdp dan gd2pp (skrining DM) setiap satu tahun sekali.
Alur Pasien Prolanis

Pasien Prolanis DM

Pemantauan Kesehatan di Klinik


Gdp + gd2p (1 bulan)
HbA1c + Gdp + gd2p (3 bulan)
Lemah darah + Fungsi Ginjal + DM (6 bulan)

Hasil Cek Laboratorium


dikonsultasikan dengan dokter Klinik

Dokter memberikan arahan terkait


terapi selanjutnya

Pengobatan Rujuk ke RS
kepada
Dokter
Pasien Non PRB Spesialis

Obat diambil Pasien PRB


setelah konsultasi (RS memberikan obat untuk 7
dari dokter di hari, sisa obat untuk 1 bulan/21
Apotek hari diambil di Klinik)
Pasien Prolanis HT

Pemantauan Kesehatan di Klinik


TTV dan IMT di p-care

Normal

Tidak Normal
Pengobatan
dari dokter
Klinik Cek Kesehatan
Lebih Lanjut

Pengecekan gdp+gd2p

Positif DM

Pasien DM + HT

Pemantauan Ketat
Cek Kesehatan
2. Apa yang dimaksud penyakit kronis? Apa bedanya dengan penyakit akut?
Jawab :
Penyakit kronis adalah gangguan atau penyakit yahg berlangsung lama
(berbilang bulan dan tahun), contohnya hipertensi, diabetes melitus, kusta, epilepsi,
TBC, AIDS, leukimia dan sebagainya. Sedangkan penyakit akut adalah ketika gejala
penyakit seseorang tiba-tiba muncul dan memburuk secara cepat dalam waktu singkat
contohnya seperti flu, batuk, pilek, dan radang tenggorokan (Lailatushifah, 2012).

3. Mengapa obat pasien prolanis harus diminum terus menerus?


Jawab :
Tujuannya adalah agar proses kesembuhan pasien yang menderita penyakit
kronis cepat terwujud. Kepatuhan dalam mengkonsumsi obat merupakan aspek utama
dalam penanganan penyakit kronis. Mengkonsumsi obat harian merupakan fokus utama
dalam mencapai derajat kesehatan pasien dalam hal ini perilaku ini dapat dilihat dari
sejauh mana pasien mengikuti atau menaati perencanaan pengobatan yang telah
disepakati oleh pasien dan tenaga medis untuk menghasilkan sasaran teraupetik.
(Lailatushifah, 2012)

4. Berapa nilai normal gula darah, tekanan, kolesterol pasien? Apakah berbeda rentang
nilai normalnya antara pasien normal dan pasien yang sudah terdiagnosis hipertensi dan
diabetes?
Jawab :
Nilai Normal Gula Darah Tekanan, dan Kolesterol
(Lusiana, et al., 2019)

(Tandra, 2018)

(JNC 8, 2014)

