Novel Sejarah - Nasywa Alya
Novel Sejarah - Nasywa Alya
Novel Sejarah - Nasywa Alya
“Cerita Hidupku”
Disusun oleh :
XII MIPA 1
Cerita Hidupku
Seorang bayi perempuan telah lahir di rumah sakit pada hari itu, kedua orang tua mereka
sangat senang menyambut kehadirannya apalagi itu adalah momen pertama mereka resmi
menjadi orang tua, mereka kemudian memberi nama bayi perempuan itu “Nasywa Alya
Zahro”. Ya bayi itu adalah diriku, aku lahir dari keluarga yang sederhana dengan Ayah dan
Ibu yang menyayangiku dan tidak jarang memanjakanku. Sebagai anak dan cucu pertama di
keluarga Ayah dan Ibu tentu saja aku sangat disayang oleh mereka bahkan sampai saat ini,
nenek yang selalu membelaku ketika dimarahi oleh ibu dan kakek yang sering mengajakku
bermain.
Kehidupanku berjalan lancar dan menyenangkan, aku mulai bersekolah ketika berumur 4
tahun ibuku menyekolahkanku di Paud dan Tk dekat rumah. Setiap pagi Ibu mengantarku
kesekolah dan datang saat istirahat untuk memberiku makan siang, setiap minggu Ayah akan
mengajakku bermain di taman atau mengajakku pergi ke tugu pahlawan. Terkadang tiap
minggu pagi atau malam hari kakek akan mengajakku ke lapangan badminton untuk
melihatnya bermain, saat pulang aku akan meminta kakek membelikanku minuman pocari.
Aku memiliki adik ketika usia 5 tahun, saat itu aku sangat senang ketika adikku lahir. Tapi
terkadang aku nakal dan menggigit adikku dan membuatnya menangis, tapi itu karena aku
gemas terhadapnya. Aku masuk SD ketika usia 6 tahun, saat itu ibu bingung ingin
memasukkanku ke sekolah mana, tapi ketika mendengarku membawakan brosur sekolah dia
langsung setuju dan mendaftarkanku ke sekolah. Aku mengikuti tes soal lebih dulu pada
waktu itu selama 2 hari, aku berhasil melewati tesnya dan lolos untuk masuk sekolah
tersebut, sekolah itu bagus ada masjid besar sekali di dalamnya. Itu juga alasanku meminta
ibu untuk mendaftarkanku ke sana, aku bersekolah dengan baik tapi tak jarang juga kelelahan
karena fullday school. Ketika umur 8 tahun adik keduaku lahir, aku sampai bolos sekolah
waktu itu karena tidak ada yang mengantar. Aku sangat senang dengan kehadirannya, dan
sering mengajaknya bermain ketika di rumah, aku lebih menyukainya ketimbang adik
pertamaku karena dia sangat nakal aku juga sedikit tidak akur dengannya.
Suatu hari ibu memperkenalkanku dengan temannya namanya tante Mega, dia sangat dekat
dengan ibu pada saat itu. Ibu mendapatkan koneksi untuk menjadi reseller beberapa produk
brand besar, ibu juga mengikuti investasi yang dilakukan oleh Tante Mega. Ibu semakin
sering keluar dengan Tante Mega dan tak jarang mengajakku juga untuk keluar, Tante Mega
makin akrab dengan keluarga kami. Dia sangat baik pada keluarga kami, orangnya ramah dan
sering memberitahu ibu tempat – tempat liburan untuk keluarga. Keluarga kami sering
bepergian bersama bahkan saling mendatangi rumah masing – masing.
Saat mendekati ujian akhir pada kelas 3 ibu tiba – tiba memutuskan untuk pindah ke desa,
awalnya aku menolak untuk pindah karena tidak mau untuk pindah sekolah. Namun aku
terpaksa untuk ikut pindah karena tidak bisa berpisah dengan ibu, hidupku seolah berubah
180 derajat ketika pindah ke desa. Aku dipindahkan ke sekolah Madrasah dekat rumah nenek,
sekolahnya kecil bahkan hampir tidak layak, teman murid dikelasku hanya 3 orang termasuk
diriku. Kelasnya juga memprihatinkan, hanya satu ruangan yang dipisah oleh sekat kayu
untuk dua kelas, bahkan anak – anak disana sering membully ku secara verbal. Sebenarnya
aku sangat tidak betah disana, tapi aku hanya bisa diam dan tidak berani untuk bercerita
kepada ibu dan ayah.
