Location via proxy:   [ UP ]  
[Report a bug]   [Manage cookies]                

7 LP Dan 7 SP Keperawatan Jiwa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 100

KUMPULAN 7 LP DAN 7 SP KEPERAWATAN JIWA

DI PANTI REHABILITASI MENTAL GRIYA BHAKTI MEDIKA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Jiwa Program Studi Ners
Dosen : Ibu Ns. Sri Supami, S. Kep., M. Kes

Disusun oleh:
Titi Hasmiati,S.Kep
202307018

UNIVERSITAS ICHSAN SATYA BINTARO


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TANGERANG SELATAN
TAHUN 2023/2024
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

I. Kasus (Masalah Utama)


Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami sesuatu
kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas – aktivitas kognitif (Townsend, 2010).
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal (Stuart
dan Sundeen, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas
yang salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar
belakang budaya , ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui
proses interaksi / informasi secara akurat (Yosep , 2009).
Waham adalah keyakinan palsu, didasarkan kepada kesimpulan yang salah
tentang eksternal, tidak sejalan dengan intelegensia pasien dan latar belakang kultural,
yang tidak dapat dikoreksi dengan suatu alasan (Zukna & Lisiswanti, 2017).

II. Proses Terjadinya Masalah


A. FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor predisposisi dari Gangguan Proses Pikir : waham kebesaran dapat dibagi
menjadi 2 teori yang diuraikan sebagai berikut :
1. Teori Biologis
a. Faktor-faktor genetik yang pasti mungkin terlibat dalam perkembangan suatu
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga dengan kelainan
yang sama (orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain).
b. Secara relatif ada penelitian baru yang menyatakan bahwa kelainan skizofrenia
mungkin pada kenyataannya merupakan suatu kecacatan sejak lahir terjadi
pada bagian hipokampus otak. Pengamatan memperlihatkan suatu kekacauan
dari sel-sel pramidal di dalam otak dari orang-orang yang menderita
skizofrenia.
c. Teori biokimia menyatakan adanya peningkatan dari dopamin neurotransmiter
yang dipertukarkan menghasilkan gejala-gejala peningkatan aktivitas yang
berlebihan dari pemecahan asosiasi-asosiasi yang umumnya diobservasi pada
psikosis.
2. Teori Psikososial
a. Teori sistem keluarga Bawen dalam Lowsend (1998 : 147) menggambarkan
perkembangan skizofrenia sebagai suatu perkembangan disfungsi keluarga.
Konflik diantara suami istri mempengaruhi anak. Penanaman hal ini dalam
anak akan menghasilkan keluarga yang selalu berfokus pada ansielas dan suatu
kondsi yang lebih stabil mengakibatkan timbulnya suatu hubungan yang saling
mempengaruhi yang berkembang antara orang tua dan anak-anak. Anak harus
meninggalkan ketergantungan diri kepada orang tua dan anak dan masuk ke
dalam masa dewasa, dan dimana dimasa ini anak tidak akan mamapu
memenuhi tugas perkembangan dewasanya.
b. Teori interpersonal menyatakan bahwa orang yang mengalami psikosis akan
menghasilkan hubungan orang tua anak yang penuh akan kecemasan. Anak
menerima pesan-pesan yang membingungkan dan penuh konflik dan orang tua
tidak mampu membentuk rasa percaya terhadap orang lain.
c. Teori psikodinamik menegaskan bahwa psikosis adalah hasil dari suatu ego
yang lemah. Perkembangan yang dihambat dan suatu hubungan saling
mempengaruhi antara orang tua, anak. Karena ego menjadi lebih lemah
penggunaan mekanisme pertahanan ego pada waktu kecemasan yang ekstrim
menjadi suatu yang maladaptif dan perilakunya sering kali merupakan
penampilan dan segmen diri dalam kepribadian.
B. FAKTOR PRESIPITASI
Faktor presipitasi dari perubahan isi pikir : waham, yaitu :
1. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan neurobiologis yang maladaptif
termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur perubahan isi
informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan.
2. Stres lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stres yang berinterasksi
dengan sterssor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3. Pemicu gejala
Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan lingkungan, sikap dan prilaku individu, seperti :
gizi buruk, kurang tidur, infeksi, keletihan, rasa bermusuhan atau lingkungan
yang penuh kritik, masalah perumahan, kelainan terhadap penampilan, stres
gangguan dalam berhubungan interpersonal, kesepain, tekanan, pekerjaan,
kemiskinan, keputusasaan dan sebagainya.
C. Proses Terjadinya Waham
Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
1. Fase of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien baik secara fisik
maupun psikis.Secara fisik klien dengan waham dapat terjadi pada orang-orang
dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas.Biasanya klien sangat miskin
dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Ada juga klien yang
secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi kesenjangan antara realiti dengan self
ideal sangat tinggi.
2. Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan antara self
ideal dengan self reality (keyataan dengan harapan) serta dorongn kebutuhan
yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan sudah melampaui
kemampuannya.
3. Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa yang ia
katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak sesuai dengan
keyataan, tetapi menghadapi keyataan bagi klien adalah suatu yang sangat berat,
karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan
diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba
memberikan koreksi bahwa sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi
hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan
menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau
konfrontatif berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan
orang lain.
4. Fase envinment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap sesuatu
yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan tidak berfungsinya norma
(super ego) yang ditandai dengan tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta menganggap
bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan mendukungnya.
Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien menyendiri dari
lingkungannya.Selanjutnya klien sering menyendiri dan menghindari interaksi
sosial (isolasi sosial).
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang muncul
sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang).Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.
D. Jenis-jenis Waham
Waham terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
1. Waham Kejar
Individu merasa dirinya dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang yang
bermaksud berbuat jahat kepada dirinya, sering ditemukan pada klien dengan
stres anektif tipe depresi dan gangguan organik.
2. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya paling besar, mempunyai kekuatan, kepandaian atau
kekayaan yang luar biasa, misalnya adalah ratu adil dapat membaca pikiran orang
lain, mempunyai puluhan rumah, dll.
3. Waham Somatik
Perasaan mengenai berbagai penyakit yang berada pada tubuhnya sering
didapatkan pada tubuhnya.
4. Waham Agama
Waham dengan tema agama, dalam hal ini klien selalu meningkatkan tingkah
lakunya yang telah ia perbuat dengan keagamaan.
5. Waham Curiga
Individu merasa dirinya selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya sehingga ia
merasa curiga terhadap sekitarnya.
6. Waham Intulistik
Bahwa sesuatu yang diyakini sudah hancur atau bahwa dirinya atau orang lain
sudah mati, sering ditemukan pada klien depresi.
E. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari perubahan isi pikir waham yaitu : klien menyatakan dirinya
sebagai seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan atau kekayaan luar biasa,
klien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok orang,
klien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada dalam tubuhnya, menarik
diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal dengan orang lain, rasa curiga
yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit tidur, tampak apatis, suara
memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau menangis sendiri, rasa tidak
percaya kepada orang lain, gelisah.
F. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Gangguan isi


2. Persepsi kuat 2. Ilusi pikiran/waham
3. Emosi konsisten 3. Reaksi emosi 2. Perubahan proses
dengan pengalaman berlebihan emosi
4. Perilaku sosial 4. Perilaku aneh/tidak 3. Perilaku tidak
5. Berhubungan biasa terorganisir
5. Menarik diri 4. Isolasi sosial

G. Mekanisme Koping

 Regresi :
Kemunduran akibat stress terhadap perilaku dan merupakan ciri khas dari suatu
taraf perkembangan yang lebih dini.
 Proyeksi :
Individu yang menggunakan teknik proyeksi ini, biasanya sangat cepat dalam
memperlihatkan ciri pribadi individu lain yang tidak dia sukai dan apa yang dia
perhatikan itu akan cenderung dibesar-besarkan. Teknik ini mungkin dapat
digunakan untuk mengurangi kecemasan karena dia harus menerima kenyataan
akan keburukan dirinya sendiri
 Menarik diri :
Reaksi ini merupakan respon yang umum dalam mengambil sikap. Kapan
individu menarik diri, dia memilih untuk tidak mengambil tindakan
apapun.Biasanya respons ini disertai dengan depresi dan sikap apatis.
 Pada keluarga :
Mengingkari.

III. Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan


A. Pohon Masalah

Kerusakan Komunikasi Verbal

Core Problem GPP : Waham

Harga Diri Rendah

B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


DS :
 Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya ( tentang agama, kebesaran,
kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai
kenyataan.
DO :
 Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak (diri,
orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak tepat
menilai lingkungan / realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah tersinggung

IV. Diagnosa Keperawatan :


Gangguan proses pikir : Waham

V. Rencana Tindakan Keperawatan :


Tujuan umum : klien dapat melakukan komunikasi dengan baik
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Rasional : hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksinya
Tindakan :
 Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan
tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas
topik, waktu, tempat).
 Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat menerima
keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima,
katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
 Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi: katakan perawat
akan menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan
keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
 Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


Rasional : dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan
memudahkan perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat
bagi klien dari pada hanya memikirkannya
Tindakan :
 Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
 Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan saat
ini yang realistis.
 Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya
saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari - hari dan perawatan diri).
 Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan waham
tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting.

3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi


Rasional : dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat dapat
merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan
kien tersebut sehungga klien merasa nyaman dan aman
Tindakan :
 Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun
di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
 Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
 Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan
waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
 Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.

4. Klien dapat berhubungan dengan realitas


Rasional : menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih
benar dari pada apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat
menghilangkan waham yang ada
Tindakan :
 Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
 Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
 Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi
proses penyembuhan dan memberikan efek dan efek samping obat
Tindakan :
 Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat.
 Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara dan waktu).
 Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
 Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga
Rasional : dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu
proses penyembuhan klien
Tindakan :
 Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala
waham, cara merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
 Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.
STRATEGI PELAKSANAAN
GANGGUAN PROSES PIKIR: WAHAM

Pertemuan :
Tanggal :
Nama Klien :
Ruangan :

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
DS : Klien mengatakan sesuatu yang diyakininya berulang kali secara berlebihan,
klien merasa sebagai orang hebat, klien merasa memiliki kekuatan.
DO : Banyak berkata-kata, inkoheren, klien tampak curiga.

2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan proses pikir : waham

3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
c. Klien dapat mengidentifikasi kebutuhan yang tidak terpenuhi
d. Klien dapat berhubungan dengan realita

4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Bantu orientasi realita pasien
c. Diskusikan dengan klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu & saat ini yg
realistis (hati2 diskusi waham)
d. Diskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
e. Anjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
B. Proses Pelaksanaan Tindakan
1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik : Selamat Sore bapak perkenalkan nama saya Titi Hasmiati.
Saya senang dipanggil Titi. Saya mahasiswi Universitas Ichsan Satya Bintaro yang
akan merawat ibu, saya praktek disini selama dua minggu, mulai tanggal 6
November sampai 19 November 2023. Nama bapak siapa? Senangnya dipanggil
siapa?
b. Evaluasi / validasi : Bagaimana perasaan bapak hari ini? Bagaimana tidurnya
semalam?
c. Kontrak
Topik : bapak saya ingin berbincang – bincang tentang kemampuan yang ibu
miliki.
Waktu : bapak kita akan berbincang – bincang berapa lama? Bagaimana jika jam
16.00 sampai 16.10?
Tempat : Dimana kita akan berbincang-bincang, bagaimana kalau kita berbincang-
bincang disini?
Tujuan : Kita berbincang-bincang agar kita saling mengenal.

2. Fase Kerja
Bapak sudah berapa lama disini? apa yang bapak rasakan hari ini? Waktu dibawa
kesini ada kejadian apa dirumah? Memang bapak lahir tahun berapa? Ow Nabi
Muhammad lahir sudah lama sekali dan sekarang sudah wafat, sedangkan bapak
masih hidup, iyakan? Jadi sebenarnya apa yang sedang bapak butuhkan untuk
kehidupan sehari-hari bapak? Ooh bapak ingin mempunyai kegiatan. Coba
sekarang bapak tulis kegiatan apa saja yang ingin bapak lakukan. Wah bagus
sekali kegiatan yang bapak inginkan. Sekarang bapak pilih 2 kegiatan yang paling
bapak ingin lakukan. Kalau begitu kita masukkan kedalam jadwal harian ya pak.
Kalau bapak mengerjakannya sendiri beri tanda M, kalau dibantu suster beri tanda
B, kalau tidak dikerjakan beri tanda T.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang – bincang dengan saya dan
menyusun kegiatan harian bapak?

b. Evaluasi Obyektif
Coba bapak sebutkan lagi kegiatan apa saja yang bapak ingin lakukan.
c. Rencana Tindak Lanjut
Saya harap bapak melakukan kegiatan-kegiatan tadi ya dan memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian ya pak.
d. Kontrak yang akan datang
Topik : Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang-bincang lagi.
Waktu : Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali besok jam 16.00
WIB selama 15 menit, bapak setuju?
Tempat : Mau dimana besok kita berbincang-bincang, bagaimana kalau di
tempat
ini lagi? Baiklah sampai bertemu lagi.
Selamat sore pak .
LAPORAN PENDAHULUAN
KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

I. KASUS (Masalah Utama)


Gangguan sensori persepsi adalah suatu kondisi dimana individu atau kelompok
menjalani atau beresiko mengalami perubahan dalam jumlah dan pola atau
interprestasi terhadap stimulus yang masuk (Carpenito Lynda Juall, 2002).
Halusinansi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami
oleh pasien dengan gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghidupan tanpa stimulus nyata (Budi
Anna Keliat, 2011).
Halusinasi adalah persepsi yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau
persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realitas/kenyataan seperti melihat bayangan
atau suara-suara yang sebenarnya tidak ada. Pencerapan tanpa adanya rangsang
apapun dari panca indra, dimana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun
yang disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organic atau histerik.
(Wijayaningsih, 2015).