5. Mengapa pasien dm ht perlu dipantau lemak darahnya (BUN, GFT, microalbumin,


creatinine)?
Jawab :
Kolesterol dan diabetes merupakan komorbiditas yang paling banyak dijumpai
pada pasien hipertensi. Diabetes dan kolesterol sendiri merupakan penyakit yang dapat
memicu terjadinya hipertensi. Tingginya kadar gula dan lemak dalam darah dapat
menyebabkan darah menjadi kental sehingga viskositas darah meningkat dan
menyebabkan tekanan ke dinding pembuluh darah juga meningkat. Hasilnya tekanan
darah akan meningkat karena pengaruh kadar gula dan kolesterol yang tinggi dalam
darah. (Ayu dan Syaripuddin, 2019).
Gula darah yang tinggi akan menempel pada dinding pembuluh darah. Setelah
itu terjadi proses oksidasi dimana gula darah bereaksi dengan protein dari dinding
pembuluh darah yang menimbulkan AGEs (Advanced Glycosylated Endproducts)
merupakan zat yang dibentuk dari kelebihan gula dan protein yang saling berikatan.
Keadaan ini merusak dinding bagian dalam dari pembuluh darah, dan menarik lemak
yang jenuh atau kolesterol menempel pada dinding pembuluh darah, sehingga reaksi
inflamasi terjadi. Sel darah putih (leukosit) dan sel pembekuan darah (trombosit) serta
bahan-bahan lain ikut menyatu menjadi satu bekuan plak (plaque), yang membuat
dinding pembuluh darah menjadi keras, kaku dan akhirnya timbul penyumbatan yang
mengakibatkan perubahan tekanan darah yang dinamakan hipertensi.
(Setiyorini, et al., 2018)
Upaya menurunkan kadar lemak darah berlebih berhubungan dengan kontrol
diabetes. Semakin baik kontrol gula darah biasanya semakin baik pula profil lemak
darah. Jadi sebenarnya pengobatan standar terhadap lemak darah yang tinggi mencakup
kontrol gula darah yang baik, diet rendah lemak, dan olahraga teratur. Bila pengobatan
sudah dijalankan dengan benar tetapi kolesterol LDL tetap tinggi, hormon TSH dalam
darah perlu diperiksa. TSH yang tinggi karena hipotiroid bisa berdampak lemak dalam
darah yang sangat tinggi. Pasien dengan kadar gula darah tinggi mudah mengalami
hiperlipidemia (kadar lemak dalam darah tinggi) sedangkan orang yang lemak darahnya
melebihi batas normal juga cenderung terkena diabetes. Selain itu, gula dan lemak bisa
menyebabkan banyak komplikasi pada pembuluh darah sehingga merusak saringan
ginjal. Pasien dengan kadar kolsterol tinggi lebih sering mengalami kerusakan ginjal
karena dapat merusak pembuluh darah atau saringan di ginjal (Tandra, 2018).
• Mikroalbuminuria merupakan tanda kardinal onset penyakit ginjal akibat DM,
dan menunjukkan adanya penyakit vaskular progresif yang menyeluruh. Laju
ekskresi albumin (albumin excretion rate/AER) urin 24 jam yang normal adalah
<15 mg (konsentrasi <20mg/L).
• Ureum merupakan produk sisa dari metabolisme protein yang secara normal
dipindahkan dari darah ke ginjal. Jumlah ureum dalam darah ditentukan oleh
diet protein dan kemampuan ginjal mengekskresikan urea. Jika ginjal
mengalami kerusakan, urea akan terakumulasi dalam darah. Peningkatan urea
plasma menunjukkan kegagalan ginjal dalam melakukan fungsi filtrasinya.
• Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme
otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan
diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang sama. Kreatinin diekskresikan
oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi, konsentrasinya relatif konstan
dalam plasma dari hari ke hari, kadar yang lebih besar dari nilai normal
mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal.
(Indriani, et al., 2017)

6. Mengapa pasien dm ht perlu dipantai fungsi ginjalnya?


Jawab :
Penyakit ginjal kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun
dapat berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal kronis, insidensinya
meningkat seiring dengan lamanya penyakit, dan terjadi dalam kurun waktu 20 tahun
setelah didiagnosis. Adanya gangguan fungsi ginjal dapat diketahui dari kadar kreatinin
yang dihitung sebagai angka laju filtrasi glomerulus (eLFG). Diabetes melitus adalah
faktor risiko yang kuat tidak hanya untuk penyakit kardiovaskular, tetapi juga untuk
pengembangan gangguan fungsi ginjal. Risiko kerusakan ginjal meningkat 12 kali lipat
pada pasien dengan diabetes.
Patofisiologi gangguan fungsi ginjal dapat dijelaskan dengan hiperglikemia
kronik yang dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan
protein atau reaksi Mallard dan Browning. Pada awalnya, glukosa akan mengikat residu
amino serta non-enzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang
untuk mencapai bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversibel dan disebut sebagai
produk amadori. Jika proses ini berlanjut terus, akan terbentuk Advenced Glycation
End-Product (AGEs) yang ireversibel. AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi
beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi adhesion molecules yang berperan dalam
penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel, sintesa matriks
ekstraseluler, serta inhibisi sintesis nitric oxide. Proses ini akan terus berlanjut sampai
terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis
sesuai dengan tahap 1-5. Manifestasi mikroangiopati pada ginjal adalah nefropati
diabetik (ND), di mana akan terjadi gangguan faal ginjal yang kemudian menjadi
kegagalan faal ginjal menahun pada penderita yang telah lama mengidap DM.

(Riyadina, et al., 2020)

7. Apa itu gds dan gdp? Berapa nilai normalnya?


Jawab :
Gula darah sewaktu (GDS) dan gula darah puasa (GDP) yang menjadi patokan
untuk pemeriksaan awal DM dengan parameter nilai GDS dan GDP adalah ≥ 200 mg/dl
dan ≥ 126 mg/dl, dan standar nilai normal seharusnya GDS < 200 mg/dl dan GDP 80-
120 mg/dl. Adapun pemeriksaan lanjutan yang dapat menjadi standar pemeriksaan
awal untuk DM yaitu nilai HbA1c. Dimana pada pasien DM nilai HbA1c ≥ 6.5%,
dengan standar nilai normal yaitu < 6.5% (Kusuma, et al., 2022).