Satu hari aku mendengar bahwa ibuku bangkrut, dia telah ditipu oleh Tante Mega, uang
ratusan juta milik ibu dibawa kabur, Ayah dan Ibu bahkan sampai menjual beberapa tanah dan
kos – kos an milik mereka, maka dari itu keluarga kami memutuskan untuk pindah ke desa.
Saat mendengarnya aku merasa kesal dan sangat marah tidak menyangka bahwa kelakuannya
yang baik dan ramah selama ini justru berbalik dengan aslinya. Ekonomi keluarga kami
sangat menurun pada saat itu, Ibu dan Ayah harus bekerja dua kali lipat untuk kebutuhan
sehari – hari, karena itu juga aku pindah ke sekolah seadanya. Uang spp pada saat itu hanya
15.000 jauh berbeda dengan sekolah di Surabaya dengan biaya 315.000 per bulannya, aku
sangat sedih pada saat itu karena harus berpisah dengan teman – temanku disekolah lama.
Namun aku tau kalau Ibu dan Ayah pasti merasakannya lebuh dari apa yang aku rasakan,
sejak saat itu keluarga kami sering dihadapkan konflik soal ekonomi dan hal – hal lain. Hal
itu membuat ibu memutuskan untuk bekerja kembali ke Surabaya dan tiap dua atau tiga
minggu sekali untuk pulang, saat aku masuk SMP aku kembali mengalami pembullyan
disekolah, orang – orang di sana juga banyak yang mencemooh ibuku entah kenapa padahal
mereka pun tidak tahu apa – apa soal keluarga kami, ekonomi kami pun berangsur – angsur
membaik tiap tahunnya.
Saat kelulusan SMP ibu memutuskan untuk pindah ke Surabaya lagi, aku senang
mendengarnya karena aku memang ingin bersekolah di Surabaya saja. Tapi Ayah tidak setuju
dengan keputusan itu, Ayah ingin agar kita tetap tinggal didesa saja dan aku juga tetap
bersekolah disana, Ayah dan Ibu bertengkar hebat, mereka bahkan bisa saja untuk bercerai
saat itu. Aku memutuskan untuk ikut ibu di Surabaya, dan mempersiapkan pendaftaran SMA
melalui ppdb yang untungnya ibu belum mengubah status kartu keluarga menjadi kota
Lamongan. Namun aku gagal mengikuti jalur prestasi karena kartu keluargaku tiba – tiba
hilang, aku sudah mencarinya didesa namun tetap tidak ada. Akhirnya ibu bilang untuk daftar
menggunakan kartu keluarga yang lama saja dan untungnya berhasil, aku mendaftar melalui
web dan hanya bisa mengikuti jalur zonasi, namun karena rumahku tidak dekat dengan satu
sekolah manapun akhirnya aku tidak masuk sekolah Negeri. Ibu akhirnya mendaftarkanku ke
SMA Wahasa karena om dan tante ku dulu juga bersekolah disana, awal masuk aku suka
dengan sekolah ini karena tidak ada yang membully ku dan anak – anaknya pun hanya nakal
saja tidak seperti didesa yang sampai membully orang lain.
Saat kelas 11 aku berhasil masuk mipa 1, aku senang sekali dan aku berekspetasi sangat
tinggi untuk kelas ini. Namun ternyata tidak seperti yang aku pikirkan, masih banyak jamkos,
bahkan di jam pondok pun guru sering terlambat dan tidak masuk, meski begitu murid tidak
diperbolehkan pulang dan hanya menunggu di kelas sampai jam 4 sore. Aku merasa jengkel,
hal itu ibarat membuang – buang waktu saja, ketika menerima raport pun guru mengatakan
bahwa nilai – nilaiku tertukar karena absen dari pihak dinas dan tu berbeda. Aku sangat stress
karena itu merasa sangat menyesal karena mengikuti tes masuk kelas mipa 1 bahkan sangat
menyesal untuk bersekolah disini, rata – rata nilaiku sangat rendah karena insiden itu tapi
pihak sekolah sama sekali tidak mau bertanggung jawab. Tiap kali aku memikirkannya aku
akan selalu menangis, aku hanya ingin apa yang menjadi hakku kembali pada diriku, aku
hanya tidak habis fikir jika memang itu adalah kesalahan seharusnya diperbaiki dan
dibenarkan bukan hanya dihiraukan. Sampai saat ini pun aku masih dan tidak akan pernah
ikhlas soal itu, Tapi aku tidak mau berlarut – larut dan kembali menjalani hidupku dengan
normal seolah tidak terjadi apa – apa. Saat ini aku hanya ingin agar berhasil masuk ptn
dengan jurusan yang aku inginkan, aku terus belajar dengan lebih giat dan menggapai
impianku.