II. Proses Terjadinya Masalah


a. Faktor Predisposisi
untuk masalah halusinasi dipengaruhi oleh factor Biologis seperti Gangguan
perkembangan otak frontal dan temporal, Lesi pada korteks frontal, temporal, dan
limbik, Gangguan tumbuh kembang pada prenatal, perinatal, neonatal dan anak –
anak dan Kembar 1 telur lebih beresiko dari kembar 2 telur. Faktor Psikologis
seperti Ibu / pengasuh yang cemas / overprotektif, dingin, tidak sensitive,
Hubungan dengan ayah yang tidak dekat / perhatian yang berlebihan, Konflik
pernikahan seperti pertengkaran orang tua, penganiayaan, kekerasan atau pola
asuh yang tidak adekuat yang disertai dengan kekosongan emosi, kurang kasih
sayang, juga menjadi faktor resiko, Komunikasi “ double bind”, Koping dalam
menghadapi stress tidak konstruktif / tidak adatif, Gangguan identitas dan
Ketidakmampuan menggapai cinta. Selain itu juga ada factor Sosial Budaya
seperti Kemiskinan, Ketidakharmonisan sosial budaya misalnya peperangan,
kerusuhan, Hidup terisolasi, Tinggal di ibukota. Sedangkan Faktor Biokimia yaitu
Faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan jiwa dengan adanya stress yang
berlebihan dalam tubuh seseorang akan menghasilkan suatu zat yang bersifat
halusinogen.

b. Faktor Presipitasi
untuk masalah halusinansi dipengaruhi oleh sumber yang berasal dari biologis,
psikologis, sosial budaya. Asal (original) dari diri klien atau lingkungan eksternal.
Waktu terjadinya yaitu lama dan frekuensi stimulus selian itu juga Jumlah dari
stimulus yang dialami. Selain itu juga masalah halusinasi dipengaruhi oleh Faktor
presipitasi umum yaitu Kondisi kesehatan, Kondisi lingkungan, Sikap dan
perilaku klien.

c. Jenis-jenis Halusinasi
1. Halusinasi Pendengaran (Audio)
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara-suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidung
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhidu bau
harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
d. Tahapan Halusinasi

TAHAP KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN


Tahap I
a. Memberi rasa a. Mengalami ansietas, a. Tersenyum, sendiri
nyaman. kesepian, rasa bersalah tertawa.
b. Tingkat ansietas dan ketakutan. b. Menggerakkan bibir
sedang secara umum. b. Mencoba berfokus tanpa suara.
c. Halusinasi merupakan pada pikiran yang dapat c. Pergerakkan mata
suatu kesenangan. menghilangkan yang cepat.
ansietas. d. Respon verbal yang
c. Pikiran dan pengalaman lambat.
sensori masih ada e. Diam dan
dalam control berkonsentrasi.
kesadaran nonpsikotik.
Tahap II
a. Menyalahkan a. Pengalaman sensori a. Terjadi peningkatan
b. Tingkat kecemasan menakutkan denyut jantung,
berat secara umum b. Merasa dilecehkan oleh pernafasan dan
halusinasi pengalaman sensori tekanan darah.
menyebabkan tersebut. b. Perhatian dengan
perasaan simpati c. Mulai merasa lingkungan berkurang.
kehilangan control c. Konsentrasi terhadap
d. Menarik diri dari orang pengalaman sensori
nonpsikotik. kerja.
d. Kehilangan
kemampuan
membedakan
halusinasi dengan
realitas.
Tahap III
a. Mengontrol a. Klien menyerah dan a. Perintah halusinasi
b. Tingkat kecemasan menerima pengalaman ditaati
berat sensori (halusinasi). b. Sulit berhubungan
c. Pengalaman halusinasi b. Isi halusinasi menjadi dengan orang lain
tidak dapat ditolak atraktif c. Perhatian terhadap
lagi. c. Kesepian bila orang lain berkurang
pengalaman sensori hanya beberapa detik
berakhir psikotik. d. Tidak mampu
mengikuti perintah dari
perawat, tremor dan
berkeringat.

Tahap IV
a. Klien sudah dikuasai a. Pengalaman sensori a. Perilaku panic
oleh halusinasi mungkin menakutkan b. Resiko tinggi
b. Klien panic jika individu tidak mencederai
c. Secara umum diatur mengikuti perintah c. Agitasi atau kataton,
dan dipengaruhi oleh halusinasi, biasanya menarik
halusinasi/pengalaman berlangsung beberapa diri/ketakutan.
sensorisnya. jam atau hari apabila d. Tidak mampu
tidak ada intervensi berespon terhadap
terapeutik. (Psikotik) lingkungan > 1 orang

e. Klasifikasi Jenis dan Sifat Masalah

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi dengar (klien - Bicara atau tertawa - Mendengar suara atau
mendengar suara.bunyi, sendiri kegaduhan
yang tidak ada - Marah-marah tanpa - Mendengar suara yang
hubungannya dengan sebab mengajak bercakap-
stimulus yang nyata/ - Mendekatkan telingan cakap
lingkungan kearah tertentu - Mendengar suara
- Menutup telinga untuk menyuruh
melakukan sesuatu
yang berbahaya
Halusinasi penglihatan - Menunjuk-nunjuk - Melihat bayangan
(klien melihat gambaran kearah tertentu sinar, bentuk
yang jelas/samar terhadap - Ketakutan pada geometris, kartun,
stimulus yang nyata dari sesuatu yang tidak jelas melihat hantu atau
lingkungan dan oranglain monster
tidak
melihatanya)
Halusinasi penciuman (klien - Mengendus-endus seperti - Membaui bau bauan
mencium bau yang muncul sedang membaui bau- seperti bau darah,
dari sumber tertentu tanpa bauan tertentu urine, feses dan
stimulus yang nyata) - Menutup hidung terkadang bau-bau
tersebut
menyenangkan bagi
klien
Halusinasi pengecapan - Sering meludah - merasakan rasa seperti
(klien merasakan sesuatu - muntah darah, urine, dan feses
yang tidak nyata, biasanya
merasakan
rasa makanan yang tidak
enak)
Halusinasi perabaan (klien - menggaruk-garuk - Mengatakan ada
permukaan kulit serangga di
merasakan sesuatu pada
permukaan kulit
kulitnya tanpa ada stimulus
- merasa seperti
yang nyata
tersengat listrik.
Halusinasi kinestik (klien - Memegang kakinya yang - Mengatakan badannya
dianggapnya bergerak
merasakan badannya melayang di udara
sendiri
bergerak dalam satu
ruangan atau
anggota badannya bergerak)
Halusinasi visceral - Memegang badannya yang - Mengatakan perutnya
dianggap berubah bentuk
(perasaan tertentu timbul menjadi mengecil
dan tidak normal seperti
dalam tubuhnya) biasanya. satelah minum soft
drink.

f. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala dari halusinasi adalah:


a. berbicara dan tertawa sendiri
b. bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu
c. berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. disorientasi
e. merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. ingin memukul atau melempar barang – barang

g. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Ini diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia
untuk melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya.
h. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

- Gpp : Waham
- Pikiran logis - kadang-kadang proses pikir - Halusinasi
- Persepsi akurat terganggu - Proses emosi
- Emosi sesuai - Ilusi - Perilaku tidak
pengalaman - Emosi berlebihan terorganisir
- Perilaku cocok - Perilaku yang tidak biasa
- Hubungan sosial - Isolasi sosial
- Menarik diri
harmonis

i. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang dilakukan pertama regresi yaitu menjadi malas
beraktifitas sehari-hari,kedua proyeksi yaitu menjelaskan perubahan suatu
persepsi dengan berusaha untukmengalihkan tanggung jawab kepada orang lain,
ketiga menarik diri yaitu sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus
internal(Stuart, 2007).

III. Pohon Masalah dan masalah keperawatan


a. Pohon masalah

Risiko Perilaku Kekerasan

Core problem GSP :Halusinasi


Isolasi Sosial

b. Masalah dan data yang perlu dikaji


Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Data subjektif :
1) klien mengatakan mendengar suara-suara
2) klien mengatakan melihat gambaran yang tidak jelas
3) klien mengatakan mencium bau
4) klien merasakan makan sesuatu
5) klien merasa ada sesuatu pada kulitnya

Data objektif :
1) klien berbicara dan tertawa sendiri
2) klien marah tanpa sebab
3) klien menyendiri dan melamun
4) disorientasi

IV. Diagnosa Keperawatan


Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi

V. Rencana tindakan Keperawatan


Terlampir
STRATEGI PELAKSANAAN

TINDAKAN KEPERAWATAN SETIAP HARI

GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI (Sp 1)

SP :
Pertemuan :
Nama klien :
Ruangan :
Hari/tanggal :

PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Subjektif :
 Klien mengatakan mendengar suara yang mengejeknya.
 Klien mengatakan suara itu datang ketika mau tidur dan sedang melamun.
 Klien mengatakan tidak bisa tidur dan mendengar suara-suara
Objektif :
 Klien tampak tertawa sendiri.
 Klien tampak mengarahkan telinganya ke suatu tempat.

2. Diagnosa Keperawatan
GSP : Halusinasi Pendengaran

3. Tujuan Keperawatan
 Klien dapat membina hubungan saling percaya.
 Klien dapat mengenal halusinasi dan respon terhadap halusinasinya
 Klien mampu mengontrol halusinasi dengan menghardik.

4. Tindakan keperawatan
 Bina hubungan saling percaya.
 Bantu pasien menyadari gangguan sensori persepsi halusinasi.
 Latih pasien cara mengontrol halusinasi.

STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN

1. Orientasi
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum...!!! Selamat pagi,mbak. Perkenalkan nama saya Putri,Saya
mahasiswa FIKes UMT yang akan dinas di ruangan VIP Keupula ini selama 5 hari.
Hari ini saya dinas pagi dari jam 07:00 pagi-14.00 siang. Saya yang akan merawat
mbak selama di rumah sakit ini. Nama mbak siapa? Mbak senang dipanggil dengan
nama apa?”
b. Evaluasi/Validasi
“Bagaimana kondisi mbak resti hari ini?”
c. Kontrak
“Baiklah mbak resti, Bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang. Berapa
lama kita akan berbincang-bincang,bagaimana kalau 15 menit? Dimana tempat yang
menurut mbak cocok? Bagaimana kalau diruang tamu? Setuju?”
d. Tujuan Interaksi
“Tujuan kita berbincang-bincang adalah agar kita saling mengenal

2. Fase Kerja
“Kalau boleh saya tau mbak resti rumahnya dimana? Ada apa bpk/ibu sampai
dibawa kemari? Apakah bpk/ibu tahu sekarang berada dimana? Siapa yang membawa
kemari? Dan sejak kapan disini? Sesuai dengan kontrak kita kemarin, hari ini kita akan
membicarakan tentang suara-suara yang sering bpk/ibu dengar. Coba sekarang ceritakan
suara-suara yang sering bpk/ibu dengar! Apakah mbak resti mendengar suara tanpa ada
wujudnya? Apa yang dikatakan oleh suara-suara itu? Apakah suara itu mengancam atau
menyuruh melakukan sesuatu? Apakah bpk/ibui mengenali suara itu? Kalau bkp/ibu
kenal, suara siapa itu? Apakah bpk/ibu mendengarnya terus menerus atau sewaktu-
waktu? Kapan saja suara itu muncul? Berapa kali dalam sehari suara itu muncul dan
mbak resti mendengarnya? Kapan yang paling sering mbak resti mendengar suara itu?
Pada keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada saat mau tidur, bangun tidur atau
pada saat melamun? Bagaimana perasaan ketika mendengar suara tersebut? Apakah
bpk/ibu merasa terganggu dengan suara-suara itu? Saya percaya bpk/ibu mendengar
suara tersebut, tetapi saya sendiri tidak mendengar suara itu. Kemudian apa yang bpk/ibu
lakukan jika suara-suara itu muncul?Apakah dengan cara tersebut suara-suara itu hilang?
Tidak terasa kita sudah lama berbincang-bincang. Jadi, apa yang bpk/ibu ceritakan dan
alami itu namanya Halusinasi. Ada empat cara untuk mengontrol halusinasi yaitu
menghardik, bercakap-cakap, melakukan aktifitas, enam benar minum obat. Bagaimana
kalau kita latih cara yang pertama dahulu, yaitu dengan menghardik agar suara-suara itu
tidak muncul lagi , apakah bpk/ibu bersedia? Kita mulai saja ya. Saya akan
mempraktekan dahulu baru nanti bpk/ibu mempraktekkan kembali apa yang telah saya
lakukan. Begini jika suara itu muncul katakan dengan pelan “ pergi..pergi..saya tidak
mau dengar,kamu itu suara palsu” sambil menutup kedua telinga, tapi jika bpk/ibu
sedang dikendaraan atau ditempat umum bisa berkata dalam hati saja tanpa perlu
menutup kedua telinga. seperti ini ya (mempraktekkan). Coba sekarang bpk/ibu ulangi
lagi seperti yang saya lakukan tadi. Bagusi, coba lakukan sekali lagi ”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif & Objektif
“Bagaimana perasaan setelah kita berbincang-bincang selama kurang lebih 15
menit?
Coba ulangi kembali cara menghardik, Bpk/ibu sudah bagus sekali dan sudah
mau mempraktekkan apa yang sudah saya ajarkan”
b. Rencana Tindak Lanjut
“Apa yang saya ajarkan dan praktekkan tadi bisa bpk/ibu lakukan setiap suara-
suara itu muncul lalu masukkan ke dalam jadwal yang akan saya berikan. Dituliskan
tanggal dan jam di masing-masing kolom seperti ini (menunjukkan kertas jadwal).”
c. Kontrak
 Topik : “Baiklah bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara
yang kedua yaitu dengan bercakap-cakap untuk mencegah suara-suara itu muncul,
apakah bersedia?”
 Waktu&Tempat : “Bagaimana kalau di jam yang sama seperti hari ini,jam 9 pagi,
selama 15 menit. Tempatnya sama di ruang tamui. setuju?”

LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui
individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang
lain (Stuart & Sundeen, 2005).
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. Adanya perasaan hilang percaya diri , merasa gagal karena karena
tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal diri (keliat. 2001).
Harga diri rendah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri (Videbeck, 2008).

II. PROSES TERJADI MASALAH


A. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart & Sundeen (2005) yang mempengaruhi harga diri seseorang ada
beberapa faktor.
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri, yaitu :

a) Termasuk penolakan orang tua

b) Harapan orang tua tidak realistis

c) Kegagalan yang berulang


d) Kurang mempunyai tanggungjawab personal,

e) Ketergantungan pada orang lain,

f) Ideal diri yang tidak realistis

2. Faktor yang mempengaruhi penampilan peran, yaitu :

a) Peran yang sesuai dengan jenis kelamin

b) Peran dalam pekerjaan

c) Peran yang sesuai dengan kebudayaan.

3. Faktor yang mempengaruhi identitas diri, yaitu

1) Orang tua yang tidak percaya pada anak

2) Tekanan teman sebaya

3) Kultur sosial yang berubah.

B. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh factor dari dalam atau factor dari luar

individu (internal Or External Sources),yang dibagi 5 (lima) kategori.

1. Ketegangan peran adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang dialami

individu dalam peran atau posisi yang diharapkan.

2. Konflik peran adalah ketidak sesuaian peran antara yng dijalankan dengan yang

diinginkan.

a) Peran yang tidak jelas adalah kurangnya pengetahuan individu tentang peran

yang dilakukannya.

b) Peran berlebihan adalah kurangnya sumber adekuat untuk menampilkan

seperangkat peran yang kompleks.

1. Perkembangan yang transisi yaitu perubahaan norma yang berkaitan dengan nilai

untuk menyesuaikan diri.


2. Situasi transisi peran adalah bertambah atau berkurangnya orang penting dalam

kehidupan individu melalui kelahiran atau kematian orang yang berarti.

3. Transisi peran sehat sakit, yaitu peran yang diakibatkan oleh keadaan sehat atau

keadaan sakit. Transisi ini dapat disebabkan :

a) Kehilangan bagian tubuh

b) Perubahan ukuran dan bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.

c) Perubahan fisik yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan

d) Prosedur pengobatan dan perawatan

Ancaman fisik seperti pemakaian oksigen, kelelahan, ketidakseimbangan


biokimia, gangguan penggunaan obat, alkohol dan zat

C. Rentang respon
Rentang Respon terhadap konsep diri

Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep Harga diri Kerancuan Depersonalisasi


diri diri positif rendah identitas

Rentang respon konsep – diri (Stuart & Sundeen, 1998, hlm. 374 ).

1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan

latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.

2) Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang

ada pada dirinya meliputi citra dirinya, ideal dirinya, harga dirinya,
penampilan peran serta identitas dirinya secara positif. Hal ini akan

menunjukkan bahwa individu itu akan menjadi individu yang sukses.

3) Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri,

termasuk kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak

ada harapan dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga

diri yang rendah yaitu mengkritik diri sendiri dan/ atau orang lain, penurunan

produktivitas, destruktif yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam

berhubungan, perasaan tidak mampu, rasa bersalah, perasaan negatif mengenai

tubuhnya sendiri, keluhan fisik, menarik diri secara sosial, khawatir, serta

menarik diri dari realitas, ini sering ditemukan pada pasien HIV/AIDS.

4) Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk

mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak – kanak ke dalam

kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Adapun perilaku yang

berhubungan dengan kerancuan identitas yaitu tidak ada kode moral, sifat

kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal eksploitatif, perasaan

hampa. Perasaan mengambang tentang diri sendiri, tingkat ansietas yang

tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap orang lain.

5) Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien

tidak dapat membedakan stimulus dari dalam atau luar dirinya (Stuart &

Sundeen, 1998). Individu mengalami kesulitan untuk membedakan dirinya

sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri merasa tidak nyata dan asing

baginya

D. Mekanisme koping
Jangka Pendek :
1) Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis : Pemakaian obat –

obatan, kerja keras, nonton TV terus – menerus.

2) Kegiatan mengganti identitas sementara (Ikut kelompok sosial, keagamaan,

politik).

3) Kegiatan yang memberi dukungan sementara (Kompetisi olah raga kontes

popularitas).

4) Kegiatan mencoba menghilangkan identitas sementara (Penyalahgunaan obat).

Jangka Panjang :

1) Menutup identitas
2) Identitas negatif : Asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat

III. POHON MASALAH


A. Pohon Masalah
ISOLASI SOSIAL

HARGA DIRI
RENDAH

Gangguan citra diri

B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji


Gangguan konsep diri : HDR

DS :
- Adanya ungkapan yang menegatifkan diri.

- Mengeluh tidak mampu dilakukan peran dan fungsi sebagaimana mestinya.

- Ungkapan mengkritik diri sendiri, mengejek dan menyalahgunakan diri sendiri.

DO :

- Kontak mata kurang, sering menunduk.


- Mudah marah dan tersinggung.
- Menarik diri.
- Menghindar dari orang lain.

IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN


Gangguan konsep diri : harga diri rendah

V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
Tujuan khusus dan intervensi
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1) Kriteria evaluasi :
a) Ekspresi wajah klien bersahabat.
b) Menunjukkan rasa tenang dan ada kontak mata.
c) Mau berjabat tangan dan mau menyebutkan nama.
d) Mau menjawan salam dan mau duduk berdampingan dengan perawat.
e) Mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2) Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik :
a) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non verbal.
b) Perkenalkan diri dengan sopan.
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d) Jelaskan tujuan pertemuan.
e) Jujur dan menepati janji.
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g) Beri perhatian pada klien dna perhatikan kebutuhan dasar klien

Rasional :
Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi
selanjutnya.

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki
1) Kriteria evaluasi : Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki klien :
a) Kemampuan yang dimiliki klien.
b) Aspek positif keluarga.
c) Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien.
2) Intervensi
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
Rasional :
Mendiskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realitas, control
diri atau integritas ego diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatannya.
b) Setiap bertemu hindarkan dari memberi nilai negatif.
Rasional :
Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien.
c) Usahakan memberin pujian yang realistic.
Rasional :
Pujian yang realistic tidak menyebabkan klien melakukan kegiatan
hanya karena ingin mendapatkan pujian.

TUK III : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.


1) Kriteria evaluasi
Klien menilai kriteria yang dapat digunakan.
2) Intervensi
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat dilakukan dalam
sakit.
Rasional :
Keterbukaan dan pengertian tentang kemampuan yang dimiliki adalah
prasarat untuk berubah.
b) Diskusikan kemampuan yang masih dapat dilanjutkan penggunaannya.
Rasional :
Pengertian tentang kemampuan yang masih dimiliki klien memotivasi
untuk tetap mempertahankan penggunaannya.

TUK IV : Klien dapat merencanakan kegiatan dengan kemampuan yang dimiliki


1) Kriteria evaluasi
Klien membuat rencana kegiatan harian.
2) Intervensi
a) Rencanakan bersama klien aktifitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai dengan kemampuan : kegiatan mandiri, kegiatan dengan bantuan
sebagaian, kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
Rasional :
Membentuk individu yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
Rasional :
Klien perlu bertindak secara realistic dalam kehidupannya.
c) Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh dilakukan klien.
Rasional :
Contoh perilaku yang dilihat klien akan memotivasi klien untuk
melaksanakan kegiatan.

TUK V : Klien dapat melaksanakan kegiatan yang boleh dilakukan.


1) Kriteria evaluasi
Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi skit dan kemampuannya.
2) Intervensi
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan.
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien mandiri dapat meningkatkan
motivasi dan harga diri klien.
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
Rasional :
Reinforcement positif dapat meningkatkan harga diri klien.
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah.
Rasional :
Memberikan kesempatan kepada klien untuk tetap melakukan kegiatan
yang biasa dilakukan.

TUK VI : Klien dapat memanfaatkan system pendukung yang ada di keluarga.


1) Kriteria evaluasi
Klien memanfaatkan system pendukung yang ada di keluarga.
2) Intervensi
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien
dengan harga diri rendah.
Rasional :
Mendorong keluarga untuk mampu merawat klien mandiri di rumah.
b) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional :
Support system keluarga akan sangat mempengaruhi dalam mempercepat
proses penyembuhan klien.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan rumah.
Rasional :
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
STRATEGI PELAKSANAAN

HARGA DIRI RENDAH

Masalah : Harga Diri Rendah

1. Pertemuan : Ke - 1 (pertama)

Proses Keperawatan

a) Kondisi Klien

Mengkritik diri sendiri, merasa tidak mampu, malu bertemu orang lain, melamun.

b) Diagnosa Keperawatan

Harga Diri Rendah (HDR).

c) Tujuan Khusus

Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Klien dapat mengidentifikasikan kemampuan & aspek positif yang dimiliki.

Klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki

Klien dapat melakukan kegiatan yang sudah dipilih

d) Tindakan Keperawatan

1) Bina hubungan saling percaya.


2) Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien

3) Bantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan

4) Bantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien

5) latih pasien sesuai kemampuan yang dipilih

6) berikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien

7) anjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian

e) Strategi Komunikasi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Orientasi
Salam terapeutik.
- Selamat pagi mas ?
- Perkenalkan nama saya ........., saya dinas disini + 4 minggu
- Nama mas siapa ? mas suka dipanggil siapa ?

Evaluasi / validasi
- Bagaimana perasaan mas kali ini ?
- Apa yang menyebabkan mas masuk / dirawat di Yayasan Griya Bhakti ini ?

Kontrak
- Topik : Bagimana kalau kita bincang – bincang sebentar tentang hal – hal positif
yang bisa mas lakukan sehari – hari ?
- Waktu : jam berapa kita akan berbincang – bincang ?gimana kalau waktunya 10
menit saja ?
- Tempat : mas mau bincang – bincang dimana ?

Kerja
Apa yang menyebabkan mas dari tadi kelihatan melamun dan terus menyendiri,
memandang ke bawah terus ?
Kegiatan apa yang masa lakukan sehari – hari ?
Bagus ternyata mas mempunyai suatu keahlian yang tidak semua orang bisa ?
Terminasi
Evaluasi subjektif
Bagaimana perasaan mas setelah kita bincang – bincang saat ini ?
Evaluasi obyektif
Coba mas sebutkan kembali yang menyebabkan mas selalu merendahkan diri & tidak
mau bicara ?

Rencana tindak lanjut


Baiklah, saya harap mas dapat melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang sudah
dibuat.

Kontrak
Topik : mas ingin tahu tidak, bagaimana cara menilai kemampuan yang mas miliki
yang dapat digunakan untuk kegiatan selanjutnya.Bagaimana kalu nanti kita
bicara?
Tempat : mas nanti minta kita bincang – bincang dimana ?
Bagaimana kalau kita di ruang makan mas ?
Waktu : jam berapa kita akan berbincang – bincang ? Bagaimana kalau jam 13.00
setelah makan siang aja mas?
LAPORAN PENDAHULUAN

DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. Kasus (Masalah Utama)


Defisit perawatan diri adalah suatu keadaan seseorang mengalai kelainan
dalam kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan
sehari hari secara mandiri. Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak
menyisir rambut, pakaian kotor, bau badan, bau napas, dan penampilan tidak rapi.
Defisit perawatan diri adalah ketidakmampuan dalam : kebersihan diri, makan,
berpakaian, berhias diri, makan sendiri, buang air besar atau kecil sendiri
(toileting) (Keliat B. A, dkk, 2011).
Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah timbul pada pasien
gangguan jiwa. Pasien gangguan iwa kronis sering mengalami
ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini merupakan gejala perilaku negatif dan
menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam keluarga maupun
masyarakat (Yusuf, Rizky & Hanik,2015:154).
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang mengalami
kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi aktivitas perawatan diri
secara mandiri seperti mandi (hygiene), berpakaian atau berhias, makan, dan BAB
atau BAK (toileting) (Fitria, 2009).
Kurangnya perawatan diri pada pasien dengan gangguan jiwa terjadi akibat
adanya perubahan proses pikir sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri menurun. Kurang perawatan diri tampak dari ketidakmampuan
merawat kebersihan diri diantaranya mandi, makan dan minum secara mandiri,
berhias secara mandiri, dan toileting.

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskanoleh
(Towsend, 1996 dalam Purba, dkk., 2008) adalah:
1. Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap
perilaku:
a. Neurobiologik Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses
impulsagresif : sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat prosesimpuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem
ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial perilaku kekerasan.
Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif.
Beragam komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi
memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif. Pusat otak atas secara
konstan berinteraksi dengan pusat agresif.
b. Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine ,asetikolin,
dan serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls
agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan
oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress.
c. Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetik karyotype XYY.
d. Gangguan Otak Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan
epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan
2. Teori Psikologik
a. Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan
kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan
arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya
harga diri.
b. Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya
orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan
sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan
pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka
selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang
dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain.
Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua
yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima
perilaku kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya.
Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila
individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat
terpenuhi secara konstruktif. Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan
yang ribut dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan
sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.

B. Faktor Presipitasi
Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang/ penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas., lelah/lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan
diri.
Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah :
1. Body image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri
misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan
kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial
Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status sosial ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat
gigi, sampho, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk
menyediakannya.
4. Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik
dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes
mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya
Disebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
6. Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri
seperti penggunaan sabun, sampo dan lain-lain.
7. Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu/sakit kemampuan untuk merawat diri kurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya ( Depkes RI, 2000).

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene :


1. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya
kebersihan perorangan dengan baik , gangguan fisik yang sering terjadi adalah :
gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada
mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan
kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

c. Tanda dan Gejala


Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
a. Fisik: Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan
kotor, Gigi kotor disertai mulut bau, Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis: Malas, tidak ada inisiatif, Menarik diri, isolasi diri, Merasa tak
berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Social: Interaksi kurang, Kegiatan kurang, Tidak mampu berperilaku sesuai
norma, Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok
gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

d. Jenis-jenis kurang perawatan diri


1. Kurang perawatan diri : mandi/kebersihan
Adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas mandi/kebersihan
diri.
2. Kurang perawatan diri : mengenakan pakaian/berhias
Adalah gangguan memakai pakaian dan aktifitas berdandan sendiri
3. Kurang perawatan diri : makan
Adalah gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktifitas makan
4. Kurang perawatan diri : toileting
Adalah gangguan kemampuan untuk melakukan/menyelesaikan aktifitas
toileting sendiri (Nurjanah,2004).

e. Mekanisme Koping
1. Regresi
2. Penyangkalan
3. Isolasi diri, menarik diri
4. Intelektualisasi

f. Rentang Respon
Adaftif Maladaftif

1. Ketidakmampuan
1. Berpikir logis 1. Pelupa mengambil keputusan
2. Koheren 2. Kadang lupa 2. Inkoheren
3. Rasional 3. Kadang tidak dapat 3. Kadang salah persepsi
4. Dapat mengambil berpikir jernih 4. Tidak mampu fokus
keputusan 4. Kehilangan daya ingat 5. Disorientasi
6. Salah persepsi

III. Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan


A. Pohon Masalah

Effect Gangguan Pemeliharaan Kesehatan


(BAB/BAK, mandi, makan, minum)

Core Problem Defisit Perawatan Diri

Causa Menurunnya motivasi dalam


Perawatan diri

Isolasi Sosial : Menarik Diri

Gambar : Pohon Masalah Defisit Perawatan Diri

(Sumber : Keliat, 2006)


B. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji :

Masalah yang ditemukan adalah : Defisit Perawatan Diri (SP 1 Kebersihan Diri,
SP 1 Makan, SP 1 Toileting (BAB / BAK), SP 1 Berhias)

Contoh data yang biasa ditemukan dalam Defisit Perawatan Diri : Kebersihan
Diri adalah :

a) Data Subjektif :

Pasien merasa lemah, malas untuk beraktivitas, dan merasa tidak berdaya.

b) Data Objektif : Rambut kotor acak-acakan, badan dan pakaian kotor serta bau,

mulut dangigi bau,kulit kusam dan kotor,kuku panjang dan tidak terawat.
c) Mekanisme Koping :Regresi, penyangkalan, isolasi social menarik diri,
intelektualisasi.
Defisit perawatan diri bukan merupakan bagian dari komponen pohon
masalah (causa,core problem,effect) tetapi sebagai masalah pendukung.
a) Effect
b) Core Problem
c) Causa
d) Defisit Perawatan Diri.

IV. Diagnosa Keperawatan


1. Defisit Perawatan Diri : Ketidakmampuan merawat kebersihan diri
2. Menurunnya motivasi dalam merawat diri.

V. Rencana Keperawatan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DEFISITPERAWATAN DIRI : KEBERSIHAN DIRI

Tgl No Dx Perencanaan
Dx Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi

1 Defisit Perawatan TUM : 1. Setelah ….x… Bina hubungan


diri : merawat Klien dapat interakasi klien saling percaya
kebersihan diri melakukan perawatan menunjukkan
diri secara mandiri tanda-tanda dengan :
percaya diri pada  Beri salam
TUK 1 : perawat : setiap
Klien dapat membina  Wajah cerah, berinteraksi
hubungan saling tersenyum  Perkenalkan
percaya  Mau berkenalan nama, nama
 Ada kontak mata panggilan
 Bersedia perawat, dan
menceritakan tujuan perawat
perasaan berinteraksi.
 Bersedia  Tanyakan dan
mengungkapkan panggil nama
masalahnya kesukaan klien
 Tunjukkan
sikap empati,
jujur dan
menepati janji
setiap kali
berinteraksi.
 Tanyakan
perasaan klien
dan masalah
yang dihadapi
klien
 Buat kontrak
interaksi yang
jelas
 Dengarkan
dengan empati
 Penuhi
kebutuhan
dasar klien.

TUK 2 : 2. Dalam…x … 2.Diskusikan


Klien mengetahui interaksi klien dengan klien :
pentingnya perawatan menyebutkan : - Penyebab klien
diri - Penyebab tidak tidak merawat
merawat diri diri
- Manfaat -Manfaat
menjaga menjaga
perawatan diri perawatan diri
- Tanda-tanda untuk keadaan
bersih dan rapi fisik, mental
- Gangguan yang dan sosial
dialami jika -Tanda-tanda
perawatan diri perawatan diri
tidak yang baik
diperhatikan -Penyakit atau
gangguan
kesehatan yang
bisa dialami
oleh klien bila
perawatan diri
tidak adekuat.

TUK 3 : 3.1 Dalam …. x …. 3.1 Diskusikan


Klien mengetahui Interaksi klien frekuensi menjaga
cara-cara melakukan menyebutkan perawatan diri
perawatan diri frekuensi menjaga selama ini
perawatan diri :  Mandi
 Frekuensi mandi  Gosok gigi
 Frekuensi gosok  Keramas
gigi  Berpakaian
 Frekuensi keramas  Berhias
 Frekuensi ganti  Gunting kuku
pakaian
 Frekuensi berhias 3.2 Diskusikan
 Frekuensi gunting cara praktek
kuku perawatan diri
yang baik dan
3.2 Dalam …x… benar
interaksi klien  Mandi
menjelaskan cara  Gosok gigi
menjaga perawatan  Keramas
diri :  Berpakaian
- Cara mandi  Berhias
-Cara gosok gigi  Gunting kuku
-Cara keramas
-Cara berpakaian 3.3 Berikan pujian
-Cara berhias untuk setiap
-Cara gunting kuku respon klien yang
positif

TUK 4 : 4. Dalam … x … IV.1 Bantu


Klien dapat interaksi klien klien saat
melaksanakan mempraktekan perawatan diri :
perawatan diri perawatan diri  Mandi
dengan bantuan dengan dibantu  Gosok gigi
perawat oleh perawat :  Keramas
 Mandi  Berhias
 Gosok gigi  Berpakaian
 Keramas  Gunting kuku
 Berpakain
 Berhias 4.2 Beri pujian
 Gunting kuku setelah klien
selesai
melaksanakan
perawatan diri

TUK 5 : V.1Dalam … x .. 5.1 Pantau klien


Klien dapat interaksi klien dalam
melaksanakan melaksanakan melaksanakan
perawatan secara praktek perawatan diri :
mandiri perawatan diri  Mandi
secra mandiri :  Gogok gigi
 Mandi 2x sehari  Keramas
 Gosok gigi sehabis
makan  Berpakaian
 Keramas 2x  Berhias
seminggu  Gunting kuku
 Ganti pakaian 1x
sehari 5.2 Beri pujian saat
 Berhias sehabis klien melakukan
mandi perawatan diri
 Gunting kuku secara mandiri
setelah mulai
panjang

TUK 6 : 6.1 Dalam … x … 6.1 Diskusikan


Klien mendapatkan interaksi keluarga dengan keluarga :
dukungan keluarga menjelaskan cara-  Penyebab klien
untuk meningkatkan cara membantu klien tidak
perawatan diri. dalam memenuhi melaksanakan
kebutuhan perawatan perawatan diri
dirinya  Tindakan yang
telah dilakukan
6.2 Dalam … x … klien selama di
interaksi keluarga yayasan
menyiapkan sarana rehabilitasi dalam
perawatan dan klien : menjaga
sabun mandi, pasta perawatan diri
gigi, sikat gigi, dan kemajuan
shampo, handuk, yang telah
pakaian bersih, dialami oleh klien
sandal dan alat  Dukungan yang
berhias. bisa diberikan
6.3 Keluarga oleh keluarga
mempraktekan untuk
perawatan diri meningkatkan
kepada klien kemampuan klien
dalam perawatan
diri

6.2 Diskusikan
dengan keluarga
tentang :
 Saran yang
diperlukan untuk
menjaga
perawatan diri
klien
 Anjurkan kepada
keluarga
menyiapkan
sarana tersebut

6.3 Diskusikan
dengan keluarga
hal-hal yang
perlu dilakukan
keluarga dalam
perawatan diri :
 Anjurkan
keluarga untuk
mempraktekan
perawatan diri
(mandi, gosok
gigi, keramas,
ganti baju,
berhias dan
gunting kuku).
 Ingatkan klien
waktu mandi,
gosok gigi,
keramas, ganti
baju, berhias dan
gunting kuku.
 Bantu jika klien
mengalami
hambatan dalam
perawatan diri
 Berikan pujian
atas keberhasilan
klien.

STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1 PASIEN


DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI : KEBERSIHAN DIRI
(Pengkajian dan melatih cara menjaga kebersihan diri : Mandi, gosok gigi, cuci rambut)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Data Subjektif :
Pasien merasa lemah, malas untuk beraktivitas, dan merasa tidak berdaya
Data Objektif :
Rambut kotor dan acak-acakan, badan dan pakaian kotor serta bau, mulut dan gigi bau,
kulit kusam dan kotor.
2. Diagnosa Keperawatan
Defisit Keperawatan Diri : Mandi, Gosok gigi, cuci rambut.
3. Tujuan Tindakan Keperawatan
a. Klien dapat membantu hubungan saling percaya
b. Klien dapat menjelaskan, pentingnya kebersihan diri
c. Klien dapat menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
d. Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat
e. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya.
b. Jelaskan pentingnya perawatan diri yang baik.
c. Ajarkan klien mempraktekan cara perawatan diri : mandi, gosok gigi dan cuci rambut
d. Bantu klien mempraktekan cara perawatan diri.
e. Anjurkan klien memasukan kegiatan perawatan diri secara mandiri di dalan
jadwal kegiatan harian.

B. Strategi Komunikasi
1. Fase Orientasi
a. Salam Teurapeutik
“Assalamualaikum..!! Selamat Pagi Bu, Perkenalkan nama saya Suster Titi, Saya
Mahasiswi Praktik dari Univeritas Ichsan Satya, saya akan dinas diruangan Ini
selama 2 minggu. Hari ini saya dinas pagi, dari jam 07 pagi sampai jam 2 siang.
Saya akan merawat ibu selama di Panti ini, nama ibu siapa? Senang nya dipanggil
apa.”
b. Evaluasi / Validasi
Bagaimana perasaan ibu hari ini?. Apakah ibu sudah mandi dan gosok gigi?
c. Kontrak
 Topik :
“Baiklah bu.. Bagaimana kalau kita diskusi tentang kebersihan diri..?”
 Waktu :
“ Berapa lama ibu mau mengobrolnya..?, Bagaimana kalau 15 menit..?”
 Tempat :
“ Ibu maunya kita ngobrol dimana..?, Bagaimana kalau di ruang tamu..?”

2. Fase Kerja
“Berapa kali ibu mandi dalam sehari..?, Menurut ibu, apa sih kegunaan mandi..?, Apa
alasan ibu sehingga tidak mau mandi..?, Menurut ibu, apa manfaatnya kalau kita
menjaga kebersihan dir kiti,,? Kira-kira tanda-tanda orang yang merawat diri dengan
baik, seperti apa yaa..? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri, masalah apa
menurut ibu yang biasa timbul..? Sekarang coba ibu sebutkan alat apa saja yang
digunakan untuk menjaga kebersihan diri, seperti kalau kita mandi, cuci
rambut, goso kgigi… apa saja yang disiapkan..? Benar sekali..!! Ibu perlu
menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun, sikat gigi, sampo dan odol serta
sisir.Wahhhh… Bagus sekali..!! Ibu bias menyebutkan dengan benar..”

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subjektif dan Objektif :
“..Bagaimana perasaan ibu setelah, kita membicarakan tentang caramerawat
kebersihan diri? Baguss sekali Bu..! Nah, sekarang, coba ibusebutkan, cara
perawatan diri yang telah kita pelajari dan latih tadi..?Bagus sekali..!!
b. RTL
“ Baiklah bu, tadi ibu sudah menyebutkan manfaat bagi kita jika kitamenjaga
kebersihan diri, dan kita juga sudah melakukan latihan, cara. Merawat diri, masukan
kedalam jadwal yaa..! Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan sesuai jadwal ya
bu..! mandi 2 x Sehari, gosok gigi 2x sehari juga, keramas 2 x Seminggu.
Bagaimana bu..? Bisa dilakukan..? Baguss sekali, ibu mau mencoba
melakukannya..!”
c. Kontrak yang akan datang
 Topik :
“..Baiklah ibu, cukup untuk hari ini, besok kita akan bertemu lagi,dan
membicarakan tentang kebutuhan dan latihan cara makan dan minum yang baik
dan benar, apakah ibu bersedia..?..”
 Waktu :
“.. Ibu mau jam berapa dan berapa lama..? bagaimana kalau jam 11,,? Baik bu
kita akan berbincang selama 15 menit”
 Tempat :
“..Ibu maunya kita berbincang dimana..? bagaimana kalau di ruang makan..?
baiklah bu, besok saya akan kesini jam 11 ya..! Sampai Jumpa besok ya bu.. Saya
permisi. Assalamualaikum..Wr. Wb..”
STRATEGI PELAKSANAAN (SP) 1 PASIEN
PENGKAJIAN DAN MELATIH CARA MENJAGA KEBERSIHAN DIRI
MANDI, MENCUCI RAMBUT, SIKAT GIGI, POTONG KUKU

1. Proses Keperawatan
1) Kondisi Klien.
Data subjektif :
- Klien mngatakan malas mandi dan lebih enak tidak ganti baju.
Data objektif :
- Klien terlihat kotor, rambut tidak disisr, baju agak kotor, bau dan menolak
diajak mandi.
2) Diagnosa Keperawatan.
Defisit Keperawatan Diri
3) Tujuan Tindakan Keperawatan.
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b. Klien dapat menjelaskan pentingnya kebersihan diri.
c. Klien dapat menjelaskan cara menjaga kebersihan diri.
d. Klien dapat melaksanakan perawatan diri dengan bantuan perawat.
e. Klien dapat melaksanakan perawatan diri secara mandiri.
4) Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
b. Menjelaskan kebersihan yang baik.
c. Membantu klien mempraktekkan cara kebersihan yang baik.
d. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

2. STRATEGI KOMUNIKASI
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Selamat pagi bu… perkenalkan nama saya Titi Hasmiati saya biasa dipanggil
suster titi. Nama ibu siapa? biasa dipanggil siapa? Saya mahasiswi praktek dari
Universitas Ichsan Satya yang akan dinas di panti ini selama 2 minggu. Hari ini
saya dinas pagi dari jam 07:00 pagi sampai jam 14:00 siang. semalam ibu bisa
tidur/tidak? apa aja sih hoby ibu boleh tidak saya tau?
b. Evaluasi / Validasi.
Bagaimana perasaan Bu hari ini?
c. Kontrak.
Topik :
Baiklah Bu, bagaimana kalau kita mendiskusikan tentang kebersihan diri?
Waktu :
Berapa lama Bu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau di ruang tamu?

2. Fase kerja.
Masalah kebersihan diri
Berapa kali ibu mandi dalam sehari? Menurut ibu apa kegunaan mandi? Apa alasan
ibu sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut ibu apa manfaatnya kalau kita menjaga
kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang merawat diri dengan baik seperti
apa? Kalau kita tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut ibu yang
bisa muncul? Sekarang apa saja alat untuk menjaga kebersihan diri, seperti kalau kita
mandi, cuci rambut, gosok gigi apa saja yang disiapkan? Benar sekali, ibu perlu
menyiapkan pakaian ganti, handuk, sabun sikat gigi, odol, shampo serta sisir. Wah
bagus sekali, ibu bisa menyebutkan dengan benar.

Masalah berdandan
apa yang ibu lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja tina menyisir
rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa tujuan kita sisiran dan bedandan? Jadi
bisakah ibu sebutkan alat yang digunakan untuk berdandan? Betul, bagus sekali sisir,
bedak dan lipstik.

Masalah makan dan minum


Berapa kali ibu makan sehari? Iya bagus ibu makan 3 kali sehari. Kalau minum sehari
berapa gelas bu? Betul, minum 10 gelas perhari. Apa saja yang disiapkan untuk
makan?Dimana ibu makan? Bagaimana cara makan yang baik menurut ibu? Apa yang
dilakukan sebelum makan? Apa pula yang dilakukan setelah makan?

Masalah BAB dan BAK


Berapa kali ibu BAB sehari? Kalau BAK berapa kali? Dimana biasanya ibu
BAB/BAK? Bagaimana membersihkannya?
Kita sudah bicara tentang kebersihan diri, berdandan, berpakaian, makan dan minum
serta BAB dan BAK. sekarang bisakah ibu cerita bagaimana cara melakukan mandi,
keramas dan gosok gigi. Ya benar pertama ibu bisa siram seluruh tubuh ibu termasuk
rambut lalu ambil shampo gosokkan pada kepala ibu sampai berbusa lalu bilas sampai
bersih.selanjutnya mabil sabun, gosokkan diseluruh tubuh secara merata lalu siram
dengan air sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat mulai dari
arah atas ke bawah. Gosok seluruh gigi ibu mulai dari depan ke belakang. Bagus lalu
kumur-kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh ibu sampai bersih lalu
keringkan dengan handuk. Ibu bagus sekali melakukannya. Selanjutnya ibu bisa
pasang baju dan sisir rambutnya dengan baik

3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan
diri, manfaat dan alat serta cara melakuakan kebersihan diri? Sekarang coba ibu
ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi? Apa saja alat untuk menjaga kebersihan
diri, bagaimana cara menjaga kebersihan diri? Bagus sekali ibu sudah
menjawabnya dengan benar. Bagaimana perasaan ibu setelah mandi? Coba lihat
dicermin, lebih bersih dan segar ya.
b. RTL
Baiklah ibu. Kalau mandi yang paling baik sehari berappa kali bu? Ya bagus mandi
2 kali sehari, sikat gigi 2 kali sehari, keramas 2 kali seminggu. Nanti ibu
kemasukan ke jadwal ya bu. Jika ibu melakukanya secara mandiri makan ibu
menuliskan M, jika ibu melakukannya dibantu atau diingatkan oleh keluarga atau
teman maka ibu buat ibu, Jika ibu tidak melakukanya maka ibu tulis T. apakah ibu
mengerti? Coba ibu ulangi? Naah bagus ibu.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang cara
berdandan. apakah ibu bersedia?

Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00?
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu??
Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok ibu. saya
permisi.

STATEGI PELAKSANAAN (SP) 2 : MELATIH CARA BERDANDAN SETELAH


KEBERSIHAN DIRI : SISIRAN, RIAS MUKA UNTUK PEREMPUAN.
1. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien.
Data subjektif :
- Klien mengatakan sudah mandi
- Klien mengatakan malas menyisir rambut
Data objektif :
- Klien terlihat lebih segar
- Klien rambut terlihat tidak disisir
2. Diagnosa Keperawatan.
Defisit perawatan diri.
3. Tujuan Tindakan Keperawatan.
a. Pasien dapat mengetahui pentingnya perawatan diri (Berdandan)
b. Pasien dapat mengetahui cara-cara melakukan perawatan diri (Berdandan).
c. Pasien dapat melaksanakan perawatan diri (Berdandani) dengan bantuan perawat.
d. Pasien dapat melaksanakan perawatan diri (Berdandan) secara mandiri.
e. Pasien mendapatkan dukungan keluarga untuk meningkatkan perawatan diri
(Berdandan)
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Menjelaskan cara berdandan yang benar.
c. Membantu pasien mempraktikkan cara berdandan yang benar dan memasukkan
dalam jadwal.
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

2. Strategi Komunikasi
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Apakah ibu sudah mandi?. Tampak
bersih sekali, rambut juga sudah disisir, kukunya sudah digunting yah? Bagus
sekali. Kalau gosok giginya bagaimana? Bagus sekali ternyata sudah ibu lakukan.
Coba saya lihat jadwalnya? Bagus sekali ibu sudah melakukannya. Mandi 2 x
sehari sudah dilakukan dengan mandiri, gosok gigi sehari juga sudah, keramas 2
minggu sekali juga sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x seminggu, kalau
ini masih dibantu kemaren ya bu. Yang masih dibantu sama suster nanti ibu
melakukannya sendiri.
c. Kontrak :
Topik :
Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita akan latihan
berdandan.Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
2. Fase Kerja.
Baiklah ibu, sebelum berdandan alat apa saja yang harus disiapkan? Ya benar sekali
sisir, bedak dan lipstik. Bagaimana cara ibu berdandan? Apakah menyisir rambut
dulu? Bagaimana cara ibu menyisir? Sekarang sisir rambut dulu ya. Bagus sekali
coba lihat dikaca, sudah rapi? Apa kebiasaan ibu berdandan apakah ibu memakai
bedak? Lanjutka dengan merias muka, bagus . ibu tampak cantik. Apakah ibu mau
pakai lipstik? Iya pakainya tipis saja. Coba lihat dikaca cantik ya.
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan cara berdandan? Lebih cantik dan
rapi ya?Bisa tina sebutkan lagi apa saja alat yang diperlukan untuk berdandan?
Yah bagus sekali. Sekarang coba sebutkan caranya bagaimana? Wah tina
memang hebat.
b. RTL :
Baiklah ibu kita sudah melakukan berdandan kita masukan kedalam jadwal ya.
Berapa kali akan ibu lakukan? Dua kali sehari? Sehabis mandi yaa? Jadi tina bisa
tulis dijadwal harian setiap habis mandi, tina bisa langsung berdandan.
Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan sesuai jadwal yah bu, mandi 2 kali
sehari, gosok gigi 2 kali sehari juga, keramas 2 kali seminggu, gunting kuku 1
kali seminggu, ganti baju dan berdandan habis mandi
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibu besok kita akan ketemu lagi dan membicrakan tentang kebutuhan
dan latihan cara makan dan minum yang benar, apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? ?
Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok bu. saya
permisi.

STATEGI PELAKSANAAN (SP) 3 :


MELATIH CARA MAKAN DAN MINUM YANG BAIK.

1. Proses Keperawatan.

1. Kondisi Klien.
Data subjektif :
- Klien mengatakan sudah mandi dan menyisir rambut
- Klien mengatakan tidak tahu cara makan dan minum yang baik dan benar
Data objektif :
- Klien terlihat lebih segar dan rambut terlihat rapi
- Klien mengatakan tidak tahu cara makan dan minum yang baik dan benar.
- Klien terlihat berserakan ketika makan dan minum
2. Diagnosa Keperawatan.
Defisit Perawatan Diri.
3. Tujuan Tindakan Keperawatan.
a. Pasien dapat mengetahui peralatan yang digunakan untuk makan.
b. Pasien dapat mengetahui cara-cara makan dan minum yang baik dan benar.
c. Pasien dapat melaksanakan makan dan minum yang baik dan benar dengan
bantuan perawat.
d. Pasien dapat melaksanakan cara makan dan minum yang baik secara mandiri.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Menjelaskan cara makan dan minum yang baik dan benar.
c. Membantu pasien mempraktikkan cara makan dan minum yang benar dan
memasukkan dalam jadwal.
d. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

2. STRATEGI KOMUNIKASI
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Hari ini saya lihat ibu sudah bersih ya,
rambut juga sudah disisir rapi, pakai bedak, kukunya sudah digunting, bajunya juga
cantik. Bagus sekali. Kalau gosok giginya bagaimana? Bagus sekali ternyata sudah
ibu lakukan. Coba saya lihat jadwalnya? Bagus sekali ibu sudah melakukannya.
Mandi 2 x sehari sudah dilakukan dengan mandiri, gosok gigi sehari juga sudah,
keramas 2 minggu sekali juga sudah mandiri, gunting kuku juga sudah 1 x
seminggu, sudah dilakukan secara mandiri. Jadi tina sudah bagus tentang
kebersihan dirinya. Kalau berdandan dilakukan sama siapa bu? Oh sudah sendiri
bagus sekali. Kalau berpakaiannya bagaimana? Dilakukan sendiri, bagus sekali.
c. Kontrak :
Topik :
Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita akan bicara tentang
kebutuhan makan dan minum, cara makan dan minum.Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
2. Fase Kerja.
Baiklah ibu, sekarang kita akan diskusikan tentang kebutuhan makan pada orang
dewasa sepertin ibu dalam satu hari. Kebutuhan makan perhari dewasa untuk
perempuan antara 2000-2200 kalori dan untuk laku-laki antara 2400-2800 kalori setiap
hari. Biasanya pada orang dewasa membutuhkan semua itu didapat dari makanan
seperti makanan pokok untuk memberi rasa kenyang : nasi, jagung, ubi jalar,
singkong, dll selain itu perlu juga lauk seperti : lauk hewani berupa daging ayam, ikan
dll serta lauk nabati seperti kacang-kacangan, hasil olahan tahu, dan tempe. Sayur
diberikan untuk memberikan rasa segar dan melancarkan proses menelan makanan,
karena biasanya dihidangkan dalam bentuk berkuah : sayur dan umbian, kacang-
kacangan, buah dan susu sebagai pelengkap, akan lengkap ditinjau dari kecukupan gizi
serta minum 8-10 gelas (2500ml) sehari. Bagaimana tina apakah sudah mengerti?
Kalau kita mau makan alatnya apa saja tina? Jadi harus ada gelas piring dan sendok
yah, sekarang piring gunanya untuk apa? Ya benar sekali untuk menaruh makanan,
selanjutnya sendok untuk apa?Kalau gelas disiapkan untuk apa? Bagus sekali tina
sudah bisa menjawab dengan benar, bagaimana kebiasaan sebelum , saat maupun
sudah makan? Makan dimeja makan ya? Sebelum makan kita harus cuci tangan pakai
sabun. Ya mari kita praktekkan.setelah itu duduk dan ambil makanan. Sebelum
disantap kita berdoa dulu. Silakan tina yang pimpn. Bagus. Mari kita makan. Saat
makan kita harus mnyupakan makan satu-satu dengan pelan-pelan. Ya mari kita
makan. Setelah kita mkan kita bereskan piring dan gelas yang kotor. Ya betul dan kita
akhiri dengan cuci tangan. Ya bagus.
3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita belajar makan dan minum? Alat apa saja yang
kita gunakan untuk makan? Setelah makan pa saja yang kita lakukan?.
b. RTL :
Baiklah ibu kita sudah melakukan latihan cara makan dan minum kita masukan
kedalam jadwal ya. Berapa kali akan ibu mau makan? tiga kali sehari? Kalau pagi
jam berapa? Siang? Malam? Jadi tina bisa tulis dijadwal harian. Selanjutnya jangan
lupa untuk melakukan sesuai jadwal yah bu, mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali
sehari juga, keramas 2 kali seminggu, gunting kuku 1 kali seminggu, ganti baju
dan berdandan habis mandi pagi dan sore.
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibubesok kita akan ketemu lagi dan membicrakan tentang BAB dan BAK,
apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tamu? ?
Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok bu. saya permisi
Assalamualaikum WR,WB.

STATEGI PELAKSANAAN (SP) 4 : MELATIH BAB DAN BAK YANG BAIK.


1. Proses Keperawatan.
1. Kondisi Klien.
Data subjektif :
- Klien mengatakan sudah mandi dan menyisir rambur
- Klien mengatakan sudah makan pagi dengan baik
- Klien mengatakan tidak tahu cara BAB dan BAK yang baik dan benar.
Data objektif :
- Klien terlihat bersih dan segar. Rambut tersisir dengan rapi
- Klien terlihat BAK sembarangan.
2. Diagnosa Keperawatan.
Defisit Perawatan Diri.
3. Tujuan Tindakan Keperawatan.
a. Pasien dapat mengetahui cara-cara BAB dan BAK yang baik dan benar.
b. Pasien dapat melaksanakan cara BAB dan BAK yang baik secara mandiri.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b. Menjelaskan cara BAB dan BAK yang baik dan benar.
c. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
2. Strategi Komunikasi.
1. Fase Orentasi.
a. Salam Terapeutik.
Selamat pagi bu, masih ingat dengan saya?
b. Evaluasi/ Validasi :
Bagaimana dengan perasaan ibu hari ini? Hari ini saya lihat ibu sudah bersih
ya, rambut juga sudah disisir rapi, pakai bedak, kukunya sudah digunting,
bajunya juga cantik. Bagus sekali. Kalau gosok giginya bagaimana? Bagus
sekali ternyata sudah ibu lakukan. Bagaimana makan dan minum hari ini? Jam
berapa? Jam 8 ya. Coba saya lihat jadwalnya? Bagus sekali ibu sudah
melakukannya. Mandi 2 x sehari sudah dilakukan dengan mandiri, gosok gigi
sehari juga sudah, keramas 2 minggu sekali juga sudah mandiri, gunting kuku
juga sudah 1 x seminggu, sudah dilakukan secara mandiri. Jadi tina sudah
bagus tentang kebersihan dirinya. Kalau berdandan dilakukan sama siapa bu?
Oh sudah sendiri bagus sekali. Kalau berpakaiannya bagaimana? Dilakukan
sendiri, bagus sekali. Kalau makan dan minum masih dibantu yah. Besok
harus sudah melakukannya sendiri yah. Ibu bisa kan ibu pasti bisa karea ibu
hebat.
c. Kontrak :
Topik :
Masih ingat apa yang mau kita bicarakan hari ini. Hari ini kita akan bicara
tentang cara BAB dan BAK.Apakah ibu bersedia?
Waktu :
Berapa lama ibu mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit?
Tempat :
Ibu mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
2. Fase Kerja.
Baiklah ibu, ibu BAB dan BAK dikamar mandi yah? Hati-hati pakaian jangan
sampai kena ya. Lalu jongkok diwc? Bagaimana cara ibu cebok? Bagus sebaiknya
ibu cebok yang bersih setelah BAB dan BAK. yaitu dengan menyiram airdari arah
depan ke belakang. Jangan terbalik ya. Cara seperti ini berguna untuk mencegah
masuknya kotoran/tinja yang ada dianus kebagian kemaluan kita. Setelah tina
selesei cebok, jangan lupa tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya
sampai tinja/air krncing itu tidak tersisa dikaskus/WC. Jika tina membersihkan
membersihkan tinja/air krncing seperti ini, berarti tina ikut mencegah penyebaran
kuman berbahaya yang ada pada kotoran/air kencing. Setelah selesei
membersihkan tinja/air kencing, tina perlu merapikan pakaian sebelum keluar dari
wc. Pastikan resleting sudah tertutup dengan rapi. Dan setelah itu jangan lupa cuci
tangan pakai sabun ya bu.

3. Terminasi.
a. Evaluasi subjektif dan objektif :
Bagaimana perasaan ibu setelah kita membicarakan cara BAB dan BAK? Apa
saja yang dilakukan saat BAB Dan BAK? Bagus sekali bu. Nahsekarang coba
ibu sebutkancara perawatan diri yang telah kita pelajari dan latih? Bagus
sekali.
b. RTL :
Baiklah ibu kita sudah melakukan latihan cara BAB dan BAK. masukan
kedalam jadwal ya. Selanjutnya jangan lupa untuk melakukan sesuai jadwal
yah bu, mandi 2 kali sehari, gosok gigi 2 kali sehari juga, keramas 2 kali
seminggu, gunting kuku 1 kali seminggu, ganti baju dan berdandan 2 kali
sehari habis mandi pagi dan sore, makan 3 kali sehari dan minum 8-10 gelas
sehari. BAB dan BAK ditempatnya. Bagaimana bu bisa dilakukan sesuai
jadwal. Bagus sekali ibu mau mencoba melakukannya
c. Kontrak yang akan datang :
Topik :
Baik lah ibubesok kita akan ketemu lagi dan membicrakan tentang halusinasi,
apakah ibu bersedia?
Waktu :
Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00
Tempat :
Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? ? Baiklah bu besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok bu.
saya permisi.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN JIWA

Di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa ________________________________________

Nama : _______________ Ruangan :__________________ No. RM :____________


Tgl/Jam :

IMPLEMENTASI EVALUASI

S:
DS : klien mengatakan malas mandi dan lebih
Klien mngatakan malas mandi dan lebih enak tidak ganti baju
enak tidak ganti baju.

DO : O:
Klien terlihat kotor, rambut tidak disisr, klien terlihat kotor, rambut tidak di sisir,
baju agak kotor, bau dan menolak baju agak kotor, bau dan menolak di ajak
diajak mandi. mandi

Diagnosa Kep : A:
Defisit perawatan diri masalah belum teratasi
a. Melatih sisiran, rias muka untuk
Tindakan Kep : perempuan
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian b. Melatih makan dan minum yang baik
klien. c. Melatih BAB dan BAK yang baik
b. Menjelaskan kebersihan yang baik.
c. Membantu klien mempraktekkan P: Intervensi di lanjutkan
cara kebersihan yang baik.
d. Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

RTL ( Planing Perawat)

TT

IMPLEMENTASI EVALUASI
DS: S:
- Klien mengatakan sudah mandi - Klien mengatakan sudah mandi
- Klien mengatakan malas - Klien mengatakan malas menyisir
menyisir rambut rambut
DO: O:
- Klien terlihat lebih segar Klien terlihat lebih segar dan rambut terlihat
- Klien rambut terlihat tidak disisir tidak di sisir

Diagnosa kep: A:
Defisit perawatan diri Masalah belum teratasi

Tindakan kep: P:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Intervensi di lanjutkan
pasien.
b. Menjelaskan cara berdandan yang
benar.
c. Membantu pasien mempraktikkan
cara berdandan yang benar dan
memasukkan dalam jadwal.
d. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

RTL (Planning Perawat) :

IMPLEMENTASI EVALUASI
DS:
- Klien mengatakan sudah mandi dan
menyisir rambut
- Klien mengatakan tidak tahu cara
makan dan minum yang baik dan
benar
DO:
- Klien terlihat lebih segar dan
rambut terlihat rapi
- Klien mengatakan tidak tahu cara
makan dan minum yang baik dan
benar.
- Klien terlihat berserakan ketika
makan dan minum
Diagnosa kep:
Defisit perawatan diri
Tindakan kep:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien.
b. Menjelaskan cara makan dan
minum yang baik dan benar.
c. Membantu pasien mempraktikkan
cara makan dan minum yang benar
dan memasukkan dalam jadwal.
d. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

RTL (Planning Perawat):

IMPLEMENTASI EVALUASI
DS: S:
- Klien mengatakan sudah mandi dan - Klien mengatakan sudah mandi dan
menyisir rambur menyisir rambut
- Klien mengatakan sudah makan - Klien mengatakan sudah makan pagi
pagi dengan baik dengan baik
- Klien mengatakan tidak tahu cara - Klien mengatakan tidak tahu cara BAB
BAB dan BAK yang baik dan dan BAK yang baik dan benar
benar. O:
DO: - Klien terlihat bersih dan segar, rambut
- Klien terlihat bersih dan segar. tersisir dengan rapi
Rambut tersisir dengan rapi - Klien terlihat BAK sembarangan
- Klien terlihat BAK sembarangan.
A:
Diagnosa kep: Masalah belum teratasi
Defisit perawatan diri

Tindakan kep: P:
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan Intervensi di lanjutkan
harian pasien.
b. Menjelaskan cara BAB dan BAK
yang baik dan benar.
c. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.

RTL (Planning Perawat):


LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

I. Kasus ( Masalah Utama)


Resiko Bunuh Diri

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari individu untuk
memecahkan masalah yang dihadapi ( Keliat,1991).

Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri (Stuart & Laraia,1998).


II. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart & Sundeen (1998) adalah faktor diagnose psikiatrik ( lebih dari 90%
orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri, tiga gangguan jiwa yang
dapat membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan afektif,
penyalahgunaan dan skizofrenia) ; faktor sifat kepribadian (tiga aspek kepribadian
yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan,
impulsif, dan depresi ), faktor lingkungan psikososial (baru mengalami kehilangan,
perpisahan atau perceraian, kehilangan yang didini, dan berkurangnya dukungan
sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri), faktor riwayat
keluarga (riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting untuk perilaku destruktif) dan faktor biokimia (data menunjukkan bahwa
secara serotogenik, opiatergik, dan dopaminergik menjadi media proses yang dapat
menimbulkan perilaku destruktif).
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor presipitasi bunuh diri terdiri dari keputusasaan, jenis kelamin laki –
laki, usia lebih tua, hidup sendiri, psikosis, penyalahgunaan zat. Perilaku bunuh diri
dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami individu. Pencetusnya sering
kali berupa kejadian kehidupan yang memalukan, seperti masalah interpersonal,
dipermalukan didepan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman pengurungan.
Selain itu, mengetahui seseorang yang telah mencoba atau melakukan bunuh diri atau
membaca melalui media dapat juga membuat individu makin rentan untuk melakukan
perilaku destruktif diri.
c. Rentang Respon Neurobiologis
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Peningkatan Beresiko Destruktif diri Pencederaan Bunuh


Diri destruktif tak langsung diri diri

1. Peningkatan diri
Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri secara wajar terhadap
situasional yang membutuhkan pertahanan diri. Sebagai contoh seorang
mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda mengenai loyalitas terhadap
pimpinan ditempat kerjanya.
2. Beresiko destruktif
Seorang memiliki kecendrungan atau beresiko mengalami perilaku destruktif atau
menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya dapat mempertahankan
diri, seperti seseorang yang patah semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak
loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
3. Destruktif diri tak langsung
Seseorang telah mengambil sikap yang kurang tepat (maladaptif) terhadap situasi
yang membutuhkan dirinya untuk mempertahankan diri. Misalnya karena
pandangan pimpinan terhadap kerjanya yang tidak loyal, maka seorang karyawan
menjadi tak masuk kantor atau bekerja seenaknya dan tidak optimal.
4. Pencederaan diri
Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan diri akibat
hilangnya harapan situasi yang ada.
5. Bunuh diri
Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai nyawanya hilang.

Perilaku bunuh diri menurut Stuart & Sudden (1995) dibagi menjadi 3 kategori :
a. Upaya bunuh diri (Suicide attempt)
Yaitu sengaja melakukan kegiatan menuju bunuh diri dan bila kegiatan sampai
tuntas akan menyebabkan kematian. Kondisi ini terjadi setelah tanda peringatan
terlewatkan atau diabaikan.
b. Isyarat bunuh diri (suicide gesture)
Yaitu bunuh diri yang direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang
lain.
c. Ancaman bunuh diri (suicide threat)
Yaitu suatu peringatan baik secara langsung atau tidak langsung verbal atau non
verbal bahwa seseorang sedang mengupayakan bunuh diri. Orang tersebut
mungkin menunjukkan secara verbal bahwa dia tidak akan ada disekitar kita lagi,
atau juga mengungkapkan secara non verbal berupa pemberian hadiah, wasiat dan
sebagainya.
d. Mekanisme Koping
Mekanisme koping dapat berupa denial, rasionalization, regression, dan magical
thinking. Mekanisme pertahanan diri yang ada seharusnya tidak ditentang tanpa
memberikan koping alternative. Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan
mekanisme koping, bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping dan
mekanisme adaptif pada diri seseorang.

III. Pohon Masalah dan Masalah Keperawatan


a. Pohon Masalah
Effect Risiko Perilaku Kekerasan (pada diri sendiri,
Orang lain, lingkungan dan verbal)

Core Problem Resiko Bunuh Diri

Causa Harga Diri Rendah Kronik

b. Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji


Resiko Bunuh Diri
Data Subyektif :
 Mengatakan hidupnya tidak berguna lagi
 Mengatakan putus asa dengan penyakit yang dialami
 Mengatakan ingin mati
 Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
 Mengatakan ada yang menyuruh bunuh diri
 Mengatakan lebih baik mati saja, mengatakan sudah bosan hidup
 Klien mengatakan hal – hal negatif terhadap dirinya
Data Obyektif :

 Ekspresi murung
 Tak bergairah
 Ada bekas percobaan bunuh diri
 Perubahan kebisaaan hidup
 Perubahan perangai
 Agitasi dan gelisah
 Insomnia yang menetap
 Kelainan afektif
 Dimensia diri / status kekacauan mental pada lansia.
IV. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri

V. Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan Intervensi Rasional

Pasien tidak melakukan Pindahkan benda yang Prioritaskan tertinggi diberikan pada
aktivitas yang mencederai membahayakan aktivitas penyelamatan hidup pasien
dirinya
Observasi dengan ketat Perilaku pasien harus diawasi
sampai kendali diri memadai untuk
keamanan

Siapkan lingkungan Memberikan kenyamanan pada


yang aman pasien

Pasien dapat Identifikasi kekuatan Perilaku bunuh diri mencerminkan


mengidentifikasi aspek pasien depresi yang mendasar dan terkait
positif pada dirinya dengan harga diri rendah serta
kemarahan terhadap diri sendiri

Ajak pasien untuk Dijadikan sebagai salah satu cara


berperan serta dalam mengendalikan perilaku ingin
aktivitas yang disukai bunuh diri
dan dapat dilakukannya

Pasien akan Bantu pasien mengenal Mekanisme koping maladaptive


mengimplementasikan mekanisme koping yang harus diganti dengan mekanisme
Respons protektif diri yang tidak adaptif koping yang sehat untuk mengatasi
adaptif stress dan ansietas

Identifikasi alternatif Untuk menumbuhkan dan


cara koping meningkatkan mekanisme koping
pasien

Pasien akan Bantu orang terdekat Isolasi sosial menyebabkan harga


mengidentifikasi sumber untuk berkomunikasi diri rendah dan depresi,
dukungan sosial yang secara konstruktif mencetuskan perilaku destruktif-diri
bermanfaat dengan pasien

Tingkatkan hubungan Meningkatkan kepercayaan diri


keluarga yang sehat pasien dan mencegah perilaku
destruktif diri

Pasien akan mampu Libatkan pasien dan Pemahaman dan peran serta dalam
menjelaskan rencana orang terdekat dalam perencanaan pelayanan kesehatan
pengobatan dan perencanaan asuhan meningkatkan kepatuhan
rasionalnya
Jelaskan karakteristik Pemahaman dalam proses
dari kebutuhan perawatan dan pengobatan
pelayanan kesehatan meningkatkan kepatuhan dan
yang telah mendukung proses penyembuhan
diidentifikasi,
kebutuhan asuhan
keperawatan, diagnosis
medis, pengobatan, dan
medikasi yang
direkomendasikan

STRATEGI PELAKSANAAN

KLIEN DENGAN RESIKO BUNUH DIRI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien mengatakan bahwa dirinya sudah tidak berguna lagi, lebih baik mati saja, klien
terlihat menyendiri, murung tak bergairah, agitasi dan gelisah, terjadi perubahan
perangai.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko Bunuh Diri
3. Tujuan Khusus
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
b. Klien dapat mengidentifikasi benda – benda yang dapat membahayakan
c. Klien dapat melakukan kontrak treatment
d. Klien tahu cara mengendalikan dorongan bunuh diri
e. Klien dapat melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
4. Tindakan Keperawatan
a. Bina hubungan saling percaya
b. Identifikasi benda – benda yang dapat membahayakan
c. Amankan benda – benda yang dapat membahayakan klien
d. Lakukan kontrak treatment.
f. Ajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
e. Latih cara mengendalikan dorongan bunuh diri

B. Proses Pelaksanaan Tindakan


1. Fase Orientasi
a. Salam Terapeutik : Selamat sore ibu/bapak perkenalkan nama saya Titi Hasmiati
senang dipanggil Titi saya mahasiswi Universitas Ichsan Satya yang akan
merawat bapak/ibu, saya praktek disini selama dua minggu dari
tanggal…………..sampai………….tapi saya praktek diruangan ini hanya satu
minggu. Nama bapak/ibu siapa? Senangnya dipanggil siapa?
b. Evaluasi/validasi : Bagaimana perasaan bapak/ibu hari ini? Bagaimana tidurnya
semalam?
c. Kontrak
Topik : Bapak/ibu saya ingin berbincang – bincang dengan ibu/bapak dan
mengajarkan bapak/ibu bagaimana mengendalikan perasaan dimana
bapak/ibu merasa ingin mati. Saya siap mendengarkan semua cerita
bapak/ibu, bagaimana apa bersedia?.
Waktu : Bapak/ibu kita akan berbincang – bincang jam berapa? Dan berapa
lama ?
Tempat : Bagaimana kalau kita berbincang – bincang disini?
Tujuan : Kita berbincang – bincang agar kita saling mengenal.

2. Fase Kerja
Bapak/ibu sudah berapa lama disini ? Apa yang bapak/ibu rasakan hari ini ? Waktu
dibawa kesini ada kejadian apa dirumah ? Jika perasaan ingin mati muncul saya harap
bapak/ibu bisa membicarakannya dengan saya. Bapak/ibu bisa mengalihkan pikiran
itu dengan berbincang – bincang dengan saya atau teman yang lain, ingat ya pak/bu
bunuh diri itu perbuatan yang tidak baik dan dilarang oleh agama.

3. Fase Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan bapak/ibu setelah berbincang – bincang dengan saya tentang
masalah yang bapak/ibu rasakan? Apakah dengan bercerita bapak/ibu merasa
lebih nyaman?
Evaluasi Obyektif
Coba bapak/ibu ulangi cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
Rencana Tindak Lanjut
Baik bapak/ibu saya rasa sudah cukup pembicaraan kita hari ini. Saya harap
bapak/ibu mengingat saya dan mau melaksanakan cara mengendalikan dorongan
bunuh diri.
b. Kontrak yang akan datang
Topik : Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi dan berbincang – bincang lagi
tentang aspek positif yang bapak/ibu punya.
Waktu : Bagaimana kalau kita berbicang- bicang kembali besok jam 16.30 WIB
selama 15 menit, apakah/ibu setuju?
Tempat : Mau dimana besok kita berbincang–bincang, bagaimana kalau
ditempat ini lagi? Baiklah sampai bertemu lagi. Selamat sore bapak/ibu.
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

I. Kasus (Masalah Utama)


Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah
yang tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995dalam ade herman surya 2011).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami
perilaku-perilaku yang dapat melukai fisik, baik terhadap diri sendiri atau orang lain.
(Towsed Mc, 1998. Hal 62dalam ade herman surya 2011).
Perilaku kekrasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai diri sendiri, orang lain secara fisik maupun psikologis. ( Berkowitz,
1993dalam ade herman surya 2011 ).
Berdasarkan definisi diatas maka perilaku kekerasan dapat dibagi menjadi dua
yaitu perilaku kekerasan secara verbal dan secar fisik. ( Kahner Ebl, 1995 dalam ade
herman surya 2011 )

II. Proses Terjadinya Masalah


A. Faktor Presdiposisi
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustrasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan seperti perasaan
ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan dapat memberikan perasaan rendah
diri. Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, dapat pula menstimulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasan. Faktor budaya yang tertutup dan membalas
secara diam (pasif agresif ) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima (permisive).
Selain itu factor bioneurologis seperti kerusakan system limbic, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan.
B. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi perilaku kekerasan.
Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai / pekerjaan dan kekerasan
merupakan factor penyebab yang lain. Iteraksi sosial dapat pula memicu perilaku
kekerasan.

C. Rentang Respon

Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan


melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang
merupakan respon maladaptive yaitu agresi-kekerasan. Perilaku yang ditampakkan
mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu :
1. Asertif
Kemarahan atau rasa tidak setuju yang di nyatakan atau di ungkapkan tanpa
menyakiti orang lain akan member kelegaan pada individu dan tidak akan
menimbulkan masalah
2. Frustasi
Respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena tujuan yang tidak realistis
atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan. Dalam hal ini tidak ditemukan
alternative lain.
3. Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami untuk menghindari tuntutannya. Hal ini sebagai upaya mencegah
respon mal adaptif.
4. Agresi
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain dengan
ancaman, memberika kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien
masih dapat mengontrol perilakunya untauk tidak melukai orang lain. Prilaku yang
tampak dapat berupa muka masam, bicara kasar, menuntut tanpa di sertai
kekerasan.

5. Kekerasan
Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai dengan
menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancaman melukai
disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah
melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.

D. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme yang digunakan antara lain:
1. Sublimasi yaitu Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara
normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
obyek lain seperti meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya
yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
3. Represi yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke
alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak
kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh
Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat
melupakannya.
4. Reaksi formasi yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman
suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar dan displacement
yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang
tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya An. R berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-
perangan dengan temannya.

III. Pohon Masalah dan masalah keperawatan


A. Pohon masalah
Resiko Perilaku Kekerasan

Core problem Perilaku Kekerasan

Harga Diri Rendah


B. Masalah Keperawatan dan Data yang perlu dikaji
Perilaku Kekerasan
DS :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal
atau marah
DO :
- Mata merah, wajah agak merah
- Nada suara tinggi dan keras
- Bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang barang.

IV. Diagnosa Keperawatan


Perilaku Kekerasan

V. Rencana Tindakan Keperawatan


Terlampir

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN SEHARI-HARI
PERILAKU KEKERASAN

I. Proses Keperawatan
A. Kondisi pasien
Klien mengatakan pernah melempar orang, klien mengatakan menyadari apa yang telah
dilakukan, klien tampak bingung, bicara klien sangat keras, pandangan mata tajam pada
saat menceritakan perasaannya.
B. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan

C. Tujuan Khusus
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
4. Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukan
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan
7. Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan

D. Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
2. Diskusikan penyebab perilaku kekerasan
3. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
4. Diskusikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
5. Diskusikan akibat perilaku kekerasan
6. Latih mencegah perilakukekerasan dengan cara fisik: Tarik napas
7. Anjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian

STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN

I. Fase Orientasi
A. Salam Terapeutik
Selamat pagi Bapak? Perkenalkan nama saya Titi Hasmiati, saya senang dipanggil
Titi. Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Pak, saya mahasiswi dari Universitas
Ichsan Satya. Saya akan merawat Bapak selama 2 minggu kedepan, dari Jam 08:00-
14:00WIB.
B. Evaluasi/validasi?
Bagaimana perasaan Bapak saat ini? Bagaimana tidurnya semalam?
C. Kontrak
1. Topik
Bapak, hari ini kita akan berbincang-bincang mengenai keadaan Bapak selama
dirawat disini.
2. Waktu
Bapak, mau berbincang-bincang berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit saja?
3. Tempat
Menurut Bapak, tempatnya mau dimana? Bagaimana kalau di kursi ruang
kegiatan?
4. Tujuan
Bapak, tujuan kita berbincang-bincang agar kita saling mengenal

II. Kerja (Langkah-langkah Tindakan Keperawatan)


Pak, diantar siapa kesini? Memangnya ada kejadian apa dirumah? Apa yang
menyebabkan Bapak marah-marah pada saat itu? Bapak tahu tidak akibat dari tindakan
yang Bapak lakukan? Nah, baiklah bagaimana kalau hari ini saya ajarkan cara untuk
mengontrol marah-marah? Caranya yaitu tarik napas dalam lalu keluarkan dari mulut
secara perlahan-lahan. Saya contohkan terlebih dahulu ya? Nah. Sekarang coba kita
lakukan bersama-sama hitungan ketiga tarik napas dalam ya.. 1…2…3…tarik napaaas.
Keluarkan dari mulut..ya bagus Pak. Ayo kita ulangi lagi. Nah, sekarang coba Bapak
lakukan sendiri ya? Wahh hebat ya Pak. Bagaimana kalau kegiatan ini kita masukan ke
dalam jadwal kegiatan harian. Bapak isi dulu tanggal kemudian isi kegiatan kita hari ini
di kolom kegiatan, nah di kolom keterangan Mas isi dengan M jika Bapak
melakukannya sendiri, B jika Bapak melakukan dengan bantuan, dan T jika Bapak tidak
bisa melakukan sama sekali.
III. Fase Terminasi
A. Evaluasi
1. Evaluasi Subyektif
Bagaimana Pak perasaanya setelah kita latihan tarik napas dalam?
2. Evaluasi Obyektif
Coba Bapak ulangi sekali lagi cara mengontrol marah? Wahh.hebat sekali.
B. Rencana Tindak Lanjut
Bagus sekali ya Pak, saya harap Bapak bisa melakukannya disaat Bapak sudah
mengetahui mau marah-marah.
C. Kontrak yang akan datang
Pak, saya rasa waktunya sudah cukup untuk berbincang-bincang hari ini, besok saya
akan datang kembali dan bersama Bapak lagi.
D. Topik
Besok kita akan membicarakan kegiatan Bapak selama dirawat disini ya?
1. Waktu
Pak, besok mau berbincang-bincang jam berapa? Berapa lama? Bagaimana kalau
waktunya seperti hari ini?
2. Tempat
Besok tempatnya mau dimana Pak berbincang-bincangnya? Bagaimana kalau di
ruang kegiatan. Permisi ya Pak, selamat istirahat.

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

A. Konsep Isolasi Sosial


1. Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang
lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 ).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lain. Selain itu menarik diri merupakan
suatu tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan
sosial secara langsung (isolasi diri) (Stuart dan Sundeen, 1995).
Menarik Diri adalah suatu tindakan melepaskan diri dari alam sekitarnya,
individu tidak ada minat dan perhatian terhadap lingkungan sosial secara
langsung. (Petunjuk teknis Askep pasien gangguan skizofrenia hal 53).
Perilaku menarik diri adalah suatu usaha menghindari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak menyadari
kesempatan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (Budi Anna Keliat, 1999).
Rentang Respons Sosial
Gangguan hubungan sosial terdiri atas :
1. Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan
dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu
keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam
ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak
mata. Ketidaksesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan
perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri,
pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan
penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan
yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang
banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).
2. Kerusakan Interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu
berpartisipasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas
interaksi sosial yang tidak efektif, Dengan Karakteristik : Menyatakan secara
verbal atau menampakkan ketidaknyamanan dalam situasi-situasi sosial.
Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidakmampuan untuk menerima
atau mengkomunikasikan kepuasan rasa memiliki, perhatian, minat, atau
membagi cerita. Tampak menggunakan perilaku interaksi sosial yang tidak
berhasil. Disfungsi interaksi dengan rekan sebaya, keluarga atau orang lain.
Penggunaan proyeksi yang berlebihan tidak menerima tanggung jawab atas
perilakunya sendiri. Manipulasi verbal. Ketidakmampuan menunda
kepuasan. (Mary C. Townsend, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, 1998; hal 226).

2. Rentang Respon Sosial


1. Waktu membinasuatu hubungan sosial, setiap individu berada dalam rentang
respons yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon adaptif merupakan
respons yang dapat diterima oleh norma – norma sosial dan budaya setempat yang
secara umum berlaku, sedangkan respons maladaptif merupakan respons yang
dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh
norma – norma sosial dan budaya setempat. Respons sosial maladaptif yang sering
terjadi dalam kehidupan sehari – hari adalah menarik diri, tergantung (dependen),
manipulasi, curiga, gangguan komunikasi, dan kesepian.
2. Menurut Stuart dan Sundeen, 1999, respon setiap individu berada dalam rentang
adaptif sampai dengan maladaptive yang dapat dilihat pada bagan berikut :
1) Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma –norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon
adaptif terdiri dari :
a. Menyendiri (Solitude): Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk
merenungkan sapa yang telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan suatu
cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah selanjutnya. Solitude
umumnya dilakukan setelah melakukan kegiatan.
b. Otonomi: Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan
menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
c. Bekerja sama (mutualisme): adalah suatu kondisi dalam hubungan
interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling memberi dan
menerima.
d. Saling tergantung (interdependen): Merupakan kondisi saling tergantung
antara individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
2) Respon maladaptive adalah respon yang menimbulkan gangguan dengan
berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon maladaptif
terdiri dari :
1. Menarik diri: merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan
kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
2. Manipulasi: Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat pada
individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu tersebut tidak
dapat membina hubungan sosial secara mendalam.
3. Impulsif: Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak
mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.
4. Narkisisme: Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang rapuh, secara
terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan pujian, sikap
egosenetris, pencemburuan, marah jika orang lain tidak mendukung.
5. Tergantung (dependen): terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa
percaya diri atau kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
6. Curiga: Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya dengan
orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan dengan tanda-
tanda cemburu, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan individu ditandai dengan
humor yang kurang, dan individu merasa bangga dengan sikapnya yang
dingin dan tanpa emosi.

3. Penyebab Dari Menarik Diri


Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai
perasaan negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan yang diekspresikan secara langsung maupun tak
langsung.

4. Tanda Dan Gejala Menarik Diri (Budi Anna Keliat, 1998)


1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul

2. Menghindar dari orang lain (menyendiri)


3. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat
4. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
5. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
6. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau pergi
jika diajak bercakap-cakap
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.

5. Pohon Masalah ( Budi Anna Keliat, 1999)

Resiko Perubahan Sensori-persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

6. Analisa Data
Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah
menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak “, “iya”, “tidak tahu”.
Data Objektif :
1. Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
2. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
3. Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang
lain, misalnya pada saat makan.
4. Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain / perawat.
5. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
6. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
7. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.

7. Karakteristik Perilaku
1. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.

2. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.


3. Kemunduran secara fisik.
4. Tidur berlebihan.
5. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
6. Banyak tidur siang.
7. Kurang bergairah.
8. Tidak memperdulikan lingkungan.
9. Kegiatan menurun.
10. Immobilisasai.
11. Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
12. Keinginan seksual menurun.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Klien Dengan Isolasi Sosial

A. PENGKAJIAN
Adapun ruang lingkup pengkajian klien dengan masalah utama Kerusakan Interaksi
Sosial pada kasus Menarik Diri meliputi pegumpulan data, perumusan masalah
keperawatan, pohon masalah dan analisa data.

1. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
predisposisi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan kemampuan koping
yang dimiliki klien (Stuart and Sundeen, 1995).Adapun data yang dapat
dikumpulkan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri
adalah sebagai berikut.
1) Identitas klien
Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah utama
Kerusakan Interaksi Sosial Menarik Diri adalah : biodata yang meliputi nama,
umur, terjadi pada umur atara 15 – 40 tahun, bisa terjadi pada semua jenis
kelamin, status perkawinan, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No
Rumah klien dan alamat klien. dan agama pendidikan serta pekerjaan dapat
menjadi faktor untuk terjadinya penyakit Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri.

2) Alasan masuk rumah sakit


Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri lalu menunduk,
menjawab pertanyaan dengan singkat, menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari, dependen.
2. Faktor predisposisi
Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatan bagi klien yang
telah mengalami gangguan jiwa trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan,
kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan jiwa serta
pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien sebelum mengalami gangguan
jiwa. Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustrasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan,
dicerai suami , putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
( korban perkosaan, di tuduh KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang
tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.
3. Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD: cenderung meningkat, Nadi: cenderung meningkat,
suhu: meningkat, Pernapasan : bertambah, TB, BB: menurun).

4. Keluhan fisik
Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa terjadi
penurunan berat badan. Klien biasanya tidak menghiraukan kebersihan dirinya.
5. Aspeks psikososial
6. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
7. Konsep diri
Pada umumnya klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri
mengalami gangguan konsep diri seperti :
a) Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau
tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatip tentang tubuh.
b) Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses
menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya; mengungkapkan
keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan
kurang percaya diri. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan
hubungan social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang
diikuti dalam masyarakat. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk
ibadah ( spritual).
f) Hubungan sosial : Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi setiap manusia,
karena manusia tidak mampu hidup secara normal tanpa bantuan orang lain.
Pada umumnya klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik
Diri mengalami gangguan seperti tidak merasa memiliki teman dekat, tidak
pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami
hambatan dalam pergaulan.
g) Status mental
h) Penampilan: Pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial : Menarik Diri
berpenampilan tidak rai, rambut acak-acakan, kulit kotor, gigi kuning, tetapi
penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan serta klien tidak mengetahui kapan
dan dimana harus mandi.
i) Pembicaraan: Pembicaraan klien dengan Kerusakan interaksisosial Menarik
Diripada umumnya tidak mampu memulai pembicaraan, bila berbicara topik
yang dibicarakan tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.
j) Aktivitas motorik: Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas, kadang
gelisah dan mondar-mandir.
k) Alam perasaan: Alam perasaan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial
pada kasus Menarik Diri biasanya tampak putus asa dimanifestasikan dengan
sering melamun.
l) Afek: Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap rangsang yang
normal.
m) Interaksi selama wawancara: Klien menunjukkan kurang kontak mata dan
kadang-kadang menolak untuk bicara dengan orang lain.
n) Persepsi. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri
pada umumnya mengalami gangguan persepsi terutama halusinasi pendengaran,
klien biasanya mendengar suara-suara yang megancam, sehingga klien
cenderung sering menyendiri dan melamun.
o) Isi pikir. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri pada
umumnya mengalami gangguan isi pikir : waham terutama waham curiga.
p) Proses pikir. Proses pikir pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada
kasus Menarik Diri akan kehilangan asosiasi, tiba-tiba terhambat atau blocking
serta inkoherensi dalam proses pikir.
q) Kesadaran. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri
tidak mengalami gangguan kesadaran.
r) Memori. Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien mampu
mengingat hal-hal yang telah terjadi.
s) Konsentrasi dan berhitung. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri pada umumnya tidak mengalami gangguan dalam konsentrasi dan
berhitung.
t) Kemampuan penilaian. Klien tidak mengalami gangguan dalam penilaian
u) Daya tilik diri. Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan
mengingkari penyakit yang dideritanya.

8. Kebutuhan persiapan pulang


1. Makan. Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien akan mengingkari
penyakit yang dideritanya.
2. BAB / BAK. Kemampuan klien menggunakan dan membersihkan WC kurang.
3. Mandi. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri bisanya
tidak memiliki minat dalam perawatan diri (mandi)
4. Istirahat dan tidur: Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasaya terganggu

9. Mekanisme koping
Koping yang digunakan klien adalah proyeksi, menghindar dan kadang-kadang
mencedrai diri.Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik
diri).

10. Masalah psikososial dan lingkungan


Klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti klien
direndahkan atau diejek karena klien menderita gangguan jiwa.

11. Pengetahuan
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri, kurang
mengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi, koping mekanisme
dan sistem pendukung dan obat-obatan sehingga penyakit klien semakin berat.

12. Aspek medic


Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan oleh klien selama
perawatan.

13. Status Mental


Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang dapat
memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan
dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.

Perumusan Masalah

1. Masalah Utama : Kerusakan interaksi social : menarik diri


2. Daftar masalah

Format Pengkajian Pasien Isolasi Sosial


Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti bagi pasien....................................................

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat..............


c. Hambatan berhubungan dengan oarang lain...............................
Masalah Keperawatan........................................................................

Pohon Masalah

Resiko Perubahan Sensori-persepsi : Halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri Core Problem

Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

B. Analisa Data
a. Masalah Keperawatan
1. Perubahan persepsi – sensori : halusinasi
2. Isolasi Sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

a. Isolasi sosial : menarik diri


a) Data obyektif
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak
diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang
lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
b) Data subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan
singkat, ya atau tidak.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan persepsi sensori
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

c. Intervensi & Implementasi


1. Gangguan isolasi sosial : menarik diri
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi
Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

2. Perkenalkan diri dengan sopan


3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya

2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab


menarik diri atau mau bergaul
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan


kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Tindakan :

1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan dengan


orang lain
1. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keuntungan berhubungan dengan prang lain

2. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain


3. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang
lain

1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan dengan orang


lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang
lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan
tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4) Klien dapat melaksanakan hubungan social


Tindakan :
1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap

K–P : Klien – Perawat

K – P – P lain : Klien – Perawat – Perawat lain

K – P – P lain – K lain : Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain

K – Kel/ Klp/ Masy : Klien – Keluarga/Kelompok/Masyarakat

3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai


4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu
6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.

5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain


Tindakan :
1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain.
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan orang
lain
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan
manfaat berhubungan dengan orang lain

6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- Salam, perkenalan diri

- Jelaskan tujuan
- Buat kontrak
- Eksplorasi perasaan klien
2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
- Perilaku menarik diri
- Penyebab perilaku menarik diri
- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
- Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
3. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
5. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga.

STRATEGI PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL

Klien
NO
SP1P
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Klien dapat menyebitkan penyebab menarik diri


2.
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
3.

SP2P
1. Klien dapat melaksanakan hubungan social

2. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
3.
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga

SP3P
1. Mengevaluasi hubungan social yang telah pasien lakukan

Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunakan obat secara


2. teratur

Menganjurkan pasien tetap menjaga hubungan social baik dengan teman


3. di panti
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN SEHARI-HARI ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a) Data obyektif : Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri
dikamar, banyak diam, kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan
dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi menekur.
b) Data subyektif: Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya
dijawab dengan singkat, ya atau tidak.
2. Diagnosa Keperawatan :
Isolasi sosial : menarik diri.

B. Strategi Pelaksanaan Tindakan


Tujuan khusus :
1. Klien mampu mengungkapkan hal – hal yang melatarbelakangi terjadinyaisolasi
sosial
2. Klien mampu mengungkapkan keuntungan berinteraksi
3. Klien mampu mengungkapkan kerugian jika tidak berinteraksi denganorang lain
4. Klien mampu mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang.

Tindakan keperawatan :
1. Mendiskusikan faktor – faktor yang melatarbelakangi terjadinya isolasi sosial
2. Mendiskusikan keuntungan berinteraksi
3. Mendiskusikan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
4. Mendiskusikan cara berkenalan dengan satu orang secara bertahap.

SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal


penyebab isolasi sosial, membantu pasien mengenal keuntungan
berhubungan dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain, dan
mengajarkan pasien berkenalan.
ORIENTASI (PERKENALAN) :
“Selamat pagi ”“Saya Titi Hasmiati, Saya senang dipanggil titi, Saya mahasiswi Universitas
Ichsan Satya yang akan merawat Ibu.”“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”“Apa
keluhan ibu hari ini?” Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-
teman ibu ? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa
lama, bu? Bagaimana kalau 15 menit”.

KERJA:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan ibu? Siapa yang jarang
bercakap-cakap dengan ibu? Apa yang membuat ibu jarang bercakap-cakap
dengannya?”(Jika pasien sudah lama dirawat)”Apa yang ibu rasakan selama ibu dirawat
disini? O.. ibu merasa sendirian?Siapa saja yang ibu kenal di ruangan ini” “Apa saja kegiatan
yang biasa ibu lakukan dengan teman yang ibu kenal?” “Apa yang menghambat ibu dalam
berteman atau bercakap-cakap dengan pasien yang lain?””Menurut ibu apa saja
keuntungannya kalau kita mempunyai teman? Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa
lagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai
teman apa ya ibu? Ya, apalagi? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak
juga ruginya tidak punya teman ya. Kalau begitu inginkah ya ibu? belajar bergaul
denganorang lain ?« Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang
lain” “Begini lho ibu?, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu namakita dan
nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama SayaT, senang dipanggil T.
Asal saya dari kupang, hobi menyanyi”“Selanjutnya ibu menanyakan nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari
mana/Hobinya apa?”“Ayo ibu dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan ibu. Coba
berkenalandengan saya!”“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”“Setelah ibu
berkenalan dengan orang tersebut ibu bisa melanjutkan percakapan tentang hal-hal yang
menyenangkan ibu bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang hobi, tentang keluarga,
pekerjaan dan sebagainya.”

TERMINASI:
”Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?”” ibu tadi sudah mempraktekkan
cara berkenalan dengan baik sekali””Selanjutnya ibu dapat mengingat-ingat apa yang kita
pelajari tadi selama sayatidak ada. Sehingga ibu lebih siap untuk berkenalan dengan orang
lain. Ibu maumempraktekkan ke pasien lain. Mau jam berapa mencobanya. Mari
kitamasukkan pada jadwal kegiatan hariannya.””Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini
untuk mengajak ibu berkenalandengan teman saya, perawat N. Bagaimana, ibu mau
kan?””Baiklah, sampai jumpa.”
SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan
orang pertama - seorang perawat)

ORIENTASI :
Salam terapeutik
“Selamat pagi bu! ”“Bagaimana perasaan ibu hari ini?
memvalidasi
« Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan »Coba sebutkan lagi sambil
bersalaman dengan perawat ! »« Bagus sekali, ibu masih ingat. Nah seperti janji saya, saya
akan mengajak ibu mencoba berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok,
sekitar 10 menit »« Ayo kita temui perawat N disana »

KERJA :
(Bersama-sama klien saudara mendekati perawat N)« Selamat pagi perawat N, ini ingin
berkenalan dengan N »« Baiklah bu, ibu bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita
praktekkan kemarin «(pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N :
memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)« Ada lagi
yang ibu ingin tanyakan kepada perawat N. coba tanyakan tentang keluarga perawat N »«
Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu ibu bisa buat
janji bertemu lagi dengan perawat N, misalnya jam 1 siang nanti »
«Baiklah perawat N, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan ibu akan kembali ke
ruangan ibu. Selamat pagi »(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk
melakukan terminasi dengan klien di tempat lain).

TERMINASI:
“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan perawat N”
” ibu tampak bagus sekali saat berkenalan tadi””Pertahankan terus apa yang sudah ibu
lakukan tadi. Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya perkenalan berjalan lancar.
Misalnya menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. Bagaimana, mau coba dengan perawat
lain. Mari kita masukkan pada jadwalnya. Mau berapa kali sehari? Bagaimana kalau 2 kali.
Baik nanti ibu coba sendiri. Besok kita latihan lagi ya,mau jam berapa? Jam 10? Sampai
besok.”

SP 3 Pasien : Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (berkenalandengan orang


kedua - seorang pasien)
ORIENTASI :
“Selamat pagi bu! Bagaimana perasaan hari ini?”Apakah ibu bercakap-cakap dengan perawat
N kemarin siang”(jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya
orang lain ”Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin
siang””Bagus sekali ibu menjadi senang karena punya teman lagi””Kalau begitu ibu ingin
punya banyak teman lagi?””Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang
lain, yaitu pasien O””seperti biasa kira-kira 10 menit””Mari kita temui dia di ruang makan”

KERJA :
(Bersama-sama saudara mendekati pasien)
« Selamat pagi , ini ada pasien saya yang ingin berkenalan. »« Baiklah bu, ibu sekarang bisa
berkenalan dengannya seperti yang telah ibu lakukan sebelumnya. »(pasien
mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan,
asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama). »
« Ada lagi yang ibu ingin tanyakan kepada O»« Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan,
ibu bisa sudahi perkenalan ini. Lalu ibu bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi
jam 4 sore nanti » (ibu membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
« Baiklah O, karena ibu sudah selesai berkenalan, saya dan klien akan kembalike ruangan
ibu. Selamat pagi »(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan
terminasi dengan S di tempat lain)

TERMINASI :
“Bagaimana perasaan ibu setelah berkenalan dengan O””Dibandingkan kemarin pagi, T
tampak lebih baik saat berkenalan dengan O””pertahankan apa yang sudah ibu lakukan tadi.
Jangan lupa untuk bertemukembali dengan O jam 4 sore nanti””Selanjutnya, bagaimana jika
kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal
harian. Jadi satu hari ibu dapat berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, jam
10 pagi, jam 1 siang dan jam 8 malam, ibu bisa bertemu dengan T, dan tambah dengan pasien
yang baru dikenal. Selanjutnya ibu bisa berkenalan dengan orang lain lagi secara bertahap.
Bagaimana ibu, setuju kan?””Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk membicarakan
pengalaman ibu. Pada jam yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”

1. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga


Tujuan : setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat pasien isolasi sosial
Tindakan:
a. Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial
Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien untuk dapat membantu pasien
mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena keluargalah yang selalu bersama-sama
dengan pasien sepanjang hari.
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial dirumah meliputi :
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2) Menjelaskan tentang :
a) Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
b) Penyebab isolasi sosial.
c) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara lain:
 Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli
dan tidak ingkar janji.
 Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk bisa melakukan
kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak mencela kondisi
pasien dan memberikan pujianyang wajar.
 Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
 Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
3) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
4) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan yang dihadapi.
5) Menjelaskan perawatan lanjutan.

SP 1 Keluarga : Memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang masalahisolasi


sosial, penyebab isolasi sosial, dan cara merawatpasien dengan isolasi
sosial.
Peragakan kepada pasangan saudara komunikasi dibawah ini :

ORIENTASI:
“Selamat pagi Pak””Perkenalkan saya perawat Titi, saya yang merawat, anak bapak””Nama
Bapak siapa? Senang dipanggil apa?”
” Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan anak bapak
sekarang?”“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang masalah anak Bapak dan cara
perawatannya” ”Kita diskusi di sini saja ya? Berapa lama Bapak punya waktu?
Bagaimanakalau setengah jam?”

KERJA :
”kira-kira bapak tahu apa yang terjadi dengan anak bapak? Apa yang sudah
dilakukan?”“Masalah yang dialami oleh anak disebut isolasi sosial. Ini adalah salah satu
gejala penyakit yang juga dialami oleh pasien-pasien gangguan jiwa yang lain”.” Tanda-
tandanya antara lain tidak mau bergaul dengan orang lain, mengurung diri, kalaupun
berbicara hanya sebentar dengan wajah menunduk””Biasanya masalah ini muncul karena
memiliki pengalaman yang mengecewakan saat berhubungan dengan orang lain, seperti
sering ditolak, tidak dihargai atau berpisah dengan orang–orang terdekat”“Apabila masalah
isolasi sosial ini tidak diatasi maka seseorang bisa mengalami halusinasi, yaitu mendengar
suara atau melihat bayangan yang sebetulnya tidak ada.”“Untuk menghadapi keadaan yang
demikian Bapak dan anggota keluargalainnya harus sabar menghadapi anak bapak. Dan
untuk merawat anak bapak,keluarga perlu melakukan beberapa hal. Pertama keluarga harus
membina hubungan saling percaya dengan anak bapak yang caranya adalah bersikap peduli
dengan anak bapak dan jangan ingkar janji. Kedua, keluarga perlu memberikan semangat dan
dorongan kepada anak bapak untuk bisa melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang
lain. Berilah pujian yang wajar dan jangan mencela kondisi pasien.”« Selanjutnya jangan
biarkan anak bapak sendiri. Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan anak bapak.
Misalnya sholat bersama, makan bersama, rekreasi bersama, melakukan kegiatan rumah
tangga bersama.””Nah bagaimana kalau sekarang kita latihan untuk melakukan semua cara
itu”
” Begini contoh komunikasinya, Pak : anak bapak, bapak lihat sekarang kamu sudah bisa
bercakap-cakap dengan orang lain. Perbincangannya juga lumayan lama. Bapak senang sekali
melihat perkembangan kamu, Nak. Coba kamu bincang-bincang dengan saudara yang lain.
Lalu bagaimana kalau mulai sekarang kamu sholat berjamaah. Kalau di rumah sakit ini, kamu
sholat dimana? Kalau nanti di rumah, kamu sholat bersana-sama keluarga atau dimushola
kampung. Bagiamana anak bapak, kamu mau coba kan, nak ?””Nah coba sekarang Bapak
peragakan cara komunikasi seperti yang sayacontohkan””Bagus, Pak. Bapak telah
memperagakan dengan baik sekali””Sampai sini ada yang ditanyakan Pak”

TERMINASI :
“Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah kita latihantadi?”“Coba
Bapak ulangi lagi apa yang dimaksud dengan isolasi sosial dan tanda-tanda orang yang
mengalami isolasi sosial »« Selanjutnya bisa Bapak sebutkan kembali cara-cara merawat
anak bapak yang mengalami masalah isolasi sosial »« Bagus sekali Pak, Bapak bisa
menyebutkan kembali cara-cara perawatan tersebut »«Nanti kalau ketemu S coba Bp/Ibu
lakukan. Dan tolong ceritakan kepada semua keluarga agar mereka juga melakukan hal yang
sama. »« Bagaimana kalau kita betemu tiga hari lagi untuk latihan langsung kepada S ? »«
Kita ketemu disini saja ya Pak, pada jam yang sama »

SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasiendengan


masalah isolasi sosial langsung dihadapan pasien

ORIENTASI :
“Selamat pagi Pak/Bu”” Bagaimana perasaan Bpk/Ibu hari ini?””Bapak masih ingat latihan
merawat anak Bapak seperti yang kita pelajari berberapa hari yang lalu?”“Mari praktekkan
langsung ke klien! Berapa lama waktu Bapak/Ibu Baik kita akan coba 30 menit.””Sekarang
mari kita temui anak bapak”

KERJA:
”Selamat pagi mba. Bagaimana perasaan mba hari ini?””Bpk/Ibu mba datang besuk. Beri
salam! Bagus. Tolong mba tunjukkan jadwal kegiatannya!” (kemudian saudara berbicara
kepada keluarga sebagai berikut)”Nah Pak, sekarang Bapak bisa mempraktekkan apa yang
sudah kita latihkan beberapa hari lalu”(Saudara mengobservasi keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien seperti yang telah dilatihkan pada pertemuan sebelumnya).”Bagaimana
perasaan mba setelah berbincang-bincang dengan Orang tua mba?””Baiklah, sekarang saya
dan orang tua ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien untuk
melakukan terminasi dengankeluarga).

TERMINASI :
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi? Bapak/Ibu sudah bagus.”« «Mulai
sekarang Bapak sudah bisa melakukan cara merawat tadi kepada anak bapak »

« Tiga hari lagi kita akan bertemu untuk mendiskusikan pengalaman Bapak melakukan cara
merawat yang sudah kita pelajari. Waktu dan tempatnya sama seperti sekarang Pak »«
Sampai jumpa »

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan

ORIENTASI :
“Selamat pagi Pak/Bu””Karena rencana anak bapak mau pulang, maka perlu kita bicarakan
perawatan lanjutan di rumah.””Bagaimana kalau kita membicarakan perawatan lanjutan
tersebut disini saja””Berapa lama kita bisa bicara? Bagaimana kalau 30 menit?”

KERJA :
”Bpk/Ibu, ini jadwal anak bapak yang sudah dibuat. Coba dilihat, mungkinkah dilanjutkan?
Di rumah Bpk/Ibu yang menggantikan perawat. Lanjutkan jadwal ini di rumah, baik jadwal
kegiatan maupun jadwal minum obatnya””Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah
perilaku yang ditampilkan oleh anak Bapak selama di rumah. Misalnya kalau anak bapak
terus menerus tidak mau bergaul dengan orang lain, menolak minum obat atau
memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera lapor ke Panti
atau bawa anak bapak ke panti ini lagi”.

TERMINASI :
”Bagaimana Pak/Bu? Ada yang belum jelas? Ini jadwal kegiatan harian anak bapak. Jangan
lupa kontrol ke panti sebelum obat habis atau ada gejala yang tampak. Silakan selesaikan
administrasinya!”

Anda mungkin juga menyukai