8. Apa itu PRB? Apa perbedaannya dengan pasien non PRB?


Jawab :
Pelayanan Obat Rujuk Balik adalah pemberian obat-obatan untuk penyakit
kronis di Faskes Tingkat Pertama sebagai bagian dari program pelayanan rujuk balik.
Wajib dilakukan bila kondisi pasien sudah dalam keadaan stabil, disertai dengan surat
keterangan rujuk balik yang dibuat dokter spesialis/sub spesialis.

Jenis Penyakit yang termasuk Program Rujuk Balik adalah:

a. Diabetus Mellitus
b. Hipertensi
c. Jantung
d. Asma
e. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
f. Epilepsi
g. Schizophrenia
h. Stroke
i. Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
j. Sirosis Hepatitis

Obat yang termasuk dalam Obat Rujuk Balik adalah:

a. Obat Utama, yaitu obat kronis yang diresepkan oleh Dokter Spesialis/Sub Spesialis
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan dan tercantum pada Formularium Nasional
untuk obat Program Rujuk Balik
b. Obat Tambahan, yaitu obat yang mutlak diberikan bersama obat utama dan
diresepkan oleh dokter Spesialis/Sub Spesialis di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan
untuk mengatasi penyakit penyerta atau mengurangi efek samping akibat obat
utama.

Sedangkan pasien non PRB adalah pasien yang berobat langsung ke dokter dan
tidak memerlukan rujukan balik kembali untuk ke dokter spesialis.

(BPJS Kesehatan, 2015)


DAFTAR PUSTAKA

Ayu, G. A., & Syaripuddin, M. 2019. Peranan Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian pada
Penderita Hipertensi. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 15(1), 10-21.

BPJS Kesehatan. 2015. Buku Panduan Praktis PROLANIS. Jakarta: Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.

BPJS Kesehatan. 2015. Panduan Praktis Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN. Jakarta:
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Indriani, V., Siswandari, W., & Lestari, T. 2017. Hubungan antara kadar ureum, kreatinin dan
klirens kreatinin dengan proteinuria pada penderita diabetes mellitus. In Prosiding
Seminar Nasional LPPM Unsoed (Vol. 7, No. 1).

JNC 8. 2014. The Eight Report of the Joint National Commite. Hypertension Guidelines: An
In-Depth Guide. Am J Manag Care.

Kemenkes RI. 2014. SIPNAP User Manual Untuk Apotek. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kemenkes RI. 2019. Petunjuk Teknis Di Puskesmas Standar Pelayanan Kefarmasian Di


Apotek. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. 2020. User Manual Self-Assessment & Laporan Bulanan Sarana Apotek Melalui
SIMONA. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Kusuma, I. Y., Samodra, G., Komala, Y. I., Apriliansa, E. P., & Fauqina, A. A. 2022. Efek Anti
Hiperglikemia Dapaglifozine Monoterapi Dan Kombinasi Dengan Metformin Pada
Mencit. Jurnal Ilmiah Farmako Bahari, 13(1), 72-80.

Lailatushifah, S. N. F. 2012. Kepatuhan pasien yang menderita penyakit kronis dalam


mengkonsumsi obat harian. Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana Yogyakarta,
1-9.

Lusiana, N., Widayanti, L. P., Mustika, I., & Andiarna, F. 2019. Korelasi usia dengan indeks
massa tubuh, tekanan darah Sistol-Diastol, kadar Glukosa, Kolesterol, dan Asam Urat.
Journal of Health Science and Prevention, 3(2), 101-108.

Riyadina, W., Rahajeng, E., & Driyah, S. 2020. Gambaran Gangguan Fungsi Ginjal Kasus Baru
Penderita Diabetes Melitus, Jantung Koroner, dan Strok pada Studi Kohor di Bogor
Indonesia. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 30(4).

Setiyorini, E., Wulandari, N. A., & Efyuwinta, A. 2018. Hubungan kadar gula darah dengan
tekanan darah pada lansia penderita Diabetes Tipe 2. Jurnal Ners Dan Kebidanan
(Journal of Ners and Midwifery), 5(2), 163-171.

Tandra, Hans. 2018. Petunjuk Praktis Mencegah dan Mengalahkan Sakit Ginjal dengan Diet
Benar dan Hidup Sehat. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai